Anda di halaman 1dari 63

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA SESUAI KEBUTUHAN TUMBUH KEMBANG


KELUARGA KELAHIRAN ANAK PERTAMA

Disusun oleh : Kelompok 2

Dewi Hakim Shekarningrum (2014201052)

Ratih Pebrianti (2014201073)

Sharah alhusnah(2014201079)

Titin gumala sari(2014201083)

Viona Afrilia (2014201087)

Vivy fitrianingsih (2014201088

Dosen : Ns. Helmanis suci M.Kep

VB KEPERAWATAN

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ALIFAH PADANG

2022/2023

Kata pengantar
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmatnya maka
penulis makalah ini dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini yang berjudul "Asuhan
keperawatan keluarga kelahiran anak pertama"

Harapan penulis semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi
para pembaca. Untuk kedepannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar
menjadi lebih baik lagi.

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman penulis, Penulis yakin masih banyak
kekurangan dalam makalah ini, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang
membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Padang, 16 November 2022

Penyusun

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang secara terus menerus
mengakibatkan tingkat pendidikan dan teknologi semakin maju. Orang dengan mudah berobat dan
tidak takut dengan penyakit berbahaya. Tapi hal ini dipengaruhi oleh peningkatan biaya
pengobatan sementara masyarakat, masih banyak yang hidup dibawah garis kemiskinan. Oleh
karena itu masyarakat Indonesia harus sudah mengenal kesehatan keluarga dari sekarang agar
masyarakat mengenal arti pentingnya kesehatan. Agar masyarakat Indonesia hidup sehat
keperawatan keluarga merupakan salah satu area spesalis dalam keperawatan yang berfokus kepada
keluarga sebagai target pelayanan. Tujuan dari keperawatan keluarga adalah untuk meningkatkan
kesehatan keluarga secara menyeluruh bagi anggota keluarga.

Karakteristik keluarga terdiri dari dua atau lebih individu yang diikat olch hubungan darah,
perkawinan, atau adopsi, anggota keluarga biasanya hidup bersama, atau jika terpisah mereka tetap
memperhatikan satu sama lain. Anggota keluarga berinteraksi satu sama lain dan masing-masing
mempunyai peran sosial yaitu suami, istri, anak, kakak, dan adik yang mempunyai tujuan. Perawat
perlu mengetahui dan memiliki pikiran yang terbuka mengenai konsep keluarga. Sekilas keluarga
memiliki hal hal yang umum, tetapi setiap bentuk keluarga memiliki kekuatan dan permasalahan
yang unik. Keluarga banyak menghadapi tantangan seperti salah satunya pada tahap perkembangan
keluarga pada kelahiran anak pertama. Periode kelahiran anak pertama adalah waktu transisi fisik
dan psikologis bagi ibu dan seluruh keluarga. Orang tua harus beradaptasi terhadap perubahan
struktur karena adanya anggota baru dalam keluarga, yaitu bayi. Dengan kehadiran bayi maka
sistem dalam keluarga akan berubah dan pola interaksi dalam keluarga harus dikembangkan

Pada periode transisi, keluarga membutuhkan adaptasi yang cepat, sehingga kondisi ini
menempatkan keluarga menjadi sangat rentan dan mereka memerlukan bantuan untuk beradaptasi
dengan peran yang baru. Stress dari berbagai sumber dapat berefek negatif pada fungsi dan
interaksi ibu dengan bayi dan keluarga, yang berdampak pada kesehatan fisik ibu dan bayi. Maka
dari itu kelompok tertarik untuk membahas mengenai konsep keluarga dan tumbuh kembang
keluarga pada kelahiran anak pertama

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, didapatkan bahwa rumusan masalah antara lain:

1. Apa konsep dasar keluarga?

2. Bagaimana konsep tugas perkembangan keluarga pada kelahiran anak pertama?

3. Bagaimana asuhan keperawatan keluarga dengan tahap perkembangan kelahiran anak


pertama"?

C. TUJUAN PENULISAN

1. Umum

Setelah membaca makalah ini, mahasiswa diharapkan mampu :

a. Memahami konsep dasar keluarga.

b. Memahami konsep tugas perkembangan keluarga pada kelahiran anak pertama


c. Memahami asuhan keperawatan keluarga dengan tahap perkembangan kelahiran anak
pertama.

2. Khusus

Setelah membaca makalah ini, mahasiswa diharapkan mampu

a. Menjelaskan definisi konsep dasar keluarga pada kelahiran anak pertama

b. Mengaplikasikan asuhan keperawatan keluarga dengan tahap perkembangan kelahiran


anak pertama.

BAB II

PEMBAHASAN

A. KONSEP DASAR KELUARGA

1. Pengertian

Keluarga adalah sekumpulan orang dengan ikatan perkawinan, kelahiran, dan adopsi yang
bertujuan untuk menciptakan, mempertahankan budaya, dan meningkatkan perkembangan fisik,
mental emosional, serta sosial dari tiap anggota keluarga. (Duvall dan Logan, 1986, dalam
Setiawati, 2008: hal 67) Keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih yang mempunyai
hubungan darah yang sama atau tidak. yang terlibat dalam kehidupan yang terus menerus, yang
tinggal dalam satu atap, yang mempunyai ikatan emosional dan mempunyai kewajiban antara satu
orang dengan orang yang lainnya. (Bergess, 1962, dalam Setiawati, 2008: hal 13)
Menurut kelompok keluarga adalah sekumpulan individu yang tinggal serumah karena
adanya hubungan darah, perkawinan ataupun adopsi, yang saling berinteraksi dan mempertahankan
kebudayaan.

B. KONSEP DASAR KELUARGA DENGAN TAHAP PERKEMBANGAN KELUARGA


KELAHIRAN ANAK PERTAMA

1.Pengertian

Perkembangan keluarga adalah proses perubahan yang terjadi pada system keluarga
meliputi perubahan pola interaksi dan hubunga antara anggotanya di sepanjang waktu. Siklus
perkembangan keluarga sebagai komponen kunci dalam setiap kerangka kerja yang memandang
keluarga sebagai suatu system. Perkembangan ini terbagi menjadi beberapa tahap atau kurun waktu
tertentu. Pada setiap tahapnya keluarga memiliki tugas perkembangan yang harus dipenuhi agar
tahapan tersebut dapat dilalui dengan sukses. Kerangka perkembangan keluarga menurut Evelyn
Duvall memberikan pedoman untuk memeriksa dan menganalisa perubahan dan perkembangan
tugas-tugas dasar yang ada dalam keluarga selama siklus kehidupan mereka.

2.Tahap-Tahap Perkembangan Keluarga Kelahiran Anak Pertama

Tahap perkembangna keluarga dibagi sesuai kurun waktu tertentu yang dianggap stabil,
misalnya keluarga dengan anak pertama berbeda dengan anak keluarga remaja. Meskipun setiap
keluarga melalui tahapan perkembangan secara unik, namun secara umum seluruh keluarga
mengikuti pola yang sama. Tiap tahap perkembangan membutuhkan tugas dan fungsi keluarga agar
dapat melalui tahap tersebut. Keluarga yang menantikan kelahiran dimulai dari kehamilan sampai
kelahiran anak pertama dan berlanjut sampai anak pertama berusia 30 bulan (3,2 tahun) merupakan
tahap perkembangan keluarga kelahiran anak pertama. Kehamilan dan kelahiran bayi pertama
dipersiapkan oleh pasangan suami istri melalui beberapa tugas perkembangan yang penting.
Kelahiran bayi pertama memberikan perubahan yang besar bagi keluarga, sehingga pasangan harus
beradaptasi dengan peranya untuk memenuhi kebutuhan bayi. Sering terjadi dengan kelahiran bayi,
pasangan merasa diabaikan karena focus perhatian kedua pasangan tertuju pada bayi. Suami
merasa belum siap menjadi ayah atau sebaliknya istri belum siap menjadi ibu. Peran utama perawat
keluarga adalah mengkaji peran orang tua; bagaimana orang tua berinteraksi dan merawat bayi
serta bagaimana bayi berespon. Perawat perlu memfasilitasi hubungan orang tua dan bayi yang
positif dan hangat sehingga jalinan kasih sayang antara bayi dan orang tua dapat tercapai.

3.Tugas Perkembangan Dengan Keluarga Keluarga Kelahiran Anak Pertama

Tahap ini dimulai dimulai saat ibu hamil sampai dengan kelahiran anak pertama dan
berlanjut sampai dengan anak pertama berusia 30 bulan. Ada beberapa hal tugas perkembangan
keluarga pada fase childbearing yaitu: (Duval, dalam buku Santun Setiawati: 19 dan dalam buku
Mubarak, dkk : 87-88).

a. Persiapan menjadi orang tua dan merawat bayi

b. Membagi peran dan tanggung jawab

c. Menata ruang untuk anak atau mengembangkan suasana rumah yang menyenangkan
d. Mempersiapkan biaya atau dana kelahiran anak pertama

c. Memfasilitasi role learning anggota keluarga

f. Bertanggung jawab memenuhi kebutuhan bayi sampai balita

g. Mengadakan kebiasaan keagamaan secara rutin

h. Beradaptasi pada pola hubunga seksual

i. Mensosialisasikan anak dengan lingkungan keluarga besar masing-masing pasangan.

Sedangkan menurut Carter dan Me. Goldrik, 1988. Duval dan Miller. 1985. (Dalam buku
"ilmu keperawatan komunitas". hal: 87-88) tugas perkembangan keluarga pada tahap ini adalah
sebagai berikut:

a. Membentuk keluraga muda sebagai sebuah unit yang mantap (mengintegrasikan bayi baru ke
dalam keluarga).

b. Rekonsiliasi tugas-tugas perkembangan yang bertentangan dan kebutuhan anggota keluarga.

c. Mempertahankan hubungan perkawinan yang memuaskan. d. Memperluas persahabatan dengan


keluarga besar dengan menambahkan peran peran orang tua, kakek, dan nenek.

4. Fungsi Perawat Dalam Tahap Perkembangan Keluarga Dengan Kelahiran Anak Pertama Sebagi
kekhususan perawatan keluarga memiliki peran yang cukup banyak dalam memberikan asuhan
keperawatan keluarga.

Fungsi perawat dalam tahap ini adalah melakukan perawat dan konsultasi antara lain (Mubarak,
dkk 88):

a.Bagaimana cara menentukan gizi yang baik untuk ibu hamil dan bayi,

b. Mengenali gangguan kesehan bayi secara dini dan mengatasinya, Imunisasi yang dibutuhkan
anak,

d. Tumbang anak yang baik.

e.Interaksi keluarga,

f. Keluarga berencana, serta

g. Pemenuhan kebutuhan anak terutama pada ibu yang bekerja.

5. Karakteristik Keluarga Dengan Kelahiran Anak Pertama

1) Perkembangan fisik

Rata-rata berat badan lahir 3400 g. panjang 50 cm. Sampai 10% berat lahir hilang dalam
beberapa hari pertama, utamanya karena kehilangan cairan melalui pernapasan, uri, defekasi, dan
penurunan pemasukan. Berat lahir akan naik kembali pada minggu kedua kehidupan, dan terjadi
peningkatan secara bertahap dalam berat badan, tinggi badan, tinggi badan dan lingkar kepula.
Pada bulan pertama, berat badan rata-rata meningkat 120-240 g per minggu, tinggi badan 0,6-2,5
cm, dan 2 cm dalam lingkar kepala.

Denyut jantung neonatus secara bertahap menurun dari denyut jantung janin 130 sampai
160 kali per menit turun menjadi 120 sampai 140 kali per menit. Rata rata tekanan darah 74/46
mmHg. Rata-rata waktu pernapasan adalah 30 sampai 50 kali per menit. Karena neonatus bernapas
melalui hidung, penting untuk menjaga saluran hidung bersih. Temperatur aksila berada dalam
rentang antara 360C sampai 37,50 C dan secara umum menjadi stabil dalam 24 jam setelah lahir.

Karakteristik fisik yang normal termasuk tetap adanya lanugopada kulit di bagian belakang:
sianosis pada tangan dan kaki, khususnya selama aktivitas; dan abdomen yang lebih lembut dan
menonjol.

Fungsi neorologis dikaji dengan mengobservasi tingkat aktivitas neonatus, kewaspadaan,


iritabilitas, dan respon terhadap stimulus dan kehadiran serta kekuatan dari refleks, Refleks normal
termasuk berkedip dalam berespon terhadap cahaya yang terang dan gerakan terkejut dalam respon
terhadap suara ribut yang tiba-tiba dan keras.

Karakteristik perilaku bayi baru lahir yang normal meliputi periode mengisap. menangis,
tidur, dan beraktivitas.

2) Perkembangan Kognitif

Perkembangan kognitif yang awal mulai dengan perilaku bawaan, refleks, dan fungsi
sensori. Bayi baru lahir memulai aktivitas refleks, menyesuaikan benda benda yang baru ke dalam
perilaku, dan mengakomodasikan perilaku ini untuk mencapai keinginan mereka. Fungsi senson
membantu perkembangan kognitif pada bayi baru lahir. Pada saat baru lahir, anak-anak dapat
berfokus pada benda berjarak kira-kira 8 sampai 10 inci dari wajah mereka dan dapat melihat
benda. Sistem auditorius dan vestibular berfungsi dari saat lahir. Kemampuan sensor ini
memberikan neonatus untuk mengeluarkan stimulus lebih daripada hanya menerima stimulus.
Orang tua harus diajarkan pentingnya memberikan stimulus sensori, misalnya berbicara dengan
bayi mereka dan memegang mereka untuk melihat wajah mereka. Hal ini memungkinkan bayi
untuk mencari atau mengambil stimulus, dengan demikian memperbesar pembelajaran dan
peningkatan perkembangan kognitif.

Untuk neonatus menangis adalah komunikasi. Mereka menangis untuk suatu alasan,
walaupun pada saatnya alasan ini sulit untuk ditentukan. Dengan bantuan perawat, orang tua
belajar untuk mengenali arti tangisan bayi dan mengambil tindakan yang sesuai jika dibutuhkan.

3) Perkembangan Psikososial

Selama bulan pertama kehidupan, orang tua dan bayi baru lahir normalnya membangun
hubungan yang kuat yang tumbuh ke dalam kedekatan yang dalam. Interaksi selama perawatan
rutin memperbesar atau memperkecil proses kedekatan. Tindakan menyusui, kebersihan, dan
memberikan rasa nyaman sebanyak mungkin ketika bayi terjaga, Pengalaman interaksi ini memberi
dasar untuk terjadi bentuk kedekatan yang dalam. Neonatus merupakan partisipan yang aktif dalam
proses ini.

Jika orang tua atau anak-anak mengalami komplikasi kesehatan setelah lahir, hubungan
dapat terganggu. Isyarat perilaku bayi mungkin lemah atau tidak ada. Perawatan dan pengasuh
secara bersama kurang memuaskan. Rasa lelah, orang tua yang sakit memiliki kesulitan untuk
mengartikan dan merespons bayi mereka.

4) Emosi bayi (Neonatal)

Melihat tidak adanya koordinasi yang merupakan ciri dari aktifitas bayi neonatal, tidaklah
masuk akal untuk mengharapkan emosi yang khusus, yang jelas, pada saat bayi dilahirkan. Reaksi
emosional hanya dapat diuraikan sebagai keadaan yang menyenangkan dan tidak menyenangkan.
Yang pertama ditandai oleh tubuh yang tenang dan yang kedua ditandai oleh tubuh yang tegang
Ciri yang menonjol dari keadaan emosi adalah tidak adanya tingkatan reaksi yang menunjukkan
tingkat intensitas yang berbeda. Apapun rangsangannya, yang dihasilkan adalah emosi yang kuat
(intens) dan tiba-tiba.

5) Kemampuan Belajar

Perkembangan otak dan saraf yang memungkinkan proses belajar belum terdapat pada bayi
neonatal terutama pada hari-hari pertama kehidupan pascanatal. Bayi neonatal sering tidak mampu
melakukan bentuk belajar yang sangat sedehana atau belajar melalui asosiasi. Kecuali situasi
makan, reaksi yang berupa kebiasaan sulit diperoleh. Kalau reaksi ini tampak biasanya tidak stabil
dan kurang bernilai.

6) Bermain

Pola bermain yang umum dari masa bayi:

a. Sensomotorik: ini adalah bentuk permainan yang paling awal dan terdiri dari tendangan,
gerakan-gerakan mengangkat tubuh. bergoyang-goyang, menggerak-gerakkan jari jemari tangan
dan kaki, memanjat, bereeloteh dan mengelinding.

b. Menjelajah : dengan berkembangnya koordinasi lengan dan tangan, bayi mulai mengamati
tubuhnya dengan menarik rambut, menghisap jari tangan dan kaki, memasukkan jari-jari ke dalam
pusar, dan memainkan alat kelamin. Mereka mengocok, membuang, membanting, menghisap dan
menarik-narik mainan dan menjelajah dengan cara menarik, membanting dan merobek benda-
benda yang dapat diraihnya.

c. Meniru dlam tahun kedua, bayi mencoba meniru kelakuan orang-orang di sekitar mereka, seperti
membaca majalah, menyapu lantai atau menulis dengan pensil atau krayon.

d. Berpura-pura: selama tahun kedua, kebanyakan bayi memberikan sifat kepada mainannya seperti
sifat-sifat yang sesungguhnya. Boneka-boneka hewan diberi sifat hewan sungguhan sama halnya
boneka atau mobil-mobilan dianggap seperti orang atau mobil.
e. Permainan sebelum berusia satu tahun bayi memainkan permainan permainan tradisional seperti
"Cilukba". "Petak umpet (sembunyi sembunyian)" dsb. Biasanya dilakuakan bersama orang tua,
nenek, atau kakak-kakak

f. Hiburan bayi senang dinyanyikan, dicerita, dan dibacakan dongeng dongeng. Kebanyakan bayi
menyenangi siaran radio dan televisi dan melihat gambar-gambar.

6. Masalah Kelahiran Anak Pertama

Masalah-masalah yang sering terjadi pada anak baru lahir meliputi bahaya fisik. bahaya fisiologis,
dan bahaya psikologis.

1) Bahaya Fisik

a. Kematian

Selama tahun pertama, kematian biasanya disebabkan oleh penyakit yang parah sedangkan
dalam tahun kedua kematian lebih banyak disebabkan oleh kecelakaan. Sepanjang masa bayi, lebih
banyak anak laki-laki yang mati dari pada anak perempuan.

b. Penyakit

Meskipun benar bahwa banyak kematian dalam bulan-bulan pertama disebabkan karena
penyakit gastrointestinal atau komplikasi pernapasan, tetapi jumlah kematian yang dulu disebabkan
karena penyakit parah sekarang jauh berkurang karena sekarang bayi diberi suntikan dan vaksinasi
untuk memperkebal tubuh terhadap penyakit yang dulu merupakan penyakit yang fatal. Tetapi
penyakit ringan seperti selesma dan gangguan pencernaan umum terjadi. Diagnosa yang tetap dan
perawatan medis yang baik dapat mencegah akibat yang buruk. Tetapi kalau diabaikan, seperti
yang terjadi dalam selesma, gangguan-gangguan yang lebih parah berkembang cepat, terutama
radang telinga. Penyakit yang lama dapat mengganggu pola pertumbuhan normal,Tidak semua bayi
setelah sembuh dapat mengejar perkembangan pertumbuhannya. Seberapa jauh pola pertumbuhan
dipengaruhi oleh penyakit yang lama diderita sampai sekarang belum dapat ditentukan.

c. Kecelakaan

Pada tahun pertama kecelakaan tidak banyak terjadi karena bayi sangat terlindung dalam
tempat tidur atau kereta tidurnya. Namun dalam tahun kedua pada saat bayi dapat bergerak lebih
bebas dan tidak sangat dilindungi. kecelakaan lebih sering terjadi. Kecelakaan seperti luka memar
dan luka garuk merupakan kecelakaan ringan dan tidak meninggalkan akibat yang permanen. Jenis
lain seperti pukulan di kepala atau sobekan-sobekan merupakan kecelakaan yang cukup parah dan
dapat meninggalkan bekas luka atau bahkan mengakibatkan akibat yang fatal. Tetapi kecelakaan
ringan sekalipun dapat meninggalkan luka psikologis. Bayi sering menakuti situasi yang sama
dengan situasi yang menimbulkan kecelakaan atau ia mengembangkan sikaf takut sebagai akibat
seringnya mengalami kecelakaan.

d. Kurang Gizi

Kekurangan gizi yang dapat disebabkan karena kurang makan atau diet yang tidak
seimbang, tidak saja dapat merusak pertumbuhan fisik tetapi juga merusak perkembangan mental.
Hal ini dapat menyebabkan rintangan dalam pertumbuhan dan mengakibatkan cacat fisik seperti
gigi busuk, kaki bengkak dan kecenderungan menderita banyak penyakit. Karena otak tumbuh dan
berkembang sangat cepat dalam masa bayi maka dapat sangat dipengaruhi oleh kurangnya gizi.
Dua tahun pertama disebut periode kritis dalam pertumbuhan otak karena adanya peningkatan yang
mencolok dalam perkembangan sel-sel otak pada masa ini, oleh karena itu merupakan periode
dimana otak sangat rentan terhadap kerusakan. Kalau pada saat ini bayi menderita kekurangan gizi
tidak dapat dijamin bahwa perkembangan selanjutnya akan berjalan normal. Kalau pertumbuhan
dan perkembangan otak terganggu anak tidak dapat mencapai potensi-potensi intelektualnya,
sekalipun sudah menjadi lebih besar anak tidak dapat melakukan tugas-tugas intelektual yang
seharusnya dapat dilakukan seandainya perkembangan yang normal tidak terganggu oleh rusaknya
perkembangan otak karena kekurangan gizi

2) Bahaya Fisiologis

a. Kebiasaan Makan

Bayi yang menetek terlampau lama menunjukkan tanda-tanda tegang. Mereka lebih lama
terlibat dalam kegiatan menghisap lainnya (seperti menghisap ibu jari), lebih banyak mengalami
kesulitan tidur dan lebih gelisah dari pada bayi yang periode meneteknya lebih singkat. Kalau
terlambat disapih bayi cenderung menolak jenis makanan yang baru dan cenderung menghisap ibu
jari sebagai pengganti puting susu ibu. Bayi juga akan menolak makanan yang agak padat kalau
makanan agak keras terlampau cepat diperkenalkan, bukan karena rasanya melainkan karena
kekerasannya.

b. Kebiasaan Tidur

Menangis, permainan yang berat dengan orang dewasa, atau kegaduhan dapat membuat
anak menjadi tegang dan sulit tidur. Jadwal tidur yang tidak memenuhi persyaratan membuat bayi
tegang dan menolak tidur.

c. Kebiasaan Pembuangan

Kebiasaan ini tidak dapat dibentuk sebelum saraf dan otot-otot berkembang dengan baik.
Mencoba melatih pembuangan terlampau awal membuat bayi tidak mau berkerja sama dalam
membentuk kebiasaan ini kalau ia sudah matang nantinya. Sebaliknya, penundaan melatih
pembuangan mengakibatkan kebiasaan yang tidak teratur dan kurangnya motivasi. Mengompol
merupakan hal yang umum bila latihan bila tidak dilakukan sesuai dengan kesiapan perkembangan
bayi.

3) Bahaya Psikologis

a. Bahaya dalam perkembangan motorik

Kalau perkembangan motorik terlambat, bayi akan sangat dirugikan pada saat mulai
bermain dengan teman-teman sebaya. Semakin banyak kelambatan dalam pengendalian motorik,
akan semakin lambat ia memperoleh keterampilan yang dimiliki anak-anak lain. Lagi pula, karena
keinginan mandiri sudah mulai berkembang pada awal tahun kedua, maka bayi yang
perkembangan motoriknya terlambat akan merasa kecewa kalau gagal dalam usahanya melakukan
sesuatu secara sendirian. Yang juga sangat mengganggu dalam penyesuaian diri anak adalah
tekanan dari orang tua untuk mencapai pengendalian motorik dan untuk belajar keterampilan
motorik sebelum in cukup matang untuk melakukannya. Di bawah kondisi ini bayi sering
mengembangkan sikap menolak dan negativistik yang akan melemahkan motivasinya dan
menyebabkan tertunda mempelajari tugas-tugas yang seharusnya sudah dapat kuasai.

b. Bahaya Dalam Berbicara

Kelambatan dalam berbicara, seperti halnya kelambtan dalam pengendalian motorik,


menjadi serius dalam masa bayi karena pada masa ini diletakkan dasar-dasar untuk alat komunikasi
yang nanti diperlukan kalau cakrawala sosial meluas. Dalam masa awal kanak-kanak, ketika minat
terhadap orang orang di luar rumah mulai timbul, anak yang mengalami kelambatan berbicara akan
merasa dikucilkan. Kelambatan berbicara disebabkan karena beberapa hal, yang paling sering
adalah intelegensi yang rendah, kurangnya perangsangan (terutama dalam tahun pertama) dan
kelahiran kembar. Kalau orang tua atau pengasuh tidak merangsang anak untuk berceloteh atau
mencoba mulai bicara, maka kebanyakan bayi akan kehilangan minat untuk mencoba bicara.
Kelambatan bicara pada bayi kembar banyak dapat disebabkan karena kelambatan perkembangan
yang merupakan ciri dari bayi tersebut atau karena bayi biasanya belajar saling berkomunikasi
dengan bentuk prabicara.

c. Bahaya Emosi Yang Umum Pada Masa Bayi

 Kurangnya kasih sayang


 Tekanan
 Terlampau banyak kasih sayang
 Emosi yang kuat

d. Bahaya Sosial

Bahaya sosial yang utama adalah kurangnya kesempatan dan motivasi untuk belajar
menjadi sosial. Ini mendorong lambatnya sifat-sifat egosentris berlangsung, yang merupakan ciri
dari setiap bayi, dan mengakibatkan perkembangan sikaf introvert. Kurangnya kesempatan untuk
kontak sosial dalam setiap usia akan mengganggu, terutama dari usia 6 minggu sampai 6 bulan
yang merupakan saat keritis dalam pengembangan sikap yang mempengaruhi pola sosialisasi.
Meskipun sikap sosial dapat dan memang berubah, banyak individu yang membentuk sikap sosial
yang kurang baik pada saat bayi akan terus bersikap kurang sosial kalau besar nanti.

e. Bahaya Bermain

Bermain pada masa bayi merupakan balaya potensial, baik secara fisik maupun psikologis.
Banyak mainan dapat menimbulkan goresan, memar atau menyebabkan bayi tercekik karena ada
bagian yang lepas. Bahaya psikologis yang utama adalah bahwa bayi sangat bergantung pada
mainan untuk memperoleh hiburan dan tidak belajar bermain yang melibatkan interaksi dengan
orang-orang lain. Televisi, yang digunakan pengganti pengasuh, tidak mendorong anak untuk
memainkan peran aktif dalam bermain.

f. Bahaya dalam Pengertian


Meskipun pengertian merupakan tahap perkembangan yang masih sangat sederhana namun
dapat merupakan bahaya psikologis yang bahaya. Dalam perkembangan konsep, relatif mudah
untuk memperbaiki konsep yang salah tentang orang. benda atau situasi dengan konsep yang benar.
Tetapi, semua konsep mempunyai bobot emosi, dan disinilah letak bahayanya. Kalau, misalnya,
bayi belajar mengasosiasikan kembang gula dengan perilaku yang baik dan menganggap sayur-
sayuran sebagai bentuk hukuman, bobot emosi dari konsep ini akan mengakibatkan suka atau tidak
terhadap jenis makanan.

g. Bahaya Moralitas

Bahaya psikologis yang serius untuk perkembangan moral di masa depan terjadi bila bayi
mendapatkan bahwa ia lebih banyak memperoleh perhatian kalau ia melakukan sesuatu yang
mengganggu atau melawan orang lain dari pada kalau melakukan tindakan yang lebih diterima.

h. Bahaya Hubungan Keluarga pada Masa Bayi

 Perpisahan dengan Ibu


 Gagal mengembangkan perilaku akrab
 Merosotnya hubungan keluarga
 Terlampau melindungi
 Latihan yang tidak konsisten
 Penganiayaan anak

7. Perawat Dalam Tahap Perkembangan Keluarga Dengan Keluarga Kelahiran Anak Pertama

Sebagai kekhususan perawatan keluarga memiliki peran yang cukup banyak dalam memberikan
asuhan keperawatan keluarga.

Fungsi perawat dalam tahap ini adalah melakukan perawat dan konsultasi antara lain (Mubarak,
dkk : 88):

a. Bagaimana cara menentukan gizi yang baik untuk ibu hamil dan bayi,

b. Mengenali gangguan kesehatan bayi secara dini dan mengatasinya,

c. Imunisasi yang dibutuhkan anak.

d. Tumbang anak yang baik,

e. Interaksi keluarga,

f. Keluarga berencana, serta

g. Pemenuhan kebutuhan anak terutama pada ibu yang bekerja.

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Keluarga baru (childbearing family) merupakan tahapan perkembangan keluarga ke
II, Friedman (2002) yang dimulai dengan kelahiran anak pertama dan berlanjut sampai bayi
berumur 30 bulan. Tahapa ini merupakan tahap yang penuh dengan stressor karena
merupakan tahap transisi menjadi orang tua. Sebuah ketidakseimbangan dapat tejadi
sehingga bisa menimbulkan krisis keluarga dapat menyebabkan gangguan dalam hubungan
pernikahan. Asuhan keperawatan yang dilakukan oleh perawatn untuk mengelola stressor
yang mungkin timbul dan bersama keluarga menentukan permasalahan tersebutsehingga
keluarga secara mandiri menyelesaikan tugas perkembangannya mengenali dan
menyelesaikan masalah kesehatannya pada akhirnya mampu tampil sebagai keluarga
mandiri, sejahtera, produktif dan menjalankan seluruh fungsi keluarga dengan baik.
Pelayanan keperawatan keluarga merupakan salah satu area pelayanan keperawatan yang
dapat dilaksanakan di masyarakat. Pelayanan keperawatan keluarga yang saat ini
dikembangkan merupakan bagian dari pelayanan keperawatan kesehatan masyarakat
(Perkesmas).
Pelayanan keperawatan keluarga dirumah merupakan integrasi pelayanan
keperawatan keluarga dengan pelayanan kesehatan lain dirumah untuk mendukung
kebijakan pelayanan kesehatan dimasyarakat sehingga dapat mengatasi masalah kesehatan
pasien dan keluarga dirumah. Pelayanan keperawatan keluarga dirumah ini didukung
kerjasama antara petugas kesehatan dengan pasien dan anggota keluarganya. Pelayanan
keperawatan ini diberikan dirumah maupun ditempat dimana perawat melaksanakan praktik
keperawatan dan dapat diberikan oleh berbagai jenis tenaga professional, tenaga pembantu
pelayanan kesehatan maupun tenaga pendamping (caregiver). Upaya pelayanan kesehatan
yang diberikan mencakup upaya pelayanan pencegahan primer, pencegahan sekunder dan
pencegahan tersier (Depkes, 2008).

B. Tujuan
1. Tujuan umum
Untuk mengetahui asuhan keperawatan keluarga tentang tahap perkembangan keluarga
dengan kelahiran anak pertama
2. Tujuan khusus
a. Untuk mengetahui definisi dari tahap perkembangan keluarga dengan kelahiran
anak pertama
b. Untuk mengetahui tugas dan fungsi peran pada tahap perkembangan keluarga
dengan kelahiran anak pertama
c. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada tahap perkembangan keluarga dengan
kelahiran anak pertama

TINJAUAN TEORI

A. Definisi Tahap Perkembangan Keluarga


Keluarga adalah sekumpulan orang dengan ikatan perkawinan, kelahiran, dan adopsi
yang bertujuan untuk menciptakan, mempertahankan budaya, dan meningkatkan
perkembangan fisik, mental emosional, serta sosial dari tiap anggota keluarga. (Duvall dan
Logan,1986, dalam Setiawati, 2008 : hal 67)
Keluarga adalah dua atau lebih individu yang hidup dalam satu rumah tangga karena
adanya hubungan darah, perkawinan atau adopsi. Mereka saling berinterakasi satu dengan
yang lainnya, mempunyai peran masing-masing dan menciptakan serta mempertahankan
suatu budaya. (Bailon dan Magiaya, 1978, dalam Setiawati, 2008: hal 68)
Keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih yang mempunyai hubungan darah
yang sama atau tidak, yang terlibat dalam kehidupan yang terus menerus, yang tinggal
dalam satu atap, yang mempunyai ikatan emosional dan mempunyai kewajiban antara satu
orang dengan orang yang lainnya. (Bergess, 1962, dalam Setiawati, 2008: hal 13)
Menurut kelompok keluarga adalah sekumpulan individu yang tinggal serumah
karena adanya hubungan darah, perkawinan ataupun adopsi, yang saling berinteraksi dan
mempertahankan kebudayaan.

B. Tugas Tahap Perkembangan Keluarga Childbearing


Tahap ini dimulai saat ibu hamil sampai dengan kelahiran anak pertama dan
berlanjut sampai dengan anak pertama berusia 30 bulan. Ada beberapa hal tugas
perkembangan keluarga pada fase childbearing yaitu: (Duval, dalam buku Santun
Setiawati : 19 dan dalam buku Mubarak, dkk : 87-88).

1. Persiapan menjadi orang tua dan merawat bayi


2. Membagi peran dan tanggung jawab
3. Menata ruang untuk anak atau mengembangkan suasana rumah yang menyenangkan
4. Mempersiapkan biaya atau dana Child Bearing
5. Memfasilitasi role learning anggota kleuarga
6. Bertanggung jawab memenuhi kebutuhan bayi sampai balita
7. Mengadakan kebiasaan keagamaan secara rutin
8. Beradaptasi pada pola hubunga seksual
9. Mensosialisasikan anak dengan lingkungan keluarga besar masing-masing pasangan.
Sedangkan menurut Carter dan Mc. Goldrik, 1988, Duval dan Miller,1985, (Dalam
buku “ilmu keperawatan komunitas”, hal: 87-88) tugas perkembangan keluarga pada tahap
ini adalah sebagai berikut:
1. Membentuk keluraga muda sebagai sebuah unit yang mantap (mengintegrasikan bayi
baru ke dalam keluarga).
2. Rekonsiliasi tugas-tugas perkembangan yang bertentangan dan kebutuhan anggota
keluarga .
3. Mempertahankan hubungan perkawinan yang memuaskan.
4. Memperluas persahabatan dengan keluarga besar dengan menambahkan peran- peran
orang tua, kakek, dan nenek.
Ada tiga tugas perkembangan pada keluarga dengan tahap perkembangan keluarga dengan
kelahiran anak pertama yang harus dipenuhi
1. Persiapan menjadi orang tua
yaitu sejauh mana suami dan istri menjadi seorang bapak dan ibu dengan peran masing-
masing.
2. Adatasi dengan perubahan anggota keluarga peran, interaksi dan hubungan seksual,
selama ada tambahan anak atau keluarga baru bagaimana sikap dari suami.
3. Mempertahankan hubungan yang memuaskan dengan pasangan yaitu hubungan
komunikasi serta membagi dengan anak, istri dan suami.
C. Fungsi Keluarga Tahap Perkembangan Keluarga
Fungsi keluarga Friedmann mengidentifikasikan lima prinsip fungsi dasar keluarga,
diantaranya adalah fungsi afektif, fungsi sosialisasi, fungsi reproduksi, fungsi ekonomi, dan
fungsi keperawatan keluarga. (Friedmann, 1998, dalam Mubarak, dkk, 2011: 76-78)
1. Fungsi afektif berhubungan erat dengan fungsi internal keluarga, yang merupakan basis
kekuatan keluarga. Fungsi afektif berguna untuk pemenuhan kebutuhan psikososial.
Keberhasilan melaksanakan fungsi afektif tampak pada kebahagiaan dan kegembiraan
dari seluruh anggota keluarga. Tiap anggota keluarga slaing mempertahankan iklim
yang positif. Hal tersebut dapat dipelajari dan didkembangkan melalui interaksi dan
hubungan dalam kelduarga. Dengan demikian, keluarga yang berhasil melaksanakan
fungsi afektif, seluruh anggota keluarga dapat mengembangkan konsep diri positif.
2. Fungsi sosialisasi adalah proses perkembangan dan perubahan yang dilalui individu,
yang menghasilkan interaksi social dan belajar berperan dalam lingkungan sosial.
Sosialisasi dimulai sejak manusia lahir. Keluarga merupakan tempat individu untuk
belajar bersosialisasi, misalnya anak yang baru lahir dia akan menatap ayah, ibu dan
orang-orang yang disekitarnya. Kemudian beranjak balita dia mulai belajar
bersosialisasi dengan lingkungan sekitar meskipun demikian keluarga tetap berperan
penting dalam bersosialisasi. Keberhasilan perkembangan individu dan keluarga
dicapai melalui interaksi atau hubungan antar anggota keluarga yang diwujudkan dalam
sosialisasi anggota keluarga belajar disiplin, belajar norma-norma, budaya dan perilaku
melalui hubungan dan interaksi keluarga.
3. Fungsi reproduksi untuk meneruskan keturunan dan menambah sumber daya manusia.
Maka dengan ikatan suatu perkawinan yang sah, selain untuk memenuhi kebutuhan
biologis pada pasangan tujuan untuk membentuk keluarga adalah untuk meneruskan
keturunan.
4. Fungsi ekonomi merupakan fungsi keluarga untuk memenuhi kebutuhan seluruh
anggota keluargta seperti memenuhi kebutuhan akan makanan, pakaian, dan tempat
tinggal. Banyak pasangan sekarang kita lihat dengan penghasilan yang tidak seimbang
antara suami dan istri hal ini menjadikan permasalahan yang berujung pada perceraian.
5. Fungsi perawatan kesehatan juga berperan atau berfungsi untuk melaksanakan praktek
asuhan kesehatan, yaitu untuk mencegah terjadinya gangguan kesehatan dan atau
merawat anggota keluarga yang sakit. Kemampuan keluarga dalam memberikan asuhan
kesehatan mempengaruhi status kesehatan keluarga. Kesanggupan keluarga
melaksanakan pemeliharaan kesehatan dapat dilihat dari tugas kesehatan keluarga yang
dilaksanakan. Keluarga yang dapat melaksanakan tugas kesehatan berarti sanggup
menyelesaikan masalah kesehatan.

D. Komunikasi Orang Tua Terhadap Anak


Dalam hal ini ikatan diperlukan melalui penggunaan respon komunikasi antara orang
tua dan anak. Komunikasi antara orang tua dan anak meliputi:
1. Sentuhan
Sentuhan atau indra peraba, dipakai secara ekstensif oleh orang tua sebagai suatu
sasaran untuk mengenali bayi yang baru lahir
2. Kontak mata
3. Suara
4. Aroma

E. Fungsi Perawat dalam Tahap Perkembangan Keluarga dengan Childbearing


Sebagai perawat keluarga memiliki peran yang cukup banyak dalam memberikan asuhan
keperawatan keluarga. Fungsi perawat dalam tahap ini adalah melakukan perawatan dan
konsultasi atara lain (Mubarak,dkk:88)
1. Bagaimana cara menentukan gizi yang baik untuk ibu hamil dan bayi
2. Mengenali gangguan kesehatan bayi secara dini dan mengatainya
3. Imunisasi yang dibutuhkan anak
4. Tumbang anak yang baik
5. Interaksi keluarga
6. keluarga berencana
7. Pemenuhan kebutuhan anak terutama pada ibu yang bekerja

F. Masalah yang Sering Muncul pada Keluarga dengan Kelahiran Anak Pertama
1. Hubungan seksual dan sosial terganggu
Hubungan seksual antar pasangan umumnya menurun selama masa kehamilan
selama 6 minggu periode pasca partum. Kesulitan seksual selama periode pasca partum
biasa terjadi, muncul akibat faktor peran baru yang dijalankan oleh ibu, akibat kelelahan
dan merasa kehilangan ketertarikan seksual. Sementara suami merasakan ditinggalkan
atau disingkirkan
2. Suami merasa diabaikan
Sebagian besar ayah secara umum tidak ikut serta dalam proses perinatal sehingga
tentu saja hal ini membuat pria terlambat dalam melaksanakan perubahan peran penting
seingga menghindari keterlibatan emosional mereka.
3. Peningkatan perselisihan
Pola komunikasi pernikahan yang baru, berkembang dengan hadirnya seorang anak,
pasangan suami istri dengan hubungan satu sama lain memperlakukan pasangannya
sebagai pasangan hidup dan sebagai orang tua.

G. Teori Askep
Asuhan keperawatan keluarga merupakan proses yang kompleks dengan menggunakan
pendekatan sistematis untuk bekerjasama dengan keluarga dan individu sebagai anggota
keluarga. Tahapan dari proses keperawatan keluarga adalah sebagai berikut :
1. Tahap pengkajian
Pengkajian merupakan tahap terpenting dalam proses keperawatan, mengingat
pengkajian sebagai awal bagi keluarga untuk mengidentifikasi data yang ada pada
keluarga. Oleh karena itu, perawat keluarga diharapkan memahami betul ligkup, metode
, alat bantu dan format pengkajian yang digunakan. Data- data yang dikumpulkan antara
lain : (Santun setiawan dkk,hal 45)
a. Data umum
b. Riwayat dan tahap perkembangan
c. Lingkungan
d. Struktur keluarga
e. Fungsi keluarga
f. Stres dan koping keluarga
g. Harapan keluarga
h. Data tambahan
i. Pemeriksaan fisik
2. Tahap perumusan diagnosa keperawatan
Diagosa keperawatan merupakan kumpulan pernyataan, uraian dari hasil
wawancara. pengamatan langsung dan pengukuran dengan menunjukan status kesehatan
mulai dari potensial, resiko tinggi sampai dengan masalah yang actual. (Santun setiawan
dkk,hal 48)
3. Tahap peyusunan rencana keperawatan
Apabila masalah kesehatan maupun masalah keperawatan telah teridentifikasi, maka
langkah selanjutnya adalah menyusun rencana keperawatan sesuai dengan urutan
prioritas masalahnya. Rencana keperawatan keluarga merupakan kumpulan tindakan
yang direncanakan oleh perawat untuk dilaksanakan dalam menyelesaikan masalah atau
mengatasi masalah kesehatan atau masalah kesehatan yang telh diidentifikasi. (Mubarak
dkk,2011, hal 106)
4. Tahap pelaksanaan keperawatan keluarga
Pelaksanaan merupakan salah satu dari proses keperawatan keluarga dimana
perawat mendapatkan kesempatan untuk membangkitkan minat keluarga dalam
mengadakan perbaikan kearah perilaku yang hidup sehat. (Mubarak dkk, 2011, hal 108)
5. Tahap evaluasi
Sesuai dengan rencana tindakan yang telah diberikan, tahap penilaian dilakukan
untuk melihat keberhasilannya. Bila tidak atau belum berhasil, maka perlu disusun
rencana baru yang sesuai. Sesuai tindakan keperawatan mungkin tidak dapat dilakukan
dalam satu kali kunjungan keluarga. Oleh karena itu, kunjungan dapat dilakukan secara
bertahap sesuai dengan waktu dan ketersediaan keluarga. (Mubarak dkk, 2011, hal 109)
PEMAHASAN

A. Kasus
Keluarga Tn. B (27 th) menikah dengan Ny.B (25 th) sejak 2 tahun yang lalu. Tn. B
bekerja sebagai buruh di pabrik sepatu dengan penghasilan Rp 500.000/bln, istri tidak
bekerja. Tinggal dirumah kontrakan ukuran 60 M2, terdiri dari 2 ruangan dan 1 kamar
mandi, ventilasi tidak memadai. Keluarga Tn. B memiliki anak An. C (♀) berumur 11
bulan. Imunisasi tidak lengkap karena pernah panas sebelumnya setelah di imunisasi.
Riwayat anak lahir spontan di bidan dengan BBL = 3 kg, saat ini BB = 7,5 kg dan masih
diberikan ASI + makan sehari 1x dengan menu yg disajikan dirumah. Dalam keluarga
Tn.B, Ny.B mengeluhkan tentang sikap suaminya yang terlalu cuek dengan kondisinya
yang mengurus anak dan rutinitas rumah tangganya seorang diri. Tn. B mengatakan urusan
mengurus rumah dan merawat anak adalah sepenuhnya tanggung jawab istri dirumah. Ia
sudah terlalu lelah sepulang dari kerja.

B. Pengkajian
I. Data Umum
a. Nama KK : Tn. B
b. Umur : 27 tahun
c. Pendidikan : SMP
d. Pekerjaan : Buruh
e. Alamat : Kruwed, Gombong
f. Komposisi Keluarga :
No Nama L/P Umur Agama Hub. KK Pendidikan Pekerjaan
1 Tn. B L 27 th Islam Suami SMP Buruh
2 Ny. B P 25 th Islam Istri SMP IRT
3 An. C P 11 bl Islam Anak Belum -
Sekolah
g. Genogram

Keterangan :
Laki-laki : Sakit :
Perempuan : Tinggal Serumah : - - -
Menikah :

h. Tipe Keluarga
Keluarga inti terdiri dari ayah, ibu, dan anak.
i. Suku Bangsa
Jawa, Tn. B sebagai pengambil keputusan kelarga
j. Status Sosial konomi Keluarga
Tn. B sebagai buruh di pabrik sepatu mempunyai penghasilan Rp. 500.000/bulan,
tidak memiliki tabungan. Penghasilan dipergunakan untuk kebutuhan sehari-hari
k. Aktivitas Rekreasi Keluarga
Keluarga tidak mempunyai waktu khusus untuk rekreasi tetapi jika libur hanya
berkunjung pada sanak keluarga

II. Riwayat dan Tahap Perkembangan Keluarga


a. Tahap Perkembangan Keluarga Saat Ini
Saat ini keluarga berada pada tahap perkembangan keluarga dengan kelahiran anak
pertama (Child Bearing)
b. Tahap Perkembangan Keluarga Yang Belum Terpenuhi
1) Adaptasi dengan perubahan anggota keluarga, peran, interaksi, hubungan
seksual
2) Mempertahankan hubungan yang memuaskan dengan pasangan
c. Riwayat Keluarga Inti
Tn. B dan Ny. B menikah sejak 2 tahun yang lalu, menikah karena saling mencitai,
ini adalah pernikahan pertama kalinya buat mereka.
d. Riwayat Keluarga Sebelumnya
Keluarga Tn. B mengatakan tidak ada penyakit keturunan dan belum pernah
anggota keluarga yang dirawat di rumah sakit.

III. Lingkungan
a. Karakteristik Rumah
Keluarga Tn. B tinggal di wilayah pinggiran kota, status rumah adalah mengontrak,
luas rumah 60 M2 jenis permanen terdiri dari ruang tengah bersatu dengan dapur dan
1 kamar mandi, ventilasi : 1 buah diatas jendela ruang

b. Denah Rumah

B C U

A D

Keterangan
A: Ruang Tamu
B: Ruang makan dan dapur
C: Kamar mandi
D : Kamar tidur

c. Karakteristik Tetangga dan Komunitas RW


Di lingkungan sekitar ada TPS, masjid, posyandu dan puskesmas
d. Mobilitas Georafis Keluarga
Keluarga belum memiliki rumah sendiri sehingga sering berpidah-pindah tempat
tinggal
e. Perkumpulan Keluarga dan Interaksi dengan Masyarakat
Tn. B mengatakan jarang mengikuti kegiatan di masyarakat, Ny. B mengkuti
pengajian
f. Sistem Pendukung Keluarga
Keluarga Tn. B mengatakan setiap minggu ke dua ada kegiatan posyandu dan bila
ada anggota keluarga yang sakit diperiksakan ke puskesmas

IV. Struktur Keluarga


a. Pola Komunikasi Keluarga
Keluarga Tn. B mengatakan pengambilan kepurusan dilakukan oleh Tn. B, masalah
tidak dibicarakan secara terbuka dalam keluarga
b. Struktur Kekuatan Keluarga
Keluarga Tn. B mengatakan orang tua Tn.B dan kakak Ny.B selalu membantu bila
mereka ada masalah dalam keluarga
c. Struktur Peran
Tn. B sebagai kepala keluarga, Ny. B sebagai istri merawat rumah dan anak

d. Nilai dan Norma Budaya


Agama yang dianut keluarga Tn.B adalah agama Islam, mereka melaksanakan
kewajiban sholat serta Ny.B mengikuti kegiatan pengajian rutin

V. Fungsi Keluarga
a. Fungsi Afektif
Ny.B mengeluhkan sikap cuek suami yang tidak mau tahu urusan anak dan kerjaan
rumah tangga, Tn.B mengatakan uruan rumah dan anak adalah tanggung jawab istri
di rumah, tugasnya hanyalah mencari nafkah
b. Fungsi Sosialisasi
Keterbukaan dalam keluarga kurang, interaksi dengan sosial pada kegiatan tertentu
saja.
c. Fungsi Perawatan Keluarga
Keluarga belum memahami gizi balita, pentingnya imunisasi serta resiko akibat
imunisasi yang tidak lengkap serta tumbuh kembang anak
d. Fungsi Reproduksi
Kelurga Tn.B baru memiliki anak satu (An.C) dan Ny.B tidak mengikuti program
KB
e. Fungsi konomi
Keluarga Tn.B hanya mampu memenuhi kebutuhan sehari-hari saja dengan makan
sehari 2 kali sehari, membayar kontrakan dan listrik

VI. Stress dan Koping


a. Stressor Jangka Pendek
Ny. B mengatakan kesal dengan sikap Tn. B yang cuek dengan urusan anak dan
pekerjaan rumah tangga dan Tn.B mengatakan ia sudah terlalu letih dengn
pekerjaannya setiap hari dan ia butuh refresing
b. Stressor Jangka Panjang
Ny.B mengatakan keluarganya tidak memiliki tabungan
c. Kemampuan Keluarga Berespon Terhadap Masalah
Keluarga Tn.B mengatakan tidak menyadari masalah yang ada dalam keluarga
d. Strategi Koping yang Digunakan
Tn.B mengatakan selalu mengambil keputusan tanpa melibatkan istri dan Ny.B
mengatakan bila ia sudah kesal sekali dengan Tn.B, ia pergi ke tempat kakaknya
untuk menenangkan diri
e. Strategi Adaptasi Disfungsional
Keluarga Tn. B mengatakan kurang perduli terhadap masalahnya karena Tn. B
selalu sibuk bekerja ketika pulang Tn. B langsung tidur dan jarang berkomunikasi
dengan istrinya.
VII. Harapan Keluarga
Keluarga Tn.B berharap semua anggota keluarga sehat, dana mencukupi dan dapat
terpenuhi semua kebutuhannya

VIII. Pemeriksaan Fisik


Pemeriksaan Anggota
Keluarga
Tn.B Ny.B An.C
Keadaan Umum
- BB 55 kg 45 kg 7,5 kg
- TB 165 cm 155 cm 75 cm
- TD 110/70 100/70 -
- Nadi mmHg mmHg 100 x/menit
- Respirasi 80 x/menit 80 x/menit 20 x/menit
16 x/menit 18 x/menit
Kepala
- Rambut Normal Nomal Normal

- Kulit Kepala Bersih Bersih Bersih

Normal Normal Normal


- Mata Pengihatan
Telinga
- Pendegaran Baik Baik Baik
- Kebersihan Baik Baik Baik
Mulut
- Kebersihan Baik Baik Baik
- Caries gigi Tidak ada Tidak ada Tidak ada

ANALISA DATA
NO. DATA MASALAH
1. DS: Disfungsi proses
Istri mengatakan suaminya keluarga
terlalu cuek dengan
kondisinya, istri hanya
mengurus anak dan rutinitas
rumah tangga seorang diri
DO:
Istri mengatakan terlihat lelah
mengurus anak

DS: Ketidaefektifan
Istri mengatakan bahwa hubungan
suaminya cuekdan tidak
perduli dengan keluarga (anak
dan istrinya)
DO:
Istri terlihat lesu dan sedih
serta jarang berkomunikasi
dengan suaminya

POHON MASALAH

Dx.Disfungsi
Dx.
proses
Ketidaefektifan
keluarga
hubungan

keluarga tidak
mampu menunjukan kurangnya
respek kepada komunikasi
kepada anggota antara suami
keluarga lain (Istri dan istri
dan anak)

DS: Istri mengatakan DS: Istri


suaminya terlalu cuek mengatakan bahwa
dengan kondisinya, istri suaminya cuekdan
hanya mengurus anak dan tidak perduli dengan
rutinitas rumah tangga keluarga (anak dan
seorang diri istrinya)

DO: Istri mengatakan DO: Istri terlihat


terlihat lelah mengurus lesu dan sedih
anak

Mempertahankan
Adaptasi dengan
Persiapan perubahan anggota
menjadi orang keluarga, peran, interaksi
tua hubungan seksual

Tahap perkembangan keluarga dengan kelahiran anak pertama

PRIORITAS DIAGNOSA
1. Disfungsi proses keluarga
2. Ketidakefektifan hubungan

INTERVENSI KEPERAWATAN
Data Diagnosa NOC NIC TTD
Keperawatan
Kode Diagnosis Kode Hasil Kode Hasil

-Keluarga 0006 Disfungsi 2602 Keluarga 7100 Keluarga


tidak 3 proses mampu mampu
mampu keluarga mengenal mengenal
melakukan masalah masalah :
peran dalam tentang Fungsi Peingkatan
proses tahap keluarga : Integritas
perkembang 260203 1. Mengatur Keluarga
an keluarga perilaku 1. Jadilah
-Adanya anggota pendengar
konflik keluarga. yag baik
keluarga 260211 2. Menciptakan bagi anggota
lingkungan keluarga.
dimana 2. Bina
anggota hubungan
keluarga saling
secara percaya
terbuka dapat dengan
mengungkap anggota
kan perasaan. keluarga.
260213 3. Melibatkan 3. Identifikasi
anggota tipe
keluarga mekanisme
dalam koping
pemecahan keluarga.
masalah. 4. Bantu
26025 4. Anggota keluarga
keluarga bisa dalam
melakukan mengatasi
peran yang konflik.
diharapkan. 5. Hargai
260218 5. Anggota privasi dari
keluarga bisa setiap
mengungkap individu
kan kesetiaan anggota
pada keluarga.
keluarga.
- Dukungan 0022 Ketidaefektif 2904 Keluarga 7150 Keluarga
komunikasi 3 an hubungan mampu mampu
klien dan mengenal mengenal
keluarga 290401 masalah masalah :
terbatas tentang Terapi
- Perubahan Kinerja Keluarga
peran Pengasuhan : 1. Tentukan
keluarga Bayi pola
- Adanya 290402 1. Menunjuka komunikasi
konflik hubungan dalam
keluarga saling keluarga.
mencintai. 2. Identifikasi
2. Memberikan bagaimana
aktivitas keluarga
perkembanga menyelesaik
n yang aman an masalah.
dan sesuai 3. Tentukan
290409 dengan usia. bagaimana
3. Memberikan keluarga
pengawasan membuat
yang tepat. keputusan.
4. Menggunaka 4. Bantu
290410 n sistem anggota
dukungan keluarga
sosial untuk berkomunik
membantu asi lebih
bayi. efektif.
5. Bantu
anggota
keluarga
untuk
merubah
bagimana
mereka
berhubunga
n dengan
anggota
keluarga
yang lain.

IMPLEMENTASI
DIAGNOSA TANGGAL IMPLEMENTASI EVALUASI PARAF
KE DAN FORMATIF
WAKTU
1 Rabu, 8 Mei Keluarga mampu S: keluarga
2019 mengenal masalah Tn.B mampu
08.00 WIB : Peingkatan menjadi
Integritas pendengar
Keluarga yang baik bagi
- Keluarga mampu anggota
Menjadi keluarganya
pendengar yag O: keluarga
baik bagi Tn.B tampak
anggota harmonis
keluarga.

Rabu, 8 Mei - Keluarga mampu S: keluarga


2019 membina Tn.B
08.10 WIB hubungan saling mengatakan
percaya dengan anggota
anggota keluarganya
keluarga. sudah saling
terbuka tentang
masalahnya
O: keluarga
Tn.B tampak
harmaonis
Rabu, 8 Mei - Keluarga mampu S: keluarga
2019 mengidentifikasi Tn.B
08.20 WIB tipe mekanisme mengtakan
koping keluarga mampu
menentukan
koping
keluarga untuk
memyelesaikan
masalah yang
ada
O: keluarga
Tn.B tampak
harmonis
Rabu, 8 Mei - Keluarga mampu S: keluarga
2019 membantu Tn.B
08.30 WIB keluarga dalam mengatakan
mengatasi anggota
konflik. keluarganya
sudah saling
membantu
O: keluarga
Tn.B tampak
harmonis
Rabu, 8 Mei - Keluarga mampu S: keluarga
2019 menghargai Tn.B
08.40 WIB privasi dari mengatakan
setiap individu setiap keluarga
anggota saling
keluarga. menghargai
setiap individu
O: kelurga
Tn.B tampak
harmonis
2 Rabu, 8 Mei - keluarga mampu S: keluarga
2019 mentukan pola Tn.B
08.50 WIB komunikasi mengatakan
dalam keluarga. keluarganya
baik dalam
berkomunikasi
O: keluarga
Tn.B tampak
harmonis
Rabu, 8 Mei - keluarga mampu S:keluarga
2019 mengidentifikasi Tn.B
08.50 WIB bagaimana mengatakan
keluarga mampu
menyelesaikan menyelesaikan
masalah. masalah
keluarganya
dengan baik
O: keluarga
Tn.B tampak
harmonis
Rabu, 8 Mei - keluarga mampu S: keluarga
2019 menentukan Tn.B
09.00 WIB bagaimana mengatakan
keluarga keluarganya
membuat mampu
keputusan. menentukan
keputusan
dalam
mengmbil
keputusan
O: Keluarga
Tn.B tampak
harmonis
Rabu, 8 Mei - keluarga S: keluarga
2019 mampu Tn.B
09.10 WIB membantu mengatakan
anggota mampu
keluarga berkomunikasi
berkomunikasi dengan baik
lebih efektif. O: Keluarga
Tn.B tampak
harmonis
Rabu, 8 Mei - Keluarga S: keluarga
2019 mampu Tn.B
09.30 WIB membantu mengatakan
anggota mampu
keluarga untuk berkomunikasi
merubah dengan baik
bagimana O: Keluarga
mereka Tn.B tampak
berhubungan harmonis
dengan anggota
keluarga yang
lain.

EVALUASI

DIAGNOSA TANGGAL DAN EVALUASI SUMATIF TTD


KE WAKTU
1 Rabu, 8 Mei 2019 S: Istri mengatakan suaminya
14.00 WIB sudah tidak terlalu cuek dengan
kondisinya, istri sekarang
mengurus anak dan rutinitas
rumah tangga secara bersama
dengan suami
O: Istri dan suami sudah terlihat
mau berkomunikasi dan bekerja
sama mengurus anak dan
rutinitas keluarganya
A: Masalah keperawatan
disfungsi keluarga belum
teratasi
P: lanjutkan intervensi
- tingkatkan koping
keluarga yang baik
- tingkatkan peran
masing-masing anggota
keluarga
2 Rabu, 8 Mei 2019 S: Istri mengatakan bahwa
14.00 WIB suaminya sudah tidak cuek dan
mulai perduli dengan keluarga
(anak dan istrinya)
O: Istri terlihat senang dengan
perubahan suaminya yang
sudah mau berkomunikasi
dengan baik
A: Masalah keperawatan
ketidakefektifan hubungan
belum teratasi
P: lanjutkan intervensi
- tingkatkan komunikasi
yang efektif dalam
keluarga
PENUTUP

A.KESIMPULAN

Secara umum pengertian dari child bearing adalah keluarga yang berada pada tahap
perkembangan ke II mulai dari kehamilan samapi berlanjut sampai anak pertama berusia 30 bulan.
Tahap kedua ini perkembangan orangtua adalah belajar untuk menerima pertumbuhan dan
perkembangan anak yang terjadi dalam masa usia bermain, khususnya orangtua yang bani memiliki
anak pertama membutuhkan bimbingan dan dukungan. Orangtua perlu memahami tugas-tugas
yang harus dikuasai oleh anak dan kebutuhan anak akan keselamatan, keterbatasan dan latihan
buang air (toilet traming). Mereka perlu memahami konsep kesiapan perkembangan, konsep
tentang "saat yang tepat untuk mengajar mereka". Pada saat yang sama pula orangtua perlu
bimbingan dalam memahami tugas-tugas yang harus mereka kuasai selama tahap ini.

B.Saran

Untuk mahasiswa diharapkan agar dapat melakukan asuhan keperawatan keluarga pada
keluarga baru mempunyai anak satu dengan baik dan benar. Dengan banyak membaca buku dan
memahaminya dengan baik dan benar, latihan-latihan, serta praktek kasus di lapangan.
ABSTRAK

ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA PADA TN. A DENGAN PERUBAHAN PERAN


PADA TAHAP PERKEMBANGAN KELUARGA ANAK PERTAMA (CHILD BEARING) DI
WILAYAH KERJA PUSKESMAS TANGGUL

Oleh:

Fredi Trismadana
1601021040
(PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN, FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER)
e-mail : fredygaul93@gmail.com

Latar Belakang : Tahap keluarga kelahiran anak pertama ini merupakan masa transisi peran
dari pasangan baru menjadi orang tua. Ketidaksiapan dalam menjalani peran sebagai orang tua
akan berdampak pada tumbuh kembang anak. Keterlambatan tumbuh kembang provinsi Jawa
Timur yaitu sebesar 35,8% yang disebabkan oleh rendahnya sosio-ekonomi masyarakat, kurang
baiknya orang tua dalam memberi asuhan, dan asupan makan yang diberikan kurang bergizi.
Tujuan : Memberikan Asuhan Keperawatan Keluarga pada klien dengan perubahan peran pada
tahap perkembangan keluarga anak pertama di Wilayah kerja Puskesmas Tanggul tahun 2019.
Metode yang digunakan dalam karya tulis ilmiah ini adalah wawancara dan observasi langsung
pada pasien dan keluarga pasien.
Kesimpulan yang dapat diambil dari karya tulis ilmiah ini adalah pada Diagnosa 1:
Ketidakseimbangan Nutrisi kurang dari kebutuhan evaluasi yang didapat An. S mengalami
peningkatan nafsu makan masalah teratasi intervensi dihentikan; Diagnosa 2: Ketidakefektifan
performa peran, didapatkan hasil evaluasi Ny. R mampu menyusun MP- ASI masalah teratasi
intervensi dihentikan; Diagnosa 3: Pemeliharaan Kesehatan didapatkan hasil evaluasi Ny. R
mampu menyusun MP ASI dengan benar masalah teratasi intervensi dihentikan.

Kata kunci: Tahap Keluarga Anak Pertama, Perawatan pada anak, Fungsi keluarga, Peran
Keluarga
ABSTRACK

NURSING FAMILY FOR MR. A WITH CHANGE OF ROLE IN THE FIRST STAGE
OF CHILD BEARING IN THE TANGGUL HEALTH CENTER WORKING AREA

By:

Fredi Trismadana
1601021040
(PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN, FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER)
e-mail : fredygaul93@gmail.com

Background: This stage of family birth of the first child is the transition period of the role of the
new partner to parenthood. Unpreparedness in carrying out the role as a parent will have an
impact on the child's growth and development. The delay in the growth of East Java province is
35.8% due to the low socio-economic level of the community, the lack of good parents in
providing care, and poor nutritional intake of food provided.
Objective: To provide family nursing care to clients with a change of role at the stage of family
development of the first child in the Tanggul Health Center working area in 2019.
The method used in scientific papers is interviews and direct observation of patients and
families of patients.
The conclusion that can be drawn from this scientific paper is on Diagnosis 1: Nutrition
imbalance is less than the evaluation needs obtained by An. S experienced an increase in
appetite the problem of overcoming the intervention was stopped; Diagnosis 2: The
ineffectiveness of role performance, the results of Ny's evaluation are obtained. R was able to
compile the ASI problem over the intervention was stopped; Diagnosis 3: Health Care results
obtained evaluation Ny. R is able to compile MP ASI correctly the problem is resolved the
intervention is stopped

Keywords: Stage of First Child Family, Child Care, Family Function, Family Role
PENDAHULUAN

Salah satu aspek yang paling penting dalam dunia kesehatan khususnya keperawatan adalah

keluarga. Proses Keperawatan adalah kegiatan yang dilakukan dalam memberikan asuhan

keperawatan pada individu, keluarga, kelompok atau masyarakat baik dalam keadaan sakit

maupun keadaan sehat (Undang - Undang Keperawatan, 2014). Menurut Departemen

Kesehatan RI (1988) Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat tempat pertama dalam

belajar memahami tentang kehidupan sosial (Zakaria, 2017).

Keluarga mempunyai tahap perkembangan yang didalamnya terdapat tugas perkembangan

(Zakaria, 2017). Menurut teori tahap perkembangan keluarga Duval dan miller (1985) dibagi

dalam delapan tahap perkembangan yaitu keluarga dengan pasangan baru (Bergaining

Family), keluarga dengan anak pertama dibawah 30 bulan (Child Bearing), keluarga dengan

anak pra sekolah (2-6 tahun), keluarga dengan anak usia sekolah (6-13 tahun), keluarga

dengan anak usia remaja (13–20 tahun), keluarga melepas anak usia dewasa muda, keluarga

dengan orang tua paruh baya, dan keluarga dengan usia lanjut dan pensiunan (Zakaria, 2017).

Tahap keluarga dengan kelahiran anak pertama (child bearing) adalah tahap perkembangan

keluarga yang dimulai ketika kelahiran anak pertama sampai anak berusia 30 bulan. Tahap

keluarga kelahiran anak pertama ini merupakan masa transisi peran dari pasangan baru

menjadi orang tua. Tugas perkembangan pada keluarga kelahiran anak pertama ini adalah

adaptasi terhadap perubahan anggota keluarga yakni pada perubahan peran, interaksi,

mempertahankan hubungan perkawinan yang memuaskan, kemampuan merawat bayi dan

pemilihan kontrasepsi (Zakaria, 2017). Kesiapan menjadi orang tua merupakan tolak ukur

untuk pertumbuhan dan perkembangan pada anak nya (Setyowati, Krisnatuti & Hastuti,

2017).
Pertumbuhan dan perkembangan anak dapat dipengaruhi oleh kesiapan perempuan sebelum

menikah yang akan menetukan siap atau tidaknya menjadi ibu (Tsania, Sunarti & Krisnatuti,

2015). Masalah kesehatan pada tahap perkembangan keluarga ini yang akan muncul yakni

kurang kemampuan dalam meberikan perawatan pada bayi, pengenalan dan penanganan

masalah fisik pada bayi (Zakaria, 2017).

Menurut hasil laporan riset kesehatan dasar pada tahun 2013 menunjukkan hasil bahwa untuk

skala nasional, prevalensi anak balita sekitar 37,2% anak Indonesia mengalami keterlambatan

tumbuh kembang, sedangkan untuk provinsi jawa timur yaitu sebesar 35,8% yang disebabkan

oleh rendahnya sosio-ekonomi masyarakat, kurang baiknya orang tua dalam memberi asuhan,

dan asupan makan yang diberikan kurang bergizi (Kemenkes RI, 2013).

Kesiapan untuk menjadi orang tua perlu dimiliki oleh perempuan sebagai ibu dan laki-laki

sebagai ayah. Perempuan yang menikah pada usia muda tidak mempunyai kemampuan yang

mencukupi dalam pemberian asuhan pada anak (Setyowati, Krisnatuti & Hastuti, 2017).

Menurut Kitano (2016) dalam penelitian Yuli (2017) tentang ketidaksiapan perempuan dalam

memberikan perawatan dan pola asuh pada anak karena rendahnya pengetahuan menjadi ibu,

terlalu muda menjadi ibu dan tidak memiliki pemahaman yang cukup dalam pemberian

makan pada anak (Setyowati, Krisnatuti & Hastuti, 2017).

Pada masa kelahiran anak pertama banyak penyesuaian yang harus dilakukan oleh ibu dan

juga ayah, baik penyesuaian terhadap perubahan secara fisik sosial, profesional, dan juga

ekonomi sehingga tidak sedikit ibu dan ayah mengalami stress (Setyowati, Krisnatuti &

Hastuti, 2017). Masalah psikososial pada ibu akan berdampak pada pola asuh tentang

pemberian kebutuhan makan, minum dan psikososial (Setyowati, Krisnatuti & Hastuti, 2017).
Pola asuh yang dimiliki oleh ibu akan mempengaruhi status gizi pada anak sehingga tidak

sedikit anak mengalami gangguan pada status gizi karena pola asuh dari orang tua belum

optimal (Dwi Pratiwi, et al, 2016). Status gizi merupakan salah satu faktor yang

mempengaruhi stunting pada bayi (Aridiyah Oky, et al, 2015). Oleh karena itu diperlukan

asuhan keperawatan pada keluarga agar keluarga dapat memberikan pengetahuan tentang

pertumbuhan dan perkembangan serta dapat memberikan perawatan pada anak sesuai dengan

kebutuhan berdasarkan kesehatan dalam tugas perkembangan keluarga

Metodologi

1. Metode yang digunakan dalam penyusunan karya tulis ini menggunakan pendekatan proses

keperawatan yang terdiri dari pengkajian, analisis data, diagnosis keperawatan, intervensi,

implementasi dan evaluasi keperawatan.

2. Tempat dan waktu Pelaksanaan Pengambilan kasus

Penelitian ini dilakukan di Puskesmas wilayah Tanggul kabupaten Jember dengan waktu

pelaksanaan dari tanggal 31 Desember 2018 sampai dengan 5 januari 2019.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Pengkajian

1. Status Sosial Ekonomi Keluarga

Berdasarkan pengkajian status ekonomi keluarga didapatkan bahwa Anggota keluarga

yang mencari nafkah yaitu suami/ Tn. A dengan penghasilan yang kategori cukup

menurut penulis. Tidak Ada Upaya lain dalam mencari pemasukkan keuangan.

Kesiapan keuangan/finansial yang didapat juga sebanding dengan pengeluaran. Tingkat


pendidikan yang dimiliki oleh ibu adalah SMK/sederajat, namun dalam pengetahuan

makanan pendamping ASI masih kurang.

Dengan status ekonomi yang kategori cukup ini seharusnya tidak mempengaruhi

stunting, namun pengetahuan yang kurang juga dapat mempengaruhi stunting. Sejalan

dengan penelitian Risani Rambu Podu Loya & Nuryanto (2017) mengatakan faktor

tidak langsung yang mempengaruhi stunting adalah keadaan sosio–ekonomi,

pengetahuan, pendidikan, ketersediaan pangan pelayanan kesehatan serta kekacauan

politik (Rambu Podu Loya Risani & Nuryanto, 2017). Pengetahuan dan status ekonomi

merupakan salah satu persiapan dalam pernikahan. Badgar (2005) & Brisbane (2010)

juga menyampaikan bahwa persiapan yang dimaksud adalah persiapan yang harus

dilakukan oleh perempuan yaitu kematangan emosi, kesiapan keuangan/finansial,

kesiapan fisik/fisiologis, kesiapan sosial, kemampuan untuk mengatur sumberdaya

keluarga/meanajemen dan kestabilan hubungan diantara pasangan (Setyowati,

Krisnatuti & Hastuty, 2017).

2. Riwayat dan Tahap Perkembangan Keluarga

Hasil pengkajian riwayat dan perkembangan keluarga Tn A adalah keluarga sedang

mengasuh anak (Child Bearing). Berdasarkan pengkajian tahap perkembangan ini

muncul masalah tugas tahap perkembangan yang belum mampu dilakukan oleh Ny. R

selaku istri dari Tn A sebagai ibu yakni transisi sebagai orang tua yang baru

mempunyai anak yang ditandai dengan belum mampu dalam menyusun makanan

pendamping ASI (MP-ASI) ketika penulis memberikan beberapa benda mainan yang

berbentuk bahan pokok makanan untuk disusun oleh Ny R.


Ny R juga dalam memberikan asupan makanan seadanya pada An. S sehingga An. S

mengalami penurunan nafsu makan yang berdampak pada berat badan An S yang

menunjukkan garis pita kuning pada kartu menuju sehat (KMS). Hal ini dianggap

sebuah hal yang biasa oleh Ny R karena dalam riwayat keluarga nya sering mengalami

hal serupa. Ny R juga belum mampu dalam menjelaskan tanda tanda masalah gizi pada

anak.

Ketika anak sakit, dan ada kegiatan posyandu justru tidak dibawa ke posyandu

ataupun dibawa ke Puskesmas terdekat. Berdasarkan pengkajian yang telah ditemukan

timbul masalah tugas perkembangan keluarga yang belum tercapai yaitu adaptasi

transisi menjadi orang tua dan belum maksimal nya merawat anak. Hal ini berbanding

lurus dengan teori bahwa masalah kesehatan pada tahap perkembangan keluarga ini

yang akan muncul yakni kurang kemampuan dalam memberikan perawatan pada bayi,

pengenalan dan penanganan masalah fisik pada bayi (Zakaria, 2017). Tugas

perkembangan pada keluarga kelahiran anak pertama ini adalah adaptasi terhadap

perubahan anggota keluarga yakni pada perubahan peran, interaksi, mempertahankan

hubungan perkawinan yang memuaskan, kemampuan merawat bayi dan pemilihan

kontrasepsi (Zakaria, 2017).

3. Struktur Peran

Berdasarkan pengkajian struktur peran pada keluarga Tn A mendapatkan hasil bahwa

Tn. A sebagai suami dari Ny. R yang mencari nafkah dan menjadi ayah dari An. S. Tn.

A belum mampu merawat anak sepenuhnya karena kerja diluar kota. Ny R sebagai istri

dari Tn. A dan sebagai ibu dari anak An. S. Ny. R masih belum mampu dan mengerti

dalam meningkatkan nafsu makan anak ditandai dengan memberikan makanan


seadanya. Ny R juga belum mampu dalam menyusun makanan pendamping ASI

ditandai dengan belum mampu menyusun MP-ASI ketika penulis memberikan

beberapa benda mainan yang berbentuk bahan pokok makanan untuk disusun sebagai

makanan pendamping ASI oleh Ny R. Ny R juga mengungkapkan agak kewalahan

untuk mengurusi anak sendiri dan masih bingung terhadap peran sebagai ibu An. S

sebagai anak pertama dari Tn. A dan Ny. R.

Kurangnya kesiapan Ny. R dalam beradaptasi pada peran baru mempengaruhi pada

tugas perkembangan keluarga dalam memberikan perawatan pada anak yang

ditunjukkan pada hasil KMS An. S yang menunjukkan pita kuning. Hal ini sejalan

dengan penelitian Tsania (2015) di Jawa Barat menyebutkan bahwa kesiapan

perempuan untuk menghadapi peran yang baru sebagai istri dan ibu memiliki hubungan

dengan perkembangan anak di usia balita (Setyowati, Krisnatuti & Hastuty, 2017).

Pola komunikasi merupakan salah satu hal penting dalam pembagian peran keluarga.

Berdasarkan pengkajian pola atau cara komunikasi keluarga yang dilakukan oleh

keluarga Tn. A yaitu dengan komunikasi terbuka dan secara langsung. Struktur

kekuatan keluarga terletak pada Tn. A sebagai suami ketika berada dirumah. Ny. R

menjadi pengganti struktur kekuatan keluarga jika Tn. A sedang bekerja di luar kota.

Dengan melihat hasil yang telah ditemukan di pengkajian penulis dapat menyimpulkan

bahwa Ny. R mempunyai dukungan baik dari pasangan. Dukungan yang baik dari

pasangan telah dijelaskan oleh Brisbane (2010) bahwa hal yang diperlukan oleh seorang

perempuan adalah adanya dukungan dari pasangan bagi perempuan untuk melewati

tahapan dalam keluarga dan komunikasi yang baik antar pasangan (Setyowati,

Krisnatuti & Hastuty, 2017).


4. Fungsi keluarga

Perilaku keluarga dalam melaksanakan fungsi perawatan kesehatan keluarga dapat

diidentifikasi melalui lima tugas keluarga yang dapat menggambarkan tiga ranah

perilaku, yaitu pengetahuan keluarga mengenal masalah perkembangan pada anak usia

dua tahun, sikap keluarga mengambil keputusan terkait perkembangan anak,

praktek/tindakan keluarga dalam merawat, memodifikasi lingkungan dan

memanfaatkan pelayanan kesehatan untuk mengoptimalkan perkembangan anak usia

dua tahun (Susyanti, Susan, 2014).

Hasil pengkajian yang dilakukan pada keluarga Tn. A didapatkan hasil bahwa pada

Pengetahuan dan persepsi keluarga tentang penyakit/masalah kesehatan keluarganya Ny

R mengatakan biasa saja walaupun anaknya berat badannya tidak naik karena di

anggota keluarga memang banyak yang berbadan kurus, tidak dapat menjawab tentang

makanan pendamping ASI dan tampak bingung ketika ditanya tentang makanan

pendamping ASI. Ny R juga mengatakan belum tahu cara meningkatkan nafsu makan

anak.

Persepsi yang disampaikan oleh Ny. R tentang berat badan anak yang tidak ada

kenaikan merupakan hal yang wajar bagi Ny. R menandakan bahwa pengetahuan

tentang kesehatan yang dimiliki oleh Ny. R sangat kurang dibandingkan dengan tingkat

pendidikan yang dimiliki oleh Ny R adalah Sekolah Menengah Atas/sederajat. Padahal

dalam hasil KMS An. S terdapat penyimpangan yakni hasil KMS yang menunjukkan

pada pita kuning. Jika persepsi ibu tidak sebanding dengan persepsi dari tenaga

kesehatan tentang KMS yang menunjukkan pita kuning pada anak nya akan dapat

berpengaruh pada tumbuh kembang si anak. Hasil penelitian Andayani, P. dan


Soetjiningsih (2001) mengungkapkan bahwa persepsi ibu dapat digunakan sebagai

deteksi dini untuk masalah penyimpangan perkembangan (Susyanti, Susan, 2014).

Hal tersebut menunjukkan bahwa tidak semua orang tua dengan pendidikan yang tinggi

mempunyai pengetahuan kesehatan yang luas. Berbanding terbalik pada hasil penelitian

Ertem, G. A. et al (2007) di Turki yang menyatakan bahwa anak dengan orangtua

berpendidikan rendah berisiko alami keterlambatan perkembangan. Padahal Ny. R

mempunyai pendidikan tinggi namun kurang dalam pengetahuan kesehatan. Tingkat

pendidikan yang dimiliki oleh keluarga tidak dapat menjadi tolak ukur baik buruk nya

pengetahuan keluarga.

Pada pengkajian Kemampuan keluarga dalam mengambil keputusan tindakan kesehatan

yang tepat didapatkan hasil bahwa Ny R hanya membiarkan saja ketika tahu bahwa

berat badan anaknya tidak naik dan ketika anak sakit pada saat ada kegiatan posyandu

justru tidak dibawa ke posyandu ataupun dibawa ke Puskesmas terdekat.

Ketidaksanggupan keluarga dalam mengambil keputusan juga sejalan dengan

pengetahuan kesehatan yang belum terpenuhi. Friedman, M.M., Bowden, V.R., dan

Jones, E.G., (2003) mengungkapkan bahwa ketidaksanggupan keluarga dalam

mengambil keputusan disebabkan karena kurang memahami sifat, berat dan luasnya

masalah yang timbul bila anak tidak mampu mencapai perkembangan yang optimal

(Susyanti, Susan, 2014).

Pada pengkajian kemampuan keluarga merawat anggota keluarga yang sakit didapatkan

hasil bahwa Ny R belum bisa meningkatkan nafsu makan anak nya ditandai dengan

memberikan makanan seadanya pada anak. Pengalaman baru Ny. R sebagai ibu dan
kurang sosialisasi tentang penyusunan makanan pendamping ASI atau pemberian gizi

pada anak menunjukkan belum mempunyai pengetahuan yang cukup dalam

merangsang atau memodifikasi makanan untuk anak. Hal ini sejalan dengan penelitian

Kitano (2016) yang menyebutkan bahwa ketidaksiapan perempuan berhubungan

signifikan dengan pengalaman baru sebagai seorang ibu yang rendah pengetahuan,

terlalu muda dan tidak memiliki pemahaman yang cukup terkait pemberian makan dan

perkembangan anak (Setyowati, Krisnatuti & Hastuty, 2017). Sulistijani (2001) juga

mengungkapkan bahwa seiring dengan pertambahan usia anak maka ragam makanan

yang diberikan harus bergizi lengkap dan seimbang sehingga penting untuk menunjang

pertumbuhan dan perkembangan anak (Dwi Pratiwi, Masrul & Yerizel, 2016).

Pada pengkajian kemampuan keluarga dalam memelihara lingkungan rumah yang sehat

didapatkan hasil yaitu lingkungan rumah keluarga T.n A sudah tampak bersih, peralatan

benda yang membahayakan ditaruh sesuai tempatnya hanya atap rumah belum

dibersihkan. Sumber yang dimiliki oleh keluarga dapat dikatakan cukup sehingga dapat

menciptakan lingkungan yang mendukung. Menurut Susan (2014) Ketidakmampuan

keluarga dalam memodifikasi lingkungan dapat disebabkan karena terbatasnya sumber

yang dimiliki oleh keluarga yang berperan dalam menciptakan lingkungan yang

mendukung perkembangan anak ke arah yang positif (Susyanti, Susan, 2014).

Pada pengkajian kemampuan keluarga menggunakan fasilitas kesehatan di masyarakat

didapatkan hasil bahwa ketika anak sakit dan ada kegiatan posyandu justru tidak dibawa

ke posyandu ataupun dibawa ke Puskesmas terdekat dan masih meggunakan metode

lainnya seperti ketika panas memakai daun sirih yang dihaluskan dan diletakkan diatas

kepala atau dahi. Jika sakit anak tambah parah maka dibawa ke Puskesmas atau Rumah
sakit terdekat. Hal tersebut menunjukkan bahwa kurang paham nya Ny. R dalam

memanfaatkan pelayanan kesehatan. Sejalan dengan penelitian ini Susan Susyanti

(2014) mengatakan bahwa fungsi keluarga dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan

dapat terhambat jika keluarga tidak tahu atau tidak sadar akan keberadaan fasilitas

kesehatan serta tidak paham keuntungan fasilitas kesehatan (Susyanti, Susan, 2014).

5. Pemeriksaan Fisik

Dari Hasil pengkajian fisik pada keluarga Tn A yang terdiri dari Tn A sebagai kepala

keluarga dari pengkajian kepala, Rambut, mata, hidung dan leher dalam batas normal,

Tanda tanda vital dalam batas normal, dan Berat Badan: 73 Kg Tinggi Badan: 174 cm.

Pada pengkajian Paru dan Jantung juga dalam batas normal. Dalam pengkajian Perut

tidak ditemukan hasil yang abnormal. Pada ekstremitas atas dan bawah juga tidak

ditemukan hasil yang abnormal.

Dari Hasil pengkajian fisik pada Ny. R sebagai istri dari pengkajian kepala, Rambut,

mata, hidung dan leher dalam batas normal, Tanda tanda vital dalam batas normal, dan

Berat Badan: 73 Kg Tinggi Badan: 174 cm. Pada pengkajian Paru dan Jantung juga

dalam batas normal. Dalam pengkajian Perut tidak ditemukan hasil yang abnormal.

Pada ekstremitas atas dan bawah juga tidak ditemukan hasil yang abnormal.

Dalam hal ini Ny. R kondisi fisik beserta juga kesehatan mentalnya tidak ada data yang

menyimpang. Penelitian yang dilakukan oleh Black et al (2016) menyebutkan bahwa

seorang ibu yang melahirkan anak pertama kali akan berisiko lebih tinggi lima persen

kalinya menjadi obesitas, tujuh persen kali lebih tinggi meningkatkan tekanan darah

dan
tiga persen kali lebih rendah kondisi fisik dan juga kesehatan mentalnya (Setyowati,

Krisnatuti & Hastuty, 2017).

Dalam pemeriksaan fisik An. S secara head to toe tidak ada yang menyimpang atau

dalam batas normal. Namun An. S mengalami penurunan nafsu makan. Nafsu makan

yang menurun berdampak pada berat badan nya. Berat badan yang tidak ada kenaikan

dalam kurun waktu 2 bulan ditunjukkan terdapat pada titik pita kuning di grafik Kartu

Menuju Sehat (KMS) karena berat badan 8 Kg yang seharusnya berat badan normal

pada anak usia 18 bulan yaitu 11,2 Kg dalam rumus berat badan ideal. Sejalan dengan

penelitian Tiwari, Ausman dan Agho (2011) Nafsu makan yang kurang berdampak

pada asupan energi yang tidak memadai akan berdampak pada kenaikan berat badan

balita dan pertumbuhan linear yang terganggu sehingga akan mengalami stunting

(Rambu Podu Loya Risani & Nuryanto, 2017).

6. Stres dan koping keluarga

Berdasarkan pengkajian terhadap Stressor, keluarga mengatakan tidak ada stressor

jangka pendek, stressor jangka panjang adalah masalah Ekonomi di keluarga. Adapun

Respon keluarga terhadap stressor yaitu bekerja untuk menutup pengeluaran dengan

strategi koping dengan bertanya solusi kepada keluarga atau mertua nya. Tidak ada

Strategi adaptasi disfungsional keluarga menunjukkan Ny. R mempunyai kematangan

emosi yang baik terlihat dari strategi koping yang baik. Setyowati, Krisnatuty &

Hastuty (2017) mengatakan kematangan emosi yang perlu dimiliki perempuan adalah

mampu menahan emosi dalam keadaan tertekan dan tanggung jawab tanpa

mengharapkan imbalan (Setyowati, Krisnatuti & Hastuty, 2017)


Menurut penulis Ny. R mempunyai manajemen stress yang baik dalam mengasuh

anaknya. Tidak sejalan dengan penelitian Setyowati, Krisnatuti dan Hastuty (2017)

yang menyebutkan kelahiran anak pertama membuat ibu merasakan kebahagiaan yang

tinggi namun tidak bersamaan dengan manajemen stress yang dialaminya (Setyowati,

Krisnatuti & Hastuty, 2017). Penyebabnya adalah ibu belum mampu mengontrol emosi

saat mengasuh anak dan tidak memiliki waktu untuk dapat melakukan olahraga

(Setyowati, Krisnatuti & Hastuty, 2017).

B. Diagnosis Keperawatan

Berdasarkan analisis data yang telah dilakukan pada keluarga Tn. A ditemukan

beberapa diagnosis diantaranya adalah:

1. Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang dari Kebutuhan Tubuh pada An S

berhubungan dengan keengganan makan

2. Ketidakefetifan Performa Peran berhubungan dengan kurang sosialisai peran

3. Ketidakefetifan Pemeliharaan Kesehatan berhubungan dengan kurang terpapar

informasi

Masalah keperawatan ketidakseimbangan nutrisi muncul dalam keluarga yang sedang

mengasuh anak batita. Masalah keperawatan tersebut didukung oleh penelitian asuhan

keperawatan dari Riyanti (2013) yang menyebutkan bahwa masalah pada keluarga yang

sedang mengasuh anak salah satu nya adalah ketidakseimbangan nutrisi kurang dari

kebutuhan tubuh (Herlita, Riyantina, 2013).

Keluarga yang baru mempunyai anak akan memunculkan peran baru dalam keluarga,

baik dari awalnya menjadi suami istri kemudian menjadi bapak dan ibu. Ketidaksiapan
perempuan dalam menghadapi peran baru sebagai ibu dapat memunculkan masalah

transisi peran. Transisi peran pada ibu yang baru mempunyai anak juga disampaikan

oleh Sri Utami (2017 ) pada penelitian asuhan keperawatan yang menjelaskan salah

satu diagnosis keperawatan pada keluarga yang sedang mengasuh anak ( Child Bearing)

tersebut adalah kesiapan meningkatkan menjadi orang tua (Utami, Sri, 2017).

Penulis melakukan skoring untuk memilih diagnosis keperawatan prioritas Diagnosis

pertama yang dilakukan skoring yaitu ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan

tubuh. Pada sifat masalah penulis menganggap masalah tersebut adalah aktual karena

masalah gizi sudah terjadi dan keluarga mengetahui An. S mengalami penurunan nafsu

makan. Kemungkinan masalah dapat dicegah dengan mudah melihat Ny. R

mempunyai pendidikan tamatan SMK, ekonomi yang cukup dan pengetahuan yang

sedikit tentang masalah gizi pada anak. Potensial masalah dapat diubah adalah tinggi

dengan melihat masalah yang baru muncul sekitar satu minggu yang lalu. Menonjolnya

masalah dengan melihat KMS An. S berada pada pita kuning, sehingga perlu ditangani.

Dari skoring diatas jumlah skoring pada diagnosa ketidakseimbangan nutrisi kurang dari

kebutuhan tubuh adalah 5.

Sejalan dengan penelitian asuhan keperawatan keluarga dari Riyanti (2013) yang

menyebutkan bahwa masalah keperawatan ketidakseimbangan nutrisi kurang dari

kebutuhan tubuh pada keluarga yang sedang mengasuh anak merupakan masalah

prioritas pada asuhan keperawatan (Herlita, Riyantina, 2013).

Diagnosis keperawatan selanjutnya adalah ketidakefetifan performa peran. Pada sifat

masalah penulis menilai masalah bersifat aktual karena keluarga mengetahui An S


mengalami penurunan nafsu makan. Kemungkinan masalah dapat dicegah dengan

mudah dengan melihat Ny R mempunyai pendidikan tamatan SMK, ekonomi yang

cukup dan pengetahuan yang sedikit tentang peran sebagai ibu. Potensial Masalah dapat

diubah adalah tinggi karena masalah baru muncul sekitar satu minggu yang lalu.

Menonjolnya masalah dimulai dari keluarga menyadari adanya masalah, sehingga perlu

ditangani dengan segera. Dari skoring diatas jumlah skoring pada diagnosa

ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh adalah 5.

Berbeda dengan Sri Utami (2017) pada penelitian asuhan keperawatan keluarga yang

memilih diagnosis keperawatan kesiapan meningkatkan menjadi orang tua menjadi

prioritas kedua (Utami, Sri, 2017).

Diagnosis keperawatan yang terakhir yakni ketidakefetifan pemeliharaan kesehatan.

Skoring dimulai dengan melihat sifat masalah pada keluarga yang menurut penulis

adalah aktual karena masalah sudah terjadi dan keluarga mengetahui An S mengalami

penurunan nafsu makan. Kemungkinan masalah dapat dicegah dengan mudah melihat

Ny R mempunyai pendidikan tamatan SMK, ekonomi yang cukup dan pengetahuan

yang sedikit tentang makanan pendamping ASI. Potensial masalah dapat dicegah

dengan tinggi karena masalah baru muncul sekitar satu minggu yang lalu. Menonjolnya

masalah dengan melihat keluarga menyadari ada masalah sehingga masalah perlu

segera ditangani. Dari skoring diatas jumlah skoring pada diagnosa ketidakseimbangan

nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh adalah 5.


C. Perencanaan

Pada masalah keperawatan ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, Ny

R menyampaikan bahwa kurang pengetahuan tentang makanan pendamping ASI

sehingga penulis mengupayakan health education sebagai perencanaan untuk masalah

kesehatan pada keluarga. Penulis berharap dengan metode pendidikan kesehatan ini

pengetahuan Ny. R akan bertambah sehingga dapat berpengaruh pada perilaku dalam

pemberian makanan pendamping ASI.

Sebanding dengan hasil survei pendahuluan yang dilakukan di Puskesmas Bangetayu

(2012), menunjukkan kenyataan bahwa tidak ada ibu yang mempunyai pengetahuan

baik mengenai MP-ASI sehingga promosi mengenai pemberian MP-ASI yang benar

pada ibu bayi usia 6 – 24 bulan perlu dilakukan guna mendukung pemberian MP-ASI

pada anak (Hapsari, Margawati & Nugraheni, 2016). Hapsari, Margawati & Nugraheni

(2016) juga menyampaikan bahwa Ibu yang memiliki pengetahuan dan pengalaman

yang kurang mengenai MP-ASI akan merasa kurang yakin bahwa dengan pemberian

MP-ASI tidak akan mencukupi kebutuhan bayi (Hapsari, Margawati & Nugraheni,

2016).

Perencanaan intervensi pada masalah keperawatan ketidakefetifan peran menjadi orang

tua yang akan diberikan oleh penulis adalah sosialisasi peran menjadi orang tua.

Penjelasan tentang peran menjadi orang tua, penjelasan tentang tumbuh kembang pada

anak dan masalah gizi anak merupakan intervensi yang akan diberikan pada keluarga.

Peningkatan pengetahuan diharapkan dapat mengubah perilaku dan keterampilannya

dalam menjalani peran orang tua. Hapsari, Margawati & Nugraheni (2016)
menyebutkan perubahan perilaku didasari dengan adanya perubahan atau peningkatan

pengetahuan, sikap, atau ketrampilannya (Hapsari, Margawati & Nugraheni, 2016).

Pada masalah keperawatan terakhir yaitu ketiadefetifan pemeliharaan kesehatan.

Intervensi yang akan diberikan yakni penjelasan tentang masalah gizi pada anak dan

pemberian makanan pendamping ASI. Sehingga penulis mengupayakan intervensi

dengan memberikan pendidikan MP-ASI dengan menggunakan modul MP-ASI melalui

metode ceramah, diskusi dan demonstrasi. Karena menurut penelitian Hapsari,

Margawati & Nugraheni (2016) menggunakan pendidikan gizi dengan modul MP-ASI

berperan meningkatkan perilaku ibu mengenai pemberian MP-ASI (Hapsari, Margawati

& Nugraheni, 2016).

D. Pelaksanaan

Pada hari pertama implementasi untuk diagnosis keperawatan ketidakseimbangan

nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, penulis mengobservasi status gizi daan pola makan

anak, pengetahuan tentang masalah gizi anak, melakukan metode penyusunan makanan

pendamping ASI dan memberikan materi tentang piramida makanan. Penulis

beranggapan bahwa dengan pengetahuan keluarga dapat meningkatkan kemauan dalam

memberikan makanan pendamping ASI dengan benar. Karena menurut penelitian

Hapsari, Margawati & Nugraheni (2016) menggunakan pendidikan gizi dengan modul

MP-ASI berperan meningkatkan perilaku ibu mengenai pemberian MP-ASI (Hapsari,

Margawati & Nugraheni, 2016).

Pada hari pertama implementasi untuk diagnosis keperawatan ketidakefetifan performa

peran, penulis mengobservasi pengetahuan dalam memberikan perawatan pada anak,


pengetahuan tumbuh kembang anak, melakukan penyusunan makanan pendamping

ASI, dan menganjurkan melihat orang tua lain dalam berinteraksi dengan anak nya.

Penulis beranggapan bahwa dengan pemberian materi pengetahuan tentang peran

sebagai ibu dalam merawat anak dapat meningkatkan kemampuan sebagai ibu yang

baru dalam menjalani transisi peran. . Hapsari, Margawati & Nugraheni (2016)

menyebutkan perubahan perilaku didasari dengan adanya perubahan atau peningkatan

pengetahuan, sikap, atau ketrampilannya (Hapsari, Margawati & Nugraheni, 2016).

Pada hari pertama implementasi untuk diagnosis keperawatan ketidakefektifan

pemeliharaan kesehatan, penulis mengobservasi pengetahuan masalah gizi pada anak,

adanya perbedaan pandangan keluarga terhadap situasi yang dialami oleh klien dengan

pandangan dari tenaga kesehatan, melakukan penyusunan MP ASI dan materi tentang

masalah gizi pada anak. Penulis beranggapan bahwa dengan pengetahuan yang telah

diberikan akan meningkatkan kemampuan dalam mengenali tanda – tanda masalah gizi

pada anak sehingga dapat mencegah dan mengatasi masalah gizi pada anak. Sehingga

penulis mengupayakan intervensi dengan memberikan pendidikan MP-ASI dengan

menggunakan modul MP-ASI melalui metode ceramah, diskusi dan demonstrasi.

Karena menurut penelitian Hapsari, Margawati & Nugraheni (2016) menggunakan

pendidikan gizi dengan modul MP-ASI berperan meningkatkan perilaku ibu mengenai

pemberian MP-ASI (Hapsari, Margawati & Nugraheni, 2016)

Pada hari kedua implementasi untuk diagnosis keperawatan ketidakseimbangan nutrisi

kurang dari kebutuhan tubuh, penulis mengobservasi ulang status gizi daan pola makan

anak, Mengintruksikan orang tua untuk menghindari memaksa memberi makan karena

adanya penurunan nafsu makan, Mengintruksikan orang tua untuk melanjutkan


penggunaan sendok dan makan sendiri, Mengintruksikan orang tua untuk menawarkan

makanan dalam porsi kecil dan sering, Menyusun MP ASI dengan orang tua. Dari

evaluasi hari kedua ada intervensi yang harus dilanjutkan pada kunjungan ke depan

karena masalah belum teratasi.

Pada hari kedua implementasi untuk diagnosis keperawatan ketidakefetifan performa

peran, penulis mengobservasi ulang pengetahuan dalam memberikan perawatan pada

anak, pengetahuan tumbuh kembang anak, melakukan penyusunan makanan

pendamping ASI, dan menganjurkan melihat orang tua lain dalam berinteraksi dengan

anak nya. Penulis beranggapan bahwa dari hasil evaluasi masalah telah teratasi pada

hari kedua implementasi yang telah dilakukan, sehingga menghentikan intervensi pada

kunjungan depan.

Pada hari kedua implementasi untuk diagnosis keperawatan ketidakefektifan

pemeliharaan kesehatan, penulis mengobservasi pengetahuan masalah gizi pada anak,

adanya perbedaan pandangan keluarga terhadap situasi yang dialami oleh klien dengan

pandangan dari tenaga kesehatan, melakukan penyusunan MP ASI dan materi tentang

masalah gizi pada anak. Penulis beranggapan bahwa dari hasil evaluasi masalah telah

teratasi pada hari kedua implementasi yang telah dilakukan, sehingga menghentikan

intervensi pada kunjungan depan.

Pada hari ketiga implementasi untuk diagnosis keperawatan ketidakseimbangan nutrisi

kurang dari kebutuhan tubuh, penulis mengobservasi ulang status gizi daan pola makan

anak, Mengintruksikan orang tua untuk menghindari memaksa memberi makan karena

adanya penurunan nafsu makan, Mengintruksikan orang tua untuk melanjutkan


penggunaan sendok dan makan sendiri, Mengintruksikan orang tua untuk menawarkan

makanan dalam porsi kecil dan sering, Menyusun MP ASI dengan orang tua. Penulis

beranggapan bahwa dari hasil evaluasi masalah telah teratasi pada hari ketiga

implementasi yang telah dilakukan, sehingga menghentikan intervensi pada kunjungan

depan.

E. Evaluasi

Pada diagnosis keperawatan ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

evaluasi hari pertama didapatkan bahwa Ny R masih belum mampu menyusun MP ASI,

masih belum mampu menjelaskan piramida makanan, Berat Badan An S sebesar 8 Kg,

dan KMS An S berada di pita kuning. Evaluasi hari kedua didapatkan bahwa Ny R

memulai menyusun MP ASI dengan dampingan, memulai menjelaskan piramida

makanan dengan dampingan penulis, Berat Badan An S mengalami peningkatan

sebesar 8,1 Kg, dan KMS An S berada di pita kuning. Evaluasi hari ketiga didapatkan

bahwa Ny R mampu menyusun MP ASI dengan mandiri, mampu menjelaskan piramida

makanan, Berat Badan An S sebesar 8,2 Kg, dan KMS An S berada di pita kuning.

Pada diagnosis keperawatan selanjutnya evaluasi hari pertama didapatkan bahwa Ny R

belum mampu menjelaskan tentang peran sebagai ibu, belum mampu menyusun menu

MP ASI, belum mampu menjelaskan tentang keterampilan motorik dan sensorik yang

harus ada sesuai tumbuh kembang anak dan KMS An S berada pada pita kuning.

Evaluasi hari kedua didapatkan bahwa Ny R dapat menjelaskan tentang peran sebagai

ibu, menyusun menu MP ASI dengan dibantu oleh perawat Ny R menjelaskan tentang

keterampilan motorik dan sensorik yang harus ada sesuai tumbuh kembang anak dan

KMS An S berada pada pita kuning.


Pada diagnosis keperawatan ketiga juga didapatkan peningkatan kemampuan

mengenali masalah gizi pada anak dan penyusunan dalam memberikan makanan

pendamping ASI. Evaluasi pada hari pertama didapatkan bahwa Ny R menerima

penjelasan dengan baik, belum mampu menjelaskan masalah gizi pada anak, belum

mampu menyusun MP ASI dan KMS An S berada pada pita kuning. Evaluasi pada hari

kedua Ny R menerima penjelasan dengan baik, mulai mampu menjelaskan masalah gizi

pada anak, mampu menyusun MP ASI dengan dampingan penulis dan KMS An S

berada pada pita kuning.

Intervensi yang diberikan oleh penulis selama 3x kunjungan sesuai dengan tujuan pada

rencana asuhan keperawatan. Ny. R yang memiliki tingkat pendidikan SMK membantu

memudahkan penulis menyampaikan dan melakukan intervensi sehingga dapat

dipahami dengan jelas dan juga adanya pengaruh dari luar intervensi yang dilakukan

oleh Ny. R dengan menggunakan media elektronik untuk menambah pemahaman

tentang MP-ASI. Berbeda pada penelitian Hapsari, Margawati & Nugraheni (2016)

yang pernah melakukan penelitian tentang rentang waktu pelatihan modul MP-ASI

menyebutkan bahwa beberapa ibu mulai ada peningkatan pengetahuan dan perilaku ibu

mengenai pemberian MP-ASI dibutuhkan waktu sekitar 2 minggu sampai 1 bulan

(Hapsari, Margawati & Nugraheni, 2016). Namun, penelitian tersebut menggunakan

metode belajar kelompok yang tidak dideskripsikan tingkat pendidikan ibu dan sumber

daya yang dimiliki.


Kesimpulan

Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan maka dapat disimpulkan:

1. Hasil pengkajian didapatkan bahwa keluarga Tn. A khususnya Ny. R mengalami transisi

peran menjadi orang tua, pengetahuan yang kurang tentang makanan pendamping ASI

dan belum optimal dalam melaksanakan fungsi perawatan kesehatan keluarga pada

anggota keluarga yaitu pada An. S yang mengalami penurunan nafsu makan sehingga

An. S tidak mengalami kenaikan berat badan selama 2 bulan terakhir dan menunjukkan

pita kuning pada KMS.

2. Diagnosis Keperawatan yang ditemukan yakni Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari

kebutuhan tubuh pada An S berhubungan dengan keengganan makan, Ketidakefetifan

performa peran berhubungan dengan sosialisasi peran, dan Ketidakefektifan

pemeliharaan kesehatan berhubungan dengan kurang terpapar informasi.

3. Intervensi Keperawatan yang dilakukan yaitu dengan pemberian pendidikan kesehatan

tentang peran menjadi orang tua dan pemberian pendidikan kesehatan tentang

penyusunan makanan pendamping ASI. Pemberian pendidikan kesehatan dapat

meningkatkan pengetahuan sehingga dapat merubah perilaku dalam pemberian makanan

pendamping ASI.

4. Implementasi Keperawatan yang dilakukan yaitu dengan membina hubungan saling

percaya antar penulis sehingga keluarga akan kooperatif melakukan diskusi yang

nantinya akan mempermudah pemberian health promotion. Health promotion akan

tersampaikan dengan baik melalui membina hubungan saling percaya dengan keluarga.

5. Evaluasi Keperawatan dari ketiga masalah keperawatan yang dilakukan pada tanggal 16

sampai dengan 18 Januari 2019 didapatkan hasil bahwa terdapat peningkatan


pengetahuan, keinginan dan kemampuan keluarga dalam menjalani peran sebagai orang

tua, peningkatan pengetahuan dan kemampuan dalam pemberian makanan pendamping

ASI dan peningkatan kemampuan dalam melaksanakan fungsi perawatan keluarga.

Saran

Berdasarkan kesimpulan yang diuraikan diatas, disarankan:

1. Perawat

Dalam pengkajian asuhan keperawatan keluarga dapat difokuskan pada lima fungsi

perawatan keluarga dan intervensi juga seharusnya diberikan dan difokuskan pada lima

fungsi perawatan keluarga.

2. Puskesmas

Dalam kegiatan posyandu, bidan beserta kader posyandu melakukan penyuluhan tentang

makanan pendamping ASI pada ibu khususnya pada ibu yang baru mempunyai anak

untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan pemberian MP-ASI.

3. Dinas Kesehatan

Memfokuskan pemberian fasilitas sarana dan prasarana program promotif untuk

mengurangi atau menghambat angka – angka kekurangan gizi terutama pada anak.

4. Peneliti Selanjutnya

Peneliti selanjutnya dapat melakukan penelitian mengenai pengaruh status pendidikan

keluarga terhadap pengetahuan dalam pemberian makanan pendamping ASI.


Daftar Pustaka

Adriani, M. W. (2014). Peranan Gizi Dalam Siklus Kehidupan. Jakarta: Kencana Prenada Media
Group.

Ali, Z. (2006). Pengantar Keperawatan Keluarga. Jakarta: EGC.

Aridiyah Oky, et al. (2015). Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Stunting pada Anak
Balita di Wilayah Pedesaan dan Perkotaan. E-Jurnal Pustaka Kesehatan, Vol.3 no.1 , 164-
168.

Cahyani, Furqon & Rahayudi. (2018). Identifikasi Penyimpangan Tumbuh Kembang Anak
dengan Algoritme Backpropagation. Jurnal Pengembangan teknologi informasi dan Ilmu
komputer , 1789 - 1790.

Cristiari, Syamlan & Kusuma. (2013). Hubungan Pengetahuan Ibu tentang Stimulasi Dini
dengan Perkembangan Motorik pada Anak Usia 6-24 Bulan di Kecamatan Mayang
Kabupaten Jember. Jurnal Kesehatan Vol. 1 , 20-22.

Direktorat Pembinaan Kursus dan Pelatihan. (2015). Bahan Ajar Kursus dan Pelatihan Baby
Sitter Merawat Bayi Sitter Yunior. Jakarta: Kementrian Pendidikan dan Budaya.

Dwi Pratiwi, Masrul & Yerizel. (2016). Hubungan Pola Asuh Ibu dengan Status Gizi Balita di
Wilayah Kerja Puskesmas Belimbing Kota Padang. Jurnal FK Uiversitas Andalas , 663-
664.

Fatma Putri Sekaring Tyas et al. (2017). Tugas Perkembangan Keluarga dan Kepuasan
Pernikahan Pada Pasangan Menikah Usia Muda. Jurnal Ilmu Keluarga dan Konsumen ,
84-87.

Hapsari, Margawati & Nugraheni. (2016). Peran modul mp-asi dalam perilaku pemberian mp-
asi pada ibu anak bawah dua tahun (baduta). Jurnal Gizi Indonesia , 27-31.

Herlita, Riyantina. (2013). Asuhan Keperawatan Keluarga Bapak S dengan Masalah


Ketidakseimbangan Nutrisi : Kurang dari Kebutuhan Tubuh pada Anak Balita di Rw 07
Kelurahan Cisalak Pasar, Kecamatan Cimanggis, Kota Depok. Karya Tulis Ilmiah Ners .

Kemenkes RI. (2013). Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar Indonesia tahun 2013. Jakarta:
Kemenkes RI.

Kementrian Kesehatan RI. (2016). Buku Pedoman Stimulasi, Deteksi dan Intervensi Dini
Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: Kemenkes RI.
Nikmatur Rohmah. (2017). Dokumentasi Proses Keperawatan Pendekatan KKNI, Nanda, dan
SDKI. Jember: Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Jember.

Padila. (2012). Buku Ajar Keperawatan Keluarga. Yogyakarta: Nuha

Medika. Puspitawati, H. (2013). Pengantar Studi Keluarga. Bogor: IPB

Press.

Rambu Podu Loya Risani & Nuryanto. (2017). Pola Asuh Pemberian Makan Pada Balita
Stunting Usia 6-12 Bulan Di Kabupaten Sumba Tengah Nusa Tenggara Timur. Journal
Of Nutrition College , 83-95.

Rohmah, N. (2017). Dokumentasi Proses Keperawatan. Jember: Fakultas Ilmu Kesehatan


Universitas Muhammadiyah Jember.

Setyowati, Krisnatuti & Hastuty. (2017). Pengaruh Kesiapan Menjadi Orang Tua dan Pola
Asuh Psikososial Terhadap Perkembangan Sosial Anak. Jurnal Ilmu Keluarga dan
Konsumen , 95-106.

Susyanti, Susan. (2014). Hubungan Pelaksanaan Fungsi Perawatan Kesehatan Keluarga


dengan Perkembangan Anak Usia di Bawah Dua Tahun (Baduta) di Wilayah Kerja
Puskesmas Sukakarya Kabupaten Garut. Hubungan Fungsi Perawatan Keluarga
dengan Pekembangan Anak , 3-10.

Tsania, Sunarti & Krisnatuti. (2015). Karakteristik Keluarga, Kesiapan Menikah Istri dan
Perkembangan Anak usia 3-5 Tahun. Jurnal Ilmu Keluarga dan Konsumen , 28-37.

Undang - Undang Keperawatan. (2014). Undang - Undang Keperawatan NOMOR 38 tahun


2014 Tentang Keperawatan. Jakarta: Undang- Undang Keperawatan.

Utami, Sri. (2017). Asuhan Keperawatan Keluarga Pada Tahap Perkembangan Child Bearing
dengan Kurang Pengetahuan tentang Pemilihan Alat Kontrasepsi di Desa Sidayu
Kecamatan Gombong. Karya Tulis Ilmiah .

Zakaria, A. (2017). Asuhan Keperawatan Keluarga Pendekatan Teori dan Konsep.


Purwokerto: CV IRDH.
DAFTAR PUSTAKA

Ali. 2006. Pengantar keperawatan keluarga. Jakarta. EGC.

Mubarak, Wahit Iqbal, dkk 2011. Ilmu Keperawatan Komunitas Konsep dan Aplikasi. Jakarta:
Salemba Medika

Setiadi. 2008. Konsep dan proses keperawatan keluarga Setiawati, Satun, dkk. 2008. Penutun
Praktis Asuhan Keperawatan Keluaraga. Jakarta: Trans Info Media

https://www.academia.edu/8090372/
LAPORAN_PENDAHULUAN_PADA_KELUARGA_DENGAN_MENANTI_KELAHIRAN
(diakses pada tanggal 30 April 2019)

Anda mungkin juga menyukai