Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN PENDAHULUAN

CEREBROVASCULAR ACCIDENT INTRACEREBRAL HEMORHAGIC


(CVA-ICH)

Disusun untuk Memenuhi Tugas Laporan Individu Profesi Ners Departemen


Medical di Ruang 26 Stroke Unit RSUD. Dr. Saiful Anwar Malang

Oleh:

NOVELIA AYUDITA HAFNA B


180070300111030

PROGRAM PROFESI NERS


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2019
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN dan ASKEP

CEREBROVASCULAR ACCIDENT INTRACEREBRAL HEMORHAGIC

(CVA-ICH)

DI RUANG ICU RSUD dr SAIFUL ANWAR MALANG

Untuk Memenuhi Tugas Profesi Departemen Medical

Oleh :

NOVELIA AYUDITA HAFNA B

180070300111030

Telah diperiksa dan disetujui pada :

Hari :

Tanggal:

Pembimbing Akademik Pembimbing Lahan

( ) ( )
Cerebrovascular Accident: Intracerebral Hemorhagic
(CVA-ICH)
1. Definisi
Stroke adalah disfungsi neurologis yang umum dan timbul secara mendadak
sebagai akibat dari adanya gangguan suplai darah ke otak dengan tanda dan
gejala sesuai dengan daerah otak yang terganggu (WHO, 1989). Gangguan suplai
oksigen ini disebabkan oleh 2 hal, yaitu iskemik (85% kasus) dan hemoragik (15%
kasus). Stroke iskemik terjadi akibat pembuluh darah mengalami sumbatan,
sehingga mengakibatkan hipoperfusi pada jaringan otak. Sedangkan stroke
hemoragik terjadi akibat adanya ekstravasasi darah/perdarahan pada otak
(Smeltzer and Barre, 2010).
CVA Intracerebral Haemorrhage (ICH) adalah perdarahan yang terjadi didalam
jaringan otak yang diakibatkan oleh pecahnya pembuluh darah (intraparenkimal) di
otak (Nishijima et al., 2012). Perdarahan intraserebral menyebabkan 10-15% kasus
serangan stroke pertama kalinya, dengan angka kematian selama 30 hari dari 35%
menjadi 52% dimana setengah dari angka kematian tersebut terjadi dalam 2 hari
pertama. Dalam suatu penelitian pada1041 kasus ICH didapatkan 50% pada lokasi
yang dalam, 35% lobar, 10% cerebelar, dan 6% pada otak (Broederick et al.,
2007).

2. Etiologi
Etiologi ICH (Morgenstern et al., 2010), yaitu:
A. Primary
a) Chronic Hypertension
Akibat tekanan darah sitolik >140 mmHg dan diastolic >90 mmHg atau
terjadinya krisis hipertensi dengan peningkatan tekanan darah sistolik >180
mmHg dan diastolic >120 mmHg secara mendadak, dapat menyebabkan
tekanan pada dinding arteri otak yang memicu terjadinya perdarahan di otak
b) Cerebral amyloid angiopathy (CAA)
Protein (amyloid) menumpuk di dalam pembuluh darah di otak. Hal ini
menyebabkan kerusakan yang menyebabkan rupturnya arteri didalam otak.
c) Penggunaan Anticoagulant/fibrinolytic
Peningkatan resiko perdarahan pada individu yang baru saja menjalani
operasi dan aneurisma otak
d) Penggunaan Antiplatelet (Aspirin)
Menghambat secara irreversible siklooksigenase sehingga mencegah
konversi asam arakhidonat menjadi tromboxan A2 yang merupakan
vasokonstriktor kuat dan stimulator agregasi platelet. Aspirin juga
menghambat aktifitas prostasiklin (PGI2) pada otot polos dinding vascular.
Namun, memiliki efek samping pada gastrointestinal, perdarahan, dan alergi.
e) Penggunaan Obat
(Methamphetamine, norepinefrin, LSD, heroin, dan kokain). Amfetamin
menyebabkan sebuah vaskulitis nekrosis yang mengakibatkan pendarahan
petechial menyebar atau iskemia dan infark.
f) Bleeding Disorders
- Hemophilia (lamanya darah untuk membeku); akibat perdarahan yang
berlebih dan sulit untuk diatasi pada bagian otak
- Sickle cell anemia; akibat kondisi tubuh menyebabkan Pembuluh darah
mengalami vasokontriksi >> dan darah yang berasal dari jantung tidak
bisa mengirimkan O2 ke otak.

B. Secondary
a) Vascular Malformations; adanya malformasi pda arteri, vena, dan limfe dapat
menyebabkan pembengkakan pada area tertentu di bagian pembuluh darah
yang dapat memicu perdarahan.
b) Aneurysms
Menggelembungnya bagian dari dinding pembuluh darah akibat titik lemah di
dinding terakhir. Seiring dengan tumbuhnya aneurisma, dinding pembuluh
darah menjadi menipis dan melemah.
c) Tumors; akibat perdarahan dari tumor atau massa otak dapat menyebabkan
stroke hemoragik.
d) Hemorrhagic transformation; komplikasi dari acute ischemic stoke setelah
menjalani terapai thrombolytic yang mengacu pada spectrum perdarahan otak
dan berhubungan dengan kondisi iskemia.
e) Venous infraction with hemorrhage secondary to cerebral venous thrombosis;
disebabkan oleh penyumbatan lumen pembuluh darah otak akibat penebalan
dari trombus dan terjadi pada titik percabangan arteri serebral khususnya
distribusi arteri carotis interna
f) Moya Moya disease; bagian dinding arteri mengalami vasokontriksi>>,
sehingga sirkulasi darah ke bagian otak menurun
3. Klasifikasi
A. Stroke (CVA) Iskemik
Stroke iskemik adalah tersumbatnya pembuluh darah yang menyebabkan aliran
darah ke otak sebagian atau keseluruhan menjadi terhenti. 85% stroke iskemik
disebabkan oleh sumbatan akibat bekuan darah, penyempitan pembuluh darah
arteri otak, dan embolus (kotoran) yang terlepas dari jantung atau pembuluh
darah arteri ekstrakranii yang menyebabkan sumbatan di satu atau beberapa
pembuluh darah arteri intrakranii (Muttaqin, 2008).
Stroke non hemoragik dapat dijumpai dalam 4 bentuk klinis yaitu:
a. Serangan Iskemia Sementara/Transient Ischemic Attack (TIA)
Pada bentuk ini gejalah neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran
darah di otak akan menghilang dalam waktu kurang dari 24 jam.
b. Defisit Neurologik Iskemia Sementara/Reversible Ischemic Neurological
Deficit (RIND).
Gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih dari 24
jam hingga ≤ 21 hari.
c. Stroke progresif (Progressive Stroke/Stroke in evolution)
Gejala neurologik makin lama makin berat.
d. Stroke komplet (Completed Stroke/Permanent Stroke)
Gejala klinis sudah menetap.
B. Stroke (CVA) Hemoragik
Stroke hemoragik adalah stroke yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh
darah di otak. Stroke hemoragik disebabkan oleh perdarahan ke dalamjaringan
otak atau kedalamruang subaraknoid (ruang permukaan otak dan lapisan
jaringan yang menutupi otak) dan termasuk jenis stroke yang memiliki angka
kematian tinggi (PERDOSSI, 2011). Stroke hemoragik dibagi menjadi :
- Intracerebral Hemorrhage (ICH)
Suatu keadaan perdarahan yang terjadi dalam substansi otak, perdarahan
yang terjadi biasanya pada pembuluh darah arteri dan berada pada lobus
serebral, ganglia basalis, thalamus, batang otak (terutama pons), serta
serebelum. Stroke perdarahan intraserebral atau perdarahan intraserebral
primer adalah suatu sindroma yang ditandai adanya perdarahan spontan ke
dalam substansi otak (Gilroy, 2000).
- Subarakhnoid Hemorrhage (SAH)
Menurut American Association of Neuroscience Nurses (AANN) pada tahun
2009 mendefinisikan subarakhnoid hemorrhage (SAH) adalah stroke
perdarahan dimana darah dari pembuluh darah memasuki ruang
subarachnoid yaitu ruang di antara lapisan dalam (Pia mater) dan lapisan
tengah (arachnoid mater) dari jaringan selaput otak (meninges). Penyebab
paling umum adalah pecahnya tonjolan (aneurisma) dalam arteri basal otak
atau pada sirkulasi willisii.
Pecahnya arteri dan keluarnya ke ruang sub arachnoid menyebabkan
TIK meningkat mendadak, meregangnya struktur peka nyeri dan
vasospasme pembuluh darah serebral yang berakibat disfungsi otak global
(nyeri kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparese, gangguan
hemi sensorik, afasia, dll) (Siti Rohani, 2000).

4. Faktor Resiko
Terdapat beberapa faktor resiko terjadinya stroke dikelompokan menjadi dua
menurut Bahrudin (2012) dan Nishijima et al.(2012)., yaitu:

Tidak dapat di modifikasi


Umur Sekitar 30%stroke terjadi sebelum usia 65 tahun dan 70% terjadi pada
usia >65 tahun
Seks Risiko stroke pria 1,25 lebih tinggi dari pada wanita, tetapi serangan
stroke pada pria terjadi di usia lebih muda sehingga tingkat
kelangsungan hidup lebih tinggi.
Keturunan Jenis stroke bawaan adalah cerebral autosomal-dominant arteriopathy
dengan infark subkortikal dan leukoensepalopati (cadasil)pada
kromosom 19Q12.
Dapat di modifikasi
Hipertensi Tekanan darah sitolik >140 mmHg dan diastolic >90 mmHg
menyebabkan tekanan pada dinding arteri otak dan mendorong
terbentuknya bekuan darah, serta aneurisma yang memicu terjadinya
perdarahan di otak
Infark Miokard Terhentinya aliran darah dari arteri koroner pada area yang terkena yang
dapat menyebabkan jantung kekurangan O2 (iskemia) dan sel-sel
jantung mengalami nekrosis
Fibrilasi Atrial Aktivitas atrium yang cepat dan tidak efektif serta kontraksi ventrikular
yang tidak teratur menyebabkan atrium gagal mengalirkan darah ke
ventrikel yang ditandai dengan HR ±100-175 x/menit, sehingga dapat
meningkatkan resiko terjadinya penggumpalan darah di otak dan gagal
jantung
Diabetus Melitus Terbentuknya plak aterosklerotik pada dinding pembuluh darah yang
disebabkan oleh gangguan metabolisme glukosa sistemik.Hiperglikemia
dapat menurunkan sintesis protasiklin, meningkatkan pembentukan
trombosis dan menyebabkan lisis protein pada dinding arteri.
Hiperlipidemia Berhubungan dengan artherosclerosis yang menyebabkan terjadi
akumulasi lemak dan sel-sel mengalami inflamasi, apabila diikuti dengan
hipertropi sel otot polos arterial akan menghasilkan pembentukan plak.
Pada keadaan stress, plak akan pecah sehingga terjadi pemejanan
kolagen, agregasi platelet dan pembentukan klot yang masuk dalam
pembuluh darah, sehingga menyebabkan penyumbatan dan gangguan
aliran darah.
Stenosis arteri Terjadi penyempitan pada pembuluh darah arteri karotis yang dapat
karotis mengakibatkan ventrikel tidak dapat mengembang sempurna dan fungsi
asimtomatis jantung tidak adekuat, sehingga suplai O2 ke otak berkurang

Merokok Merokok menyebabkan penyempitan dan pengerasan arteri di seluruh


tubuh, sehingga merokok mendorong terjadinya aterosklerosis,
mengurangi aliran darah, dan menyebabkan darah cepat menggumpal
(karena meningkatkan konsentrasi fibrinogen). Merokok juga dapat
meningkatkan pembentukan dan pertumbuhan aneurisma intrakranium.
Kurang Aktivitas Kurangi aktivitas fisik secara teratur dapat meningkatkan tekanan darah
fisik dan gula darah, meningkatkan kadar kolesterol LDL dan menurunkan
kolesterol HDL, dan meningkatkan berat badan.
Obesitas Obesitasdapat menyebabkan terjadinya stroke lewat efek snoring atau
mendengkur dan sleep apnea, karena terhentinya suplai oksigen secara
mendadak di otak.

5. Manifestasi Klinis
Gambaran klinis yang sering terjadi antara lain;
- Nyeri kepala akut dan terasa berat,
- leher bagian belakang kaku,
- muntah,
- penurunan kesadaran yang berkembang cepat sampai keadaan koma
- Pasien dengan perdarahan pada lobus temporal atau lobus frontal dapat
mengalami seizure/kejang tiba-tiba yang dapat diikuti kelumpuhan kontralateral
- 90% menunjukkan adanya darah dalam cairan serebrospinal (bila perdarahan
besar dan atau letak dekat ventrikel), dari semua pasien ini 70-75% akan
meninggal dalam waktu 1-30 hari, biasanya diakibatkan karena meluasnya
perdarahan sampai ke system ventrikel, herniasi lobus temporalis, dan
penekanan mesensefalon, atau mungkin disebabkan karena perembasan
darah ke pusat-pusat yang vital (Hieckey, 1997; Smletzer & Bare, 2005).

Gejala CVA sesuai dengan Area arteri yang terkena


hemiparesis dysphasia Perubahan Penurunan ataksia
visual level
kesadaran
Karotid v v v v
Cerebral v v v v
tengah
vertebrobasilar v v

Tabel 2. Gejala CVA berdasarkan Area yang Terkena serangan


Keterangan:
- Hemiparesis : paralisis/kelumpuhan otot pada salah satu sisi tubuh
Gambar 2. Bagian otak yang mengalami stroke berlawanan dengan
kelumpuhan yang terjadi

- Dysphasia : kesulitan dalam mengucapkan atau menyusun kata-kata


- Perubahan visual : perubahan lapang pandang penderita. Contoh lapang
pandang penderita stroke tergantung pada area otak yang mengalami
gangguan. Berikut adalah perubahan lapang pandang yang dapat terjadi:

Gambar 3. Gambaran perubahan visual pada penderita stroke


- Penurunan level kesadaran : penurunan Glasgow coma scale
- Ataksia : kegagalan otak untuk mengontrol pergerakan
tubuh, sehingga gerakan tubuh menjadi tidak terkendali

Manifestasi Jangka Pendek Manifestasi Jangka Panjang


- Deteriorasi neurologic - Fungsi motorik terganggu
- Resiko kegagalan respirasi - Apasia
- Emosi labil
- Ketidakmampuan dalam
memenuhi ADL
- Pengabaian unilateral
- Homonymous hemianopsia

6. Patofisiologi
(Terlampir)

7. Pemeriksaan Diagnostik

a) Angiografi serebral
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara apesifik seperti perdarahan
arteriovena atau adanya ruptur.
b) CT Scan
Memperlihatkan secara spesifik letak oedema, posisi hematoma, adanya
jaringan otak yang infark atau iskemia serta posisinya secara pasti. CT scan
merupakan pemeriksaan paling sensitif untuk PIS dalam beberapa jam pertama
setelah perdarahan. CT-scan dapat diulang dalam 24 jam untuk menilai
stabilitas.
c) Pungsi lumbal
Tekanan yang meningkat dan di sertai dengan bercak darah pada cairan lumbal
menunjukkan adanya haemoragia pada sub arachnoid atau perdarahan pada
intrakranial. Peningkatan jumlah protein menunjukan adanya proses inflamasi.
d) MRI (Magnetic Imaging Resonance)
Dengan menggunakan gelombang magnetic untuk menentukan posisi serta
besar/ luas terjadinya perdarahan otak.

e) USG Dopler
Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah sistem karotis).
f) EEG
Melihat masalah yang timbul dampak dari jaringan yang infark sehingga
menurunnya impuls listrik dalam jaringan otak.
Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan darah lengkap
Untuk mengetahui adanya anemia, trombositopenia dan leukositosis yang
dapat menjadi factor risiko stroke hemoragik
b. Pemeriksaan glukosa darah
Untuk mengetahui kadar glukosa darah sebagai sumber bahan bakar untuk
metabolism sel otak. Apabila kadar glukosa darah yang terlalu rendah maka
akan dapat terjadi kerusakan pada jaringan otak
c. Pemeriksaan analisa gas darah
Untuk mengetahui gas darah yang disuplai ke jaringan otak sebagai sumber
untuk metabolisme
d. Pemeriksaan serum elektrolit
e. Pemeriksaan LED (Laju Endap Darah)
Mengetahui adanya hiperviskositas yang dapat menjadi factor risiko stroke
hemoragik
f. Pemeriksaan faal hemostatis
Untuk mengetahui adanya risiko perdarahan sebagai komplikasi dan pencetus
stroke hemoragik
Cara Pemeriksaan Saraf Kranial
Mengkaji Kekuatan Otot

a. Pemeriksaan Saraf Kranial


1. Fungsi saraf kranial I (N Olvaktorius)
Pastikan rongga hidung tidak tersumbat oleh apapun dan cukup bersih.
Lakukan pemeriksaan dengan menutup sebelah lubang hidung klien dan dekatkan
bau-bauan seperti kopi dengan mata tertutup klien diminta menebak bau tersebut.
Lakukan untuk lubang hidung yang satunya.
2. Fungsi saraf kranial II (N. Optikus)
a. Catat kelainan pada mata seperti katarak dan infeksi sebelum pemeriksaan.
Periksa ketajaman dengan membaca, perhatikan jarak baca atau
menggunakan snellenchart untuk jarak jauh.
b. Periksa lapang pandang: Klien berhadapan dengan pemeriksa 60-100 cm,
minta untuk menutup sebelah mata dan pemeriksa juga menutup sebelah mata
dengan mata yang berlawanan dengan mata klien. Gunakan benda yang
berasal dari arah luar klien dank lien diminta , mengucapkan ya bila pertama
melihat benda tersebut. Ulangi pemeriksaan yang sama dengan mata yang
sebelahnya. Ukur berapa derajat kemampuan klien saat pertama kali melihat
objek. Gunakan opthalmoskop untuk melihat fundus dan optic disk (warna dan
bentuk)
3. Fungsi saraf kranial III, IV, VI (N. Okulomotoris, Troklear dan Abdusen)
a. Pada mata diobservasi apakah ada odema palpebra, hiperemi konjungtiva, dan
ptosis kelopak mata
b. Pada pupil diperiksa reaksi terhadap cahaya, ukuran pupil, dan adanya
perdarahan pupil
c. Pada gerakan bola mata diperiksa enam lapang pandang (enam posisi
cardinal) yaitu lateral, lateral ke atas, medial atas, medial bawah lateral bawah.
Minta klien mengikuti arah telunjuk pemeriksa dengan bolamatanya
4. Fungsi saraf kranial V (N. Trigeminus)
a. Fungsi sensorik diperiksa dengan menyentuh kilit wajah daerah maxilla,
mandibula dan frontal dengan mengguanakan kapas. Minta klien mengucapkan
ya bila merasakan sentuhan, lakukan kanan dan kiri.
b. Dengan menggunakan sensori nyeri menggunakan ujung jarum atau peniti di
ketiga area wajah tadi dan minta membedakan benda tajam dan tumpul.
c. Dengan mengguanakan suhu panas dan dingin juag dapat dilakukan diketiga
area wajah tersebut. Minta klien menyebabkanutkan area mana yang
merasakan sentuhan. Jangan lupa mata klien ditutup sebelum pemeriksaan.
d. Dengan rasa getar dapat pukla dilakukan dengan menggunakan garputala yang
digetarkan dan disentuhkan ke ketiga daerah wajah tadi dan minta klien
mengatakan getaran tersebut terasa atau tidak
e. Pemerikasaan corneal dapat dilakukan dengan meminta klien melihat lurus ke
depan, dekatkan gulungan kapas kecil dari samping kea rah mata dan lihat
refleks menutup mata.
f. Pemeriksaan motorik dengan mengatupkan rahang dan merapatkan gigi
periksa otot maseter dan temporalis kiri dan kanan periksa kekuatan ototnya,
minta klien melakukan gerakan mengunyah dan lihat kesimetrisan gerakan
mandibula.
5. Fungsi saraf kranial VII (N. Fasialis)
a. Fungsi sensorik dengan mencelupkan lidi kapas ke air garam dan sentuhkan ke
ujung lidah, minta klien mengidentifikasi rasa ulangi untuk gula dan asam
b. Fungsi motorik dengan meminta klien tersenyum, bersiul, mengangkat kedua
al;is berbarengan, menggembungkan pipi. Lihat kesimetrisan kanan dan kiri.
Periksa kekuatan otot bagian atas dan bawah, minta klien memejampan mata
kuat-kuat dan coba untuk membukanya, minta pula klien utnuk
menggembungkan pipi dan tekan dengan kedua jari.
6. Fungsi saraf kranial VIII (N. Vestibulokoklear)
a. cabang vestibulo dengan menggunakan test pendengaran mengguanakan
weber test dan rhinne test
b. Cabang choclear dengan rombreng test dengan cara meminta klien berdiri
tegak, kedua kaki rapat, kedua lengan disisi tubuh, lalu observasi adanya
ayunan tubuh, minta klien menutup mata tanpa mengubah posisi, lihat apakah
klien dapat mempertahankan posisi
7. Fungsi saraf kranial IX dan X (N. Glosovaringeus dan Vagus)
a. Minta klien mengucapkan aa lihat gerakan ovula dan palatum, normal bila uvula
terletak di tengan dan palatum sedikit terangkat.
b. Periksa gag refleks dengan menyentuh bagian dinding belakang faring
menggunakan aplikator dan observasi gerakan faring.
c. Periksa aktifitas motorik faring dengan meminta klien menel;an air sedikit,
observasi gerakan meelan dan kesulitan menelan. Periksa getaran pita suara
saat klien berbicara.
8. Fungsi saraf kranial XI(N. Asesoris)
a. Periksa fungsi trapezius dengan meminta klien menggerakkan kedua bahu
secara bersamaan dan observasi kesimetrisan gerakan.
b. Periksa fungsi otot sternocleidomastoideus dengan meminta klien menoleh ke
kanan dan ke kiri, minta klien mendekatkan telinga ke bahu kanan dan kiri
bergantian tanpa mengangkat bahu lalu observasi rentang pergerakan sendi
c. Periksa kekuatanotottrapezius dengan menahan kedua bahu klien dengan
kedua telapak tangan danminta klien mendorong telapak tangan pemeriksa
sekuat-kuatnya ke atas, perhatikan kekuatan daya dorong.
d. Periksa kekuatan otot sternocleidomastoideus dengan meminta klien untuk
menoleh kesatu sisi melawan tahanan telapak tangan pemeriksa, perhatikan
kekuatan daya dorong
9. Fugsi saraf kranial XII (N. Hipoglosus)
a. Periksa pergerakan lidah, menggerakkan lidah kekiri dan ke kanan, observasi
kesimetrisan gerakan lidah
b. Periksa kekuatan lidah dengan meminta klien mendorong salah satu pipi
dengan ujung lidah, dorong bagian luar pipi dengan ujung lidah, dorong kedua
pipi dengan kedua jari, observasi kekuatan lidah, ulangi pemeriksaan sisi yang
lain
b. Pemeriksaan Fungsi Motorik
Sistem motorik sangat kompleks, berasal dari daerah motorik di corteks cerebri,
impuls berjalan ke kapsula interna, bersilangan di batang traktus pyramidal medulla
spinalis dan bersinaps dengan lower motor neuron.
Pemeriksaan motorik dilakukan dengan cara observasi dan pemeriksaan
kekuatan.
1. Massa otot : hypertropi, normal dan atropi
2. Tonus otot : Dapat dikaji dengan jalan menggerakkan anggota gerak pada berbagai
persendian secara pasif. Bila tangan / tungkai klien ditekuk secara berganti-ganti
dan berulang dapat dirasakan oleh pemeriksa suatu tenaga yang agak menahan
pergerakan pasif sehingga tenaga itu mencerminkan tonus otot.
a. Bila tenaga itu terasa jelas maka tonus otot adalah tinggi. Keadaan otot disebut
kaku. Bila kekuatan otot klien tidak dapat berubah, melainkan tetap sama. Pada
tiap gerakan pasif dinamakan kekuatan spastis. Suatu kondisi dimana kekuatan
otot tidak tetap tapi bergelombang dalam melakukan fleksi dan ekstensi
extremitas klien.
b. Sementara penderita dalam keadaan rileks, lakukan test untuk menguji tahanan
terhadap fleksi pasif sendi siku, sendi lutut dan sendi pergelangan tangan.
c. Normal, terhadap tahanan pasif yang ringan / minimal dan halus.

3. Kekuatan otot :
Aturlah posisi klien agar tercapai fungsi optimal yang diuji. Klien secara aktif
menahan tenaga yang ditemukan oleh sipemeriksa. Otot yang diuji biasanya dapat
dilihat dan diraba. Gunakan penentuan singkat kekuatan otot dengan skala Lovett’s
(memiliki nilai 0 – 5)
0 = tidak ada kontraksi sama sekali.
1 = gerakan kontraksi.
2 = kemampuan untuk bergerak, tetapi tidak kuat kalau melawan tahanan atau
gravitasi.
3 = cukup kuat untuk mengatasi gravitasi.
4 = cukup kuat tetapi bukan kekuatan penuh.
5 = kekuatan kontraksi yang penuh.
‘c. Pemeriksaan Fungsi Sensorik
Pemeriksaan sensorik adalah pemeriksaan yang paling sulit diantara
pemeriksaan sistem persarafan yang lain, karena sangat subyektif sekali. Oleh sebab
itu sebaiknya dilakukan paling akhir dan perlu diulang pada kesempatan yang lain
(tetapi ada yang menganjurkan dilakukan pada permulaan pemeriksaan karena pasien
belum lelah dan masih bisa konsentrasi dengan baik).
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengevaluasi respon klien terhadap beberapa
stimulus. Pemeriksaan harus selalu menanyakan kepada klien jenis stimulus.
Gejala paresthesia (keluhan sensorik) oleh klien digambarkan sebagai
perasaan geli (tingling), mati rasa (numbless), rasa terbakar/panas (burning), rasa
dingin (coldness) atau perasaan-perasaan abnormal yang lain. Bahkan tidak jarang
keluhan motorik (kelemahan otot, twitching / kedutan, miotonia, cramp dan
sebagainya) disajikan oleh klien sebagai keluhan sensorik. Bahan yang dipakai untuk
pemeriksaan sensorik meliputi:
1. Jarum yang ujungnya tajam dan tumpul (jarum bundel atau jarum pada
perlengkapan refleks hammer), untuk rasa nyeri superfisial.
2. Kapas untuk rasa raba.
3. Botol berisi air hangat / panas dan air dingin, untuk rasa suhu.
4. Garpu tala, untuk rasa getar.
5. Lain-lain (untuk pemeriksaan fungsi sensorik diskriminatif) seperti :
a. Jangka, untuk 2 (two) point tactile dyscrimination.
b. Benda-benda berbentuk (kunci, uang logam, botol, dan sebagainya), untuk
pemeriksaan stereognosis
c. Pen / pensil, untuk graphesthesia.

d. Pemeriksaan Fungsi Refleks


Pemeriksaan aktifitas refleks dengan ketukan pada tendon menggunakan
refleks hammer. Skala untuk peringkat refleks yaitu :
0 = tidak ada respon
1 = hypoactive / penurunan respon, kelemahan (+)
2 = normal (++)
3 = lebih cepat dari rata-rata, tidak perlu dianggap abnormal (+++)
4 = hyperaktif, dengan klonus (++++)
Refleks-refleks yang diperiksa adalah :
1) Refleks patella
Pasien berbaring terlentang, lutut diangkat ke atas sampai fleksi kurang lebih
300. Tendon patella (ditengah-tengah patella dan tuberositas tibiae) dipukul
dengan refleks hammer. Respon berupa kontraksi otot quadriceps femoris yaitu
ekstensi dari lutut.
2) Refleks biceps
Lengan difleksikan terhadap siku dengan sudut 900 , supinasi dan lengan
bawah ditopang pada alas tertentu (meja periksa). Jari pemeriksa ditempatkan
pada tendon m. biceps (diatas lipatan siku), kemudian dipukul dengan refleks
hammer.
Normal jika timbul kontraksi otot biceps, sedikit meningkat bila terjadi fleksi
sebagian dan gerakan pronasi. Bila hyperaktif maka akan terjadi penyebaran
gerakan fleksi pada lengan dan jari-jari atau sendi bahu.
3) Refleks triceps
Lengan ditopang dan difleksikan pada sudut 900 , tendon triceps diketok
dengan refleks hammer (tendon triceps berada pada jarak 1-2 cm diatas
olekranon).
Respon yang normal adalah kontraksi otot triceps, sedikit meningkat bila ekstensi
ringan dan hyperaktif bila ekstensi siku tersebut menyebabkanar keatas sampai
otot-otot bahu atau mungkin ada klonus yang sementara.
4) Refleks achilles
Posisi kaki adalah dorsofleksi, untuk memudahkan pemeriksaan refleks ini kaki
yang diperiksa bisa diletakkan / disilangkan diatas tungkai bawah kontralateral.
Tendon achilles dipukul dengan refleks hammer, respon normal berupa gerakan
plantar fleksi kaki.
5) Refleks abdominal
Dilakukan dengan menggores abdomen diatas dan dibawah umbilikus. Kalau
digores seperti itu, umbilikus akan bergerak keatas dan kearah daerah yang
digores.
6) Refleks Babinski
Merupakan refleks yang paling penting . Ia hanya dijumpai pada penyakit
traktus kortikospinal. Untuk melakukan test ini, goreslah kuat-kuat bagian lateral
telapak kaki dari tumit kearah jari kelingking dan kemudian melintasi bagian jantung
kaki. Respon Babinski timbul jika ibu jari kaki melakukan dorsifleksi dan jari-jari
lainnya tersebar. Respon yang normal adalah fleksi plantar semua jari kaki.
Pemeriksaan khusus sistem persarafan, untuk mengetahui rangsangan selaput
otak (misalnya pada meningitis) dilakukan pemeriksaan :
1) Kaku kuduk
Bila leher ditekuk secara pasif terdapat tahanan, sehingga dagu tidak dapat
menempel pada dada, kaku kuduk positif (+).
2) Tanda Brudzinski I
Letakkan satu tangan pemeriksa dibawah kepala klien dan tangan lain didada
klien untuk mencegah badan tidak terangkat. Kemudian kepala klien difleksikan
kedada secara pasif. Brudzinski I positif (+) bila kedua tungkai bawah akan fleksi
pada sendi panggul dan sendi lutut.
3) Tanda Brudzinski II
Tanda Brudzinski II positif (+) bila fleksi tungkai klien pada sendi panggul
secara pasif akan diikuti oleh fleksi tungkai lainnya pada sendi panggul dan lutut.
4) Tanda Kernig
Fleksi tungkai atas tegak lurus, lalu dicoba meluruskan tungkai bawah pada
sendi lutut. Normal, bila tungkai bawah membentuk sudut 1350 terhadap tungkai
atas.
Kernig (+) bila ekstensi lutut pasif akan menyebabkan rasa sakit terhadap
hambatan.
5) Test Laseque
Fleksi sendi paha dengan sendi lutut yang lurus akan menimbulkan nyeri
sepanjang m. ischiadicus.
Mengkaji abnormal postur dengan mengobservasi :
1. Decorticate posturing, terjadi jika ada lesi pada traktus corticospinal.
Nampak kedua lengan atas menutup kesamping, kedua siku, kedua
pergelangan tangan dan jari fleksi, kedua kaki ekstensi dengan
memutar kedalam dan kaki plantar fleksi.
2. Decerebrate posturing, terjadi jika ada lesi pada midbrain, pons atau
diencephalon.
Leher ekstensi, dengan rahang mengepal, kedua lengan pronasi,
ekstensi dan menutup kesamping, kedua kaki lurus keluar dan kaki
plantar fleksi.

8. Penatalaksanaan Stroke
Menurut american hearth association (aha), algorithm cva sebagai berikut :
Untuk mengobati keadaan akut perlu diperhatikan faktor-faktor kritis sebagai
berikut:
1. Berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan:
a. Mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu lakukan pengisapan lendir
yang sering, oksigenasi, kalau perlu lakukan trakeostomi, membantu
pernafasan.
b. Mengontrol tekanan darah berdasarkan kondisi pasien, termasuk usaha
memperbaiki hipotensi dan hipertensi.
2. Berusaha menemukan dan memperbaiki aritmia jantung.
3. Merawat kandung kemih, sedapat mungkin jangan memakai kateter.
4. Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan secepat mungkin
pasien harus dirubah posisi tiap 2 jam dan dilakukan latihan-latihan gerak pasif.

Pengobatan Konservatif

1. Vasodilator meningkatkan aliran darah serebral (ADS) secara percobaan, tetapi


maknanya :pada tubuh manusia belum dapat dibuktikan.
2. Dapat diberikan histamin, aminophilin, asetazolamid, papaverin intra arterial.
3. Anti agregasi thrombosis seperti aspirin digunakan untuk menghambat reaksi
pelepasan agregasi thrombosis yang terjadi sesudah ulserasi alteroma.
Pengobatan Pembedahan
Tujuan utama adalah memperbaiki aliran darah serebral:
1. Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu dengan membuka
arteri karotis di leher.
2. Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan manfaatnya
paling dirasakan oleh pasien TIA.
3. Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut
4. Ugasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada aneurisma.

9. Komplikasi
Menurut Wijaya (2013) komplikasi stroke di bagi menjadi 2 (dua) sebagai berikut:
Komplikasi neurology
a. Kerusakan pada mata dan telinga
b. Kelumpuhan
c. Penurunan kesadaran (koma)
d. Tekanan darah sistemik meninggi
e. Reaksi hiperglikemi (kadar gula dalam darah tinggi)
f. Oedema paru
g. Kelainan jantung dan EKG (elektro kardio gram)
h. Sindroma inappropriate ante diuretic hormone (SIADH)

Akibat mobilisasi meliputi :


a. Bronco pneumonia
b. emboli paru
c. depresi
d. nyeri dan kaku bahu
e. kontraktor dan deformitas
f. infeksi traktus urinarius,
g. dekubitus dan atropi otot
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
KLIEN DENGAN CVA-ICH
1. Pengkajian
a. Pengumpulan data
Pengumpulan data adalah mengumpulkan informasi tentang status kesehatan
klien yang menyeluruh mengenai fisik, psikologis, sosial budaya, spiritual,
kognitif, tingkat perkembangan, status ekonomi, kemampuan fungsi dan gaya
hidup klien. (Marilynn E. Doenges et al, 1998)
(a) Data demografi
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin,
pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS,
nomor register, diagnose medis.
(b) Keluhan utama
Didapatkan keluhan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo,
dan tidak dapat berkomunikasi.
(c) Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke hemoragik seringkali berlangsung sangat mendadak, pada
saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual,
muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, disamping gejala kelumpuhan
separoh badan atau gangguan fungsi otak yang lain. (Siti Rochani, 2000)
Sedangkan stroke infark tidak terlalu mendadak, saat istirahat atau bangun
pagi, kadang nyeri copula, tidak kejang dan tidak muntah, kesadaran masih
baik.
(d) Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung, anemia,
riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat
anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan. (Donna D.
Ignativicius, 1995)
(e) Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes
militus. (Hendro Susilo, 2000)
(f) Riwayat psikososial
Stroke memang suatu penyakit yang sangat mahal. Biaya untuk
pemeriksaan, pengobatan dan perawatan dapat mengacaukan keuangan
keluarga sehingga faktor biaya ini dapat mempengaruhi stabilitas emosi dan
pikiran klien dan keluarga.(Harsono, 1996)
(g) Pola-pola fungsi kesehatan
 Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Biasanya ada riwayat perokok, penggunaan alkohol, penggunaan obat
kontrasepsi oral.
 Pola nutrisi dan metabolisme
Adanya gejala nafsu makan menurun, mual muntah pada fase akut,
kehilangan sensasi (rasa kecap) pada lidah, pipi, tenggorokan, disfagia
ditandai dengan kesulitan menelan, obesitas (Doengoes, 2000: 291)
 Pola eliminasi
Gejala menunjukkan adanya perubahan pola berkemih seperti
inkontinensia urine, anuria. Adanya distensi abdomen (distesi bladder
berlebih), bising usus negatif (ilius paralitik), pola defekasi biasanya
terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus.(Doengoes, 1998
dan Doengoes, 2000: 290)
 Pola aktivitas dan latihan
Gejala menunjukkan danya kesukaran untuk beraktivitas karena
kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi, mudah lelah.
Tanda yang muncul adalah gangguan tonus otot (flaksid, spastis),
paralitik (hemiplegia) dan terjadi kelemahan umum, gangguan
penglihatan, gangguan tingkat kesadaran (Doengoes, 1998, 2000: 290)
 Pola tidur dan istirahat
Biasanya klien mengalami kesukaran untuk istirahat karena kejang
otot/nyeri otot
 Pola hubungan dan peran
Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami
kesukaran untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara.
 Pola persepsi dan konsep diri
Klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah, tidak
kooperatif.
 Pola sensori dan kognitif
Pada pola sensori klien mengalami gangguan penglihatan/ kekaburan
pandangan, perabaan/sentuhan menurun pada muka dan ekstremitas
yang sakit. Pada pola kognitif biasanya terjadi penurunan memori dan
proses berpikir.
 Pola reproduksi seksual
Biasanya terjadi penurunan gairah seksual akibat dari beberapa
pengobatan stroke, seperti obat anti kejang, anti hipertensi, antagonis
histamin.
 Pola penanggulangan stress
Klien biasanya mengalami kesulitan untuk memecahkan masalah
karena gangguan proses berpikir dan kesulitan berkomunikasi.
 Integritas ego
Terdapat gejala perasaan tak berdaya, perasaan putus asa dengan
tanda emosi yang labil dan ketidaksiapan untuk marah, sedih dan
gembira, kesulian mengekspresikan diri (Doengoes, 2000: 290)
 Pola tata nilai dan kepercayaan
Klien biasanya jarang melakukan ibadah karena tingkah laku yang tidak
stabil, kelemahan/kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh. (Marilynn E.
Doenges, 2000)
(h) Pemeriksaan fisik
 Keadaan umum
 Kesadaran: umumnya mengelami penurunan kesadaran
 Suara bicara: kadang mengalami gangguan yaitu sukar dimengerti,
kadang tidak bisa bicara
 Tanda-tanda vital: tekanan darah meningkat, denyut nadi bervariasi
 Pemeriksaan integumen
 Kulit: jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika
kekurangan cairan maka turgor kulit kan jelek. Di samping itu perlu
juga dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang
menonjol karena klien stroke hemoragik harus bed rest 2-3 minggu
 Kuku : perlu dilihat adanya clubbing finger, cyanosis
 Rambut : umumnya tidak ada kelainan
 Pemeriksaan kepala dan leher
 Kepala : bentuk normocephalik
 Muka : umumnya tidak simetris yaitu mencong ke salah satu sisi
 Leher : kaku kuduk jarang terjadi (Satyanegara, 1998)
 Pemeriksaan dada
Pada pernafasan kadang didapatkan suara nafas terdengar ronchi,
wheezing ataupun suara nafas tambahan, pernafasan tidak teratur
akibat penurunan refleks batuk dan menelan, adanya hambatan jalan
nafas. Merokok merupakan faktor resiko.
 Pemeriksaan abdomen
Didapatkan penurunan peristaltik usus akibat bed rest yang lama,
dan kadang terdapat kembung.
 Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus
Kadang terdapat incontinensia atau retensio urine
 Pemeriksaan ekstremitas
Sering didapatkan kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.
 Pemeriksaan neurologi
 Pemeriksaan nervus cranialis: Umumnya terdapat gangguan nervus
cranialis VII dan XII central. Penglihatan menurun, diplopia,
gangguan rasa pengecapan dan penciuman, paralisis atau parese
wajah.
 Pemeriksaan motorik: Hampir selalu terjadi kelumpuhan/ kelemahan
pada salah satu sisi tubuh, kelemahan, kesemutan, kebas,
genggaman tidak sama, refleks tendon melemah secara
kontralateral, apraksia
 Pemeriksaan sensorik: Dapat terjadi hemihipestesi, hilangnya
rangsang sensorik kontralteral.
 Pemeriksaan refleks
 Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang.
Setelah beberapa hari refleks fisiologis akan muncul kembali
didahuli dengan refleks patologis.
 Sinkop/pusing, sakitkepala, gangguan status mental/tingkat
kesadaran, gangguan fungsi kognitif seperti penurunan memori,
pemecahan masalah, afasia, kekakuan nukhal, kejang, dll (Jusuf
Misbach, 1999, Doengoes, 2000: 291)

2. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul


1) Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan serebral
2) Ketidakefektifan bersihan jalan napas
3) Resiko injuri
4) Resiko ketidakstabilan hemodinamik
5) Gangguan mobilitas fisik
6) Gangguan komunikasi verbal
7) Deficit perawatan diri : mandi, makan, berpakaian, toileting b.d gangguan kognitif-
motorik akibat hemoragik serebral

3. Tujuan Rencana Intervensi (NOC)


1) Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan serebral
Tissue perfusion : cerebral (tekanan intakranial dalam batas normal, tekanan
darah dalam batas normal (90-120/60-80) mmHg, MAP antara 30-40 mmHg,
penurunan level kesadaran tidak terjadi, gangguan kognitif tidak terjadi)
2) Ketidakefektifan bersihan jalan napas
Airway patency : tidak ada sumbatan jalan napas, klien tidak sesak, tidak ada
suara napas tambahan
3) Resiko injuri
Falls prevention behavior (terdapat tepi pengaman pada bed klien, dilakukan
asistensi terhadap mobilisasi klien)
4) Resiko ketidakstabilan hemodinamik
Monitor kestabilan tanda-tanda vital
5) Gangguan mobilitas fisik b.d gangguan kognitif-motorik akibat hemoragik
serebral Immobility consequences : physiological ( tidak ada decubitus, tidak
terjadi kontraktur sendi, tidak ada thrombosis vena )
6) Gangguan komunikasi verbal b.d penurunan sirkulasi ke otak
Communication (klien mampu menggunakan bahasa verbal, klien mampu
menggunakan bahasa non-verbal, klien mengerti bahasa yang disampaikan
orang lain, klien mampu melakukan komunikasi dua arah dengan orang lain)
7) Deficit perawatan diri : mandi, makan, berpakaian, toileting b.d gangguan
kognitif-motorik akibat hemoragik serebral
Self care : ADL (klien mendapat bantuan untuk makan, berpakaian, toileting,
mandi, oral hygiene)

8) Intervensi Keperawatan (NIC)


1. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan serebral
a. Cerebral perfusion promotion
- Monitor status neurologi
- Monitor protrombine time dan parsial thrombin time
- Lakukan plebotomi untuk memantau level analisa darah lengkap
- Hindari hiperfleksi pada leher
- Kolaborasikan dengan tim medis tentang pemberian posisi head of bed
antara 15-30°, dan monitor respon pasien terhadap posisi kepala
- Kolaborasi pemberian antikoagulan
- Monitor tanda-tanda perdarahan
2. Ketidakefektifan bersihan jalan napas
- Monitor jumlah, ritme, kedalaman dan usaha pernafasan
- Monitor suara nafas (bising ,dengkur, wheezing, Rhonkie)
- Monitor status oksigenasi
- Monitor pola nafas (bradypnea, takipnea, hyperventilasi, kussmaul respirasi,
apneustik, Biot respirasi)
- Monitor peningkatan kecemasan , kelemahan, kebutuhan oksigen
- Monitor kemampuan pasien dalam batuk efektif
- Monitor produksi sputum
- Monitor hasil X-ray atau rongent
3. Resiko ketidakstabilan status hemodinamik
- Monitor tekanan darah sistolik
- Monitor tekanan darah diastolic
- Monitor Nadi
- Monitor RR
- Monitor suhu
4. Gangguan mobilitas fisik b.d gangguan kognitif-motorik akibat hemoragik
serebral
a. Pressure ulcer prevention
- Observasi keadaan kulit setiap hari, terutama area yang memiliki resiko
tinggi luka tekan
- Lakukan perubahan posisi 1-2 jam sekali
- Hindari kerutan pada linen
- Gunakan air hangat dan sabun lembut saat memandikan
- Gunakan pengganjal/bantal pada area-area resiko tinggi luka tekan seperti
sacrum, siku, tungkai
- Edukasi keluarga untuk melaporkan adanya kerusakan integritas kulit
b. Exercise therapy : joint mobility
- Kaji keterbatasan gerak sendi klien
- Buatkan jadwal melaksanakan range of motion
- Ajarkan range of motion
- Ajarkan keluarga untuk melakukan latihan ROM pada pasien
- Kaji adanya nyeri pada saat melakukan exercise
5. Gangguan komunikasi verbal b.d penurunan sirkulasi ke otak
a. Communication enhancement : speech deficit
- Ajak keluarga untuk menerjemahkan maksud verbal klien jika diperlukan
- Dengarkan klien dengan seksama
- Gunakan kata-kata yang sederhana dan mudah dimengerti
- Jangan berteriak kepada klien
- Beri dukungan kepada klien untuk melafalkan kata-kata dengan benar
- Gunakan bahasa non verbal/gestur jika diperlukan
6. Resiko injuri
a. Fall prevention
- Kaji adanya gangguan lingkungan yang berpotensi meningkatkan resiko
jatuh klien
- Identifikasi perilaku klien yang menimbulkan resiko jatuh
- Monitor adanya kelianan mobilisasi, keseimbangan, dan level kelemahan
klien
- Asistensi klien pada saat ambulasi/mobilisasi
- Gunakan bedside rails untuk mencegah klien jatuh dari tempat tidur
- Ajarkan klien untuk meminta bantuan kepada orang lain jika ingin
melakukan ambulasi/mobilisasi
7. Defisit perawatan diri : mandi, makan, berpakaian, toileting b.d gangguan
kognitif-motorik akibat hemoragik serebral
a. Self care assistance
- Kaji batasan kemampuan klien dalam melakukan ADL dan perawatan diri
- Fasilitasi peralatan hygiene klien
- Bantu klien memenuhi ADL dan perawatan diri
- Tetapkan jadwal melakukan ADL perawatan diri untuk klien seperti sistensi
mandi, makan, dll.
- Mandirikan klien sesuai dengan kemampuannya dalam melaksanakan ADL
dan perawatan diri, bantu jika diperlukan
Daftar Pustaka

Batticaca, F. B. 2008. Asuhan keperawatan Klien dengan gangguan sistem


persyarafan. Jakarta: Salemba medika.
Morgenstern L., BJ. Claude H, Craig A, Kyra B, Joseph PB, Sander C, et al. 2010.
Guidelines for the management of spontaneous intracerebral hemorrhage.J of
American Heart Association. (1):2115-21.
Muttaqin, A. 2008. Buku ajar asuhan keperawatan klien dengan gangguan sisitem
persyrafan. Jakarta: Salemba medika.
Nishijima DK, Offerman SR, Ballard DW, Vinson DR, Chettipally UK, Rauchwerger AS,
et al. 2012. Immediate and delayed traumatic intracranial hemorrhage in
patients with head trauma and preinjury warfarin or clopidogrel use.Ann Emerg
Med. 2012 Jun. 59(6):460-8.e1-7. [Medline].[Full Text].
Smeltzer, S., and Barre, B. 2010. Medical Surgical Nursing. Philadelphia : Davis Comp.
Wijaya, A.K. 2013. Patofisiologi Stroke Non-Hemoragis Akibat
Trombus.(Online).(tersedia di http://ojs.unud.ac.id) diakses 9 Agustus 2017.

Williams, SH., Hopper. 2003. Understanding Medical Surgical Nursing. Philadelphia:


Davis Comp.

Anda mungkin juga menyukai