ABSTRACT
This research aimed to examine the relationship between the activeness in
participating at students organization and interpersonal competence on
college students. Subjects were students from Tarumanagara University (N =
156). A questionnaire was used to collect the data. The data were analyzed
through Pearsons correlation test. The result shows that there is a positive
and significant correlation between the activeness in participating at students
organization and interpersonal competence on college students.
Keywords: interpersonal competence, college student, organization
Latar Belakang
Manusia merupakan makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial, manusia
senantiasa memiliki kebutuhan dasar untuk mengembangkan hubungan interpersonal
yang hangat dengan sesama manusia (Baron & Byrne, 2004; Thalib, 1999). Untuk
dapat menjalin hubungan yang hangat dengan orang lain, dibutuhkan kecakapan yang
memampukan individu untuk berhubungan dengan individu lain secara pribadi
(Lukman, 2000). Kecakapan ini dikenal juga dengan istilah kompetensi interpersonal.
Menurut Buhrmester (1996), kompetensi interpersonal merupakan kecakapan
atau kemampuan yang sangat diperlukan guna membangun, membina, dan
memelihara hubungan interpersonal yang akrab, misalnya hubungan dengan orangtua,
teman dekat, dan pasangan. Adanya kompetensi interpersonal ini membuat seseorang
merasa mampu dan terampil untuk menjalin hubungan yang efektif dengan orang lain
dan untuk mengatasi berbagai permasalahan yang mungkin muncul dalam situasi
hubungan antarpribadi. Sebaliknya, kurangnya kompetensi interpersonal tersebut
dapat mengakibatkan ketidakmampuan dalam penyesuaian diri dan terganggunya
kehidupan sosial seseorang.
Keberadaan kompetensi interpersonal dalam kehidupan sehari-hari sangat
diperlukan oleh setiap individu, tidak terkecuali oleh mahasiswa. Menurut Nashori
71
Jurnal Phronesis
Juni 2006 Vol. 8, No. 1, 71-99
72
Furman, Wittenberg, & Reis, 1988). Melalui berbagai pengalaman yang diperoleh
mahasiswa
seiring
dengan
keaktifannya
dalam
organisasi
kemahasiswaan,
fenomena
hubungan
positif
antara
keaktifan
mengikuti
organisasi
Organisasi Kemahasiswaan
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 60 Tahun 1999,
organisasi kemahasiswaan adalah suatu wadah yang dibentuk untuk melaksanakan
peningkatan kepemimpinan, penalaran, minat, kegemaran, dan kesejahteraan
mahasiswa dalam kehidupan kemahasiswaan di perguruan tinggi. Berikutnya,
organisasi kemahasiswaan intra perguruan tinggi juga dipahami sebagai wahana dan
sarana pengembangan diri mahasiswa ke arah perluasan wawasan dan peningkatan
kecendekiawanan serta integritas kepribadian untuk mencapai tujuan pendidikan
tinggi (Surat Keputusan Mendikbud No. 155/U/1998, pasal 1 ayat 1). Ada dua tujuan
pendidikan tinggi. Pertama, menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat
yang memiliki kemampuan akademik dan/atau profesional yang dapat menerapkan,
mengembangkan dan/atau menciptakan ilmu pengetahuan, teknologi dan/atau
kesenian. Kedua, mengembangkan dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi
dan/atau kesenian serta mengupayakan penggunaannya untuk meningkatkan taraf
kehidupan masyarakat dan memperkaya kebudayaan nasional (Surat Keputusan
Mendikbud No. 155/U/1998, pasal 1 ayat 2).
Selanjutnya, dalam Surat Keputusan Mendikbud No. 155/U/1998 pasal 1 ayat
5 dijelaskan pula bahwa kegiatan organisasi kemahasiswaan meliputi penalaran dan
keilmuan, minat dan kegemaran, serta upaya perbaikan kesejahteraan mahasiswa dan
bakti sosial bagi masyarakat. Organisasi kemahasiswaan tersebut diselenggarakan
73
Jurnal Phronesis
Juni 2006 Vol. 8, No. 1, 71-99
berdasarkan prinsip dari, oleh, dan untuk mahasiswa dengan memberikan peranan dan
keleluasaan yang lebih besar kepada mahasiswa (Surat Keputusan Mendikbud No.
155/U/1998, pasal 2).
Menurut Joesoef (1978), organisasi kemahasiswaan merupakan wadah yang
diharapkan mampu menampung seluruh kegiatan kemahasiswaan dan juga merupakan
sarana untuk meningkatkan kemampuan berpikir atau bernalar secara teratur di luar
perkuliahan formal, kemampuan berorganisasi, dan menumbuhkan kepemimpinan.
Selanjutnya Joesoef (1978) menambahkan bahwa dibentuknya organisasi atau
lembaga kemahasiswaan ini bertujuan untuk membantu mahasiswa mewujudkan
kekuatan penalaran yang secara potensial dimilikinya, kelak apabila mahasiswa
menerjunkan dirinya ke masyarakat setelah ia menyelesaikan studinya di perguruan
tinggi.
Sementara itu menurut Launa (2000), pengertian organisasi kemahasiswaan
tidak jauh berbeda dengan pengertian organisasi pada umumnya. Menurut Launa
(2000), organisasi kemahasiswaan kampus merupakan suatu wadah atau organisasi
yang bergerak di bidang kemahasiswaan, yang di dalamnya dilengkapi dengan
perangkat teknis yang jelas dan terencana seperti struktur, mekanisme, fungsi,
prosedur, program kerja, dan elemen lainnya yang berfungsi mengarahkan seluruh
potensi yang ada dalam organisasi tersebut pada tujuan atau cita-cita akhir yang ingin
dicapainya.
Berdasarkan beberapa pengertian yang telah dikemukakan mengenai
organisasi kemahasiswaan, dapat disimpulkan bahwa organisasi kemahasiswaan
adalah wahana dan sarana pengembangan diri mahasiswa ke arah integritas
kepribadian, perluasan wawasan, peningkatan kecendekiawanan, serta peningkatan
kepemimpinan, penalaran, minat, kegemaran, dan kesejahteraan mahasiswa dalam
kehidupan kemahasiswaan di perguruan tinggi, yang di dalam pelaksanaannya
dilengkapi dengan perangkat teknis yang jelas dan terencana seperti struktur,
mekanisme, fungsi, prosedur, program kerja, dan elemen lainnya yang berfungsi
mengarahkan seluruh potensi yang ada dalam organisasi tersebut pada tujuan atau
cita-cita akhir yang ingin dicapainya
74
75
Jurnal Phronesis
Juni 2006 Vol. 8, No. 1, 71-99
Kompetensi Interpersonal
Kompetensi interpersonal adalah kecakapan yang memampukan individu
untuk berhubungan dengan individu lain secara pribadi (Lukman, 2000). Pengertian
yang serupa juga dikemukakan oleh Darmawan (2002) dan Thalib (1999), yaitu:
kompetensi interpersonal adalah kemampuan untuk bergaul atau menjalin hubungan
dengan orang lain secara pribadi di dalam lingkungan keluarga, masyarakat, sekolah,
tempat kerja, dan organisasi sosial lainnya.
Buhrmester
(1996)
mengemukakan
bahwa
kompetensi
interpersonal
76
yang
memuaskan,
efektif,
dan
optimal.
Adanya
kompetensi
interpersonal ini membuat seseorang merasa mampu dan terampil untuk menjalin
hubungan dengan orang lain dan untuk mengatasi berbagai permasalahan yang
mungkin muncul dalam situasi hubungan antarpribadi, terutama yang berkaitan
dengan kesulitan dalam bergaul, seperti sikap cemas dan pemalu ketika berhubungan
dengan orang lain, perilaku menarik diri, dan sebagainya.
Buhrmester, Furman, Wittenberg, dan Reis (1988) menyatakan bahwa secara
umum kompetensi interpersonal terdiri dari lima komponen kemampuan antara lain
(a) kemampuan untuk berinisiatif, (b) kemampuan untuk membuka diri atau selfdisclosure, (c) kemampuan untuk bersikap asertif, (d) kemampuan untuk memberikan
dukungan emosional, dan (e) kemampuan untuk mengatasi konflik.
Mahasiswa
Mahasiswa adalah peserta didik yang terdaftar di perguruan tinggi dan
merupakan bagian dari sivitas akademika (Kansil, Soepardi, & Kansil, 1998). Pada
umumnya, mahasiswa berusia antara 18-30 tahun. Dalam kerangka psikologi
perkembangan, usia mahasiswa merupakan fase peralihan antara fase remaja akhir
menuju dewasa awal (Pudjiwati, 1998). Pada masa remaja akhir, individu dituntut
untuk lebih matang mempersiapkan diri memasuki dunia dewasa, baik secara sosial,
material, intelektual, profesional, dan okupasional (Pudjiwati, 1998; Sarwono, 2003).
77
Jurnal Phronesis
Juni 2006 Vol. 8, No. 1, 71-99
kekecewaan
atau
bahkan
kegagalan
dalam
perkembangan
banyak
orang
dan
menginginkan
kedekatan
emosional
dalam
78
melainkan sudah dikembangkan pada lingkungan sosial yang lebih luas, misalnya
dosen dan masyarakat secara umum (Sarwono, 2003). Dalam hal ini, mahasiswa
diharapkan mampu mengembangkan hubungan interpersonal yang akrab dengan
orang lain dan mampu mencapai tanggung jawab sosial dengan cara melibatkan diri
pada kegiatan-kegiatan sosial, baik di kampus, di kantor, maupun di lingkungan
umum (Pudjiwati, 1998).
Guna mengembangkan hubungan interpersonal yang akrab dengan orang lain
dan mencapai tanggung jawab sosial tersebut, mahasiswa membutuhkan unsur-unsur
keterampilan yang bersifat antarpribadi atau kompetensi interpersonal. Kompetensi
interpersonal pada mahasiswa merupakan seperangkat kemampuan dan kecakapan
yang sangat diperlukan mahasiswa guna membangun, membina, dan memelihara
hubungan interpersonal dengan orang lain, agar dapat diperoleh kualitas hubungan
interpersonal yang efektif, memuaskan, dan optimal (Buhrmester, 1996). Kompetensi
interpersonal pada mahasiswa meliputi kemampuan untuk berinisiatif, kemampuan
untuk membuka diri, kemampuan untuk bersikap asertif, kemampuan untuk
memberikan dukungan emosional, serta kemampuan untuk mengatasi konflik yang
mungkin muncul dalam situasi interpersonal (Buhrmester et al., 1988). Adanya
kompetensi interpersonal ini akan memampukan mahasiswa untuk bergaul dan
berhubungan dengan orang lain secara efektif (Thalib, 1999).
Mahasiswa yang memiliki kompetensi interpersonal yang baik dapat
mengemukakan pandangan atau gagasannya secara jelas tanpa menyakiti orang lain.
Mereka juga biasanya mudah mendapatkan teman, mampu berkomunikasi secara
efektif dan memberikan informasi selama berkomunikasi tanpa perasaan tegang atau
perasaan tidak enak lainnya. Bahkan, mahasiswa yang memiliki kompetensi
interpersonal yang baik akan mampu pula mengemukakan ide-idenya secara
meyakinkan kepada orang lain dan menyelesaikan berbagai masalah yang terjadi
dalam situasi interpersonal dengan efektif (Thalib, 1999).
Lebih lanjut, Thalib (1999) berpendapat bahwa kompetensi interpersonal yang
dimiliki
mahasiswa
akan
mempengaruhi
kemampuannya
untuk
melakukan
79
Jurnal Phronesis
Juni 2006 Vol. 8, No. 1, 71-99
dengan individu lain hanya dapat terwujud apabila mahasiswa memiliki kompetensi
interpersonal yang cukup. Dengan adanya kompetensi interpersonal, mahasiswa akan
dapat menyesuaikan diri dengan cepat di lingkungan kampus dan dapat terhindar dari
isolasi sosial (Buhrmester, 1996).
Mengingat begitu pentingnya manfaat kompetensi interpersonal bagi
mahasiswa, saat ini banyak bermunculan kegiatan organisasi kemahasiswaan di
lingkungan kampus, yang bertujuan untuk memfasilitasi perkembangan kompetensi
interpersonal pada mahasiswa. Melalui kegiatan organisasi kemahasiswaan,
mahasiswa memiliki kesempatan yang lebih besar untuk berinteraksi dengan banyak
orang serta untuk mengasah keterampilan bersosialisasi dan komunikasi. Selain itu,
mahasiswa juga menjadi lebih mampu untuk menyesuaikan diri dengan orang-orang
dari beragam tipe kepribadian. Lebih lanjut, kemampuan mahasiswa untuk
menyelesaikan konflik maupun untuk bersikap asertif juga dapat terlatih seiring
dengan keterlibatan mereka pada kegiatan organisasi kemahasiswaan (Nashori, 2000).
Dengan
demikian,
berdasarkan
penjelasan
yang
telah
dikemukakan
80
untuk
mengasah
kepekaan
dan
keterampilan
bersosialisasi
maupun
81
Jurnal Phronesis
Juni 2006 Vol. 8, No. 1, 71-99
METODE PENELITIAN
Subjek
Subjek yang dijadikan responden dalam penelitian ini berjumlah 156 orang,
teridiri dari 100 (64,1%) laki-laki, dan 56 (35,9%) perempuan. Berdasarkan data yang
diperoleh mengenai usia, diketahui bahwa usia minimum subjek penelitian adalah 18
tahun dan usia maksimumnya adalah 25 tahun, dengan usia rata-rata subjek penelitian
adalah 21,08 tahun dengan standar deviasi sebesar 1,36. Selanjutnya berdasarkan data
yang diperoleh mengenai golongan usia, diketahui bahwa subjek penelitian yang
berada di periode remaja akhir atau yang berusia antara 18 - 21 tahun berjumlah 99
orang (63,5%) dan subjek penelitian yang berada di periode dewasa awal atau yang
berusia antara 22 25 tahun berjumlah 57 orang (36,5%).
Pengukuran
Penelitian ini menggunakan alat ukur berupa kuesioner yang terdiri dari
sejumlah butir pernyataan. Kuesioner yang diberikan kepada subjek penelitian terdiri
dari empat bagian. Bagian pertama berupa pengantar yang terdiri dari salam pembuka
dari peneliti, tujuan penelitian, keterangan bahwa identitas akan dirahasiakan,
petunjuk pengisian, dan ucapan terima kasih atas kesediaan subjek untuk bekerja
sama sebagai penutup. Selanjutnya, bagian kedua berupa surat persetujuan yang
menyatakan kesediaan subjek untuk dilibatkan dalam penelitian. Kemudian, bagian
ketiga berupa data kontrol yang terdiri dari usia, jenis kelamin, fakultas/jurusan,
semester/angkatan, IPK, organisasi kemahasiswaan yang dikuti, jabatan dalam
organisasi kemahasiswaan, lamanya bergabung dalam organisasi kemahasiswaan.
Terakhir, berupa skala pengukuran keaktifan mengikuti organisasi kemahasiswaan
dan skala kompetensi interpersonal.
82
83
Jurnal Phronesis
Juni 2006 Vol. 8, No. 1, 71-99
84
tersebut (butir pernyataan positif); dan Kadang-kadang saya cenderung acuh tak
acuh dengan perasaan orang lain (butir pernyataan negatif).
Pengujian reliabilitas alat ukur kompetensi interpersonal, dimensi kemampuan
untuk mengatasi konflik menghasilkan koefisien Alpha Cronbach sebesar 0,643.
Dimensi ini memuat 10 butir pernyataan, yang terdiri dari 5 butir pernyataan positif
dan 5 butir pernyataan negatif. Contoh dari beberapa butir pernyataan tersebut adalah:
Dalam setiap situasi masalah yang pernah saya alami, saya selalu berhasil
menemukan pilihan atau jalan keluar yang akan menguntungkan saya dan orang lain
(butir pernyataan positif); dan Kadang saya kurang memahami apa yang harus
saya lakukan apabila timbul masalah antara saya dan orang lain (butir pernyataan
negatif).
Prosedur
Peneliti melakukan proses pengambilan data dari tanggal 1-14 September
2005. Tempat pengambilan data adalah di lingkungan Universitas Tarumanagara yang
terletak di wilayah Jakarta Barat. Proses pengambilan data dilakukan dengan cara
menyebarkan kuesioner lengkap yang terdiri dari kata pengantar, surat persetujuan,
data diri subjek atau data kontrol, alat ukur keaktifan mengikuti organisasi
kemahasiswaan, dan alat ukur kompetensi interpersonal kepada subjek penelitian,
yaitu mahasiswa Universitas Tarumanagara yang aktif mengikuti kegiatan organisasi
kemahasiswaan sekurang-kurangnya selama satu tahun terakhir.
Dalam proses pengambilan data di lapangan, peneliti dibantu oleh beberapa
orang rekan peneliti yang sebelumnya telah diberikan penjelasan singkat (briefing)
oleh peneliti mengenai garis besar penelitian, instruksi, alat ukur, dan hal-hal lain
yang perlu diperhatikan dalam proses pengambilan data. Selanjutnya bersama dengan
rekan yang telah diberikan penjelasan singkat (briefing), peneliti mendatangi subjek
penelitian di setiap fakultas dan di setiap ruangan organisasi kemahasiswaan tingkat
fakultas maupun tingkat universitas, meminta kesediaan waktu selama 30 menit untuk
mengisi kuesioner yang tersedia, memberikan instruksi singkat dan petunjuk
pengisian kuesioner, serta membagikan kuesioner kepada subjek penelitian.
Selanjutnya
setelah
selesai
memberikan
instruksi
singkat,
peneliti
85
Jurnal Phronesis
Juni 2006 Vol. 8, No. 1, 71-99
memerlukan waktu lebih kurang 30 menit untuk mengisi kuesioner tersebut sampai
selesai. Kemudian setelah subjek mengembalikan kuesioner yang sudah terisi, peneliti
tidak lupa mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya serta memberikan
souvenir kepada subjek yang telah membantu peneliti.
Jumlah kuesioner yang berhasil dikumpulkan oleh peneliti adalah 244 buah.
Namun, setelah dilakukan screening ternyata hanya 156 buah kuesioner yang datanya
valid dan dapat dipergunakan untuk penelitian.
HASIL PENELITIAN
86
Tabel 1.
Gambaran keaktifan mengikuti organisasi kemahasiswaan, dan kompetensi interpersonal
Variabel
M
SD
Keaktifan Mengikuti Organisasi Kemahasiswaan
3,39
0,94
Kompetensi Interpersonal (Secara Umum)
3,74
0,46
- Dimensi Kemampuan untuk Berinisiatif
3,59
0,80
- Dimensi Kemampuan untuk Membuka Diri
3,39
0,69
- Dimensi Kemampuan untuk Bersikap Asertif
3,88
0,64
- Dimensi Kemampuan untuk Memberikan Dukungan Emosional
4,09
0,61
- Dimensi Kemampuan untuk Mengatasi Konflik
3,72
0,62
87
Jurnal Phronesis
Juni 2006 Vol. 8, No. 1, 71-99
88
F
4,394**
Tabel 3.
Keaktifan mengikuti organisasi kemahasiswaan berdasarkan semester.
Keaktifan Mengikuti Organisasi Kemahasiswaan
Semester
Rata-rata
SD
3
3,05
0,81
5
3,54
0,81
7
3,33
0,98
9
3,28
0,97
11
4,27
0,52
13
4,07
2,28
*. Signifikan pada level 0,05
F
2,893*
Apabila dilihat dari rata-rata skornya, nampak bahwa subjek yang memiliki
nilai IPK di bawah 2.00 memiliki tingkat keaktifan yang lebih tinggi dalam mengikuti
organisasi kemahasiswaan daripada subjek yang memiliki nilai IPK di atas 2.00.
Keterangan selengkapnya dapat dilihat pada tabel 4. Berdasarkan hasil analisis
dengan one way anova, diketahui bahwa F(3, 236) = 3,512 dan p < 0,05. Artinya, ada
89
Jurnal Phronesis
Juni 2006 Vol. 8, No. 1, 71-99
Tabel 4.
Keaktifan mengikuti organisasi kemahasiswaani berdasarkan golongan IPK.
Golongan IPK
< 2.00
2.00 2.75
2.76 3.50
3.51 4.00
*. Signifikan pada level 0,05
F
3,512*
90
Tabel 5.
Keaktifan mengikuti organisasi kemahasiswaan berdasarkan status keikutsertaan dalam
organisasi kemahasiswaan.
Keaktifan Mengikuti Organisasi Kemahasiswaan
Status Keikutsertaan
t
Rata-rata
SD
Ikut Serta
3,84
0,78
-14,220**
Tidak Ikut Serta
2,56
0,59
**. Signifikan pada level 0,01
Keaktifan Mengikuti Organisasi Kemahasiswaan Berdasarkan Jabatan dalam Organisasi
Kemahasiswaan
F
32,955**
91
Jurnal Phronesis
Juni 2006 Vol. 8, No. 1, 71-99
Apabila
dilihat
dari
rata-rata
skor
keaktifan
mengikuti
organisasi
Tabel 7.
Keaktifan mengikuti organisasi kemahasiswaan berdasarkan lama bergabung.
Lama Bergabung
Keaktifan Mengikuti Organisasi Kemahasiswaan
F
(dalam tahun)
Rata-rata
SD
1
3,46
0,76
2,781**
1,5
3,60
0,89
2
3,50
0,91
2,5
3,84
0,96
3
4,21
0,83
3,5
3,52
0,84
4
4,26
0,53
4,5
4,13
0,28
5
2,60
0,00
**. Signifikan pada level 0,01
Gambaran Alasan Subjek Penelitian Mengikuti Organisasi Kemahasiswaan
Berdasarkan data yang diperoleh, dapat diketahui bahwa ada 2 alasan utama
yang diungkapkan oleh subjek sehingga bergabung dalam organisasi kemahasiswaan.
Dua alasan utama subjek tersebut adalah untuk mengembangkan hubungan sosial dan
menambah teman dan untuk bereksplorasi dengan pengalaman-pengalaman baru.
Gambaran selengkapnya dapat dilihat pada tabel 8.
Tabel 8.
Gambaran alasan subjek penelitian bergabung dalam organisasi kemahasiswaan.
Alasan Bergabung
Frekuensi
Persentase
Untuk mengembangkan hubungan sosial dan menambah teman
65
41,7
Untuk bereksplorasi dengan pengalaman-pengalaman baru
33
21,2
Untuk menyalurkan aspirasi, bakat, minat secara lebih terarah
27
17,3
Untuk mengaktualisasikan diri secara maksimal
16
10,3
Lain-lain
11
5,9
Untuk mendapatkan bantuan dan dukungan dari orang lain
4
2,6
92
Berdasarkan data yang diperoleh, dapat disimpulkan tiga manfaat utama yang
dirasakan oleh subjek yang bergabung dalam organisasi kemahasiswaan.
Ketiga
manfaat tersebut, yaitu: (1) adanya kesempatan untuk memperluas pergaulan dan
memperoleh banyak teman; (2) adanya kesempatan untuk mempelajari dan
menambah pengalaman mengenai organisasi; (3) adanya kesempatan untuk
menambah pengetahuan dan wawasan akan hal-hal baru. Gambaran selengkapnya
dapat dilihat pada tabel 9.
Tabel 9.
Gambaran manfaat yang didapatkan subjek penelitian dengan mengikuti organisasi
kemahasiswaan.
Manfaat
Frekuensi
Persentase
Dapat memperluas pergaulan dan memperoleh banyak teman
35
22,4
Dapat mempelajari dan menambah pengalaman mengenai organisasi
34
21,8
Dapat menambah pengetahuan dan wawasan akan hal-hal baru
32
20,5
Dapat membentuk kepribadian menjadi lebih matang dan dewasa
21
13,5
Dapat belajar bekerja sama dalam kelompok atau tim
12
7,7
Dapat melatih diri untuk bertanggung jawab dengan pekerjaan atau tugas
15
9,6
Dapat berprestasi di bidang yang diminati
1
0,6
Dapat melatih kemampuan memimpin
1
0,6
Dapat mematangkan kerohanian
1
0,6
Dapat dengan bebas menggunakan fasilitas kampus
1
0,6
Dapat membantu teman-teman mahasiswa
1
0,6
Dapat mengembangkan bakat dan talenta
1
0,6
Dapat menjaga kebugaran tubuh
1
0,6
Gambaran Dampak Negatif yang Dirasakan Subjek Penelitian Selama Mengikuti Organisasi
Kemahasiswaan
Berdasarkan data yang diperoleh, dapat disimpulkan ada 2 hal yang dirasakan
sebagai dampak negatif oleh subjek selama mengikuti organisasi kemahasiswaan.
Pertama, adalah kesulitan untuk membagi waktu antara kuliah dan kegiatan
berorganisasi. Kedua, adalah timbulnya kelelahan atau terkurasnya energi fisik.
Gambaran selengkapnya dapat dilihat pada tabel 10.
93
Jurnal Phronesis
Juni 2006 Vol. 8, No. 1, 71-99
Tabel 10.
Gambaran dampak negatif yang dirasakan subjek penelitian selama mengikuti
kemahasiswaan.
Dampak Negatif
Kesulitan membagi waktu antara kuliah dan organisasi
Cukup melelahkan, menguras energi dan stamina
Sering dinilai sebagai orang yang sombong, sok berkuasa, dan sok eksklusif
Kurang fokus pada pelajaran sehingga nilai menurun
Hubungan dengan orang lain menjadi agak kurang harmonis
organisasi
f
59
56
5
18
18
%
37,8
35,9
3,2
11,5
11,5
PEMBAHASAN
94
mengambil tindakan dan rasa percaya diri ini menuntun mahasiswa pada kemampuan
untuk berinisiatif dalam menjalin hubungan interpersonal dengan orang lain.
Selanjutnya, aktif dalam organisasi kemahasiswaan juga memberikan
kesempatan bagi mahasiswa yang tergabung di dalamnya untuk berinteraksi dan
berhadapan dengan orang lain dengan berbagai tipe kepribadian. Sebagaimana yang
telah dikemukakan oleh Nashori (2000), pengalaman berhadapan dengan orang lain
dengan beragam tipe kepribadian akan membiasakan mahasiswa pada kemampuan
untuk berkomunikasi dan menyampaikan pendapat secara efektif. Dalam situasi
interpersonal, kemampuan untuk berkomunikasi dan menyampaikan pendapat ini
menuntun mahasiswa pada kemampuan untuk membuka diri, untuk bersikap asertif,
dan untuk mengatasi konflik interpersonal.
Selain kedua hal di atas, mahasiswa yang aktif dalam organisasi
kemahasiswaan juga memiliki kepekaan terhadap berbagai kejadian yang berkembang
di lingkungan sosial (Priambodo, 2000). Menurut Buhrmester et al. (dikutip oleh
Nashori, 2000), kepekaan ini dapat menumbuhkan perasaan empati terhadap sesama.
Dalam membina hubungan interpersonal, kemampuan untuk berempati terhadap
sesama sangat dibutuhkan, karena adanya perasaan empati ini memberikan
kemampuan pada mahasiswa untuk memberikan dukungan emosional terhadap
sesamanya.
Dengan demikian dapat dipahami bahwa berbagai pengalaman dan
keterampilan yang diperoleh mahasiswa seiring dengan keaktifannya dalam organisasi
kemahasiswaan dapat menumbuhkan kemampuan mereka untuk menjalin hubungan
interpersonal yang memuaskan. Hal ini cukup menjelaskan mengapa mahasiswa yang
aktif dalam organisasi kemahasiswaan cenderung memiliki kompetensi interpersonal
yang baik.
Namun, perlu dipahami juga bahwa kompetensi interpersonal mahasiswa tidak
hanya dapat dikembangkan melalui organisasi kemahasiswaan yang ada di kampus.
Selain organisasi kemahasiswaan di kampus, masih terdapat beberapa bentuk
organisasi lain di luar kampus yang dapat diikuti oleh mahasiswa dalam rangka
mengembangkan kompetensi interpersonalnya.
Berikutnya hasil analisis juga menunjukkan bahwa apabila dilihat dari
semester dalam perkuliahan, nampak bahwa mahasiswa yang berasal dari semester 11
95
Jurnal Phronesis
Juni 2006 Vol. 8, No. 1, 71-99
dan 13 (angkatan 99 & 00) memiliki tingkat keaktifan yang lebih tinggi dalam
mengikuti organisasi kemahasiswaan daripada mahasiswa yang berasal dari semester
lainnya (angkatan 04, angkatan 03, angkatan 02, & angkatan 01). Hal tersebut
diperkirakan disebabkan oleh lebih banyaknya waktu luang yang dimiliki oleh
mahasiswa yang berasal dari angkatan 99 mengingat kesibukan akademik yang tidak
lagi padat. Banyaknya waktu luang yang dimiliki memberikan kesempatan bagi
mahasiswa untuk lebih mengaktifkan dirinya dalam organisasi kemahasiswaan.
Lebih lanjut hasil analisis juga menunjukkan bahwa apabila dilihat dari
golongan IPK, nampak bahwa mahasiswa yang memiliki nilai IPK di bawah 2.00
memiliki tingkat keaktifan yang lebih tinggi dalam mengikuti organisasi
kemahasiswaan daripada mahasiswa yang memiliki nilai IPK di atas 2.00. Nilai IPK
yang berada di bawah rata-rata ini diperkirakan disebabkan karena ketidakmampuan
mahasiswa untuk membagi waktu antara kegiatan kuliah dan kesibukan berorganisasi
sehingga berdampak pada menurunnya nilai prestasi akademik. Kesibukan mahasiswa
dalam mengurus berbagai hal yang menyangkut keorganisasian kadangkala membuat
mereka harus mengesampingkan kegiatan kuliahnya dan tanpa mereka sadari prestasi
akademik pun menjadi menurun.
SIMPULAN
96
DAFTAR PUSTAKA
97
Jurnal Phronesis
Juni 2006 Vol. 8, No. 1, 71-99
Lukman, M. (2000). Kemandirian anak asuh di panti asuhan yatim Islam ditinjau dari
konsep diri dan kompetensi interpersonal. Jurnal Psikologika, 5(10), 5774.
Mahoney, J. L., & Cairns, R. B. (1997). Do extracurricular activities protect against
early school dropout? Developmental Psychology, 33(2), 241253.
Mahoney, J. L., Cairns, R. B., & Farmer, T. W. (2003). Promoting interpersonal
competence and educational success through extracurricular activity
participation. Journal of Educational Psychology, 95(2), 409418.
Mastuti, E. (2001). Studi korelasi antara rasa percaya (trust) dan ketertarikan
(attraction) dengan kecenderungan pengungkapan diri (self-disclosure) dalam
hubungan interpersonal. Jurnal Insan, 3(1), 5059.
Muhammady, F. F. (2001). Kompetensi komunikasi antarbudaya dalam proses
interaksi kaum pedagang: Studi kasus pada proses interaksi kaum pedagang
etnis Padang dan etnis Sunda di Pasar Mayestik Jakarta Selatan. Tesis tidak
diterbitkan, Universitas Indonesia, Depok.
Nashori, F. (2000). Hubungan antara konsep diri dengan kompetensi interpersonal
mahasiswa. Jurnal Anima, 16(1), 3240.
Papalia, D. E., Olds, S. W., & Feldman, R. D. (2004). Human development (9th ed.).
New York: McGraw-Hill.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 60 Tahun 1999 tentang Pendidikan
Tinggi.
Priambodo, A. (2000). Sikap politik, pengaruh kelompok, dan partisipasi politik di
kalangan mahasiswa: Studi deskriptif pada mahasiswa Universitas Indonesia.
Skripsi tidak diterbitkan, Universitas Indonesia, Depok.
Pudjiwati. (1998, April). Peranan penasehat akademik dalam upaya pendewasaan
mahasiswa. Widya, 151, 5155.
Sarwono, S. W. (1978). Perbedaan antara pemimpin dan aktivis dalam gerakan
protes mahasiswa: Suatu studi psikologi sosial. Tesis tidak diterbitkan,
Universitas Indonesia, Depok.
Sarwono, S. W. (2003). Psikologi remaja. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Sperling, M. B., & Berman, W. H. (Eds.). (1994). Attachment in adults: Clinical and
developmental perspectives. New York: The Guillford Press.
98
99