Anda di halaman 1dari 16

ANEMIA HEMOLITIK

1. PENGERTIAN
Anemia hemolitik adalah suatu keadaan anemia yang terjadi oleh karena
meningkatnya penghancuran dari sel eritrosit yang diikuti dengan
ketidakmampuan dari sumsum tulang dalam memproduksi sel eritrosit untuk
mengatasi kebutuhan tubuh terhadap berkurangnya sel eritrosit. Untuk
mengatasi kebutuhan tubuh terhadap berkurangnya sel eritrosit tersebut,
penghancuran sel eritrosit yang berlebihan akan menyebabkan terjadinya
hiperplasia sumsum tulang sehingga produksi sel eritrosit akan meningkat dari
normal. Hal ini terjadi bila umur eritrosit berkurang dari 120 hari menjadi 15-20
hari tanpa diikuti dengan anemia, namun bila sumsum tulang tidak mampu
mengatasi keadaan tersebut maka akan terjadi anemia (Price, 2005).
Memendeknya umur eritrosit tidak saja terjadi pada anemia hemolitik
tetapi juga terjadi pada keadaan eritropoesis inefektiv seperti pada anemia
megaloblastik dan thalasemia. Hormon eritropoetin akan merangsang
terjadinya hiperplasia eritroid (eritropoetin-induced eritroid hyperplasia) dan ini
akan diikuti dengan pembentukan sel eritrosit sampai 10 x lipat dari normal.
Anemia terjadi bila serangan hemolisis yang akut tidak diikuti dengan
kemampuan yang cukup dari sumsum tulang untuk memproduksi sel eritrosit
sebagai kompensasi, bila sumsum tulang mampu mengatasi keadaan tersebut
di atas sehingga tidak terjadi anemia, keadaan ini disebut dengan istilah
anemia hemolitik kompensata (Sulistyo, 2008).

2. KLASIFIKASI
Terdapat beberapa jenis anemia hemolitik di antaranya:
1) Anemia hemolitik bawaan
 Kelainan pada membran sekl eritrosit
 Defisiensi enzim glikolitik eritrosit
 Kelainan metabolisme nukleotida eritrosit
 Defisiensi enzim yang terlibat dalam metabolism pentose phospat
pathway dan glutathione
 Kelainan sintesis dan struktur hemoglobin
2) Anemia hemolitik yang didapat
 Immune-hemolytic anemia
 Anemia hemolitik mikroangipatik dan traumatic
 Infeksius
 Zat kimia, obat, dan racun bisa
 Physical agent
 Hypophosphatemia
 Spur-cell anemia pada penyakit hati
 Paroxysmal Nocturnal Hemoglobinuria (PNH)
 Defisiensi vitamin E pada newborn (Weiss dan Goodnough, 2005).

3. ETIOLOGI
Anemia hemolitik dapat disebabkan oleh 2 faktor yang berbeda yaitu
faktor intrinsik & faktor ekstrinsik
a. Faktor Intrinsik :
Yaitu kelainan yang terjadi pada metabolisme dalam eritrosit itu sendiri sel
eritrosit. Kelainan karena faktor ini dibagi menjadi tiga macam yaitu:
Keadaan ini dapat dibagi menjadi 3 golongan, yaitu:
1) Gangguan struktur dinding eritrosit
a) Sferositosis
Penyebab hemolisis pada penyakit ini diduga disebabkan oleh
kelainan membran eritrosit. Kadang-kadang penyakit ini
berlangsung ringan sehingga sukar dikenal. Pada anak gejala
anemianya lebih menyolok daripada dengan ikterusnya,
sedangkan pada orang dewasa sebaliknya. Suatu infeksi yang
ringan saja sudah dapat menimbulkan krisis aplastik. Kelainan
radiologis tulang dapat ditemukan pada anak yang telah lama
menderita kelainan ini. Pada 40-80% penderita sferositosis
ditemukan kolelitiasis.
b) Ovalositosis (eliptositosis)
Pada penyakit ini 50-90% dari eritrositnya berbentuk oval (lonjong).
Dalam keadaan normal bentuk eritrosit ini ditemukan kira-kira 15-
20% saja. Penyakit ini diturunkan secara dominan menurut hukum
mendel. Hemolisis biasanya tidak seberat sferositosis. Kadang-
kadang ditemukan kelainan radiologis tulang. Splenektomi
biasanya dapat mengurangi proses hemolisis dari penyakit ini.

c) A-beta lipropoteinemia
Pada penyakit ini terdapat kelainan bentuk eritrosit yang
menyebabkan umur eritrosit tersebut menjadi pendek. Diduga
kelainan bentuk eritrosit tersebut disebabkan oleh kelainan
komposisi lemak pada dinding sel.
2) Gangguan pembentukan nukleotida
Kelainan ini dapat menyebabkan dinding eritrosit mudah pecah,
misalnya pada panmielopatia tipe fanconi.
Anemia hemolitik oleh karena kekurangan enzim sbb:
a) Definisi glucose-6- phosphate-Dehydrogenase (G-6PD)
b) Defisiensi Glutation reductase
c) Defisiensi Glutation
d) Defisiensi Piruvatkinase
e) Defisiensi Triose Phosphate-Isomerase (TPI)
f) Defisiensi difosfogliserat mutase
g) Defisiensi Heksokinase
h) Defisiensi gliseraldehid-3-fosfat dehidrogenase
3) Hemoglobinopatia
Pada bayi baru lahir HbF merupakan bagian terbesar dari
hemoglobinnya (95%), kemudian pada perkembangan selanjutnya
konsentrasi HbF akan menurun, sehingga pada umur satu tahun
telah mencapai keadaan yang normal. Sebenarnya terdapat 2
golongan besar gangguan pembentukan hemoglobin ini, yaitu:
a) Gangguan struktural pembentukan hemoglobin (hemoglobin
abnormal). Misal HbS, HbE dan lain-lain
b) Gangguan jumblah (salah satu atau beberapa) rantai globin.
Misal talasemia
b. Faktor Ekstrinsik :
Biasanya merupakan kelainan yang didapat (acquired) dan selalu
disebabkan oleh faktor imun dan non imun. Bila eritrosit normal
ditransfusikan pada pasien ini, maka penghancuran sel eritrosit tersebut
menjadi lebih cepat, sebaliknya bila eritrosit pasien dengan kelainan
ekstra korpuskuler ditransfusikan pada orang normal maka sel eritrosit
akan normal.
Umur sel eritrosit yang memendek tidak selalu dikaitkan dengan
anemia hemolitik, ada beberapa penyakit yang menyebabkan anemia
dengan umur eritrosit yang pendek namun tidak digolongkan kedalam
anemia hemolitik, diantaranya yaitu leukemia, limfoma malignum, gagal
ginjal kronik, penyakit liver kronik, rheumatoid arthritis, anemia
megaloblastik (Sulistyo, 2008).
Yaitu kelainan yang terjadi karena hal-hal diluar eritrosit.
1) Akibat reaksi non imumitas : karena bahan kimia / obat
2) Akibat reaksi imunitas : karena eritrosit yang dibunuh oleh antibodi
yang dibentuk oleh tubuh sendiri.
3) Infeksi, plasmodium, boriella

4. PATOFISIOLOGI
Terlampir

5. MANIFESTASI KLINIS
Kadang – kadang hemolosis terjadi secara tiba- tiba dan berat, menyebabkan
krisis hemolotik, yang menyebakan krisis hemolitik yang ditandai dengan:
 Demam
 Mengigil
 Nyeri punggung dan lambung
 Perasaan melayang
Pada penderita anemia hemolitik dapat ditemukan tanda dan gejala sebagai
akibat adanya hemolisis berupa:
1) Kerusakan pada eritrosit
 Fragmentasi dan kontraksi sel darah merah
 Mikrosferosit
2) Katabolisme hemoglobin yang meninggi
 Hiperbilirubinemia sehingga muncul ikterus
 Hemoglobinemia
 Urobilinogenuria atau urobilinuri
 Hemoglobinuri atau methemoglobinuri
 Hemosiderinuri
 Haptoglobin menurun
3) Eritropoesis yang meningkat (regenerasi sumsum tulang)
 Darah tepi
- Retikulositosis sebagai derajat hemolysis
- Normoblastemia atau eritroblastemia
 Sumsum tulang
- Hiperplasia eritroid
Rasio mieloid: eritroid menurun atau terbalik
- Hiperplasia sumsum tulang
Perubahan tulang-tulang (tengkorak dan panjang)
Anemia hemolitik kongenital
 Eritropoesis ekstramedular
Splenomegali atau hepatomegali
 Absorpsi Fe yang meningkat (Betz dan Sowden, 2002).
6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Gambaran penghancuran eritrosit yang meningkat:
1) Bilirubin serum meningkat
2) Urobilinogen urin meningkat, urin kuning pekat
3) Strekobilinogen feses meningkat, pigmen feses menghitam
b. Gambaran peningkatan produksi eritrosit
1) Retikulositosis, mikroskopis pewarnaan supravital
2) hiperplasia eritropoesis sum-sum tulang
c. Gambaran rusaknya eritrosit:
morfologi : mikrosferosit, anisopoikilositosis, burr cell, hipokrom mikrositer,
target cell, sickle cell, sferosit.
fragilitas osmosis, otohemolisis
umur eritrosit memendek. pemeriksaan terbaik dengan labeling crom.
persentasi aktifikas crom dapat dilihat dan sebanding dengan umur
eritrosit. semakin cepat penurunan aktifikas Cr maka semakin pendek
umur eritrosit.

7. PENATALAKSANAAN
Terapi yang diberikan pada pasien dengan anemia hemolitik adalah:
1) Suportif dan simtomatik (sesuai kausa atau penyebab dasar)
Tujuan pengobatan anemia hemolitik meliputi:
a) Menurunkan atau menghentikan penghancuran sel darah
merah.
b) Meningkatkan jumlah sel darah merah
c) Mengobati penyebab yang mendasari penyakit.
Pada hemolisis akut dimana terjadi syok dan gagal ginjal akut,
maka untuk mengatasi hal tersebut harus mempertahankan
keseimbangan cairan dan elektrolit, serta memperbaiki fungsi
ginjal. Jika terjadi syok berat maka tidak ada pilihan selain
transfusi.
Indikasi transfusi darah untuk :
 Perdarahan akut dan masif (yang mengancam jiwa penderita) atau
tidak ada respon sebelumnya dengan pemberian cairan
koloid/kristaloid.
 Penyebab anemia kongenital yang memerlukan transfusi darah
secara periodik.
 Setiap anemia dengan tanda-tanda anoksia akut dan berat yang
mengancam jiwa penderita.
Perhitungan dosis darah untuk transfusi didasarkan atas perhitungan
sebagai berikut:
 Pada seorang normal dengan volume eritrosit 30 cc/kg bb
konsentrasi Hb ialah 15 gr/dl. Jadi 2 cc eritrosit per kg bb setara
dengan Hb 1 gr/dl. PRC mengandung 60-70% eritrosit sehingga
untuk menaikkan Hb 1 gr/dl diperlukan 3 cc/kg bb.
Terapi suportif-simtomatik untuk anemia hemolitik diberikan
untuk menekan proses hemolisis, terutama di limpa (lien). Obat
golongan kortikosteroid seperti prednison dapat menekan sistem imun
untuk membentuk antibodi terhadap sel darah merah. Jika tidak
berespon terhadap kortikosteroid, maka dapat diganti dengan obat lain
yang dapat menekan sistem imun misalnya rituximab dan siklosporin.
Pada anemia hemolitik kronik dianjurkan pemberian asam folat 0,15-
0,3 mg/hari untuk mencegah krisis megaloblastik.
Pada thalasemia diberikan desferoxamine setelah kadar feritin
serum sudah mencapai 1000 mg/l secara subkutan dalam waktu 8-12
jam dalam dosis 25-50 mg/kgBB/hari minimal selama 5 hari setiap
selesai transfusi.
Terapi suportif pada malaria yaitu menjamin intake cairan dan
elektrolit sesuai kebutuhan per hari, transfusi PRC bila kadar Hb < 6
gr/dl, bila terjadi renjatan ditangani sesuai protokol renjatan, bila terjadi
kejang ditangani sesuai protokol kejang pada anak. Dapat diberikan
klorokuin bentuk tablet difosfat dan sulfat, kina dalam bentuk tablet
berlapis gula berisi 250 mg kina sulfat.
2) Operatif
Pada beberapa tipe anemia hemolitik seperti talasemia,
sumsum tulang tidak dapat membentuk sel darah merah yang sehat.
Sel darah merah yang terbentuk dapat dihancurkan sebelum
waktunya. Sehingga transplantasi darah dan sumsum tulang mungkin
dapat dipertimbangkan untuk mengobati jenis anemia hemolitik ini,
transplantasi ini mengganti stem sel yang rusak dengan stem sel yang
sehat dari pendonor (Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam
Indonesia, 2007).

8. KOMPLIKASI
Anemia hemolitik dapat menimbulkan komplikasi yang berat berupa
gagal ginjal akut (GGA). Pada malaria yang berat dapat menimbulkan
komplikasi seperti: hiperpireksia, kolaps sirkulasi (renjatan), hemoglobinuria
(black water fever), hipogikemi (gula darah < 40 mg/dl).
Prognosis pada anemia hemolitik tergantung pada etiologi dan deteksi
dini. Prognosis jangka panjang pada pasien dengan penyakit ini baik.
Splenektomi dapat mengontrol penyakit ini atau paling tidak memperbaikinya.
Pada anemia hemolitik autoimun, hanya sebagian kecil pasien mengalami
penyembuhan dan sebagian besar memiliki perjalanan penyakit yang kronik.
Sebagai contoh penderita dengan hemolisis autoimun akut biasanya datang
dengan keadaan yang buruk dan dapat meninggal akibat hemolisis berlebihan
(Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia, 2007).
9. ASUHAN KEPERAWATAN
1) Anamnesis
a) Identitas pasien
Meliputi nama, jenis kelamin, alamat, agama, bahasa yang digunakan,
status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi kesehatan, golongan
darah, nomor register, tanggal masuk rumah sakit, dan diagnosis medis.
b) Riwayat penyakit sekarang
Pengumpulan data dilakukan sejak munculnya keluhan dan secara umum
mencakup awitan gejala dan bagaimana gejala tersebut berkembang.
c) Riwayat penyakit dahulu
Pada pengkajian ini, ditemukan kemungkinan penyebab yang mendukung
terjadinya anemia hemolitik (misal kelainan bawaan atau kelainan yang
didapat karena faktor imun dan non imun).
d) Kaji keluhan pasien sekarang
Pada umumnya keluhan utama pada kasus anemia aplastik adalah pasien
mengalami kelemahan dan kelelahan, demam, nafsu makan berkurang,
tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari, sesak napas.
e) Riwayat penyakit keluarga
Penyakit anemia dapat disebabkan olen kelainan/kegagalan genetik yang
berasal dari orang tua yang sama-sama mengalami anemia
2) Data Dasar
1) Pola aktivitas sehari-hari
 Keletihan, malaise, kelemahan
 Kehilangan produktibitas: penurunan semangat untuk bekerja
2) Sirkulasi
 Palpitasi, takikardia, mur mur sistolik, kulit dan membran mukosa
(konjungtiva, mulut, farink dan bibir) pucat
 Sklera: biru atau putih seperti mutiara
 Pengisian kapiler melambat atau penurunan aliran darah keperifer dan
vasokonstriksi (kompensasi)
 Kuku: mudah patah, berbentuk seperti sendok
 Rambut kering,mudah putus,menipis dan tumbuh uban secara
prematur
3) Eliminasi
 Diare dan penurunan haluaran urin
4) Integritas ego
 Depresi, ansietas, takut dan mudah tersinggung
5) Makanan dan cairan
 Penurunan nafsu makan
 Mual dan muntah
 Penurunan BB
 Distensi abdomen dan penurunan bising usus
 Nyeri mulut atau lidah dan kesulitan menelan
6) Higiene
 Kurang bertenaga dan penampilan tidak rapi
7) Neurosensori
 Sakit kepala, pusing, vertigo dan ketidak mampuan berkonsentrasi
 Penurunan penglihatan
 Gelisah dan kelemahan
8) Nyeri atau kenyamanan
 Nyeri abdomen samar dan sakit kepala.
9) Keamanan
 Gangguan penglihatan, jatuh, demam dan infeksi
10) Seksualitas
 Perubahan aliaran menstruasi ( menoragia/amenore)
 Hilang libido
 Impoten
3) Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik penderita anemia hemolitik ditemukan:
 Tampak pucat dan ikterus
 Tidak ditemukan perdarahan dan limfadenopati
 Dapat ditemukan hepatomegali dan splenomegali

4) Diagnosis Keperawatan
a. Gangguan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan sirkulasi
darah ke daerah perifer
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan mencerna makanan
c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan adanya peningkatan tekanan dinding
perut karena pembesaran limpa
d. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring yang lama
e. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi terkait proses
penyakit (NANDA, 2011).
4. Rencana Tindakan Keperawatan

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Rencana Tindakan Rasional


Keperawatan
1. Gangguan perfusi NOC NIC 1. Mengetahui kondisi pasien
jaringan perifer Status sirkulasi Perawatan sirkulasi perifer secara umum
berhubungan dengan Perfusi jaringan perifer 1. Kaji tanda-tanda vital 2. Mengetahui keadaan sirkulasi
penurunan sirkulasi darah Setelah dilakukan tindakan 2. Kaji secara komprehensif perifer secara umum
ke daerah perifer keperawatan selama 3x24 jam pasien sirkulasi perifer 3. Menentukan kepatenan
menunjukkan peningkatan perfusi 3. Evaluasi nadi perifer dan sirkulasi darah ke perifer
jaringan dengan kriteria hasil: edema 4. Memaksimalkan sirkulasi
1. tanda-tanda vital dalam batas normal 4. Elevasi anggota badan 20o darah
(TD 120/80 mmHg, N: 60-100 x/mnt, atau lebih 5. Meminimalkan kerusakan kulit
RR: 16-20x/mnt, S: 36-37,5o C), 5. Ubah posisi pasien setiap akibat tirah baring lama
2. warna kulit tidak pucat, 2 jam 6. Mencegah kekakuan otot
3. peningkatan kekuatan dan fungsi 6. Dorong latihan ROM karena kelemahan
otot, sebelum bedrest 7. Mengetahui kondisi pasien
4. suhu kulit hangat, 7. Monitor laboratorium melalui hasil laboratorium
5. nilai laboratorium dalam batas (hemoglobin dan 8. Mencegah terjadinya
normal (Hb: 12-16 gr/dL (wanita), 14- hematokrit) perdarahan
18 gr/dL (pria), Hmt: 33-38% (anak), 8. Kolaborasi pemberian anti
40-48% (pria dewasa), 37-43% platelet atau anti
(wanita dewasa). perdarahan.

2. Ketidakseimbangan NOC NIC 1. Sebagai pedoman untuk


nutrisi kurang dari Terapi gizi Manajemen Nutrisi menetapkan kebutuhan nutrisi
kebutuhan tubuh Setelah dilakukan tindakan 1. Observasi masukan pasien sudah tercukupi atau
berhubungan dengan keperawatan selama 3x24 jam terjadi makanan/ minuman dan belum
ketidakmampuan keseimbangan pemasukan nutrisi hitung kalori harian secara 2. Memberikan kenyamanan dan
mencerna makanan dengan kriteria hasil: tepat menjaga kebersihan oral
1. pemasukan nutrisi yang adekuat, 2. Berikan perawatan mulut hygiene
2. pasien mampu menghabiskan diet sebelum dan sesudah 3. Memenuhi kebutuhan nutrisi
yang dihidangkan, makan pasien
3. tidak ada tanda-tanda malnutrisi, 3. Berikan diet makanan tinggi 4. Penanda kekurangan nutrisi
4. nilai laboratorim normal (protein total kalori dan tinggi protein 5. Mencegah pengurangan nafsu
8-8 gr%, albumin 3.5-5.4 gr%, makan
6. Menambah selera makan
globulin 1.8-3.6 gr%, Hb tidak kurang 4. Observasi hasil 7. Penentuan jumlah kalori dan
dari 10 gr %), labioratorium: protein, bahan makanan yang
5. membran mukosa lembab dan albumin, globulin, Hb memenuhi standar gizi
konjungtiva tidak pucat. 5. Jauhkan benda-benda yang
kurang enak untuk
dipandang seperti urinal,
kotak drainase, bebat dan
pispot dari pandangan
pasien
6. Sajikan makanan hangat
dengan variasi yang menarik
7. Kaloborasi dengan ahli gizi
terkait penyajian diet sesuai
dengan kebutuhan pasien

3. Intoleransi aktivitas NOC NIC 1. Memastikan aktivitas yang


berhubungan dengan Perawatan diri Terapi aktivitas boleh dilakukan pasien sesuai
adanya peningkatan Toleransi aktivitas 1. Observasi adanya dengan kondisinya
tekanan dinding perut Konservasi energi pembatasan pasien dalam 2. Meminimalkan terjadinya
karena pembesaran limpa Setelah dilakukan tindakan melakukan aktivitas kelelahan
keperawatan selama 3x24 jam pasien 2. Kaji adanya faktor yang 3. Sebagai sumber energy bagi
mengalami peningkatan aktivitas menyebabkan kelelahan pasien
dengan kriteria hasil: 3. Monitor nutrisi dan sumber 4. Menjaga agar pasien tidak
1. berpartisipasi dalam aktivitas fisik energi yang adekuat mengalami kelelahan secara
tanpa disertai peningkatan tekanan 4. Monitor pasien akan adanya berlebihan
darah, nadi dan RR, kelelahan fisik dan emosi 5. Sebagai acuan apakah pasien
2. mampu melakukan aktivitas sehari secara berlebihan boleh melanjutkan aktivitasnya
hari (ADLs) secara mandiri, 5. Monitor respon kardivaskuler atau tidak
3. keseimbangan aktivitas dan istirahat, terhadap aktivitas (takikardi, 6. Memaksimalkan waktu
4. tanda-tanda vital dalam batas normal disritmia, sesak nafas, istirahat dan tidur pasien
(TD 120/80 mmHg, N: 60-100 x/mnt, diaporesis, pucat, perubahan sesuai kebutuhan
RR: 16-20x/mnt, S: 36-37,5o C). hemodinamik) 7. Membantu agar pasien dapat
6. Monitor pola tidur dan berlatih beraktivitas secara
lamanya tidur/istirahat bertahap
pasien 8. Mendorong pasien agar mau
7. Kolaborasikan dengan berpartisipasi dalam
Tenaga Rehabilitasi Medik aktivitasnya
dalam merencanakan 9. Mencegah terjadinya cedera
progran terapi yang tepat saat beraktivitas
8. Bantu pasien untuk 10. Memberikan reinforcement
mengidentifikasi aktivitas positif ketika pasien telah
yang mampu dilakukan mampu beraktivitas sesuai
9. Bantu untuk mendapatkan latihan yang diberikan
alat bantuan aktivitas seperti
kursi roda, krek
10. Sediakan penguatan positif
bagi yang aktif beraktivitas
(Wilkinson, 2006)
Faktor Interinsik
 Kelainan Membran Faktor Eksterinsik
 Kelainan HB  Imun
 Kelaian Enzim  Non imun

Anemia Hemolitik

Anemia hemolitik turunan Hb Menurun Anemia sel sabit

Splenomegali Kerusakan sel darah


Penurunan suplai merah yang cepat
oksigen dalam tubuh

Distensi
Sel-sel berisi molekul Hb
Sesak,
yang tidak sempurna
kelemahan fisik
Intoleransi aktifitas

Cacat kaku
Ketidakmampuan
Tirah baring lama mengunyah makanan
Kurang pengetahuan Sel-sel macet di pembuluh darah

Penekanan salah satu Ketidakseimbangan nutrisi:


daerah tubuh yang lama Kurang dari kebutuhan tubuh Sirkulasi darah
lambat

Gangguan integritas kulit

Gangguan perfusi jaringan


perifer
DAFTAR PUSTAKA

Betz, Cecily L. dan Sowden, Linda A. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatrik (Mosby’s
Pediatric Nursing Reference). Jakarta: EGC.
NANDA. 2011. Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC.
Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Jakarta: Penerbitan IPD FKUI Pusat.
Price, Sylvia. 2005. Patofisiologis: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC.
Smeltzer, C. Suzanne. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner and Suddarth.
Jakarta. EGC.
Sulistyo A. 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Hematologi. Jakarta:
Salemba Medika.
Tarwoto, dkk. 2010. Kesehatan Remaja Problem dan Solusinya. Jakarta: Salemba Medika.
Wilkinson, Judith M. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC dan
Kriteria Hasil NOC. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai