Anda di halaman 1dari 66

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.

id

Studi kasus perilaku agresif siswa kelas iv


SD Negeri Dagen ii Kecamatan Jaten
A. Kabupaten Karanganyar
B. tahun pelajaran
2009/2010

C. SKRIPSI

Oleh :
Sri Sutami
NIM: X 3105011

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010

1
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pada saat dilahirkan, manusia telah lengkap dengan aspek-aspek yang


berkaitan dengan jasmani maupun aspek-aspek yang berkaitan dengan rohaninya.
Namun kenyataannya, pada saat itu manusia sangat lemah, karena aspek-aspek yang
berkaitan dengan jasmani maupun rohaninya itu sesungguhnya masih bersifat
potensial.
Hal-hal yang masih bersifat potensial itu perlu bantuan, perlu bimbingan dan
pengarahan dari orang-orang yang bertanggungjawab untuk mencapai
kesempurnaanya agar dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Dengan kata lain,
manusia yang sedang tumbuh ini perlu diberikan pendidikan.
Ki Hajar Dewantara (dalam A. Soedomo Hadi, 2003: 11) mengatakan,
”Pendidikan adalah segala usaha dari orang tua terhadap anak-anak dengan maksud
menyokong kemajuan hidupnya, dalam arti memperbaiki bertumbuhnya segala
kekuatan rohani dan jasmani yang ada pada anak-anak karena kodrat iradatnya
sendiri”. Pendapat ini menjelaskan bahwa anak-anak itu perlu mendapatkan
pendidikan dari orang tua agar anak dapat berkembang secara optimal sesuai dengan
potensi yang dimilikinya.
Pada hakikatnya pendidikan yang diberikan adalah mengembangkan unsur-
unsur yang ada pada anak didik. Orang dewasa yang bertanggungjawab atas
pendidikan anak itu adalah orang tua (ayah dan ibu), pengajar atau guru di sekolah
dan pemimpin (pemuka masyarakat).
Pendidik, baik orang tua (ayah dan ibu), pengajar atau guru di sekolah
maupun pemimpin atau pemuka masyarakat, sebenarnya adalah perantara atau
penghubung aktif yang menjembatani antara anak didik dengan tujuan pendidikan
yang telah dirumuskan. Tanpa pendidik, tujuan pendidikan manapun yang telah
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

dirumuskan tidak akan dapat dicapai oleh anak didik. Agar pendidik dapat berfungsi
sebagai perantara yang baik, maka pendidik harus dapat melakukan tugas-tugasnya
dengan baik.
Anak adalah tunas bangsa yang sangat berharga dan menjadi harapan di
masa depan. Melihat tunas-tunas itu tumbuh dengan baik, pastilah sangat
membahagiakan. Akan tetapi, pada kenyataannya di dalam proses pendidikan banyak
ditemukan hal-hal yang berjalan tidak sesuai dengan harapan dan rencana, misalnya
muncul perilaku agresif siswa. Perilaku agresif ini dapat menghambat proses
pendidikan pada umumnya dan pada khususnya dapat menghambat proses kegiatan
belajar mengajar.
Pendidikan di Indonesia semakin panas. Fenomena menunjukkan bahwa
dewasa ini tingkat agresivitas di lingkungan pendidikan semakin meningkat.
Hal tersebut terwujud dalam berbagai bentuk aksi kekerasan yang dilakukan
oleh anak didik. Perilaku tersebut menjadi penghambat dalam pelaksanaan
kegiatan pendidikan atau lebih tepatnya pelaksanaan KBM. (Anantasari, 2006:
7)

Sigmund Freud dalam Anantasari (2006: 61) menyampaikan indikasi bahwa:


Tantangan besar yang niscaya dihadapi umat manusia adalah bagaimana
mereka mengelola dorongan agresif yang ada di tengah kehidupan mereka.
Bagi Freud, kegelisahan dan kecemasan umat manusia berkaitan dengan
kekhawatiran mereka tentang kemungkinan berlangsungnya tindakan agresif
yang bisa memusnahkan mereka.

Anantasari (2006: 113) berpendapat, ”Perilaku agresif merupakan segala


bentuk perilaku yang disengaja terhadap orang lain maupun objek lain dengan tujuan
merugikan, mengganggu, melukai ataupun mencelakakan korban baik secara fisik
maupun psikis, langsung maupun tidak langsung”. Pendapat ini menjelaskan bahwa
perilaku agresif merupakan perilaku yang bersifat kekerasan dan bertujuan untuk
mencelakai orang lain.
Berbagai ilustrasi faktual memberikan gambaran senyatanya tentang perilaku
agresif yang terjadi di rumah maupun di sekolah. Ketidakmampuan anak
mengerjakan tugas guru di sekolah sebagai suatu gambaran agresivitas yang bersifat
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

pasif. Perilaku agresif lainnya yang biasanya ditunjukkan anak-anak misalnya:


menganggu teman, berperilaku kasar, merusak barang-barang hingga mengacaukan
proses pembelajaran di kelas sehingga membuat guru menjadi frustasi.
Di SD Negeri Dagen II banyak dijumpai siswa yang berperilaku agresif.
Berdasarkan hasil survey, perilaku agresif anak muncul baik di dalam kelas maupun
di luar kelas. Perilaku tersebut berupa perampasan barang milik teman, misalnya alat
tulis; berkelahi; mendorong teman sampai jatuh; dan memukul. Hal tersebut
memberikan dampak negatif baik bagi siswa sendiri maupun bagi orang lain,
misalnya teman siswa. Perilaku tersebut tidak seharusnya didiamkan begitu saja ,
tetapi perlu mendapatkan perhatian khusus.
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka peneliti sebagai
mahasiswa BK tertarik mengadakan penelitian dengan judul “Studi Kasus Perilaku
Agresif Siswa Kelas IV SD Negeri Dagen II Kecamatan Jaten Kabupaten
Karangannyar Tahun Pelajaran 2009/2010”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan pada latar belakang masalah tersebut di atas, maka dirumuskan


masalah-masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana gambaran perilaku agresif siswa kelas IV SD Negeri Dagen II
kecamatan Jaten, kabupaten Karanganyar?
2. Faktor-faktor apa saja yang menjadi penyebab terjadinya perilaku agresif siswa
kelas IV SD Negeri Dagen II kecamatan Jaten, kabupaten Karanganyar?
3. Alternatif bimbingan apa yang perlu diberikan pada siswa berperilaku agresif
kelas IV SD Negeri Dagen II kecamatan Jaten, kabupaten Karanganyar ?
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan latar belakang masalah dan rumusan masalah yang


dikemukakan di atas, maka tujuan penelitian ini untuk mengetahui :
1. Gambaran secara nyata tentang perilaku agresif siswa kelas IV SD Negeri Dagen
II kecamatan Jaten, kabupaten Karanganyar.
2. Faktor-faktor yang menjadi penyebab terjadinya perilaku agresif siswa kelas IV
SD Negeri Dagen II kecamatan Jaten, kabupaten Karanganyar.
3. Alternatif bimbingan yang perlu diberikan pada siswa berperilaku agresif kelas IV
SD Negeri Dagen II kecamatan Jaten, kabupaten Karanganyar.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian tentang perilaku agresif ini diharapkan mempunyai manfaat


sebagai berikut :
1. Manfaat teoritis
Memberikan sumbangan dalam mengembangkan ilmu pengetahuan yang
berkaitan dengan upaya mengantisipasi anak yang berperilaku agresif.
2. Manfaat praktis
a. Memberikan wawasan bagi para guru mengenai perilaku agresif pada siswa.
b. Menjadi rambu-rambu khususnya bagi guru pembimbing dalam pemberian
layanan bimbingan yang sesuai dengan kondisi siswa.
c. Bagi orang tua dapat memberikan informasi tentang cara mengatasi perilaku
agresif bagi anak-anaknya.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

BAB II
D. LANDASAN TEORI

A. TINJAUAN PUSTAKA

1. Karakteristik Anak Usia 6 -12 Tahun

Manusia di dalam kehidupannya akan mengalami dua proses yang alamiah,


yaitu proses pertumbuhan dan proses perkembangan. Kedua proses tersebut berjalan
secara kontinyu dan saling bergantung antara satu dengan lainnya.
J. P. Chaplin (dalam Alex Sobur, 2003: 128) mengatakan, “Perkembangan
pada prinsipnya adalah tahapan-tahapan perubahan yang progresif dan ini terjadi
dalam rentang kehidupan manusia dan organisme lainnya, tanpa membedakan aspek-
aspek yang terdapat dalam organisme-organisme tersebut”. Perkembangan itu
merupakan suatu proses perubahan yang progresif dan terus-menerus. Perkembangan
itu terjadi pada setiap organisme sejak lahir hingga mati.
Van den Daele (dalam Elizabeth B. Hurlock, 2004: 2) mengatakan,
”Perkembangan berarti perubahan secara kualitatif”. Perkembangan bukanlah hanya
berupa bertambahnya ukuran tinggi badan seseorang, bertambahnya berat badan
seseorang atau meningkatnya kemampuan seseorang, tetapi perkembangan itu
merupakan suatu proses integrasi dari banyak struktur dan fungsi yang kompleks.
Di dalam perkembangannya tersebut, seorang individu akan mengalami fase-
fase perkembangan. Mulai dari masa dalam kandungan sampai masa tua. Masa
kanak-kanak merupakan salah satu fase yang dilalui oleh individu. Masa kanak-kanak
ini terbagi lagi menjadi tiga fase yaitu, “ Masa bayi berlangsung dari lahir sampai
umur 1 ½ tahun; masa anak kecil dari umur 1 ½ tahun sampai 6 tahun kemudian masa
anak sekolah umur 6 sampai 12 tahun”. (Warkitri dkk, 2002: 15).
Anak usia 6-12 tahun merupakan masa anak-anak untuk memasuki dunia
pendidikan, namun pada umumnya sulit untuk menentukan berapa tepatnya anak siap
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

untuk memasuki dunia pendidikan karena kematangan itu tidak hanya ditentukan oleh
usia saja. “Masa usia sekolah dasar disebut sebagai masa intelektual atau masa
keserasian bersekolah”. (Depdikbud, 1992: 43). Anak pada usia 6 atau 7 tahun
biasanya dianggap telah matang untuk memasuki sekolah dasar. Pada usia tersebut,
anak-anak lebih mudah untuk dididik.
Masa usia sekolah dasar diperinci menjadi dua fase, yaitu a. Masa kelas-kelas
rendah sekolah dasar. Adapun sifat-sifat anak pada masa ini meliputi: 1).
Terdapat hubungan positif antara keadaan jasmani dengan prestasi, 2) Anak
patuh pada peraturan-peraturan permainan tradisional, 3) Anak memiliki
kecenderungan untuk memuji diri sendiri, 4) Anak suka membanding-
bandingkan dirinya dengan anak lain ; b. Masa kelas-kelas tinggi sekolah dasar.
Adapun sifat-sifat anak pada masa ini meliputi: 1) Anak memiliki minat
terhadap kehidupan praktis yang konkret, 2) Realistik, ingin mengetahui, ingin
belajar, 3) Bakat-bakat khusus anak mulai menonjol, 4) Anak-anak mulai
membentuk kelompok sebaya atau peer group”. (Syamsu Yusuf , 2004: 24)

Lebih jelasnya akan diuraikan di bawah ini.


a. Masa kelas-kelas rendah sekolah dasar berkisar pada usia kira-kira 6 atau 7 tahun
sampai usia 9 atau 10 tahun. Beberapa sifat anak pada masa ini antara lain sebagai
berikut:
1). Terdapat hubungan positif antara keadaan jasmani dengan prestasi. Keadaan
jasmani memberikan pengaruh khususnya terhadap pencapain prestasi anak.
Jasmani yang sehat dapat memberikan nilai lebih terhadap pencapaian
prestasi anak dari pada keadaan jasmani yang tidak sehat. Dengan keadaan
jasmani yang sehat, anak akan memiliki motivasi, tenaga yang lebih, namun
dengan jasmani yang tidak sehat anak akan merasa lemah, tidak memiliki
semangat.
2). Anak patuh pada peraturan-peraturan permainan tradisional.
Interaksi anak semakin luas, berkembang. Keluarga adalah lingkungan
pertama yang dikenal oleh anak. Seiring dengan perkembangannya, anak tidak
hanya mengenal keluarganya saja, namun anak akan belajar mengenal
lingkungan yang lebih luas. Mulai dari teman sebaya hingga masyarakat luas.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Agar anak dapat diterima dilingkungannya tersebut, anak harus mematuhi


peraturan-peraturan yang berlaku, khususnya peraturan-peraturan permainan
yang tradisional.
3). Anak memiliki kecenderungan untuk memuji diri sendiri.
Seringkali anak akan menceritakan pengalaman-pengalaman yang telah anak
peroleh disegala aktivitasnya. Anak akan lebih bersemangat terhadap
pengalaman-pengalaman yang berhubungan dengan dirinya, apa yang telah ia
lakukan, apa yang ia dapatkan. Melalui cerita-cerita polos, mereka
menunjukkan betapa hebatnya mereka.
4). Anak suka membanding-bandingkan dirinya dengan anak lain.
Interaksi anak dengan lingkungannya, khususnya dengan teman sebaya
menuntut anak memiliki kemampuan untuk dapat menyesuaikan diri agar
anak dapat diterima di lingkungannya tersebut. Namun, seringkali yang
didapatkan adalah anak akan membanding-bandingkan dirinya dengan teman-
temannya. Misalkan dalam hal yang berkenaan dengan prestasi, anak merasa
lebih pandai dalam mata pelajaran matematika dibandingkan dengan teman-
temannya yang lain.
b. Masa kelas-kelas tinggi sekolah dasar berkisar pada usia kira-kira 9 atau 10 tahun
sampai usia 12 atau 13 tahun. Beberapa sifat khas anak-anak pada masa ini
adalah:
1). Anak memiliki minat terhadap kehidupan praktis yang konkret, hal ini
menimbulkan adanya kecenderungan untuk membandingkan pekerjaan-
pekerjaan yang praktis.
2). Realistik, ingin mengetahui, ingin belajar. Seiring dengan perkembanganya,
kemampuan anak pun juga berkembang. Anak memiliki minat, keinginan
yang lebih untuk mempelajari sesuatu dan pemahaman anak mengenai
sesuatu yang awalnya bersifat fantasi berkembang ke arah yang objektif.
3). Bakat-bakat khusus anak mulai menonjol. Hal tersebut ditunjukkan
minatnya pada mata pelajaran tertentu.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

4). Anak-anak mulai membentuk kelompok sebaya atau peer group. Anak-anak
pada usia ini gemar membentuk kelompok sebaya biasanya untuk dapat
bermain bersama-sama. Dalam permainan itu anak tidak lagi terikat pada
peraturan-peraturan permainan tradisional, mereka membuat peraturan
sendiri.
Buhler (dalam Alex Sobur, 2003: 132) mengatakan, “Masa sekolah dasar
dapat juga disebut sebagai masa menyelidik, mencoba, dan bereksperimen”. Anak
pada usia ini memiliki dorongan besar untuk mengetahui sesuatu hal baru bagi
mereka atau dengan kata lain dapat dikatakan bahwa anak pada usia ini memiliki rasa
ingin tahu yang besar. Hal-hal baru yang ditemukan anak di dalam lingkungannya
yang lebih luas dari pada masa usia pra sekolah menimbulkan berbagai macam
pertanyaan bagi anak. Tidak jarang hal tersebut menyebabkan orang tua atau pun
pendidik merasa kesulitan dalam memberikan jawaban yang tepat bagi anak.

a. Aspek- aspek Perkembangan Anak Usia 6 – 12 Tahun

Perkembangan merupakan rentetan perubahan jasmani dan rohani manusia


menuju ke arah yang lebih maju dan sempurna. Salah satu fase perkembangan
manusia adalah masa kanak-kanak. Masa kanak-kanak ini terbagi lagi menjadi tiga
fase, salah satunya adalah anak usia 6-12. Pada fase ini dalam perkembangnnya anak
akan mengalami perubahan di dalam berbagai aspek kehidupannya.
Syamsu Yusuf (2004: 178—184) menyebutkan, ”Aspek perkembangan anak
usia sekolah dasar meliputi: 1) Perkembangan intelektual, 2) Perkembangan bahasa,
3) Perkembangan sosial, 4) Perkembangan emosi), 5) Perkembangan moral, 6)
Perkembangan motorik”. Berikut penjelasannya.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

10

1). Aspek Perkembangan Intelektual


Anak pada usia 6–12 tahun telah dapat mereaksi rangsangan intelektual atau melaksanakan tugas-tugas belajar
yang menuntut kemampuan intelektual atau kemampuan kognitif, seperti: membaca, menulis, dan menghitung. Kemampuan
intelektual pada masa ini sudah cukup untuk menjadi dasar diberikannya berbagai kecakapan yang dapat mengembangkan pola
pikir atau daya nalar anak. Anak dapat diberikan dasar-dasar keilmuan, misalnya membaca. Selain itu, anak perlu diberikan juga
pengetahuan-pengetahuan tentang manusia, hewan, lingkungan alam sekitar, dan sebagainya. Untuk dapat mengembangkan daya
nalarnya, yaitu dengan melatih anak untuk dapat mengungkapkan pendapat, gagasan atau penilaiannya terhadap berbagai hal
yang dialami atau peristiwa yang terjadi di lingkungan.

2). Perkembangan Bahasa


Pada usia ini, kemampuan anak dalam mengenal dan menguasai

perbendaharaan kata berkembang pesat. Anak dapat menguasai sekitar 2. 500 kata.

Pada masa ini, tingkat berpikir anak lebih maju. Faktor penting yang mempengaruhi

perkembangan bahasa, yaitu: proses jadi matang dengan perkataan lain anak itu

menjadi matang (organ-organ suara/ bicara sudah berfungsi) untuk berkata-kata dan

proses belajar yang berarti bahwa anak yang telah matang untuk berbicara kemudian

mempelajari bahasa orang lain dengan jalan mengimitasi atau meniru ucapan/ kata-

kata yang didengarkannya.

3). Perkembangan Sosial


Pada usia ini, anak memiliki kesanggupan menyesuaikan diri-sendiri
(egosentris) kepada sikap yang kooperatif (bekerjasama) atau sosiosentris (mau
memperhatikan kepentingan orang lain). Anak berminat terhadap kegiatan-kegiatan
teman sebayanya dan bertambah kuat keinginannya untuk diterima menjadi anggota
kelompok.

4). Perkembangan Emosi


Anak menyadari bahwa pengungkapan emosi secara kasar tidaklah diterima
di masyarakat. Sehingga anak mulai belajar untuk mengendalikan dan mengontrol
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

11

ekspresi emosinya. Kemampuan mengontrol emosi diperoleh anak melalui peniruan


dan pembiasaan.

5). Perkembangan Moral


Anak mulai mengenal konsep moral (benar atau salah, baik atau buruk) yang
pertama kali anak peroleh dari lingkungan keluarga. Anak sudah dapat mengikuti
pertautan atau tuntutan dari orangtua atau lingkungan sosialnya. Pada akhir usia ini,
anak dapat memahami alasan yang mendasari suatu peraturan. Di samping itu, anak
dapat mengasosiasikan setiap bentuk perilaku dengan konsep benar-salah atau baik-
buruk.

6). Perkembangan Motorik


Perkembangan motorik anak sudah dapat terkoordinasi dengan baik.
Gerakan yang dilakukan anak telah sesuai dengan kebutuhan atau minat anak. Pada
usia ini, anak dapat diajarkan keterampilan yang berkaitan dengan motoriknya.
Misalnya: menggambar, menulis, mengetik.

b. Tugas Perkembangan Anak Usia 6–12 Tahun

Tugas perkembangan merupakan tugas-tugas yang muncul pada periode


tertentu yang dialami oleh setiap individu, di mana keberhasilan individu tersebut
dalam menunaikan tugas akan dapat membawa kebahagiaan untuk menunaikan tugas-
tugas selanjutnya, namun apabila individu tersebut mengalami kegagalan dalam
menunaikan tugasnya, maka hal tersebut akan menimbulkan kesulitan bagi individu
tersebut untuk menunaikan tugas perkembangan selanjutnya. Orang tua dan pendidik
hendaklah memberikan motivasi dan memfasilitasinya untuk dapat mencapai
keberhasilan dalam menunaikan tugas perkembangannya.
Tugas-tugas perkembangan pada masa sekolah meliputi: 1) Belajar memperoleh
keterampilan fisik untuk permainan; 2) Belajar membentuk sikap yang sehat
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

12

terhadap dirinya sendiri sebagai makhluk biologis; 3) Belajar bergaul dengan


teman-teman sebaya; 4) Belajar memainkan peranan sesuai dengan jenis
kelaminnya; 5) Belajar keterampilan dasar dalam membaca, menulis, dan
berhitung; 6) Belajar mengembangkan konsep sehari-hari; 7) Mengembangkan
kata hati; 8) Belajar memperoleh kebebasan; dan 9) Mengembangkan sikap
yang positif terhadap kelompok sosial dan lembaga-lembaga. (Syamsu Yusuf,
2004: 69).

Selanjutnya Elizabeth B. Hurlock (2004 : 10) mengemukakan, Tugas –tugas


perkembangan akhir masa kanak-kanak, yaitu: 1) Mempelajari keterampilan
fisik yang diperlukan untuk permainan-permainan yang umum; 2) Membangun
sikap yang sehat mengenai diri sendiri sebagai makhluk yang sedang tumbuh;
3) Belajar menyesuaikan diri dengan teman-teman seusianya; 4) Mulai
mengembangkan peran sosial pria atau wanita yang tepat; 5) Mengembangkan
keterampilan-keterampilan dasar untuk membaca, menulis, dan berhitung; 6)
Mengembangkan pengertian-pengertian yang diperlukan untuk kehidupan
sehari-hari; 7)Mengembangkan hati nurani, pengertian moral, dan tata tingkatan
nilai; 8) Mengembangkan sikap terhadap kelompok-kelompok sosial dan
lembaga-lembaga; 9) Mencapai kebebasan pribadi.

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa tugas-tugas

perkembangan anak pada usia 6-12 tahun meliputi: mempelajari keterampilan fisik;

membina sikap yang sehat terhadap diri sendiri; belajar bergaul dengan teman sebaya,

belajar berperan sosial sebagai pria atau wanita, mengembangkan dasar-dasar

keterampilan membaca, menulis, dan berhitung; mengembangkan kata hati,

moralitas, dan skala nilai; pencapaian kemerdekaan diri; dan mengembangkan sikap

sosial dalam kelompok sosial. Lebih jelasnya akan diuraikan di bawah ini.

1) Mempelajari Keterampilan Fisik


Pada masa ini anak akan banyak melakukan kegiatan permainan dengan

teman sebayanya. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan bersifat fisik, misalnya:

melempar, menangkap, menendang, dst. Agar anak mampu melakukan kegiatan


library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

13

permainan tersebut, maka perlu bagi anak untuk mempelajari keterampilan-

keterampilan yang bersifat fisik tersebut. Bila anak dapat melakukan permainan ini,

anak akan mendapat pujian dari teman-teman sebayanya. Namun, bila anak gagal,

maka anak akan mendapatkan hukuman atas kesalahan-kesalahannya.

2) Membina Sikap yang Sehat Terhadap Diri Sendiri


Pada masa ini, anak akan mengalami pertumbuhan fisik yang sangat cepat.

Misalnya gigi permanen sudah tumbuh. Untuk itu anak perlu diajarkan kebiasaan

untuk menjaga kesehatan, khususnya untuk memelihara badan. Misalnya dengan

membiasakan anak mandi 2 kali sehari.

3) Belajar Bergaul dengan Teman Sebaya


Keluarga adalah lingkungan pertama yang dikenal oleh anak. Seiring dengan

perkembangannya, interaksi anak semakin luas. Anak mulai belajar mengenal dan

mengadakan interkasi dengan dunia luar, misalnya dengan teman sebayanya. Di

dunia luar ini, anak akan menemukan berbagai macam kelompok dengan berbagai

macam karakter. Anak harus dapat mengambil posisi diantara teman sebayanya

tersebut agar anak dapat diterima dalam kelompok tersebut. Anak harus belajar

menyesuaikan diri, memperlakukan teman dengan baik, dsb.

4) Belajar Berperan Sosial sebagai Pria atau Wanita


library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

14

Di lingkungan keluarga anak juga mendapatkan pendidikan mengenai peran

sosialnya sebagai pria atau wanita. Anak laki-laki diajarkan berperan, bersikap dan

berperilaku sebagaimana halnya laki-laki, sedangkan anak perempuan diajarkan

berperan, bersikap, dan berperilaku sebagaimana halnya anak perempuan. Misalnya:

anak perempuan diajarkan memakai rok, sedangkan anak laki-laki memakai celana.

5) Mengembangkan Keterampilan Dasar-dasar Membaca,


Menulis dan Berhitung
Membaca, menulis, dan berhitung merupakan ilmu dasar agar anak dapat

mengembangkan diri sesuai dengan bakat dan minatnya. Untuk itu anak harus

mempelajarinya. Orang tua atau pun pendidik harus dapat memberikan motivasi pada

anak dan memfasilitasi anak agar anak dapat berkembang sesuai dengan

kemampuannya.

6) Mengembangkan Kata Hati, Moralitas, dan Skala Nilai.


Selain memiliki bekal yang berkenaan dengan ilmu, anak diharapkan mampu

memiliki kontrol diri, karena dilingkungannya anak akan menemukan berbagai

macam sikap, sifat dan karakter. Dengan kontrol diri tersebut anak akan mampu
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

15

melihat sikap, sifat atau karakter yang sesuai atau tidak sesuai. Sehingga anak dapat

mengadakan pemilihan nilai dan mengikat dirinya atas pemilihan tersebut.

7) Pencapaian Kemerdekaan Diri


Anak diharapkan menjadi seorang individu yang mandiri, tidak bergantung

pada orang tua atau orang dewasa lainnya. Interaksi anak dengan temannya menuntut

anak untuk mandiri, melepaskan ketergantungannya terhadap orang tua. Pengetahuan

yang dimiliki anak, dapat mengembangkan otoritasnya yaitu anak dapat melakukan

pemilihan- pemilihan bagi dirinya dalam kehidupannya.

8). Mengembangkan Sikap Sosial dalam Kelompok Sosial

Di dalam lingkungan sosial, anak akan menemukan norma-norma atau

hukum yang berkembang di masyarakat. Hal tersebut akan memberikan pengaruh

bagi anak dalam interaksi dengan lingkungan sosialnya tersebut. Kesuksesan anak

dalam kehidupan sosialnya tersebut dipengarhi oleh sikap sosial anak itu. Untuk itu

harus ditanamkan kehidupan yang demokratis.

2. Kajian Tentang Perilaku Agresif

a. Pengertian Perilaku Agresif


library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

16

Anak dilahirkan sebagai makhluk sosial. Di dalam perkembangan dan


pertumbuhannya, anak akan mengadakan sosialisasi dengan lingkungannya, baik
dengan keluarga, teman ataupun masyarakat luas. Untuk itu, anak perlu memiliki
kemampuan untuk bergaul dengan orang lain. Untuk mencapai kematangan sosial,
anak harus belajar tentang cara-cara menyesuaikan diri dengan orang lain. Banyak
faktor yang mempengaruhi cara penyesuaian diri, salah satunya adalah emosi.
“Emosi sebagai keadaan yang bergejolak pada diri individu yang berfungsi
sebagai inner adjustment (penyesuaian dari dalam diri individu), tujuannya untuk
mencapai kesejahteraan dan keselamatan”. (Tim Prodi BK, 2000: 22). Emosi bukan
hanya sekedar suatu reaksi umum, tetapi juga merupakan reaksi spesifik. Individu
akan tertawa saat gembira, manarik diri saat takut, atau pun menjadi agresif saat
marah. Perilaku agresif sebagai reaksi emosi merupakan suatu tindakan, baik fisik
ataupun non fisik yang dilakukan oleh individu yang identik dengan adanya
kekerasan. Tindakan tersebut dilakukan oleh individu dengan tujuan untuk melukai
atau membahayakan orang lain.
Menurut Anantasari (2006: 63), “Agresif diartikan tindakan yang bersifat
kekerasan yang dilakukan oleh manusia terhadap sesamanya”. Dalam agresi
terkandung maksud untuk membahayakan atau menciderai orang lain.
Menurut Calhoun&Acocella (dalam Alex Sobur, 2003: 432) mengartikan
bahwa, “Sikap agresif adalah penggunaan hak sendiri dengan cara melanggar hak
orang lain”.
J P Chaplin (2004: 15) mengatakan, Perilaku agresif adalah tindakan
permusuhan dari dalam diri seseorang ditujukan pada orang lain atau benda
berupa suatu tindakan menyerang, melukai orang lain, untuk meremehkan,
merugikan, mengaganggu, membahayakan, merusak, menjahati, mengejek,
mencemoohkan, atau menuduh secara jahat, mengukum berat. Atau tindakan
sadis lainnya.

Sedangkan Syamsu Yusuf (2004: 124) mengartikan, ”Agresi (agression)


yaitu perilaku menyerang baik secara fisik (non verbal) maupun kata-kata (verbal)”.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

17

Agresi ini merupakan salah satu bentuk reaksi terhadap frustasi atau rasa kecewa
karena tidak terpenuhinya kebutuhan atau keinginan.
Selaras dengan pendapat di atas, Rita Eka Izzaty (2005: 105) menyatakan,
”Agresivitas adalah isilah umum yang dikaitkan dengan adanya perasaan-perasaan
marah atau permusuhan atau tindakan melukai orang lain baik dengan tindakan
kekerasan secara fisik, verbal, maupun menggunakan ekspresi wajah dan gerakan
tubuh yang mengancam atau merendahkan”.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa
perilaku agresif adalah tingkah laku secara fisik (non verbal) atau verbal yang
sifatnya berupa penyerangan di mana hal tersebut dilakukan oleh seorang individu
dengan sengaja untuk melukai, menyakiti dan membahayakan orang lain.

b. Teori-teori Agresi

Teori-teori mengenai perilaku agresif banyak dikemukakan oleh para ahli.


Menurut Goble (dalam Alex Sobur, 2003: 437) menyebutkan, “Teori-teori agresi
dibagi dalam dua kategori, yaitu teori-teori yang berpandangan bahwa agresi bersifat
naluriah atau merupakan kodrat bawaan manusia, dan teori belajar sosial”. Dari
pendapat tersebut, teori agresi bersifat naluriah atau bawaan dan teori belajar sosial.
Selanjutnya Wang Muba ( http: Wang Muba/12/03/2009 ) berpendapat,
“Teori-teori agresi terbagi atas: 1) Perilaku agresif sebagai perilaku bawaan; 2)
Perilaku agresif sebagai perilaku belajar; 3) Perilaku agresif sebagai perilaku belajar
sosial; 4) Perilaku agresif sebagai dorongan yang berasal dari luar; 5) Perilaku agresif
sebagai perilaku katarsis”.

Berdasarkan pendapat di atas maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1). Perilaku Agresif sebagai Perilaku Bawaan


library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

18

“Pada dasarnya, manusia mempunyai dua naluri dasar, yaitu naluri seksual
(libido) dan naluri agresif atau yang disebut sebagai naluri kematian”. (Sigmund
Freud dalam Alex Sobur, 2003- 437). Insting kehidupan terdiri atas insting reproduksi
atau insting seksual dan insting-insting yang ditujukan untuk pemeliharaan hidup,
sedangkan insting kematian memiliki tujuan untuk menghancurkan hidup individu.
Dalam teori ini, perilaku agresif merupakan cerminan dari adanya insing kematian.
Misalnya, bunuh diri atau peperangan.

2). Perilaku Agresif sebagai Perilaku Belajar


“Perilaku agresif diperoleh melalui belajar bukan hanya bersifat instingtif.
Mekanisme utama yang menentukan perilaku agresif manusia adalah proses belajar
masa lampau”. (Sears dalam Wang Muba, 12/03/2009).
Bayi yang baru lahir dapat menunjukkan perasaan agresi yang impulsif. Bila
keinginannya tidak terpenuhi, maka bayi akan menangis keras, memukul- mukul, atau
menghantam apa saja yang dapat dijangkau. Pada kehidupannya bayi tidak menyadari
kehadiran orang lain, dia akan terus menerus melepaskan amarahnya dan mungkin
mengarahkan kepada mereka, tetapi pada masa dewasa ia akan mengendalikan
dorongan impulsif agresifnya secara kuat dan hanya melakukan agresi dalam keadaan
tertentu.
Perkembangan tersebut dikarenakan oleh proses belajar. Belajar melalui
pengalaman coba-coba, pengajaran moral, instruksi khusus, pengalaman diri sendiri
melalui pengamatan terhadap orang lain akan membantu mengajarkan cara merespon
pada individu.

3). Perilaku Belajar Sosial


“Belajar itu tidak sederhana. Belajar sebagai reaksi dari stimulus, di mana
reaksi atau interpretasi orang terhadap stimulus tidak hanya setelah individu itu
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

19

melakukannya sendiri”. (Bandura dalam Tim Prodi BK, 2000: 34). Asumsi dasar
teori ini adalah sebagian besar perilaku individu diperoleh sebagai hasil belajar
melalui pengamatan atas perilaku yang ditampilkan oleh individu-individu lain yang
menjadi model. Individu akan mencontoh tingkah laku orang lain (model) apabila
tingkah laku tersebut memiliki efek yang menyenangkan, sebaliknya apabila individu
tersebut mendapati tingkah laku model memiliki efek yang tidak menyenangkan,
maka individu akan kurang termotivasi untuk bertingkah laku yang sama. Misalkan,
anak “A” melihat ketika kakaknya menangis dan disertai dengan membanting-banting
mainannya, orang tuanya memberikan sejumlah uang kepada kakanya tersebut
sehingga tangisnya terhenti. Perilaku ini akan menjadi contoh bagi anak, karena
dengan dia berperilaku agresif, anak mendapatkan apa yang diinginkannya.

4). Perilaku Agresif sebagai Dorongan yang Berasal dari Luar


Menurut teori ini, perilaku agresif ditentukan oleh kejadian-kejadian yang
berasal dari luar (eksternal), di mana kondisi tersebut akan menimbulkan motivasi
yang kuat pada seseorang untuk memicu kemunculan perilaku agresif. Teori ini
menyatakan bahwa frustasi menyebabkan berbagai kecenderungan, salah satunya
adalah agresi, dan agresi timbul karena adanya frustasi. Apabila frustasi meningkat,
maka kecenderungan perilaku agresif pun akan meningkat. Contohnya: Individu A
mendapati kehidupan keluarganya berantakan. Hal tersebut membuat individu
tersebut stress. Untuk menghilangkan stress atau frustasinya tersebut, individu
seringkali melakukan perilaku kekerasan, misalnya dengan membanting barang-
barang di sekitarnya, marah-marah, atau mengumpat.

5). Perilaku Agresif sebagai Perilaku Katarsis


Katarsis merupakan pelepasan ketegangan dan kecemasan dengan jalan
melampiaskannya dalam dunia nyata. Teori katarsis menyatakan pemberian
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

20

kesempatan kepada individu yang memiliki kecenderungan pemarah untuk


berperilaku keras (dalam aktivitas katarsis), tapi dalam cara yang tidak merugikan,
akan mengurangi tingkat rangsang emosional dan tendensi untuk melakukan perilaku
agresi.
Tujuan perilaku agresif menurut teori ini adalah dalam rangka katarsis atau
pelepasan ketegangan terhadap kompleks-kompleks terdesak, misalkan perasaan
marah dapat dikurangi melalui pengungkapan agresi. Misalkan, ketika anak A tiba-
tiba dipukul oleh anak B maka anak A akan marah dan pada gilirannya anak A
gantian memukul anak B tersebut maka anak A akan merasa lega dan amarah menjadi
berkurang.

c. Ciri-ciri Perilaku Agresif Pada Anak

Setiap orang tua tentunya berharap putra-putranya menjadi anak yang patuh
dan taat terhadap norma, aturan yang diajarkan oleh orang tuanya. Namun, seringkali
yang didapatkan adalah harapan tidak selalu sejalan dengan kenyataan. Justru
seringkali anak bertindak atau berperilaku diluar batas harapan orang tua, misalnya
anak berperilaku agresif.
Pada umumnya setiap anak mempunyai dorongan agresif. Dorongan ini
timbul sejak kecil dan muncul pada perbuatan-perbuatan, seperti mendorong teman
sampai jatuh, mencakar kalau tidak diberi kue yang dimintanya, dan sebagainya.
“Agresi merupakan kekuatan hidup (life force) dan energi yang dapat bersifat
membangun dan juga menghancurkan. Kekuatan ini adalah sesuatu yang membuat
bayi memiliki dan memegang kehidupan dan yang bisa membuatnya berteriak atau
menangis bila ia sedang lapar”. (Alex Sobur, 2003: 434).
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

21

”Agresi terwujud dalam perilaku menyerang, seperti: memukul, mencubit,

menendang, menggigit, marah-marah dan mencaci maki”. (Syamsu Yusuf, 2004:

124).

Sutjihati Somantri (2006: 44) menyebutkan, ”Perilaku agresif yang biasa

dijumpai pada anak-anak adalah bertengkar, mengejek, dan mengganggu”. Lebih

jelasnya akan diuraikan sebagai berikut:

Bertengkar, merupakan ungkapan rasa marah yang dibuat dengan menyerang

orang lain. Bertengkar berbeda dari agresi, dalam arti kata bertengkar melibatkan dua

orang dan salah satu memainkan peran mempertahankan diri, sedangkan dalam

tingkah laku agresi tidaklah demikian. Selanjutnya mengejek dan menganggu.

Mengejek diartikan sebagai serangan yang bersifat verbal pada orang lain dengan

maksud supaya orang yang diejek menjadi marah, sedangkan mengganggu diartikan

sebagai tindakan yang menimbulkan rasa sakit dalam arti fisik dan orang yang

melakukannya memperoleh kenikmatan dengan melihat korbannya kesakitan.

Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, maka perilaku agresi yang muncul


pada anak-anak ditandai dengan perilaku marah, bermusuhan, bertengkar,
menghancurkan barang orang lain, membanting mainan dan menyerang secara fisik.

d. Faktor-faktor Penyebab Perilaku Agresif

Agresif merupakan perilaku yang disengaja oleh individu dengan tujuan-


tujuan tertentu. Agresif identik dengan adanya permusuhan, amarah, atau kekerasan
baik secara fisik atau verbal. Berbagai faktor dapat menjadi penyebab agresivitas. E.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

22

Koeswara (1988: 82) menyebutkan,”Faktor-faktor yang menjadi pencetus


kemunculan perilaku agresif adalah frustasi, stres, deindividuasi, kekuasaan dan
kepatuhan, efek senjata, provokasi, alkohol, dan suhu udara”.
Selanjutnya Sutjihat Somantri (2006: 43) menjelaskan, ”Ada beberapa
penyebab munculnya perilaku agresif pada anak antara lain: frustasi, keinginan untuk
menarik perhatian, kebutuhan akan perlindungan karena rasa tidak aman, dan
identifikasi dengan orang tua yang agresif”.
Anantasari (2006: 64—66) menyebutkan, ”Penyebab perilaku agresif dapat
digolongkan dalam enam kelompok faktor, yaitu: 1) faktor psikologis; 2) faktor
sosial; 3) faktor lingkungan; 4) faktor situasional; 5) faktor biologis; 6) faktor
genetik”.
Davidoff (dalam Rita Eka Izzaty, 2005: 107) menyebutkan, ”Penyebab
agresivitas dipengaruhi oleh: faktor internal dan faktor eksternal”.
Berdasarkan pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor
penyebab perilaku agresif terbagi menjadi:

1). Faktor Internal


Merupakan faktor-faktor yang berasal dari diri individu, meliputi:
a). Psikologis.
Faktor psikologis merupakan faktor-faktor yang berkenaan dengan jiwa
manusia. Adapun hal-hal yang mempengaruhinya meliputi:
(1) Perilaku naluriah
Perilaku naluriah berarti dalam diri manusia itu terdapat dua naluri,
yaitu naluri kehidupan yang disebut dengan eros dan naluri kematian
yang disebut dengan thanatos. Hal tersebut sesuai dengan
pendapatnya Sigmund Freud dalam Anantasai (2006: 24) yang
menyatakan, ”Dalam diri manusia ada naluri kematian atau thanatos
dan naluri kehidupan atau eros”. Thanatos berarti energi yang
tertuju untuk perusakan atau pengakhiran kehidupan. Perilaku agresi
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

23

berakar dalam naluri kematian yang diarahkan bukan ke dalam diri


sendiri melainkan ke orang lain.

(2) Perilaku yang dipelajari.


Perilaku yang dipelajari berarti perilaku agresif itu merupakan hasil
yang diperoleh individu sebagai pengalaman yang diperolehnya
dalam interaksinya dilingkungan sosial.
b). Biologis
Adanya cedera kepala yang dialami oleh individu dan atau cedera-
cedera lainnya sebagai akibat pencederaan fisik dapat melandasi
terjadinya perilaku agresif individu.
c). Genetik
Gen merupakan faktor yang berpengaruh pada pembentukan sistem
neural otak yang mengatur perilaku agresi. Banyak ditemukan bahwa
pelaku agresif adalah kaum laki-laki. Berdasarkan penelitian
kemungkinan yang lebih besar melakukan perilaku agresif berasal dari
laki-laki yang memiliki kromosom XYY
d). Situasional
Termasuk dalam kelompok faktor ini antara lain adalah rasa sakit atau
rasa nyeri yang dialami manusia. Rasa sakit atau rasa nyeri yang dialami
manusia dapat menjadi penyebab individu untuk berperilaku agresif.
Emosi individu akan meningkat ketika individu tersebut mengalami rasa
sakit atau rasa nyeri. Apalagi jika individu dalam keadaan sakit atau rasa
nyeri mengalami hal-hal yang tidak membuatnya merasa nyaman,
misalnya mendapatkan ejekan. Keadaan tersebut dapat menyebabkan
individu berperilaku agresif.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

24

2). Faktor Eksternal


Merupakan atau faktor-faktor yang berasal dari luar individu, meliputi:
a). Faktor sosial, terbagi atas:
(1) Frustasi
Frustasi memberikan pengaruh terhadap terjadinya perilaku agresif.
John Dollard dalam Anantasari (2006: 65), ”Frustasi bisa mengakari
agresi”. Agresi timbul karena individu mengalami frustasi. Apabila
frustasi meningkat, maka kecenderungan perilaku agresif pun
meningkat.
(2) Provokasi langsung
Kenyataan di lapangan seringkali ditemukan, ejekan, hinaan,
pencederaan fisikal dapat menyebabkan individu untuk berperilaku
agresif. Sebagai contoh: seorang anak akan marah atau bahkan
memukul ketika anak tersebut mendapatkan ejekan dari teman-
temannya. Perilaku agresif ini termasuk perilaku agresif yang wajar,
karena anak berperilaku agresif untuk melindungi dirinya dari ejekan
temannya. Sedangkan perilaku agresif yang tujuannya untuk
menyakiti, melukai, atau membahayakan orang lain itu termasuk
perilaku agresi yang tidak wajar. Untuk itu perlu segera ditangani.
(3) Pengaruh tontonan perilaku agresif ditelevisi.
Terdapat kaitan antara agresi dan paparan tontonan kekerasan lewat
televisi. Semakin banyak anak menonton kekerasan lewat televisi,
tingkat agresi anak tersebut terhadap orang-orang lain bisa makin
meningkat pula. Ternyata pengaruh tontonan kekerasan lewat telivisi
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

25

itu bersifat kumulatif, artinya makin panjangnya paparan tontonan


kekerasan dalam kehidupan sehari-hari makin meningkat perilaku
agresif.

b). Faktor lingkungan.


Faktor lingkungan yang mempengaruhi meliputi pengaruh polusi udara,
suhu udara, kebisingan, dan kesesakan karena kondisi menusia yang
berjejal. Sebagai contoh suhu udara yang panas. Tawuran atau aksi-aksi
demonstrasi yang di dalamnya mengandung unsur kekerasan, misalnya
bentrokan dengan petugas keamanan, biasa terjadi pada cuaca yang terik
dan panas.

3. Bimbingan untuk Anak Agresif

a. Pengertian Bimbingan

Pendidikan merupakan suatu proses yang bertujuan untuk dapat


mendewasakan anak didiknya melalui berbagai kegiatan yang ada di dalamnya.
Untuk dapat mencapai tujuan dari pendidikan, diperlukan kerjasama antar berbagai
unsur yang ada di dalam pendidikan. Adapun salah satu unsur dari pendidikan adalah
bimbingan.
Prayitno dan Erman Amti (1994: 100) menjelaskan bahwa , ”Bimbingan
adalah pemberian bantuan oleh ahli kepada seseorang atau beberapa individu agar
dapat mengembangkan kemampuan dirinya sesuai dengan kekuatannya berdasarkan
norma-norma yang berlaku”.
Dewa Ketut Sukardi (1995: 2) menyatakan bahwa” Bimbingan adalah proses
pemberian bantuan kepada seseorang atau sekelompok orang secara terus-menerus
dan sistematis oleh guru pembimbing agar menjadi pribadi yang mandiri”.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

26

Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka dapat diambil kesimpulan


bimbingan adalah proses bantuan yang diberikan oleh guru pembimbing kepada
seseorang atau sekelompok orang agar dapat berkembang secara optimal yaitu dapat
mengembangkan bakat dan minatnya secara optimal.

b. Fungsi Bimbingan

Bimbingan merupakan suatu proses bantuan yang diberikan oleh


pembimbing atau konselor kepada individu yang bermasalah atau klien yang pada
akhirnya diharapkan individu tersebut dapat mengatasi masalahnya dan dapat
berkembang secara optimal. Bimbingan tersebut merupakan suatu proses yang
berkesinambungan. Bimbingan mencakup berbagai hal, salah satunya adalah
mengenai fungsi bimbingan. Pada dasarnya, bimbingan dilakukan dalam bentuk
upaya pemahaman, pencegahan, pemeliharaan, dan penyembuhan. Setiap bentuk
upaya tersebut mengacu pada fungsi-fungsi bimbingan.
Prayitno dan Erman Amti (1994: 197) menjelasakan fungsi bimbingan terdiri
dari ”Fungsi pemahaman, fungsi pencegahan, fungsi pengentasan, fungsi
pemeliharaan dan pengembangan”.
Senada dengan pendapat di atas, Syamsu Yusuf dan Juntika (2005: 5)
menyebutkan, ”Fungsi bimbingan meliputi fungsi pemahaman, fungsi pencegahan,
fungsi pengentasan, dan fungsi pengembangan”.
Berdasarkan pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa fungsi
bimbingan meliputi fungsi pemahaman, fungsi pencegahan, fungsi perbaikan, dan
fungsi pengembangan. Lebih jelasnya akan diuraikan di bawah ini.

1) Fungsi Pemahaman
Fungsi pemahaman merupakan upaya untuk membantu peserta didik agar
mereka mempunyai pemahaman terhadap dirinya yaitu mengenai potensi-potensi
yang dimilikinya terhadap lingkungannya.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

27

2) Fungsi Preventif atau Pencegahan


Fungsi preventif merupakan upaya konselor untuk senantiasa mengantisipasi
timbulnya berbagai masalah yang mungkin terjadi dan berupaya untuk mencegah
supaya masalah tersebut tidak dialami oleh peserta didik.
3) Fungsi Perbaikan
Fungsi perbaikan merupakan fungsi bimbingan yang bersifat kuratif. Fungsi
ini merupakan upaya pemberian bantuan kepada peserta didik yang telah mengalami
masalah sehingga pada akhirnya tercapailah upaya pemecahan masalah.

4) Fungsi Pengembangan
fungsi bimbingan yang menghasilkan terpeliharanya berbagai potensi dan
kondisi positif peserta didik dalam rangka perkembangan diri peserta didik secara
mantap dan berkelanjutan.

c. Bimbingan Terhadap Anak Agresif

Bimbingan merupakan salah satu unsur dalam pendidikan. Bimbingan


memiliki peran dalam pencapaian tujuan pendidikan. Di dalam bimbingan mencakup
berbagai macam kegiatan, yaitu layanan-layanan BK dan kegiatan pendukung BK.
Kegiatan-kegiatan tersebut dilaksanakan dengan mengacu pada fungsi-fungsi
bimbingan, yaitu fungsi pemahaman, fungsi pencegahan, fungsi perbaikan, dan fungsi
pengembangan.
Perilaku agresif merupakan salah satu bentuk perilaku yang harus ditangani
oleh guru pembimbing, karena perilaku agresif pada anak dapat meresahkan banyak
orang khususnya orang-orang disekelilingnya, misalkan orang tua dan guru. Hal ini
dapat dipahami karena perilaku ini memiliki berbagai macam dampak yang
merugikan. Jika perilaku agresif ini tidak segera ditangani, maka akan berpeluang
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

28

besar menjadi perilaku yang menetap. Di lingkungan sekolah, anak agresif cenderung
ditakuti dan dijauhi oleh teman-temannya sehingga anak terisolir dari lingkungannya.
Terkait dengan fungsi bimbingan sebagai fungsi pemahaman, fungsi
pencegahan, fungsi perbaikan, dan fungsi pengembangan, menurut Rita Eka Izzaty,
(2005: 116) ada beberapa hal yang dapat dilakukan pendidik untuk menghadapi anak
yang berperilaku agresif, yaitu:
1.) Mengajarkan pada semua anak mengenai keterampilan sosial untuk
berhubungan dengan orang lain. Anak perlu diajarkan keterampilan
sosial ini sehingga diharapakan dapat melalukan penyesuaian diri
terhadap lingkungan sosialnya yang makin berkembang. Pada akhirnya
diharapkan anak dapat diterima di lingkungan sosialnya tersebut.
2.) Menciptakan lingkungan sekolah yang kondusif. Upaya pengendalian
perilaku agresif anak tidak hanya dilakukan oleh orang tua saja, namun
juga diperlukan kerjasama dengan berbagai pihak yang berkenaan
dengan anak, misalnya pihak sekolah. Sekolah perlu menciptakan
lingkungan yang kondusif, yaitu dengan menekan tingkat frustasi atau
tekanan pada anak. Dengan upaya tersebut diharapkan perilaku agresif
anak dapat dikurangi.
3.) Menerapkan program kegiatan belajar dengan metode role play,
sosiodrama. Melalui metode ini diharapkan anak memiliki pemahaman
bahwa untuk memecahkan masalah tidak harus dengan kekerasan. Untuk
itu, guru harus dapat mengemas sedemikian rupa materi yang diajarkan
melalui metode ini, agar pesan yang ingin disampaikan dapat dipahami
siswa.
4.) Memberikan kesempatan bagi anak untuk dapat mengekspresikan
keinginan dan kekuatannya dengan cara-cara tertentu, misalnya dengan
memberikan alternatif pilihan kegiatan yang dapat mengurangi frustasi
yang dapat mendorong agresivitas anak. Sebagai contoh adalah anak
marah karenan mainan pistolnya direbut oleh temannya. Untuk meredakan
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

29

emosi anak agar anak tidak berperilaku agresif adalah misalnya dengan
memberikan mainan baru lainnya pada anak sebagai pengganti mainan
pistolnya tersebut.
Sedangkan Anantasari (2006: 101) menyebutkan bahwa, “Upaya untuk
mengontrol perilaku agresif anak adalah dengan menyalurkan ekspresi emosi atau
kondisi yang tidak menyenangkan bagi anak dan melatih anak untuk bersikap
asertif”.
Berdasarkan pendapat diatas maka dapat disimpulkan bahwa upaya dalam
rangka mengontrol agresivitas anak diperlukan kerjasama dari berbagai pihak,
diantaranya adalah orang tua dan guru. Orang tua sebagai pendidik anak di rumah
perlu mengajarkan pada anak untuk bersikap asertif, yaitu dengan melatih anak untuk
mengembangkan kontrol diri dan melatih anak untuk dapat menyampaikan hal-hal
yang ingin disampaikan anak kepada orang lain dengan menghindarkan sikap
kekerasan. Contohnya: orang tua memberikan kesempatan kepada anak secara bebas
dan terbuka untuk menyampaikan keinginannya. Apabila keinginan orang tua tidak
sesuai dengan harapan orang tua, maka orang tua dapat mendiskusikan kepada anak.
Selain itu orang tua juga perlu memfasilitasi anak yaitu dengan memberikan
kesempatan pada anak untuk dapat menyalurkan ekspresi emosi atau kondisi yang
tidak nyaman bagi anak. Contohnya: Orang tua menyediakan waktu khusus untuk
dapat berkumpul, bercengkrama dengan anak sehingga melalui itu anak dapat
mengungkapkan segala pikiran dan perasaan yang dialami atau dirasakan kepada
orang tua. Sedangkan guru sebagai pendidik di sekolah juga perlu mengupayakan
kondisi yang kondusif agar perilaku agresif tidak muncul pada anak, misalnya dengan
menerapkan metode pembelajaran yang menyenangkan dengan anak, sebagai contoh
yaitu dengan sosiodrama. Selain hal-hal tersebut, yang tidak kalah pentingnya adalah
pemberian contoh dari orang tua atau pun juga guru. Karena mereka adalah model,
contoh bagi anak. Segala apa yang orang tua atau guru lakukan akan berpengaruh
pada sifat, sikap, dan perilaku anak.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

30

B. KERANGKA BERPIKIR

Siswa merupakan subjek dalam kegiatan belajar mengajar. Dalam kegiatan


tersebut diharapkan siswa dapat berperilaku sesuai dengan aturan-aturan yang telah
ditetapkan yang pada akhirnya hal tersebut memberikan dukungan terhadap
pencapaian tujuan pendidikan pada umunya dan tujuan KBM pada khususnya.
Namun pada kenyataannya, tidak semua siswa berperilaku normal. Seringkali
dijumpai siswa-siswa yang berperilaku menyimpang, salah satunya adalah perilaku
agresif. Perilaku agresif dapat memberikan dampak negatif, salah satunya adalah
menghambat kegiatan belajar mengajar. Berbagai faktor menjadi penyebab sehingga
siswa berperilaku agresif. Siswa yang berperilaku agresif tidak dapat didiamkan
begitu saja, akan tetapi perlu mendapatkan perhatian khusus. Sehingga dampak dari
perilaku agresif dapat diminimalisir. Dari uraian di tersebut dapat digambarkan dalam
kerangka pemikiran sebagai berikut.

BERPERILAKU NORMAL

ALTERNATIF BIMBINGAN

SISWA
BERPERILAKU AGRESIF

FAKTOR-FAKTOR
PENYEBAB

Gambar I. Kerangka Pemikiran


library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

31

BAB III
METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di SD Negeri Dagen II, Kecamatan Jaten,


Kabupaten Karanganyar. Bangunan fisik gedung SD masih cukup baik. Lokasi
terletak di tepi jalan raya sehingga lokasinya cukup strategis.
Penelitian ini dilakukan dengan pertimbangan :
a. SD Negeri Dagen II Kecamatan Jaten, Kabupaten Karangannyar merupakan salah
satu SD Negeri yang terdapat di kecamatan Jaten. Lokasinya terletak tepat di
sebelah timur kelurahan desa Dagen.
b. Latar belakang pekerjaan orang tua/ wali siswa di SD Negeri Dagen II Kecamatan
Jaten, Kabupaten Karanganyar sebagian besar adalah sebagai buruh dan petani.
c. Di SD Negeri Dagen II banyak dijumpai siswa yang berperilaku agresif. Perilaku
agresif siswa tersebut terjadi baik ketika di dalam kelas maupun di luar kelas
sehingga dapat menghambat dalam pencapaian tujuan pendidikan pada umumnya
dan khususnya dapat menghambat pelaksanaan kegiatan belajar mengajar.
d. Tenaga pengajar atau guru di SD Negeri Dagen II sebagaian besar telah
menempuh pendidikan hingga S1.

2. Waktu Penelitian

Waktu penelitian pada semester I Tahun pelajaran 2009/ 2010 diawali sejak
pengajuan judul, penyelesaian ijin penelitian, pengumpulan data, analisis data, dan
penulisan laporan hasil penelitian.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

32

B. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan untuk mengungkap dan menjelaskan apa,


bagaimana, dan mengapa perilaku agresif muncul pada diri anak. Peneliti ingin
mengungkap dan menjelaskan apa perilaku agresif, bagaimana bentuk perilaku
agresif, faktor apa yang menyebabkan siswa berperilaku agresif, dan alternatif
bimbingan apa yang perlu diberikan pada siswa yang berperilaku agresif. Sesuai
dengan fokus masalah tersebut, penelitian yang dilaksanakan menggunakan
pendekatan kualitatif.
Untuk lebih jelasnya, peneliti kemukakan pengertian penelitian kualitatif,
menurut David Williams (dalam Lexy J. Moeleong, 2004: 4) menyatakan, “Penelitian
kualitatif adalah pengumpulan data pada suatu latar alamiah dengan menggunakan
metode alamiah dan dilakukan oleh orang atau peneliti yang tertarik secara alamiah”.
Creswell (dalam Septiawan Santana, 2007: 83) menyatakan, “Strategi
penelitian kualitatif diantaranya terdiri dari biography, phenomenology, grounded
theory, etnography,case study”. Adapun strategi yang digunakan dalam penelitian ini
adalah case study atau studi kasus yaitu peneliti menggambarkan subjek penelitian di
dalam keseluruhan tingkah laku tersebut dan hal-hal yang berkaitan dengan tingkah
laku agresif serta hubungan antara tingkah laku dengan riwayat timbulnya tingkah
laku. Peneliti memilih penelitian studi kasus dengan alasan bahwa dalam penelitian
jenis ini lebih sesuai untuk mendiskripsikan perilaku agresif dan untuk mengungkap
dan menjelaskan faktor yang menjadi penyebab munculnya perilaku tersebut serta
melalui penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai sumber pengetahuan guru
terkait dengan perilaku agresif siswa sehingga guru dapat melakukan pencegahan dini
terhadap perilaku agresif siswa dan memberikan penanganan secara tepat pada siswa
yang berperilaku agresif sehingga munculnya perilaku baru sebagai akibat dari
perilaku agresif dapat segera ditangani.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

33

Perilaku agresif merupakan perilaku yang menyimpang dari norma atau


aturan yang ada, dimana ketika seorang anak berperilaku agresif dalam situasi
tertentu akan menimbulkan masalah atau kasus sehingga hal tersebut harus
dihilangkan.

C. Sumber Data

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, maka data yang dikumpulkan berupa data kualitatif
yang terdiri dari kata-kata maupun keterangan yang menggambarkan suatu keadaan, pendapat, dan pandangan yang
dikemukakan secara lesan maupun tertulis oleh informan. Sumber data dalam penelitian ini dibedakan menjadi dua,
yaitu: sumber data primer dan sumber data sekunder.
Sumber data primer dalam penelitian ini adalah siswa itu sendiri, yaitu siswa yang berperilaku agresif.
Siswa tersebut berperan sebagai subjek. Peneliti melakukan kegiatan wawancara terhadapa siswa yang berperilaku
agresif tersebut secara langsung untuk memperolah data yang dibutuhkan. Sedangkan sumber data sekunder dalam
penelitian ini adalah guru, teman, orang tua, saudara, dan tetangga.
Data yang diperoleh dari sumber data primer dan sumber data sekunder meliputi:
1. Kegiatan siswa di sekolah, baik di dalam kelas maupun di luar kelas
2. Hubungan siswa dengan guru
3. Hubungan siswa dengan teman bergaul
4. Aktivitas siswa di rumah
5. Hubungan siswa dengan orang tua
6. Hubungan siswa dengan anggota keluarga lainnya.
7. Hubungan siswa dengan tetangga.
8. Upaya orang tua untuk mengurangi perilaku agresif
Dari data di atas dapat disimpulkan dengan proses wawancara secara langsung peneliti mengetahui
keadaan siswa, karena siswa itu sendiri yang paling tahu keadaan dirinya ditambah keterangan dari luar siswa sebagi
pelengkap yaitu guru kelas, teman bergaul dan orang tua siswa.

D. Teknik Sampling (Cuplikan)

Pada setiap penelitian, peneliti harus membuat keputusan tentang siapa dan
berapa jumlah orang yang akan diteliti. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif,
maka untuk membuat keputusan tentang siapa dan berapa jumlah orang yang akan
diteliti, peneliti menggunakan teknik sampling yang bersifat ”purposive sampling”.
Hal itu berarti, peneliti memilih informan yang dianggap tahu dan dapat dipercaya
untuk menjadi sumber data.
Penelitian ini, peneliti menggunakan 3 subjek penelitian. Adapun subjek-
subjek penelitian tersebut merupakan siswa kelas IV SD Negeri Dagen II kecamatan
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

34

Jaten kabupaten Karanganyar. Dalam pengambilan keputusan untuk menentukan


subjek penelitian tentang siswa-siswa yang berperilaku agresif, peneliti memilih
informan yang dipandang tahu dan dapat dipercaya untuk menjadi sumber data.
Adapun informan tersebut adalah guru wali kelas dan beberapa teman siswa. Selain
itu, untuk mendukung kebenaran data dari informan, peneliti juga melakukan langkah
awal melalui kegiatan observasi dan wawancara.

E. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data merupakan salah satu langkah penting dalam suatu


penelitian. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
dengan dokumentasi, observasi, wawancara, dan home visit.

1. Dokumentasi

Khozin Afandi (1993: 1557) mengemukakan, “ Dokumen pribadi adalah


sesuatu yang mendeskripsikan seseorang dari laporan (tulisan) orang itu sendiri
mengenai keseluruhan atau sebagian kehidupannya”. Berdasarkan pendapat tersebut
dokumentasi merupakan salah satu alat untuk mengumpulkan data yaitu dengan
melihat dokumen-dokumen, antara lain buku induk siswa, rapor, daftar hadir siswa,
daftar nilai dan berbagai surat keterangan lain. Data tersebut sangat berguna sebagai
bahan pemahaman tentang siswa.
Alasan digunakannya dokumentasi antara lain:
Dokumen digunakan karena merupakan sumber yang stabil, kaya, dan mendorong.
Dokumen berguna sebagai bukti untuk pengujian.
Dokumen bersifat alamiah, sesuai dengan kontekas sehingga sesuai digunakan dalam
penelitian kualitatif.
Dokumen tidak reaktif sehingga tidak sukar ditemukan dengan teknik isi.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

35

Penggunaan dokumentasi dalam penelitian ini adalah untuk memperoleh


data mengenai identitas lengkap siswa dan catatan guru tentang aktivitas siswa di
sekolah.

2. Observasi

Suharsimi Arikunto (1993: 234) menjelaskan, “Metode Observasi adalah


metode ilmiah yang biasa diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan yang secara
sistematis terhadap fenomena-fenomena yang terjadi”. Dari pendapat tersebut,
observasi merupakan suatu pengamatan yang dilaksanakan secara sistematis dengan
cara mencatat terhadap peristiwa atau kejadian yang diamati.
Observasi digunakan untuk mengumpulkan data tentang perilaku agresif.
Hal ini dilakukan dengan cara mengamati anak pada saat mengikuti KBM di dalam
kelas maupun aktivitas di luar kelas.
Guba dan Lincoln (dalam Lexy J. Moleong, 2004: 174) mengemukakan
beberapa alasan mengapa dalam penelitian kualitatif, observasi dimanfaatkan sebesar-
besarnya:
a). Teknik observasi ini didasarkan atas pengalaman secara langsung; b).
Teknik observasi memungkinkan peneliti melihat dan mengamati sendiri,
kemudian mencatat perilaku dan kejadian sebagaimana yang terjadi pada
keadaan sebenarnya; c). Observasi memungkinkan peneliti mencatat peristiwa
dalam situasi yang berkaitan dengan pengetahuan proporsional maupun
pengetahuan yang langsung diperoleh dari data; d). Sering terjadi ada keraguan
pada peneliti, jangan-jangan pada data yang dijaringnya ada yang keliru atau
bias. Jalan yang terbaik untuk mengecek kepercayaan data tersebut ialah
dengan jalan memanfaatkan observasi; e). Teknik observasi memungkinkan
peneliti mampu memahami situasi-situasi yang rumit;f). Dalam kasus-kasus
tertentu di mana teknik komunikasi lainnya tidak dimungkinkan, observasi
dapat menjadi alat yang sangat bermanfaat.

Hal-hal yang hendak diselidiki dengan observasi antara lain: a). Aktivitas
siswa di sekolah, baik di dalam kelas maupun di luar kelas; b). Hubungan sosial siswa
c). Hubungan siswa dengan orang tua.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

36

3. Wawancara

Penelitian ini menggunakan wawancara mendalam (dept interview). Yuni


Sane dan P. Citra (2006: 161) menyatakan, “ Wawancara mendalam merupakan
wawancara yang berisikan pembicaraan mendalam untuk mendapatkan data untuk
menjawab permasalahan penelitian yang dilakukan”.
Wawancara mendalam bersifat lentur dan terbuka tidak terstruktur ketat.
Tidak dilaksanakan dalam suasana formal dan dapat dilakukan berulang pada
informan yang sama. Dengan demikian wawancara ini dilakukan dengan mengajukan
pertanyaan- pertanyaan yang “open-ended” dan mengarah pada kedalaman informasi
untuk menggali pandangan subyek yang diteliti tentang banyak hal.
Penggunaan teknik wawancara dalam penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui:
a. Gambaran tingkah laku siswa di dalam kelas maupun di luar kelas dengan
mengadakan wawancara dengan siswa, guru dan teman siswa;
b. Gambaran tingkah laku siswa dan hal-hal lain yang berkenaan dengan diri siswa
di lingkungan keluarga dengan mengadakan wawancara dengan orang tua.
Alasan digunakan teknik wawancara adalah: dapat dilaksanakan sewaktu-
waktu; tidak dibatasi oleh kemampuan membaca atau pun menulis; dapat
memberikan penjelasan terhadap pertanyaan yang kurang jelas secara langsung; dan
dapat meminta penjelasan terhadap jawaban yang kurang jelas secara langsung.

4. Home Visit

Home visit merupakan kunjungan yang dilakukan oleh peneliti ke rumah


siswa dengan tujuan untuk memperoleh data yang diperlukan dalam pemahaman
lingkungan dan permasalahan siswa serta untuk pembahasan dan pengentasan
permasalahan siswa.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

37

Pelaksanaan home visit harus direncanakan dengan baik agar data yang
diperoleh sesuai dengan kebutuhan. Untuk itu peneliti perlu mengadakan persiapan,
yaitu berupa :
(a). Berbicara dengan lisan yang bersangkutan tentang rencana kunjungan rumah.
(b). Merencanakan waktu kunjungan dan isi kunjungan.
(c). Pemberitahuan kepada orang tua yang akan di kunjungi misalnya dengan
mengirimkan surat pemberitahuan dengan seijin kepala sekolah.

F. Pemeriksaan Keabsahan Data

Kebenaran data merupakan syarat penting suatu penelitian. Untuk


memeriksa keabsahan data dalam penelitian ini dalam menggunakan teknik
trianggulasi. Ada empat macam trianggulasi yaitu, ”data trianggulation, investigator
trianggulation, methodological trianggulation, dan theoritical trianggulation”.
(Patton dalam Lexy Moleong, 2004: 329).
Di dalam penelitian ini penulis menggunakan dua macam teknik
trianggulasi, yaitu: data trianggulation (trianggulasi sumber) dan methodological
trianggulation (trianggulasi metode).
Menurut Patton dalam Lexy J. Moleong (2004: 330), Trianggulasi dengan
sumber berarti membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu
informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam penelitian
kualitatif. Hal itu dapat dicapai dengan jalan: 1) membandingkan data hasil
pengamatan dengan data hasil wawancara; 2) membandingkan apa yang
dikatakan orang di depan umum dengan apa yang dikatakannya secara pribadi;
3) membandingkan apa yang dikatakan oarng-orang tentang situasi penelitian
dengan apa yang dikatakannya sepanjang waktu; 4) membandingkan keadaan
dan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat dan pandangan orang
seperti rakyat biasa, orang pemerintahan; 5) membandingkan hasil wawancara
dengan isi suatu dokumen yang berkaitan.

Trianggulasi metode yaitu dengan mengumpulkan data yang sejenis tetapi


dengan metode yang berbeda. Di sini penggunaan metode pengumpulan data yang
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

38

berbeda untuk menguji kemantapan informasinya. Pada trianggulasi dengan metode


terdapat dua strategi, yaitu:
1. Pengecekan derajat kepercayaan penemuan hasil penelitian beberapa teknik
pengumpulan data dan
2. Pengecekan derajat kepercayaan beberapa sumber data dengan metode yang
sama.

G. Analisis Data

Analisis data kualitatif menurut Patton dalam Lexy J. Moleong (2004: 248)
adalah proses mengatur data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori,
dan satuan uraian dasar.
Menurut Tjetjep Rohendi Rohidi (1992: 16-- 21) menyatakan bahwa:
Analisa data kualitatif terdiri dari tiga alur kegiatan : 1) Reduksi data yaitu
suatu bentuk analisis yang menajamkan, menggolongkan, mengarahkan,
membuang yang tidak perlu dan mengorganisasikan data dengan cara
sedemikian rupa sehingga dapat ditarik kesimpulan finalnya, 2) Penyajian data
yaitu pembatasan sebagai suatu kesimpulan informasi tersusun yang
memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan
tindakan, 3) Menarik kesimpulan dan verifikasi. Di dalam menarik kesimpulan
harus juga diverifikasi makna-makna yang muncul dari data yang harus diuji
kebenarannya, kekokohannya, dan kecocokannya agar dapat diperoleh data
yang valid.

Analisis tersebut dapat dilihat pada bagan berikut:

PENGUMPULAN DATA

REDUKSI PENYAJIAN
DATA DATA

KESIMPULAN
DAN VERIFIKASI
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

39

Bagan II : Metode Analisis Data Interaktif

Analisis data interaktif merupakan sebuah alur kegiatan dalam penelitian untuk
memperoleh data-data yang diperlukan dalam penelitian. Analisis data interaktif
terdiri dari tiga alur kegiatan, yaitu reduksi data, penyajian data, serta menarik
kesimpulan dan verifikasi. Tanda panah ( è) pada bagan di atas menunjukkan
bahwa alur kegiatan ini dapat berjalan secara bergantian. Maksudnya, apabila data
yang diperlukan dalam penelitaian dirasakan kurang, maka peneliti dapat
mengulang kembali kegiatan sebelumnya untuk memperoleh data yang
diperlukan.

H. Prosedur Penelitian

Agar suatu kegiatan penelitian dapat memperoleh hasil penelitian yang


sesuai dengan harapan, maka diperlukan suatu prosedur penelitian yang sesuai
dengan jenis penelitian. Prosedur yang dilaksanakan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut :

1. Tahap Persiapan
Pada tahap ini meliputi kegiatan :
a. Mengurus perijinan penelitian
b. Menentukan lokasi penelitian
c. Meninjau lokasi penelitian secara sepintas mempelajari keadaannya
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

40

d. Menyusun instrument penelitian


e. Konsultasi dengan kepala sekolah
Konsultasi dengan kepala sekolah dilakukan untuk meminta ijin kepada sekolah

melalui kepala sekolah untuk mengadakan penelitian.

f. Konsultasi dengan guru kelas


Konsultasi dengan guru kelas dilakukan untuk memperoleh data mengenai
perilaku siswa selama mengikuti kegiatan di dalam ataupun di luar dan aktivitas
lain di lingkungan sekolah.
g. Menentukan subjek penelitian
Untuk menentukan subjek penelitian, peneliti melakukan kegiatan observasi dan
wawancara tahap awal terhadap guru kelas dan teman.

2. Tahap Pelaksanaan
Pada tahap pelaksanaan ini meliputi kegiatan:
a. Observasi dan wawancara terhadap siswa berperilaku agresif
Observasi dan wawancara bertujuan untuk mengungkap bentuk perilaku agresif

siswa di lingkungan sekolah (di dalam ataupun di luar kelas) dan lingkungan

keluarga.

b. Wawancara terhadap guru (guru kelas dan guru mata pelajaran)


library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

41

Wawancara yang dilakukan terhadap guru bertujuan untuk memperoleh data

mengenai gambaran perilaku agresif siswa saat mengikuti KBM, kebiasaan siswa

dan pergaulan siswa dengan teman-temannya.

c. Wawancara terhadap teman siswa


Wawancara terhadap teman siswa khususnya teman akrab siswa bertujuan untuk

mengetahui kebiasaan siswa dalam aktivitas, misalnya bermain.

d. Wawancara terhadap orang tua siswa


Wawancara terhadap orang tua siswa bertujuan untuk mendapatkan gambaran

yang jelas tentang hal-hal yang berkaitan dengan siswa, yaitu riwayat siswa sejak

dalam kandungan, setelah dilahirkan, kebiasaan dan pergaulan siswa di rumah.

e. Wawancara terhadap kepala sekolah


Wawancara terhadap kepala sekolah bertujuan untuk memperoleh data yang lebih
lengkap, yaitu data yang berkaitan saat pertama kali siswa di terima di sekolah
tersebut dan data-data lain yang dibutuhkan yang berasal dari dokumen yang ada
pada sekolah.
Data-data yang diperoleh dari observasi dan wawancara, diolah dan
dianalisis kemudian diambil kesimpulan.

3. Tahap Pelaporan Hasil


Tahap akhir dari penelitian ini adalah pelaporan hasil penelitian. Pada tahap
ini peneliti merangkum semua hasil penelitian yang berupa data kualitatif kemudian
disusun secara sistematis sebagai bahan pelaporan hasil penelitian.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

42

BAB IV
HASIL PENELITIAN

A. Sajian Data Penelitian

1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Sekolah Dasar Negeri Dagen II Kecamatan


Jaten, Kabupaten Karanganyar. SD Negeri Dagen II terletak di tepi jalan raya
tepatnya di sebelah timur kecamatan Jaten. Lingkungan sekolah cukup baik dan
nyaman. Terdapat banyak tanaman dan pepohonan di sekitar lingkungan sekolah.
Sehingga suasana sekolah cukup asri. SD Negeri Dagen II memiliki 8 ruang yang
terdiri dari 6 ruang kelas (kelas 1–kelas 6), 1 ruang kepala sekolah, guru dan ruang
komputer serta 1 ruang perpus dan UKS. Fasilitas di sekolah cukup memadai yaitu
dengan tersedianya perpustakaan, uks, tempat ibadah, kantin yang bersih dan kamar
mandi serta tempat parkir. Lingkungan di luar sekolah cukup ramai karena sekolah
terletak di tepi jalan raya. Di sekitar sekolah banyak berdiri pabrik-pabrik sehingga
pada jam-jam tertentu situasi sangat ramai karena lalu lalangnya pegawai pabrik.
Selain itu letak sekolah cukup strategis, arah barat sekolah merupakan jalan menuju
ke arah Surakarta sedangkan arah timur sekolah menuju ke wilayah Karanganyar.
Sehingga banyak masyarakat sekitar mempergunakannya sebagai jalur alternatif.
Prestasi-prestasi yang pernah di raih oleh siswa SD Dagen II yaitu Dokter Kecil juara
II tingkat Kecamatan, Cerdas Cermat di RRI, siswa teladan, tenis lapangan tingkat
Nasional.
Tenaga pengajar atau guru di SD Dagen II berjumlah sekitar 11 orang yaitu :
kepala sekolah 1 orang, guru kelas 6 orang, guru agama 1 orang, guru komputer 1
orang, guru bahasa inggris 1 orang dan guru olahraga 1 orang. Pendidikan guru yaitu
: Sarjana 8 orang, D2 3 orang dan SMA 1 orang. Saat ini ada beberapa guru yang
melanjutkan pendidikannya (transfer) untuk dapat meraih pendidikan tingkat S1.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

43

SD Negeri Dagen II memiliki sebanyak 152 siswa yang terdiri dari 80 siswa
laki-laki dan 72 siswa perempuan. Sebanyak 147 siswa memeluk agama islam
sedangkan sekitar 5 siswa memeluk agama non islam. Sebagian besar siswa berasal
dari golongan ekonomi menengah ke bawah. Orang tua mereka sebagian besar
bekerja sebagai petani dan buruh. Lainnya adalah sebagai swasta dan PNS.

2. Deskripsi Permasalahan Penelitian

Mencerdaskan kehidupan bangsa merupakan tujuan dari usaha pendidikan.


Pendidikan tidak hanya dilakukan dilembaga formal, misal sekolah, namun
pendidikan juga perlu diberikan saat anak berada di lingkungan rumah dan
masyarakat. Pendidik itu tidak hanya pengajar atau guru di sekolah, namun orang tua
dan pemimpin atau pemuka masyarakat merupakan pendidik. Pendidik itu sebagai
perantara aktif yang menjembatani antara anak didik dengan tujuan pendidikan yang
telah dirumuskan.
Tujuan pendidikan dapat tercapai apabila unsur-unsur di dalamnya dapat
berjalan dengan baik. Salah satu unsur dari pendidikan yaitu anak didik. Pendidik,
baik itu guru, orang tua ataupun pemuka masyarakat pasti berharap anak didik
mereka dapat tumbuh dan berkembang baik. Namun, pada kenyataannya seringkali
kita jumpai anak didik berperilaku menyimpang sehingga hal tersebut dapat
menghambat pencapaiantujuan pendidikan. Salah satu perilaku menyimpang tersebut
adalah perilaku agresif.
Penulis tertarik mengadakan penelitian mengenai perilaku agresif. Melalui
penelitian ini, diharapkan penulis dapat mengetahui lebih jauh mengenai perilaku
agresif siswa khususnya yang berkenaan dengan gambaran agresif, faktor-faktor
penyebab perilaku agresif dan pada akhirnya diharapkan pada penelitian ini, penulis
sebagai peneliti dapat memberikan alternatif bimbingan untuk dapat menangani
perilaku agresif pada siswa.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

44

Peneliti menggunakan subjek penelitian sebanyak tiga siswa. Ketiga siswa


tersebut seringkali berperilaku agresif baik di rumah, di sekolah ataupun di
lingkungan masyarakat.

3. Deskripsi Subjek Penelitian

Penelitian ini menggunakan 3 subjek penelitian, yaitu Dimas Bagus Putra,


Andika Putra Dewantara, dan Heri Saputra. Berdasarkan hasil dari pengumpulan data
melalui dokumentasi, observasi, wawancara dan home visit diperoleh data sebagai
berikut :

a. Subjek Penelitian I
Data pribadi subjek I
Nama lengkap : Dimas Bagus Putra
Tempat tanggal lahir : Karanganyar, 17 April 1999
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Alamat : Celep kidul
Nama orang tua
Ayah : Suhartoyo
Ibu : Sunarmi
Pendidikan orang tua
Ayah : SMA
Ibu : SD
Pekerjaan orang tua
Ayah : Buruh
Ibu : Buruh
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

45

1) Hasil Observasi
Peneliti melakukan observasi baik di dalam kelas saat kegiatan belajar

mengajar berlangsung dan di luar kelas saat siswa istirahat serta saat kunjungan

rumah (home visit). Dari hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti di sekolah dapat

disimpulkan bahwa subjek I tergolong sebagai siswa yang berperilaku agresif. Pada

saat kegiatan belajar mengajar (KBM), seringkali siswa mondar-mandir di dalam

kelas. (Hasil observasi minggu I, III, dan IV. Terlampir). Seringkali siswa

menganggu teman-temannya, misalnya dengan merebut alat tulis teman. (Hasil

observasi minggu I sampai IV. Terlampir). Hal tersebut seringkali memicu

kemarahan teman-temannya dan pada akhirnya menimbulkan pertengkaran dan

mengakibatkan terjadinya adu fisik yaitu dengan saling pukul. Selain itu, subjek I

seringkali mengganggu temannya dengan sengaja menendang kaki temannya yang

lewat di depannya, sehingga temannya jatuh. (Hasil observasi minggu I sampai IV.

Terlampir). Seringkali wali kelas atau guru mata pelajaran memberikan peringatan,

namun hal tersebut tidak membuat subjek I jera. Selain itu dalam hal akademis

seringkali subjek I tidak mengerjakan pekerjaan rumah (PR). Untuk mendapatkan

nilai baik, seringkali subjek I berbuat curang yaitu dengan mengisi jawaban secara

sembunyi-sembunyi saat dicocokkan.

Pada waktu di luar kelas saat jam istirahat, tidak jarang subjek I senang
berkumpul dengan teman-temannya siswa putri. Seringkali subjek I pun
mengganggunya, yaitu dengan merebut mainan temannya. (Hasil observasi minggu I
sampai IV, terlampir). Pada akhirnya hal tersebut memancing kemarahan temannya.
Dengan teman-teman siswa laki-lakinya pun seringkali subjek I juga berperilaku
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

46

agresif yaitu dengan adu fisik: memukul, dan menendang . (Hasil observasi minggu I
sampai IV, terlampir).
Observasi yang dilakukan peneliti saat kunjungan rumah (home visit) secara
garis besar meliputi keadaan kehidupan keluarga, lingkungan rumah, serta keadaan
lingkungan sekitar. Subjek I bertempat tinggal bersama kedua orangtua bersama
seorang saudaranya di desa Celep Kidul, Jaten, Karanganyar. Rumahnya sangat
sederhana, berlantaikan keramik biasa dengan perabotan yang sangatlah sederhana,
namun keadaan sekitar rumah cukup bersih. Orang tua subjek 1 bekerja sebagai buruh
(tenaga serabutan). Ibunya membantu pekerjaan tetangganya, yaitu dengan
mencucikan pakaian. Sedangkan ayahnya ketika tidak ada pekerjaan di luar rumah,
sibuk merawat kambing, yaitu menggembalakan atau mencarikan rumput. Keadaan
ekonomi keluarga Dimas termasuk kurang karena penghasilan orang tua yang tidak
menentu. (Hasil observasi subjek I, terlampir).
Perhatian orang tua terhadap pendidikan dirasakan kurang, sebab orang tua
sibuk bekerja sehingga pengawasan terhadap anak baik mengenai hal pendidikan
ataupun pergaulan kurang maksimal. Subjek I seringkali bergaul dengan teman-teman
dan bahkan orang-orang dewasa yang suka berperilaku negatif, yaitu sering berbuat
kasar dan suka mencuri. Hal tersebut memberikan dampak yang tidak baik terhadap
subjek I. Meskipun orang tua subjek I sebagai buruh, mereka bekerja dari pagi
hingga sore. (Hasil observasi subjek I, terlampir).

2) Hasil Wawancara
Peneliti melakukan wawancara terhadap siswa berperilaku agresif (subjek I),
teman siswa, guru, orang tua, kerabat, dan tetangga. Kegiatan wawancara dilakukan
saat di sekolah dan di luar sekolah (home visit). Hasil yang diperoleh dari wawancara
terhadap teman dan guru menyatakan bahwa subjek I termasuk siswa yang dianggap
anak nakal. Bagi teman siswa, subjek I seringkali berperilaku agresif. Hal tersebut
ditunjukkan dengan perilakunya yang sering mengganggu teman-temannya, baik pada
saat jam kegiatan belajar mengajar juga pada saat jam istirahat. Menurut temannya,
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

47

subjek I suka berjalan-jalan saat dikelas kemudian mengganggu teman-temannya


terutama yang putri dengan merebut alat tulis dan merebut jawaban teman saat
ulangan. Hal tersebut membuat teman-temannya marah sehingga menimbulkan
kemarahan dan akhirnya terjadi adu fisik secara berbalas-balasan. (”Kalau pas
pelajaraan Bu, Dimas sukanya muter-muter Bu trus tiba-tiba aja merebut pensilku
apalagi kalau pas ulangan!jawabanku juga direbut”). (Hasil wawancara dengan
teman subjek I, terlampir). Guru wali kelas atau pun guru mata pelajaran seringkali
memberikan peringatan atau bahkan memarahi, namun hal itu tidak membuat subjek I
takut apalagi jera. Menurut guru wali kelas, subjek I tidak memiliki rasa takut
terhadap guru-guru atau bahkan terhadap kepala sekolah.
Subjek I tidak hanya sering mengganggu teman-temannya, menurut teman
dan guru, subjek I pernah mencuri. Barang yang dicuri biasanya berupa uang. Selain
itu subjek I juga pernah mencuri jawaban dari soal ulangan di meja guru. Menurut
guru wali kelas, perilaku mencuri ini diawali ketika duduk dibangku kelas rendah.
Upaya yang dilakukan guru adalah dengan memberikan peringatan terhadap subjek I,
memangil orangtua ke sekolah, dan sangsi yang menurut subjek paling keras adalah
apabila melakukan pencurian lagi akan dikeluarkan dari sekolahan. (”Pernah Bu
siswa sini kehilangan uang. Setelah diselidiki ternyata Dimas yang melakukannya.
Orang tuanya pernah dipanggil ke sekolah terkait dengan perilaku Dimas ini”).
(Hasil wawancara dengan guru subjek I, terlampir). Selain itu, menurut teman-
temannya, subjek I seringkali meminta uang secara paksa terhadap teman atau
terhadap adik kelasnya. (”Aku pernah dimintain uang Dimas Bu, sambil bentak-
bentak gitu”). (Hasil wawancara dengan teman subjek I, terlampir). Meskipun di
sekolah subjek ini dikenal sebagai anak yang ”spesial”, namun disisi lain ada hal
positif yang sukai oleh teman dan guru dari subjek I. Menurut teman, subjek I suka
membela. Seringkali subjek I membela teman-temannya yang putri saat diganggu
oleh teman-teman lainnya. Sedangkan bagi guru, subjek I terkenal siswa yang rajin,
khususnya dalam hal non akademis.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

48

Wawancara juga dilakukan terhadap orang tua, saudara, dan tetangga subjek
I. Mereka, orangtua, saudara dan tetangga mengakui bahwa subjek I adalah anak yang
nakal. Menurut orang tuanya, di rumah subjek I menunjukkan perilaku sebagai anak
yang takut terhadap kedua orang tuanya, khususnya kepada ibunya. Orang tua
menerapkan pendidikan yang keras terhadap anak-anaknya, termasuk kepada subjek
I. Dalam hubungan dengan saudaranya, yaitu kakaknya seringkali terjadi
pertengkaran, dalam hal masalah sekecil apapun. (” Bapaknya keras Bu. Biar
anaknya jera”) . (Hasil wawancara dengan orang tua subjek I, terlampir).
Pekerjaan orang tua yang hanya sebagai buruh menyebabkan pendapatan
mereka sangatlah terbatas, pas-pasan. Untuk memenuhi kebutuhan kehidupan
keluarga sehari-hari dirasakan sangatlah kurang. Penghasilan orang tua yang tidak
menentu tersebut menyebabkan seringkali Subjek I tidak mendapatkan uang saku
ketika sekolah. Dan apabila subjek I menginginkan sesuatu barang, mau tidak mau
Subjek I harus menunggu atau menunda beberapa saat untuk mendapatkan barang
yang diinginkannya tersebut. Hal tersebut seringkali memicu kemarahan subjek I
terhadap kedua orang tuanya. Wujud kemarahan Subjek I biasanya ditunjukkan
dengan perilaku berteriak-teriak atau melampiaskan dengan menghancurkan barang-
barang. (”Kalau punya keinginan Bu ya mau tidak mau harus menunggu tidak bisa
langsung dipenuhi. Maklum orang tuanya hanya buruh, untuk makan sehari-hari saja
sulit”). (Hasil wawancara dengan orang tua subjek I, terlampir).
Pergaulan di sekitar rumah, menurut tetangganya seringkali subjek I bergaul
dengan anak-anak yang dikenal sering berperilaku negatif, yaitu suka mencuri dan
berperilaku kasar terhadap teman-teman sebaya. (”Dimas suka bergaul ama anak-
anak nakal Bu”). (Hasil wawancara dengan teman subjek I, terlampir). Hal tersebut
memberikan dampak yang tidak baik bagi subjek I. Menurut pengakuan orangtuanya,
subjek I pernah diajak mencuri buah mangga milik temannya. Melihat perilaku
anaknya (subjek I) yang tidak baik tersebut seringkali orangtua khususnya ibunya
seringkali memarahinya. ( ”Saya pernah mendapat laporan Bu dari tetangga kalau
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

49

Dimas mencuri mangga milik tetangga. Ya saya marahi Dimasnya, biar tidak
diulangi lagi”). (Hasil wawancara dengan orang tua subjek I, terlampir).

b. Subjek Penelitian II
Data pribadi subjek II
Nama lengkap : Andika Putra Dewantara
Tempat tanggal lahir : Karanganyar, 12 Mei 2000
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Alamat : Celep kidul
Nama orang tua
Ayah : Sugimin
Ibu : Sri Suharmi
Pendidikan orang tua
Ayah : SD
Ibu : SD
Pekerjaan orang tua
Ayah : Buruh
Ibu : Buruh

1) Hasil Observasi
Kegiatan observasi untuk mendapatkan data tentang perilaku agresif pada
subjek II juga dilakukan peneliti di sekolah ( pada saat KBM dan jam istirahat) dan
kunjungan rumah (home visit). Di sekolah, subjek II juga seringkali subjek
mengganggu teman-temannya yaitu dengan memukul dan menendang (Hasil
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

50

observasi minggu I sampai IV, terlampir), mengadu domba (Hasil observasi minggu I
sampai III, terlampir), dan mengeluarkan kata-kata kotor (Hasil observasi minggu II
sampai IV, terlampir). Berbeda dengan subjek I, subjek II memiliki rasa takut
terhadap guru-guru di sekolah. Dalam prestasi akademik, subjek II memiliki prestasi
yang biasa-biasa saja bahkan kurang. (Hasil observasi subjek II, terlampir).
Subjek II tinggal di desa Celep Kidul. Keadaan rumah sangat sederhana
dengan perabotan keluarga yang masih kurang. Hal tersebut ditunjukkan dengan tidak
tersedianya kursi di ruang tamu. Ruang tamu menjadi satu dengan ruang keluarga.
Keadaan ekonomi keluarga subjek II termasuk dalam golongan ekonomi kelas
menengah ke bawah. Orang tua subjek II bekerja sebagai buruh. Ayah subjek II
adalah tenaga serabutan, sedangkan ibunya adalah buruh pabrik. Di rumah subjek II
terlihat sebagai anak orang yang penurut terhadap orang tuanya. Pendidikan yang
diterapkan oleh orang tua bersifat keras. (Hasil observasi subjek II, terlampir). Dalam
hubungan dengan saudaranya, subjek II sering bertengkar. Pemicunya adalah hal-hal
kecil, misal berebut barang. Wujud perilaku yang seringkali dilakukan subjek II saat
marah adalah dengan memukul. Hubungan dengan teman pergaulan di rumah dapat
dikatakan kurang. Subjek II jarang sekali bermain ke luar rumah. Subjek II lebih
sering mengajak teman-temannya bermain di rumah atau sekitar rumah.
Pengawasan orang tua dianggap kurang. Seperti halnya subjek I, orang tua
subjek II ini juga sibuk dengan pekerjaannya. Ayahnya yang sebagai tenaga serabutan
dan ibunya sebagai buruh pabrik dengan sistem kerja yang di shif, yaitu shif pagi,
siang, dan sore. Ketika di rumah pun, mereka sudah merasa kecapekan. Terkait dalam
hal pendidikan khususnya dalam hal belajar, subjek II kurang mendapatkan arahan
dari orang tua. Terkait dengan perilaku agresif pada subjek II, orang tua cenderung
cuek atau mengacuhkan.

2) Hasil Wawancara
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

51

Kegiatan wawancara juga dilakukan terhadap siswa berperilaku agresif

(subjek II), teman siswa, guru, orang tua, saudara, dan tetangga. Di lingkungan

sekolah, teman-teman subjek II menganggap subjek II juga sebagai anak nakal. Di

bandingkan dengan subjek I, subjek II masih memiliki kecenderungan takut terhadap

guru-guru. Seringkali subjek II mengganggu teman-temannya yaitu dengan

mengeluarkan kata-kata kotor dan memukul. Hal tersebut seringkali dilakukan pada

saat jam istirahat. (”Ya Bu, Dika suka memukul, aku balas saja!”). (Hasil wawancara

dengan teman subjek II, terlampir). Dalam hal akademis, menurut guru wali kelasnya

subjek II dikatakan agak lambat, sehingga prestasinya kurang. Upaya yang dilakukan

guru terkait dengan perilaku agresif subjek II adalah dengan memegang tangan subjek

II. Hal tersebut dilakukan agar subjek II menghentikan perilaku memukulnya dan

memberikan pemahaman. (”Saya pegang tangannya supaya Dika menghentikan

perilakunya”). (Hasil wawancara dengan guru subjek II, terlampir).

Di rumah, subjek II oleh orang tuanya dianggap sebagai anak yang penurut.

Pendidikan yang diterapkan oleh orang tua bersifat keras, terutama ayahnya. Apa

yang menjadi keinginan subjek II tidak langsung terpenuhi. Hal tersebut dikarenakan

penghasilan orang tua yang tidak menentu atau dikatakan kurang untuk dapat

memenuhi kebutuhan sehari-hari. Dalam hubungan dengan saudaranya, subjek II

sering bertengkar. Pemicunya adalah hal-hal kecil, misal berebut barang. Wujud

perilaku yang seringkali dilakukan Dika saat marah adalah dengan memukul.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

52

Hubungan dengan teman pergaulan di rumah dapat dikatakan kurang. Subjek

II jarang sekali bermain ke luar rumah. Berbeda halnya dengan subjek I, subjek II

lebih sering bermain dengan teman sebayanya. Oleh tetangga sekitar, subjek II

dianggap sebagai anak nakal. (”Dika anak nakal. Sama orang yang lebih tua saja

berani”). (Hasil wawancara dengan tetangga, terlampir). Seringkali subjek II

berperilaku kasar terhadap orang yang lebih tua darinya. Wujud dari perilaku

kasarnya yaitu dengan marah-marah tanpa penyebab yang jelas.

c. Subjek Penelitian III


Data pribadi subjek III
Nama lengkap : Heri Saputra
Tempat tanggal lahir : Karanganyar, 28 Oktober
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Alamat : Songgorunggi Rt 01/ V Dagen, Jaten, Karanganyar
Nama orang tua
Ayah : Untung
Ibu : Wiji Lestari
Pendidikan orang tua
Ayah : SD
Ibu : SD
Pekerjaan orang tua
Ayah : SD
Ibu : SD
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

53

1) Hasil Observasi
Kegiatan pengumpulan data bagi subjek III melalui kegiatan observasi juga
dilakukan di sekolah (pada saat KBM dan jam istirahat) dan pada saat kunjungan
rumah (home visit). Wujud perilaku agresif yang paling menonjol pada subjek III
adalah mengeluarkan kata-kata kasar. Namun, seringkali subjek III suka memukul
temannya. (Hasil observasi minggu I sampai IV, terlampir). Dibanding lainnya,
subjek III memiliki prestasi yang cukup membanggakan, yaitu meraih juara I pada
saat duduk dibangku kelas III semester akhir. (Hasil observasi subjek III, terlampir).
Pergaulannya di sekolah dengan siswa-siswa perempuan agak kurang, karena subjek
III dianggap nakal dan suka berperilaku kasar tehadap siswa perempuan. Terhadap
guru, subjek III cenderung memiliki keberanian, meskipun seringkali tidak
ditunjukkan secara langsung.
Sama halnya ketika di sekolah, di rumah dan di lingkungan masyarakat
sekitar, subjek III juga dikenal sebagai anak nakal. Subjek adalah anak ketiga dari
ketiga bersaudara. Subjek III tingkal bersama keduaorang tua dan dua saudaranya di
desa Songgorunggi RT 0I/ V, Dagen, Jaten, Karanganyar. Keadaan rumah sangat
sederhana. Saudaranya yang paling sulung terkenal dengan perilakunya yang tidak
baik, yaitu suka bermain judi dan minum-minuman keras. Orangtuanya bekerja
sebagai buruh. Ibunya bekerja di pabrik dengan sistem kerja yang di shif, yaitu pagi,
sore, dan malam. Sedangkan ayahnya merantau di Jakarta Pulangnya tidak menentu.
Sehingga ketika Ibunya masuk kerja, subjek III di rumah bersama dengan saudaranya
tersebut. Dari hasil observasi yang peneliti lakukan, subjek III tergolong anak yang
dimanja oleh kedua orangtuanya. Apapun yang diinginkannya pasti dipenuhi. Di
lingkungan pergaulan sekitarnya, subjek III memiliki keberanian yang lebih terhadap
orang-orang disekitarnya, baik terhadap teman sebaya ataupun orang dewasa. Tidak
jarang subjek III membuat temannya menangis saat bermain. Ketika ada waktu luang
seringkali subjek III memanfaatkan dengan nonton TV atau bermain. (Hasil observasi
subjek III).
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

54

2) Hasil Wawancara
Seperti halnya dengan subjek penelitian I dan II, kegiatan wawancara subjek

III juga dilakukan terhadap siswa berperilaku agresif (subjek III), teman siswa, guru,

orang tua, saudara, dan tetangga. Menurut temannya, baik ketika di lingkungan

sekolah ataupun di lingkungan rumah, subjek III adalah anak nakal. Seringkali

mengeluarkan kata-kata kotor, kata-kata kasar dan memukul. (”Dia suka misuh-

misuh Bu”). (Hasil wawancara dengan teman , terlampir). Apapun yang membuat

subjek menimbulkan rasa ketidakpuasan memicu subjek III untuk berperilaku agresif.

Menurut guru wali kelas, subjek III dianggap sebagai siswa yang cukup cerdas

khusunya terhadap mata pelajaran matematika. Hal tersebut ditunjukkan dengan

prestasinya yaitu pernah meraih peringkat I pada saat kenaikan kelas IV.

Saat di rumah, subjek III pun seringkali berperilaku kasar. Menurut orang
tuanya subjek III suka marah-marah. Apa yang diinginkan subjek III harus segera
dipenuhi. Apabila tidak segera terpenuhi, maka Heri akan berperilaku agresif. Hal
tersebut biasa ditunjukkan Heri dengan sikap marah-marah dan berkata kotor.
(”Kalau punya keinginan Mbak semua harus dipenuhi, kalau tidak biasanya Heri
akan ngambek, marah-marah gitu. Kemarin minta dibelikan HP yang ada
kameranya, ini minta dibelikan itu lho Mbak mainan yang dipencet-pencet kayak
remot, sss... oiya PS kalau ngga salah”). (Hasil wawancara dengan orang tua,
terlampir). Terkait dengan perilaku agresif, orang tua Heri bersikap mengacuhkannya.
Selama ini orang tua sudah berusaha untuk menguranginya yaitu dengan memarahi
Heri ketika Heri berperilaku agresif, namun karena cara yang digunakan dirasakan
tidak ada perubahan maka orang tua cenderung pasrah. (”Saya pasrah Mbak. Sudah
berkali-kali saya larang, saya marahi, namun tetap saja tidak ada perubahan”).
(Hasil wawancara dengan orangtua, terlampir).
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

55

Temuan Hasil Penelitian

Hasil dari pengumpulan data tentang perilaku agresif terhadap 3 subjek


penelitian di SD Dagen II Kecamatan Jaten, Kabupaten Karanganyar melalui kegiatan
observasi, wawancara, dokumentasi, dan kunjungan rumah (home visit) maka dapat
diperoleh kesimpulkan sebagai berikut:
1. Bentuk perilaku agresif yang ditunjukkan oleh siswa kelas IV SD Negeri Dagen
II kecamatan Jaten, kabupaten Karanganyar terbagi menjadi:
a. Perilaku agresif yang bersifat fisik
1). Merebut barang teman
Wujud dari perilaku tersebut berupa: merebut alat tulis teman, merebut
jawaban ulangan, merebut mainan teman, dan meminta uang teman secara
paksa.
2). Merusak barang-barang
3). Memukul
Perilaku memukul ini muncul baik saat kegiatan belajar mengajar (KBM)
dan pada saat jam istirahat. Perilaku memukul ini dilakukan baik secara
langsung menggunakan tangan ataupun dengan menggunakan alat bantu,
misalnya pensil.
4). Menendang
Perilaku menendang dilakukan siswa karena adanya unsur kesengajaan
dan sebagai wujud ungkapan kekesalan pada teman karena mendapat
ejekan dari teman.

b. Perilaku agresif yang bersifat verbal


1). Marah-marah dan berteriak-teriak
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

56

Perilaku ini muncul pada saat subjek tidak mendapatkan sesuatu yang
diinginkannya.
2). Mengadu domba
Adu domba dilakukan terhadap teman dengan tujuan agar terjadi
pertengkaran diantara temannya.
3). Mengeluarkan kata-kata kasar dan kotor
Siswa mengeluarkan kata-kata kasar dan kotor baik terhadap teman sebaya
ataupun dengan orang yang tua darinya.
2. Faktor- faktor penyebab munculnya perilaku agresif pada siswa kelas IV SD
Negeri Dagen II kecamatan Jaten, kabupaten Karanganyar meliputi:
a. Kondisi sosial ekonomi
Kondisi sosial ekonomi orang tua memberikan pengaruh terhadap munculnya
perilaku agresif. Hal tersebut seringkali terjadi pada siswa yang memiliki
orang tua dengan penghasilan yang pas-pasan.
b. Pengaruh lingkungan
Kondisi lingkungan yang tidak tepat, yaitu memiliki teman bergaul yang suka
berperilaku negatif.
c. Tidak mendapatkan sesuatu yang diinginkannya
Keadaan ekonomi yang pas-pasan memberikan sedikit peluang bagi siswa
sebagai seorang anak untuk mendapatkan sesuatu yang diinginkannya.
Sebagai wujud kekesalannya, seringkali anak berperilaku agresif .
d. Mendapatkan ejekan dari teman
Seringkali ketika bermain anak-anak suka menyinggung teman lainnya yang
dianggap memiliki kekurangan yaitu dengan mengejek, misalkan ada teman
yang memiliki warna kulit hitam. Hal tersebut seringkali memicu kemarahan
bagi anak yang mendapatkan ejekan tersebut.

e. Pola pendidikan orang tua


library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

57

Pola pendidikan orang tua yang diterapkan pada anak sangat mempengaruhi
pribadi anak. Orang tua yang keras, egois dan selalu memaksakan kehendak
terhadap anak, hal tersebut akan mempengaruhi perilaku anak dilingkungan
sosialnya. Anak memiliki kecenderungan untuk berperilaku kasar dan egois.
Selian itu, anak yang berperilaku egois juga ditemukan pada anak di mana
pola asuh yang diterapkan orang tuanya bersifat “permissive”, yaitu orang tua
selalu membenarkan apa yang dilakukan anak dan selalu menuruti apa yang
diinginkan anak. Ketika anak berada di lingkungan sosial, anak tidak
mendapatkan perlakuan yang sama ketika dia di rumah. Hal tersebut dapat
memicu anak untuk berperlaku agresif.
f. Adanya model
Orang tua sebagai model anak di rumah dan orang-orang dewasa lainnya yang
memiliki pengaruh terhadap anak, perilaku mereka akan diimitasi oleh anak.
Orang tua yang seringkali berperilaku kasar, misalkan suka memukul maka
mereka akan mendapati anak yang suka berperilaku kasar juga.
g. Pengaruh tontonan TV
Tontonan televisi memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap perilaku
anak. Perilaku agresif ditemukan pada anak yang sering melihat acara televisi
yang bersifat kekerasan, karena apa yang didapatkan anak ketika melihat
acara televisi seringkali diterapkan oleh anak dalam dunia nyata mereka.

Alternatif Layanan Bimbingan

Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data berupa observasi,


wawancara, dokumentasi, dan home visit (kunjungan rumah). Dari hasil pengumpulan
data tersebut, maka alternatif layanan bimbingan yang dapat diberikan untuk
mengatasi perilaku agresif pada 3 subjek penelitian adalah:

1. Subjek Penelitian I
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

58

a. Pemberian layanan bimbingan individual


Subjek I sebagai makhluk individual yang memiliki perbedaan dengan
lainnya. Dalam penelitian ini terdapat 3 subjek yang memiliki masalah yang
sama, yaitu perilaku negatif, namun masing-masing siswa memiliki faktor
penyebab yang berbeda. Oleh karena itu, masing-masing subjek perlu di
berikan layanan secara individual. Sehingga pada akhirnya dapat diberikan
penanganan yang tepat.
b. Penerapan APTL (Analisis Pengubahan Tingkah Laku)
Subjek I perlu diberikan penanganan dengan penerapan APTL. Dengan
harapan melalui cara ini pendidik dalam hal ini guru dapat memberikan
reward dan hukuman yang tepat. Agar perilaku agresif subjek I dapat
diminimalisir.
c. Mengemas kegiatan belajar dan mengajar (KBM) secara menarik.
Seringkali ketika kegiatan belajar mengajar, subjek I terlihat mondar-mandir
di kelas mengganggu teman-temannya. Hal tersebut dikarenakan subjek I
merasa jenuh dengan model pembelajaran guru yang ”monoton”, yaitu guru
menerangkan siswa hanya diam mendengarkan. Untuk itu guru perlu
mengemas kegatan belajar mengajar secara menarik agar siwa khususnya
subjek I tertantang dan termotivasi pada mata pelajaran yang disampaikan
guru.
2. Subjek Penelitian II
a. Pemberian layanan bimbingan individual
Seperti halnya subjek I, subjek II pun perlu mendapatkan layanan secara
individual.
b. Penerapan APTL (Analisis Pengubahan Tingkah Laku)
Penerapan teknik APTL juga perlu diberikan pada subjek II. Melalui teknik
ini, guru dapat mengetahui apa saja yang melatarbelakangi subjek II
berperilaku agresif. Sehingga, guru dapat membuat sebuah kontrak dengan
subjek sebagai upaya penanganan perilaku agresif .
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

59

3. Subjek Penelitian III


a. Pemberian layanan bimbingan individual
Layanan individual juga perlu diberikan pada subjek III, karena subjek III pun
memiliki sifar, karakter yang berbeda dengan lainnya. Melalui layanan secra
individual ini, guru diharapkan dapat menggali lebih jauh hal-hal yang terkait
dengan perilaku agresif subjek sehingga dapat diberikan penangan yang tepat
sesuai kondisi subjek.
b. Penerapan APTL (Analisi Pengubahan Tingkah Laku)
Seperti halnya subjek I dan subjek II, subjek III pun perlu ditangani dengan
teknik APTL. Melalui teknik ini, subjek dapat diberikan reward atau hukuman
yang tepat sebagai upaya penanganan perilaku agresifnya.

Pembahasan Hasil Penelitian

Bentuk dari perilaku agresif ada bermacam-macam. Menurut Sutjihat


Somantri (2006:44) menyebutkan, “Perilaku agresif yang biasa dijumpai anak-anak
adalah bertengkar, mengejek, dan mengganggu”. Dalam penelitian ini wujud perilaku
agresif yang ditunjukkan oleh anak-anak terbagi menjadi:
1. Perilaku agresif yang bersifat fisik
b). Merebut barang teman
c). Merusak barang-barang
d). Memukul
e). Menendang
2. Perilaku agresif yang bersifat verbal
a). Marah-marah dan berteriak-teriak
b). Mengadu domba
c). Mengeluarkan kata-kata kasar dan kotor
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

60

Perilaku agresif ini muncul baik di lingkungan rumah, lingkungan sekolah,


yaitu pada saat kegiatan belajar mengajar (KBM) dan pada jam istirahat, atau
lingkungan masyarakat.
Seseorang akan tergerak untuk melakukan sesuatu karena adanya faktor
yang menyertainya. Begitu juga dengan perilaku agresif. Seseorang berperilaku
agresif karena ada faktor tertentu yang mempengaruhinya. Ada banyak faktor yang
menjadi pengaruh timbulnya perilaku agresif, baik faktor yang berasal dari dalam
individu (faktor internal) dan faktor yang berasal dari luar individu (faktor eksternal).
Penerapan pola pendidikan yang diterapkan oleh orang tua selaku pendidik
utama di rumah memberikan pengaruh terhadap perilaku anak. Subjek II, di mana
orang tua menerapkan pola pendidikan yang bersifat keras. Orang tua selalu
menginginkan anaknya melakukan segala sesuatu sesuai harapan dan keinginan
mereka. Segalanya selalu diatur. Namun, disisi lain sebenarnya si anak memiliki
harapan yang berbeda. Mau tidak mau si anak harus mengubur dalam-dalam
harapannya yang tidak sesuai dengan orang tuanya tersebut. Atau dengan kata lain
dapat dikatakan bahwa si anak tidak mendapatkan kesempatan untuk berekspresi,
menyampaikan apa yang menjadi harapan dan keinginannya. Hal tersebut seringkali
membuat anak tertekan. Pada akhirnya luapan emosi yang dipendam, disalurkan
secara tidak tepat yaitu dalam wujud perilaku agresif. Berbeda dengan subjek III, di
rumah subjek III cenderung dimanja. Apa yang menjadi keinginannya selalu
terpenuhi. Akibatnya ketika berada di lingkungan luar, di mana tidak semua orang
berfokus pada dirinya membuat subjek III jengkel dan marah karena apa yang dia
dapatkan di rumah tidak dia dapatkan di lingkungan luar. Pada akhirnya memicu
timbulnya perilaku agresif.
Keadaan ekonomi yang pas-pasan juga dapat menjadi faktor timbulnya
perilaku agresif pada diri anak. Subjek I, orang tuanya bekerja sebagai buruh dengan
penghasilan yang tidak menentu. Untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari
dirasakan sangat sulit. Ketika bersekolah seringkali subjek III tidak mendapatkan
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

61

uang saku. Untuk mendapatkan sesuatu, misalkan membeli makanan, subjek I


meminta uang secara paksa bahkan yang lebih parah siswa mencuri.
Faktor lain yang mempengaruhinya adalah adanya model. Perilaku orang
yang dekat dengan subjek misal orang tua, saudara juga memberikan pengaruh karena
mereka menjadi model bagi anak. Subjek III, memiliki saudara yang seringkali
berperilaku negatif. Secara tidak langsung perilaku yang ditunjukkan saudaranya
tersebut ditiru oleh subjek.
Faktor lain yang memberikan pengaruh yang besar tehadap timbulnya
perilaku agresif adalah pengaruh tontonan televisi. Saat ini tontonan televisi dianggap
tidak tepat dikonsumsi oleh anak-anak. Banyak acara-acara di televisi yang
menyuguhkan adegan-adegan yang bersifat kekerasan. Hal tersebut tentunya
memberikan pengaruh yang negatif pada anak yang menontonnya. Seperti halnya
subjek III. Seringkali subjek III memanfaatkan waktu luangnya untuk menonton TV.
Kesibukan orang tua karena bekerja mengakibatkan kurang terkontrolnya dalam
mengkonsumsi media. Subjek III lebih menyukai acara televisi yang di dalamnya
terdapat adegan peperangan atau dengan kata lain bersifat kekerasan.
Perilaku agresif yang muncul pada diri anak dapat mempengaruhi timbulnya
perilaku negatif lainnya. Hal tersebut terjadi pada subjek I. Salah satu wujud perilaku
agresif subjek I adalah meminta uang secara paksa terhadap temannya. Ketika subjek
tidak mendapatkan keinginannya tersebut yaitu uang, maka subjek mencari jalan lain
untuk mendapatkan uang, yaitu dengan mencuri.
Perilaku agresif memberikan pengaruh dan dampak yang negatif baik bagi
siswa sendiri maupun orang-orang disekitar siswa, misalnya orang tua. Untuk itu
perlu diberi alterrnatif layanan bimbingan sebagai upaya penanganan. Hal tersebut
dapat dilakukan dengan:
1. Pemberian layanan bimbingan individual.
2. Penerapan teknik APTL (Analisis Pengubahan Tingkah Laku)
3. Mengemas program kegiatan belajar dan mengajar secara menarik.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

62

BAB V
KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

B. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian tentang studi kasus perilaku agresif siswa kelas
IV SD Negeri Dagen II kecamatan Jaten kabupaten Karanganyar tahun pelajaran
2009/ 2010, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
Bentuk perilaku agresif pada anak-anak terbagi atas:
a. Perilaku agresif yang bersifat fisik
1). Merebut barang teman
2). Merusak barang-barang
3). Memukul
4). Menendang
b. Perilaku agresif yang bersifat verbal:
1). Marah-marah dan berteriak-teriak
2). Mengadu domba
3). Mengeluarkan kata-kata kasar dan kotor
Faktor- faktor yang mempengaruhi perilaku agresif meliputi:
a. Kondisi sosial ekonomi
b. Pengaruh lingkungan
c. Tidak mendapatkan sesuatu yang diinginkannya
d. Mendapatkan ejekan dari teman
e. Pola pendidikan orang tua
f. Adanya model
g. Pengaruh tontonan TV
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

63

Alternatif Layanan Bimbingan


1. Pemberian layanan bimbingan individual.
2. Penerapan teknik APTL (Analisis Pengubahan Tingkah Laku)
3. Mengemas kegiatan belajar mengajar secara menarik

C. Implikasi

Bertitik tolak dari hasil penelitian di atas, maka implikasi hasil penelitian ini
secara umum adalah sebagai berikut:

1. Implikasi Bagi Orang Tua


Orang tua merupakan pendidik pertama dan utama bagi anak. Pola asuh yang
diterapkan orang tua terhadap anak sangat berpengaruh dalam pembentukan pribadi
anak. Orang tua harus mampu menanamkan nilai-nilai positif pada anak, yaitu dengan
memberi contoh yang baik dalam sikap dan perilaku, karena orang tua menjadi model
bagi anak. Selain itu, orang tua haruslah waspada terhadap lingkungan sosial anak.
Sebagai upaya untuk mengantisipasi agar anak tidak terjerumus ke dalam pergaulan
yang tidak sehat.

2. Implikasi Bagi Sekolah


Sekolah sebagai lembaga pendidikan, selain bertujuan untuk mencerdaskan
peserta didiknya melalui penyampaian materi (KBM) yang telah diatur dalam
kurikulum juga diharapkan mampu mendidik para peserta didiknya agar memiliki
kepribadian yang baik. Ada banyak faktor yang dapat menghambat dalam pencapaian
tujuan tersebut, salah satunya adalah munculnya perilaku agresif. Untuk itu, sekolah
melalui tenaga pengajarnya yaitu guru harus mampu mengantisipasi dan
meminimalisir munculnya perilaku agresif pada peserta didik, yaitu dengan usaha-
usaha sebagai berikut: penyediaan situasi yang kondusif bagi para peserta didik,
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

64

mengemas KBM yang menyenangkan bagi para peserta didik, menyediakan fasilitas
sesuai dengan kebutuhan peserta didik, dsb.

3. Implikasi Bagi Peneliti


Penelitian ini diharapkan memberikan tambahan ilmu dan pengalaman kepada
peneliti sebagai calon guru pembimbing. Di lapangan tidak hanya ditemukan problem
yang berupa perilaku agresif saja, namun akan banyak ditemukan problem lainnya.
Melalui penelitian ini, secara umum peneliti diharapkan memiliki wawasan tentang
problem-problem pendidikan dan secara khusus memiliki wawasan tentang perilaku
agresif .

D. Saran

Berdasarkan hasil penelitian tentang perilaku agresif terhadap siswa kelas IV


SD Negeri Dagen II kecamatan Jaten kabupaten Karanganyar, ada beberapa saran
yang kiranya relevan untuk disampaikan:

1. Orang Tua
1. Orang tua perlu menanamkan pola pendidikan yang demokratis.
2. Orang tua harus memberikan contoh dan teladan yang baik, karena orang tua
menjadi model bagi anak.
3. Orang tua perlu menciptakan iklim yang hangat dan penuh kasih sayang dalam
kehidupan keluarga.

2. Sekolah
1. Sekolah perlu menciptakan kondisi lingkungan sekolah yang positif dan
menghindarkan dari pola pendidikan yang bersifat kekerasan pada anak.
2. Guru perlu menanamkan nilai-nilai positif pada anak didiknya.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

65

3. Alternatif layanan bimbingan yang dapat diberikan pada siswa berperilaku agresif
adalah :
1) Pemberian layanan bimbingan individual.
2) Penerapan teknik APTL (Analisis Pengubahan Tingkah Laku)
3) Mengemas kegiatan belajar mengajar secara menarik, misalnya dengan
menggunakan metode role play, sosiodrama.

3. Masyarakat
a. Masyarakat perlu menciptakan lingkungan sekitar yang positif.
b. Menghindarkan anak pada pola pergaulan yang bersifat negatif.
c. Perlu adanya kerja sama masyarakat untuk menangani anak yang berperilaku
agresif, misal dengan mengadakan pembinaan.

.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

66

DAFTAR PUSTAKA

Alex Sobur. 2003. Psikologi Umum dalam Lintasan Sejarah. Bandung: CV Pustaka
Setia
Anantasari. 2006. Menyikapi Perilaku Agresif Anak. Yogyakarta: Kanisius
Dep Dik Bud. 1992. Pedoman Bimbingan dan Penyuluhan Siswa di Sekolah Dasar.
Jakarta: Depdikbud
Dewa Ketut Sukardi. 1995. Proses Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah. Jakarata:
Rhineka Cipta
Esti Sri Wuryani. 2005. Konseling dan Terapi dengan Anak dan Orang Tua. Jakarta:
PT. Grasindo
E. Koeswara. 1988. Agresi Manusia. Bandung: PT Eresco
http:// wangmuba. com/ 2009/ 04/ teori-perilaku-agresif
Hurlock, Elizabeth B. 2004. Psikologi Perkembangan . Jakarata: Erlangga
J. P. Chaplin. 2004. Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Khozin Afandi. 1993. Dasar-dasar Penelitian Kualitatif. Surabaya: Usaha Nasional
Krahe, Barbara. 2005. Perilaku Agresif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Miles, Matthew B. dan A. Michael Huberman. 1992. Analisis Data Kualitatif.
(Terjemahan Tjetjep Rohendi Rohidi). Jakarta: UI-Press
Moleong, L J. 2004. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda
Karya
Prayitno dan Erman Amti. 1994. Pelayanan Bimbingan di Sekolah Dasar.
Jakarta:Ghalia Indonesia
Rita Eka Izzati. 2005. Mengenali Permasalahan Anak Usia TK. Jakarta: Dit. PPTK &
KPT
Robert K. Yin. 1996. Studi Kasus (Desain dan Metode). (Terjemahan M. Dzauzi
Mudzakir). Jakarta: Radar Jaya Offset
Salcha H. 2002. Pendidikan Bagi Anak Perilaku Menyimpang (ATL). Surakarata:
FKIP UNS

Anda mungkin juga menyukai