i
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, dengan ini kami panjatkan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang
telah memberikan Rahmat dan Karunia-Nya kepada kami sehingga berhasil
menyelesaikan makalah “Fitrah manusia, media dan tujuan pembelajaran An-
Nahl : 78” ini tepat pada waktunya. Shalawat serta salam senantiasa kita
haturkan kepada junjungan kita Nabi kita Nabi Muhammad SAW. yang kita
nantikan syafaatnya di hari kiamat nanti. Amiin.
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah TAFSIR TARBAWI
yang diampu oleh Bapak Dr. H.M. Syaifudin, MA.Terimakasih kami ucapkan
kepada orang tua kami yang selalu mendoakan keberhasilan kami dimanapun
kami berada. Tak lupa kami ucapkan kepada terimakasih kepada semua pihak
yang telah membantu kami dalam menyelesaikan makalah ini sehingga makalah
ini dapat terselesaikan dengan baik.
ii
Penyusun
DAFTAR ISI
A. Latar Belakang.........................................1
B. Rumusan Masalah........................................2
C. Saran..................................................3
A. Kesimpulan ...........................................15
B. Saran................................................................
......................................15
iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
Lafaz ini mengandung arti ilmu, keadilan, kearifan, krbijaksanaan,
pengajaran, dan pengasuhan yang baik. Konsep kata ta’dīb lebih sempit
dibanding dengan tarbiyah. Sebab ta’dīb dari segi lafad dan subtansinya
mengarah pada manusia saja, tidak yang lainnya. Ketiga, ta‘līm, ‘allama
yu‘allimu ta‘līman (pengajaran, pendidikan) meskipun dilihat dari segi
kamus Bahasa Arab memliki kesamaan dengan etimologi lainnya di atas,
Lafaz ini terkhusus pada tokoh agama yaitu orang mengetahui ajaran Islam
atau memiliki ilmu pengetahuan dan mengamalkannya dalam kehidupan
sehari-hari.
kesimpulannya adalah ilmu dan amal, dan hanya orang tertentu
saja seperti nabi, rasul, ulama dan ustaz.
Ramayulis mendefinisikan pendidikan Islam yaitu sebuah proses yang
memungkinkan seseorang (peserta didik) dapat mengarahkan kehidupannya
sesuai dengan idiologi Islam. Zakiyah Daradjat, pendidikan Islam adalah
proses pembentukan kepribadian muslim dengan mendidik iman dan amal
berdasarkan syariat Islam. Adapun M. Arifin menguraikan bahwa
pendidikan Islam adalah sistem pendidikan yang mengayomi seluruh aspek
kehidupan yang dibutuhkan oleh hamba Allah, sebagaimana Islam telah
menjadi pedoman bagi seluruh aspek kehidupan manusia, baik duniawi
maupun ukhrawi.
Dengan demikian pengertian pendidikan Islam adalah
proses pembentukan seluruh aspek kehidupan manusia atas dasar ilmu yang
bersumber dari ajaran Islam, sehingga membentuk (insan kamil) yaitu
manusia yang beretika dan berpengetahuan. Dalam pendidikan Islam
terdapat nilai-nilai pendidikan yang berkaitan dengan kebutuhan seluruh
aspek kehidupan yang harus dicapai oleh setiap muslim guna menjadi
khalifah di muka bumi yang mengemban tugas dari Tuhan. Untuk mencapai
itu semua ada nilai-nilai yang harus dimiliki setiap manusia.
A. Rumusan Masalah
1. Apa saja nilai nilai pendidikan ?
2. Apa pengertian fitrah dan manusia ?
3. Bagaimana konsep fitrah manusia dan implikasinya dalam pendidikan islam ?
2
4. Apa media pembelajaran pada surah an-nahl ayat 78 ?
5. Apa tujuan pembelajaran surah an-nahl ayat 78 ?
6. Apa saja teori-teori pendidikan dalam skasus keseharian ?
B. Tujuan
1. Untuk mengetahui tentang perencanaan pembelajaran berbasis qur’an
surat an-nahl : 78
2. Untuk mengetahui tentang pelaksanaan pembelajaran berbasis qur’an
surat an-nahl : 78
3. Untuk mengetahui tentang perorganisasian pembelajaran berbasis
qur’an surat an-nahl : 78
4. Untuk mengetahui tentang penilaiaan pembelajaran berbasis qur’an
surat an-nahl : 78
3
BAB II
PEMBAHASAN
Pendidikan dalam konteks Islam secara umum memiliki tiga bahasa dasar di
antaranya, tarbiyah, ta’dīb dan ta‘līm.1 Pertama, tarbiyah, rabbā yurabbī
tarbiyan (pendidikan, pengasuhan, memelihara, merawat, mengatur dan
menjaga kelestarian). Lafaz ini terkhusus pada seluruh ciptaannya termasuk
manusia.
Kedua, ta’dīb, addaba yu’addibu ta’dīban (pendidikan, perbaikan)
Lafaz ini mengandung arti ilmu, keadilan, kearifan, krbijaksanaan,
pengajaran, dan pengasuhan yang baik. Konsep kata ta’dīb lebih sempit
dibanding dengan tarbiyah. Sebab ta’dīb dari segi lafad dan subtansinya
mengarah pada manusia saja, tidak yang lainnya. Ketiga, ta‘līm, ‘allama
yu‘allimu ta‘līman (pengajaran, pendidikan) meskipun dilihat dari segi
kamus Bahasa Arab memliki kesamaan dengan etimologi lainnya di atas,
Lafaz ini terkhusus pada tokoh agama yaitu orang mengetahui ajaran Islam
atau memiliki ilmu pengetahuan dan mengamalkannya dalam kehidupan
sehari-hari. kesimpulannya adalah ilmu dan amal, dan hanya orang tertentu
saja seperti nabi, rasul, ulama dan ustaz.
Ramayulis mendefinisikan pendidikan Islam yaitu sebuah proses yang
memungkinkan seseorang (peserta didik) dapat mengarahkan kehidupannya
sesuai dengan idiologi Islam.2 Zakiyah Daradjat, pendidikan Islam adalah
proses pembentukan kepribadian muslim dengan mendidik iman dan amal
berdasarkan syariat Islam.3 Adapun M. Arifin menguraikan bahwa
1
Ramayulis, Syamsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: Kalam Mulia, 2011), 84.
2
Ibid., 88
3
8Zakiyah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 2014), 28
4
pendidikan Islam adalah sistem pendidikan yang mengayomi seluruh aspek
kehidupan yang dibutuhkan oleh hamba Allah, sebagaimana Islam telah
menjadi pedoman bagi seluruh aspek kehidupan manusia, baik duniawi
maupun ukhrawi.4
Dengan demikian pengertian pendidikan Islam adalah
proses pembentukan seluruh aspek kehidupan manusia atas dasar ilmu yang
bersumber dari ajaran Islam, sehingga membentuk (insan kamil) yaitu
manusia yang beretika dan berpengetahuan. Dalam pendidikan Islam
terdapat nilai-nilai pendidikan yang berkaitan dengan kebutuhan seluruh
aspek kehidupan yang harus dicapai oleh setiap muslim guna menjadi
khalifah di muka bumi yang mengemban tugas dari Tuhan. Untuk mencapai
itu semua ada nilai-nilai yang harus dimiliki setiap manusia.
Sedangkan Ali Hamzah merinci dan membedakan akhlak menjadi tiga
macam, yaitu akhlak kepada Allah yang meliputi melaksakan segala perintah
dan menjauhi segala larangannya, mencintai Allah melebihi cinta kepada
apapun dan siapapun dengan mempergunakan kalam Allah sebagai pedoman
hidup, mensyukuri nikmat dan karunia Allah, berzikir kepada Allah, berdoa
kepada Allah, tawakal kepada Allah, tawaduk kepada Allah, baik sangka
kepada Allah, mengagungkan Allah, dan bertaubat kepada Allah. Akhlak
kepada diri sendiri meliputi rela, suka, senang dan lapang dada terhadap
sikap seseorang; sabar terhadap diri sendiri; syukur, sikap berterima kasih
atas pemberian Allah; tawaduk terhadap yang orang yng lebih tua; jujur
dalam perkataan dan perbuatan amanah, bertanggung jawab atas apa yang
dipercayakan kepadanya; adil, menempatkan sesuatu pada tempatnya; malu
terhadap Allah dan diri sendiri. Akhlak kepada orang tua atau keluarga
meliputi berbakti kepada kedua orang tua; mengasihi dan menyayangi serta
sopan dalam bertutur kata dan perbuatan. Akhlak kepada makhluk lain
meliputi menyayangi hewan; etika terhadap hewan dan tumbuhan;
menyayangi tumbuhan; menghormati jin. Akhlak kepada lingkungan;
melestarikan alam; membuang sampah pada tempatnya; memanfaatkan
secukupnya.5
Syekh Imam Nawawi menambahkan tentang akhlak terhadap sesama
4
Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2003), 8
M. Arifin,
5
Hamzah, Pendidikan Agama Islam, 142-150.
5
manusia meliputi tolong menong terhadap sesama apabila mengalami
kesusahan atau musibah; mendekatkan diri pada ulama; zuhud, tidak
keduniawian dalam hal harta; rendah hati terhadap yang lebih tua; menjaga
lisan. larangan meremehkan; keutamaan sabar, syukur dan santun; saling
memaafkan.6
Selanjutnya adalah nilai-nilai akidah. Akidah adalah ikatan yang
menjadi gantungan segala sesuatu, kedudukannya sangat sentral dan
fundamental karena menjadi asas ikatan semua muslim. 7 Kaitannya dengan
nilai pendidikan Islam, bahwa di dalam akidah ada yang namanya Rukun
Iman yang menjadi pedoman umat Islam, dan di dalamnya terdapat enam
poin penting yang berurutan yang wajib diyakini setiap muslim. Hal itu
dikemukakan M. Daud Ali dalam bukunya. Pertama, keyakinan kepada
Allah , menurut akidah Islam, konsepsi tentang ketuhanan yang maha esa
disebut tauhid.8 Kedua, keyakinan kepada Allah sebagai berikut: Allah
maha esa dalam zatnya. Allah maha esa dalam sifat-sifatnya. Allah maha
hidup. Allah maha berkuasa. Allah maha berkehendak. Allah maha esa
dalam wujudnya. Allah maha esa dalam menerima ibadah. Allah maha esa dalam
menerima hajat dan hasrat. Allah maha esa dalam memberi hukum.
Allah maha esa dalam menerima taubat. Ketiga, keyakinan pada para
malaikat. Ketiga, keyakinan pada kitab-kitab suci sebagai berikut. Keempat,
keyakinan pada para nabi dan rasul. Kelima, keyakinan pada hari kiamat
keyakinan ini sangat penting, sebab orang Islam yang tidak meyakini adanya
hari kiamat, sama halnya dengan orang yang tidak percaya terhadap ajaran
agama Islam. Keenam, keyakinan pada takdir (kada dan kadar) ketentuan
dan ketetapan Allah menurut ukuran atau norma tertentu yang diberlakukan
kepada manusia mulai lahir hingga mati.9
Selanjutnya adalah nilai ibadah/syariat. Ibadah merupakan panduan
manusia dalam menjalankan kehidupan di dunia menuju akhirat. Kata
syariah menurut pengertian hukum Islam hukum-hukum atau regulasi yang
disampaikan Allah agar ditaati hamba-hambanya atau juga bisa dikatakan
6
Sharḥ naṣā’iḥ al-‘ibād (Surabaya: Nurul Huda, T.th), 7.
Nawawi,
7
Pendidikan Agama Islam, 199.
Ali,
8
Edy Gojira,”Keyakinan Kepada Tuhan Yang Maha Esa”, https://goo.gl/FfGraa diakses pada
18-05-2017.
9
bid., 202-229
6
sebagai satu sistem norma Ilahi yang mengatur hubungan manusia dengan
Tuhan, hubungan manusia dengan sesama manusia dan hubungan manusia
dengan alam lainnya.10 Ibadah dibagi menjadi dua, ibadah maḥḍah dan
ghayru maḥḍah. Ibadah maḥḍah adalah ibadah yang jenis dan tata cara
pelaksanaannya telah ditentukan oleh Allah dan Rasulnya. Ibadah maḥḍah
telah dicantumkan di rukun Islam seperti salat, puasa, zakat, haji dan
prosedurnya jelas. Ibadah ghayru maḥḍah adalah ibadah muamalah,
hubungan antara manusia dengan sesama bahkan makhluk lain dan alam
semesta. Intinya adalah segala hal yang dilakukan manusia dapat bernilai
ibadah asalkan ada niat karena Allah. Pelaksanaannya tidak lepas dari
ketentuan Allah dan rasul-Nya serta tetap mendahulukan ibadah maḥḍah.11
Berikut ini adalah dua perilaku atau perbuatan yang berhubungan dengan
subtansi dari ibadah ghayru maḥḍah: keutamaan menuntut ilmu, kewajiban
seorang muslim hidup di dunia adalah menuntut ilmu, hukumnya wajib.
Sebab hal itu diperlukan manusia sebagai pedoman hidup, mulai dari ilmu
umum hingga ilmu agama, dan tanpa ilmu manusia seperti berjalan tidak tau
arah kemana dia pergi.
10
Muhammad Alim, Pendidikan Agama Islam (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006),
139.
11
Didiek Ahmad Supardie, Sarjuni, Pengantar Studi Islam (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2012), 98-99.
7
5) Fitrah berarti perasaan yang tulus (al-Iklas), manusia dilahirkan membawa
potensi baik.
6) Fitrah berati kesanggupan menerima kebenaran.
7) Fitarh berarti potensi dasar manusia atau prasaan untuk beribadah.
(Mudzakkir, 2010) Hasan Langgulung menambahkan bahwa, makna fitrah
berarti;
8) Fitrah berarti ketetapan atau taqdir asal manusia mengenai kebahagian (al-
sa’adat) atau kesensaraan (al-syaqawat) hidup.
9) Fitrah berarti tabiat atau watak asli manusia.
10) Fitrah berarti sifat-sifat Allah, yang ditiupkan kepada manusia sebelum lahir
(Langgulung, 1995) 12
20869118
E-ISSN: 2528-2476
8
b) Fitarh kemajuan, keadilan, kemerdekaan, kesamaan, ingin dihargai,
kawin, cinta tanah air, dan kebutuhan-kebutuhan hidup lainya.
Semua kebutuhan kehidupan manusai merupakan fitrah yang menuntut untuk
dipenuhi,. Sayyid Quthub mengemukakan kebutuhan pokok manusia terbagi
menjadi empat macam, yaitu:
1) Kebutuhan hati nurani setiap manusia untuk memperoleh kepuasan,
ketentraman, dan ketenangan.
2) Kebutuhan akal pikiran, setiap insan untuk memperoleh kebebasan,
kemerdekaan, dam kepastian.
3) Kebutuhan prasaan setiap insan dapat memperoleh rasa saling pengertian,
kasih sayang, dan perdamaian.
4) Kebutuhan hak dan kewajibansetiap insan untuk memperoleh perundang-
undangan, ketertiban dan keadilan.
Sesungguhnya tubuh manusia terdiri dari dua jenis, yaitu: Tubuh kasar dan tubuh
halus, atau jasmani/fisik dan ruhani/ruh. Manusia tanpa jasmani belum bisa
dikatakan manusia, demikian dengan manusia tanpa ruh tidak dapat dikatakan
manusia hidup.Jasmani manusia berasal dari materi tanah, sedangkan ruh
manusia berasal dari Allah yaitu Tuhan semesta alam(Unila, 2014). 13
20869118
E-ISSN: 2528-2476
9
itu menjadi nasibnya yang telah ditentukan Allah sebelumnya. Dengan demikian,
tanpa memandang faktor-faktor eksternal dari petunjuk dan kesalahan petunjuk,
seorang individu terikat oleh kehendak Allah untuk menjalani ‘cetak biru’
kehidupannya yang telah ditetapkan baginya sebelumnya.
b) Pandangan Netral
Pandangan netral ini dikomandani oleh Ibnu ‘Abd al-Barr dengan
mendasarkan pada firman Allah :
“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak
mengetahui sesuatu pun” (QS. an-Nahl ayat: 78)
Penganut pandangan netral berpendapat bahwa anak terlahir dalam
keadaan suci, suatu keadaan kosong sebagaimana adanya, tanpa kesadaran
akan iman atau kufur. Menurut pandangan netral, iman atau kufur hanya
mewujud ketika anak tersebut mencapai kedewasaan (taklif). Setelah mencapai
taklif, seseorang menjadi bertanggung jawab atas perbuatannya.
c) Pandangan Positif
Penganut pandangan positif ini adalah Ibnu Taimiyah, Ibnu Qoyyim al-
Jauziyah (salaf), Muhammad Ali Ash-Shabuni, Mufti Muhammad Syafi’i,
Ismail Raji al-Faruqi, Mohamad Asad, Syah Waliyullah (kontemporer).
Menurut Ibnu Taimiyah, semua anak terlahir dalam keadaan fithrah,
yaitu dalam keadaan kebajikan bawaan, dan lingkungan sosial itulah yang
menyebabkan individu menyimpang dari keadaan ini. Muhammad ‘Ali Ash-
Shabuni mengatakan bahwa kebaikan menyatu pada manusia, sementara
kejahatan bersifat aksidental. Manusia secara alamiah cenderung kepada
kebaikan dan kesucian. Akan tetapi, lingkungan-lingkungan sosial, terutama
orangtua, bisa memiliki pengaruh merusak terhadap fithrah anak.
Ibnu Taimiyah berpendapat bahwa terdapat suatu kesesuaian alamiah antara
fithrah dan dien Islam. Agama Islam menyediakan kondisi ideal untuk
mempertahankan dan mengembangkan sifat-sifat bawaan manusia.
d) Pandangan Dualis
Tokoh utama pandangan dualis adalah Sayyid Quthb dan ‘Ali Shari’ati.
Pandangan suatu sifat dasar yang bersifat ganda. Menurut Sayyid Quthb, dua
unsur pembentuk esensial dari struktur manusia secara menyeluruh, yaitu ruh
dan tanah, mengakibatkan kebaikan dan kejahatan sebagai suatu
10
kecenderungan yang setara pada manusia, yaitu kecenderungan untuk tersesat.
Kebaikan yang ada dalam diri manusia dilengkapi dengan pengaruh-pengaruh
eksternal seperti kenabian dan wahyu Tuhan sementara kejahatan yang ada
dalam diri manusia dilengkapi faktor eksternal seperti godaan dan kesesatan.
14
Al-Tadzkiyyah: Jurnal Pendidikan Islam, Volume 8, No. II 2017 P. ISSN: 20869118
E-ISSN: 2528-2476
11
c.) Hidayat al-Aqliyyat (potensi akal)
Potensi akal memberi kemampuan pada manusia untuk memahami simbol-
simbol,hal-hal yang abstrak, menganalisa, membandingkan maupun membuat
kesimpulan dan dapat memilih hal yang benar atau salah. Akal juga dapat
mendorong manusia berkreasi dan berinovasi dalam menciptakan kebudayaan
serta peradaban.
d.) Hidayat al-Diniyyat (potensi keagamaan)
Pada diri manusia sudah ada dorongan keagamaan yaitu dorongan untuk
mengabdi kepada sesuatu yang lebih tinggi, yaitu Tuhan yang menciptakan
alam semesta beserta isinya.
12
3) Memiliki keterampilan menganalisis materi , struktur, konsep dan pola pikir ilmu-
ilmu yang relevan dengan pembelajaran Pendidikan Agama Islam
13
(filosofi) pembelajaran konstektual yaitu bahwa pengetahuan dimulai dari
manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang
terbatas dan tidak sekonyong konyong.
Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta fakta, konsep, atau kaidah yang siap
untuk diambil dan di ingat. Manusia harus mengkonstruksi pengetahuan itu dan
memberi makna serta pengalaman nyata.
Dengan teori kontrutifisme siswa dapat berfikir untuk menyelesaikan masalah,
mencari ide dan membuat keputusan. Siswa akan lebih paham karena mereka
terlibat langsung dalam membina pengetahuan baru, mereka akan lebih paham
dalam mengaplikasikannya dalam semua situasi. Selain itu siswa terlibat
langsung dengan aktif,mereka akan ingat lebih lama tentang semua konsep.
14
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dapat disimpulkan bahwa pengertian fitrah secara istilah adalah suatu perangkat
yang diberikan oleh Allah SWT yaitu kemampuan dasar yang memiliki
kecenderungan berkarya yang disebut dengan potensialitas dan manusia diciptakan
Allah dalam struktur yang paling tinggi, yaitu memiliki struktur jasmaniah dan
rohaniah yang membedakan dengan makhluk lain.
Fitrah manusia sebuah implikasi psikologi bahwa pada hakikatnya dilahirkan
dalam keadaan suci, baik buruknya itu tergantung dirinya yang akan menentukan
ketika tumbuh dewasa.
Hakikat fitrah manusia menurut psikologi islam adalah mahluk yang berdimensi
nabati, hewani dan rohani (rasional). Dimensi nabati merupakan keadaan alami
manusia yang terkaii dengan naluri perkembangan. Dimensi hewani merupakan
keadaan alamiah yang cenderung pada tabiat alam kasar. Adapun dimensi rohani
merupakan keadaan alamiah yang cenderung pada tabiat kesakralan. Dimensi
rohani inilah yang membuat manusia beragama.
B. Saran
Demikianlah makalah ini kami buat, Semoga bermanfaat bagi kita bersama.
Tentunya makalah ini jauh dari kesempurnaan, maka dari itu kritik dan saran yang
membangu sangat diharapkan untuk perbaikan makalah selanjutnya.
15
DAFTAR PUSTAKA
Ramayulis, Syamsul Nizar, 2011, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia
M Arifin, 2003, Ilmu pendidikan islam, Jakarta : PT Bumi Aksara
Mahmud, 2012, Psikologi Pendidikan, Bandung, CV pustaka setia
Mujib, abduh. Yusuf mudzakir, 2002, Psikologi Islam, Jakarta, PT raja grafindo
Saleh, Abdurrahman dkk, 2004, Psikologi Suatu Pengantar dalam Perspektif Islam,
kencana
16