LAPORAN PENELITIAN
Disusun Oleh :
Farah Ridzky Ananda (6019210081)
Syifa Syahrani (6019210077)
Yosa Pril Darma Putri (6019210027)
Febby Arfiyah Shaba (6019210094)
Denisa Ramandha Dewi (6019210088)
Syahla Verina A (6019210053)
Fransiska Herdiana Eka Putri (6019210066)
Feni Setianingsih (6019210097)
Zukhruf Nisa A (6019210074)
Al insana (6019210104)
Riska Indriani (6019210032)
Febrian Ongky (6018210153)
Leonardo James Sunardi (6018210101)
KELOMPOK II
Masa remaja mempunyai ciri yang berbeda dengan masa sebelumnya atau
sesudahnya, karena ada berbagai hal yang mempengaruhinya sehingga selalu menarik untuk
dikaji. Remaja atau di dalam bahasa Inggris disebut adolescence, berasal dari bahasa Latin
‘adolescence’ (kata bendanya, adolescentia yang berarti remaja) artinya “tumbuh untuk
mencapai kematangan“. Istilah adolescence, seperti yang dipergunakan saat ini, mempunyai
arti yang lebih luas, mencakup kematangan mental, emosional, sosial, dan fisik (Hurlock,
2002).
Awal masa remaja berlangsung kira-kira dari tiga belas tahun sampai enam belas
tahun atau tujuh belas tahun, dan akhir masa remaja bermula dari usia enam belas atau tujuh
belas tahun sampai delapan belas tahun, yaitu usia matang secara hukum (Hurlock in
Fatimah, 2019). Pada usia tersebut mereka membutuhkan pengakuan dari lingkungan
sosialnya, karena masih dalam tahap mencari jati diri dan masih dalam keadaan emosi yang
labil. Keadaan itu cenderung membuat kontrol diri lemah, sehingga apapun keputusan yang
dilakukan termasuk keputusan membeli didominasi oleh emosi sesaat.
Fredrickson (1998), membagi emosi positif menjadi empat macam, yaitu joy
(kebahagiaan), interest (ketertarikan), contentment (kepuasan hati), dan love (cinta). Joy
berupa happiness (kebahagiaan) , amusement (hiburan), elation (kegirangan), dan gladness
(suka cita) sebagai kondisi yang muncul berkaitan dengan kecenderungan aksi berupa
aktivitas yang berhubungan dengan orang lain. Sedangkan menurut Lazarus (1991), ada
macam-macam emosi positif yaitu happiness (kebahagiaan), love (cinta), pride (rasa bangga),
dan relief (perasaan lega).
Kata happiness sering digunakan bergantian dengan suka cita joy. Happiness adalah
rasa senang yang dirasakan oleh individu yang disebabkan antara lain oleh mencapai tujuan
atau mengalami kemajuan. Kebahagiaan juga mewakili suatu bentuk interaksi antara manusia
dengan lingkungan. Manusia dapat merasa bahagia sendiri dan bahagia untuk diri sendiri,
tetapi di sisi lain manusia tersebut juga dapat merasa bahagia sebab orang lain dan bahagia
untuk orang lain. Kebahagiaan adalah dambaan setiap orang, seperti yang diinginkan oleh
seorang remaja. Kebahagiaan adalah keadaan emosi positif yang didefinisikan secara
subjektif oleh setiap orang (Snyder & Lopez, 2006).
Seorang individu perlu memiliki emosi positif dan happiness karena emosi tersebut
mampu memperluas fokus dan memperlebar pikiran, mampu mengembangkan kemampuan
pemecahan masalah, mampu membangun kekuatan sosial fisik dan intelektual, serta mampu
membentengi diri dari perasaan negatif dan melindungi kesehatan (Seligman, 2005). Dengan
adanya dampak positif yang didapatkan individu merasakan emosi positif dan happiness
maka para remaja perlu memperbaiki dan meningkatkan emosi positif serta happiness yang
akan memberikan dampak yang baik dalam masa perkembangannya, seperti yang dikatakan
oleh Freud remaja disebut dengan masa pancaroba karena sedang mengalami perkembangan
fisiologis dan psikologis yang akan menimbulkan kecemasan. Kecemasan akan menimbulkan
banyak masalah dan masalah akan mempengaruhi kebahagiaannya, oleh karena itu maka
diperlukan cara yang tepat untuk mengatasi kecemasan tersebut diantaranya adalah dengan
positive thinking, penelitian yang dilakukan oleh Irma, R. A. (2018) menunjukkan bahwa
berpikir positif berkontribusi besar terhadap kebahagiaan seseorang, dengan nilai signifikan
(r=0,406; p=0,000), hal tersebut selaras dengan yang dikatakan oleh Perston dalam Shafigh et
al., (2016) bahwa dengan memilih positive thinking maka kita dapat memilih tujuan,
perkataan dan aktivitas positif serta menciptakan kondisi positif dalam hidup. Kata-kata yang
digunakan lebih kuat daripada pikiran, karena kata-kata tidak hanya mempengaruhi diri kita
sendiri, tetapi juga mempengaruhi individu dan lingkungan, positive thinking sendiri
memiliki hubungan dengan self-talk.
Self-talk merupakan sebuah kalimat ataupun perkataan yang diucapkan pada diri
sendiri secara verbal maupun nonverbal (Hatzigeorgiadis & dkk, 2008). Self-talk (berdialog
dengan diri) merupakan salah satu cara yang sudah banyak dilakukan oleh beberapa ahli
dengan banyak tujuan. Self-talk adalah salah satu teknik yang termasuk ke dalam terapi
kognitif. Self-talk bisa menjadi salah satu media untuk menurunkan stres yang dilakukan
secara mandiri disaat seseorang tidak mendapati orang lain sebagai medianya untuk
menurunkan stres. Remaja yang mengalami stress bisa menggunakan self-talk untuk
menurunkan stres dengan berbicara dengan dirinya sendiri. Self-talk merupakan salah satu
bagian dalam Cognitive Behavior Therapy (CBT) yang dapat digunakan untuk
mengendalikan pikiran negatif dengan terus menerus melakukan dialog dengan diri sendiri
dengan kata-kata positif secara verbal maupun nonverbal. Aaron T. Beck (1993) berpendapat
bahwa teori Cognitive Behaviour Therapy (CBT) bertujuan untuk restruktur pikiran dan
keyakinan yang irrasional dan salah satu caranya adalah dengan terapi Self-talk.
Dorongan yang muncul dari self-talk akan membuat dorongan positif atau negatif
tergantung bagaimana individu melakukannya. Positive self-talk sebagian besar telah
dihipotesiskan untuk membantu kinerja, sedangkan negative self-talk dihipotesiskan dapat
menyebabkan efek kinerja yang merugikan (Zinsser et al., 2010). Dengan melakukan positive
self-talk akan mendorong remaja untuk merubah pikiran negatif menjadi positif serta
memiliki kesadaran terhadap stres yang dirasakannya, situasi, serta pikiran-pikiran yang
menyebabkan munculnya stres (Fatimah, 2019). Erfort T. Bradley menjelaskan bahwa
seseorang akan semangat dan termotivasi untuk melakukan kegiatan jika dia menggunakan
self-talk positif, sedangkan self-talk negatif akan menghalangi seseorang untuk sukses.
Menurut Yuliani (2017) untuk membantu remaja dapat mereduksi distres yang
dirasakannya dengan menggantikan pernyataan diri yang lebih adaptif melalui pembicaraan
dengan diri, hal ini dapat membuat remaja bisa mengendalikan diri dan melakukan toleransi
terhadap situasi yang tidak nyaman sehingga remaja dapat mencapai dirinya jauh lebih sehat
secara psikologis. Self-talk adalah manifestasi dari self-talk sendiri yang berarti cara berdialog
atau berkomunikasi dengan diri sendiri saat menghadapi berbagai situasi. Self-talk dapat
dilafalkan dalam hati, atau dengan suara lantang akan menjadi sebuah sugesti yang masuk
kedalam alam bawah sadar. Hal tersebut dapat membantu diri sendiri menurunkan stres yang
tengah dirasakan. Dengan menggunakan self-talk akan membangun kekuatan diri dalam
menghadapi suatu situasi.
Jenis self-talk sendiri terbagi menjadi dua, yaitu self-talk positif dan self-talk negatif.
Self-talk positif merupakan self-talk yang akan memunculkan emosi positif dengan cara
memerintahkan dirinya sendiri untuk bersikap konstruktif. Dengan bersikap positif, individu
bisa membangun semangatnya sendiri untuk mencapai perubahan yang diinginkan
(Permatasari, dkk. 2016: 4). Yang kedua adalah self-talk negatif dimana self-talk ini
merupakan pernyataan rasional individu yang menyebabkan emosinya terganggu. Pernyataan
tersebut akan memunculkan rasa depresi, rendah diri, menyalahkan diri sendiri dan khawatir
berlebihan. (Davis dalam Wulandari, 2017: 21).
Penelitian terdahulu yang relevan dilakukan oleh (Shafigh et al., 2016), hasil
penelitian menunjukkan bahwa pelatihan self-talk positif secara signifikan meningkatkan
kebahagiaan pasangan veteran. Hasil penelitian (Armetta, 2011) menunjukan bahwa orang
yang menggunakan positive self dapat meningkatkan tingkat kebahagiaan mereka. Lalu ada
penelitian yang dilakukan oleh (Fatimah, 2019) yang menunjukan bahwa teknik self-talk
efektif untuk menurunkan stres remaja. Penelitian yang serupa juga dilakukan oleh
(Widiyastuti, 2014) yang menunjukan bahwa pemberian metode positive self-talk efektif
untuk meningkatkan kepercayaan diri pada siswa, selanjutnya menurut (Reviliana, 2019)
layanan konseling individu dengan menggunakan positive self-talk dapat mengembangkan
motivasi belajar pada peserta kelas VIII C SMP Negeri 1 Pesawaran.
Beberapa manfaat yang didapatkan dari suatu teknik Self-talk tersebut yaitu:
b. Mengembangkan Diri
2.2. Happiness
2.2.1 Definisi Happiness
Dalam kamus besar bahasa Indonesia online, happiness atau kebahagiaan
berasal dari kata bahagia yang artinya adalah keadaan atau perasaan senang dan
tentram (bebas dari segala hal yang menyusahkan), beruntung atau berbahagia.
Seligman (2013) mendefinisikan bahwa happiness atau kebahagian sebagai suatu
hasil penilaian terhadap diri dan hidup, yang memuat emosi positif, seperti
kenyamanan dan kegembiraan yang meluap-luap, maupun aktivitas positif yang tidak
memenuhi komponen emosi apapun, seperti keterlibatan. Seligman juga menjelaskan
bahwa kebahagiaan adalah saat seseorang mengalami emosi positif tentang kepuasan
masa lalu, optimis akan masa depan, kebahagiaan masa sekarang, dan kebahagiaan
merupakan faktor yang meningkatkan kesehatan.
Menurut Argyle kebahagiaan didefinisikan sebagai adanya tingkat kepuasan
individu pada masa tertentu sehingga berpengaruh secara positif pada diri seseorang
serta tidak adanya dampak negatif (dalam Dyartika, 2015). Argyle melanjutkan bahwa
kebahagiaan juga dapat dikatakan sebagai emosi positif yang timbul dari pengalaman
positif, kenikmatan yang tinggi, dan motivator utama dari segala tingkah laku
manusia (dalam Bekhet dkk, 2008). Argyle (dalam Yuniarti, dkk 2011) juga
menyatakan bahwa kebahagiaan menjadi penghalang stres karena kejadian positif
yang dialami seseorang akan mengurangi keputusasaan dan depresi. Dalam kata lain,
kebahagiaan akan membawa individu menjadi individu yang memiliki jiwa yang
sehat.
2.3. Remaja
2.3.1 Pengertian Remaja
Remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Oleh
karena itu disebut juga sebagai pancaroba yang penuh gejolak dan keadaan tak
menentu (Santrock, 2011). Menurut Hurlock (2001) remaja adalah tumbuh ke arah
kemasakan dan periode transisi, dimana individu mengalami perubahan fisik dan
psikis dari kekanak-kanakan menuju dewasa meliputi perubahan biologis, perubahan
psikologis, dan perubahan sosial. Sorensen (dalam Hurlock, 2001) mengatakan bahwa
remaja adalah masa transisi dari perkembangan ego dari anak-anak yang tadinya
tergantung lalu ingin mencapai seperti orang dewasa, berdiri sendiri. Stanly Hall
(dalam Hurlock, 2001) berpendapat, remaja adalah periode storm and stress (badai
dan stress/tekanan) satu masa dimana remaja emosinya dapat tidak stabil dan tidak
dapat diramalkan.Jadi dapat disimpulkan bahwa remaja merupakan penduduk dengan
salah satu tahap perkembangan yang unik dengan usia antara 10-24 tahun dan belum
menikah (Hurlock, 2001).
2.3.2 Kategori Usia Remaja
Berdasarkan tahapan perkembangan individu dari masa bayi hingga masa tua
akhir menurut Erickson, masa remaja dibagi menjadi tiga tahapan yakni masa 13
remaja awal, masa remaja pertengahan, dan masa remaja akhir. Adapun kriteria usia
masa remaja awal pada perempuan yaitu 13-15 tahun dan pada laki-laki yaitu 15-17
tahun. Kriteria usia masa remaja pertengahan pada perempuan yaitu 15-18 tahun dan
pada laki-laki yaitu 17-19 tahun. Sedangkan kriteria masa remaja akhir pada
perempuan yaitu 18-21 tahun dan pada laki-laki 19-21 tahun.
Menurut Santrock (2011) menetapkan masa remaja dimulai sekitar usia 10
hingga 13 tahun dan berakhir pada sekitar usia 18 hingga 22 tahun. Perubahan
biologis, kognitif, dan sosio-emosional yang dialami remaja dapat berkisar mulai dari
perkembangan fungsi seksual hingga proses berpikir abstrak hingga kemandirian.
Santrock membedakan masa remaja tersebut menjadi periode awal dan periode akhir.
Masa remaja awal (early adolescence) kurang lebih berlangsung di masa sekolah
menengah pertama atau sekolah menengah akhir dan pubertas besar terjadi pada masa
ini. Masa remaja akhir (late adolescence) kurang lebih terjadi pada pertengahan
dasawarsa yang kedua dari kehidupan. Minat, karir, pacaran dan eksplorasi identitas
sering kali lebih menonjol di masa remaja akhir dibandingkan di masa remaja awal.
Batasan usia remaja menurut WHO adalah 12 sampai 24 tahun, WHO dengan
jelas mengakui bahwa "masa remaja" adalah fase daripada periode waktu tetap dalam
kehidupan seseorang (WHO, 2018).
Sedangkan menurut (Jahja, 2011) Masa remaja adalah suatu masa perubahan. Pada
masa remaja terjadi perubahan yang cepat baik secara fisik, maupun psikologis. Ada
beberapa perubahan yang terjadi selama masa remaja:
1. Peningkatan emosional yang terjadi secara cepat pada masa remaja awal yang
dikenal sebagai masa storm & stress. Peningkatan emosional ini merupakan
hasil dari perubahan fisik terutama hormon yang terjadi pada masa remaja.
Dari segi kondisi sosial, peningkatan emosi ini merupakan tanda bahwa
remaja berada dalam kondisi baru yang berbeda dari masa sebelumnya. Pada
masa ini banyak tuntutan dan tekanan yang ditujukan pada remaja, misalnya
mereka diharapkan untuk tidak lagi bertingkah seperti anak-anak, mereka
harus lebih mandiri, dan bertanggung jawab. Kemandirian dan tanggung
jawab ini akan terbentuk seiring berjalannya waktu, dan akan tampak jelas
pada remaja akhir yang duduk di awal-awal masa kuliah.
2. Perubahan yang cepat secara fisik yang juga disertai kematangan seksual.
Terkadang perubahan ini membuat remaja merasa tidak yakin akan diri dan
kemampuan mereka sendiri. Perubahan fisik yang terjadi secara cepat, baik
perubahan internal seperti sistem sirkulasi, pencernaan, dan sistem respirasi
maupun perubahan eksternal seperti tinggi badan, berat badan, dan proporsi
tubuh sangat berpengaruh terhadap konsep diri remaja.
3. Perubahan dalam hal yang menarik bagi dirinya dan hubungan dengan orang
lain. Selama masa remaja banyak hal-hal yang menarik bagi dirinya dibawa
dari masa kanak-kanak digantikan dengan hal menarik yang baru dan lebih
matang. Hal ini juga dikarenakan adanya tanggung jawab yang lebih besar
pada masa remaja, maka remaja diharapkan untuk dapat mengarahkan
ketertarikan mereka pada hal-hal yang lebih penting. Perubahan juga terjadi
dalam hubungan dengan orang lain. Remaja tidak lagi berhubungan hanya
dengan individu dari jenis kelamin yang sama, tetapi juga dengan lawan jenis,
dan dengan orang dewasa.
4. Perubahan nilai, di mana apa yang mereka anggap penting pada masa kanak-
kanak menjadi kurang penting karena telah mendekati dewasa.
5. Kebanyakan remaja bersikap ambivalen dalam menghadapi perubahan yang
terjadi. Di satu sisi mereka menginginkan kebebasan, tetapi di sisi lain mereka
takut akan tanggung jawab yang menyertai kebebasan ini, serta meragukan
kemampuan mereka sendiri untuk memikul tanggung jawab ini.
a. Fisik
Perubahan fisik pada remaja ini tercakup dalam pubertas, demikian pula pada
otak dan seksualitas selama masa remaja.
1) Pubertas
2) Otak
4) Kognitif
Berdasarkan dari teori Piaget, masa remaja ini berada pada tahap
operasional formal, pemikiran individu menjadi lebih abstrak, idealis, dan
logis, dibandingkan pemikiran operasional konkret. Remaja menjadi lebih
mampu bernalar secara hipotesis-deduktif. Meskipun demikian, banyak remaja
yang bukan pemikir operasional formal namun berusaha memperkuat
pemikiran operasional konkretnya.
5) Sosioemosi
1) Self-esteem (harga diri) diartikan dengan bagaimana cara kita menilai diri
sendiri secara keseluruhan. Self-esteem mencerminkan persepsi yang tidak
selalu sesuai dengan kenyataan.
3) Identity (identitas) adalah potret diri yang terdiri dari berbagai aspek yang
mencakup:
Gambar 1
O1 X O2
Keterangan:
1. Positive Self-talk
Positive self-talk adalah berbicara kepada diri sendiri secara sadar mengenai
hal-hal positive dan bersifat memberikan penguatan untuk aktivitas yang
dilakukan dengan keras maupun pelan, berulang-ulang dan dalam waktu tertentu.
Hal tersebut dilakukan memberikan penguatan dan keyakinan dalam melakukan
usaha mencapai suatu tugas tertentu. Adapun manipulasi yang dilakukan dalam
positive self-talk ini adalah dengan berupa partisipan yang akan dibagi menjadi
dua kelompok, yang pertama adalah kelompok eksperimen yang nantinya akan
diberikan sebuah treatment atau konseling positive self-talk dan yang kedua
adalah kelompok kontrol yaitu kelompok yang tidak diberikan treatment atau
konseling positive self-talk. Untuk memverifikasi manipulasi tersebut maka
peneliti melakukan pengecekan kepada partisipan kelompok eksperimen dengan
mengajukan sebuah pertanyaan untuk menilai perasaan partisipan menggunakan
kata sifat yang meliputi kebahagiaan, kesedihan, dan kegairahan. Adapun
pertanyaannya seperti "bagaimana perasaan anda setelah melakukan konseling
dan menerapkan positif self-talk kepada diri anda", partisipan kelompok
eksperimen pun diberikan sebuah kuesioner yang bertujuan untuk mengukur
bahwa treatment positive self-talk bekerja sesuai dengan harapan.
2. Happiness
Kebahagiaan atau happiness diartikan sebagai hasil penilaian diri terhadap
kepuasan hidup yang ditandai dengan munculnya emosi dan aktivitas positive di
Sebagian besar waktu serta keseimbangan dalam menjalankan hidup, yang
ditentukan oleh empat aspek yaitu material, intelektual, emosional, dan spiritual.
Setiap orang merupakan penilai utama mengenai kebahagiaan yang mereka
rasakan, karena mereka adalah pihak yang terlibat langsung dengan proses
pencapaian kebahagiaan dalam hidupnya, sehingga ketika mereka telah merasakan
kebahagiaan tersebut maka merekalah yang dapat menilai dan
mendeskripsikannya dengan tepat.
Pada penelitian ini, alat ukur yang digunakan untuk mengukur happiness
adalah Penelitian ini menggunakan kuesioner milik Zuraidha (2012) dengan
penelitian yang berjudul “Regulasi Emosi dan Happiness Pada Siswa Kelas X
Program Reguler dan Akselerasi SMA Negeri Malang” dan sudah dilakukan uji
validitas. Kuesioner tersebut merupakan kuesioner adaptasi dan modifikasi dari
alat ukur happiness dengan skala Oxford Happiness Questionnaire (OHQ) yang
telah dibuat oleh Argyle, Martin & Crossland kuesioner dalam bentuk asli terdapat
hasil analisis pada skala happiness dari 29 item yang diujikan memperoleh hasil
21 aitem dengan memiliki koefisien validitas bergerak di angka 0.207 - 0.705.
Hasil analisis pada uji coba skala happiness menunjukan koefisien reliabilitas
Alpha sebesar 0.8380. Artinya pengukuran dengan menggunakan skala ini
memiliki taraf konsistensi sebesar 83.80%.
3.4. Populasi, Sampel, dan Teknik Sampling
4.1.1 Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang
mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh penulis untuk
dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Jadi populasi bukan hanya orang,
tetapi juga obyek dan benda-benda alam yang lain. Populasi dalam penelitian ini
adalah remaja yang berdomisili di Jabodetabek.
4.1.2 Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah karakteristik yang dimiliki oleh populasi
tersebut. Bila populasi besar, dan peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang
ada pada populasi, misalnya karena keterbatasan dana, tenaga, dan waktu, maka
peneliti dapat menggunakan sampel yang diambil dari populasi itu. Sampel dalam
penelitian ini adalah Remaja yang memiliki tingkat happiness rendah.
4.1.3 Besar Sampel
Penentuan besar sampel pada penelitian ini ditentukan dengan menggunakan
kriteria yang menjadi acuannya yaitu partisipan yang memiliki skor rata-rata
happiness yang rendah. Dari 16 partisipan yang mengisi kuesioner pre-test kami,
diketahui bahwa rata-rata happiness yang didapat berada pada angka 72.13. dari
hasil rata-rata tersebut diketahui pula bahwa terdapat 10 responden yang memiliki
skor happiness dibawah rata-rata, sedangkan 6 orang lainnya berada diatas skor
rata-rata happiness.
4.1.4 Teknik Sampling
Teknik sampling merupakan teknik pengambilan sampel, untuk menentukan
sampel yang akan digunakan dalam penelitian, terdapat berbagai teknik yang
digunakan. Pada penelitian ini penulis mengambil sampel secara acak tanpa
memperhatikan strata yang ada dalam populasi itu yaitu dengan cara random
sampling. Adapun kriteria pemilihan sampel, yaitu:
● Remaja dengan rentang usia 18-21 tahun.
● Memiliki tingkat/skor rata-rata happiness rendah yang diperoleh
berdasarkan pengukuran dengan menggunakan skala happiness.
● Bersedia untuk menjadi responden dalam penelitian ini.
● Bersedia untuk mengikuti segala proses penelitian.
3.5. Instrument Penelitian
Adapun instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu, sebagai
berikut:
1. Metode observasi
Observasi sebagai teknik pengumpulan data mempunyai ciri-ciri yang spesifik
bila dibandingkan dengan teknik yang lain. Teknik pengumpulan data dengan
observasi digunakan bila, penelitian berkenaan dengan prilaku manusia, proses
kerja, gejala-gejala alam dari dan bila responden yang diamati tidak terlalu
banyak.
Observasi yaitu suatu metode pengumpulan data yang diperlukan dengan
melakukan pengamatan terhadap obyek tertentu dalam penelitian. Obyek yang
diamati yaitu Remaja yang berdomisili di Jabodetabek, hal ini dilakukan guna
memperoleh data yang obyektif.
2. Metode wawancara
Wawancara yaitu dipandang sebagai teknik pengumpulan data dengan cara
tanya jawab lisan yang digunakan secara sistematis untuk mencapai tujuan
penelitian.
Pada penelitian ini dilakukan secara bebas atau tidak terstruktur oleh
pertanyaan tertulis agar dapat berlangsung luwes dengan arah yang terbuka. Maka
digunakannya metode wawancara yang bentuk komunikasinya verbal antara
penulis dengan partisipan, dengan kata lain semacam percakapan untuk
memperoleh informasi tentang happiness remaja tersebut.
3. Angket atau kuesioner
Angket merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara
memberi seperangkat pertanyaan atau pertanyaan tertulis kepada responden untuk
dijawabnya. Angket atau kuesioner dipakai untuk menyebut metode maupun
instrument.
Penelitian ini menggunakan kuesioner milik Zuraidha (2012) dengan
penelitian yang berjudul “Regulasi Emosi dan Happiness Pada Siswa Kelas X
Program Reguler dan Akselerasi SMA Negeri Malang” dan sudah dilakukan uji
validitas. Kuesioner tersebut merupakan kuesioner adaptasi dan modifikasi dari
alat ukur happiness dengan skala Oxford Happiness Questionnaire (OHQ) yang
telah dibuat oleh Argyle, Martin & Crossland. Argyle mengemukakan bahwa
terdapat aspek dalam kuesioner ini, diantaranya:
Komponen yang dikembangkan oleh (Argyle, Martin, & Crossland, 1989)
dalam Oxford Happiness Questionnaire (OHQ) antara lain:
● Life Satisfaction: (Kepuasan Hidup) mencakup seperti satisfied with life,
life is rewarding, warmth for other, interested in others, optimistic, find
beauty in things, in control, life has meaning and purpose
● Joy: (Kebahagiaan) mencakup seperti mentally alert, pleased with self,
have fun with others, wake up rested, laugh a lot, feel happy, make
decisions easily
● Self-esteem: (Harga Diri) mencakup seperti world is good, committed and
involved, look attractive, life is good, feel energetic
● Calm: (Ketenangan) mencakup seperti find things amusing, can organise
time, happy memories.
● Contol: (Kontrol Diri) mencakup seperti joy and elation, cheerful effect on
others, done things wanted, can do most things
● Efficacy: (Kemudahan) mencakup seperti feel healthy
Gambaran umum partisipan berisi data demografi responden yang meliputi usia, dan
jenis kelamin. Berikut akan dijelaskan dalam jumlah presentasi
18 3 30%
19 1 10%
20 3 30%
21 3 30%
Total 10 100%
Berdasarkan tabel dan diagram diatas dapat terlihat bahwa responden yang berada
pada kelompok usia 18, 20, dan 21 memiliki presentase yang sama yaitu 30%, sedangkan
responden yang berada pada kelompok usia 19 tahun memiliki presentase yang paling rendah
yaitu 10%.
Laki-Laki 2 20 %
Perempuan 8 80 %
Total 10 100%
Berdasarkan tabel dan diagram diatas dapat terlihat bahwa paling banyak responden
berjenis kelamin perempuan sebanyak 8 orang sebesar 80%.
a. Uji Normalitas
Uji normalitas digunakan untuk mengetahui kenormalan data populasi
sebelum dan sesudah treatment positive self-talk. Pengujian normalitas
menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov test dengan bantuan SPSS 25.0 for
windows. Secara ringkas uji normalitas didapatkan sebagai berikut.
Setelah mendapatkan data dalam uji normalitas dan homogen, maka langkah
selanjutnya yang akan dilakukan adalah pengujian terhadap hasil treatment positive self-
talk dalam pretest dan posttest. Pengujian ini meliputi uji Paired Sample T-test, pengujian
ini dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh positive self-talk terhadap
happiness remaja.
a. Uji Paired Sample T-test
Uji Paired Sample T-test adalah pengujian yang digunakan untuk
membandingkan selisih dua mean dari dua sampel yang berpasangan dengan
asumsi data berdistribusi normal. Merujuk pada hasil data normalitas diatas
maka dapat dilakukan uji paired sample t-test hal ini dikarenakan data
berdistribusi normal. Berdasarkan hasil uji paired sample t-test yang dilakukan
untuk melihat pengaruh positive self-talk terhadap happiness remaja diperoleh
hasil sebagai berikut:
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan analisis dan pembahasan hasil penelitian mengenai Pengaruh Positive Self-
talk Terhadap Happiness Pada Remaja, dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui seberapa besar perbedaan skor happiness sebelum dan sesudah
pemberian treatment dengan teknik positive self-talk. Metode yang digunakan
untuk menganalisis uji-t adalah dengan menggunakan program Paired sample T-
Test karena data yang dihasilkan normal dari SPSS 25,00 for Windows.
2. Karakteristik responden pada penelitian ini didasarkan pada jenis kelamin dan
usia. Responden yang berada pada kelompok usia 18, 20, dan 21 memiliki
presentase yang sama yaitu 30%, sedangkan responden yang berada pada
kelompok usia 19 tahun memiliki presentase yang paling rendah yaitu 10%.
3. Berdasarkan hasil pengujian Kolmogorov-smirnov test, diketahui bahwa variabel
sebelum dilakukannya treatment (D(10) = 0.235, p > 0.05) dan variabel setelah
dilakukannya treatment (D(10) = 0.156, p > 0.05) sama-sama terdistribusi normal.
4. Berdasarkan hasil pengujian paired sample t-test, diketahui bahwa secara
signifikan terdapat perbedaan antara sebelum treatment positive self-talk
dilakukan (M = 69.80, SD = 2.300) dengan setelah treatment positive self-talk
dilakukan (M = 79.60, SD = 2.989), t(9) = -9509, p < 0.05.
5. Maka, dapat disimpulkan hipotesis alternatif diterima, yaitu terdapat perbedaan
antara sebelum treatment positive self-talk dilakukan.
Mardiah, I. (2011). Pengaruh religiusitas dan family support terhadap happiness pada lansia
di panti werdha.
Reviliana, M. (2019). Penggunaan Teknik Positive Self-Talk Untuk Membantu
Mengembangkan Motivasi Belajar. Journal of Chemical Information and Modeling,
53(9), 1689–1699.
Santrock, J. W. (2011). Life-Span Development (13th ed.). McGraw-Hill Companies, Inc.
Seligman, M. E. P. (2005). Authentic happiness: Menciptakan kebahagiaan dengan psikologi
positif. Alih Bahasa: Eva Yulia Nukman. Bandung: PT. Mizan Pustaka.
Shafigh, M. R., Rougoushouee, R. A., & Yosefian, S. T. (2016). The Effectiveness of Positive
Inner Self-Talks Training in Increasing the Happiness of Spouses of Veterans
Introduction : 3(4), 25–32.
Widiyastuti, P. A. (2014). Efektivitas Metode Positive Self-talk Terhadap Peningkatan
Kepercayaan Diri Pada Siswa Kelas VIII SMPN 4 Karanganom. 2(16), 131.
Ananda, S. S. D., & Apsari, N. C. (2020). MENGATASI STRESS PADA REMAJA SAAT
PANDEMI COVID-19 DENGAN TEKNIK SELF-TALK. Prosiding Penelitian dan
Pengabdian kepada Masyarakat, 7(2), 248-256.
Tod, D., Hardy, J., & Oliver, E. (2011). Effects of self-talk: A systematic review. Journal of
Sport and Exercise Psychology, 33(5), 666-687.
Wahid, M. (2019). Penerapan Terapi Positive Self-talk dan Doa melalui Pendekatan
Cognitive Behaviour Therapy (CBT) dalam Menangani Masalah Prokrastinasi pada
Seorang Mahasiswi di UIN SUNAN AMPEL SURABAYA (Doctoral dissertation,
Fakultas Dakwah dan Komunikasi).
WHO. (2018). Handout for Module A Introduction on adolescent health for health care
providers.
Zuraidha, V. N. (2012). Regulasi emosi dan happiness pada siswa kelas X program reguler
dan akselerasi SMA Negeri 3 Malang (Doctoral dissertation, Universitas Islam Negeri
Maulana Malik Ibrahim).
LAMPIRAN
1. Table Blue Print
Blue Print skala Happiness
No Aspek Indikator Sebaran Item Jumlah
Favourabel
1. Life Satisfaction Puas terhadap hidup, 3, 17, 2, 14, 4 5
hidup berharga, senang
dengan diri, hidup
yang baik, tertarik
pada orang lain,
menemukan hal
menarik dan
kehangatan bagi orang
lain.
2. Joy Merasa senang, 6, 22, 12, 1, 7, 15 6
optimistik, gembira,
dapat mengatur waktu,
bersenang-senang
bersama orang lain,
membuat orang lain
ceria, merasa bahwa
dunia itu indah, dan
menemukan hal yang
menarik.
3. Self-Esteem Pengaruh yang baik, 26, 28, 13 3
berenergim merasa
sehat, terlibat dan
komitmen.
4. Calm Bangun dengan 29, 21, 18 3
perasaan tenang,
mental yang kuat,
kenangan yang indah.
5. Control Terkendali, membuat 23, 20, 11 3
keputusan dengan
mudah, dapat
melakukan banyak hal,
mengontrol tawa.
6. Efficacy Tercapainya 16 1
Total 21 tem
2. Pertanyaan Kuesioner
B. IDENTITAS RESPONDEN
Nama : ……………………………
Umur : ……………………………
Jenis Kelamin : Laki-laki/Perempuan*Coret yang tidak perlu*