NIM : 22074016
JAWABAN
1. Agama samawi (wahyu) dan agama ardhi (budaya):
-Agama samawi
Pengertian agama samawi adalah agama yang turun dari langit berlandaskan wahyu Tuhan.
Agama samawi diwahyukan pada para rasul yang mengajarkannya pada manusia.
a. Islam
b. Kristen
c. Yahudi
Kitab suci: Taurat
Usia: Sejak diturunkan pada Nabi Musa AS, agama Yahudi atau Yudaisme telah berusia
ribuan tahun.
-Agama ardhi
Penggolongan agama ardhi adalah yang berkembang berdasarkan budaya, daerah, pemikiran
seseorang yang diterima secara global, dan bukan berlandaskan wahyu. Agama ini tidak
punya rasul layaknya agama samawi.
a. Hindu
b. Buddha
2. Lima hajat/kebutuhan:
a. Memelihara agama dalam peringkat daruriyyat, yaitu memelihara dan melaksanakan
kewajiban keagamaan yang masuk peringkat primer. Contoh: melaksanakan salat lima waktu
adalah kewajiban. Kalau salat itu diabaikan, maka akan terancamlah eksistensi agama.
b. Memelihara agama dalam peringkat hajiyyat, yaitu melaksanakan ketentuan agama,
dengan maksud menghindari kesulitan, contoh: salat jama’ dan shalat qasr bagi orang yang
sedang bepergian. Kalau ketentuan ini tidak dilaksanakan maka tidak akan mengancam
eksistensi agama, melainkan hanya akan mempersulit bagi orang yang melakukannya
c. Memelihara agama dalam peringkat tahsiniyyat, yaitu mengikuti petunjuk agama guna
menjunjung tinggi martabat manusia, sekaligus melengkapi pelaksanaan kewajiban terhadap
Tuhan, contoh: menutup aurat, baik di dalam maupun di luar salat, membersihkan badan,
pakaian, dan tempat. Kegiatan ini erat kaitannya dengan akhlaq yang terpuji. Kalau hal ini
tidak mungkin untuk dilakukan, maka hal ini tidak akan mengancam eksistensi agama dan
tidak pula mempersulit bagi orang yang melakukannya. Artinya, bila tidak ada penutup aurat,
seseorang boleh salat, jangan sampai meninggalkan salat yang termasuk kelompok
daruriyyat. Kelihatannya menutup aurat ini tidak dapat dikategorikan sebagai pelengkap
(tahsiniyyat), karena keberadaannya sangat diperlukan bagi kepentingan manusia. Setidaknya
kepentingan ini dimasukkan dalam kategori hajiyyat atau daruriyyat. Namun, kalau megikuti
pengelompokan di atas, tidak berarti sesuatu yang termasuk tahsiniyyat itu dianggap tidak
penting, karena kelompok ini akan menguatkan kelompok hajiyyat dan daruriyyat.
a. Memelihara jiwa dalam peringkat daruriyyat, contoh: memenuhi kebutuhan pokok berupa
makanan untuk mempertahankan hidup. Kalau kebutuhan pokok ini diabaikan, maka akan
berakibat terancamnya eksistensi jiwa manusia.
b. Memelihara jiwa dalam peringkat hajiyyat, contoh: diperbolehkan berburu binatang untuk
menikmati makanan yang lezat dan halal. Kalau kegiatan ini diabaikan, maka tidak akan
mengancam eksistensi manusia,melainkan akan mempersulit hidupnya.
c. Memelihara jiwa dalam peringkat tahsiniyyat, contoh: diterapkannya tata cara makan dan
minum. Kegiatan ini hanya berhubungan dengan kesopanan dan etika, sama sekali tidak akan
mengancam eksistensi jiwa manusia, ataupun mempersulit kehidupan sesorang.
3. Memelihara Akal (Hifz al-‘Aql)
Memelihara akal dilihat dari segi kepentingannya, dapat dibedakan menjadi tiga peringkat:
b. Memelihara akal dalam peringkat hajiyyat, contoh: dianjurkannya menuntut ilmu
pengetahuan. Sekiranya hal itu dilakukan, maka tidak akan merusak akal, tetapi akan
mempersulit diri seseorang, dalam kaitannya dengan pengembangan ilmu pengetahuan.
c. Memelihara akal dalam peringkat tahsiniyyat, contoh: menghindarkan diri dari menghayal
atau mendengarkan sesuatu yang tidak berfaedah. Hal ini erat kaitannya dengan etiket, tidak
akan mengancam eksistensi akal secara langsung.
b. Memelihara harta dalam peringkat hajiyyat, contoh: syari’at tentang jual beli dengan cara
salam. Apabila cara ini tidak dipakai, maka tidak akan mengancam eksistensi harta,
melainkan akan mempersulit orang yang memerlukan modal.
Dalam setiap peringkat, seperti telah dijelaskan di atas, terdapat hal-hal atau kegiatan yang
bersifat penyempurnaan terhadap pelaksanaan tujuan syari’at Islam. Dalam peringkat
daruriyyat, misalnya ditentukan batas minimal minimum yang memabukkan dalam rangka
memelihara akal, atau ditetapkan adanya perimbangan (tamasul) dalam hukum qisas, untuk
memelihara jiwa. Dalam peringkat hajiyyat, misalnya ditetapkan khiyar dalam dalam jual-
beli untuk memelihara harta, atau ditetapkan kafa’ah dalam perkawinan, untuk memelihara
keturanan. Sedangkan dalam peringkat tahsiniyyat, misalnya ditetapkan tatacara taharah
dalam rangka pelaksanaan salat, unutuk memelihara agama.
3. Tugas hidup manusia juga sebagai khalifah Allah di muka bumi. Hal ini dapat difahami
dari firman Allah dalam Q.S. al-Baqarah: 30:
”Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak
menjadikan seorang khalifah di muka bumi.” Mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak
menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan
menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan
mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak
kamu ketahui.”
Apa yang dimaksud dengan khalifah? Kata khalifah berasal dari kata “khalf” (menggantikan,
mengganti), atau kata “khalaf” (orang yang datang kemudian) sebagai lawan dari kata “salaf”
(orang yang terdahulu). Sedangkan arti khilafah adalah menggantikan yang lain, adakalanya
karena tidak adanya (tidak hadirnya) orang yang diganti, atau karena kematian orang yang
diganti, atau karena kelemahan/tidak berfungsinya yang diganti, misalnya Abu Bakar
ditunjuk oleh umat Islam sebagai khalifah pengganti Nabi SAW, yakni penerus dari
perjuangan beliau dan pemimpin umat yang menggantikan Nabi SAW. setelah beliau wafat,
atau Umar bin Khattab sebagai pengganti dari Abu Bakar dan seterusnya; dan adakalanya
karena memuliakan (memberi penghargaan) atau mengangkat kedudukan orang yang
dijadikan pengganti. Pengertian terakhir inilah yang dimaksud dengan “Allah mengangkat
manusia sebagai khalifah di muka bumi”, sebagaimana firmanNya dalam Q.S. Fathir ayat 39,
Q.S. al-An’am ayat 165.
Manusia adalah makhluk yang termulia di antara makhluk-makhluk yang lain (Q.S. al-Isra’:
70) dan ia dijadikan oleh Allah dalam sebaik-baik bentuk/kejadian, baik fisik maupun
psikhisnya (Q.S. al-Tin: 5), serta dilengkapi dengan berbagai alat potensial dan potensi-
potensi dasar (fitrah) yang dapat dikembangkan dan diaktualisasikan seoptimal mungkin
melalui proses pendidikan. Karena itulah maka sudah selayaknya manusia menyandang tugas
sebagai khalifah Allah di muka bumi.
Tugas manusia sebagai khalifah Allah di muka bumi antara lain menyangkut tugas
mewujudkan kemakmuran di muka bumi (Q.S. Hud : 61), serta mewujudkan keselamatan dan
kebahagiaan hidup di muka bumi (Q.S. al-Maidah : 16), dengan cara beriman dan beramal
saleh (Q.S. al-Ra’d : 29), bekerjasama dalam menegakkan kebenaran dan bekerjasama dalam
menegakkan kesabaran (Q.S. al-’Ashr : 1-3). Karena itu tugas kekhalifahan merupakan tugas
suci dan amanah dari Allah sejak manusia pertama hingga manusia pada akhir zaman yang
akan datang, dan merupakan perwujudan dari pelaksanaan pengabdian kepadaNya
(’abdullah).
Tugas-tugas kekhalifahan tersebut menyangkut: tugas kekhalifahan terhadap diri sendiri;
tugas kekhalifahan dalam keluarga/rumah tangga; tugas kekhalifahan dalam masyarakat; dan
tugas kekhalifahan terhadap alam.
Tugas kekhalifahan terhadap diri sendiri meliputi tugas-tugas: (1) menuntut ilmu
pengetahuan (Q.S.al-Nahl: 43), karena manusia itu adalah makhluk yang dapat dan harus
dididik/diajar (Q.S. al-Baqarah: 31) dan yang mampu mendidik/mengajar (Q.S. Ali Imran:
187, al-An’am: 51); (2) menjaga dan memelihara diri dari segala sesuatu yang bisa
menimbulkan bahaya dan kesengsaraan (Q.S. al-Tahrim: 6) termasuk di dalamnya adalah
menjaga dan memelihara kesehatan fisiknya, memakan makanan yang halal dan sebagainya;
dan (3) menghiasi diri dengan akhlak yang mulia. Kata akhlaq berasal dari kata khuluq atau
khalq. Khuluq merupakan bentuk batin/rohani, dan khalq merupakan bentuk lahir/ jasmani.
Keduanya tidak bisa dipisahkan, dan manusia terdiri atas gabungan dari keduanya itu yakni
jasmani (lahir) dan rohani (batin). Jasmani tanpa rohani adalah benda mati, dan rohani tanpa
jasmani adalah malaikat. Karena itu orang yang tidak menghiasi diri dengan akhlak yang
mulia sama halnya dengan jasmani tanpa rohani atau disebut mayit (bangkai), yang tidak saja
membusukkan dirinya, bahkan juga membusukkan atau merusak lingkungannya.
Tugas kekhalifahan dalam keluarga/rumah tangga meliputi tugas membentuk rumah tangga
bahagia dan sejahtera atau keluarga sakinah dan mawaddah wa rahmah/cinta kasih (Q.S. ar-
Rum: 21) dengan jalan menyadari akan hak dan kewajibannya sebagai suami-isteri atau ayah-
ibu dalam rumah tangga.
Tugas kekhalifahan dalam masyarakat meliputi tugas-tugas : (1) mewujudkan persatuan dan
kesatuan umat (Q.S. al-Hujurat: 10 dan 13, al-Anfal: 46); (2) tolong menolong dalam
kebaikan dan ketaqwaan (Q.S. al-Maidah: 2); (3) menegakkan keadilan dalam masyarakat
(Q.S. al-Nisa’: 135); (4) bertanggung jawab terhadap amar ma^ruf nahi munkar (Q.S. Ali
Imran: 104 dan 110); dan (5) berlaku baik terhadap golongan masyarakat yang lemah,
termasuk di dalamnya adalah para fakir dan miskin serta anak yatim (Q.S. al-Taubah: 60, al-
Nisa’: 2), orang yang cacat tubuh (Q.S. ’Abasa: 1-11), orang yang berada di bawah
penguasaan orang lain dan lain-lain.
Sedangkan tugas kekhalifahan terhadap alam (natur) meliputi tugas-tugas: (1) mengkulturkan
natur (membudayakan alam), yakni alam yang tersedia ini agar dibudayakan, sehingga
menghasilkan karya-karya yang bermanfaat bagi kemaslahatan hidup manusia; (2)
menaturkan kultur (mengalamkan budaya), yakni budaya atau hasil karya manusia harus
disesuaikan dengan kondisi alam, jangan sampai merusak alam atau lingkungan hidup, agar
tidak menimbulkan malapetaka bagi manusia dan lingkungannya; dan (3) mengIslamkan
kultur (mengIslamkan budaya), yakni dalam berbudaya harus tetap komitmen dengan nilai-
nilai Islam yang rahmatan lil-’alamin, sehingga berbudaya berarti mengerahkan segala
tenaga, cipta, rasa dan karsa, serta bakat manusia untuk mencari dan menemukan kebenaran
ajaran Islam atau kebenaran ayat-ayat serta keagungan dan kebesaran Ilahi.
4. -Akidah dan Tauhid Isi kandungan Al Quran pertama yakni tentang akidah. Secara
etimologi akidah berarti kepercayaan atau keyakinan. Bentuk jamak Akidah (‘Aqidah) adalah
aqa’id. Akidah juga disebut dengan istilah keimanan. Orang yang berakidah berarti orang
yang beriman (Mukmin). Akidah secara terminologi didefnisikan sebagai suatu kepercayaan
yang harus diyakini dengan sepenuh hati, dinyatakan dengan lisan dan dimanifestasikan
dalam bentuk amal perbuatan. Akidah Islam adalah keyakinan berdasarkan ajaran Islam yang
bersumber dari Al Quran dan hadits. Seorang yang menyatakan diri berakidah Islam tidak
hanya cukup mempercayai dan meyakini keyakinan dalam hatinya, tetapi harus
menyatakannya dengan lisan dan harus mewujudkannya dalam bentuk amal perbuatan (amal
shalih) dalam kehidupannya sehari-hari. Inti pokok ajaran akidah adalah masalah tauhid,
yakni keyakinan bahwa Allah Maha Esa. Setiap Muslim wajib meyakini ke-Maha Esa-an
Allah. Orang yang tidak meyakini ke-Maha Esa-an Allah Swt. berarti ia kafir, dan apabila
meyakini adanya Tuhan selain Allah SWT dinamakan musyrik. Dalam akidah Islam, di
samping kewajiban untuk meyakini bahwa Allah SWT itu Esa, juga ada kewajiban untuk
meyakini rukun-rukun iman yang lain. Tidak dibenarkan apabila seseorang yang mengaku
berakidah/beriman apabila dia hanya mengimani Allah saja, atau meyakini sebagian dari
rukun iman saja. Rukun iman yang wajib diyakini tersebut adalah: iman kepada Allah SWT,
iman kepada malaikat-malaikat Allah, iman kepada kitab-kitab Allah, iman kepada Rasul-
Rasul, iman kepada hari akhir, dan iman kepada Qadla’ dan Qadar. Al Quran banyak
menjelaskan tentang pokok-pokok ajaran akidah yang terkandung di dalamnya, di antaranya
Surat Al Ikhlas 1-4: )4( ) َولَ ْم يَ ُك ْن لَهُ ُكفُ ًوا َأ َح ٌد3( ) لَ ْم يَلِ ْد َولَ ْم يُولَ ْد2( ص َم ُد
َّ ) هَّللا ُ ال1( قُلْ هُ َو هَّللا ُ َأ َح ٌدKatakanlah,
"Dialah Allah, Yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala
sesuatu. Dia tiada beranak dan tiada pula-diperanakkan, dan tidak ada seorangpun yang setara
dengan Dia.” (QS. Al Ikhlas: 1-4)
-Ibadah Isi Kandungan Al Quran berikutnya yakni masalah ibadah. Ibadah berasal dari kata
'abada-ya'budu-'abadan artinya mengabdi atau menyembah. Yang dimaksud ibadah adalah
menyembah atau mengabdi sepenuhnya kepada Allah SWT dengan tunduk, taat dan patuh
kepada-Nya. Ibadah merupakan bentuk kepatuhan dan ketundukan yang ditimbulkan oleh
perasaan yakin terhadap kebesaran Allah SWT, sebagai satu-satunya Tuhan yang berhak
disembah. Karena keyakinan bahwa Allah Swt. mempunyai kekuasaan mutlak. Dalam Al
Quran dijelaskan bahwa tujuan penciptaan jin dan manusia tidak lain adalah untuk beribadah
َ ت ْال ِج َّن َوااْل ِ ْن
kepada Allah Swt. Firman Allah SWT: ُدوْ ِنmmmُس اِاَّل لِيَ ْعب ُ ا خَ لَ ْقmmm" َو َمDan Aku tidak
menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.” (QS. Adz
Dzariyaat [51] : 56). Manusia harus menyadari bahwa dirinya ada karena diciptakan oleh
Allah SWT. Karena itu, manusia harus sadar bahwa dia membutuhkan Allah SWT, dan
kebutuhan terhadap Allah WT. Hal itu diwujudkan dengan bentuk beribadah kepada-Nya.
Ibadah dapat dibedakan menjadi 2 macam, yaitu : ibadah mahdhah dan ghairu mahdhah.
Ibadah mahdhah artinya ibadah khusus yang tata caranya sudah ditentukan, seperti: shalat,
puasa, zakat dan haji. Sedangkan ibadah ghairu mahdhah artinya ibadah yang bersifat umum,
tata caranya tidak ditentukan secara khusus, yang bertujuan untuk mencari ridha Allah SWT,
misalnya: silaturrahim, bekerja mencari rizki yang halal diniati ibadah, belajar untuk
menuntut ilmu, dan sebagainya.
-Akhlak Isi kandungan Al Quran berikutnya memuat tentang akhlak. Ditinjau dari segi
etimologi, Akhlak merupakan bentuk jamak dari kata khuluq (yang berarti perangai, tingkah
laku, tabiat, atau budi pekerti. Dalam pengertian terminologis, akhlak adalah sifat yang
tertanam dalam jiwa manusia yang muncul spontan dalam tingkah laku hidup sehari-hari.
Dalam konsep bahasa Indonesia, akhlak semakna dengan istilah etika atau moral. Akhlak
merupakan satu fundamen penting dalam ajaran Islam, sehingga Rasulullah SAW
menegaskan dalam sebuah hadis bahwa tujuan diutusnya Nabi SAW adalah untuk
memperbaiki dan menyempurnakan akhlak mulia. ار َم اَأل ْخالَق ِإنَّ َما بُ ِع ْث ُ ُألRasulullah saw.
ِ ت تَ ِّم َم َم َك
bersabda: “Bahwasanya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang baik. (HR. Ahmad).
Nabi Muhammad SAW adalah model dan suri tauladan bagi umat dalam bertingkah laku
dengan akhlak mulia (karimah). Al Quran merupakan sumber ajaran tentang akhlak mulia itu.
Dan beliau merupakan manusia yang dapat menerapkan ajaran akhlak dari al-Qur’an tersebut
menjadi kepribadian Nabi SAW. Sehingga wajarlah ketika Aisyah Ra. ditanya oleh seorang
sahabat tentang akhlak Nabi SAW, lalu Aisyah ra menjawab dengan menyatakan akhlan Nabi
yakni Al Quran. َ َكانَ ُخلُقُهُ ْالقُرْ آنAkhlak Nabi SAW adalah Al Quran. Yakni sebagaimana yang
terdapat di dalam Al Quran. Ayat-ayat al-Qur’an yang menyatakan tentang ajaran akhlak
Nabi Muhammad SAW antara lain adalah : لَقَ ْد َكانَ لَ ُك ْم فِ ْي َرسُوْ ِل هّٰللا ِ اُ ْس َوةٌ َح َسنَةٌ لِّ َم ْن َكانَ يَرْ جُوا هّٰللا َ َو ْاليَوْ َم
“ ااْل ٰ ِخ َر َو َذ َك َر هّٰللا َ َكثِ ْير ًۗاSungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu
(yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat dan yang
ٍ ُك لَ َع ٰلى ُخل
banyak mengingat Allah Swt.” (QS. al-Ahzab [33]: 21). ق َع ِظي ٍْم َ َّ“ َواِنDan sesungguhnya
engkau benar-benar, berbudi pekerti yang luhur.” (QS. al-Qalam [68]: 4).
-Hukum Isi kandungan Al Quran lainnya yakni tentang Hukum. Dalam Islam, hukum sebagai
salah satu isi pokok ajaran Al Quran berisi kaidah-kaidah dan ketentuan-ketentuan dasar dan
menyeluruh bagi umat manusia. Tujuannya adalah untuk memberikan pedoman kepada umat
manusia agar kehidupannya menjadi adil, aman, tenteram, teratur, sejahtera, bahagia, dan
selamat di dunia maupun di akhirat kelak. Sebagai sumber hukum ajaran Islam, Al Quran
banyak memberikan ketentuan-ketentuan hukum yang harus dijadikan pedoman dalam
menetapkan hukum baik secara global (mujmal) maupun terperinci (tafsil). Beberapa ayat-
ayat Al Qur an yang berisi ketentuan hukum antara lain adalah : ٰيٓاَيُّهَا الَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُ ْٓوا اِنَّ َما ْال َخ ْم ُر َو ْال َم ْي ِس ُر
َوْ نmmُاجْ تَنِبُوْ هُ لَ َعلَّ ُك ْم تُ ْفلِحmmَي ْٰط ِن فmmالش
َّ ِلmmابُ َوااْل َ ْزاَل ُم ِرجْ سٌ ِّم ْن َع َمmmص
َ “ َوااْل َ ْنWahai orang-orang yang beriman!
Sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib
dengan anak panah, adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah
(perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung.” (QS. al-Maidah [5]: 90) Ketentuan-
ketentuan hukum lain yang dijelaskan dalam ayat-ayat Al Quran adalah meliputi : a. Hukum
perkawinan, antara lain dijelaskan dalam QS. al-Baqarah [2]: 221; QS. al-Maidah [5]: 5;
QS.an-Nisa’ [4]: 22-24; QS.an-Nur [24]: 2; QS. alMumtahanah [60]:10-11. b. Hukum waris,
antara lain dijelaskan dalam QS. an-Nisa’ [4]: 7-12 dan 176, QS. al-Baqarah [2]:180; QS. al-
Maidah [5]:106 c. Hukum perjanjian, antara lain dijelaskan dalam QS. al-Baqarah [2]: 279,
280 dan 282; QS. al-Anfal [8]: 56 dan 58; QS. at-Taubah [4]: 4 d. Hukum pidana, antara lain
dijelaskan dalam QS. al-Baqarah [2]: 178; QS. anNisa’ [4]: 92 dan 93; QS. al-Maidah [5]: 38;
QS. Yanus [10]: 27; QS. al-Isra’ [17]: 33; QS. asy-Syu’ara [26]: 40 e. Hukum perang, antara
lain dijelaskan dalam QS. al-Baqarah [2]: 190-193; QS. al-Anfal [8]: 39 dan 41; QS. at-
Taubah [9]: 5,29 dan 123, QS. al-Hajj [22]: 39 dan 40 f. Hukum antarbangsa, antara lain
dijelaskan dalam QS. al-Hujurat [49]: 13
-Sejarah atau Kisah Umat Masa Lalu Isi kandungan Al Quran berikutnya tentang sejarah atau
kisah umat pada masa lalu. Sejarah atau kisah-kisah tersebut bukan hanya sekedar cerita atau
dongeng semata, tetapi dimaksudkan untuk menjadi ‘ibrah (pelajaran) bagi umat Islam. Ibrah
tersebut kemudian dapat dijadikan dapat menjadi petunjuk untuk dapat menjalani kehidupan
agar senantiasa sesuai dengan petunjuk dan keridhaan Allah SWT. ص ِه ْم ِع ْب َرةٌ اِّل ُولِى ِ ص َ َلَقَ ْد َكانَ فِ ْي ق
َ ب َما َكانَ َح ِد ْيثًا يُّ ْفت َٰرى َو ٰل ِك ْن تَصْ ِد ْي
ِ ِه َوتَ ْفmق الَّ ِذيْ بَ ْينَ يَ َد ْي
َوْ نmmُوْ ٍم يُّْؤ ِمنmmَ ةً لِّقmدًى َّو َرحْ َمmُ ْي ٍء َّوهm ِّل َشmي َْل ُكmص ِ ۗ “ ااْل َ ْلبَاSungguh,
pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang yang mempunyai akal. (al-
Qur’an) itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang
sebelumnya, menjelaskan segala sesuatu, dan (sebagai) petunjuk dan rahmat bagi orang-
orang yang beriman.” (QS. Yusuf [12]: 111). Ayat-ayat al-Qur’an yang menjelaskan tentang
ِ َّاهُ ْم لِلنmَاهُ ْم َو َج َع ْلنmَوح لَ َّما َك َّذبُوا الرُّ ُس َل َأ ْغ َر ْقن
sejarah atau kisah umat terdahulu antara lain: ًةmَاس آي ٍ َُوقَوْ َم ن
ال َو ُكالm
َ mَهُ األ ْمثmَض َر ْبنَا ل َ ) َوعَادًا َوثَ ُمو َد َوَأصْ َح37( َوَأ ْعتَ ْدنَا لِلظَّالِ ِمينَ َع َذابًا َألِي ًما
َ ) َو ُكال38( اب الرَّسِّ َوقُرُونًا بَ ْينَ َذلِكَ َكثِيرًا
)39( “ تَبَّرْ نَا تَ ْتبِيرًاDan (telah Kami binasakan) kaum Nuh ketika mereka mendustakan para rasul.
Kami tenggelamkam mereka dan Kami jadikan (cerita) mereka itu pelajaran bagi manusia.
Dan Kami telah sediakan bagi orang-orang zalim azab yang pedih; Dan (telah Kami
binasakan) kaum ‘Ad dan Samud dan penduduk Rass serta banyak (lagi) generasi di antara
(kaum-kaum) itu. Dan masing-masing telah Kami jadikan perumpamaan dan masing-masing
telah Kami hancurkan sehancur-hancurnya.” (QS. al-Furqan [25]: 37-39)
-Dasar-dasar Ilmu Pengetahuan (Sains) dan Teknologi Isi kandungan Al Quran terakhir
adalah memuat ilmu pengetahuan dan teknologi. Al Quran juga disebut dengan kitab suci
ilmiah. Banyak ayat yang memberikan isyaratisyarat ilmu pengetahuan (sains) dan teknologi
yang bersifat potensial untuk kemudian dapat dikembangkan guna kemaslahatan dan
kesejahteraan hidup manusia. Allah SWT yang Maha memberi ilmu telah mengajarkan
kepada umat manusia untuk dapat menjalani hidup dan memenuhi kebutuhan hidupnya
dengan baik. Al Qur an menekankan betapa pentingnya penguasaan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Hal itu diisyaratkan pada saat ayat Al Quran untuk pertama kalinya diturunkan
kepada Nabi Muhammad SAW yaitu QS. al-‘Alaq: 1-5. ق اِإْل ْن َسانَ ِم ْن
َ َ) َخل1( ق َ ِّا ْق َرْأ بِاس ِْم َرب
َ َك الَّ ِذي َخل
)5( ا لَ ْم يَ ْعلَ ْمmانَ َمm) َعلَّ َم اِإْل ْن َس4( القَلَ ِمm َ ُّ َرْأ َو َربm) ا ْق2( ق
ْ ِ) الَّ ِذي َعلَّ َم ب3( َر ُمmك اَأْل ْك ٍ mَ َعلBacalah dengan (menyebut)
nama Tuhanmu Yang Menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.
Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan
perantaraan qalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. (QS.
Al-'Alaq: 1-5). Ayat yang pertama kali diturunkan tersebut diawali dengan perintah untuk
membaca. Membaca adalah satu faktor terpenting dalam proses belajar untuk menguasai
suatu ilmu pengetahuan. Ini mengindikasikan bahwa Al Quran menekankan betapa
pentingnya membaca dalam upaya mencari dan menguasai ilmu pengetahuan. Al Quran
banyak mendorong umat manusia untuk menggali, meneliti dan mengembangkan isyarat-
isyarat ilmu pengetahuan dan teknologi untuk kepentingan dan kesejahteraan hidupnya.
Isyarat-isyarat ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut di antara berkenaan dengan ilmu
kedokteran, farmasi, pertanian, matematika, fisika, kimia, biologi, ilmu anatomi tubuh,
teknologi perkepalan, teknologi pesawat terbang, dan lain sebagainya.
-Sunnah ghairu tasyri’iyah adlh kebiasaan N.Muhammad SAW yg tdk berimplikasi kpd
hukum Agama (syari’ah)
6. Tauhid berasal dari kata wahhada artinya Meng esakan Tuhan. Tauhid menuntun agar
tercapai persamaan persepsi dan sebutan tentang Yang Mahaesa itu yakni Allah. Tauhid
berpangkal dari sebuah pengakuan bahwa tidak ada tuhan melainkan Allah yang dirumuskan
dalam kalimat singkat dan jitu "la ilaha illahllah".
Dalam kaidah bahasa Arab, kata la didalam rumusan ini berfungsi sebagai
pengingkaran/penegasian, kata llah (tuhan) berfungsi sebagai yang diingkari/dinegasikan.
Kata illa adalah `adad istitsna (alat pengecualian), sedangkan kata Allah adalah yang di
kecualikan (mustatsna). Susunan kalimat seperti ini bertujuan pemantapan terhadap keesaan
Allah. Keyakinan tentang adanya yang Mahakuasa selain Allah disebut dengan syirik sebagai
lawan dari kata tauhid.