1. PENGERTIAN
Anemia hemolitik adalah suatu keadaan anemia yang terjadi oleh karena
meningkatnya penghancuran dari sel eritrosit yang diikuti dengan
ketidakmampuan dari sumsum tulang dalam memproduksi sel eritrosit untuk
mengatasi kebutuhan tubuh terhadap berkurangnya sel eritrosit. Untuk
mengatasi kebutuhan tubuh terhadap berkurangnya sel eritrosit tersebut,
penghancuran sel eritrosit yang berlebihan akan menyebabkan terjadinya
hiperplasia sumsum tulang sehingga produksi sel eritrosit akan meningkat dari
normal. Hal ini terjadi bila umur eritrosit berkurang dari 120 hari menjadi 15-20
hari tanpa diikuti dengan anemia, namun bila sumsum tulang tidak mampu
mengatasi keadaan tersebut maka akan terjadi anemia (Price, 2005).
Memendeknya umur eritrosit tidak saja terjadi pada anemia hemolitik
tetapi juga terjadi pada keadaan eritropoesis inefektiv seperti pada anemia
megaloblastik dan thalasemia. Hormon eritropoetin akan merangsang
terjadinya hiperplasia eritroid (eritropoetin-induced eritroid hyperplasia) dan ini
akan diikuti dengan pembentukan sel eritrosit sampai 10 x lipat dari normal.
Anemia terjadi bila serangan hemolisis yang akut tidak diikuti dengan
kemampuan yang cukup dari sumsum tulang untuk memproduksi sel eritrosit
sebagai kompensasi, bila sumsum tulang mampu mengatasi keadaan tersebut
di atas sehingga tidak terjadi anemia, keadaan ini disebut dengan istilah
anemia hemolitik kompensata (Sulistyo, 2008).
2. KLASIFIKASI
Terdapat beberapa jenis anemia hemolitik di antaranya:
1) Anemia hemolitik bawaan
Kelainan pada membran sekl eritrosit
Defisiensi enzim glikolitik eritrosit
Kelainan metabolisme nukleotida eritrosit
Defisiensi enzim yang terlibat dalam metabolism pentose phospat
pathway dan glutathione
Kelainan sintesis dan struktur hemoglobin
2) Anemia hemolitik yang didapat
Immune-hemolytic anemia
Anemia hemolitik mikroangipatik dan traumatic
Infeksius
Zat kimia, obat, dan racun bisa
Physical agent
Hypophosphatemia
Spur-cell anemia pada penyakit hati
Paroxysmal Nocturnal Hemoglobinuria (PNH)
Defisiensi vitamin E pada newborn (Weiss dan Goodnough, 2005).
3. ETIOLOGI
Anemia hemolitik dapat disebabkan oleh 2 faktor yang berbeda yaitu
faktor intrinsik & faktor ekstrinsik
a. Faktor Intrinsik :
Yaitu kelainan yang terjadi pada metabolisme dalam eritrosit itu sendiri sel
eritrosit. Kelainan karena faktor ini dibagi menjadi tiga macam yaitu:
Keadaan ini dapat dibagi menjadi 3 golongan, yaitu:
1) Gangguan struktur dinding eritrosit
a) Sferositosis
Penyebab hemolisis pada penyakit ini diduga disebabkan oleh
kelainan membran eritrosit. Kadang-kadang penyakit ini
berlangsung ringan sehingga sukar dikenal. Pada anak gejala
anemianya lebih menyolok daripada dengan ikterusnya,
sedangkan pada orang dewasa sebaliknya. Suatu infeksi yang
ringan saja sudah dapat menimbulkan krisis aplastik. Kelainan
radiologis tulang dapat ditemukan pada anak yang telah lama
menderita kelainan ini. Pada 40-80% penderita sferositosis
ditemukan kolelitiasis.
b) Ovalositosis (eliptositosis)
Pada penyakit ini 50-90% dari eritrositnya berbentuk oval (lonjong).
Dalam keadaan normal bentuk eritrosit ini ditemukan kira-kira 15-
20% saja. Penyakit ini diturunkan secara dominan menurut hukum
mendel. Hemolisis biasanya tidak seberat sferositosis. Kadang-
kadang ditemukan kelainan radiologis tulang. Splenektomi
biasanya dapat mengurangi proses hemolisis dari penyakit ini.
c) A-beta lipropoteinemia
Pada penyakit ini terdapat kelainan bentuk eritrosit yang
menyebabkan umur eritrosit tersebut menjadi pendek. Diduga
kelainan bentuk eritrosit tersebut disebabkan oleh kelainan
komposisi lemak pada dinding sel.
2) Gangguan pembentukan nukleotida
Kelainan ini dapat menyebabkan dinding eritrosit mudah pecah,
misalnya pada panmielopatia tipe fanconi.
Anemia hemolitik oleh karena kekurangan enzim sbb:
a) Definisi glucose-6- phosphate-Dehydrogenase (G-6PD)
b) Defisiensi Glutation reductase
c) Defisiensi Glutation
d) Defisiensi Piruvatkinase
e) Defisiensi Triose Phosphate-Isomerase (TPI)
f) Defisiensi difosfogliserat mutase
g) Defisiensi Heksokinase
h) Defisiensi gliseraldehid-3-fosfat dehidrogenase
3) Hemoglobinopatia
Pada bayi baru lahir HbF merupakan bagian terbesar dari
hemoglobinnya (95%), kemudian pada perkembangan selanjutnya
konsentrasi HbF akan menurun, sehingga pada umur satu tahun
telah mencapai keadaan yang normal. Sebenarnya terdapat 2
golongan besar gangguan pembentukan hemoglobin ini, yaitu:
a) Gangguan struktural pembentukan hemoglobin (hemoglobin
abnormal). Misal HbS, HbE dan lain-lain
b) Gangguan jumblah (salah satu atau beberapa) rantai globin.
Misal talasemia
b. Faktor Ekstrinsik :
Biasanya merupakan kelainan yang didapat (acquired) dan selalu
disebabkan oleh faktor imun dan non imun. Bila eritrosit normal
ditransfusikan pada pasien ini, maka penghancuran sel eritrosit tersebut
menjadi lebih cepat, sebaliknya bila eritrosit pasien dengan kelainan
ekstra korpuskuler ditransfusikan pada orang normal maka sel eritrosit
akan normal.
Umur sel eritrosit yang memendek tidak selalu dikaitkan dengan
anemia hemolitik, ada beberapa penyakit yang menyebabkan anemia
dengan umur eritrosit yang pendek namun tidak digolongkan kedalam
anemia hemolitik, diantaranya yaitu leukemia, limfoma malignum, gagal
ginjal kronik, penyakit liver kronik, rheumatoid arthritis, anemia
megaloblastik (Sulistyo, 2008).
Yaitu kelainan yang terjadi karena hal-hal diluar eritrosit.
1) Akibat reaksi non imumitas : karena bahan kimia / obat
2) Akibat reaksi imunitas : karena eritrosit yang dibunuh oleh antibodi
yang dibentuk oleh tubuh sendiri.
3) Infeksi, plasmodium, boriella
4. PATOFISIOLOGI
Terlampir
5. MANIFESTASI KLINIS
Kadang – kadang hemolosis terjadi secara tiba- tiba dan berat, menyebabkan
krisis hemolotik, yang menyebakan krisis hemolitik yang ditandai dengan:
Demam
Mengigil
Nyeri punggung dan lambung
Perasaan melayang
Pada penderita anemia hemolitik dapat ditemukan tanda dan gejala sebagai
akibat adanya hemolisis berupa:
1) Kerusakan pada eritrosit
Fragmentasi dan kontraksi sel darah merah
Mikrosferosit
2) Katabolisme hemoglobin yang meninggi
Hiperbilirubinemia sehingga muncul ikterus
Hemoglobinemia
Urobilinogenuria atau urobilinuri
Hemoglobinuri atau methemoglobinuri
Hemosiderinuri
Haptoglobin menurun
3) Eritropoesis yang meningkat (regenerasi sumsum tulang)
Darah tepi
- Retikulositosis sebagai derajat hemolysis
- Normoblastemia atau eritroblastemia
Sumsum tulang
- Hiperplasia eritroid
Rasio mieloid: eritroid menurun atau terbalik
- Hiperplasia sumsum tulang
Perubahan tulang-tulang (tengkorak dan panjang)
Anemia hemolitik kongenital
Eritropoesis ekstramedular
Splenomegali atau hepatomegali
Absorpsi Fe yang meningkat (Betz dan Sowden, 2002).
6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Gambaran penghancuran eritrosit yang meningkat:
1) Bilirubin serum meningkat
2) Urobilinogen urin meningkat, urin kuning pekat
3) Strekobilinogen feses meningkat, pigmen feses menghitam
b. Gambaran peningkatan produksi eritrosit
1) Retikulositosis, mikroskopis pewarnaan supravital
2) hiperplasia eritropoesis sum-sum tulang
c. Gambaran rusaknya eritrosit:
morfologi : mikrosferosit, anisopoikilositosis, burr cell, hipokrom mikrositer,
target cell, sickle cell, sferosit.
fragilitas osmosis, otohemolisis
umur eritrosit memendek. pemeriksaan terbaik dengan labeling crom.
persentasi aktifikas crom dapat dilihat dan sebanding dengan umur
eritrosit. semakin cepat penurunan aktifikas Cr maka semakin pendek
umur eritrosit.
7. PENATALAKSANAAN
Terapi yang diberikan pada pasien dengan anemia hemolitik adalah:
1) Suportif dan simtomatik (sesuai kausa atau penyebab dasar)
Tujuan pengobatan anemia hemolitik meliputi:
a) Menurunkan atau menghentikan penghancuran sel darah
merah.
b) Meningkatkan jumlah sel darah merah
c) Mengobati penyebab yang mendasari penyakit.
Pada hemolisis akut dimana terjadi syok dan gagal ginjal akut,
maka untuk mengatasi hal tersebut harus mempertahankan
keseimbangan cairan dan elektrolit, serta memperbaiki fungsi
ginjal. Jika terjadi syok berat maka tidak ada pilihan selain
transfusi.
Indikasi transfusi darah untuk :
Perdarahan akut dan masif (yang mengancam jiwa penderita) atau
tidak ada respon sebelumnya dengan pemberian cairan
koloid/kristaloid.
Penyebab anemia kongenital yang memerlukan transfusi darah
secara periodik.
Setiap anemia dengan tanda-tanda anoksia akut dan berat yang
mengancam jiwa penderita.
Perhitungan dosis darah untuk transfusi didasarkan atas perhitungan
sebagai berikut:
Pada seorang normal dengan volume eritrosit 30 cc/kg bb
konsentrasi Hb ialah 15 gr/dl. Jadi 2 cc eritrosit per kg bb setara
dengan Hb 1 gr/dl. PRC mengandung 60-70% eritrosit sehingga
untuk menaikkan Hb 1 gr/dl diperlukan 3 cc/kg bb.
Terapi suportif-simtomatik untuk anemia hemolitik diberikan
untuk menekan proses hemolisis, terutama di limpa (lien). Obat
golongan kortikosteroid seperti prednison dapat menekan sistem imun
untuk membentuk antibodi terhadap sel darah merah. Jika tidak
berespon terhadap kortikosteroid, maka dapat diganti dengan obat lain
yang dapat menekan sistem imun misalnya rituximab dan siklosporin.
Pada anemia hemolitik kronik dianjurkan pemberian asam folat 0,15-
0,3 mg/hari untuk mencegah krisis megaloblastik.
Pada thalasemia diberikan desferoxamine setelah kadar feritin
serum sudah mencapai 1000 mg/l secara subkutan dalam waktu 8-12
jam dalam dosis 25-50 mg/kgBB/hari minimal selama 5 hari setiap
selesai transfusi.
Terapi suportif pada malaria yaitu menjamin intake cairan dan
elektrolit sesuai kebutuhan per hari, transfusi PRC bila kadar Hb < 6
gr/dl, bila terjadi renjatan ditangani sesuai protokol renjatan, bila terjadi
kejang ditangani sesuai protokol kejang pada anak. Dapat diberikan
klorokuin bentuk tablet difosfat dan sulfat, kina dalam bentuk tablet
berlapis gula berisi 250 mg kina sulfat.
2) Operatif
Pada beberapa tipe anemia hemolitik seperti talasemia,
sumsum tulang tidak dapat membentuk sel darah merah yang sehat.
Sel darah merah yang terbentuk dapat dihancurkan sebelum
waktunya. Sehingga transplantasi darah dan sumsum tulang mungkin
dapat dipertimbangkan untuk mengobati jenis anemia hemolitik ini,
transplantasi ini mengganti stem sel yang rusak dengan stem sel yang
sehat dari pendonor (Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam
Indonesia, 2007).
8. KOMPLIKASI
Anemia hemolitik dapat menimbulkan komplikasi yang berat berupa
gagal ginjal akut (GGA). Pada malaria yang berat dapat menimbulkan
komplikasi seperti: hiperpireksia, kolaps sirkulasi (renjatan), hemoglobinuria
(black water fever), hipogikemi (gula darah < 40 mg/dl).
Prognosis pada anemia hemolitik tergantung pada etiologi dan deteksi
dini. Prognosis jangka panjang pada pasien dengan penyakit ini baik.
Splenektomi dapat mengontrol penyakit ini atau paling tidak memperbaikinya.
Pada anemia hemolitik autoimun, hanya sebagian kecil pasien mengalami
penyembuhan dan sebagian besar memiliki perjalanan penyakit yang kronik.
Sebagai contoh penderita dengan hemolisis autoimun akut biasanya datang
dengan keadaan yang buruk dan dapat meninggal akibat hemolisis berlebihan
(Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia, 2007).
9. ASUHAN KEPERAWATAN
1) Anamnesis
a) Identitas pasien
Meliputi nama, jenis kelamin, alamat, agama, bahasa yang digunakan,
status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi kesehatan, golongan
darah, nomor register, tanggal masuk rumah sakit, dan diagnosis medis.
b) Riwayat penyakit sekarang
Pengumpulan data dilakukan sejak munculnya keluhan dan secara umum
mencakup awitan gejala dan bagaimana gejala tersebut berkembang.
c) Riwayat penyakit dahulu
Pada pengkajian ini, ditemukan kemungkinan penyebab yang mendukung
terjadinya anemia hemolitik (misal kelainan bawaan atau kelainan yang
didapat karena faktor imun dan non imun).
d) Kaji keluhan pasien sekarang
Pada umumnya keluhan utama pada kasus anemia aplastik adalah pasien
mengalami kelemahan dan kelelahan, demam, nafsu makan berkurang,
tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari, sesak napas.
e) Riwayat penyakit keluarga
Penyakit anemia dapat disebabkan olen kelainan/kegagalan genetik yang
berasal dari orang tua yang sama-sama mengalami anemia
2) Data Dasar
1) Pola aktivitas sehari-hari
Keletihan, malaise, kelemahan
Kehilangan produktibitas: penurunan semangat untuk bekerja
2) Sirkulasi
Palpitasi, takikardia, mur mur sistolik, kulit dan membran mukosa
(konjungtiva, mulut, farink dan bibir) pucat
Sklera: biru atau putih seperti mutiara
Pengisian kapiler melambat atau penurunan aliran darah keperifer dan
vasokonstriksi (kompensasi)
Kuku: mudah patah, berbentuk seperti sendok
Rambut kering,mudah putus,menipis dan tumbuh uban secara
prematur
3) Eliminasi
Diare dan penurunan haluaran urin
4) Integritas ego
Depresi, ansietas, takut dan mudah tersinggung
5) Makanan dan cairan
Penurunan nafsu makan
Mual dan muntah
Penurunan BB
Distensi abdomen dan penurunan bising usus
Nyeri mulut atau lidah dan kesulitan menelan
6) Higiene
Kurang bertenaga dan penampilan tidak rapi
7) Neurosensori
Sakit kepala, pusing, vertigo dan ketidak mampuan berkonsentrasi
Penurunan penglihatan
Gelisah dan kelemahan
8) Nyeri atau kenyamanan
Nyeri abdomen samar dan sakit kepala.
9) Keamanan
Gangguan penglihatan, jatuh, demam dan infeksi
10) Seksualitas
Perubahan aliaran menstruasi ( menoragia/amenore)
Hilang libido
Impoten
3) Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik penderita anemia hemolitik ditemukan:
Tampak pucat dan ikterus
Tidak ditemukan perdarahan dan limfadenopati
Dapat ditemukan hepatomegali dan splenomegali
4) Diagnosis Keperawatan
a. Gangguan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan sirkulasi
darah ke daerah perifer
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan mencerna makanan
c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan adanya peningkatan tekanan dinding
perut karena pembesaran limpa
d. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring yang lama
e. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi terkait proses
penyakit (NANDA, 2011).
4. Rencana Tindakan Keperawatan
Anemia Hemolitik
Distensi
Sel-sel berisi molekul Hb
Sesak,
yang tidak sempurna
kelemahan fisik
Intoleransi aktifitas
Cacat kaku
Ketidakmampuan
Tirah baring lama mengunyah makanan
Kurang pengetahuan Sel-sel macet di pembuluh darah
Betz, Cecily L. dan Sowden, Linda A. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatrik (Mosby’s
Pediatric Nursing Reference). Jakarta: EGC.
NANDA. 2011. Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC.
Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Jakarta: Penerbitan IPD FKUI Pusat.
Price, Sylvia. 2005. Patofisiologis: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC.
Smeltzer, C. Suzanne. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner and Suddarth.
Jakarta. EGC.
Sulistyo A. 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Hematologi. Jakarta:
Salemba Medika.
Tarwoto, dkk. 2010. Kesehatan Remaja Problem dan Solusinya. Jakarta: Salemba Medika.
Wilkinson, Judith M. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC dan
Kriteria Hasil NOC. Jakarta: EGC.