Anda di halaman 1dari 45

KELAS C

LAPORAN PENELITIAN

PENGARUH POSITIVE SELF-TALK TERHADAP HAPPINESS PADA REMAJA

Disusun Oleh :
Farah Ridzky Ananda (6019210081)
Syifa Syahrani (6019210077)
Yosa Pril Darma Putri (6019210027)
Febby Arfiyah Shaba (6019210094)
Denisa Ramandha Dewi (6019210088)
Syahla Verina A (6019210053)
Fransiska Herdiana Eka Putri (6019210066)
Feni Setianingsih (6019210097)
Zukhruf Nisa A (6019210074)
Al insana (6019210104)
Riska Indriani (6019210032)
Febrian Ongky (6018210153)
Leonardo James Sunardi (6018210101)

KELOMPOK II

Ketua Kelompok: Farah Ridzky Ananda


BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Masa remaja mempunyai ciri yang berbeda dengan masa sebelumnya atau
sesudahnya, karena ada berbagai hal yang mempengaruhinya sehingga selalu menarik untuk
dikaji. Remaja atau di dalam bahasa Inggris disebut adolescence, berasal dari bahasa Latin
‘adolescence’ (kata bendanya, adolescentia yang berarti remaja) artinya “tumbuh untuk
mencapai kematangan“. Istilah adolescence, seperti yang dipergunakan saat ini, mempunyai
arti yang lebih luas, mencakup kematangan mental, emosional, sosial, dan fisik (Hurlock,
2002).

Awal masa remaja berlangsung kira-kira dari tiga belas tahun sampai enam belas
tahun atau tujuh belas tahun, dan akhir masa remaja bermula dari usia enam belas atau tujuh
belas tahun sampai delapan belas tahun, yaitu usia matang secara hukum (Hurlock in
Fatimah, 2019). Pada usia tersebut mereka membutuhkan pengakuan dari lingkungan
sosialnya, karena masih dalam tahap mencari jati diri dan masih dalam keadaan emosi yang
labil. Keadaan itu cenderung membuat kontrol diri lemah, sehingga apapun keputusan yang
dilakukan termasuk keputusan membeli didominasi oleh emosi sesaat.

Adanya penilaian kritis remaja akhir cenderung menstabilkan minatnya dan


membawanya ke dalam masa dewasa, dan sejalan dengan hal tersebut, emosi remaja akan
terus mengalami perubahan dan perbaikan. Namun ternyata, tidak sedikit orang yang berada
pada fase remaja akhir yang mengalami ketegangan emosi berhubungan dengan persoalan-
persoalan yang dialaminya. Ketegangan emosi sering ditampakkan dalam ketakutan-
ketakutan atau kekhawatiran-kekhawatiran. Ketakutan dan kekhawatiran tersebut berdampak
pada sejauh mana kesuksesan atau kegagalan yang dialami dalam pergumulan persoalan.
Adapun ketakutan dan kekhawatiran merupakan salah satu contoh dari emosi negatif. Emosi
sendiri dibagi menjadi dua, yaitu emosi positif atau negatif.

Fredrickson (1998), membagi emosi positif menjadi empat macam, yaitu joy
(kebahagiaan), interest (ketertarikan), contentment (kepuasan hati), dan love (cinta). Joy
berupa happiness (kebahagiaan) , amusement (hiburan), elation (kegirangan), dan gladness
(suka cita) sebagai kondisi yang muncul berkaitan dengan kecenderungan aksi berupa
aktivitas yang berhubungan dengan orang lain. Sedangkan menurut Lazarus (1991), ada
macam-macam emosi positif yaitu happiness (kebahagiaan), love (cinta), pride (rasa bangga),
dan relief (perasaan lega).

Kata happiness sering digunakan bergantian dengan suka cita joy. Happiness adalah
rasa senang yang dirasakan oleh individu yang disebabkan antara lain oleh mencapai tujuan
atau mengalami kemajuan. Kebahagiaan juga mewakili suatu bentuk interaksi antara manusia
dengan lingkungan. Manusia dapat merasa bahagia sendiri dan bahagia untuk diri sendiri,
tetapi di sisi lain manusia tersebut juga dapat merasa bahagia sebab orang lain dan bahagia
untuk orang lain. Kebahagiaan adalah dambaan setiap orang, seperti yang diinginkan oleh
seorang remaja. Kebahagiaan adalah keadaan emosi positif yang didefinisikan secara
subjektif oleh setiap orang (Snyder & Lopez, 2006).

Kebahagiaan termasuk dalam psikologi positif. Kebahagiaan agak sulit untuk


diartikan karena cakupannya yang luas dan dalam (Strongman, 2005). Berlawanan dengan
perasaan happiness, setiap individu juga merasakan perasaan unhappiness. Unhappiness
sebenarnya adalah warning agar seseorang berubah. Perubahan yang dimaksud adalah
perubahan cara berpikir, keyakinan, pilihan emosi, semangat spiritualitas atau mengubah
keharmonisan diri dengan lingkungan sekitar. Jadi, menjadi bahagia adalah sebuah proses
mengubah diri yang diperlukan tidak hanya oleh orang dewasa tetapi juga remaja yang proses
dalam mencari jati diri.

Seorang individu perlu memiliki emosi positif dan happiness karena emosi tersebut
mampu memperluas fokus dan memperlebar pikiran, mampu mengembangkan kemampuan
pemecahan masalah, mampu membangun kekuatan sosial fisik dan intelektual, serta mampu
membentengi diri dari perasaan negatif dan melindungi kesehatan (Seligman, 2005). Dengan
adanya dampak positif yang didapatkan individu merasakan emosi positif dan happiness
maka para remaja perlu memperbaiki dan meningkatkan emosi positif serta happiness yang
akan memberikan dampak yang baik dalam masa perkembangannya, seperti yang dikatakan
oleh Freud remaja disebut dengan masa pancaroba karena sedang mengalami perkembangan
fisiologis dan psikologis yang akan menimbulkan kecemasan. Kecemasan akan menimbulkan
banyak masalah dan masalah akan mempengaruhi kebahagiaannya, oleh karena itu maka
diperlukan cara yang tepat untuk mengatasi kecemasan tersebut diantaranya adalah dengan
positive thinking, penelitian yang dilakukan oleh Irma, R. A. (2018) menunjukkan bahwa
berpikir positif berkontribusi besar terhadap kebahagiaan seseorang, dengan nilai signifikan
(r=0,406; p=0,000), hal tersebut selaras dengan yang dikatakan oleh Perston dalam Shafigh et
al., (2016) bahwa dengan memilih positive thinking maka kita dapat memilih tujuan,
perkataan dan aktivitas positif serta menciptakan kondisi positif dalam hidup. Kata-kata yang
digunakan lebih kuat daripada pikiran, karena kata-kata tidak hanya mempengaruhi diri kita
sendiri, tetapi juga mempengaruhi individu dan lingkungan, positive thinking sendiri
memiliki hubungan dengan self-talk.

Self-talk merupakan sebuah kalimat ataupun perkataan yang diucapkan pada diri
sendiri secara verbal maupun nonverbal (Hatzigeorgiadis & dkk, 2008). Self-talk (berdialog
dengan diri) merupakan salah satu cara yang sudah banyak dilakukan oleh beberapa ahli
dengan banyak tujuan. Self-talk adalah salah satu teknik yang termasuk ke dalam terapi
kognitif. Self-talk bisa menjadi salah satu media untuk menurunkan stres yang dilakukan
secara mandiri disaat seseorang tidak mendapati orang lain sebagai medianya untuk
menurunkan stres. Remaja yang mengalami stress bisa menggunakan self-talk untuk
menurunkan stres dengan berbicara dengan dirinya sendiri. Self-talk merupakan salah satu
bagian dalam Cognitive Behavior Therapy (CBT) yang dapat digunakan untuk
mengendalikan pikiran negatif dengan terus menerus melakukan dialog dengan diri sendiri
dengan kata-kata positif secara verbal maupun nonverbal. Aaron T. Beck (1993) berpendapat
bahwa teori Cognitive Behaviour Therapy (CBT) bertujuan untuk restruktur pikiran dan
keyakinan yang irrasional dan salah satu caranya adalah dengan terapi Self-talk.

Dorongan yang muncul dari self-talk akan membuat dorongan positif atau negatif
tergantung bagaimana individu melakukannya. Positive self-talk sebagian besar telah
dihipotesiskan untuk membantu kinerja, sedangkan negative self-talk dihipotesiskan dapat
menyebabkan efek kinerja yang merugikan (Zinsser et al., 2010). Dengan melakukan positive
self-talk akan mendorong remaja untuk merubah pikiran negatif menjadi positif serta
memiliki kesadaran terhadap stres yang dirasakannya, situasi, serta pikiran-pikiran yang
menyebabkan munculnya stres (Fatimah, 2019). Erfort T. Bradley menjelaskan bahwa
seseorang akan semangat dan termotivasi untuk melakukan kegiatan jika dia menggunakan
self-talk positif, sedangkan self-talk negatif akan menghalangi seseorang untuk sukses.

Menurut Yuliani (2017) untuk membantu remaja dapat mereduksi distres yang
dirasakannya dengan menggantikan pernyataan diri yang lebih adaptif melalui pembicaraan
dengan diri, hal ini dapat membuat remaja bisa mengendalikan diri dan melakukan toleransi
terhadap situasi yang tidak nyaman sehingga remaja dapat mencapai dirinya jauh lebih sehat
secara psikologis. Self-talk adalah manifestasi dari self-talk sendiri yang berarti cara berdialog
atau berkomunikasi dengan diri sendiri saat menghadapi berbagai situasi. Self-talk dapat
dilafalkan dalam hati, atau dengan suara lantang akan menjadi sebuah sugesti yang masuk
kedalam alam bawah sadar. Hal tersebut dapat membantu diri sendiri menurunkan stres yang
tengah dirasakan. Dengan menggunakan self-talk akan membangun kekuatan diri dalam
menghadapi suatu situasi.

Jenis self-talk sendiri terbagi menjadi dua, yaitu self-talk positif dan self-talk negatif.
Self-talk positif merupakan self-talk yang akan memunculkan emosi positif dengan cara
memerintahkan dirinya sendiri untuk bersikap konstruktif. Dengan bersikap positif, individu
bisa membangun semangatnya sendiri untuk mencapai perubahan yang diinginkan
(Permatasari, dkk. 2016: 4). Yang kedua adalah self-talk negatif dimana self-talk ini
merupakan pernyataan rasional individu yang menyebabkan emosinya terganggu. Pernyataan
tersebut akan memunculkan rasa depresi, rendah diri, menyalahkan diri sendiri dan khawatir
berlebihan. (Davis dalam Wulandari, 2017: 21).

Penelitian terdahulu yang relevan dilakukan oleh (Shafigh et al., 2016), hasil
penelitian menunjukkan bahwa pelatihan self-talk positif secara signifikan meningkatkan
kebahagiaan pasangan veteran. Hasil penelitian (Armetta, 2011) menunjukan bahwa orang
yang menggunakan positive self dapat meningkatkan tingkat kebahagiaan mereka. Lalu ada
penelitian yang dilakukan oleh (Fatimah, 2019) yang menunjukan bahwa teknik self-talk
efektif untuk menurunkan stres remaja. Penelitian yang serupa juga dilakukan oleh
(Widiyastuti, 2014) yang menunjukan bahwa pemberian metode positive self-talk efektif
untuk meningkatkan kepercayaan diri pada siswa, selanjutnya menurut (Reviliana, 2019)
layanan konseling individu dengan menggunakan positive self-talk dapat mengembangkan
motivasi belajar pada peserta kelas VIII C SMP Negeri 1 Pesawaran.

Berdasarkan paparan tersebut, permasalahan tentang remaja yang mengalami


kurangnya kebahagiaan disebabkan oleh persepsi negatif terhadap diri sendiri atau terlalu
banyak negative self-talk daripada positive self-talk, sehingga permasalahan dalam penelitian
ini adalah apakah positive self-talk dapat berpengaruh terhadap happiness pada remaja.
Peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian dalam upaya untuk meningkatkan kebahagiaan
seseorang dengan positive self-talk serta mengetahui efektivitas teknik self-talk untuk
meningkatkan kebahagiaan pada remaja, pada penelitian ini diketahui pula dugaan peneliti
yaitu terdapat pengaruh positive self-talk terhadap happiness pada remaja. Penelitian ini
berjudul Pengaruh Positive Self-Talk Terhadap Happiness Pada Remaja dan diharapkan dapat
meningkatkan kebahagiaan remaja dengan menggunakan teknik Positive Self-Talk.

1.2. Pertanyaan Penelitian


Apakah positive self-talk dapat berpengaruh terhadap happiness pada remaja?

1.3. Tujuan Penelitian


Tujuan dari penelitian ini adalah untuk meningkatkan kebahagiaan seseorang
dengan positive self-talk serta mengetahui efektivitas teknik self-talk untuk
meningkatkan kebahagiaan pada remaja.

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Manfaat Teoritis
a) Bagi penulis, hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan ilmu
dan pemahaman secara akademisi dalam bidang Psikologi, mulai dari
teori hingga praktiknya terkait dengan meningkatkan happiness pada
remaja dengan menggunakan teknik self-talk.
b) Sebagai pijakan dan referensi untuk penelitian selanjutnya yang
memiliki tema serupa dengan penelitian ini untuk dikaji lebih lanjut
lagi dan menjadi bahan koreksi dalam pembelajaran dan
pengembangan ilmu Psikologi.
c) Diharapkan penelitian ini dapat memberikan contoh positif bagi para
remaja dan dalam meningkatkan happiness nya.

1.4.2 Manfaat Praktis


a) Bagi penulis, penelitian ini dapat menambah pengetahuan secara
pribadi dalam mengimplementasikan pengetahuan penulis tentang cara
meningkatkan happiness dengan menggunakan teknik self-talk yang
akan bermanfaat suatu saat nanti.
b) Bagi pembaca, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi
dan menambah wawasan baik dari kalangan akademisi maupun
masyarakat umum mengenai cara meningkatkan happiness dengan
menggunakan teknik self-talk
c) Hasil penelitian ini diharapkan juga dapat memberikan sumbangan
pemikiran untuk penelitian psikologi selanjutnya.
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1. Positive Self-Talk


2.1.1 Definisi Positive Self-Talk
Dapat diketahui bahwa self-talk berasal dari bahasa Inggris yang
bermakna “berbicara atau berdialog dengan diri sendiri”. Self-talk membangun
kekuatan dalam diri individu sendiri agar dapat membangkitkan dirinya kembali
dalam berbagai hal. Self-talk yang bermakna berasal dari diri sendiri dapat
dilakukan dengan mengucapkan kalimat atau perkataan kepada diri sendiri secara
verbal atau nonverbal (Hatzigeorgiadis & dkk, 2011).
Iswari, D & Hartini, N (2005: 14) menyatakan bahwa self-talk adalah
suatu teknik dalam Terapi Rasional Emotif (TRE) dengan mengulang kata-kata
atau ungkapan positif yang disesuaikan dengan masing-masing individu selama
waktu tertentu.
Hacfort dan Schwenkmezger mengartikan self-talk sebagai suatu
percakapan yang dilakukan seseorang dengan dirinya sendiri untuk
mendefinisikan berbagai macam perasaan, pendapat, penilaian dan perintah
terhadap dirinya sendiri untuk mengatur kembali keadaan diri yang dirasa perlu
untuk diubah (Permatasari dkk, 2016:4).
Berdasarkan beberapa pendapat yang diungkapkan oleh beberapa ahli
diatas dapat disimpulkan bahwasanya terapi self-talk adalah salah satu dari terapi
kognitif yang menggunakan perkataan positif untuk merubah pemikiran irasional
dari seorang individu secara verbal atau non verbal, dengan suara yang keras atau
diucapkan dalam hati kepada dirinya sendiri.

2.1.2 Teknik Self-talk


Seligman dan Reichenberg mendeskripsikan positive self-talk sebagai
sebuah pep-talk (pembicaraan yang dimaksudkan untuk membangkitkan
keberanian atau antusiasme) positif yang diberikan seseorang kepada dirinya
sendiri setiap hari. Ketika menggunakan positive self-talk, seseorang berulang-
ulang menyebutkan sebuah frasa suportif yang sangat membantu ketika
dihadapkan pada suatu masalah. Beberapa orang dapat menggunakan dua macam
self-talk, yaitu positive dan negative. Self-talk seseorang dapat dipengaruhi oleh
apa yang dikatakan orang lain (orangtua, guru, dan teman sebaya) tentang dirinya.
Positive self-talk, seperti yang dideskripsikan di atas, adalah tipe yang bermaksud
diajarkan kepada konselinya agar dapat digunakan dan menaikan tingkat percaya
diri. Jika orang menggunakan positive self-talk, mereka sangat mungkin memiliki
rasa percaya diri untuk mencapai tujuan mereka.
Menurut Hackfod and Scwenkmezger self-talk merupakan dialog yang
mana individu menafsirkan perasaan dan persepsi, mengatur dan mengubah
peristiwa yang sudah terjadi sesuai rencana atau keyakinan, serta memberikan
instruksi dan penguatan kepada diri sendiri.
Dari pendapat diatas penulis menyimpulkan suatu positive self-talk adalah
kondisi dimana individu berbicara sendiri kepada diri sendiri secara sadar
mengenai hal-hal positif dan dimaksudkan pada hal positif dan bersifat
menguntungkan serta dapat memberikan kekuatan dan semangat dalam
beraktivitas.

2.1.3 Manfaat Teknik Self-talk

Beberapa manfaat yang didapatkan dari suatu teknik Self-talk tersebut yaitu:

a. Dapat Meningkatkan Kepercayaan Diri dan Motivasi

Self-talk dapat membantu untuk meningkatkan motivasi dan


kepercayaan diri pada individu untuk melakukan sesuatu dengan baik. Self-
talk yang rasional akan membantu dalam meningkatkan kepercayaan diri
dalam menghadapi sebuah tantangan. Misalnya, “saya yakin, saya pasti bisa”
(Eford, 2015).

b. Menjadikan Pribadi yang Positif

Pemikiran negatif kepada diri sendiri akan berdampak negatif pula


terhadap kehidupan, karena selalu mengeluh dan berputus asa. Sehingga tidak
ada kemajuan dalam menjalani hidup. positive self-talk akan membantu
individu untuk mengubah pikiran negatif menjadi pikiran positif agar ketika
menjalani kehidupan, individu menjadi seseorang yang lebih positif dalam
menghadapi segala kesulitan yang dialami. (Wulaningsih, 2016).
c. Menurunkan Stres

Individu yang merasa stres cenderung memiliki pemikiran yang tidak


masuk akal. Dengan mengucapkan kalimat positif kepada diri sendiri dapat
membuat individu lebih berkompromi dengan dirinya sendiri. (Sarafino &
Smit, 2011). Menurut William (2011) positive self-talk memiliki manfaat yang
luar biasa dalam kehidupan sehari - hari. Manfaat self-talk dapat dilihat
sebagai berikut:

a. Alat Bantu untuk Mengambil Keputusan

Ketika dihadapkan dengan dua pilihan sulit namun menyenangkan,


self-talk akan menjadi media penolong yang membantu mendapatkan
pilihan yang sesuai. Contohnya ketika bingung memilih baju yang ingin
dibeli, dalam hati berbicara “yang merah bagus tetapi aku sudah punya”
akhirnya tidak jadi membeli baju warna merah tetapi warna biru. Maka
disitulah self-talk berperan sebagai alat penimbang sebelum mencapai
keputusan akhir.

b. Mengembangkan Diri

Banyak kata-kata bijak yang dapat dijadikan sebagai pedoman atau


acuan sebagai self-talk. Seperti contoh, “kebiasaan menyalahkan keadaan
membuat kita tidak mampu melangkah maju”. Kata-kata positif tersebut
akan menjadi motivasi agar individu dapat menjadi lebih berkembang dan
tidak terpuruk akan satu situasi. Sama seperti fungsi penyaluran emosi atau
pengatur amarah, kunci dari self-talk pengembang diri adalah kalimat dan
kata-kata yang bernada positif.

2.1.4 Faktor yang mempengaruhi Self-talk


Berikut merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi self-talk:
A. Tempat pertama individu terbentuk
Menurut Ricard dalam Wulandari seorang anak mulai dapat
berkomunikasi dengan dirinya sendiri saat memasuki usia enam atau tujuh
tahun. Dimana masa-masa ini individu mulai mengenali hal-hal baik maupun
buruk. Pada usia ini anak masih melatih diri mengenai bahasa. Oleh karena
itu, pembelajaran dan komunikasi yang positif dari lingkungan dapat
mempengaruhi pola pikir anak.
B. Belajar
Belajar merupakan suatu kegiatan yang ditujukan untuk mengetahui
atau mendapatkan pengalaman guna melakukan perubahan. Mengingat alur
self-talk yang tidak lepas dari proses mental di dalam diri manusia. Hal ini
sesuai dengan yang disampaikan oleh Rogers, bahwa salah satu sifat self dapat
berubah dengan adanya proses belajar.
C. Kematangan Psikologis
Kematangan psikologis adalah bagaimana individu mulai bersikap,
bukan ditandai dengan hal-hal yang tampak dari luar, misal sudah mampu
bekerja. Kematangan disini bersifat intrinsik yaitu masalah pengendalian diri.
Adanya kematangan psikologis inilah yang akan mengaktifkan self-talk dalam
menghadapi segala kemungkinan peristiwa yang akan terjadi kematangan
psikologis yang dimiliki oleh seseorang ini dapat membantunya untuk
memposisikan diri sebagai hamba. Individu akan menyadari bahwa segala
yang terjadi tidak lepas dari kehendak Sang Maha Pencipta.

2.1.5 Kelebihan dan Kekurangan Positive Self-talk


Positive Self-talk merupakan bagian dari Terapi Rasional Emotif (TRE), maka
kelebihan dan kelemahannya juga tidak jauh berbeda dengan TRE. Menurut
Gerald Corey (2010: 258) kelebihan dari positive self-talk adalah penekanan
pendekatan ini berupa peletakan pemahaman-pemahaman yang baru diperoleh ke
dalam tindakan. Selain itu, melalui pendekatan ini individu dapat memperoleh
sejumlah besar pemahaman dan dapat menjadi sangat sadar akan sifat masalah-
masalah yang sedang dihadapi.
Kelemahan dari positive self-talk adalah karena metode ini sangat didaktik,
maka terapis perlu mengenal dirinya sendiri dengan baik dan hati-hati agar tidak
hanya memaksakan filsafat hidupnya sendiri kepada para remaja atau konseli dan
terapis juga harus mengetahui kapan terapis harus dan tidak boleh “mendorong”
remaja atau konseli (Gerald Corey, 2010: 259).
Berdasarkan pemaparan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa kelebihan dari
positive self-talk ialah remaja dapat mengetahui dengan sadar sifat masalah yang
sedang dihadapi sehingga masalah dapat terselesaikan dengan pemahaman yang
baru yang baik. Kelemahan dari positive self-talk adalah terapis terlebih dahulu
harus mengenal dirinya sendiri secara mendalam agar tidak memaksakan filsafat
hidupnya kepada konseli dan harus memperhatikan kapan harus dan tidak harus
memberi dorongan kepada terapis, karena jika salah maka akan dipandang sebagai
pencecaran dan indoktrinasi kepada konseli.

2.2. Happiness
2.2.1 Definisi Happiness
Dalam kamus besar bahasa Indonesia online, happiness atau kebahagiaan
berasal dari kata bahagia yang artinya adalah keadaan atau perasaan senang dan
tentram (bebas dari segala hal yang menyusahkan), beruntung atau berbahagia.
Seligman (2013) mendefinisikan bahwa happiness atau kebahagian sebagai suatu
hasil penilaian terhadap diri dan hidup, yang memuat emosi positif, seperti
kenyamanan dan kegembiraan yang meluap-luap, maupun aktivitas positif yang tidak
memenuhi komponen emosi apapun, seperti keterlibatan. Seligman juga menjelaskan
bahwa kebahagiaan adalah saat seseorang mengalami emosi positif tentang kepuasan
masa lalu, optimis akan masa depan, kebahagiaan masa sekarang, dan kebahagiaan
merupakan faktor yang meningkatkan kesehatan.
Menurut Argyle kebahagiaan didefinisikan sebagai adanya tingkat kepuasan
individu pada masa tertentu sehingga berpengaruh secara positif pada diri seseorang
serta tidak adanya dampak negatif (dalam Dyartika, 2015). Argyle melanjutkan bahwa
kebahagiaan juga dapat dikatakan sebagai emosi positif yang timbul dari pengalaman
positif, kenikmatan yang tinggi, dan motivator utama dari segala tingkah laku
manusia (dalam Bekhet dkk, 2008). Argyle (dalam Yuniarti, dkk 2011) juga
menyatakan bahwa kebahagiaan menjadi penghalang stres karena kejadian positif
yang dialami seseorang akan mengurangi keputusasaan dan depresi. Dalam kata lain,
kebahagiaan akan membawa individu menjadi individu yang memiliki jiwa yang
sehat.

2.2.2 Aspek-Aspek Happiness


Argyle dan Hills (2001) menyebutkan aspek-aspek kebahagiaan sebagai berikut.
1. Life Satisfaction: Kepuasan hidup mencakup seperti puas terhadap hidup yang
sedang dijalani, hidup yang bermanfaat, ramah terhadap orang lain, tertarik
pada orang lain, optimis, menemukan sesuatu yang indah, hidup mempunyai
makna dan tujuan.
2. Joy: Kesenangan atau kegembiraan mencakup perhatian dengan keadaan
psikis, puas dengan diri sendiri, bersenang-senang dengan yang lain, merasa
senang, membuat keputusan dengan mudah.
3. Self-Esteem: Harga diri mencakup berkomitmen dan terlibat dengan orang
lain, terlihat menarik, merasa energik, menghargai diri sendiri.
4. Calm: Ketenangan yang meliputi perasaan damai, tenang, menemukan sesuatu
yang lucu, bisa mengatur waktu dan mempunyai kenangan yang
menyenangkan. 22
5. Control: Kontrol diri meliputi bersuka cita dan gembira, memberi efek ceria
pada orang lain, menyelesaikan apa yang diinginkan, dapat melakukan banyak
hal, dapat mengendalikan diri.
6. Efficacy: Kemudahan meliputi merasa sehat secara fisik dan psikis sehingga
dapat melakukan banyak hal tanpa merasa terganggu.

2.2.3 Faktor Yang Mempengaruhi Happiness


1. Uang
Banyak data tentang pengaruh kekayaan dan kemiskinan terhadap
kebahagiaan. Pada tingkatan yang paling umum, terlihat uang mempengaruhi
kesejahteraan subjektif rata-rata orang yang tinggal di negara kaya dengan
orang-orang yang tinggal di negara miskin. Penilaian seseorang terhadap uang
akan mempengaruhi kebahagiaan dibandingkan uang itu sendiri.
2. Perkawinan
Pusat Riset Opini Nasional Amerika Serikat mensurvey 35.000 warga
Amerika selama 30 tahun terakhir. Hasilnya, 40% dari orang-orang yang
menikah mengatakan mereka “sangat bahagia” sedangkan hanya 24% dari
orang yang tidak menikah, bercerai, berpisah, dan ditinggal mati pasangannya
yang mengatakan mereka bahagia. Kebahagiaan orang yang menikah
mempengaruhi panjangnya usia dan besarnya penghasilan, ini berlaku baik
pada pria maupun wanita.
3. Kehidupan Sosial
Orang yang sangat bahagia jauh berbeda dengan orang rata-rata dan
orang yang tidak bahagia, yaitu mereka menjalani kehidupan sosial yang kaya
dan memuaskan. Orang-orang yang sangat bahagia paling sedikit
menghabiskan waktu sendirian dan kebanyakan dari mereka bersosialisasi.
Kemampuan bersosialisasi meningkat pada orang yang sedang bahagia
kemungkinan sebenarnya merupakan temuan positif dari penyebab mengapa
orang ingin menikah.
4. Emosi Negatif
Kegembiraan tertinggi terkadang datang setelah seseorang bebas dari
ketakutan terburuknya. Menurut Bradburn (dalam Seligman, 2002) orang yang
memiliki emosi negatif bukan berarti tidak memiliki kehidupan yang bahagia.
Sama halnya dengan seseorang yang memiliki emosi positif belum tentu ia
terhindar dari kesedihan. Wanita mengalami depresi dua kali lipat
dibandingkan pria dan umumnya mereka lebih banyak memiliki emosi negatif.
Tetapi, wanita juga cenderung lebih bahagia dan banyak mengalami hal-hal
yang bahagia dibandingkan pria. Hal ini menunjukkan bahwa emosi negatif
mempunyai kaitan dengan emosi positif, dalam hal ini adalah kebahagiaan.
5. Usia
Kebahagiaan pada orang dewasa biasanya terdiri dari kepuasan hidup,
perasaan menyenangkan, dan perasaan tidak menyenangkan. Kepuasan hidup
sedikit meningkat sejalan dengan bertambahnya usia, perasaan menyenangkan
sedikit meningkat, dan perasaan negatif tidak berubah, yang berubah ketika
seseorang bertambah tua adalah intensitas emosinya. Perasaan “mencapai
puncak dunia” dan “terpuruk dalam keputusasaan” menjadi berkurang seiring
dengan bertambahnya usia dan pengalaman.
6. Kesehatan
Banyak orang yang mengira dengan kesehatan yang baik adalah salah
satu jalan menuju kebahagiaan karena kesehatan merupakan salah satu bagian
terpenting. Tetapi sebenarnya kesehatan yang objektif tidak terlalu berkaitan
dengan kebahagiaan. Bagaimana kesehatan dapat membawa diri kita kepada
kebahagiaan tergantung persepsi subjektif individu sendiri seberapa baik
(sehat) dirinya. Walaupun individu sedang mengalami sakit yang parah atau
kronis, tetapi jika persepsinya terhadap penyakit tersebut positif maka
kebahagiaan yang dirasakan tidak akan berkurang, mungkin sebaliknya akan
semakin bertingkat karena adanya penyakit tersebut.
7. Jenis Kelamin
Jenis kelamin memiliki hubungan yang mengherankan berkaitan
dengan suasana hati. Tingkat emosi pria dan wanita rata-rata tidak banyak
berbeda, yang membedakannya ialah wanita cenderung lebih bahagia, cepat
merasa sedih, dan lebih mudah terkena depresi dibandingkan dengan pria.
8. Agama
Menurut Seligman (2002), orang yang religius jelas lebih kecil
kemungkinannya untuk terlibat obat-obatan terlarang, melakukan kejahatan,
bercerai, dan bunuh diri. Mereka juga secara fisik lebih sehat dan berumur
panjang. Sebaliknya orang yang memiliki tingkat religiusitasnya rendah takut
terhadap perceraian, pengangguran, penyakit, dan kematian. Relevansi
langsung yang paling terlihat pada fakta bahwa data survei secara konsisten
menunjukkan bahwa orang-orang yang religius lebih bahagia dan lebih puas
terhadap kehidupan dibandingkan orang-orang yang tidak religius. Hubungan
yang kausal antara agama dan kebahagiaan yang lebih besar terlihat dengan
tingkat depresi yang rendah, dan kelenturan menghadapi tragedi tidak seperti
garis lurus. Menurut Seligman (2002), agama mengisi manusia dengan
harapan akan masa depan dan menciptakan makna dalam hidup.

2.3. Remaja
2.3.1 Pengertian Remaja
Remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Oleh
karena itu disebut juga sebagai pancaroba yang penuh gejolak dan keadaan tak
menentu (Santrock, 2011). Menurut Hurlock (2001) remaja adalah tumbuh ke arah
kemasakan dan periode transisi, dimana individu mengalami perubahan fisik dan
psikis dari kekanak-kanakan menuju dewasa meliputi perubahan biologis, perubahan
psikologis, dan perubahan sosial. Sorensen (dalam Hurlock, 2001) mengatakan bahwa
remaja adalah masa transisi dari perkembangan ego dari anak-anak yang tadinya
tergantung lalu ingin mencapai seperti orang dewasa, berdiri sendiri. Stanly Hall
(dalam Hurlock, 2001) berpendapat, remaja adalah periode storm and stress (badai
dan stress/tekanan) satu masa dimana remaja emosinya dapat tidak stabil dan tidak
dapat diramalkan.Jadi dapat disimpulkan bahwa remaja merupakan penduduk dengan
salah satu tahap perkembangan yang unik dengan usia antara 10-24 tahun dan belum
menikah (Hurlock, 2001).
2.3.2 Kategori Usia Remaja
Berdasarkan tahapan perkembangan individu dari masa bayi hingga masa tua
akhir menurut Erickson, masa remaja dibagi menjadi tiga tahapan yakni masa 13
remaja awal, masa remaja pertengahan, dan masa remaja akhir. Adapun kriteria usia
masa remaja awal pada perempuan yaitu 13-15 tahun dan pada laki-laki yaitu 15-17
tahun. Kriteria usia masa remaja pertengahan pada perempuan yaitu 15-18 tahun dan
pada laki-laki yaitu 17-19 tahun. Sedangkan kriteria masa remaja akhir pada
perempuan yaitu 18-21 tahun dan pada laki-laki 19-21 tahun.
Menurut Santrock (2011) menetapkan masa remaja dimulai sekitar usia 10
hingga 13 tahun dan berakhir pada sekitar usia 18 hingga 22 tahun. Perubahan
biologis, kognitif, dan sosio-emosional yang dialami remaja dapat berkisar mulai dari
perkembangan fungsi seksual hingga proses berpikir abstrak hingga kemandirian.
Santrock membedakan masa remaja tersebut menjadi periode awal dan periode akhir.
Masa remaja awal (early adolescence) kurang lebih berlangsung di masa sekolah
menengah pertama atau sekolah menengah akhir dan pubertas besar terjadi pada masa
ini. Masa remaja akhir (late adolescence) kurang lebih terjadi pada pertengahan
dasawarsa yang kedua dari kehidupan. Minat, karir, pacaran dan eksplorasi identitas
sering kali lebih menonjol di masa remaja akhir dibandingkan di masa remaja awal.
Batasan usia remaja menurut WHO adalah 12 sampai 24 tahun, WHO dengan
jelas mengakui bahwa "masa remaja" adalah fase daripada periode waktu tetap dalam
kehidupan seseorang (WHO, 2018).

2.3.3 Karakteristik Remaja


Menurut Hurlock (1992) karakteristik remaja diantaranya:
1. Masa remaja merupakan periode yang penting
Terdapat beberapa periode dalam rentang kehidupan yang menjadi penting
karena akibatnya yang langsung terjadi terhadap sikap dan perilaku. Pada
periode remaja, baik akibat langsung maupun jangka panjang tetap menjadi
penting. Terdapat periode yang penting akibat fisik dan akibat psikologis.
Perkembangan fisik yang cepat dan penting disertai dengan cepatnya
perkembangan mental yang cepat, terutama pada masa awal remaja. Semua
perkembangan tersebut menimbulkan perlunya penyesuaian mental dan
perlunya membentuk sikap, nilai, dan minat baru.
2. Masa remaja sebagai masa transisi
Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak menuju masa
dewasa. Pada masa ini akan terjadi perubahan, pertumbuhan, disequilibrium
pada fisik, sosial, dan kematangan seksual.
3. Masa remaja sebagai usia bermasalah
Setiap periode dalam rentang kehidupan memiliki masalahnya masing-masing,
namun masalah pada masa remaja sering menjadi masalah yang sulit diatasi
baik oleh anak laki-laki maupun anak perempuan. Akibat dari
ketidakmampuan mereka untuk mengatasi sendiri masalahnya menurut cara
yang mereka yakini, banyak remaja akhirnya menemukan bahwa penyelesaian
tidak selalu sesuai dengan harapan mereka.
4. Masa remaja sebagai masa mencari identitas
Pada tahun-tahun awal masa remaja, penyesuaian diri dengan kelompok masih
menjadi suatu hal yang penting bagi anak laki-laki maupun perempuan.
Lambat laun mereka mulai mendambakan identitas diri dan tidak puas lagi
dengan kesamaan yang dimiliki bersama dengan teman-teman dalam segala
hal.
5. Masa remaja sebagai masa yang tidak realistic
Remaja cenderung memandang dirinya sendiri dan orang lain sebagaimana
yang dia inginkan bukan sebagaimana adanya, terlebih dalam hal cita-cita.
Cita-cita yang tidak realistic menyebabkan meningkatnya emosi yang
merupakan ciri dari masa remaja.
6. Masa remaja sebagai ambang masa remaja
Semakin dekat usia masa remaja, remaja menjadi gelisah untuk meninggalkan
stereotip belasan tahun dan untuk memberikan kesan bahwa mereka sudah
hamper dewasa.

Sedangkan menurut (Jahja, 2011) Masa remaja adalah suatu masa perubahan. Pada
masa remaja terjadi perubahan yang cepat baik secara fisik, maupun psikologis. Ada
beberapa perubahan yang terjadi selama masa remaja:
1. Peningkatan emosional yang terjadi secara cepat pada masa remaja awal yang
dikenal sebagai masa storm & stress. Peningkatan emosional ini merupakan
hasil dari perubahan fisik terutama hormon yang terjadi pada masa remaja.
Dari segi kondisi sosial, peningkatan emosi ini merupakan tanda bahwa
remaja berada dalam kondisi baru yang berbeda dari masa sebelumnya. Pada
masa ini banyak tuntutan dan tekanan yang ditujukan pada remaja, misalnya
mereka diharapkan untuk tidak lagi bertingkah seperti anak-anak, mereka
harus lebih mandiri, dan bertanggung jawab. Kemandirian dan tanggung
jawab ini akan terbentuk seiring berjalannya waktu, dan akan tampak jelas
pada remaja akhir yang duduk di awal-awal masa kuliah.
2. Perubahan yang cepat secara fisik yang juga disertai kematangan seksual.
Terkadang perubahan ini membuat remaja merasa tidak yakin akan diri dan
kemampuan mereka sendiri. Perubahan fisik yang terjadi secara cepat, baik
perubahan internal seperti sistem sirkulasi, pencernaan, dan sistem respirasi
maupun perubahan eksternal seperti tinggi badan, berat badan, dan proporsi
tubuh sangat berpengaruh terhadap konsep diri remaja.
3. Perubahan dalam hal yang menarik bagi dirinya dan hubungan dengan orang
lain. Selama masa remaja banyak hal-hal yang menarik bagi dirinya dibawa
dari masa kanak-kanak digantikan dengan hal menarik yang baru dan lebih
matang. Hal ini juga dikarenakan adanya tanggung jawab yang lebih besar
pada masa remaja, maka remaja diharapkan untuk dapat mengarahkan
ketertarikan mereka pada hal-hal yang lebih penting. Perubahan juga terjadi
dalam hubungan dengan orang lain. Remaja tidak lagi berhubungan hanya
dengan individu dari jenis kelamin yang sama, tetapi juga dengan lawan jenis,
dan dengan orang dewasa.
4. Perubahan nilai, di mana apa yang mereka anggap penting pada masa kanak-
kanak menjadi kurang penting karena telah mendekati dewasa.
5. Kebanyakan remaja bersikap ambivalen dalam menghadapi perubahan yang
terjadi. Di satu sisi mereka menginginkan kebebasan, tetapi di sisi lain mereka
takut akan tanggung jawab yang menyertai kebebasan ini, serta meragukan
kemampuan mereka sendiri untuk memikul tanggung jawab ini.

2.3.4 Perkembangan Remaja


Santrock (2011) mengungkapkan bahwa perkembangan remaja meliputi dari fisik,
kognitif, dan sosioemosi.

a. Fisik

Perubahan fisik pada remaja ini tercakup dalam pubertas, demikian pula pada
otak dan seksualitas selama masa remaja.

1) Pubertas

Pubertas adalah sebuah periode di mana terjadi kematangan fisik secara


cepat yang melibatkan perubahan hormonal dan tubuh yang terutama
berlangsung selama masa remaja awal. Pada laki-laki, meningkatnya ukuran
penis dan testis, keluarnya rambut kemaluan yang lurus, ejakulasi pertama
yang ditandai dengan mimpi basah, sedangkan pada perempuan payudara
membesar atau rambut kemaluan muncul, tumbuh rambut di ketiak, dan
mengalami menstruasi pertama pada wanita yang berlangsung lebih akhir
dalam siklus pubertas. Di awal remaja, remaja perempuan cenderung lebih
berat dibandingkan remaja laki-laki, meskipun demikian pada usia 14 tahun,
berat tubuh remaja laki-laki melampaui berat tubuh remaja perempuan.
Demikian pula, tubuh perempuan cenderung sama tinggi atau lebih tinggi
dibandingkan tubuh laki-laki, namun di akhir usia sekolah dasar, sebagian
besar laki-laki cenderung mengejar ketinggian atau lebih tinggi dibandingkan
perempuan. Remaja memperlihatkan minat yang cukup besar terhadap citra
tubuhnya, di mana remaja perempuan memiliki citra tubuh yang lebih negatif
dibandingkan dengan remaja laki-laki. Remaja perempuan sering merasa
tidak puas dengan tubuhnya sehubungan dengan meningkatnya jumlah
lemak, sedangkan remaja laki-laki menjadi lebih puas ketika melewati masa
pubertas sehubungan dengan meningkatnya massa otot.

2) Otak

Perubahan otak selama masa remaja melibatkan penebalan corpus callosum


dan celah pematangan antara amigdala dan korteks prefrontal, yang
berfungsi dalam penalaran dan pengaturan diri.
3) Seksualitas Remaja

Masa remaja adalah masa eksplorasi dan eksperimen seksual. Penggunaan


kontrasepsi oleh remaja semakin meningkat. Sekitar satu dari empat remaja
yang memiliki pengalaman seksual terkena sexually transmitted infection
(STI).

4) Kognitif

Berdasarkan dari teori Piaget, masa remaja ini berada pada tahap
operasional formal, pemikiran individu menjadi lebih abstrak, idealis, dan
logis, dibandingkan pemikiran operasional konkret. Remaja menjadi lebih
mampu bernalar secara hipotesis-deduktif. Meskipun demikian, banyak remaja
yang bukan pemikir operasional formal namun berusaha memperkuat
pemikiran operasional konkretnya.

Pada masa remaja ini mengalami peningkatan dalam egosentrisme.


Egosentrisme remaja adalah meningkatnya kesadaran diri pada remaja.
Terdapat juga perubahan dalam pemrosesan informasi di masa remaja
terutama mencerminkan fungsi eksekutif, yang mencakup berkembangnya
kemampuan dalam mengambil keputusan dan berpikir kritis (Santrock, 2011).

5) Sosioemosi

Santrock (2011) mengungkapkan bahwa perubahan sosioemosional


pada remaja juga menjadi salah satu perubahan yang signifikan karena
perubahan ini termasuk dalam peningkatan upaya untuk memahami diri
sendiri dan menemukan jati diri mereka. Pada saat remaja ada beberapa
karakteristik yang akan dikembangkan, seperti self-esteem, narcissism, dan
identity.

1) Self-esteem (harga diri) diartikan dengan bagaimana cara kita menilai diri
sendiri secara keseluruhan. Self-esteem mencerminkan persepsi yang tidak
selalu sesuai dengan kenyataan.

2) Narcissism (narsisme) merupakan pendekatan terhadap orang lain


mementingkan diri sendiri dan berpusat pada diri. Pada hal ini, seseorang
tidak menyadari diri mereka yang sebenarnya dan bagaimana orang lain
memandangnya.

3) Identity (identitas) adalah potret diri yang terdiri dari berbagai aspek yang
mencakup:

a. Identitas pekerjaan, yaitu karier dan pekerjaan yang ingin diikuti


seseorang.
b. Identitas politik, yaitu apakah seseorang itu konservatif, liberal, atau
menengah jalan.
c. Identitas agama, yaitu keyakinan spiritual seseorang.
d. Identitas hubungan, yaitu apakah individu tersebut lajang, menikah,
bercerai, dan sebagainya.
e. Identitas prestasi, intelektual, yaitu sejauh mana individu tersebut
termotivasi untuk mencapai dan berorientasi intelektual.
f. Identitas seksual, yaitu apakah individu tersebut heteroseksual,
homoseksual, biseksual, atau transgender.
g. Identitas budaya, yaitu dari belahan dunia atau negara mana seseorang
berasal dan seberapa intens individu tersebut mengidentifikasi dengan
warisan budayanya.
h. Minat, yaitu hal-hal yang senang dilakukan seseorang, yang dapat
mencakup olahraga, musik, hobi, dan sebagainya.
i. Kepribadian, yaitu karakteristik kepribadian individu, seperti introvert
atau ekstrovert, cemas atau tenang, dan seterusnya.
j. Identitas fisik, yaitu citra tubuh individu tersebut.

2.4. Hasil Penelitian Sebelumnya


Pada bagian ini peneliti mencantumkan berbagai hasil penelitian terdahulu yang terkait
dengan penelitian yang hendak dilakukan kemudian membuat ringkasannya, baik penelitian
yang sudah terpublikasikan atau belum terpublikasikan (skripsi, tesis, disertasi dan
sebagainya). Dengan melakukan langkah ini, maka akan dapat dilihat sejauh mana
orisinalitas dan posisi penelitian yang hendak dilakukan. Kajian yang mempunyai relasi atau
keterkaitan dengan kajian ini antara lain:
1. Dalam Penelitian yang dilakukan Armetta (2011) yang dilakukan dengan data para
dewasa muda yang berumur 20-30 Tahun. Tingkat kebahagiaan yang ditemukan
dalam penelitian ini menunjukkan peningkatan secara keseluruhan setelah
mempraktikan positif Self-talk selama 2 bulan, 9 dari 13 partisipan yang mengikuti
penelitian,menunjukan bahwa kebahagiaan mereka meningkat secara signifikan
setelah diuji melalui pre-test dan post-test.
2. Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Shafigh et al. (2016), penelitian ini
merupakan penelitian kuasi eksperimental dengan desain pre-test post-test design
and a control group serta memuat 42 orang yang menjadi partisipannya, hasil
penelitian tersebut menunjukkan bahwa pelatihan positive self-talk secara signifikan
meningkatkan kebahagiaan pasangan veteran, hal ini menandakan bahwa self-talk
secara signifikan terbukti dapat mempengaruhi happiness seseorang.
3. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Fatimah (2019) yang berjudul “Efe
ktivitas Teknik Self-talk Untuk menurunkan Stres Remaja” menunjukan bahwa Dari
hasil perbandingan nilai rata-rata antar kelompok eksperimen dan kelompok kontrol,
diperoleh data bahwa remaja yang diberikan teknik self-talk memiliki rata-rata skor t
ingkatan stres menurun. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan antara skor
tingkatan stres yang diberikan teknik self-talk dan yang tidak diberikan teknik self-ta
lk, ini berarti bahwa teknik self-talk efektif untuk menurunkan stres remaja.
4. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Widiyastuti (2014) Hasil penelitian men
unjukkan bahwa pemberian metode positive self-talk efektif untuk meningkatkan ke
percayaan diri pada siswa yang dilihat dari uji Wilcoxon pada hasil pretest dan postt
est kelompok eksperimen menunjukkan taraf signifikansi p = 0,012 < 0,05 hal ini me
nunjukkan bahwa Ho ditolak. Pengaruh pemberian treatment tersebut bersifat positif
yang ditunjukkan dari peningkatan rata-rata (mean) skor pada kelompok eksperimen
dari 119,375 menjadi 139,375. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pemberian
metode positive self-talk efektif untuk meningkatkan kepercayaan diri pada siswa.
5. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Reviliana (2019) Hasil perhitungan pengujia
n diperoleh menunjukkan nilai Zhitung sebesar -2.207 ada taraf signifikan 5% dan di
ketahui asymp. Sig. (2-tailed) bernilai 0,027. Karena nilai 0,027 lebih kecil dari ˂ 0,
05, maka dapat disimpulkan bahwa Hα diterima. Artinya ada perbedaan antara hasil
untuk pre-test dan post-test, sehingga dapat disimpulkan bahwa dapat digunakan lay
anan konseling individu dengan teknik positive self-talk dalam mengembangkan mot
ivasi belajar peserta kelas VIII C smp Negeri 1 Pesawaran tahun pelajaran 2019/202
0
2.5. Hipotesis Penelitian
Terdapat pengaruh positive self-talk terhadap happiness pada remaja.
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. Pendekatan Penelitian


Dalam suatu penelitian diperlukan metode yang sesuai dalam sebuah
penelitian yang akan dijalani, metode penelitian membicarakan bagaimana secara
berurutan penelitian dilakukan, yaitu dengan alat apa dan prosedur bagaimana suatu
penelitian dilakukan. Metode penelitian juga dapat diartikan sebagai cara ilmiah untuk
mendapatkan data yang valid dengan tujuan dapat ditemukan, dikembangkan, dan
dibuktikan suatu pengetahuan tertentu sehingga pada gilirannya dapat digunakan
untuk memahami, memecahkan, dan mengantisipasi masalah dalam bidang
pendidikan.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode kuantitatif. Metode
kuantitatif dapat diartikan sebagai metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat
positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu, meneliti
pada populasi atau sampel tertentu, pengumpulan data menggunakan instrumen
penelitian, analisis data bersifat kuantitatif atau statistic, dengan tujuan untuk menguji
hipotesis yang telah ditetapkan (Reviliana, 2019).

3.2. Desain Penelitian


Penelitian ini menggunakan Pre-Experimental Design yaitu One group Pre-
test dan post-test design, dengan diberikannya treatment dan dibandingkan
keadaannya dengan sebelum diberikan treatment. Menurut Sugiyono pada design one
group pre-test dan post-test yaitu dengan cara melakukan satu kali pengukuran diawal
(pre-test), sebelum adanya perlakuan (treatment) dan setelah itu dilakukan
pengukuran lagi (post-test).
Hasil kedua pengukuran tersebut dibandingkan untuk menguji apakah
treatment yang diberikan dapat meningkatkan happiness pada remaja.
Design One Group Pre-test dan Post-test digambarkan sebagai berikut:

Gambar 1

Pola One Group Pretest-Posttest Design

O1 X O2
Keterangan:

O1 : Perlakuan awal yaitu pengukuran awal happiness remaja sebelum diberikan


perlakuan dengan menggunakan teknik positive self-talk akan diberikan pre-
test.

X : Perlakuan menggunakan teknik positive self-talk pada remaja.

O2 : Perlakuan akhir post-test untuk mengukur akhir happiness remaja setelah


diberikan perlakuan dengan teknik positive self-talk.

Alasan mengapa peneliti menggunakan desain penelitian ini untuk mengukur


peningkatan happiness remaja sebelum diberikan teknik positive self-talk melalui pre-
test, dan mengukur yang kedua untuk mengembangkan happiness remaja setelah
digunakan teknik positive self-talk melalui post-test.

3.3. Variabel dan Devinisi Operasional


Setiap penelitian menggunakan variabel yang jelas sehingga memberikan
gambaran data dan informasi apa saja yang diperlukan untuk memecahkan masalah
tersebut. Variabel penelitian merupakan gejala yang menjadi objek penelitian,
variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah variabel bebas dan variabel
terikat.
1. Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi penyebab
perubahan atau timbulnya variabel terikat. Variabel bebas dalam penelitian ini
yaitu Positive Self-talk (Variabel X)
2. Varibel terikat adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat adanya
variabel bebas. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah Happiness pada
Remaja (Variabel Y)
Definisi operasional variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Positive Self-talk
Positive self-talk adalah berbicara kepada diri sendiri secara sadar mengenai
hal-hal positive dan bersifat memberikan penguatan untuk aktivitas yang
dilakukan dengan keras maupun pelan, berulang-ulang dan dalam waktu tertentu.
Hal tersebut dilakukan memberikan penguatan dan keyakinan dalam melakukan
usaha mencapai suatu tugas tertentu. Adapun manipulasi yang dilakukan dalam
positive self-talk ini adalah dengan berupa partisipan yang akan dibagi menjadi
dua kelompok, yang pertama adalah kelompok eksperimen yang nantinya akan
diberikan sebuah treatment atau konseling positive self-talk dan yang kedua
adalah kelompok kontrol yaitu kelompok yang tidak diberikan treatment atau
konseling positive self-talk. Untuk memverifikasi manipulasi tersebut maka
peneliti melakukan pengecekan kepada partisipan kelompok eksperimen dengan
mengajukan sebuah pertanyaan untuk menilai perasaan partisipan menggunakan
kata sifat yang meliputi kebahagiaan, kesedihan, dan kegairahan. Adapun
pertanyaannya seperti "bagaimana perasaan anda setelah melakukan konseling
dan menerapkan positif self-talk kepada diri anda", partisipan kelompok
eksperimen pun diberikan sebuah kuesioner yang bertujuan untuk mengukur
bahwa treatment positive self-talk bekerja sesuai dengan harapan.
2. Happiness
Kebahagiaan atau happiness diartikan sebagai hasil penilaian diri terhadap
kepuasan hidup yang ditandai dengan munculnya emosi dan aktivitas positive di
Sebagian besar waktu serta keseimbangan dalam menjalankan hidup, yang
ditentukan oleh empat aspek yaitu material, intelektual, emosional, dan spiritual.
Setiap orang merupakan penilai utama mengenai kebahagiaan yang mereka
rasakan, karena mereka adalah pihak yang terlibat langsung dengan proses
pencapaian kebahagiaan dalam hidupnya, sehingga ketika mereka telah merasakan
kebahagiaan tersebut maka merekalah yang dapat menilai dan
mendeskripsikannya dengan tepat.
Pada penelitian ini, alat ukur yang digunakan untuk mengukur happiness
adalah Penelitian ini menggunakan kuesioner milik Zuraidha (2012) dengan
penelitian yang berjudul “Regulasi Emosi dan Happiness Pada Siswa Kelas X
Program Reguler dan Akselerasi SMA Negeri Malang” dan sudah dilakukan uji
validitas. Kuesioner tersebut merupakan kuesioner adaptasi dan modifikasi dari
alat ukur happiness dengan skala Oxford Happiness Questionnaire (OHQ) yang
telah dibuat oleh Argyle, Martin & Crossland kuesioner dalam bentuk asli terdapat
hasil analisis pada skala happiness dari 29 item yang diujikan memperoleh hasil
21 aitem dengan memiliki koefisien validitas bergerak di angka 0.207 - 0.705.
Hasil analisis pada uji coba skala happiness menunjukan koefisien reliabilitas
Alpha sebesar 0.8380. Artinya pengukuran dengan menggunakan skala ini
memiliki taraf konsistensi sebesar 83.80%.
3.4. Populasi, Sampel, dan Teknik Sampling
4.1.1 Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang
mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh penulis untuk
dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Jadi populasi bukan hanya orang,
tetapi juga obyek dan benda-benda alam yang lain. Populasi dalam penelitian ini
adalah remaja yang berdomisili di Jabodetabek.
4.1.2 Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah karakteristik yang dimiliki oleh populasi
tersebut. Bila populasi besar, dan peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang
ada pada populasi, misalnya karena keterbatasan dana, tenaga, dan waktu, maka
peneliti dapat menggunakan sampel yang diambil dari populasi itu. Sampel dalam
penelitian ini adalah Remaja yang memiliki tingkat happiness rendah.
4.1.3 Besar Sampel
Penentuan besar sampel pada penelitian ini ditentukan dengan menggunakan
kriteria yang menjadi acuannya yaitu partisipan yang memiliki skor rata-rata
happiness yang rendah. Dari 16 partisipan yang mengisi kuesioner pre-test kami,
diketahui bahwa rata-rata happiness yang didapat berada pada angka 72.13. dari
hasil rata-rata tersebut diketahui pula bahwa terdapat 10 responden yang memiliki
skor happiness dibawah rata-rata, sedangkan 6 orang lainnya berada diatas skor
rata-rata happiness.
4.1.4 Teknik Sampling
Teknik sampling merupakan teknik pengambilan sampel, untuk menentukan
sampel yang akan digunakan dalam penelitian, terdapat berbagai teknik yang
digunakan. Pada penelitian ini penulis mengambil sampel secara acak tanpa
memperhatikan strata yang ada dalam populasi itu yaitu dengan cara random
sampling. Adapun kriteria pemilihan sampel, yaitu:
● Remaja dengan rentang usia 18-21 tahun.
● Memiliki tingkat/skor rata-rata happiness rendah yang diperoleh
berdasarkan pengukuran dengan menggunakan skala happiness.
● Bersedia untuk menjadi responden dalam penelitian ini.
● Bersedia untuk mengikuti segala proses penelitian.
3.5. Instrument Penelitian
Adapun instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu, sebagai
berikut:
1. Metode observasi
Observasi sebagai teknik pengumpulan data mempunyai ciri-ciri yang spesifik
bila dibandingkan dengan teknik yang lain. Teknik pengumpulan data dengan
observasi digunakan bila, penelitian berkenaan dengan prilaku manusia, proses
kerja, gejala-gejala alam dari dan bila responden yang diamati tidak terlalu
banyak.
Observasi yaitu suatu metode pengumpulan data yang diperlukan dengan
melakukan pengamatan terhadap obyek tertentu dalam penelitian. Obyek yang
diamati yaitu Remaja yang berdomisili di Jabodetabek, hal ini dilakukan guna
memperoleh data yang obyektif.
2. Metode wawancara
Wawancara yaitu dipandang sebagai teknik pengumpulan data dengan cara
tanya jawab lisan yang digunakan secara sistematis untuk mencapai tujuan
penelitian.
Pada penelitian ini dilakukan secara bebas atau tidak terstruktur oleh
pertanyaan tertulis agar dapat berlangsung luwes dengan arah yang terbuka. Maka
digunakannya metode wawancara yang bentuk komunikasinya verbal antara
penulis dengan partisipan, dengan kata lain semacam percakapan untuk
memperoleh informasi tentang happiness remaja tersebut.
3. Angket atau kuesioner
Angket merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara
memberi seperangkat pertanyaan atau pertanyaan tertulis kepada responden untuk
dijawabnya. Angket atau kuesioner dipakai untuk menyebut metode maupun
instrument.
Penelitian ini menggunakan kuesioner milik Zuraidha (2012) dengan
penelitian yang berjudul “Regulasi Emosi dan Happiness Pada Siswa Kelas X
Program Reguler dan Akselerasi SMA Negeri Malang” dan sudah dilakukan uji
validitas. Kuesioner tersebut merupakan kuesioner adaptasi dan modifikasi dari
alat ukur happiness dengan skala Oxford Happiness Questionnaire (OHQ) yang
telah dibuat oleh Argyle, Martin & Crossland. Argyle mengemukakan bahwa
terdapat aspek dalam kuesioner ini, diantaranya:
Komponen yang dikembangkan oleh (Argyle, Martin, & Crossland, 1989)
dalam Oxford Happiness Questionnaire (OHQ) antara lain:
● Life Satisfaction: (Kepuasan Hidup) mencakup seperti satisfied with life,
life is rewarding, warmth for other, interested in others, optimistic, find
beauty in things, in control, life has meaning and purpose
● Joy: (Kebahagiaan) mencakup seperti mentally alert, pleased with self,
have fun with others, wake up rested, laugh a lot, feel happy, make
decisions easily
● Self-esteem: (Harga Diri) mencakup seperti world is good, committed and
involved, look attractive, life is good, feel energetic
● Calm: (Ketenangan) mencakup seperti find things amusing, can organise
time, happy memories.
● Contol: (Kontrol Diri) mencakup seperti joy and elation, cheerful effect on
others, done things wanted, can do most things
● Efficacy: (Kemudahan) mencakup seperti feel healthy

Adapun berikut adalah tabel distribusi item awal:


NO Aspek Sebaran Item Jumlah
1 Life Statisfaction 3, 17, 9, 2, 14, 4, 5, 24 8
2 Joy 6, 22, 12, 1, 7, 10, 15, 27 8
3 Self Esteem 26, 28, 13, 8, 25 5
4 Calm 29, 21, 18 3
5 Control 23, 20, 11, 19 4
6 Efficacy 16 1
Total 29 Item
Dari 29 item pada skala happiness diatas, terdapat 8 item yang gugur karena
tidak memiliki daya beda item yang diinginkan sebesar ri (xi) ≥ 0.30. Item-item
tersebut antara lain: 5, 8, 9, 10, 19, 24, 25, dan 27. Oleh karena itu, maka disusun
kembali blueprint Oxford Happiness Questionnaire (OHQ) yang akan digunakan
untuk penelitian dengan menggunakan 21 item sebagai berikut:

NO Aspek Sebaran Item Jumlah


1 Life Statisfaction 3, 17, 2, 14, 4 5
2 Joy 6, 22, 12, 1, 7, 15 6
3 Self Esteem 26, 28, 13 3
4 Calm 29, 21, 18 3
5 Control 23, 20, 11 3
6 Efficacy 16 1
Total 21 Item

Kuesioner happiness berjumlah 21 aitem dengan memiliki koefisien


validitas bergerak di angka 0.207 - 0.705. Hasil analisis pada uji coba skala
happiness menunjukan koefisien reliabilitas Alpha sebesar 0.8380. Artinya
pengukuran dengan menggunakan skala ini memiliki taraf konsistensi sebesar
83.80%. Penelitian ini menggunakan skala dengan pengukuran skala Likert
yang dibuat dalam lima alternatif jawaban, yaitu SS (Sangat Setuju), S
(Setuju), KS (Kurang Setuju), TS (Tidak Setuju), dan STS (Sangat Tidak
Setuju) yang berupa pernyataan favourable. Penilaian yang diberikan yaitu SS
(Sangat Setuju) memperoleh skor 5, S (Setuju) memperoleh skor 4, KS
(Kurang Setuju) memperoleh skor 3, TS (Tidak Setuju) memperoleh skor 2,
dan STS (Sangat Tidak Setuju) memperoleh skor 1.

3.6. Prosedur Penelitian


Prosedur eksperimen yang akan digunakan dalam penelitian ini dibagi menjadi
beberapa tahap sebagai berikut:
1. Tahap Persiapan
Tahap persiapan adalah tahap di mana peneliti memilih dan menentukan partisipan
penelitian sebagai kelompok ideal untuk diberikan perlakuan. Pada tahap persiapan
ini ada beberapa hal yang harus disiapkan, di antaranya:
a) Pemilihan Partisipan.
Peneliti akan membagi langsung partisipan menjadi dua kelompok dengan
teknik randomisasi. Teknik random yang dimaksud yaitu Simple Random
Sampling. menurut Sugiyono (2017) Simple Random Sampling adalah
pengambilan anggota sampel dari populasi yang dilakukan secara acak tanpa
memperhatikan strata yang ada dalam populasi itu. Adapun kriteria pemilihan
sampel yaitu:
● Remaja dengan rentang usia 18-21 tahun.
● Memiliki tingkat/skor rata-rata happiness rendah yang diperoleh
berdasarkan pengukuran dengan menggunakan skala happiness.
● Bersedia untuk menjadi responden dalam penelitian ini.
● Bersedia untuk mengikuti segala proses penelitian.
b) Absensi Partisipan
Setelah mendapatkan partisipan yang sesuai dengan kriteria yang telah
ditentukan, selanjutnya mengkondisikan partisipan dalam ruang zoom untuk
mendata nama-nama dari partisipan yang akan mengikuti rangkaian penelitian
c) Penjelasan Eksperimen
Partisipan diberikan arahan tentang bagaimana tata cara eksperimen akan
berlangsung selama 4 hari dengan 2 kali pertemuan berdasarkan jadwal yang
telah ditetapkan.
2. Tahap Pelaksanaan.
Dalam pelaksanaannya, peneliti membuat jadwal perlakuan yang dimana penelitian
ini akan dilaksanakan selama 4 hari.
a) Pertemuan I
Pada pertemuan pertama ini partisipan akan berkumpul dalam ruang zoom
untuk mulai perkenalan serta pengantar mengenai teknik self-talk yang
berlangsung selama 40 menit dengan masing-masing sesi perkenalan 10 menit
dan pengantar teknik self-talk 10 menit, setelah itu dilanjutkan dengan sesi
rangkaian treatment selama 20 menit. secara lebih rinci prosedur pertemuan
pertama, sebagai berikut:
1) Peneliti melakukan absen partisipan
2) Peneliti membuka pertemuan 1
3) Peneliti mulai memperkenalkan diri dan berkenalan dengan partisipan
4) Peneliti memberikan sesi perkenalan “Pengantar Teknik Self-talk”.
5) Peneliti akan menayangkan sebuah cuplikan video yang berisi
mengenai positive self-talk.
6) Setelah menonton video mengenai positive self-talk, partisipan akan
melakukan sesi konseling berupa sharing pengalaman. Pada sesi ini
partisipan akan menceritakan keluhan yang ia rasakan selama hampir
satu bulan terakhir kepada peneliti selama 20 menit (Satu orang
partisipan akan melakukan sesi ini dengan satu orang peneliti), dalam
sesi konseling ini peneliti juga akan mengajukan pertanyaan yang
wajib ditanyakan diantaranya:
● Menurut anda, apa itu self-talk?
● Apakah anda sudah pernah melakukan self-talk dalam hidup
anda selama ini?
● Sejak kapan anda menyadari yang anda lakukan adalah self-
talk?
● Self-talk apa yang sering muncul dalam pikiran anda? Mengapa
hal itu bisa terjadi?
● Menurut anda apakah selama ini anda sudah melakukan positif
self-talk? Jika iya, bagaimana cara anda melakukannya?
7) Setelah treatment berakhir peneliti akan memberikan tugas kepada
partisipan untuk melakukan positive self-talk dalam kesehariannya,
seperti selalu mengucapkan kata-kata positive setiap harinya misalnya
"aku pasti bisa, aku berani".
8) Peneliti menutup pertemuan.
b) Pertemuan II
1) Peneliti melakukan absen partisipan
2) Partisipan akan melakukan sesi konseling berupa sharing pengalaman
dan membahas tugas yang diberikan selama 20 menit (Satu orang
partisipan akan melakukan sesi ini dengan satu orang peneliti), dalam
sesi konseling ini peneliti juga akan mengajukan pertanyaan yang
wajib ditanyakan diantaranya:
● Apakah anda sudah melakukan self-talk hari ini?
● Apakah ada kendala selama melakukan self-talk?
● Bagaimana perasaan anda setelah melakukan self-talk?
● Menurut anda apakah self-talk yang anda lakukan termasuk
dalam positif self-talk?
● Apa dampak signifikan yang paling anda rasakan ketika
melakukan positif self-talk?
● Bagaimana anda menangani ketika negatif self-talk tersebut
muncul?
3) Setelah sesi treatment berakhir Peneliti akan memberikan post-test
yang berisi skala happiness dan partisipan akan menjawab post-test
tersebut
4) Peneliti menutup pertemuan dan mengucapkan terima kasih atas
partispasi para partisipan.
3.7. Analisis data
Teknik analisis data merupakan salah satu cara yang digunakan untuk
mengolah data penelitian guna memperoleh suatu kesimpulan dalam data yang
diperoleh. Oleh karena itu, setelah data terkumpul harus segera dilakukan analisis,
karena apabila data tersebut tidak dianalisis maka data tersebut tidak dapat digunakan
untuk menjawab permasalahan yang sudah dirumuskan.
Dalam penelitian kuantitaif, teknik analisis data yang digunakan sudah jelas,
yaitu diarahkan untuk menjawab rumusan masalah atau menguji hipotesis yang telah
dirumuskan dalam proposal. Teknik analisis data menggunakan metode statistik yang
sudah tersedia. Untuk mengetahui seberapa besar perbedaan skor happiness sebelum
dan sesudah pemberian treatment dengan teknik positive self-talk peneliti
menggunakan metode yang digunakan untuk menganalisis uji-t yaitu dengan
menggunakan program Paired sample T-Test karena data yang dihasilkan normal dari
SPSS 25,00 for Windows.
BAB IV
HASIL PENELITIAN

5.1. Gambaran Umum Partisipan

Gambaran umum partisipan berisi data demografi responden yang meliputi usia, dan
jenis kelamin. Berikut akan dijelaskan dalam jumlah presentasi

5.2.1 Gambaran Umum Partisipan Berdasarkan Usia

Usia Frekuensi Presentasi

18 3 30%

19 1 10%

20 3 30%

21 3 30%

Total 10 100%

Berdasarkan tabel dan diagram diatas dapat terlihat bahwa responden yang berada
pada kelompok usia 18, 20, dan 21 memiliki presentase yang sama yaitu 30%, sedangkan
responden yang berada pada kelompok usia 19 tahun memiliki presentase yang paling rendah
yaitu 10%.

4.1.2 Gambaran Umum Partisipan Berdasarkan Gender

Gender Frekuensi Presentasi

Laki-Laki 2 20 %

Perempuan 8 80 %

Total 10 100%

Berdasarkan tabel dan diagram diatas dapat terlihat bahwa paling banyak responden
berjenis kelamin perempuan sebanyak 8 orang sebesar 80%.

5.2. Analisis Hasil Data

Setelah dilaksanakan penelitian tentang pengaruh positive self-talk terhadap


happiness remaja. Peneliti menemukan data berupa hasil pretest dan posttest. Adapun
nilai pretest adalah nilai yang didapat sebelum dilakukannya treatment positive self-talk,
sedangkan nilai posttest adalah nilai yang didapat setelah dilakukannya treatment positive
self-talk. Berikut adalah daftar nilai pretest dan posttest yang telah dilaksanakan.
NO NAMA SKOR PRETEST SKOR POSTTEST
1 Nandhita Salsabila 69 82
2 Fayza Nazwa Agustina 72 80
3 Angga Firmansyah 70 76
4 Khansa Salma 71 78
5 Jessica Valencia Wijaya 67 80
6 Dinda 70 85
7 Aulia Karisma Putri 70 82
8 Dina Amalia 65 75
9 Limbo 72 78
10 Luthfia Aprilia 72 80

a. Uji Normalitas
Uji normalitas digunakan untuk mengetahui kenormalan data populasi
sebelum dan sesudah treatment positive self-talk. Pengujian normalitas
menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov test dengan bantuan SPSS 25.0 for
windows. Secara ringkas uji normalitas didapatkan sebagai berikut.

Statistik Sebelum treatment Setelah treatment


df 10 10
Test Statistic 0.235 0.156
Asymp. Sig (2-tailed) 0.126 0.200

Berdasarkan hasil pengujian Kolmogorov-smirnov test, diketahui bahwa


variabel sebelum dilakukannya treatment (D(10) = 0.235, p > 0.05) dan variabel
setelah dilakukannya treatment (D(10) = 0.156, p > 0.05) sama-sama terdistribusi
normal.

5.3. Uji Hipotesis

Setelah mendapatkan data dalam uji normalitas dan homogen, maka langkah
selanjutnya yang akan dilakukan adalah pengujian terhadap hasil treatment positive self-
talk dalam pretest dan posttest. Pengujian ini meliputi uji Paired Sample T-test, pengujian
ini dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh positive self-talk terhadap
happiness remaja.
a. Uji Paired Sample T-test
Uji Paired Sample T-test adalah pengujian yang digunakan untuk
membandingkan selisih dua mean dari dua sampel yang berpasangan dengan
asumsi data berdistribusi normal. Merujuk pada hasil data normalitas diatas
maka dapat dilakukan uji paired sample t-test hal ini dikarenakan data
berdistribusi normal. Berdasarkan hasil uji paired sample t-test yang dilakukan
untuk melihat pengaruh positive self-talk terhadap happiness remaja diperoleh
hasil sebagai berikut:

Statistik Sebelum dan Setelah


treatment
df 9
t -9.509
Asymp. Sig (2-tailed) 0.000

Berdasarkan hasil pengujian paired sample t-test, diketahui bahwa


secara signifikan terdapat perbedaan antara sebelum treatment positive self-
talk dilakukan (M = 69.80, SD = 2.300) dengan setelah treatment positive self-
talk dilakukan (M = 79.60, SD = 2.989), t(9) = -9509, p < 0.05.

5.4. Hasil Penelitian


Berdasarkan hasil pengujian paired sample t-test, diketahui bahwa terdapat perbedaan
yang signifikan antara antara sebelum treatment positive self-talk dengan setelah
treatment positive self-talk dilakukan dengan korelasi, sehingga dapat disimpulkan
bahwa terdapat pengaruh positive self-talk terhadap happiness pada remaja.
BAB V
DISKUSI PENELITIAN

5.1. Kesimpulan
Berdasarkan analisis dan pembahasan hasil penelitian mengenai Pengaruh Positive Self-
talk Terhadap Happiness Pada Remaja, dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui seberapa besar perbedaan skor happiness sebelum dan sesudah
pemberian treatment dengan teknik positive self-talk. Metode yang digunakan
untuk menganalisis uji-t adalah dengan menggunakan program Paired sample T-
Test karena data yang dihasilkan normal dari SPSS 25,00 for Windows.
2. Karakteristik responden pada penelitian ini didasarkan pada jenis kelamin dan
usia. Responden yang berada pada kelompok usia 18, 20, dan 21 memiliki
presentase yang sama yaitu 30%, sedangkan responden yang berada pada
kelompok usia 19 tahun memiliki presentase yang paling rendah yaitu 10%.
3. Berdasarkan hasil pengujian Kolmogorov-smirnov test, diketahui bahwa variabel
sebelum dilakukannya treatment (D(10) = 0.235, p > 0.05) dan variabel setelah
dilakukannya treatment (D(10) = 0.156, p > 0.05) sama-sama terdistribusi normal.
4. Berdasarkan hasil pengujian paired sample t-test, diketahui bahwa secara
signifikan terdapat perbedaan antara sebelum treatment positive self-talk
dilakukan (M = 69.80, SD = 2.300) dengan setelah treatment positive self-talk
dilakukan (M = 79.60, SD = 2.989), t(9) = -9509, p < 0.05.
5. Maka, dapat disimpulkan hipotesis alternatif diterima, yaitu terdapat perbedaan
antara sebelum treatment positive self-talk dilakukan.

5.2. Diskusi dan Saran Penelitian


5.2.1 Diskusi
Tingkat kebahagiaan yang ditemukan pada remaja dalam penelitian ini
menunjukkan adanya peningkatan yang signifikan . Temuan ini mendukung beberapa
penelitian sebelumnya seperti, Shafigh et al., (2016) dan Armetta (2011) yang telah
menemukan bahwa self-talk yang positif dapat mempromosikan seseorang untuk
menjadi lebih bahagia. Dari seluruh partisipan yang telah melakukan pre-test dan
post-test, skor kebahagiannya telah meningkat, hal ini berarti dapat diterapkan dalam
keseharian mereka, yang ditujukan agar remaja memiliki emosi positif dan
happiness, karena emosi tersebut mampu memperluas fokus dan memperlebar
pikiran, mampu mengembangkan kemampuan pemecahan masalah, mampu
membangun kekuatan sosial fisik dan intelektual, serta mampu membentengi diri dari
perasaan negatif dan melindungi kesehatan (Seligman, 2005). Dengan adanya dampak
positif yang didapatkan remaja dari positive self-talk, diharapkan remaja dapat
melalui tiap tahap perkembangannya dengan baik dan optimal.
5.2.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini, peneliti membagi saran kedalam dua jenis,
yaitu saran metodologis dan saran praktis. Pada saran metodologis, peneliti
memberikan saran yang diharapkan dapat menjadi suatu pertimbangan bagi penelitian
dan pengkajian selanjutnya mengenani topik yang diangkat dalam penelitian ini. Lalu
pada saran praktis, peneliti memberikan saran bagi pihak-pihak yang memiliki
kepentingan dan sangkut-paut yang berkaitan dengan topik pada penelitian ini.
Saran Metodologis
Pada bagian ini, peneliti memberikan beberapa alternatif yang dapat diaplikasikan
pada penelitian selanjutnya mengenai perilaku narsistik pada remaja dalam
penggunaan media sosial. Saran yang diberikan yaitu sebagai berikut:
a. Penelitian mengenai Pengaruh Positive Self-talk Terhadap Happiness Pada
Remaja perlu dikembangkan lagi kajiannya, tidak hanya happiness tetapi juga
pada variabel lain.
b. Bagi peneliti atau pengkajian selanjutnya, disarankan untuk memilih dan
mencari teori-teori yang lebih terbaru dari variabel happiness, mencari lebih
banyak teori-teori yang diprediksi menjadi pengaruh positive self-talk, dan
memperluas subjek penelitian selain pada usia remaja.
Saran Praktis
Pada bagian ini, peneliti memberikan beberapa alternatif referensi bagi pihak-
pihak yang merasa dirinya ataupun orang di sekitarnya mempunyai Pengaruh Positive
Self-talk Terhadap Happiness Pada Remaja, sebagai berikut:
a. Alasan dilakukannya positive self-talk serta tujuan penggunaannya memang
dibebaskan kepada penggunanya. Akan tetapi peneliti menyarankan untuk
umumnya para remaja untuk dapat memperbanyak melakukan positive self-
talk dibanding negative self-talk.
b. Bagi para subjek penelitian disarankan untuk dapat mempertahankan
perfeksionisme yang berorientasi pada diri sendiri, agar terhindar dari perilaku
merusak kepercayaan diri maupun merusak hubungan interpersonal dengan
diri sendiri dengan melakukan negative self-talk, seperti dengan mengurangi
sikap rendah diri.
DAFTAR PUSTAKA

Armetta, E. (2011). Can Positive Self-talk alter one’s happiness.


Beck, A. T. (1993). Cognitive therapy: Past, present, and future.
Berger, Arthur Asa. 2012. An Anatomy of Humor. United States of America : Transaction
Publishers.
Fatimah, M. (2019). Efektivitas Teknik Self-talk Untuk Menurunkan Stres Remaja. Psikologi
Dan Kesehatan Universitas Islam Negeri Sunan Ampel, 1–109.
http://digilib.uinsby.ac.id/34616/1/Marini Fatimah AN_J71215066.pdf
Hidayati, D. (2017). Hubungan Antara Happiness Dengan Kecenderungan Smartphone
Addiction (Doctoral dissertation, UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 SURABAYA).
Hurlock, E. (2001). Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang
Kehidupan. Edited by Istiwidayanti. Erlangga.
Hurlock, E. B. (2002). Psikologi Perkembangan : Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang
Kehidupan. Edisi Ketujuh. Jakarta : Erlangga.
Iswari, D & Hartini, N (2005). Pengaruh Pelatihan dan Evaluasi Self-Talk terhadap
Penurunan Tingkat Body-Dissatisfaction.
Jahja, Y. (2011). Psikologi Perkembangan (first ed.). PRENADAMEDIA GROUP.

Mardiah, I. (2011). Pengaruh religiusitas dan family support terhadap happiness pada lansia
di panti werdha.
Reviliana, M. (2019). Penggunaan Teknik Positive Self-Talk Untuk Membantu
Mengembangkan Motivasi Belajar. Journal of Chemical Information and Modeling,
53(9), 1689–1699.
Santrock, J. W. (2011). Life-Span Development (13th ed.). McGraw-Hill Companies, Inc.
Seligman, M. E. P. (2005). Authentic happiness: Menciptakan kebahagiaan dengan psikologi
positif. Alih Bahasa: Eva Yulia Nukman. Bandung: PT. Mizan Pustaka.
Shafigh, M. R., Rougoushouee, R. A., & Yosefian, S. T. (2016). The Effectiveness of Positive
Inner Self-Talks Training in Increasing the Happiness of Spouses of Veterans
Introduction : 3(4), 25–32.
Widiyastuti, P. A. (2014). Efektivitas Metode Positive Self-talk Terhadap Peningkatan
Kepercayaan Diri Pada Siswa Kelas VIII SMPN 4 Karanganom. 2(16), 131.
Ananda, S. S. D., & Apsari, N. C. (2020). MENGATASI STRESS PADA REMAJA SAAT
PANDEMI COVID-19 DENGAN TEKNIK SELF-TALK. Prosiding Penelitian dan
Pengabdian kepada Masyarakat, 7(2), 248-256.
Tod, D., Hardy, J., & Oliver, E. (2011). Effects of self-talk: A systematic review. Journal of
Sport and Exercise Psychology, 33(5), 666-687.
Wahid, M. (2019). Penerapan Terapi Positive Self-talk dan Doa melalui Pendekatan
Cognitive Behaviour Therapy (CBT) dalam Menangani Masalah Prokrastinasi pada
Seorang Mahasiswi di UIN SUNAN AMPEL SURABAYA (Doctoral dissertation,
Fakultas Dakwah dan Komunikasi).
WHO. (2018). Handout for Module A Introduction on adolescent health for health care
providers.
Zuraidha, V. N. (2012). Regulasi emosi dan happiness pada siswa kelas X program reguler
dan akselerasi SMA Negeri 3 Malang (Doctoral dissertation, Universitas Islam Negeri
Maulana Malik Ibrahim).
LAMPIRAN
1. Table Blue Print
Blue Print skala Happiness
No Aspek Indikator Sebaran Item Jumlah
Favourabel
1. Life Satisfaction Puas terhadap hidup, 3, 17, 2, 14, 4 5
hidup berharga, senang
dengan diri, hidup
yang baik, tertarik
pada orang lain,
menemukan hal
menarik dan
kehangatan bagi orang
lain.
2. Joy Merasa senang, 6, 22, 12, 1, 7, 15 6
optimistik, gembira,
dapat mengatur waktu,
bersenang-senang
bersama orang lain,
membuat orang lain
ceria, merasa bahwa
dunia itu indah, dan
menemukan hal yang
menarik.
3. Self-Esteem Pengaruh yang baik, 26, 28, 13 3
berenergim merasa
sehat, terlibat dan
komitmen.
4. Calm Bangun dengan 29, 21, 18 3
perasaan tenang,
mental yang kuat,
kenangan yang indah.
5. Control Terkendali, membuat 23, 20, 11 3
keputusan dengan
mudah, dapat
melakukan banyak hal,
mengontrol tawa.
6. Efficacy Tercapainya 16 1
Total 21 tem

2. Pertanyaan Kuesioner
B. IDENTITAS RESPONDEN
Nama : ……………………………
Umur : ……………………………
Jenis Kelamin : Laki-laki/Perempuan*Coret yang tidak perlu*

C. PETUNJUK MENGERJAKAN SKALA KEBAHAGIAAN


1. Bacalah setiap pernyataan-pernyataan dibawah ini dengan seksama dan teliti.
2. Berilah tanda centang (√) pada setiap pilihan kolom yang sesuai.
3. Setiap pernyataan dalam skala kebahagiaan dilengkapi lima pilihan jawaban: Sangat Sesuai
(SS), Sesuai (S), Kurang Sesuai (KS), Tidak Sesuai (TS), Sangat Tidak Sesuai (STS).

NO Pernyataan Alternatif Jawaban


SS S KS TS STS
1 Saya tidak senang dengan diri sendiri          
2 Saya sangat berminat pada orang lain          
3 Saya banyak mendapat manfaat dari hidup          
ini
4 Saya dapat menerima keberadaan semua          
orang
5 Saya tidak memiliki kenangan indah di          
masa lalu
6 Saya kurang optimis tentang masa depan          
7 Saya melihat banyak hal menyenangkan di          
sekitar
8 Saya merasa tidak sehat          
9 Saya memiliki pengaruh baik bagi orang          
lain
10 Saya sulit mengambil keputusan          
11 Saya sering tertawa          
12 Saya cukup puas dengan semua yang saya          
punya
13 Penampilan saya kurang menarik          
14 Saya tidak dapat melakukan banyak hal          
yang saya inginkan
15 Saya sangat Bahagia          
16 Saya menemukan kesenangan dalam          
beberapa hal
17 Saya selalu membuat orang lain senang          
18 Saya dapat melakukan semua hal yang          
saya inginkan
19 Saya terkadang merasa kesenangan dan          
kegembiraan
20 Saya dapat mengatasi segala masalah          
21 Saya merasa khawatir setiap saat          

Anda mungkin juga menyukai