Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

PSIKOLOGI PERKEMBANGAN II
PERKEMBANGAN PSIKOSOSIAL PARUH BAYA
Dosen Pembimbing :
Dr. Rahayu Ginintasasi, S. Psi., M.Si

Disusun Oleh :
Teja juliansyah
Yara akhir
Islami Nur A

Fakultas Psikologi
Universitas Nasional Pasim
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan rahmat, inayah, taufik, dan
ilhamnya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun
isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan,
petunjuk maupun pedoman bagi pembaca. Makalah ini disusun dalam rangka untuk
menyelesaikan tugas dari dosen kami Ibu Dr. Rahayu Ginintasasi, S. Psi., M.Si selaku
pengampun materi Psikologi Perkembangan.

Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi
para pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga
kedepannya dapat lebih baik.

Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang kami miliki sangat
kurang. Oleh karena itu kami harapkan kepada pembaca untuk memberikan masukan-masukan
yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.

Bandung , 16 Februari 2020

Penyusun
DAFTAR ISI
Kata Pengantar……………………………………………………...………………............1
Daftar Isi……………………………………………………………………………............2
Bab I Pendahuluan
A. Latar Belakang……………………………………………………………………...4
B. Rumusan Masalah……………………………………………………………..........5
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Setiap individu akan mengalami proses perkembangan yang tidak akan dapat ditolak,
terlepas dari kehendak individu yang bersangkutan. Masa dewasa adalah masa dimana individu
telah menyelesaikan pertumbuhannya dan siap menerima kedudukannya dalam masyarakat
bersama bergitupun dengan orang dewasa lainnya.

Secara fisik, seorang dewasa menampilkan profil yang sempurna dalam arti bahwa
pertumbuhan dan perkembangan aspek-aspek secara fisiologis telat mencapai posisi puncak.
Mereka memiliki daya tahan dan taraf kesehatan yang prima sehingga dalam melakukan
berbagai kegiatan tampak inisiatif, kreatif, energik, cepat, dan proaktif. Begitupun secara psikis,
seseorang akan merasa ia bertanggung jawab, menyadari makna kehidupan serta berusaha akan
nilai-nilai yang telah ia pilih.

Dalam mempelajari psikologi perkembangan tidak terlepas dari melihat perkembangan


manusia itu sendiri, termasuk dalam aspek psikososial yang terjadi pada masa dewasa madya.
Masa dewasa madya atau usia setengah baya dipandang sebagai masa usia antara 40 – 60 tahun.
Masa tersebut pada akhirnya akan ditandai oleh perubahan jasmani dan mental. Pada usia 60
tahun biasanya terjadi penurunan kekuatan fisik, sering pula diikuti oleh penurunan daya ingat.
Pada umumnya manusia pada periode ini sudah mapan, berkeluarga, dan memiliki anak.

Usia madya merupakan masa yang paling sulit dalam rentang kehidupan. Bagaimanapun
baiknya individu-individu tersebut untuk menyesuaikan diri hasilnya akan tergantung pada
dasar-dasar yang ditanamkan pada tahap awal kehidupan, khususnya harapan tentang
penyesuaian diri terhadap peran dan harapan sosial dari masyarakat dewasa. Kesehatan mental
yang baik yang diperlukan pada masa-masa dewasa, memberikan berbagai kemungkinan untuk
menyesuaikan diri terhadap berbagai peran baru dan harapan sosial usia madya.

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu perkembangan pada masa dewasa tengah atau masa paruh baya beserta ciri-ciri
dan tugas perkembangannya?
2. Bagaimana perkembangan psikososial masa paruh baya menurut berbagai pendekatan
teoritis?
3. Bagaimana hubungan di usia paruh baya?
4. Bagaimana krisis kehidupan yang terjadi pada usia paruh baya?

C. Tujuan
BAB II

PEMBAHASAN

A. Masa Perkembangan Masa Paruh Baya / Masa Dewasa Tengah

Masa dewasa tengah biasa disebut dengan masa paruh baya. Masa dewasa tengah
tampak lebih awal di usia 30 tahun, tetapi pada beberapa titik di usia 40 tahun. Menurut Hurlock
(1996), usia 52 tahun berada dalam rentang perkembangan dewasa madya, yaitu antara usia 40 –
60 tahun. Masa dewasa madya mencakup waktu yang lama dalam rentang hidup. Pada masa
dewasa madya, individu melakukan penyesuaian diri secara mandiri terhadap kehidupan dan
harapan sosial. Kebanyakan orang telah mampu menentukan masalah-masalah mereka dengan
cukup baik sehingga menjadi cukup stabil dan matang secara emosinya.

Dalam California Longitudinal Study, pada waktu individu berusia 34 sampai 50 tahun,
mereka adalah kelompok usia yang paling sehat, paling tenang, dan paling bisa mengontrol diri,
dan juga paling bertanggung jawab (Levinson & Peskin, 1981 dalam Santrock, 2002). Masa
dewasa menengah mencakup keseimbangan antara pekerjaan dan tanggung jawab relasi di
tengah-tengah perubahan fisik dan psikologis yang berlangsung seiring dengan proses penuaan
(Lachman, 2004). Pada usia ini seseorang membuat pilihan apa yang akan dilakukan, bagaimana
menginvestasikan waktu dan sumber daya, mengevaluasi aspek-aspek dalam kehidupan yang
hendak dirubah. Pada fase ini juga terjadi penurunan fungsi biologis, dukungan sosial budaya
seperti pendidikan, karir, dan relasi mencapai puncaknya.

Dalam hal pekerjaan, paruh baya akan mengenali keterbatasan kemajuan karier,
memutuskan apakah hendak menyeimbangkan antara keluarga dan pekerjaan serta
merencanakan pensiun. Dalam hal tantangan dan perubahan karir, paruh baya menghadapi
globalisasi seperti kemajuan teknologi informasi, pengecilan organisasi, pensiun dini, dan
perawatan kesehatan. Pekerjaan pun dapat menjadi tekanan atau motivasi diri. Selain itu, pada
masa ini, paruh baya mempersiapkan waktu luang yang efektif agar menjadi pensiunan yang
aktif.
Setengah baya atau madya menunjukkan banyak kesamaan dengan masa remaja. Khusus
usia setengah baya, sama dengan posisi masa remaja. Perubahan-perubahan hal fisik dan psikis
juga terdapat kesamaan antara dua masa kehidupan itu. Jika posisi remaja merupakan masa
peralihan, tak lagi dapat dikatakan kanak-kanak dan belum lagi disebut dewasa, maka posisi usia
setengah baya juga dalam peralihan, tidak muda dan bukan tua. Masa remaja merupakan masa
terjadinya perubahan yang cepat bagi hal-hal fisik yang membawa akibat-akibat terhadap
perilaku dan perasaan-perasaannya. Usia setengah baya, demikian pula. Bedanya, jika pada masa
remaja perubahan itu bersifat pertumbuhan, maka pada masa setengah baya bersifat pemunduran.

a. Ciri-ciri Masa Dewasa Tengah / Masa Paruh Baya :


1. Usia madya merupakan periode yang sangat ditakuti

Diakui bahwa semakin mendekati usia tua, periode usia madya semakin lebih terasa
menakutkan. Pria dan wanita banyak mempunyai alasan untuk takut memasuki usia madya.
Diantaranya adalah : banyaknya stereotip yang tidak menyenangkan tentang usia madya. Yaitu :
kepercayaan tradisional tentang kerusakan mental dan fisik yang diduga disertai dengan
berhentinya reproduksi.

2. Usia madya merupakan masa transisi

Usia ini merupakan masa transisi seperti halnya masa puber, yang merupakan masa
transisi dari masa kanak-kanak ke masa remaja. Dimana pria dan wanita meninggalkan ciri-ciri
jasmani dan perilaku masanya dan memasuki periode dalam kehidupan yang akan diliputi oleh
ciri-ciri jasmani dan perilaku baru.

3. Usia madya adalah masa stress

Bahwa usia ini merupakan masa stress. Penyesuaian secara radikal terhadap peran dan
pola hidup yang berubah, khususnya bila disertai dengan berbagai perubahan fisik, selalu
cenderung merusak nomeostatis fisik dan psikologis dan membawa ke masa stress, suatu masa
bila sejumlah penyesuaian yang pokok harus dilakukan di rumah, bisnis dan aspek sosial
kehidupan mereka.

4. Usia madya adalah usia yang berbahaya


Cara biasa menginterpretasi “usia berbahaya” ini berasal dari kalangan pria yang ingin
melakukan pelampiasan untuk kekerasan yang berakhir sebelum memasuki masa usia lanjut.
Usia madya dapat menjadi dan merupakan berbahaya dalam beberapa hal lain juga. Saat ini
merupakan suatu masa dimana seseorang mengalami kesusahan fisik sebagai akibat dari terlalu
banyak bekerja, rasa cemas yang berlebihan, ataupun kurangnya memperhatikan kehidupan.
Timbulnya penyakit jiwa datang dengan cepat di kalangan pria dan wanita dan gangguan ini
berpuncak pada suicide. Khususnya di kalangan pria.

5. Usia madya adalah usia berprestasi

Menurut Errikson, usia madya merupakan masa kritis diamana baik generativitas atau
kecenderungan untuk menghasilkan dan stagnasi atau kecenderungan untuk tetap berhenti akan
dominan. Menurut Errikson pada masa usia madya orang akan menjadi lebih sukses atau
sebaliknya mereka berhenti (tetap) tidak mengerjakan sesuatu apapun lagi. Menurutnya apabila
orang pada masa usia madya memiliki keinginan yang kuat maka ia akan berhasil, sebaliknya dia
memiliki keinginan yang lemah, dia akan stag (atau menetap) pada hidupnya.

6. Usia madya merupakan masa sepi

Dimana masa ketika anak-anak tidak lagi tinggal bersama orang tua. Contohnya anak
yang mulai beranjak dewasa yang telah bekerja dan tinggal di luar kota sehingga orang tua yang
terbiasa dengan kehadiran mereka di rumah akan merasa kesepian dengan kepergian mereka.

7. Usia madya merupakan masa jenuh

Banyak pria atau wanita yang memasuki masa ini mengalami kejenuhan yakni pada
sekitar usia 40 akhir. Pra pria merasa jenuh dengan kegiatan rutinitas sehari-hari dan kehidupan
keluarga yang hanya sedikit memberi hiburan. Wanita yang menghabiskan waktunya untuk
memelihara rumah dan membesarkan anak-anak mereka. Sehingga ada yang merasa
kehidupannya tidak ada variasi dan monoton yang membuat mereka merasa jenuh.

b. Tugas Perkembangan Masa Paruh Baya

Menurut Havighurst, tugas perkembangan adalah tugas-tugas yang harus diselesaikan


individu pada fase-fase atau periode kehidupan tertentu; dan apabila berhasil mencapainya
mereka akan berbahagia, tetapi sebaliknya apabila mereka gagal akan kecewa dan dicela orang
tua atau masyarakat dan perkembangan selanjutnya juga akan mengalami kesulitan.

1. Menerima dan menyesuaikan diri terhadap perubahan fisik dan fisiologis


2. Menghubungkan diri sendiri dengan pasangan hidup sebagai individu
3. Membantu anak-anak remaja belajar menjadi orang dewasa yang bertanggung jawab dan
berbahagia
4. Mencapai dan mempertahankan prestasi yang memuaskan dalam karir pekerjaan
5. Mengembangkan kegiatan-kegiatan pengisi waktu senggang yang dewasa
6. Mencapai tanggung jawab sosial dan warga Negara secara penuh.

B. Perkembangan Psikososial Menurut Berbagai Pendekatan Teoritis


1. Tahap Generativitas versus Stagnasi dari Erikson

Erikson (1968) memberikan istilah untuk tahap ketujuh dalam teori masa-hidup yaitu
generativitas versus stagnasi. Generativitas merujuk pada hasrat orang dewasa untuk mewariskan
sesuatu dari diri mereka kepada generasi selanjutnya (Peterson, 2002). Sebaliknya, stagnasi
(sering disebut “tenggelam dalam diri sendiri” atau “self-absorption”) akan terjadi jika individu
merasa bahwa tidak ada apa pun yang dapat dilakukan untuk generalisasi selanjutnya.
Generativity seperti yang di definisikan oleh Erikson, merupakan kepedulian orang dewasa yang
matang untuk membangun dan membimbing generasi berikutnya, melanggengkan diri sendiri
melalui pengaruhnya pada mereka yang mengikutinya. Orang-orang yang tidak memiliki saluran
untuk generativity menjadi hanya tertarik pada diri dan kegiatanya sendiri, membiarkan dirinya
apa yang ia suka, atau tersendat (tidak aktif atau tidak punya kehidupan). ”Kekuatan” masa ini
adalah kepedulian: “sebuah komitmen yang luas untuk mengsuh orang-orang, produk, dan ide
yang sudah di pelajari untuk di asuh.”

Secara sosial, peran seorang paruh baya mulai berubah. Kepedulian terhadap orang lain,
secara lebih dewasa dan luas, tidak hanya sekedar intimacy namun rasa kasih ini telah
men”generalize”ke kelompok lain.terutama generasi selanjutnya. Kondisi tersebut merupakan
masa generatifitas pada masa paruh baya (Erikson, 1982 dalam Santrock 1995). Seseorang
menjadi lebih bijaksana dalam mengambil keputusan, mampu memberikan bimbingan pada
generasi sebelumnya, tidak mengharapkan balasan hanya berkeinginan untuk merawat dan
membimbing. Sebaliknya jika seseorang gagal mencapai generatifitas maka akan terjadi stagnasi,
yaitu tidak memiliki rasa kepedulian pada orang lain. Mereka menjadi tidak lagi produktif untuk
masyarakat karena mereka tidak bisa melihat hal lain selain apakah hal itu menguntungkan
dirinya sendiri. Selain itu, tidak memiliki harapan untuk mengapai impian, merasa tidak ada lagi
yang akan dicapai dan tidak bisa meraih kesempatan yang sudah disia-siakan. Bahkan terlibat
dalam hubungan dan mengharapkan timbal balik dari pasangan (intimacy).

Orang dewasa yang berada di usia paruh baya dapat mengembangkan generativitas
melalui sejumlah cara (Kotre, 1984). Bentuk dari Generativitas biologis adalah memiliki
keturunan. Bentuk dari generativitas pengasuhan adalah mengasuh dan membimbing anak-anak.
Bentuk dari generativitas kerja adalah mengembangkan keterampilan yang bisa diteruskan pada
orang lain dan melalui budaya, generativitas adalah menciptakan, memperbaharui, atau
memelihara beberapa aspek dari budaya.

Erikson meyakini bahwa generativity tidak terbatas pada usia paruh baya. Generativity
dapat diekspresikan tidak hanya melalui pola asuh, tetapi melalui pengajaran atau
pembimbingan, produktivitas atau kreativitas, dan “produksi sendiri”, atau pengembangan diri.
Ahli teori yang belakangan muncul (Kotre, 1984) membedakan empat bentuk spesifik
generativity:
 Biologis (mengandung dan melahirkan anak)
 Orang tua (mengasuh dan membesarkan anak)
 Teknis (mengajarkan berbagai keterampilan)
 Budaya (menularkan nilai-nilai dan institusi-institusi budaya)
Terlepas dari bentuknya ujar Kotre, generativity dapat di ungkapakan dalam dua cara
atau gaya yang berbeda:
 Komunal ( melibatkan kepedulian dan pengasuhan orang lain)
 Agentik ( Kontribusi pribadi kepada masyarakat-kreatif,ilmiah,atau kewirausahaan).

2. Carl G.jung : Individuasi dan transenden


Jung meyakini bahwa perkembangan paruh baya yang sehat menuntut individuasi
(individuation), kemunculan diri sejati melalui keseimbangan atau integrasi bagian-bagian
kepribadian yang bertentangan, meliputi bagian-bagian sebelumnya di abaikan. Sampai sekitar
usia 20 tahun, Jung berkata, orang dewasa memusatkan perhatian pada kewajiban terhadap
keluarga dan masyarakat serta mengambangkan berbagai aspek kepribadian yang akan
membantu mereka mencapai tujuan eksternal. Perempuan menekankan keekspresipan dan
pengasuhan; laki-laki berorientasi terutama terhadap prestasi. Pada usia paruh baya, orang-orang
mengalihkan obsesi mereka kediri mereka yang spritual dan kebatihan. Baik laki-laki maupun
perempuan mencari’penyatuan antitesis’ dengan mengungkapkan aspek-aspek yang’di sangkal’
sebelumnya.
Dua tugas yang penting tapi sulit pada masa paruh baya adalah menyerahkan citra masa
muda dan mengakui kefanaan. Menurut Jung (1966), kebutuhan untuk mengakui kefanaan
memerlukan pencarian makna di dalam diri. Hal ini mungkin bisa membuat tidak nyaman;
seriring dengan orang-orang mempertanyakan komitmen mereka, mereka bisa kehilangan
kestabilan sementara. Namun orang-orang yang menghindari peralihan ini dan tidak melakukan
orientasi ulang kehidupan mereka secara tepat kehilangan peluang pertumbuhan psikologi.
C. Hubungan di Usia Paruh Baya
1. Cinta dan Pernikahan di Usia Paruh Baya

Ada dua bentuk utama dari cinta yaitu cinta romantis dan cinta efektif. Beberapa
pernikahan di masa dewasa awal akan terasa sulit dan terjal, akan berubah menjadi lebih biasa di
masa dewasa menengah. Meskipun pasangan tersebut melalui kehidupan yang sarat dengan
badai, mereka akhirnya dapat menemukan fondasi yang kokoh dalam relasi tersebut. Pasangan di
usia paruh baya cenderung memandang pernikahan mereka secara positif jika mereka melakukan
aktivitas timbal-balik.

Sebagian besar individu paruh baya yang menikah menyatakan cukup puas dengan
pernikahannya. Ada kemungkinan berbagai masalah serumit apapun telah diselesaikan.
Perceraian dimasa dewasa menengah dapat positif dalam beberapa hal, dan negatife dalam hal
lain, dibandingkan dengan perceraian dimasa dewasa awal. Bagi individu yang matang resiko
dari perceraian dapat lebih kecil dan kurang intens dibandingkan individu yang masih muda.

2. Perceraian pada Masa Paruh Baya

Perceraian pada masa paruh baya relatif tidak lazim tetapi makin meningkat, dan dapat
membuat stress tetapi mengubah kehidupan. Pernikahan yang sudah bertahan lama memiliki
kemungkinan kecil untuk bercerai karena telah membangun modal pernikahaan yaitu manfaat
finansial dan emosional dari perikahan yang sulit dipisahkan dan cenderung membuat pasangan
bertahan bersama-sama.

Menurut laporan responden alasan nomor satu mengapa orang-orang berusia paruh baya
bercerai adalah penyiksaan oleh pasangan baik verbal atau non verbal. Sedangkan alasan lain
yang muncul adalah karena perbedaan nilai atau gaya hidup, ketidaksetiaan, penyelahgunaan
alkohol atau obat-obatan, dan sekadar sudah tidak cinta lagi.

Saat ini, perceraian mungkin kurang menjadi ancaman bagi kesejahteraan dalam masa
paruh baya dibandingkan dalam masa dewasa awal. Kesimpulan ini diambil dari penelitian
selama 5 tahun dan hampir seluruh jawaban responden usia paruh baya menunjukkan lebih dapat
beradaptasi dalam menghadapi perceraian dibanding mereka yang lebih muda, meskipun
memiliki masa depan yang terbatas untuk menikah lagi.
3. Relasi Antar Saudara Kandung dan Pertemanan

Bagi sebagian orang dewasa, relasi dengan saudara kandung akan berlangsung terus
seumur hidup. Relasi dimasa dewasa dengan saudara kandung bisa sangat dekat, apatis atau
sangat bersaing. Saudara kandung yang dimasa dewasa memiliki relasi sangat dekat satu sama
lain cenderung sudah memiliki kedekatan serupa saat kanak-kanak. Kedekatan saudara kandung
yang baru terjadi dimasa dewasa jarang terjadi. Pria yang mengalami relasi persaudaraan yang
buruk dimasa kecil lebih besar kemungkinan mengalami depresi di usia 50 dibanding pria yang
memiliki relasi positif dengan saudara kandungnya ketika anak-anak.

Dimasa dewasa menengah, persahabatan tetap merupakan hal yang penting seperti di
masa dewasa awal. Tetapi orang-orang usia patuh baya cenderung menginvestasikan sedikit
waktu dan energi untuk pertemanan daripada orang dewasa yang lebih muda. Pertemanan
seringkali berkisar, seputar pekerjaan, orang tua, hubungan dengan lingkungan sekitar tempat
tinggal, hubungan dengan organisasi sukarela. Meskipun begitu bagi orang dewasa tetap
bergantung untuk dukungan emosional, bimbingan praktis, hiburan, persahabatan atau sekedar
bincang-bincang.

4. Relasi Antar Generasi

Keluarga adalah hal yang penting bagi kebanyakan orang. Ketika 21.000 orang dewasa
berusia 40 hingga 79 tahun di 21 negara ditanya “ketika anda memikirkan tentang siapa anda,
biasanya anda memikirkan ….”. 63 persen menyatakan “keluarga” 9 persen menyatakan
“agama” dan 8 persen menyatakan “pekerjaan”. Dalam studi ini di seluruh 21 negara, orang
dewasa paruh baya dan yang lebih tua mengekpresikan rasa tanggung jawab yang kuat antara
generasi dengan keluarga mereka, dimana ikatan antargenerasi terkuat terjadi di Arab Saudi,
India, dan Turki.

Orang dalam masa dewasa menengah memainkan peran penting dalam kehidupan orang-
orang muda dan tua. Orang dewasa paruh baya membagikan pengalaman mereka dan
meneruskan nilai-nilainya pada generasi yang lebih muda.

Studi terbaru mengungkapkan bahwa sekalipun ketika orang tua yang sudah menua
mengalami masalah kesehatan, mereka dan anak-anak mereka secara umum menggambarkan
perubahan positif dalam relasi mereka pada tahun-tahun terakhir. Akan tetapi, dalam sebagian
kasus, para peneliti menemukan relasi antara orang tua yang telah menua dan anak-anak. Dalam
setiap generasi baru, karakteristik kepribadian, sikap-sikap, nilai-nilai yang ada mengalami
replikasi atau perubahan. Pada umumnya anggota-anggota keluarga berusaha membina kontak
yang cukup baik antar generasi.
D. Krisis pada Masa Paruh Baya

Setiap rentang kehidupan manusia akan menghadapi masa paruh baya atau middle age,
yang disebut juga sebagai masa transisi memasuki usia lanjut. Terdapat dua masa transisi pada
kehidupan seseorang, yaitu saat remaja dan paruh baya, bedanya saat remaja bersifat
pertumbuhan, sementara saat paruh baya besifat pemunduran, tetapi perasaan dan perilakunya
hampir sama yaitu suka canggung dan kadang-kadang bingung menghadapi perubahan. Masa
transisi saat paruh baya juga disebut sebagai masa masa krisis (Levinson et al. 1978, Sheehy
1976 dalam Lachman, 2003). Disebut masa krisis, pada saat ini karena hasil penelitian
menunjukkan bahwa satu dari tiga paruh baya, mengalami masa krisis dengan kejadian
hilangnya pekerjaan, menghadapi masalah penghasilan atau masalah penyakit.

Perubahan fisik dengan kemunduran kemampuan fisik maupun fisiologis serta perubahan
pada emosi dan sosial sebagai reaksi atas perubahan yang terjadi dapat menimbulkan krisis paruh
baya. Menjadi fase krisis paruh baya, karena memaksa adanya perubahan dan mengalami titik
balik. (Wright & Davis 1993).

Secara psikologis, memasuki masa paruh baya, cepat atau lambat, harus melakukan
penyesuaian diri terhadap berbagai perubahan jasmani, fisiologis, psikologis dan sosial, sebagai
transisi menuju ke usia lanjut. Reaksi terhadap perubahan tersebut berbeda-beda pada pria
maupun wanita, tergantung pada pengalaman sebelumnya, kepribadian dan tekanan sosial.
Perubahan tersebut dapat mempengaruhi pikiran, emosi, tingkah laku, spiritual, dan fisiknya

Kondisi krisis paruh baya berlangsung selama 3-5 tahun sejak seseorang memasuki paruh
baya. Dinamika krisis terjadi berawal dari kekecewaan, peningkatan stres, dan perubahan gaya
hidup serta cara kerja, yang mengarahkan ke depresi, traumatis, melarikan diri secara drastis.
Saat ia berusaha menyesuaikan diri dengan nilai yang diharapkan, namun saat itu juga berupaya
menurunkan stres. Maka hambatan yang dihadapi akan semakin meningkatkan stres dan
krisisnya. Reaksi terhadap krisis yang berbeda-beda, mungkin seseorang mengalihkan stres
tersebut dengan bekerja keras, sehingga seolah-olah tidak terjadi perubahan apapun dalam hidup
mereka. Krisis yang dihadapi berkaitan erat dengan stres yang dihadapi. Ada seorang paruh baya
mampu mengelola stres dengan lebih baik dan ada yang tidak, tergantung pribadinya. Sumber
stress pada masa paruh baya bisa terjadi karena pekerjaan, kehilangan pekerjaan atau
menganggur, Kesepian (empty nest), baik karena kematian pasangan atau pasangan menikah
kembali, anak meninggalkan mereka karena menikah. Agar perubahan fisik dan psikologis yang
terjadi pada masa paruh baya tidak menimbulkan krisis dan berdampak menjadi stres, maka
dapat dilakukan dengan melakukan penyesuaian diri, dengan cara:

1. Merubah gaya hidup kearah yang lebih sehat, atau dengan mengubah perilakunya untuk
meningkatkan kebugaran fisik
2. Menilai secara positif saat menghadapi menopause dan andropause. Artinya dengan
menopause sebagai tanda memasuki paruh kedua kehidupan seorang wanita, mengalami
perubahan peran, kebebasan dan pertumbuhan secara pribadi. Selain itu mengenal
berbagai gejala menjelang menopause, seperti suhu panas, rasa kering terbakar, dan gatal
pada bagian vagina, infeksi vagina dan saluran kencing dan disfungsi saluran kencing
akibat pengerutan jaringan. Pada pria yang mengalami Andropause disertai perubahan
fisiologis emosional dan psikologis yang melibatkan system reproduksi pria dan system
lainnya yang juga disebut climacteric. Ia perlu mengenal symptom climacteric seperti
depresi, perasaan cemas, insomnia, kelelahan, perasaan lemah, dorongan seksual rendah,
kegagalan ereksi, kehilangan otot serta tulang dan rambut tubuh yang berkurang.
3. Melakukan jalan kaki paling sedikit satu jam sekali dalam seminggu, untuk mengatasi
penurunan masa tulang, sekaligus dapat mengurangi risiko penyakit jantung koroner,
setelah usia 45 tahun.
4. Mengelola stres; dengan lebih realistis, menerima perubahan yang terjadi dan dapat
mempelajari strategi untuk menghindari stres secara efektif.
5. Memupuk kondisi emosi positif bukan emosi negatif seperti kecemasan dan perasaan
tertekan. Kondisi emosi negatif sering dikaitkan dengan kesehatan fisik dan mental yang
buruk, dan emosi positif dikaitkan dengan kesehatan yang baik. (Salovery, Rothman,
Detwiler & Steward, 2000, Spiro 2001). Perasaan negatif akan menekan fungsi sistem
kekebalan tubuh meningkatkan kerapuhan terhadap penyakit sebaliknya perasaan positif
meningkatkan fungsi tersebut.

Anda mungkin juga menyukai