id
C. SKRIPSI
Oleh :
Sri Sutami
NIM: X 3105011
1
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
BAB I
PENDAHULUAN
dirumuskan tidak akan dapat dicapai oleh anak didik. Agar pendidik dapat berfungsi
sebagai perantara yang baik, maka pendidik harus dapat melakukan tugas-tugasnya
dengan baik.
Anak adalah tunas bangsa yang sangat berharga dan menjadi harapan di
masa depan. Melihat tunas-tunas itu tumbuh dengan baik, pastilah sangat
membahagiakan. Akan tetapi, pada kenyataannya di dalam proses pendidikan banyak
ditemukan hal-hal yang berjalan tidak sesuai dengan harapan dan rencana, misalnya
muncul perilaku agresif siswa. Perilaku agresif ini dapat menghambat proses
pendidikan pada umumnya dan pada khususnya dapat menghambat proses kegiatan
belajar mengajar.
Pendidikan di Indonesia semakin panas. Fenomena menunjukkan bahwa
dewasa ini tingkat agresivitas di lingkungan pendidikan semakin meningkat.
Hal tersebut terwujud dalam berbagai bentuk aksi kekerasan yang dilakukan
oleh anak didik. Perilaku tersebut menjadi penghambat dalam pelaksanaan
kegiatan pendidikan atau lebih tepatnya pelaksanaan KBM. (Anantasari, 2006:
7)
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
D. Manfaat Penelitian
BAB II
D. LANDASAN TEORI
A. TINJAUAN PUSTAKA
untuk memasuki dunia pendidikan karena kematangan itu tidak hanya ditentukan oleh
usia saja. “Masa usia sekolah dasar disebut sebagai masa intelektual atau masa
keserasian bersekolah”. (Depdikbud, 1992: 43). Anak pada usia 6 atau 7 tahun
biasanya dianggap telah matang untuk memasuki sekolah dasar. Pada usia tersebut,
anak-anak lebih mudah untuk dididik.
Masa usia sekolah dasar diperinci menjadi dua fase, yaitu a. Masa kelas-kelas
rendah sekolah dasar. Adapun sifat-sifat anak pada masa ini meliputi: 1).
Terdapat hubungan positif antara keadaan jasmani dengan prestasi, 2) Anak
patuh pada peraturan-peraturan permainan tradisional, 3) Anak memiliki
kecenderungan untuk memuji diri sendiri, 4) Anak suka membanding-
bandingkan dirinya dengan anak lain ; b. Masa kelas-kelas tinggi sekolah dasar.
Adapun sifat-sifat anak pada masa ini meliputi: 1) Anak memiliki minat
terhadap kehidupan praktis yang konkret, 2) Realistik, ingin mengetahui, ingin
belajar, 3) Bakat-bakat khusus anak mulai menonjol, 4) Anak-anak mulai
membentuk kelompok sebaya atau peer group”. (Syamsu Yusuf , 2004: 24)
4). Anak-anak mulai membentuk kelompok sebaya atau peer group. Anak-anak
pada usia ini gemar membentuk kelompok sebaya biasanya untuk dapat
bermain bersama-sama. Dalam permainan itu anak tidak lagi terikat pada
peraturan-peraturan permainan tradisional, mereka membuat peraturan
sendiri.
Buhler (dalam Alex Sobur, 2003: 132) mengatakan, “Masa sekolah dasar
dapat juga disebut sebagai masa menyelidik, mencoba, dan bereksperimen”. Anak
pada usia ini memiliki dorongan besar untuk mengetahui sesuatu hal baru bagi
mereka atau dengan kata lain dapat dikatakan bahwa anak pada usia ini memiliki rasa
ingin tahu yang besar. Hal-hal baru yang ditemukan anak di dalam lingkungannya
yang lebih luas dari pada masa usia pra sekolah menimbulkan berbagai macam
pertanyaan bagi anak. Tidak jarang hal tersebut menyebabkan orang tua atau pun
pendidik merasa kesulitan dalam memberikan jawaban yang tepat bagi anak.
10
perbendaharaan kata berkembang pesat. Anak dapat menguasai sekitar 2. 500 kata.
Pada masa ini, tingkat berpikir anak lebih maju. Faktor penting yang mempengaruhi
perkembangan bahasa, yaitu: proses jadi matang dengan perkataan lain anak itu
menjadi matang (organ-organ suara/ bicara sudah berfungsi) untuk berkata-kata dan
proses belajar yang berarti bahwa anak yang telah matang untuk berbicara kemudian
mempelajari bahasa orang lain dengan jalan mengimitasi atau meniru ucapan/ kata-
11
12
perkembangan anak pada usia 6-12 tahun meliputi: mempelajari keterampilan fisik;
membina sikap yang sehat terhadap diri sendiri; belajar bergaul dengan teman sebaya,
moralitas, dan skala nilai; pencapaian kemerdekaan diri; dan mengembangkan sikap
sosial dalam kelompok sosial. Lebih jelasnya akan diuraikan di bawah ini.
13
keterampilan yang bersifat fisik tersebut. Bila anak dapat melakukan permainan ini,
anak akan mendapat pujian dari teman-teman sebayanya. Namun, bila anak gagal,
Misalnya gigi permanen sudah tumbuh. Untuk itu anak perlu diajarkan kebiasaan
perkembangannya, interaksi anak semakin luas. Anak mulai belajar mengenal dan
dunia luar ini, anak akan menemukan berbagai macam kelompok dengan berbagai
macam karakter. Anak harus dapat mengambil posisi diantara teman sebayanya
tersebut agar anak dapat diterima dalam kelompok tersebut. Anak harus belajar
14
sosialnya sebagai pria atau wanita. Anak laki-laki diajarkan berperan, bersikap dan
anak perempuan diajarkan memakai rok, sedangkan anak laki-laki memakai celana.
mengembangkan diri sesuai dengan bakat dan minatnya. Untuk itu anak harus
mempelajarinya. Orang tua atau pun pendidik harus dapat memberikan motivasi pada
anak dan memfasilitasi anak agar anak dapat berkembang sesuai dengan
kemampuannya.
macam sikap, sifat dan karakter. Dengan kontrol diri tersebut anak akan mampu
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
15
melihat sikap, sifat atau karakter yang sesuai atau tidak sesuai. Sehingga anak dapat
pada orang tua atau orang dewasa lainnya. Interaksi anak dengan temannya menuntut
yang dimiliki anak, dapat mengembangkan otoritasnya yaitu anak dapat melakukan
bagi anak dalam interaksi dengan lingkungan sosialnya tersebut. Kesuksesan anak
dalam kehidupan sosialnya tersebut dipengarhi oleh sikap sosial anak itu. Untuk itu
16
17
Agresi ini merupakan salah satu bentuk reaksi terhadap frustasi atau rasa kecewa
karena tidak terpenuhinya kebutuhan atau keinginan.
Selaras dengan pendapat di atas, Rita Eka Izzaty (2005: 105) menyatakan,
”Agresivitas adalah isilah umum yang dikaitkan dengan adanya perasaan-perasaan
marah atau permusuhan atau tindakan melukai orang lain baik dengan tindakan
kekerasan secara fisik, verbal, maupun menggunakan ekspresi wajah dan gerakan
tubuh yang mengancam atau merendahkan”.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa
perilaku agresif adalah tingkah laku secara fisik (non verbal) atau verbal yang
sifatnya berupa penyerangan di mana hal tersebut dilakukan oleh seorang individu
dengan sengaja untuk melukai, menyakiti dan membahayakan orang lain.
b. Teori-teori Agresi
18
“Pada dasarnya, manusia mempunyai dua naluri dasar, yaitu naluri seksual
(libido) dan naluri agresif atau yang disebut sebagai naluri kematian”. (Sigmund
Freud dalam Alex Sobur, 2003- 437). Insting kehidupan terdiri atas insting reproduksi
atau insting seksual dan insting-insting yang ditujukan untuk pemeliharaan hidup,
sedangkan insting kematian memiliki tujuan untuk menghancurkan hidup individu.
Dalam teori ini, perilaku agresif merupakan cerminan dari adanya insing kematian.
Misalnya, bunuh diri atau peperangan.
19
melakukannya sendiri”. (Bandura dalam Tim Prodi BK, 2000: 34). Asumsi dasar
teori ini adalah sebagian besar perilaku individu diperoleh sebagai hasil belajar
melalui pengamatan atas perilaku yang ditampilkan oleh individu-individu lain yang
menjadi model. Individu akan mencontoh tingkah laku orang lain (model) apabila
tingkah laku tersebut memiliki efek yang menyenangkan, sebaliknya apabila individu
tersebut mendapati tingkah laku model memiliki efek yang tidak menyenangkan,
maka individu akan kurang termotivasi untuk bertingkah laku yang sama. Misalkan,
anak “A” melihat ketika kakaknya menangis dan disertai dengan membanting-banting
mainannya, orang tuanya memberikan sejumlah uang kepada kakanya tersebut
sehingga tangisnya terhenti. Perilaku ini akan menjadi contoh bagi anak, karena
dengan dia berperilaku agresif, anak mendapatkan apa yang diinginkannya.
20
Setiap orang tua tentunya berharap putra-putranya menjadi anak yang patuh
dan taat terhadap norma, aturan yang diajarkan oleh orang tuanya. Namun, seringkali
yang didapatkan adalah harapan tidak selalu sejalan dengan kenyataan. Justru
seringkali anak bertindak atau berperilaku diluar batas harapan orang tua, misalnya
anak berperilaku agresif.
Pada umumnya setiap anak mempunyai dorongan agresif. Dorongan ini
timbul sejak kecil dan muncul pada perbuatan-perbuatan, seperti mendorong teman
sampai jatuh, mencakar kalau tidak diberi kue yang dimintanya, dan sebagainya.
“Agresi merupakan kekuatan hidup (life force) dan energi yang dapat bersifat
membangun dan juga menghancurkan. Kekuatan ini adalah sesuatu yang membuat
bayi memiliki dan memegang kehidupan dan yang bisa membuatnya berteriak atau
menangis bila ia sedang lapar”. (Alex Sobur, 2003: 434).
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
21
124).
orang lain. Bertengkar berbeda dari agresi, dalam arti kata bertengkar melibatkan dua
orang dan salah satu memainkan peran mempertahankan diri, sedangkan dalam
Mengejek diartikan sebagai serangan yang bersifat verbal pada orang lain dengan
maksud supaya orang yang diejek menjadi marah, sedangkan mengganggu diartikan
sebagai tindakan yang menimbulkan rasa sakit dalam arti fisik dan orang yang
22
23
24
25
a. Pengertian Bimbingan
26
b. Fungsi Bimbingan
1) Fungsi Pemahaman
Fungsi pemahaman merupakan upaya untuk membantu peserta didik agar
mereka mempunyai pemahaman terhadap dirinya yaitu mengenai potensi-potensi
yang dimilikinya terhadap lingkungannya.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
27
4) Fungsi Pengembangan
fungsi bimbingan yang menghasilkan terpeliharanya berbagai potensi dan
kondisi positif peserta didik dalam rangka perkembangan diri peserta didik secara
mantap dan berkelanjutan.
28
besar menjadi perilaku yang menetap. Di lingkungan sekolah, anak agresif cenderung
ditakuti dan dijauhi oleh teman-temannya sehingga anak terisolir dari lingkungannya.
Terkait dengan fungsi bimbingan sebagai fungsi pemahaman, fungsi
pencegahan, fungsi perbaikan, dan fungsi pengembangan, menurut Rita Eka Izzaty,
(2005: 116) ada beberapa hal yang dapat dilakukan pendidik untuk menghadapi anak
yang berperilaku agresif, yaitu:
1.) Mengajarkan pada semua anak mengenai keterampilan sosial untuk
berhubungan dengan orang lain. Anak perlu diajarkan keterampilan
sosial ini sehingga diharapakan dapat melalukan penyesuaian diri
terhadap lingkungan sosialnya yang makin berkembang. Pada akhirnya
diharapkan anak dapat diterima di lingkungan sosialnya tersebut.
2.) Menciptakan lingkungan sekolah yang kondusif. Upaya pengendalian
perilaku agresif anak tidak hanya dilakukan oleh orang tua saja, namun
juga diperlukan kerjasama dengan berbagai pihak yang berkenaan
dengan anak, misalnya pihak sekolah. Sekolah perlu menciptakan
lingkungan yang kondusif, yaitu dengan menekan tingkat frustasi atau
tekanan pada anak. Dengan upaya tersebut diharapkan perilaku agresif
anak dapat dikurangi.
3.) Menerapkan program kegiatan belajar dengan metode role play,
sosiodrama. Melalui metode ini diharapkan anak memiliki pemahaman
bahwa untuk memecahkan masalah tidak harus dengan kekerasan. Untuk
itu, guru harus dapat mengemas sedemikian rupa materi yang diajarkan
melalui metode ini, agar pesan yang ingin disampaikan dapat dipahami
siswa.
4.) Memberikan kesempatan bagi anak untuk dapat mengekspresikan
keinginan dan kekuatannya dengan cara-cara tertentu, misalnya dengan
memberikan alternatif pilihan kegiatan yang dapat mengurangi frustasi
yang dapat mendorong agresivitas anak. Sebagai contoh adalah anak
marah karenan mainan pistolnya direbut oleh temannya. Untuk meredakan
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
29
emosi anak agar anak tidak berperilaku agresif adalah misalnya dengan
memberikan mainan baru lainnya pada anak sebagai pengganti mainan
pistolnya tersebut.
Sedangkan Anantasari (2006: 101) menyebutkan bahwa, “Upaya untuk
mengontrol perilaku agresif anak adalah dengan menyalurkan ekspresi emosi atau
kondisi yang tidak menyenangkan bagi anak dan melatih anak untuk bersikap
asertif”.
Berdasarkan pendapat diatas maka dapat disimpulkan bahwa upaya dalam
rangka mengontrol agresivitas anak diperlukan kerjasama dari berbagai pihak,
diantaranya adalah orang tua dan guru. Orang tua sebagai pendidik anak di rumah
perlu mengajarkan pada anak untuk bersikap asertif, yaitu dengan melatih anak untuk
mengembangkan kontrol diri dan melatih anak untuk dapat menyampaikan hal-hal
yang ingin disampaikan anak kepada orang lain dengan menghindarkan sikap
kekerasan. Contohnya: orang tua memberikan kesempatan kepada anak secara bebas
dan terbuka untuk menyampaikan keinginannya. Apabila keinginan orang tua tidak
sesuai dengan harapan orang tua, maka orang tua dapat mendiskusikan kepada anak.
Selain itu orang tua juga perlu memfasilitasi anak yaitu dengan memberikan
kesempatan pada anak untuk dapat menyalurkan ekspresi emosi atau kondisi yang
tidak nyaman bagi anak. Contohnya: Orang tua menyediakan waktu khusus untuk
dapat berkumpul, bercengkrama dengan anak sehingga melalui itu anak dapat
mengungkapkan segala pikiran dan perasaan yang dialami atau dirasakan kepada
orang tua. Sedangkan guru sebagai pendidik di sekolah juga perlu mengupayakan
kondisi yang kondusif agar perilaku agresif tidak muncul pada anak, misalnya dengan
menerapkan metode pembelajaran yang menyenangkan dengan anak, sebagai contoh
yaitu dengan sosiodrama. Selain hal-hal tersebut, yang tidak kalah pentingnya adalah
pemberian contoh dari orang tua atau pun juga guru. Karena mereka adalah model,
contoh bagi anak. Segala apa yang orang tua atau guru lakukan akan berpengaruh
pada sifat, sikap, dan perilaku anak.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
30
B. KERANGKA BERPIKIR
BERPERILAKU NORMAL
ALTERNATIF BIMBINGAN
SISWA
BERPERILAKU AGRESIF
FAKTOR-FAKTOR
PENYEBAB
31
BAB III
METODE PENELITIAN
1. Tempat Penelitian
2. Waktu Penelitian
Waktu penelitian pada semester I Tahun pelajaran 2009/ 2010 diawali sejak
pengajuan judul, penyelesaian ijin penelitian, pengumpulan data, analisis data, dan
penulisan laporan hasil penelitian.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
32
33
C. Sumber Data
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, maka data yang dikumpulkan berupa data kualitatif
yang terdiri dari kata-kata maupun keterangan yang menggambarkan suatu keadaan, pendapat, dan pandangan yang
dikemukakan secara lesan maupun tertulis oleh informan. Sumber data dalam penelitian ini dibedakan menjadi dua,
yaitu: sumber data primer dan sumber data sekunder.
Sumber data primer dalam penelitian ini adalah siswa itu sendiri, yaitu siswa yang berperilaku agresif.
Siswa tersebut berperan sebagai subjek. Peneliti melakukan kegiatan wawancara terhadapa siswa yang berperilaku
agresif tersebut secara langsung untuk memperolah data yang dibutuhkan. Sedangkan sumber data sekunder dalam
penelitian ini adalah guru, teman, orang tua, saudara, dan tetangga.
Data yang diperoleh dari sumber data primer dan sumber data sekunder meliputi:
1. Kegiatan siswa di sekolah, baik di dalam kelas maupun di luar kelas
2. Hubungan siswa dengan guru
3. Hubungan siswa dengan teman bergaul
4. Aktivitas siswa di rumah
5. Hubungan siswa dengan orang tua
6. Hubungan siswa dengan anggota keluarga lainnya.
7. Hubungan siswa dengan tetangga.
8. Upaya orang tua untuk mengurangi perilaku agresif
Dari data di atas dapat disimpulkan dengan proses wawancara secara langsung peneliti mengetahui
keadaan siswa, karena siswa itu sendiri yang paling tahu keadaan dirinya ditambah keterangan dari luar siswa sebagi
pelengkap yaitu guru kelas, teman bergaul dan orang tua siswa.
Pada setiap penelitian, peneliti harus membuat keputusan tentang siapa dan
berapa jumlah orang yang akan diteliti. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif,
maka untuk membuat keputusan tentang siapa dan berapa jumlah orang yang akan
diteliti, peneliti menggunakan teknik sampling yang bersifat ”purposive sampling”.
Hal itu berarti, peneliti memilih informan yang dianggap tahu dan dapat dipercaya
untuk menjadi sumber data.
Penelitian ini, peneliti menggunakan 3 subjek penelitian. Adapun subjek-
subjek penelitian tersebut merupakan siswa kelas IV SD Negeri Dagen II kecamatan
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
34
1. Dokumentasi
35
2. Observasi
Hal-hal yang hendak diselidiki dengan observasi antara lain: a). Aktivitas
siswa di sekolah, baik di dalam kelas maupun di luar kelas; b). Hubungan sosial siswa
c). Hubungan siswa dengan orang tua.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
36
3. Wawancara
4. Home Visit
37
Pelaksanaan home visit harus direncanakan dengan baik agar data yang
diperoleh sesuai dengan kebutuhan. Untuk itu peneliti perlu mengadakan persiapan,
yaitu berupa :
(a). Berbicara dengan lisan yang bersangkutan tentang rencana kunjungan rumah.
(b). Merencanakan waktu kunjungan dan isi kunjungan.
(c). Pemberitahuan kepada orang tua yang akan di kunjungi misalnya dengan
mengirimkan surat pemberitahuan dengan seijin kepala sekolah.
38
G. Analisis Data
Analisis data kualitatif menurut Patton dalam Lexy J. Moleong (2004: 248)
adalah proses mengatur data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori,
dan satuan uraian dasar.
Menurut Tjetjep Rohendi Rohidi (1992: 16-- 21) menyatakan bahwa:
Analisa data kualitatif terdiri dari tiga alur kegiatan : 1) Reduksi data yaitu
suatu bentuk analisis yang menajamkan, menggolongkan, mengarahkan,
membuang yang tidak perlu dan mengorganisasikan data dengan cara
sedemikian rupa sehingga dapat ditarik kesimpulan finalnya, 2) Penyajian data
yaitu pembatasan sebagai suatu kesimpulan informasi tersusun yang
memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan
tindakan, 3) Menarik kesimpulan dan verifikasi. Di dalam menarik kesimpulan
harus juga diverifikasi makna-makna yang muncul dari data yang harus diuji
kebenarannya, kekokohannya, dan kecocokannya agar dapat diperoleh data
yang valid.
PENGUMPULAN DATA
REDUKSI PENYAJIAN
DATA DATA
KESIMPULAN
DAN VERIFIKASI
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
39
Analisis data interaktif merupakan sebuah alur kegiatan dalam penelitian untuk
memperoleh data-data yang diperlukan dalam penelitian. Analisis data interaktif
terdiri dari tiga alur kegiatan, yaitu reduksi data, penyajian data, serta menarik
kesimpulan dan verifikasi. Tanda panah ( è) pada bagan di atas menunjukkan
bahwa alur kegiatan ini dapat berjalan secara bergantian. Maksudnya, apabila data
yang diperlukan dalam penelitaian dirasakan kurang, maka peneliti dapat
mengulang kembali kegiatan sebelumnya untuk memperoleh data yang
diperlukan.
H. Prosedur Penelitian
1. Tahap Persiapan
Pada tahap ini meliputi kegiatan :
a. Mengurus perijinan penelitian
b. Menentukan lokasi penelitian
c. Meninjau lokasi penelitian secara sepintas mempelajari keadaannya
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
40
2. Tahap Pelaksanaan
Pada tahap pelaksanaan ini meliputi kegiatan:
a. Observasi dan wawancara terhadap siswa berperilaku agresif
Observasi dan wawancara bertujuan untuk mengungkap bentuk perilaku agresif
siswa di lingkungan sekolah (di dalam ataupun di luar kelas) dan lingkungan
keluarga.
41
mengenai gambaran perilaku agresif siswa saat mengikuti KBM, kebiasaan siswa
yang jelas tentang hal-hal yang berkaitan dengan siswa, yaitu riwayat siswa sejak
42
BAB IV
HASIL PENELITIAN
43
SD Negeri Dagen II memiliki sebanyak 152 siswa yang terdiri dari 80 siswa
laki-laki dan 72 siswa perempuan. Sebanyak 147 siswa memeluk agama islam
sedangkan sekitar 5 siswa memeluk agama non islam. Sebagian besar siswa berasal
dari golongan ekonomi menengah ke bawah. Orang tua mereka sebagian besar
bekerja sebagai petani dan buruh. Lainnya adalah sebagai swasta dan PNS.
44
a. Subjek Penelitian I
Data pribadi subjek I
Nama lengkap : Dimas Bagus Putra
Tempat tanggal lahir : Karanganyar, 17 April 1999
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Alamat : Celep kidul
Nama orang tua
Ayah : Suhartoyo
Ibu : Sunarmi
Pendidikan orang tua
Ayah : SMA
Ibu : SD
Pekerjaan orang tua
Ayah : Buruh
Ibu : Buruh
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
45
1) Hasil Observasi
Peneliti melakukan observasi baik di dalam kelas saat kegiatan belajar
mengajar berlangsung dan di luar kelas saat siswa istirahat serta saat kunjungan
rumah (home visit). Dari hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti di sekolah dapat
disimpulkan bahwa subjek I tergolong sebagai siswa yang berperilaku agresif. Pada
kelas. (Hasil observasi minggu I, III, dan IV. Terlampir). Seringkali siswa
mengakibatkan terjadinya adu fisik yaitu dengan saling pukul. Selain itu, subjek I
lewat di depannya, sehingga temannya jatuh. (Hasil observasi minggu I sampai IV.
Terlampir). Seringkali wali kelas atau guru mata pelajaran memberikan peringatan,
namun hal tersebut tidak membuat subjek I jera. Selain itu dalam hal akademis
nilai baik, seringkali subjek I berbuat curang yaitu dengan mengisi jawaban secara
Pada waktu di luar kelas saat jam istirahat, tidak jarang subjek I senang
berkumpul dengan teman-temannya siswa putri. Seringkali subjek I pun
mengganggunya, yaitu dengan merebut mainan temannya. (Hasil observasi minggu I
sampai IV, terlampir). Pada akhirnya hal tersebut memancing kemarahan temannya.
Dengan teman-teman siswa laki-lakinya pun seringkali subjek I juga berperilaku
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
46
agresif yaitu dengan adu fisik: memukul, dan menendang . (Hasil observasi minggu I
sampai IV, terlampir).
Observasi yang dilakukan peneliti saat kunjungan rumah (home visit) secara
garis besar meliputi keadaan kehidupan keluarga, lingkungan rumah, serta keadaan
lingkungan sekitar. Subjek I bertempat tinggal bersama kedua orangtua bersama
seorang saudaranya di desa Celep Kidul, Jaten, Karanganyar. Rumahnya sangat
sederhana, berlantaikan keramik biasa dengan perabotan yang sangatlah sederhana,
namun keadaan sekitar rumah cukup bersih. Orang tua subjek 1 bekerja sebagai buruh
(tenaga serabutan). Ibunya membantu pekerjaan tetangganya, yaitu dengan
mencucikan pakaian. Sedangkan ayahnya ketika tidak ada pekerjaan di luar rumah,
sibuk merawat kambing, yaitu menggembalakan atau mencarikan rumput. Keadaan
ekonomi keluarga Dimas termasuk kurang karena penghasilan orang tua yang tidak
menentu. (Hasil observasi subjek I, terlampir).
Perhatian orang tua terhadap pendidikan dirasakan kurang, sebab orang tua
sibuk bekerja sehingga pengawasan terhadap anak baik mengenai hal pendidikan
ataupun pergaulan kurang maksimal. Subjek I seringkali bergaul dengan teman-teman
dan bahkan orang-orang dewasa yang suka berperilaku negatif, yaitu sering berbuat
kasar dan suka mencuri. Hal tersebut memberikan dampak yang tidak baik terhadap
subjek I. Meskipun orang tua subjek I sebagai buruh, mereka bekerja dari pagi
hingga sore. (Hasil observasi subjek I, terlampir).
2) Hasil Wawancara
Peneliti melakukan wawancara terhadap siswa berperilaku agresif (subjek I),
teman siswa, guru, orang tua, kerabat, dan tetangga. Kegiatan wawancara dilakukan
saat di sekolah dan di luar sekolah (home visit). Hasil yang diperoleh dari wawancara
terhadap teman dan guru menyatakan bahwa subjek I termasuk siswa yang dianggap
anak nakal. Bagi teman siswa, subjek I seringkali berperilaku agresif. Hal tersebut
ditunjukkan dengan perilakunya yang sering mengganggu teman-temannya, baik pada
saat jam kegiatan belajar mengajar juga pada saat jam istirahat. Menurut temannya,
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
47
48
Wawancara juga dilakukan terhadap orang tua, saudara, dan tetangga subjek
I. Mereka, orangtua, saudara dan tetangga mengakui bahwa subjek I adalah anak yang
nakal. Menurut orang tuanya, di rumah subjek I menunjukkan perilaku sebagai anak
yang takut terhadap kedua orang tuanya, khususnya kepada ibunya. Orang tua
menerapkan pendidikan yang keras terhadap anak-anaknya, termasuk kepada subjek
I. Dalam hubungan dengan saudaranya, yaitu kakaknya seringkali terjadi
pertengkaran, dalam hal masalah sekecil apapun. (” Bapaknya keras Bu. Biar
anaknya jera”) . (Hasil wawancara dengan orang tua subjek I, terlampir).
Pekerjaan orang tua yang hanya sebagai buruh menyebabkan pendapatan
mereka sangatlah terbatas, pas-pasan. Untuk memenuhi kebutuhan kehidupan
keluarga sehari-hari dirasakan sangatlah kurang. Penghasilan orang tua yang tidak
menentu tersebut menyebabkan seringkali Subjek I tidak mendapatkan uang saku
ketika sekolah. Dan apabila subjek I menginginkan sesuatu barang, mau tidak mau
Subjek I harus menunggu atau menunda beberapa saat untuk mendapatkan barang
yang diinginkannya tersebut. Hal tersebut seringkali memicu kemarahan subjek I
terhadap kedua orang tuanya. Wujud kemarahan Subjek I biasanya ditunjukkan
dengan perilaku berteriak-teriak atau melampiaskan dengan menghancurkan barang-
barang. (”Kalau punya keinginan Bu ya mau tidak mau harus menunggu tidak bisa
langsung dipenuhi. Maklum orang tuanya hanya buruh, untuk makan sehari-hari saja
sulit”). (Hasil wawancara dengan orang tua subjek I, terlampir).
Pergaulan di sekitar rumah, menurut tetangganya seringkali subjek I bergaul
dengan anak-anak yang dikenal sering berperilaku negatif, yaitu suka mencuri dan
berperilaku kasar terhadap teman-teman sebaya. (”Dimas suka bergaul ama anak-
anak nakal Bu”). (Hasil wawancara dengan teman subjek I, terlampir). Hal tersebut
memberikan dampak yang tidak baik bagi subjek I. Menurut pengakuan orangtuanya,
subjek I pernah diajak mencuri buah mangga milik temannya. Melihat perilaku
anaknya (subjek I) yang tidak baik tersebut seringkali orangtua khususnya ibunya
seringkali memarahinya. ( ”Saya pernah mendapat laporan Bu dari tetangga kalau
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
49
Dimas mencuri mangga milik tetangga. Ya saya marahi Dimasnya, biar tidak
diulangi lagi”). (Hasil wawancara dengan orang tua subjek I, terlampir).
b. Subjek Penelitian II
Data pribadi subjek II
Nama lengkap : Andika Putra Dewantara
Tempat tanggal lahir : Karanganyar, 12 Mei 2000
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Alamat : Celep kidul
Nama orang tua
Ayah : Sugimin
Ibu : Sri Suharmi
Pendidikan orang tua
Ayah : SD
Ibu : SD
Pekerjaan orang tua
Ayah : Buruh
Ibu : Buruh
1) Hasil Observasi
Kegiatan observasi untuk mendapatkan data tentang perilaku agresif pada
subjek II juga dilakukan peneliti di sekolah ( pada saat KBM dan jam istirahat) dan
kunjungan rumah (home visit). Di sekolah, subjek II juga seringkali subjek
mengganggu teman-temannya yaitu dengan memukul dan menendang (Hasil
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
50
observasi minggu I sampai IV, terlampir), mengadu domba (Hasil observasi minggu I
sampai III, terlampir), dan mengeluarkan kata-kata kotor (Hasil observasi minggu II
sampai IV, terlampir). Berbeda dengan subjek I, subjek II memiliki rasa takut
terhadap guru-guru di sekolah. Dalam prestasi akademik, subjek II memiliki prestasi
yang biasa-biasa saja bahkan kurang. (Hasil observasi subjek II, terlampir).
Subjek II tinggal di desa Celep Kidul. Keadaan rumah sangat sederhana
dengan perabotan keluarga yang masih kurang. Hal tersebut ditunjukkan dengan tidak
tersedianya kursi di ruang tamu. Ruang tamu menjadi satu dengan ruang keluarga.
Keadaan ekonomi keluarga subjek II termasuk dalam golongan ekonomi kelas
menengah ke bawah. Orang tua subjek II bekerja sebagai buruh. Ayah subjek II
adalah tenaga serabutan, sedangkan ibunya adalah buruh pabrik. Di rumah subjek II
terlihat sebagai anak orang yang penurut terhadap orang tuanya. Pendidikan yang
diterapkan oleh orang tua bersifat keras. (Hasil observasi subjek II, terlampir). Dalam
hubungan dengan saudaranya, subjek II sering bertengkar. Pemicunya adalah hal-hal
kecil, misal berebut barang. Wujud perilaku yang seringkali dilakukan subjek II saat
marah adalah dengan memukul. Hubungan dengan teman pergaulan di rumah dapat
dikatakan kurang. Subjek II jarang sekali bermain ke luar rumah. Subjek II lebih
sering mengajak teman-temannya bermain di rumah atau sekitar rumah.
Pengawasan orang tua dianggap kurang. Seperti halnya subjek I, orang tua
subjek II ini juga sibuk dengan pekerjaannya. Ayahnya yang sebagai tenaga serabutan
dan ibunya sebagai buruh pabrik dengan sistem kerja yang di shif, yaitu shif pagi,
siang, dan sore. Ketika di rumah pun, mereka sudah merasa kecapekan. Terkait dalam
hal pendidikan khususnya dalam hal belajar, subjek II kurang mendapatkan arahan
dari orang tua. Terkait dengan perilaku agresif pada subjek II, orang tua cenderung
cuek atau mengacuhkan.
2) Hasil Wawancara
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
51
(subjek II), teman siswa, guru, orang tua, saudara, dan tetangga. Di lingkungan
mengeluarkan kata-kata kotor dan memukul. Hal tersebut seringkali dilakukan pada
saat jam istirahat. (”Ya Bu, Dika suka memukul, aku balas saja!”). (Hasil wawancara
dengan teman subjek II, terlampir). Dalam hal akademis, menurut guru wali kelasnya
subjek II dikatakan agak lambat, sehingga prestasinya kurang. Upaya yang dilakukan
guru terkait dengan perilaku agresif subjek II adalah dengan memegang tangan subjek
II. Hal tersebut dilakukan agar subjek II menghentikan perilaku memukulnya dan
Di rumah, subjek II oleh orang tuanya dianggap sebagai anak yang penurut.
Pendidikan yang diterapkan oleh orang tua bersifat keras, terutama ayahnya. Apa
yang menjadi keinginan subjek II tidak langsung terpenuhi. Hal tersebut dikarenakan
penghasilan orang tua yang tidak menentu atau dikatakan kurang untuk dapat
sering bertengkar. Pemicunya adalah hal-hal kecil, misal berebut barang. Wujud
perilaku yang seringkali dilakukan Dika saat marah adalah dengan memukul.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
52
II jarang sekali bermain ke luar rumah. Berbeda halnya dengan subjek I, subjek II
lebih sering bermain dengan teman sebayanya. Oleh tetangga sekitar, subjek II
dianggap sebagai anak nakal. (”Dika anak nakal. Sama orang yang lebih tua saja
berperilaku kasar terhadap orang yang lebih tua darinya. Wujud dari perilaku
53
1) Hasil Observasi
Kegiatan pengumpulan data bagi subjek III melalui kegiatan observasi juga
dilakukan di sekolah (pada saat KBM dan jam istirahat) dan pada saat kunjungan
rumah (home visit). Wujud perilaku agresif yang paling menonjol pada subjek III
adalah mengeluarkan kata-kata kasar. Namun, seringkali subjek III suka memukul
temannya. (Hasil observasi minggu I sampai IV, terlampir). Dibanding lainnya,
subjek III memiliki prestasi yang cukup membanggakan, yaitu meraih juara I pada
saat duduk dibangku kelas III semester akhir. (Hasil observasi subjek III, terlampir).
Pergaulannya di sekolah dengan siswa-siswa perempuan agak kurang, karena subjek
III dianggap nakal dan suka berperilaku kasar tehadap siswa perempuan. Terhadap
guru, subjek III cenderung memiliki keberanian, meskipun seringkali tidak
ditunjukkan secara langsung.
Sama halnya ketika di sekolah, di rumah dan di lingkungan masyarakat
sekitar, subjek III juga dikenal sebagai anak nakal. Subjek adalah anak ketiga dari
ketiga bersaudara. Subjek III tingkal bersama keduaorang tua dan dua saudaranya di
desa Songgorunggi RT 0I/ V, Dagen, Jaten, Karanganyar. Keadaan rumah sangat
sederhana. Saudaranya yang paling sulung terkenal dengan perilakunya yang tidak
baik, yaitu suka bermain judi dan minum-minuman keras. Orangtuanya bekerja
sebagai buruh. Ibunya bekerja di pabrik dengan sistem kerja yang di shif, yaitu pagi,
sore, dan malam. Sedangkan ayahnya merantau di Jakarta Pulangnya tidak menentu.
Sehingga ketika Ibunya masuk kerja, subjek III di rumah bersama dengan saudaranya
tersebut. Dari hasil observasi yang peneliti lakukan, subjek III tergolong anak yang
dimanja oleh kedua orangtuanya. Apapun yang diinginkannya pasti dipenuhi. Di
lingkungan pergaulan sekitarnya, subjek III memiliki keberanian yang lebih terhadap
orang-orang disekitarnya, baik terhadap teman sebaya ataupun orang dewasa. Tidak
jarang subjek III membuat temannya menangis saat bermain. Ketika ada waktu luang
seringkali subjek III memanfaatkan dengan nonton TV atau bermain. (Hasil observasi
subjek III).
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
54
2) Hasil Wawancara
Seperti halnya dengan subjek penelitian I dan II, kegiatan wawancara subjek
III juga dilakukan terhadap siswa berperilaku agresif (subjek III), teman siswa, guru,
orang tua, saudara, dan tetangga. Menurut temannya, baik ketika di lingkungan
sekolah ataupun di lingkungan rumah, subjek III adalah anak nakal. Seringkali
mengeluarkan kata-kata kotor, kata-kata kasar dan memukul. (”Dia suka misuh-
misuh Bu”). (Hasil wawancara dengan teman , terlampir). Apapun yang membuat
subjek menimbulkan rasa ketidakpuasan memicu subjek III untuk berperilaku agresif.
Menurut guru wali kelas, subjek III dianggap sebagai siswa yang cukup cerdas
prestasinya yaitu pernah meraih peringkat I pada saat kenaikan kelas IV.
Saat di rumah, subjek III pun seringkali berperilaku kasar. Menurut orang
tuanya subjek III suka marah-marah. Apa yang diinginkan subjek III harus segera
dipenuhi. Apabila tidak segera terpenuhi, maka Heri akan berperilaku agresif. Hal
tersebut biasa ditunjukkan Heri dengan sikap marah-marah dan berkata kotor.
(”Kalau punya keinginan Mbak semua harus dipenuhi, kalau tidak biasanya Heri
akan ngambek, marah-marah gitu. Kemarin minta dibelikan HP yang ada
kameranya, ini minta dibelikan itu lho Mbak mainan yang dipencet-pencet kayak
remot, sss... oiya PS kalau ngga salah”). (Hasil wawancara dengan orang tua,
terlampir). Terkait dengan perilaku agresif, orang tua Heri bersikap mengacuhkannya.
Selama ini orang tua sudah berusaha untuk menguranginya yaitu dengan memarahi
Heri ketika Heri berperilaku agresif, namun karena cara yang digunakan dirasakan
tidak ada perubahan maka orang tua cenderung pasrah. (”Saya pasrah Mbak. Sudah
berkali-kali saya larang, saya marahi, namun tetap saja tidak ada perubahan”).
(Hasil wawancara dengan orangtua, terlampir).
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
55
56
Perilaku ini muncul pada saat subjek tidak mendapatkan sesuatu yang
diinginkannya.
2). Mengadu domba
Adu domba dilakukan terhadap teman dengan tujuan agar terjadi
pertengkaran diantara temannya.
3). Mengeluarkan kata-kata kasar dan kotor
Siswa mengeluarkan kata-kata kasar dan kotor baik terhadap teman sebaya
ataupun dengan orang yang tua darinya.
2. Faktor- faktor penyebab munculnya perilaku agresif pada siswa kelas IV SD
Negeri Dagen II kecamatan Jaten, kabupaten Karanganyar meliputi:
a. Kondisi sosial ekonomi
Kondisi sosial ekonomi orang tua memberikan pengaruh terhadap munculnya
perilaku agresif. Hal tersebut seringkali terjadi pada siswa yang memiliki
orang tua dengan penghasilan yang pas-pasan.
b. Pengaruh lingkungan
Kondisi lingkungan yang tidak tepat, yaitu memiliki teman bergaul yang suka
berperilaku negatif.
c. Tidak mendapatkan sesuatu yang diinginkannya
Keadaan ekonomi yang pas-pasan memberikan sedikit peluang bagi siswa
sebagai seorang anak untuk mendapatkan sesuatu yang diinginkannya.
Sebagai wujud kekesalannya, seringkali anak berperilaku agresif .
d. Mendapatkan ejekan dari teman
Seringkali ketika bermain anak-anak suka menyinggung teman lainnya yang
dianggap memiliki kekurangan yaitu dengan mengejek, misalkan ada teman
yang memiliki warna kulit hitam. Hal tersebut seringkali memicu kemarahan
bagi anak yang mendapatkan ejekan tersebut.
57
Pola pendidikan orang tua yang diterapkan pada anak sangat mempengaruhi
pribadi anak. Orang tua yang keras, egois dan selalu memaksakan kehendak
terhadap anak, hal tersebut akan mempengaruhi perilaku anak dilingkungan
sosialnya. Anak memiliki kecenderungan untuk berperilaku kasar dan egois.
Selian itu, anak yang berperilaku egois juga ditemukan pada anak di mana
pola asuh yang diterapkan orang tuanya bersifat “permissive”, yaitu orang tua
selalu membenarkan apa yang dilakukan anak dan selalu menuruti apa yang
diinginkan anak. Ketika anak berada di lingkungan sosial, anak tidak
mendapatkan perlakuan yang sama ketika dia di rumah. Hal tersebut dapat
memicu anak untuk berperlaku agresif.
f. Adanya model
Orang tua sebagai model anak di rumah dan orang-orang dewasa lainnya yang
memiliki pengaruh terhadap anak, perilaku mereka akan diimitasi oleh anak.
Orang tua yang seringkali berperilaku kasar, misalkan suka memukul maka
mereka akan mendapati anak yang suka berperilaku kasar juga.
g. Pengaruh tontonan TV
Tontonan televisi memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap perilaku
anak. Perilaku agresif ditemukan pada anak yang sering melihat acara televisi
yang bersifat kekerasan, karena apa yang didapatkan anak ketika melihat
acara televisi seringkali diterapkan oleh anak dalam dunia nyata mereka.
1. Subjek Penelitian I
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
58
59
60
61
62
BAB V
KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
B. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian tentang studi kasus perilaku agresif siswa kelas
IV SD Negeri Dagen II kecamatan Jaten kabupaten Karanganyar tahun pelajaran
2009/ 2010, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
Bentuk perilaku agresif pada anak-anak terbagi atas:
a. Perilaku agresif yang bersifat fisik
1). Merebut barang teman
2). Merusak barang-barang
3). Memukul
4). Menendang
b. Perilaku agresif yang bersifat verbal:
1). Marah-marah dan berteriak-teriak
2). Mengadu domba
3). Mengeluarkan kata-kata kasar dan kotor
Faktor- faktor yang mempengaruhi perilaku agresif meliputi:
a. Kondisi sosial ekonomi
b. Pengaruh lingkungan
c. Tidak mendapatkan sesuatu yang diinginkannya
d. Mendapatkan ejekan dari teman
e. Pola pendidikan orang tua
f. Adanya model
g. Pengaruh tontonan TV
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
63
C. Implikasi
Bertitik tolak dari hasil penelitian di atas, maka implikasi hasil penelitian ini
secara umum adalah sebagai berikut:
64
mengemas KBM yang menyenangkan bagi para peserta didik, menyediakan fasilitas
sesuai dengan kebutuhan peserta didik, dsb.
D. Saran
1. Orang Tua
1. Orang tua perlu menanamkan pola pendidikan yang demokratis.
2. Orang tua harus memberikan contoh dan teladan yang baik, karena orang tua
menjadi model bagi anak.
3. Orang tua perlu menciptakan iklim yang hangat dan penuh kasih sayang dalam
kehidupan keluarga.
2. Sekolah
1. Sekolah perlu menciptakan kondisi lingkungan sekolah yang positif dan
menghindarkan dari pola pendidikan yang bersifat kekerasan pada anak.
2. Guru perlu menanamkan nilai-nilai positif pada anak didiknya.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
65
3. Alternatif layanan bimbingan yang dapat diberikan pada siswa berperilaku agresif
adalah :
1) Pemberian layanan bimbingan individual.
2) Penerapan teknik APTL (Analisis Pengubahan Tingkah Laku)
3) Mengemas kegiatan belajar mengajar secara menarik, misalnya dengan
menggunakan metode role play, sosiodrama.
3. Masyarakat
a. Masyarakat perlu menciptakan lingkungan sekitar yang positif.
b. Menghindarkan anak pada pola pergaulan yang bersifat negatif.
c. Perlu adanya kerja sama masyarakat untuk menangani anak yang berperilaku
agresif, misal dengan mengadakan pembinaan.
.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
66
DAFTAR PUSTAKA
Alex Sobur. 2003. Psikologi Umum dalam Lintasan Sejarah. Bandung: CV Pustaka
Setia
Anantasari. 2006. Menyikapi Perilaku Agresif Anak. Yogyakarta: Kanisius
Dep Dik Bud. 1992. Pedoman Bimbingan dan Penyuluhan Siswa di Sekolah Dasar.
Jakarta: Depdikbud
Dewa Ketut Sukardi. 1995. Proses Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah. Jakarata:
Rhineka Cipta
Esti Sri Wuryani. 2005. Konseling dan Terapi dengan Anak dan Orang Tua. Jakarta:
PT. Grasindo
E. Koeswara. 1988. Agresi Manusia. Bandung: PT Eresco
http:// wangmuba. com/ 2009/ 04/ teori-perilaku-agresif
Hurlock, Elizabeth B. 2004. Psikologi Perkembangan . Jakarata: Erlangga
J. P. Chaplin. 2004. Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Khozin Afandi. 1993. Dasar-dasar Penelitian Kualitatif. Surabaya: Usaha Nasional
Krahe, Barbara. 2005. Perilaku Agresif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Miles, Matthew B. dan A. Michael Huberman. 1992. Analisis Data Kualitatif.
(Terjemahan Tjetjep Rohendi Rohidi). Jakarta: UI-Press
Moleong, L J. 2004. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda
Karya
Prayitno dan Erman Amti. 1994. Pelayanan Bimbingan di Sekolah Dasar.
Jakarta:Ghalia Indonesia
Rita Eka Izzati. 2005. Mengenali Permasalahan Anak Usia TK. Jakarta: Dit. PPTK &
KPT
Robert K. Yin. 1996. Studi Kasus (Desain dan Metode). (Terjemahan M. Dzauzi
Mudzakir). Jakarta: Radar Jaya Offset
Salcha H. 2002. Pendidikan Bagi Anak Perilaku Menyimpang (ATL). Surakarata:
FKIP UNS