klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi kestatus kesehatan yang lebih baik yang
menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan (Gordon, 1994, dalam Potter & Perry, 1997).
Ukuran intervensi keperawatan yang diberikan kepada klien terkait dengan dukungan, pengobatan,
tindakan untuk memperbaiki kondisi, pendidikan untuk klien-keluarga, atau tindakan untuk mencegah
masalah kesehatan yang muncul dikemudian hari.
Untuk kesuksesan pelaksanaan implementasi keperawatan agar sesuai dengan rencana keperawatan,
perawat harus mempunyai kemampuan kognitif (intelektual), kemampuan dalam hubungan
interpersonal, dan keterampilan dalam melakukan tindakan. Proses pelaksanaan implementasi harus
berpusat kepada kebutuhan klien, faktor-faktor lain yang mempengaruhi kebutuhan keperawatan,
strategi implementasi keperawatan, dan kegiatan komunikasi. (Kozier et al., 1995).
Beberapa pedoman dalam pelaksanaan implementasi keperawatan (Kozier et al,. 1995) adalah sebagai
berikut: 1) Berdasarkan respons klien. 2)Berdasarkan ilmu pengetahuan, hasil penelitian keperawatan,
standar pelayanan professional, hukum dan kode etik keperawatan. 3) Berdasarkan penggunaan sumber-
sumber yang tersedia. 4)Sesuai dengan tanggung jawab dan tanggung gugat profesi keperawatan. 5)
Mengerti dengan jelas pesanan-pesanan yang ada dalam rencana intervensi keperawatan. 6) Harus
dapat menciptakan adaptasi dengan klien sebagai individu dalam upaya meningkatkan peran serta untuk
merawat diri sendiri (Self Care). 7) Menekankan pada aspek pencegahan dan upaya peningkatan status
kesehatan. 8) Dapat menjaga rasa aman, harga diri dan melindungi klien. 9) Memberikan pendidikan,
dukungan dan bantuan. 10) Bersifat holistik.11) Kerjasama dengan profesi lain. 12) Melakukan
dokumentasi
Menurut Craven dan Hirnle (2000) secara garis besar terdapat tiga kategori dari implementasi
keperawatan, antara lain:
1.Cognitive implementations, meliputi pengajaran/ pendidikan, menghubungkan tingkat pengetahuan
klien dengan kegiatan hidup sehari-hari, membuat strategi untuk klien dengan disfungsi komunikasi,
memberikan umpan balik, mengawasi tim keperawatan, mengawasi penampilan klien dan keluarga,
serta menciptakan lingkungan sesuai kebutuhan, dan lain lain.
3.Technical implementations, meliputi pemberian perawatan kebersihan kulit, melakukan aktivitas rutin
keperawatan, menemukan perubahan dari data dasar klien, mengorganisir respon klien yang abnormal,
melakukan tindakan keperawatan mandiri, kolaborasi, dan rujukan, dan lain-lain.
Sedangkan dalam melakukan implementasi keperawatan, perawat dapat melakukannya sesuai dengan
rencana keperawatan dan jenis implementasi keperawatan. Dalam pelaksanaannya terdapat tiga jenis
implementasi keperawatan, antara lain:
1.Independent implementations, adalah implementasi yang diprakarsai sendiri oleh perawat untuk
membantu klien dalam mengatasi masalahnya sesuai dengan kebutuhan, misalnya: membantu dalam
memenuhi activity daily living (ADL), memberikan perawatan diri, mengatur posisi tidur, menciptakan
lingkungan yang terapeutik, memberikan dorongan motivasi, pemenuhan kebutuhan psiko-sosio-
spiritual, perawatan alat invasive yang dipergunakan klien, melakukan dokumentasi, dan lain-lain.
3.Dependent implementations, adalah tindakan keperawatan atas dasar rujukan dari profesi lain, seperti
ahli gizi, physiotherapies, psikolog dan sebagainya, misalnya dalam hal: pemberian nutrisi pada klien
sesuai dengan diit yang telah dibuat oleh ahli gizi, latihan fisik (mobilisasi fisik) sesuai dengan anjuran
dari bagian fisioterapi.
Secara operasional hal-hal yang perlu diperhatikan perawat dalam pelaksanaan implementasi
keperawatan adalah:
1.Pada tahap persiapan.
a.Menggali perasaan, analisis kekuatan dan keterbatasan professional pada diri sendiri.
b.Memahami rencana keperawatan secara baik.
c.Menguasai keterampilan teknis keperawatan.
d.Memahami rasional ilmiah dari tindakan yang akan dilakukan.
e.Mengetahui sumber daya yang diperlukan.
f.Memahami kode etik dan aspek hukum yang berlaku dalam pelayanan keperawatan.
g.Memahami standar praktik klinik keperawatan untuk mengukur keberhasilan.
h.Memahami efek samping dan komplikasi yang mungkin muncul.
i.Penampilan perawat harus menyakinkan.
A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi Klien
a). Data Subjektif (DS) : Klien mengatakan badannya lemah dan kurang perawatan diri.
b). Data Objektif (DO) : Klien tampak lemah, kuku panjang dan kotor (tidak terawat).
2. Diagnosa Keperawatan
Gangguan personal higiene berhubungan dengan badan lemah.
3. Tujuan Khusus
v Memenuhi kebutuhan personal higiene.
v Meningkatkan rasa nyaman klien.
4. Tindakan Keperawatan
Memotong kuku.
h). Kerahasiaan
P : “ Bapak tak perlu kuatir ataupun cemas. Kalau bapak tidak keberatan, bapak
bisa sharing dengan saya tentang segala permasalahan-permasalahan ataupun keluhan-keluhan yang
sedang bapak alami. Insya Allah, kita bersama-sama mencarikan jalan keluarnya dan saya tidak akan
memberitahukannya pada orang yang tidak berhak untuk tahu akan hal itu.”
K : ..........
Waktu
P : “ Bapak mau dilakukan tindakan ini jam berapa?”
“ Bagaimana kalau jam 09.30 WIB?”
K : ..........
Tempat
P : “ Baik. Bapak mau dilakukan tindakan ini dimana?”
“ Bagaimana kalau tempatnya disini saja?” Karena melihat kondisi bapak yang masih lemah.
K : ..........
Validasi kontrak
P : “ Baiklah kalau begitu, terima kasih atas waktunya pak. Saya permisi dulu untuk
mempersiapkan alat-alatnya. Saya akan kembali 30 menit lagi, mengingat waktu sudah pukul 09.00
WIB.”
K : ..........
2. Fase Orientasi
a). Salam terapeutik
P : “ Selamat pagi, pak!”
K : ..........
Waktu
P : “ Apakah bapak masih ingat pukul berapa kuku bapak akan saya bersihkan
(dipotong)?”
K : ..........
Tempat
P : “ Dan dimana kita akan melakukannya pak, Bapak masih ingat?”
K : ..........
P : “ Wah, tampaknya bapak bersemangat sekali kukunya dibersihkan.”
K : ..........
3. Fase Kerja
a). Persiapan alat
¯ Gunting pemotong kuku.
¯ Pengalas/perlak dan kain.
¯ Bengkok.
¯ Baskom berisi air hangat.
¯ Sabun dalam tempatnya.
¯ Handuk.
¯ Sikat kuku.
¯ Kapas.
4. Fase Terminasi
a). Evaluasi hasil
v Evaluasi subjektif
P : “ Bagaimana perasaan Bapak setelah saya lakukan tindakan memotong kuku?”
K : ..........
v Evaluasi objektif
P : “ Kuku bapak tampak terlihat bersih dan tidak panjang lagi. Oleh sebab itu,
masih ingat tidak pak, apa yang telah saya ajarkan tadi?”
K : ..........
P : “ Sip! Bapak sekarang sudah mengerti.”
Komunikasi adalah suatu yg sangat penting dalam pelaksanaan asuhan keperawatan.seorang perawat
tidak akan dapat melaksanakan tahapan-tahapan proses keperawatan dengan baik bila tidarak terjalin
komunikasi yg baik antara perawat dengan klien,perawat dengan keluarga atau orang yg berpengaruh
bagi klien,dan perawat dengan tenaga kesehatan lain nya.Kemampuan komunikasi yang baik dari
perawat merupakan salah satu faktor keberhasilan dalam melaksanakan proses keperawatan yang
meliputi tahap pengkajian, perumusan diagnosa, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.
1.pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dalam proses keperawatan . pengkajian dilakukan oleh perawat dalam
rangka pengumpulan data klien . data klien di perlukan sebagai dasar pijakan dalam melaksanakan
proses keperawatan pada tahap berikut nya . data klien di peroleh melalui wawancara (anamnesa ) ,
pemeriksaan fisik , pemeriksaan diagnostik (labolaturium, foto, dan sebagainya ) , informasi /catatan dari
tenaga kesehatan lain,dan dari keluarga klien.hampir dipastikan bahwa semua data yg didapat tersebut
diperoleh melalui proses komunikasi , baik komunikasi secara langsung(verbal, tertulis) maupun secara
tidak langsung(nonverbal).pada tahab ini dapat dikatakan bahwa proses komunikasi berlangsung paling
banyak dibanding komunikasi pada berikutnya.
Kemampuan komunikasi sangat mempengaruhi kelengkapan data klien.untuk itu selain perlunya
meningkatkan kemampuan komunikasi bagi perawat,kemampuan komunikasi klienius yang har jg perlu
ditingkatkan.perawat hrus mengetahui hambatan,kelemahandan gaya klien dalam
berkomunikasi.pereawatlu memperhatikan budaya yang mempengaruhi kapan dan dimana komunikasi di
lakukan,penggunaan bahasa,usia dan perkembangan klien.
Hambatan klien dalam berkomunikas yang harus diperhtikan oleh perawat antara lain:
1.language deficits
Perawat perlu menentukan bahasa yang dipahami oleh klien dalam berkomunikasi karena penguasaan
bahasa akan sangat mempengaruhi persepsi dan interpretasi klien dlam menerima pesan secara
adekuat.
2.Sensory defisits
Kemampuan mendengar, melihat, merasa dan membau merupakan faktor penting dalam komunikasi,
sebab pesan komunikasi akan dapat diterima dengan baik apabila kemampuan sensory Klien berfungsi
dengan baik.
3.cognitive impairments
Adalah suatu kerusakan yang melemahkan fungsi kognitif(misalnya pada klien CVA , Alzhemer,s, tumor
otak) dapat mempengaruhi kemampuan klien dalam mengungkapkan dan memahami bahasa.
4.Structural deficits
Adanya gangguan pada struktur tubuh terutama pada struktur yang berhubungan langsung dengan
tempat keluarnya suara, misalnya mulut dan hidung akan dapat mempengaruhi terjadinya komunikasi.
5.Paralysis
Kelemahan yang terjadi pada klien terutama pada ektremitas atas akan menghambat kemampuan
komunikasi klien baik melalui lisan maupun tulisan.
2 .DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperatan dirumuskan berdasarkan data-data yang di dapat kan dalam tahap
pengkajian.perumusan diagnosa keperawatan merupakan hasil penilaian perawat dengan melibatkan
klien, keluarga klien , tenaga kesehatan lainya tentang masalah yang di alami klien . proses penentuan
masalah klien dengen melibatkan beberapa pihak tersebut adalah upaya untuk memvalidasi, meperkuat
dan menentukan prioritas masalah klien dengan benar. Sikap perawat yang komunikatif dan sikap klien
yang koopratif merupakan paktor penting dalam menetapkan diagnosa keperawtan yang tetap.
Beberapa contoh diagnosa keperawatan yang di akibatkan oleh adanya kelemahan komunikasi verbal,
sebagai mana yang direkomendasikan NANDA (North American Narsing Diagnosis Association) antara
lain.
• Cemas berhubungan degan kelemahan komunikasi verbal
• Ganggauan komunikasi verbal berhubungan denga kelemahan (fisik /anatomis )
• Hargadiri rendah berhubugan dengan kelemahan komunikasi verbal
• Isolasi sosial berhubungan dengan kelemahan komunikasi verbal
• Ganguan komunikasi verbal berhubungan dengan perbedaan budaya.
3.PERENCANAAN
Rencana tindakan yang diibuat perawat merupakan media komunikasi antar petugas kesehatan sehingga
perencanaan yang disusun perawat dinas pagi dapat di evaluasi atau dilanjutkan oleh perawat dinas sore
dan seterusnya.Model komunikasi ini memungkinkan pelayanan keperawatan dapat dilaksanakan secara
berkeseimbangan ,terukur dan efektif.
Rencana tindakan dibuat untuk mengatasi etiologi atau penyebab terjadnya masalah.
Kegagalan dalam menentukan etiologi degan tepat akan berpengaruh terhadap rumusan tujuan tindakan
keperawatan dan mengganggu keberhasilan tindakan.
4.implementasi pelaksanaan
Tahap pelaksanaan merupakan realisasi dr perencanaan yang sudah ditentukan sebelumnya.
Tindakan komunikasi pada saat menghampiri klien.
• Menunjukan muka yang jujur degan klien . hal ini penting agar tercipta suasana saling percaya saat
berkomunikasi.
• Kontak mata dengan baik. Kesungguhan dan perhatian perawat dapat dilihat dari kontak mata saat
berkomunikasi dengan klien
• Fokus kepada klien. Agar komunikasi dapat terarah dan mencapai tujuan yang di inginkan
• Aktif mendengarkan eksplorasi perasaan klien sebagai bentuk perhatian, menghargai dan menghormati
klien. Crouch (2002) mengingatkan bahwa manusia mempunyai dua telinga dan satu mulut.dalam
berkomunikasi Dia menyarankan agar tindakan komunikasi dilaksanakan dengan perbandingan 2:1, lebih
banyak mendengar dari pada berbicara. Sikap ini akan meningkatkan kepercayaan klien kepada perawat.
5. EVALUASI
Komunikasi antara perawat dan klien pada tahap ini adalah untuk mengevaluasi apakah tindakan yang
telah dilakukan perawat atau tenaga kesehatan lain membawa pengaruh atau hasil yang positif bagi
klien, bagaimana kriteria hasil yang telah ditentukan pada tahap sebelumnya. Evaluasi yang dilaksanakan
meliputi aspek kognitif, sikap dan keterampilan yang dapat diungkapkan klien secara verbal maupun non
verbal. Pada tahap ini juga mamberi kesempatan bagi perawat untuk melihat kembali tentang efektifitas
rencana tindakan yang telah dilakukan.
Memecahkan masalah.
Pemahaman dan pengenalan masalah harus disepakati oleh orang tua kemudian mulai merencanakan
pemecahannya. Perawat harus mendiskusikan resikonya terhadap keluarga dan mencoba mencari
pemecahan masalah yang lebih efektif.
Mangadaptasi Bimbingan.
Segera setelah masalah diitentifikasikan & disetujui oleh perawat dan orang tua, maka dapat mulai
merencanakan pemecahannya. Orang tua yang dilibatkan dalam memecahkan masalah berpartisipasi
penuh selama perawatan berlangsung.
Mengindari Hambatan – hambatan Komunikasi
Hambatan yang mempengaruhi proses hubungan dalam berkomunikasi :
o Sosialisasi kepada sasaran yang tidak tepat
o Memberi dorongan sepintas
o Melindunngi suatu situasi/ opini
o Menawarkan keyakinan yang kurang sesuai
o Memberi pujiann secara stereotipi.
o Menahan ekspresi emosi dengan pertanyaan tertutup
o Lebih banyak bicara dari pada orang yang di intervensi
o Membuat konklusi yang menghakimi
o Mengubah fokus pembicaraan dengan sengaja
B. Komunikasi Dengan Anak
Kemampuan komunikasi pada anak merupakan salah satu indikator perkembangan anak. Komunikasi
sangat mempengaruhi tingkat perkembangan anak dalam beraktifitas dengan lingkungannya.
Proses berfikir pada anak dimulai dari yang konkrit kefungsional sampai akhirnya kepada yang abstrak.
Komunikasi pada anak dapat dilakukan sesuai dengan tingkat perkembangannya, antara lain:
Masa Bayi
Karena bayi tidak mampu berkata-kata maka dia menggunakan komunikasi non verbal. Mereka akan
tersenyum dan mendekat bila situasi menyenagkan dan akan menangis bila tidak menyenangkan. Bayi
dapat merespon tingkah laku non verbal pemberi perawatan, mereka akan tenang dengan kontak fisik
yang dekat. Bayi juga akan merasakan nyaman denga suara yang lembut meskipun dengan kata-kata
yang tidak dimengertinya. Bayi yang lebih besar memusatkan perhatian pada dirinya dan ibunya
sehingga setia orang asing akan merupakan ancaman baginya, untuk itu rang tua harus mengawasi
reaksi bayi ketika digendong orang lain.
Masa toddler dan prasekolah.
Pada usia ini umumnya anak sudah mampu berkomunikasi baik secara verbal maupuun non verbal. Anak
di bawah usia lima tahun, hampir semuanya egosentris, mereka melihat segala sesuatu hanya
berhubungan dengan dirinya sendiri dan hanya dari sudut pandang mereka sendiri. Anak tidak dapat
membedakan antara fantsai atau kenyataan.
waktu pemeriksaan anak perlu menyentuh alat-alat yang akn digunakan dalam pemerikssaan agar dia
mengenal dan tidak merasa terasing, gunakan kalimat singkat dan kata-kata yang fimiliar bagi anak,
karena anak memahami kalimat yang pendek, sederhan dan penjelasan yang konkrit.
Masa Usia Sekolah
Anak usia 5-8 tahun kurang mengandalkan pada apa yang mereka lihat tetapi lebih pada apa yang
mereka ketahui bila dihadapkan pada masalah baru. Mereka buth penyelesaai untuk segala sesuatu
tetapi tidak membutuhkan pengesahan dari tindakan yang dilakukan. Pada masa ini anak sudah dapat
memahami penjelasan sederhana dan mampu mendemonstraskannnya. Anak perlu untuk
mengepresikan rasa takut dan keheranan yang dialaminya.
Masa Remaja
Masa ini tidak berfikir dan bverprilaku antara anak dan orang dewasa. Oleh karna itu pada saat anak
mengalami ketegangan mereka mencari rasa aman yang biasa di dapatkan pada masa kanak—kanak.
Perawat harus menghindari sikap menilai atau menghakimii terhadap apa yang dilakukan. Remaja harus
diberi kesempatan untuk mengepresikan perasaannya. Remaja butuh diskusi dalam menangani
masalahnya sehingga penjelasan tentang persepsi remaja yang kurang tepat sangat pentinng dilakukan.
Apabila remaja berbicara disertai emosional maka cara terbaik untuk memberika dukungan (suport)
adalah memberi pehatian, mencoba untuk tidak menyela ( interupsi ) dan menghindari komentar/
ekspresi yang meniimbulkan kesan terkejut/ mencela.
C. Komunikasi pada klien dewasa
Menurut Erikson 1985, pada orang dewasa terjadi tahap hidup intimasi vs isolasi, dimana pada tahap ini
orang dewasa mampu belajar membagi perasaan cinta kasih, minat, masalah dengan orang lain.
Orang dewasa sudah mempunyaii sikap-sikap tertentu, pengetahuan tertentu, bahkann tidak jarang sikap
itu sudah sangat lama menetap dalam dirinya, sehingga tidak mudah untuk merubahnya. Tegasnya orang
dewasa bukan seperti gelas kosong yang dapat diisikan sesuatu. Orang dewasa belajar kalau ia sendiri
ingin belajar, terdorong akan tidak puas lagi dengan prilakunya yang sekarang, maka menginginkan
sesuatu prilaku lain dimasa mendatang, lalu mengambil langkah untuk mencapai prilaku baru itu.
Komunikasi verbal dan non verbal adalah saling mendukung satu sama lain. Seperti pada anak-anak,
prilaku non verbal sama pentingnya pada orang dewasa. Ekspresi wajah, gerakan tubuh dan nada suara
memberi tanda tentang status emosional dari orang dewasa.
Dengan dilakukan komunikasi yang sesuai dengan konteks pasien sebagai orang dewasa oleh para
profesional, pasien dewasa bergerak lebiih jauh dari imobilitas bio psiko sosialnya untuk mencapai
penerimaan terhadap masalahnya.
D. Komunikasi Pada Klien Dewasa
Perawat sebagai komponen yang penting dan orang yang dekat dengan klien sangat dituntut untuk
mampu berkomunikasi dengan baik secara verbal maupunn non verbal.
Kondisi lansia yang telah mengalami perubahan dan penurunan baik struktur anatomisnya maupun fungsi
dari organ tubuhnya menuntut pemahaman dan kesadaran tersendiri bagi tenaga kesehatan selama
membeikan pelayanan kesehatan. Perubahan yang terjadu baik secara fisik, psikis/ emosi, interaksi
sosial maupun spritual dari lansia membutuhkan pendekatan dan tekhnik tersendiri dalam berkomunikasi.
Untuk itu agar dapat berinteraksi khususnya berkomunikasi dengan lansia secara baik, perawat perlu
memahami tentang karakteristik lansia, penggunaan tekhnik komunikasi yang tepat, dan model-model
komunikasi yang memungkinkan dapat diterapkan sesuai dengan kondisi klien.
Perubahan pada aspek fisik berupa perubahan neurologis dan sensorik,perubahan visual, perubahan
pendengaran. Perubahan-perubahan tersebut dapat menghambat proses penerimaan dan interpretasi
terhadap maksud koomunikasi. Perubahan ini juga menyababkan klien lansia mengalami kesulitan dalam
berkomunikasi. Belum lagi perubahan kognitif yang berpengaruh pada tingkat intelejensian, kemampuan
belajar, daya memori dan motivasi klien.
Untuk dapat melaksanakan komuikasi yang efektif kepada lansia, selain pemahaman yang memadai
tentang karakteristik manusia, petugas kesehatan / perawat juga harus mempunyai tekhnik-tekhnik
khusus agar komunikasi yang
dilakukan dapat berlangsung lancar dan sesuai dengan tujuan yang diinginkan.