Sharah alhusnah(2014201079)
VB KEPERAWATAN
2022/2023
Kata pengantar
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmatnya maka
penulis makalah ini dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini yang berjudul "Asuhan
keperawatan keluarga kelahiran anak pertama"
Harapan penulis semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi
para pembaca. Untuk kedepannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar
menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman penulis, Penulis yakin masih banyak
kekurangan dalam makalah ini, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang
membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang secara terus menerus
mengakibatkan tingkat pendidikan dan teknologi semakin maju. Orang dengan mudah berobat dan
tidak takut dengan penyakit berbahaya. Tapi hal ini dipengaruhi oleh peningkatan biaya
pengobatan sementara masyarakat, masih banyak yang hidup dibawah garis kemiskinan. Oleh
karena itu masyarakat Indonesia harus sudah mengenal kesehatan keluarga dari sekarang agar
masyarakat mengenal arti pentingnya kesehatan. Agar masyarakat Indonesia hidup sehat
keperawatan keluarga merupakan salah satu area spesalis dalam keperawatan yang berfokus kepada
keluarga sebagai target pelayanan. Tujuan dari keperawatan keluarga adalah untuk meningkatkan
kesehatan keluarga secara menyeluruh bagi anggota keluarga.
Karakteristik keluarga terdiri dari dua atau lebih individu yang diikat olch hubungan darah,
perkawinan, atau adopsi, anggota keluarga biasanya hidup bersama, atau jika terpisah mereka tetap
memperhatikan satu sama lain. Anggota keluarga berinteraksi satu sama lain dan masing-masing
mempunyai peran sosial yaitu suami, istri, anak, kakak, dan adik yang mempunyai tujuan. Perawat
perlu mengetahui dan memiliki pikiran yang terbuka mengenai konsep keluarga. Sekilas keluarga
memiliki hal hal yang umum, tetapi setiap bentuk keluarga memiliki kekuatan dan permasalahan
yang unik. Keluarga banyak menghadapi tantangan seperti salah satunya pada tahap perkembangan
keluarga pada kelahiran anak pertama. Periode kelahiran anak pertama adalah waktu transisi fisik
dan psikologis bagi ibu dan seluruh keluarga. Orang tua harus beradaptasi terhadap perubahan
struktur karena adanya anggota baru dalam keluarga, yaitu bayi. Dengan kehadiran bayi maka
sistem dalam keluarga akan berubah dan pola interaksi dalam keluarga harus dikembangkan
Pada periode transisi, keluarga membutuhkan adaptasi yang cepat, sehingga kondisi ini
menempatkan keluarga menjadi sangat rentan dan mereka memerlukan bantuan untuk beradaptasi
dengan peran yang baru. Stress dari berbagai sumber dapat berefek negatif pada fungsi dan
interaksi ibu dengan bayi dan keluarga, yang berdampak pada kesehatan fisik ibu dan bayi. Maka
dari itu kelompok tertarik untuk membahas mengenai konsep keluarga dan tumbuh kembang
keluarga pada kelahiran anak pertama
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, didapatkan bahwa rumusan masalah antara lain:
C. TUJUAN PENULISAN
1. Umum
2. Khusus
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian
Keluarga adalah sekumpulan orang dengan ikatan perkawinan, kelahiran, dan adopsi yang
bertujuan untuk menciptakan, mempertahankan budaya, dan meningkatkan perkembangan fisik,
mental emosional, serta sosial dari tiap anggota keluarga. (Duvall dan Logan, 1986, dalam
Setiawati, 2008: hal 67) Keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih yang mempunyai
hubungan darah yang sama atau tidak. yang terlibat dalam kehidupan yang terus menerus, yang
tinggal dalam satu atap, yang mempunyai ikatan emosional dan mempunyai kewajiban antara satu
orang dengan orang yang lainnya. (Bergess, 1962, dalam Setiawati, 2008: hal 13)
Menurut kelompok keluarga adalah sekumpulan individu yang tinggal serumah karena
adanya hubungan darah, perkawinan ataupun adopsi, yang saling berinteraksi dan mempertahankan
kebudayaan.
1.Pengertian
Perkembangan keluarga adalah proses perubahan yang terjadi pada system keluarga
meliputi perubahan pola interaksi dan hubunga antara anggotanya di sepanjang waktu. Siklus
perkembangan keluarga sebagai komponen kunci dalam setiap kerangka kerja yang memandang
keluarga sebagai suatu system. Perkembangan ini terbagi menjadi beberapa tahap atau kurun waktu
tertentu. Pada setiap tahapnya keluarga memiliki tugas perkembangan yang harus dipenuhi agar
tahapan tersebut dapat dilalui dengan sukses. Kerangka perkembangan keluarga menurut Evelyn
Duvall memberikan pedoman untuk memeriksa dan menganalisa perubahan dan perkembangan
tugas-tugas dasar yang ada dalam keluarga selama siklus kehidupan mereka.
Tahap perkembangna keluarga dibagi sesuai kurun waktu tertentu yang dianggap stabil,
misalnya keluarga dengan anak pertama berbeda dengan anak keluarga remaja. Meskipun setiap
keluarga melalui tahapan perkembangan secara unik, namun secara umum seluruh keluarga
mengikuti pola yang sama. Tiap tahap perkembangan membutuhkan tugas dan fungsi keluarga agar
dapat melalui tahap tersebut. Keluarga yang menantikan kelahiran dimulai dari kehamilan sampai
kelahiran anak pertama dan berlanjut sampai anak pertama berusia 30 bulan (3,2 tahun) merupakan
tahap perkembangan keluarga kelahiran anak pertama. Kehamilan dan kelahiran bayi pertama
dipersiapkan oleh pasangan suami istri melalui beberapa tugas perkembangan yang penting.
Kelahiran bayi pertama memberikan perubahan yang besar bagi keluarga, sehingga pasangan harus
beradaptasi dengan peranya untuk memenuhi kebutuhan bayi. Sering terjadi dengan kelahiran bayi,
pasangan merasa diabaikan karena focus perhatian kedua pasangan tertuju pada bayi. Suami
merasa belum siap menjadi ayah atau sebaliknya istri belum siap menjadi ibu. Peran utama perawat
keluarga adalah mengkaji peran orang tua; bagaimana orang tua berinteraksi dan merawat bayi
serta bagaimana bayi berespon. Perawat perlu memfasilitasi hubungan orang tua dan bayi yang
positif dan hangat sehingga jalinan kasih sayang antara bayi dan orang tua dapat tercapai.
Tahap ini dimulai dimulai saat ibu hamil sampai dengan kelahiran anak pertama dan
berlanjut sampai dengan anak pertama berusia 30 bulan. Ada beberapa hal tugas perkembangan
keluarga pada fase childbearing yaitu: (Duval, dalam buku Santun Setiawati: 19 dan dalam buku
Mubarak, dkk : 87-88).
c. Menata ruang untuk anak atau mengembangkan suasana rumah yang menyenangkan
d. Mempersiapkan biaya atau dana kelahiran anak pertama
Sedangkan menurut Carter dan Me. Goldrik, 1988. Duval dan Miller. 1985. (Dalam buku
"ilmu keperawatan komunitas". hal: 87-88) tugas perkembangan keluarga pada tahap ini adalah
sebagai berikut:
a. Membentuk keluraga muda sebagai sebuah unit yang mantap (mengintegrasikan bayi baru ke
dalam keluarga).
4. Fungsi Perawat Dalam Tahap Perkembangan Keluarga Dengan Kelahiran Anak Pertama Sebagi
kekhususan perawatan keluarga memiliki peran yang cukup banyak dalam memberikan asuhan
keperawatan keluarga.
Fungsi perawat dalam tahap ini adalah melakukan perawat dan konsultasi antara lain (Mubarak,
dkk 88):
a.Bagaimana cara menentukan gizi yang baik untuk ibu hamil dan bayi,
b. Mengenali gangguan kesehan bayi secara dini dan mengatasinya, Imunisasi yang dibutuhkan
anak,
e.Interaksi keluarga,
1) Perkembangan fisik
Rata-rata berat badan lahir 3400 g. panjang 50 cm. Sampai 10% berat lahir hilang dalam
beberapa hari pertama, utamanya karena kehilangan cairan melalui pernapasan, uri, defekasi, dan
penurunan pemasukan. Berat lahir akan naik kembali pada minggu kedua kehidupan, dan terjadi
peningkatan secara bertahap dalam berat badan, tinggi badan, tinggi badan dan lingkar kepula.
Pada bulan pertama, berat badan rata-rata meningkat 120-240 g per minggu, tinggi badan 0,6-2,5
cm, dan 2 cm dalam lingkar kepala.
Denyut jantung neonatus secara bertahap menurun dari denyut jantung janin 130 sampai
160 kali per menit turun menjadi 120 sampai 140 kali per menit. Rata rata tekanan darah 74/46
mmHg. Rata-rata waktu pernapasan adalah 30 sampai 50 kali per menit. Karena neonatus bernapas
melalui hidung, penting untuk menjaga saluran hidung bersih. Temperatur aksila berada dalam
rentang antara 360C sampai 37,50 C dan secara umum menjadi stabil dalam 24 jam setelah lahir.
Karakteristik fisik yang normal termasuk tetap adanya lanugopada kulit di bagian belakang:
sianosis pada tangan dan kaki, khususnya selama aktivitas; dan abdomen yang lebih lembut dan
menonjol.
Karakteristik perilaku bayi baru lahir yang normal meliputi periode mengisap. menangis,
tidur, dan beraktivitas.
2) Perkembangan Kognitif
Perkembangan kognitif yang awal mulai dengan perilaku bawaan, refleks, dan fungsi
sensori. Bayi baru lahir memulai aktivitas refleks, menyesuaikan benda benda yang baru ke dalam
perilaku, dan mengakomodasikan perilaku ini untuk mencapai keinginan mereka. Fungsi senson
membantu perkembangan kognitif pada bayi baru lahir. Pada saat baru lahir, anak-anak dapat
berfokus pada benda berjarak kira-kira 8 sampai 10 inci dari wajah mereka dan dapat melihat
benda. Sistem auditorius dan vestibular berfungsi dari saat lahir. Kemampuan sensor ini
memberikan neonatus untuk mengeluarkan stimulus lebih daripada hanya menerima stimulus.
Orang tua harus diajarkan pentingnya memberikan stimulus sensori, misalnya berbicara dengan
bayi mereka dan memegang mereka untuk melihat wajah mereka. Hal ini memungkinkan bayi
untuk mencari atau mengambil stimulus, dengan demikian memperbesar pembelajaran dan
peningkatan perkembangan kognitif.
Untuk neonatus menangis adalah komunikasi. Mereka menangis untuk suatu alasan,
walaupun pada saatnya alasan ini sulit untuk ditentukan. Dengan bantuan perawat, orang tua
belajar untuk mengenali arti tangisan bayi dan mengambil tindakan yang sesuai jika dibutuhkan.
3) Perkembangan Psikososial
Selama bulan pertama kehidupan, orang tua dan bayi baru lahir normalnya membangun
hubungan yang kuat yang tumbuh ke dalam kedekatan yang dalam. Interaksi selama perawatan
rutin memperbesar atau memperkecil proses kedekatan. Tindakan menyusui, kebersihan, dan
memberikan rasa nyaman sebanyak mungkin ketika bayi terjaga, Pengalaman interaksi ini memberi
dasar untuk terjadi bentuk kedekatan yang dalam. Neonatus merupakan partisipan yang aktif dalam
proses ini.
Jika orang tua atau anak-anak mengalami komplikasi kesehatan setelah lahir, hubungan
dapat terganggu. Isyarat perilaku bayi mungkin lemah atau tidak ada. Perawatan dan pengasuh
secara bersama kurang memuaskan. Rasa lelah, orang tua yang sakit memiliki kesulitan untuk
mengartikan dan merespons bayi mereka.
Melihat tidak adanya koordinasi yang merupakan ciri dari aktifitas bayi neonatal, tidaklah
masuk akal untuk mengharapkan emosi yang khusus, yang jelas, pada saat bayi dilahirkan. Reaksi
emosional hanya dapat diuraikan sebagai keadaan yang menyenangkan dan tidak menyenangkan.
Yang pertama ditandai oleh tubuh yang tenang dan yang kedua ditandai oleh tubuh yang tegang
Ciri yang menonjol dari keadaan emosi adalah tidak adanya tingkatan reaksi yang menunjukkan
tingkat intensitas yang berbeda. Apapun rangsangannya, yang dihasilkan adalah emosi yang kuat
(intens) dan tiba-tiba.
5) Kemampuan Belajar
Perkembangan otak dan saraf yang memungkinkan proses belajar belum terdapat pada bayi
neonatal terutama pada hari-hari pertama kehidupan pascanatal. Bayi neonatal sering tidak mampu
melakukan bentuk belajar yang sangat sedehana atau belajar melalui asosiasi. Kecuali situasi
makan, reaksi yang berupa kebiasaan sulit diperoleh. Kalau reaksi ini tampak biasanya tidak stabil
dan kurang bernilai.
6) Bermain
a. Sensomotorik: ini adalah bentuk permainan yang paling awal dan terdiri dari tendangan,
gerakan-gerakan mengangkat tubuh. bergoyang-goyang, menggerak-gerakkan jari jemari tangan
dan kaki, memanjat, bereeloteh dan mengelinding.
b. Menjelajah : dengan berkembangnya koordinasi lengan dan tangan, bayi mulai mengamati
tubuhnya dengan menarik rambut, menghisap jari tangan dan kaki, memasukkan jari-jari ke dalam
pusar, dan memainkan alat kelamin. Mereka mengocok, membuang, membanting, menghisap dan
menarik-narik mainan dan menjelajah dengan cara menarik, membanting dan merobek benda-
benda yang dapat diraihnya.
c. Meniru dlam tahun kedua, bayi mencoba meniru kelakuan orang-orang di sekitar mereka, seperti
membaca majalah, menyapu lantai atau menulis dengan pensil atau krayon.
d. Berpura-pura: selama tahun kedua, kebanyakan bayi memberikan sifat kepada mainannya seperti
sifat-sifat yang sesungguhnya. Boneka-boneka hewan diberi sifat hewan sungguhan sama halnya
boneka atau mobil-mobilan dianggap seperti orang atau mobil.
e. Permainan sebelum berusia satu tahun bayi memainkan permainan permainan tradisional seperti
"Cilukba". "Petak umpet (sembunyi sembunyian)" dsb. Biasanya dilakuakan bersama orang tua,
nenek, atau kakak-kakak
f. Hiburan bayi senang dinyanyikan, dicerita, dan dibacakan dongeng dongeng. Kebanyakan bayi
menyenangi siaran radio dan televisi dan melihat gambar-gambar.
Masalah-masalah yang sering terjadi pada anak baru lahir meliputi bahaya fisik. bahaya fisiologis,
dan bahaya psikologis.
1) Bahaya Fisik
a. Kematian
Selama tahun pertama, kematian biasanya disebabkan oleh penyakit yang parah sedangkan
dalam tahun kedua kematian lebih banyak disebabkan oleh kecelakaan. Sepanjang masa bayi, lebih
banyak anak laki-laki yang mati dari pada anak perempuan.
b. Penyakit
Meskipun benar bahwa banyak kematian dalam bulan-bulan pertama disebabkan karena
penyakit gastrointestinal atau komplikasi pernapasan, tetapi jumlah kematian yang dulu disebabkan
karena penyakit parah sekarang jauh berkurang karena sekarang bayi diberi suntikan dan vaksinasi
untuk memperkebal tubuh terhadap penyakit yang dulu merupakan penyakit yang fatal. Tetapi
penyakit ringan seperti selesma dan gangguan pencernaan umum terjadi. Diagnosa yang tetap dan
perawatan medis yang baik dapat mencegah akibat yang buruk. Tetapi kalau diabaikan, seperti
yang terjadi dalam selesma, gangguan-gangguan yang lebih parah berkembang cepat, terutama
radang telinga. Penyakit yang lama dapat mengganggu pola pertumbuhan normal,Tidak semua bayi
setelah sembuh dapat mengejar perkembangan pertumbuhannya. Seberapa jauh pola pertumbuhan
dipengaruhi oleh penyakit yang lama diderita sampai sekarang belum dapat ditentukan.
c. Kecelakaan
Pada tahun pertama kecelakaan tidak banyak terjadi karena bayi sangat terlindung dalam
tempat tidur atau kereta tidurnya. Namun dalam tahun kedua pada saat bayi dapat bergerak lebih
bebas dan tidak sangat dilindungi. kecelakaan lebih sering terjadi. Kecelakaan seperti luka memar
dan luka garuk merupakan kecelakaan ringan dan tidak meninggalkan akibat yang permanen. Jenis
lain seperti pukulan di kepala atau sobekan-sobekan merupakan kecelakaan yang cukup parah dan
dapat meninggalkan bekas luka atau bahkan mengakibatkan akibat yang fatal. Tetapi kecelakaan
ringan sekalipun dapat meninggalkan luka psikologis. Bayi sering menakuti situasi yang sama
dengan situasi yang menimbulkan kecelakaan atau ia mengembangkan sikaf takut sebagai akibat
seringnya mengalami kecelakaan.
d. Kurang Gizi
Kekurangan gizi yang dapat disebabkan karena kurang makan atau diet yang tidak
seimbang, tidak saja dapat merusak pertumbuhan fisik tetapi juga merusak perkembangan mental.
Hal ini dapat menyebabkan rintangan dalam pertumbuhan dan mengakibatkan cacat fisik seperti
gigi busuk, kaki bengkak dan kecenderungan menderita banyak penyakit. Karena otak tumbuh dan
berkembang sangat cepat dalam masa bayi maka dapat sangat dipengaruhi oleh kurangnya gizi.
Dua tahun pertama disebut periode kritis dalam pertumbuhan otak karena adanya peningkatan yang
mencolok dalam perkembangan sel-sel otak pada masa ini, oleh karena itu merupakan periode
dimana otak sangat rentan terhadap kerusakan. Kalau pada saat ini bayi menderita kekurangan gizi
tidak dapat dijamin bahwa perkembangan selanjutnya akan berjalan normal. Kalau pertumbuhan
dan perkembangan otak terganggu anak tidak dapat mencapai potensi-potensi intelektualnya,
sekalipun sudah menjadi lebih besar anak tidak dapat melakukan tugas-tugas intelektual yang
seharusnya dapat dilakukan seandainya perkembangan yang normal tidak terganggu oleh rusaknya
perkembangan otak karena kekurangan gizi
2) Bahaya Fisiologis
a. Kebiasaan Makan
Bayi yang menetek terlampau lama menunjukkan tanda-tanda tegang. Mereka lebih lama
terlibat dalam kegiatan menghisap lainnya (seperti menghisap ibu jari), lebih banyak mengalami
kesulitan tidur dan lebih gelisah dari pada bayi yang periode meneteknya lebih singkat. Kalau
terlambat disapih bayi cenderung menolak jenis makanan yang baru dan cenderung menghisap ibu
jari sebagai pengganti puting susu ibu. Bayi juga akan menolak makanan yang agak padat kalau
makanan agak keras terlampau cepat diperkenalkan, bukan karena rasanya melainkan karena
kekerasannya.
b. Kebiasaan Tidur
Menangis, permainan yang berat dengan orang dewasa, atau kegaduhan dapat membuat
anak menjadi tegang dan sulit tidur. Jadwal tidur yang tidak memenuhi persyaratan membuat bayi
tegang dan menolak tidur.
c. Kebiasaan Pembuangan
Kebiasaan ini tidak dapat dibentuk sebelum saraf dan otot-otot berkembang dengan baik.
Mencoba melatih pembuangan terlampau awal membuat bayi tidak mau berkerja sama dalam
membentuk kebiasaan ini kalau ia sudah matang nantinya. Sebaliknya, penundaan melatih
pembuangan mengakibatkan kebiasaan yang tidak teratur dan kurangnya motivasi. Mengompol
merupakan hal yang umum bila latihan bila tidak dilakukan sesuai dengan kesiapan perkembangan
bayi.
3) Bahaya Psikologis
Kalau perkembangan motorik terlambat, bayi akan sangat dirugikan pada saat mulai
bermain dengan teman-teman sebaya. Semakin banyak kelambatan dalam pengendalian motorik,
akan semakin lambat ia memperoleh keterampilan yang dimiliki anak-anak lain. Lagi pula, karena
keinginan mandiri sudah mulai berkembang pada awal tahun kedua, maka bayi yang
perkembangan motoriknya terlambat akan merasa kecewa kalau gagal dalam usahanya melakukan
sesuatu secara sendirian. Yang juga sangat mengganggu dalam penyesuaian diri anak adalah
tekanan dari orang tua untuk mencapai pengendalian motorik dan untuk belajar keterampilan
motorik sebelum in cukup matang untuk melakukannya. Di bawah kondisi ini bayi sering
mengembangkan sikap menolak dan negativistik yang akan melemahkan motivasinya dan
menyebabkan tertunda mempelajari tugas-tugas yang seharusnya sudah dapat kuasai.
d. Bahaya Sosial
Bahaya sosial yang utama adalah kurangnya kesempatan dan motivasi untuk belajar
menjadi sosial. Ini mendorong lambatnya sifat-sifat egosentris berlangsung, yang merupakan ciri
dari setiap bayi, dan mengakibatkan perkembangan sikaf introvert. Kurangnya kesempatan untuk
kontak sosial dalam setiap usia akan mengganggu, terutama dari usia 6 minggu sampai 6 bulan
yang merupakan saat keritis dalam pengembangan sikap yang mempengaruhi pola sosialisasi.
Meskipun sikap sosial dapat dan memang berubah, banyak individu yang membentuk sikap sosial
yang kurang baik pada saat bayi akan terus bersikap kurang sosial kalau besar nanti.
e. Bahaya Bermain
Bermain pada masa bayi merupakan balaya potensial, baik secara fisik maupun psikologis.
Banyak mainan dapat menimbulkan goresan, memar atau menyebabkan bayi tercekik karena ada
bagian yang lepas. Bahaya psikologis yang utama adalah bahwa bayi sangat bergantung pada
mainan untuk memperoleh hiburan dan tidak belajar bermain yang melibatkan interaksi dengan
orang-orang lain. Televisi, yang digunakan pengganti pengasuh, tidak mendorong anak untuk
memainkan peran aktif dalam bermain.
g. Bahaya Moralitas
Bahaya psikologis yang serius untuk perkembangan moral di masa depan terjadi bila bayi
mendapatkan bahwa ia lebih banyak memperoleh perhatian kalau ia melakukan sesuatu yang
mengganggu atau melawan orang lain dari pada kalau melakukan tindakan yang lebih diterima.
7. Perawat Dalam Tahap Perkembangan Keluarga Dengan Keluarga Kelahiran Anak Pertama
Sebagai kekhususan perawatan keluarga memiliki peran yang cukup banyak dalam memberikan
asuhan keperawatan keluarga.
Fungsi perawat dalam tahap ini adalah melakukan perawat dan konsultasi antara lain (Mubarak,
dkk : 88):
a. Bagaimana cara menentukan gizi yang baik untuk ibu hamil dan bayi,
e. Interaksi keluarga,
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keluarga baru (childbearing family) merupakan tahapan perkembangan keluarga ke
II, Friedman (2002) yang dimulai dengan kelahiran anak pertama dan berlanjut sampai bayi
berumur 30 bulan. Tahapa ini merupakan tahap yang penuh dengan stressor karena
merupakan tahap transisi menjadi orang tua. Sebuah ketidakseimbangan dapat tejadi
sehingga bisa menimbulkan krisis keluarga dapat menyebabkan gangguan dalam hubungan
pernikahan. Asuhan keperawatan yang dilakukan oleh perawatn untuk mengelola stressor
yang mungkin timbul dan bersama keluarga menentukan permasalahan tersebutsehingga
keluarga secara mandiri menyelesaikan tugas perkembangannya mengenali dan
menyelesaikan masalah kesehatannya pada akhirnya mampu tampil sebagai keluarga
mandiri, sejahtera, produktif dan menjalankan seluruh fungsi keluarga dengan baik.
Pelayanan keperawatan keluarga merupakan salah satu area pelayanan keperawatan yang
dapat dilaksanakan di masyarakat. Pelayanan keperawatan keluarga yang saat ini
dikembangkan merupakan bagian dari pelayanan keperawatan kesehatan masyarakat
(Perkesmas).
Pelayanan keperawatan keluarga dirumah merupakan integrasi pelayanan
keperawatan keluarga dengan pelayanan kesehatan lain dirumah untuk mendukung
kebijakan pelayanan kesehatan dimasyarakat sehingga dapat mengatasi masalah kesehatan
pasien dan keluarga dirumah. Pelayanan keperawatan keluarga dirumah ini didukung
kerjasama antara petugas kesehatan dengan pasien dan anggota keluarganya. Pelayanan
keperawatan ini diberikan dirumah maupun ditempat dimana perawat melaksanakan praktik
keperawatan dan dapat diberikan oleh berbagai jenis tenaga professional, tenaga pembantu
pelayanan kesehatan maupun tenaga pendamping (caregiver). Upaya pelayanan kesehatan
yang diberikan mencakup upaya pelayanan pencegahan primer, pencegahan sekunder dan
pencegahan tersier (Depkes, 2008).
B. Tujuan
1. Tujuan umum
Untuk mengetahui asuhan keperawatan keluarga tentang tahap perkembangan keluarga
dengan kelahiran anak pertama
2. Tujuan khusus
a. Untuk mengetahui definisi dari tahap perkembangan keluarga dengan kelahiran
anak pertama
b. Untuk mengetahui tugas dan fungsi peran pada tahap perkembangan keluarga
dengan kelahiran anak pertama
c. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada tahap perkembangan keluarga dengan
kelahiran anak pertama
TINJAUAN TEORI
F. Masalah yang Sering Muncul pada Keluarga dengan Kelahiran Anak Pertama
1. Hubungan seksual dan sosial terganggu
Hubungan seksual antar pasangan umumnya menurun selama masa kehamilan
selama 6 minggu periode pasca partum. Kesulitan seksual selama periode pasca partum
biasa terjadi, muncul akibat faktor peran baru yang dijalankan oleh ibu, akibat kelelahan
dan merasa kehilangan ketertarikan seksual. Sementara suami merasakan ditinggalkan
atau disingkirkan
2. Suami merasa diabaikan
Sebagian besar ayah secara umum tidak ikut serta dalam proses perinatal sehingga
tentu saja hal ini membuat pria terlambat dalam melaksanakan perubahan peran penting
seingga menghindari keterlibatan emosional mereka.
3. Peningkatan perselisihan
Pola komunikasi pernikahan yang baru, berkembang dengan hadirnya seorang anak,
pasangan suami istri dengan hubungan satu sama lain memperlakukan pasangannya
sebagai pasangan hidup dan sebagai orang tua.
G. Teori Askep
Asuhan keperawatan keluarga merupakan proses yang kompleks dengan menggunakan
pendekatan sistematis untuk bekerjasama dengan keluarga dan individu sebagai anggota
keluarga. Tahapan dari proses keperawatan keluarga adalah sebagai berikut :
1. Tahap pengkajian
Pengkajian merupakan tahap terpenting dalam proses keperawatan, mengingat
pengkajian sebagai awal bagi keluarga untuk mengidentifikasi data yang ada pada
keluarga. Oleh karena itu, perawat keluarga diharapkan memahami betul ligkup, metode
, alat bantu dan format pengkajian yang digunakan. Data- data yang dikumpulkan antara
lain : (Santun setiawan dkk,hal 45)
a. Data umum
b. Riwayat dan tahap perkembangan
c. Lingkungan
d. Struktur keluarga
e. Fungsi keluarga
f. Stres dan koping keluarga
g. Harapan keluarga
h. Data tambahan
i. Pemeriksaan fisik
2. Tahap perumusan diagnosa keperawatan
Diagosa keperawatan merupakan kumpulan pernyataan, uraian dari hasil
wawancara. pengamatan langsung dan pengukuran dengan menunjukan status kesehatan
mulai dari potensial, resiko tinggi sampai dengan masalah yang actual. (Santun setiawan
dkk,hal 48)
3. Tahap peyusunan rencana keperawatan
Apabila masalah kesehatan maupun masalah keperawatan telah teridentifikasi, maka
langkah selanjutnya adalah menyusun rencana keperawatan sesuai dengan urutan
prioritas masalahnya. Rencana keperawatan keluarga merupakan kumpulan tindakan
yang direncanakan oleh perawat untuk dilaksanakan dalam menyelesaikan masalah atau
mengatasi masalah kesehatan atau masalah kesehatan yang telh diidentifikasi. (Mubarak
dkk,2011, hal 106)
4. Tahap pelaksanaan keperawatan keluarga
Pelaksanaan merupakan salah satu dari proses keperawatan keluarga dimana
perawat mendapatkan kesempatan untuk membangkitkan minat keluarga dalam
mengadakan perbaikan kearah perilaku yang hidup sehat. (Mubarak dkk, 2011, hal 108)
5. Tahap evaluasi
Sesuai dengan rencana tindakan yang telah diberikan, tahap penilaian dilakukan
untuk melihat keberhasilannya. Bila tidak atau belum berhasil, maka perlu disusun
rencana baru yang sesuai. Sesuai tindakan keperawatan mungkin tidak dapat dilakukan
dalam satu kali kunjungan keluarga. Oleh karena itu, kunjungan dapat dilakukan secara
bertahap sesuai dengan waktu dan ketersediaan keluarga. (Mubarak dkk, 2011, hal 109)
PEMAHASAN
A. Kasus
Keluarga Tn. B (27 th) menikah dengan Ny.B (25 th) sejak 2 tahun yang lalu. Tn. B
bekerja sebagai buruh di pabrik sepatu dengan penghasilan Rp 500.000/bln, istri tidak
bekerja. Tinggal dirumah kontrakan ukuran 60 M2, terdiri dari 2 ruangan dan 1 kamar
mandi, ventilasi tidak memadai. Keluarga Tn. B memiliki anak An. C (♀) berumur 11
bulan. Imunisasi tidak lengkap karena pernah panas sebelumnya setelah di imunisasi.
Riwayat anak lahir spontan di bidan dengan BBL = 3 kg, saat ini BB = 7,5 kg dan masih
diberikan ASI + makan sehari 1x dengan menu yg disajikan dirumah. Dalam keluarga
Tn.B, Ny.B mengeluhkan tentang sikap suaminya yang terlalu cuek dengan kondisinya
yang mengurus anak dan rutinitas rumah tangganya seorang diri. Tn. B mengatakan urusan
mengurus rumah dan merawat anak adalah sepenuhnya tanggung jawab istri dirumah. Ia
sudah terlalu lelah sepulang dari kerja.
B. Pengkajian
I. Data Umum
a. Nama KK : Tn. B
b. Umur : 27 tahun
c. Pendidikan : SMP
d. Pekerjaan : Buruh
e. Alamat : Kruwed, Gombong
f. Komposisi Keluarga :
No Nama L/P Umur Agama Hub. KK Pendidikan Pekerjaan
1 Tn. B L 27 th Islam Suami SMP Buruh
2 Ny. B P 25 th Islam Istri SMP IRT
3 An. C P 11 bl Islam Anak Belum -
Sekolah
g. Genogram
Keterangan :
Laki-laki : Sakit :
Perempuan : Tinggal Serumah : - - -
Menikah :
h. Tipe Keluarga
Keluarga inti terdiri dari ayah, ibu, dan anak.
i. Suku Bangsa
Jawa, Tn. B sebagai pengambil keputusan kelarga
j. Status Sosial konomi Keluarga
Tn. B sebagai buruh di pabrik sepatu mempunyai penghasilan Rp. 500.000/bulan,
tidak memiliki tabungan. Penghasilan dipergunakan untuk kebutuhan sehari-hari
k. Aktivitas Rekreasi Keluarga
Keluarga tidak mempunyai waktu khusus untuk rekreasi tetapi jika libur hanya
berkunjung pada sanak keluarga
III. Lingkungan
a. Karakteristik Rumah
Keluarga Tn. B tinggal di wilayah pinggiran kota, status rumah adalah mengontrak,
luas rumah 60 M2 jenis permanen terdiri dari ruang tengah bersatu dengan dapur dan
1 kamar mandi, ventilasi : 1 buah diatas jendela ruang
b. Denah Rumah
B C U
A D
Keterangan
A: Ruang Tamu
B: Ruang makan dan dapur
C: Kamar mandi
D : Kamar tidur
V. Fungsi Keluarga
a. Fungsi Afektif
Ny.B mengeluhkan sikap cuek suami yang tidak mau tahu urusan anak dan kerjaan
rumah tangga, Tn.B mengatakan uruan rumah dan anak adalah tanggung jawab istri
di rumah, tugasnya hanyalah mencari nafkah
b. Fungsi Sosialisasi
Keterbukaan dalam keluarga kurang, interaksi dengan sosial pada kegiatan tertentu
saja.
c. Fungsi Perawatan Keluarga
Keluarga belum memahami gizi balita, pentingnya imunisasi serta resiko akibat
imunisasi yang tidak lengkap serta tumbuh kembang anak
d. Fungsi Reproduksi
Kelurga Tn.B baru memiliki anak satu (An.C) dan Ny.B tidak mengikuti program
KB
e. Fungsi konomi
Keluarga Tn.B hanya mampu memenuhi kebutuhan sehari-hari saja dengan makan
sehari 2 kali sehari, membayar kontrakan dan listrik
ANALISA DATA
NO. DATA MASALAH
1. DS: Disfungsi proses
Istri mengatakan suaminya keluarga
terlalu cuek dengan
kondisinya, istri hanya
mengurus anak dan rutinitas
rumah tangga seorang diri
DO:
Istri mengatakan terlihat lelah
mengurus anak
DS: Ketidaefektifan
Istri mengatakan bahwa hubungan
suaminya cuekdan tidak
perduli dengan keluarga (anak
dan istrinya)
DO:
Istri terlihat lesu dan sedih
serta jarang berkomunikasi
dengan suaminya
POHON MASALAH
Dx.Disfungsi
Dx.
proses
Ketidaefektifan
keluarga
hubungan
keluarga tidak
mampu menunjukan kurangnya
respek kepada komunikasi
kepada anggota antara suami
keluarga lain (Istri dan istri
dan anak)
Mempertahankan
Adaptasi dengan
Persiapan perubahan anggota
menjadi orang keluarga, peran, interaksi
tua hubungan seksual
PRIORITAS DIAGNOSA
1. Disfungsi proses keluarga
2. Ketidakefektifan hubungan
INTERVENSI KEPERAWATAN
Data Diagnosa NOC NIC TTD
Keperawatan
Kode Diagnosis Kode Hasil Kode Hasil
IMPLEMENTASI
DIAGNOSA TANGGAL IMPLEMENTASI EVALUASI PARAF
KE DAN FORMATIF
WAKTU
1 Rabu, 8 Mei Keluarga mampu S: keluarga
2019 mengenal masalah Tn.B mampu
08.00 WIB : Peingkatan menjadi
Integritas pendengar
Keluarga yang baik bagi
- Keluarga mampu anggota
Menjadi keluarganya
pendengar yag O: keluarga
baik bagi Tn.B tampak
anggota harmonis
keluarga.
EVALUASI
A.KESIMPULAN
Secara umum pengertian dari child bearing adalah keluarga yang berada pada tahap
perkembangan ke II mulai dari kehamilan samapi berlanjut sampai anak pertama berusia 30 bulan.
Tahap kedua ini perkembangan orangtua adalah belajar untuk menerima pertumbuhan dan
perkembangan anak yang terjadi dalam masa usia bermain, khususnya orangtua yang bani memiliki
anak pertama membutuhkan bimbingan dan dukungan. Orangtua perlu memahami tugas-tugas
yang harus dikuasai oleh anak dan kebutuhan anak akan keselamatan, keterbatasan dan latihan
buang air (toilet traming). Mereka perlu memahami konsep kesiapan perkembangan, konsep
tentang "saat yang tepat untuk mengajar mereka". Pada saat yang sama pula orangtua perlu
bimbingan dalam memahami tugas-tugas yang harus mereka kuasai selama tahap ini.
B.Saran
Untuk mahasiswa diharapkan agar dapat melakukan asuhan keperawatan keluarga pada
keluarga baru mempunyai anak satu dengan baik dan benar. Dengan banyak membaca buku dan
memahaminya dengan baik dan benar, latihan-latihan, serta praktek kasus di lapangan.
ABSTRAK
Oleh:
Fredi Trismadana
1601021040
(PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN, FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER)
e-mail : fredygaul93@gmail.com
Latar Belakang : Tahap keluarga kelahiran anak pertama ini merupakan masa transisi peran
dari pasangan baru menjadi orang tua. Ketidaksiapan dalam menjalani peran sebagai orang tua
akan berdampak pada tumbuh kembang anak. Keterlambatan tumbuh kembang provinsi Jawa
Timur yaitu sebesar 35,8% yang disebabkan oleh rendahnya sosio-ekonomi masyarakat, kurang
baiknya orang tua dalam memberi asuhan, dan asupan makan yang diberikan kurang bergizi.
Tujuan : Memberikan Asuhan Keperawatan Keluarga pada klien dengan perubahan peran pada
tahap perkembangan keluarga anak pertama di Wilayah kerja Puskesmas Tanggul tahun 2019.
Metode yang digunakan dalam karya tulis ilmiah ini adalah wawancara dan observasi langsung
pada pasien dan keluarga pasien.
Kesimpulan yang dapat diambil dari karya tulis ilmiah ini adalah pada Diagnosa 1:
Ketidakseimbangan Nutrisi kurang dari kebutuhan evaluasi yang didapat An. S mengalami
peningkatan nafsu makan masalah teratasi intervensi dihentikan; Diagnosa 2: Ketidakefektifan
performa peran, didapatkan hasil evaluasi Ny. R mampu menyusun MP- ASI masalah teratasi
intervensi dihentikan; Diagnosa 3: Pemeliharaan Kesehatan didapatkan hasil evaluasi Ny. R
mampu menyusun MP ASI dengan benar masalah teratasi intervensi dihentikan.
Kata kunci: Tahap Keluarga Anak Pertama, Perawatan pada anak, Fungsi keluarga, Peran
Keluarga
ABSTRACK
NURSING FAMILY FOR MR. A WITH CHANGE OF ROLE IN THE FIRST STAGE
OF CHILD BEARING IN THE TANGGUL HEALTH CENTER WORKING AREA
By:
Fredi Trismadana
1601021040
(PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN, FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER)
e-mail : fredygaul93@gmail.com
Background: This stage of family birth of the first child is the transition period of the role of the
new partner to parenthood. Unpreparedness in carrying out the role as a parent will have an
impact on the child's growth and development. The delay in the growth of East Java province is
35.8% due to the low socio-economic level of the community, the lack of good parents in
providing care, and poor nutritional intake of food provided.
Objective: To provide family nursing care to clients with a change of role at the stage of family
development of the first child in the Tanggul Health Center working area in 2019.
The method used in scientific papers is interviews and direct observation of patients and
families of patients.
The conclusion that can be drawn from this scientific paper is on Diagnosis 1: Nutrition
imbalance is less than the evaluation needs obtained by An. S experienced an increase in
appetite the problem of overcoming the intervention was stopped; Diagnosis 2: The
ineffectiveness of role performance, the results of Ny's evaluation are obtained. R was able to
compile the ASI problem over the intervention was stopped; Diagnosis 3: Health Care results
obtained evaluation Ny. R is able to compile MP ASI correctly the problem is resolved the
intervention is stopped
Keywords: Stage of First Child Family, Child Care, Family Function, Family Role
PENDAHULUAN
Salah satu aspek yang paling penting dalam dunia kesehatan khususnya keperawatan adalah
keluarga. Proses Keperawatan adalah kegiatan yang dilakukan dalam memberikan asuhan
keperawatan pada individu, keluarga, kelompok atau masyarakat baik dalam keadaan sakit
Kesehatan RI (1988) Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat tempat pertama dalam
(Zakaria, 2017). Menurut teori tahap perkembangan keluarga Duval dan miller (1985) dibagi
dalam delapan tahap perkembangan yaitu keluarga dengan pasangan baru (Bergaining
Family), keluarga dengan anak pertama dibawah 30 bulan (Child Bearing), keluarga dengan
anak pra sekolah (2-6 tahun), keluarga dengan anak usia sekolah (6-13 tahun), keluarga
dengan anak usia remaja (13–20 tahun), keluarga melepas anak usia dewasa muda, keluarga
dengan orang tua paruh baya, dan keluarga dengan usia lanjut dan pensiunan (Zakaria, 2017).
Tahap keluarga dengan kelahiran anak pertama (child bearing) adalah tahap perkembangan
keluarga yang dimulai ketika kelahiran anak pertama sampai anak berusia 30 bulan. Tahap
keluarga kelahiran anak pertama ini merupakan masa transisi peran dari pasangan baru
menjadi orang tua. Tugas perkembangan pada keluarga kelahiran anak pertama ini adalah
adaptasi terhadap perubahan anggota keluarga yakni pada perubahan peran, interaksi,
pemilihan kontrasepsi (Zakaria, 2017). Kesiapan menjadi orang tua merupakan tolak ukur
untuk pertumbuhan dan perkembangan pada anak nya (Setyowati, Krisnatuti & Hastuti,
2017).
Pertumbuhan dan perkembangan anak dapat dipengaruhi oleh kesiapan perempuan sebelum
menikah yang akan menetukan siap atau tidaknya menjadi ibu (Tsania, Sunarti & Krisnatuti,
2015). Masalah kesehatan pada tahap perkembangan keluarga ini yang akan muncul yakni
kurang kemampuan dalam meberikan perawatan pada bayi, pengenalan dan penanganan
Menurut hasil laporan riset kesehatan dasar pada tahun 2013 menunjukkan hasil bahwa untuk
skala nasional, prevalensi anak balita sekitar 37,2% anak Indonesia mengalami keterlambatan
tumbuh kembang, sedangkan untuk provinsi jawa timur yaitu sebesar 35,8% yang disebabkan
oleh rendahnya sosio-ekonomi masyarakat, kurang baiknya orang tua dalam memberi asuhan,
dan asupan makan yang diberikan kurang bergizi (Kemenkes RI, 2013).
Kesiapan untuk menjadi orang tua perlu dimiliki oleh perempuan sebagai ibu dan laki-laki
sebagai ayah. Perempuan yang menikah pada usia muda tidak mempunyai kemampuan yang
mencukupi dalam pemberian asuhan pada anak (Setyowati, Krisnatuti & Hastuti, 2017).
Menurut Kitano (2016) dalam penelitian Yuli (2017) tentang ketidaksiapan perempuan dalam
memberikan perawatan dan pola asuh pada anak karena rendahnya pengetahuan menjadi ibu,
terlalu muda menjadi ibu dan tidak memiliki pemahaman yang cukup dalam pemberian
Pada masa kelahiran anak pertama banyak penyesuaian yang harus dilakukan oleh ibu dan
juga ayah, baik penyesuaian terhadap perubahan secara fisik sosial, profesional, dan juga
ekonomi sehingga tidak sedikit ibu dan ayah mengalami stress (Setyowati, Krisnatuti &
Hastuti, 2017). Masalah psikososial pada ibu akan berdampak pada pola asuh tentang
pemberian kebutuhan makan, minum dan psikososial (Setyowati, Krisnatuti & Hastuti, 2017).
Pola asuh yang dimiliki oleh ibu akan mempengaruhi status gizi pada anak sehingga tidak
sedikit anak mengalami gangguan pada status gizi karena pola asuh dari orang tua belum
optimal (Dwi Pratiwi, et al, 2016). Status gizi merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi stunting pada bayi (Aridiyah Oky, et al, 2015). Oleh karena itu diperlukan
asuhan keperawatan pada keluarga agar keluarga dapat memberikan pengetahuan tentang
pertumbuhan dan perkembangan serta dapat memberikan perawatan pada anak sesuai dengan
Metodologi
1. Metode yang digunakan dalam penyusunan karya tulis ini menggunakan pendekatan proses
keperawatan yang terdiri dari pengkajian, analisis data, diagnosis keperawatan, intervensi,
Penelitian ini dilakukan di Puskesmas wilayah Tanggul kabupaten Jember dengan waktu
A. Pengkajian
yang mencari nafkah yaitu suami/ Tn. A dengan penghasilan yang kategori cukup
menurut penulis. Tidak Ada Upaya lain dalam mencari pemasukkan keuangan.
Dengan status ekonomi yang kategori cukup ini seharusnya tidak mempengaruhi
stunting, namun pengetahuan yang kurang juga dapat mempengaruhi stunting. Sejalan
dengan penelitian Risani Rambu Podu Loya & Nuryanto (2017) mengatakan faktor
politik (Rambu Podu Loya Risani & Nuryanto, 2017). Pengetahuan dan status ekonomi
merupakan salah satu persiapan dalam pernikahan. Badgar (2005) & Brisbane (2010)
juga menyampaikan bahwa persiapan yang dimaksud adalah persiapan yang harus
muncul masalah tugas tahap perkembangan yang belum mampu dilakukan oleh Ny. R
selaku istri dari Tn A sebagai ibu yakni transisi sebagai orang tua yang baru
mempunyai anak yang ditandai dengan belum mampu dalam menyusun makanan
pendamping ASI (MP-ASI) ketika penulis memberikan beberapa benda mainan yang
mengalami penurunan nafsu makan yang berdampak pada berat badan An S yang
menunjukkan garis pita kuning pada kartu menuju sehat (KMS). Hal ini dianggap
sebuah hal yang biasa oleh Ny R karena dalam riwayat keluarga nya sering mengalami
hal serupa. Ny R juga belum mampu dalam menjelaskan tanda tanda masalah gizi pada
anak.
Ketika anak sakit, dan ada kegiatan posyandu justru tidak dibawa ke posyandu
timbul masalah tugas perkembangan keluarga yang belum tercapai yaitu adaptasi
transisi menjadi orang tua dan belum maksimal nya merawat anak. Hal ini berbanding
lurus dengan teori bahwa masalah kesehatan pada tahap perkembangan keluarga ini
yang akan muncul yakni kurang kemampuan dalam memberikan perawatan pada bayi,
pengenalan dan penanganan masalah fisik pada bayi (Zakaria, 2017). Tugas
perkembangan pada keluarga kelahiran anak pertama ini adalah adaptasi terhadap
3. Struktur Peran
Tn. A sebagai suami dari Ny. R yang mencari nafkah dan menjadi ayah dari An. S. Tn.
A belum mampu merawat anak sepenuhnya karena kerja diluar kota. Ny R sebagai istri
dari Tn. A dan sebagai ibu dari anak An. S. Ny. R masih belum mampu dan mengerti
beberapa benda mainan yang berbentuk bahan pokok makanan untuk disusun sebagai
untuk mengurusi anak sendiri dan masih bingung terhadap peran sebagai ibu An. S
Kurangnya kesiapan Ny. R dalam beradaptasi pada peran baru mempengaruhi pada
ditunjukkan pada hasil KMS An. S yang menunjukkan pita kuning. Hal ini sejalan
perempuan untuk menghadapi peran yang baru sebagai istri dan ibu memiliki hubungan
dengan perkembangan anak di usia balita (Setyowati, Krisnatuti & Hastuty, 2017).
Pola komunikasi merupakan salah satu hal penting dalam pembagian peran keluarga.
Berdasarkan pengkajian pola atau cara komunikasi keluarga yang dilakukan oleh
keluarga Tn. A yaitu dengan komunikasi terbuka dan secara langsung. Struktur
kekuatan keluarga terletak pada Tn. A sebagai suami ketika berada dirumah. Ny. R
menjadi pengganti struktur kekuatan keluarga jika Tn. A sedang bekerja di luar kota.
Dengan melihat hasil yang telah ditemukan di pengkajian penulis dapat menyimpulkan
bahwa Ny. R mempunyai dukungan baik dari pasangan. Dukungan yang baik dari
pasangan telah dijelaskan oleh Brisbane (2010) bahwa hal yang diperlukan oleh seorang
perempuan adalah adanya dukungan dari pasangan bagi perempuan untuk melewati
tahapan dalam keluarga dan komunikasi yang baik antar pasangan (Setyowati,
diidentifikasi melalui lima tugas keluarga yang dapat menggambarkan tiga ranah
perilaku, yaitu pengetahuan keluarga mengenal masalah perkembangan pada anak usia
Hasil pengkajian yang dilakukan pada keluarga Tn. A didapatkan hasil bahwa pada
R mengatakan biasa saja walaupun anaknya berat badannya tidak naik karena di
anggota keluarga memang banyak yang berbadan kurus, tidak dapat menjawab tentang
makanan pendamping ASI dan tampak bingung ketika ditanya tentang makanan
pendamping ASI. Ny R juga mengatakan belum tahu cara meningkatkan nafsu makan
anak.
Persepsi yang disampaikan oleh Ny. R tentang berat badan anak yang tidak ada
kenaikan merupakan hal yang wajar bagi Ny. R menandakan bahwa pengetahuan
tentang kesehatan yang dimiliki oleh Ny. R sangat kurang dibandingkan dengan tingkat
dalam hasil KMS An. S terdapat penyimpangan yakni hasil KMS yang menunjukkan
pada pita kuning. Jika persepsi ibu tidak sebanding dengan persepsi dari tenaga
kesehatan tentang KMS yang menunjukkan pita kuning pada anak nya akan dapat
Hal tersebut menunjukkan bahwa tidak semua orang tua dengan pendidikan yang tinggi
mempunyai pengetahuan kesehatan yang luas. Berbanding terbalik pada hasil penelitian
pendidikan yang dimiliki oleh keluarga tidak dapat menjadi tolak ukur baik buruk nya
pengetahuan keluarga.
yang tepat didapatkan hasil bahwa Ny R hanya membiarkan saja ketika tahu bahwa
berat badan anaknya tidak naik dan ketika anak sakit pada saat ada kegiatan posyandu
pengetahuan kesehatan yang belum terpenuhi. Friedman, M.M., Bowden, V.R., dan
mengambil keputusan disebabkan karena kurang memahami sifat, berat dan luasnya
masalah yang timbul bila anak tidak mampu mencapai perkembangan yang optimal
Pada pengkajian kemampuan keluarga merawat anggota keluarga yang sakit didapatkan
hasil bahwa Ny R belum bisa meningkatkan nafsu makan anak nya ditandai dengan
memberikan makanan seadanya pada anak. Pengalaman baru Ny. R sebagai ibu dan
kurang sosialisasi tentang penyusunan makanan pendamping ASI atau pemberian gizi
merangsang atau memodifikasi makanan untuk anak. Hal ini sejalan dengan penelitian
signifikan dengan pengalaman baru sebagai seorang ibu yang rendah pengetahuan,
terlalu muda dan tidak memiliki pemahaman yang cukup terkait pemberian makan dan
perkembangan anak (Setyowati, Krisnatuti & Hastuty, 2017). Sulistijani (2001) juga
mengungkapkan bahwa seiring dengan pertambahan usia anak maka ragam makanan
yang diberikan harus bergizi lengkap dan seimbang sehingga penting untuk menunjang
pertumbuhan dan perkembangan anak (Dwi Pratiwi, Masrul & Yerizel, 2016).
Pada pengkajian kemampuan keluarga dalam memelihara lingkungan rumah yang sehat
didapatkan hasil yaitu lingkungan rumah keluarga T.n A sudah tampak bersih, peralatan
benda yang membahayakan ditaruh sesuai tempatnya hanya atap rumah belum
dibersihkan. Sumber yang dimiliki oleh keluarga dapat dikatakan cukup sehingga dapat
yang dimiliki oleh keluarga yang berperan dalam menciptakan lingkungan yang
didapatkan hasil bahwa ketika anak sakit dan ada kegiatan posyandu justru tidak dibawa
lainnya seperti ketika panas memakai daun sirih yang dihaluskan dan diletakkan diatas
kepala atau dahi. Jika sakit anak tambah parah maka dibawa ke Puskesmas atau Rumah
sakit terdekat. Hal tersebut menunjukkan bahwa kurang paham nya Ny. R dalam
dapat terhambat jika keluarga tidak tahu atau tidak sadar akan keberadaan fasilitas
kesehatan serta tidak paham keuntungan fasilitas kesehatan (Susyanti, Susan, 2014).
5. Pemeriksaan Fisik
Dari Hasil pengkajian fisik pada keluarga Tn A yang terdiri dari Tn A sebagai kepala
keluarga dari pengkajian kepala, Rambut, mata, hidung dan leher dalam batas normal,
Tanda tanda vital dalam batas normal, dan Berat Badan: 73 Kg Tinggi Badan: 174 cm.
Pada pengkajian Paru dan Jantung juga dalam batas normal. Dalam pengkajian Perut
tidak ditemukan hasil yang abnormal. Pada ekstremitas atas dan bawah juga tidak
Dari Hasil pengkajian fisik pada Ny. R sebagai istri dari pengkajian kepala, Rambut,
mata, hidung dan leher dalam batas normal, Tanda tanda vital dalam batas normal, dan
Berat Badan: 73 Kg Tinggi Badan: 174 cm. Pada pengkajian Paru dan Jantung juga
dalam batas normal. Dalam pengkajian Perut tidak ditemukan hasil yang abnormal.
Pada ekstremitas atas dan bawah juga tidak ditemukan hasil yang abnormal.
Dalam hal ini Ny. R kondisi fisik beserta juga kesehatan mentalnya tidak ada data yang
seorang ibu yang melahirkan anak pertama kali akan berisiko lebih tinggi lima persen
kalinya menjadi obesitas, tujuh persen kali lebih tinggi meningkatkan tekanan darah
dan
tiga persen kali lebih rendah kondisi fisik dan juga kesehatan mentalnya (Setyowati,
Dalam pemeriksaan fisik An. S secara head to toe tidak ada yang menyimpang atau
dalam batas normal. Namun An. S mengalami penurunan nafsu makan. Nafsu makan
yang menurun berdampak pada berat badan nya. Berat badan yang tidak ada kenaikan
dalam kurun waktu 2 bulan ditunjukkan terdapat pada titik pita kuning di grafik Kartu
Menuju Sehat (KMS) karena berat badan 8 Kg yang seharusnya berat badan normal
pada anak usia 18 bulan yaitu 11,2 Kg dalam rumus berat badan ideal. Sejalan dengan
penelitian Tiwari, Ausman dan Agho (2011) Nafsu makan yang kurang berdampak
pada asupan energi yang tidak memadai akan berdampak pada kenaikan berat badan
balita dan pertumbuhan linear yang terganggu sehingga akan mengalami stunting
jangka pendek, stressor jangka panjang adalah masalah Ekonomi di keluarga. Adapun
Respon keluarga terhadap stressor yaitu bekerja untuk menutup pengeluaran dengan
strategi koping dengan bertanya solusi kepada keluarga atau mertua nya. Tidak ada
emosi yang baik terlihat dari strategi koping yang baik. Setyowati, Krisnatuty &
Hastuty (2017) mengatakan kematangan emosi yang perlu dimiliki perempuan adalah
mampu menahan emosi dalam keadaan tertekan dan tanggung jawab tanpa
anaknya. Tidak sejalan dengan penelitian Setyowati, Krisnatuti dan Hastuty (2017)
yang menyebutkan kelahiran anak pertama membuat ibu merasakan kebahagiaan yang
tinggi namun tidak bersamaan dengan manajemen stress yang dialaminya (Setyowati,
Krisnatuti & Hastuty, 2017). Penyebabnya adalah ibu belum mampu mengontrol emosi
saat mengasuh anak dan tidak memiliki waktu untuk dapat melakukan olahraga
B. Diagnosis Keperawatan
Berdasarkan analisis data yang telah dilakukan pada keluarga Tn. A ditemukan
informasi
mengasuh anak batita. Masalah keperawatan tersebut didukung oleh penelitian asuhan
keperawatan dari Riyanti (2013) yang menyebutkan bahwa masalah pada keluarga yang
sedang mengasuh anak salah satu nya adalah ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
Keluarga yang baru mempunyai anak akan memunculkan peran baru dalam keluarga,
baik dari awalnya menjadi suami istri kemudian menjadi bapak dan ibu. Ketidaksiapan
perempuan dalam menghadapi peran baru sebagai ibu dapat memunculkan masalah
transisi peran. Transisi peran pada ibu yang baru mempunyai anak juga disampaikan
oleh Sri Utami (2017 ) pada penelitian asuhan keperawatan yang menjelaskan salah
satu diagnosis keperawatan pada keluarga yang sedang mengasuh anak ( Child Bearing)
tersebut adalah kesiapan meningkatkan menjadi orang tua (Utami, Sri, 2017).
pertama yang dilakukan skoring yaitu ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh. Pada sifat masalah penulis menganggap masalah tersebut adalah aktual karena
masalah gizi sudah terjadi dan keluarga mengetahui An. S mengalami penurunan nafsu
mempunyai pendidikan tamatan SMK, ekonomi yang cukup dan pengetahuan yang
sedikit tentang masalah gizi pada anak. Potensial masalah dapat diubah adalah tinggi
dengan melihat masalah yang baru muncul sekitar satu minggu yang lalu. Menonjolnya
masalah dengan melihat KMS An. S berada pada pita kuning, sehingga perlu ditangani.
Dari skoring diatas jumlah skoring pada diagnosa ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
Sejalan dengan penelitian asuhan keperawatan keluarga dari Riyanti (2013) yang
kebutuhan tubuh pada keluarga yang sedang mengasuh anak merupakan masalah
cukup dan pengetahuan yang sedikit tentang peran sebagai ibu. Potensial Masalah dapat
diubah adalah tinggi karena masalah baru muncul sekitar satu minggu yang lalu.
Menonjolnya masalah dimulai dari keluarga menyadari adanya masalah, sehingga perlu
ditangani dengan segera. Dari skoring diatas jumlah skoring pada diagnosa
Berbeda dengan Sri Utami (2017) pada penelitian asuhan keperawatan keluarga yang
Skoring dimulai dengan melihat sifat masalah pada keluarga yang menurut penulis
adalah aktual karena masalah sudah terjadi dan keluarga mengetahui An S mengalami
penurunan nafsu makan. Kemungkinan masalah dapat dicegah dengan mudah melihat
yang sedikit tentang makanan pendamping ASI. Potensial masalah dapat dicegah
dengan tinggi karena masalah baru muncul sekitar satu minggu yang lalu. Menonjolnya
masalah dengan melihat keluarga menyadari ada masalah sehingga masalah perlu
segera ditangani. Dari skoring diatas jumlah skoring pada diagnosa ketidakseimbangan
kesehatan pada keluarga. Penulis berharap dengan metode pendidikan kesehatan ini
pengetahuan Ny. R akan bertambah sehingga dapat berpengaruh pada perilaku dalam
(2012), menunjukkan kenyataan bahwa tidak ada ibu yang mempunyai pengetahuan
baik mengenai MP-ASI sehingga promosi mengenai pemberian MP-ASI yang benar
pada ibu bayi usia 6 – 24 bulan perlu dilakukan guna mendukung pemberian MP-ASI
pada anak (Hapsari, Margawati & Nugraheni, 2016). Hapsari, Margawati & Nugraheni
(2016) juga menyampaikan bahwa Ibu yang memiliki pengetahuan dan pengalaman
yang kurang mengenai MP-ASI akan merasa kurang yakin bahwa dengan pemberian
MP-ASI tidak akan mencukupi kebutuhan bayi (Hapsari, Margawati & Nugraheni,
2016).
tua yang akan diberikan oleh penulis adalah sosialisasi peran menjadi orang tua.
Penjelasan tentang peran menjadi orang tua, penjelasan tentang tumbuh kembang pada
anak dan masalah gizi anak merupakan intervensi yang akan diberikan pada keluarga.
dalam menjalani peran orang tua. Hapsari, Margawati & Nugraheni (2016)
menyebutkan perubahan perilaku didasari dengan adanya perubahan atau peningkatan
Intervensi yang akan diberikan yakni penjelasan tentang masalah gizi pada anak dan
Margawati & Nugraheni (2016) menggunakan pendidikan gizi dengan modul MP-ASI
D. Pelaksanaan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, penulis mengobservasi status gizi daan pola makan
anak, pengetahuan tentang masalah gizi anak, melakukan metode penyusunan makanan
Hapsari, Margawati & Nugraheni (2016) menggunakan pendidikan gizi dengan modul
ASI, dan menganjurkan melihat orang tua lain dalam berinteraksi dengan anak nya.
sebagai ibu dalam merawat anak dapat meningkatkan kemampuan sebagai ibu yang
baru dalam menjalani transisi peran. . Hapsari, Margawati & Nugraheni (2016)
adanya perbedaan pandangan keluarga terhadap situasi yang dialami oleh klien dengan
pandangan dari tenaga kesehatan, melakukan penyusunan MP ASI dan materi tentang
masalah gizi pada anak. Penulis beranggapan bahwa dengan pengetahuan yang telah
diberikan akan meningkatkan kemampuan dalam mengenali tanda – tanda masalah gizi
pada anak sehingga dapat mencegah dan mengatasi masalah gizi pada anak. Sehingga
pendidikan gizi dengan modul MP-ASI berperan meningkatkan perilaku ibu mengenai
kurang dari kebutuhan tubuh, penulis mengobservasi ulang status gizi daan pola makan
anak, Mengintruksikan orang tua untuk menghindari memaksa memberi makan karena
makanan dalam porsi kecil dan sering, Menyusun MP ASI dengan orang tua. Dari
evaluasi hari kedua ada intervensi yang harus dilanjutkan pada kunjungan ke depan
pendamping ASI, dan menganjurkan melihat orang tua lain dalam berinteraksi dengan
anak nya. Penulis beranggapan bahwa dari hasil evaluasi masalah telah teratasi pada
hari kedua implementasi yang telah dilakukan, sehingga menghentikan intervensi pada
kunjungan depan.
adanya perbedaan pandangan keluarga terhadap situasi yang dialami oleh klien dengan
pandangan dari tenaga kesehatan, melakukan penyusunan MP ASI dan materi tentang
masalah gizi pada anak. Penulis beranggapan bahwa dari hasil evaluasi masalah telah
teratasi pada hari kedua implementasi yang telah dilakukan, sehingga menghentikan
kurang dari kebutuhan tubuh, penulis mengobservasi ulang status gizi daan pola makan
anak, Mengintruksikan orang tua untuk menghindari memaksa memberi makan karena
makanan dalam porsi kecil dan sering, Menyusun MP ASI dengan orang tua. Penulis
beranggapan bahwa dari hasil evaluasi masalah telah teratasi pada hari ketiga
depan.
E. Evaluasi
evaluasi hari pertama didapatkan bahwa Ny R masih belum mampu menyusun MP ASI,
masih belum mampu menjelaskan piramida makanan, Berat Badan An S sebesar 8 Kg,
dan KMS An S berada di pita kuning. Evaluasi hari kedua didapatkan bahwa Ny R
sebesar 8,1 Kg, dan KMS An S berada di pita kuning. Evaluasi hari ketiga didapatkan
makanan, Berat Badan An S sebesar 8,2 Kg, dan KMS An S berada di pita kuning.
belum mampu menjelaskan tentang peran sebagai ibu, belum mampu menyusun menu
MP ASI, belum mampu menjelaskan tentang keterampilan motorik dan sensorik yang
harus ada sesuai tumbuh kembang anak dan KMS An S berada pada pita kuning.
Evaluasi hari kedua didapatkan bahwa Ny R dapat menjelaskan tentang peran sebagai
ibu, menyusun menu MP ASI dengan dibantu oleh perawat Ny R menjelaskan tentang
keterampilan motorik dan sensorik yang harus ada sesuai tumbuh kembang anak dan
mengenali masalah gizi pada anak dan penyusunan dalam memberikan makanan
penjelasan dengan baik, belum mampu menjelaskan masalah gizi pada anak, belum
mampu menyusun MP ASI dan KMS An S berada pada pita kuning. Evaluasi pada hari
kedua Ny R menerima penjelasan dengan baik, mulai mampu menjelaskan masalah gizi
pada anak, mampu menyusun MP ASI dengan dampingan penulis dan KMS An S
Intervensi yang diberikan oleh penulis selama 3x kunjungan sesuai dengan tujuan pada
rencana asuhan keperawatan. Ny. R yang memiliki tingkat pendidikan SMK membantu
dipahami dengan jelas dan juga adanya pengaruh dari luar intervensi yang dilakukan
tentang MP-ASI. Berbeda pada penelitian Hapsari, Margawati & Nugraheni (2016)
yang pernah melakukan penelitian tentang rentang waktu pelatihan modul MP-ASI
menyebutkan bahwa beberapa ibu mulai ada peningkatan pengetahuan dan perilaku ibu
metode belajar kelompok yang tidak dideskripsikan tingkat pendidikan ibu dan sumber
1. Hasil pengkajian didapatkan bahwa keluarga Tn. A khususnya Ny. R mengalami transisi
peran menjadi orang tua, pengetahuan yang kurang tentang makanan pendamping ASI
dan belum optimal dalam melaksanakan fungsi perawatan kesehatan keluarga pada
anggota keluarga yaitu pada An. S yang mengalami penurunan nafsu makan sehingga
An. S tidak mengalami kenaikan berat badan selama 2 bulan terakhir dan menunjukkan
tentang peran menjadi orang tua dan pemberian pendidikan kesehatan tentang
pendamping ASI.
percaya antar penulis sehingga keluarga akan kooperatif melakukan diskusi yang
tersampaikan dengan baik melalui membina hubungan saling percaya dengan keluarga.
5. Evaluasi Keperawatan dari ketiga masalah keperawatan yang dilakukan pada tanggal 16
Saran
1. Perawat
Dalam pengkajian asuhan keperawatan keluarga dapat difokuskan pada lima fungsi
perawatan keluarga dan intervensi juga seharusnya diberikan dan difokuskan pada lima
2. Puskesmas
Dalam kegiatan posyandu, bidan beserta kader posyandu melakukan penyuluhan tentang
makanan pendamping ASI pada ibu khususnya pada ibu yang baru mempunyai anak
3. Dinas Kesehatan
mengurangi atau menghambat angka – angka kekurangan gizi terutama pada anak.
4. Peneliti Selanjutnya
Adriani, M. W. (2014). Peranan Gizi Dalam Siklus Kehidupan. Jakarta: Kencana Prenada Media
Group.
Aridiyah Oky, et al. (2015). Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Stunting pada Anak
Balita di Wilayah Pedesaan dan Perkotaan. E-Jurnal Pustaka Kesehatan, Vol.3 no.1 , 164-
168.
Cahyani, Furqon & Rahayudi. (2018). Identifikasi Penyimpangan Tumbuh Kembang Anak
dengan Algoritme Backpropagation. Jurnal Pengembangan teknologi informasi dan Ilmu
komputer , 1789 - 1790.
Cristiari, Syamlan & Kusuma. (2013). Hubungan Pengetahuan Ibu tentang Stimulasi Dini
dengan Perkembangan Motorik pada Anak Usia 6-24 Bulan di Kecamatan Mayang
Kabupaten Jember. Jurnal Kesehatan Vol. 1 , 20-22.
Direktorat Pembinaan Kursus dan Pelatihan. (2015). Bahan Ajar Kursus dan Pelatihan Baby
Sitter Merawat Bayi Sitter Yunior. Jakarta: Kementrian Pendidikan dan Budaya.
Dwi Pratiwi, Masrul & Yerizel. (2016). Hubungan Pola Asuh Ibu dengan Status Gizi Balita di
Wilayah Kerja Puskesmas Belimbing Kota Padang. Jurnal FK Uiversitas Andalas , 663-
664.
Fatma Putri Sekaring Tyas et al. (2017). Tugas Perkembangan Keluarga dan Kepuasan
Pernikahan Pada Pasangan Menikah Usia Muda. Jurnal Ilmu Keluarga dan Konsumen ,
84-87.
Hapsari, Margawati & Nugraheni. (2016). Peran modul mp-asi dalam perilaku pemberian mp-
asi pada ibu anak bawah dua tahun (baduta). Jurnal Gizi Indonesia , 27-31.
Kemenkes RI. (2013). Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar Indonesia tahun 2013. Jakarta:
Kemenkes RI.
Kementrian Kesehatan RI. (2016). Buku Pedoman Stimulasi, Deteksi dan Intervensi Dini
Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: Kemenkes RI.
Nikmatur Rohmah. (2017). Dokumentasi Proses Keperawatan Pendekatan KKNI, Nanda, dan
SDKI. Jember: Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Jember.
Press.
Rambu Podu Loya Risani & Nuryanto. (2017). Pola Asuh Pemberian Makan Pada Balita
Stunting Usia 6-12 Bulan Di Kabupaten Sumba Tengah Nusa Tenggara Timur. Journal
Of Nutrition College , 83-95.
Setyowati, Krisnatuti & Hastuty. (2017). Pengaruh Kesiapan Menjadi Orang Tua dan Pola
Asuh Psikososial Terhadap Perkembangan Sosial Anak. Jurnal Ilmu Keluarga dan
Konsumen , 95-106.
Tsania, Sunarti & Krisnatuti. (2015). Karakteristik Keluarga, Kesiapan Menikah Istri dan
Perkembangan Anak usia 3-5 Tahun. Jurnal Ilmu Keluarga dan Konsumen , 28-37.
Utami, Sri. (2017). Asuhan Keperawatan Keluarga Pada Tahap Perkembangan Child Bearing
dengan Kurang Pengetahuan tentang Pemilihan Alat Kontrasepsi di Desa Sidayu
Kecamatan Gombong. Karya Tulis Ilmiah .
Mubarak, Wahit Iqbal, dkk 2011. Ilmu Keperawatan Komunitas Konsep dan Aplikasi. Jakarta:
Salemba Medika
Setiadi. 2008. Konsep dan proses keperawatan keluarga Setiawati, Satun, dkk. 2008. Penutun
Praktis Asuhan Keperawatan Keluaraga. Jakarta: Trans Info Media
https://www.academia.edu/8090372/
LAPORAN_PENDAHULUAN_PADA_KELUARGA_DENGAN_MENANTI_KELAHIRAN
(diakses pada tanggal 30 April 2019)