Anda di halaman 1dari 43

APLIKASI TERAPI KOMPRES AIR HANGAT TERHADAP NYERI POST

OPERASI PADA PASIEN FRAKTUR DI RUMAH SAKIT ISLAM KENDAL

Oleh:
BAGOD ASTURYNO WIJAYA
NIM: G3A020177

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
2020
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Fraktur atau sering disebut patah tulang adalah terputusnya kontinuitas


jaringan tulang yang ditentukan sesuai jenis dan luasnya (Helmi,2012:24). Pada
pasien yang mengalami fraktur dilakukan tindakan operasi untuk memulihkan
atau memperbaiki tulang yang patah. Tindakan operasi pada pasien yang
mengalami fraktur dengan tindakan ORIF (Open reduction Internal Fixation)
adalah pembedahan terbuka pada daerah fraktur dengan memasukkan skrup/pen
yang berfungsi untuk menfiksasi bagian-bagian tulang yang fraktur secara
bersamaan dan mengimobilisasi daerah fraktur (Rosyidi,2013:77). Keluhan
utama yang umumnya pasien alami setelah post operasi ORIF pada pasien
fraktur ialah, rasa nyeri ringan sampai dengan nyeri berat didaerah bekas
operasi yang bersifat akut dan berlangsung selama berjam-jam. Nyeri
merupakan masalah utama pada pasien pasca operasi sekaligus merupakan
pengalaman multidimensi yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan
(Ningsih, 2006:16).
Menurut penelitian Agung Kristanto et al (2016) dalam Jurnal Indonesia
Keperawatan Praktis menyatakan bahwa pasien pasca ORIF pada ekstremitas
atas/bawah dapat dilakukan dengan metode kompres hangat yang efektif dalam
menurunkan nyeri pasca operasi ORIF. Penelitian yang dilakukan Andi
Nurchairiah (2014) menunjukkan bahwa pemberian kompres hangat efektif
dalam mengurangi intensitas nyeri pada pasien fraktur. Rasa hangat yang
dialami pasien dapat mengurangi nyeri serta memberikan kenyamanan kepada
pasien (Kozier&Erb, 2009:402).
Nyeri pasca pembedahan ORIF disebabkan oleh tindakan invasif bedah
yang dilakukan. Walaupun fragmen tulang telah direduksi, tetapi manipulasi
seperti pemasangan skrup/pen menembus tulang akan menimbulkan nyeri
hebat. Nyeri tersebut bersifat akut yang berlangsung selama berjam-jam hingga
berhari-hari. Hal ini disebabkan oleh berlangsungnya fase inflamasi yang
disertai dengan edema jaringan. Lamanya proses penyembuhan setelah
mendapatkan penanganan dengan fiksasi internal akan berdampak pada
keterbatasan gerak yang disebabkan oleh nyeri maupun adaptasi terhadap
penambahan skrup/pen tersebut. Kondisi nyeri ini sering kali menimbulkan
gangguan pada pasien baik gangguan fisiologis maupun psikologis. Kompres
air hangat dapat memberikan rasa nyaman, mengurangi rasa nyeri, mencegah
terjadinya spasme otot, memperlancar sirkulasi darah serta memberi rasa
hangat. Reaksi setelah pemberian kompres air hangat maka dapat memperlebar
pembuluh darah sehingga aliran darah dan suplai oksigen dapat lebih mudah
mencapai daerah yang sakit sehingga membantu relaksasi dari otot dan
membantu mengurangi nyeri.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis tertarik melakukan
pengelolaan asuhan keperawatan evidence based pratice nursing pada pasien
dengan fraktur di Rumah Sakit Islam Kendal.

B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Melaporkan pengelolaan kasus dan aplikasi evidence based practice nursing
fraktur pada Ny. T di Rumah Sakit Islam Kendal.
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus penulisan adalah diharapkan penulis mampu :
a. Mendeskripsikan konsep fraktur.
b. Mendeskripsikan asuhan keperawatan pada pasien dengan fraktur.
c. Melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan fraktur.
d. Mahasiswa mampu menerapkan evidence based practice nursing
tindakan kompres air hangat.

C. Sistematika Penulisan

Makalah ini terdiri dari enam bab yang disusun dengan sistematika
penulisan sebagai berikut :

BAB I: Pendahuluan (latar belakang, tujuan  penulisan, dan sistematika


penulisan).

BAB II: Membahas konsep dasar fraktur.

BAB III: Resume asuhan keperawatan pada Ny. T denganfraktur.

BAB IV: Aplikasi jurnal evidence based practice nursing riset pada pasien.

BAB V: Pembahasan terkait hasil pengelolaan kasus dan aplikasi evidence


based practice nursing terhadap konsep teori.

BAB VI: Penutup (kesimpulan dan saran).


BAB II

TINJAUAN TEORI

A. PENGERTIAN
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, yang biasanya
disertaidengan luka sekitar jaringan lunak, kerusakan otot, ruptur tendon,
kerusakan pembuluh darah, dan luka organ-organ tubuh dan ditentukan sesuai
jenis danluasnya, terjadinya fraktur jika tulang dikenai stress yang lebih besar
dari yang besar dari yang dapat diabsorbsinya. (Smeltzer, 2001).
Fraktur femur adalah diskontinuitas atau hilangnya struktur dari tulang
femur (Mansjoer, 2000). Sedangkan menurut Sjamsuhidajat " dan ong (2001)
fraktur femur adalah fraktur pada tulang femur yang disebabkan oleh benturan
atautrauma langsung maupun tidak langsung. Fraktur femur juga didefinisikan
sebagai hilangnya kontinuitas tulang paha, kondisi fraktur femur secara klinis
bisa berupa fraktur femur terbuka yang disertai adanya kerusakan jaringan
lunak (otot, kulit, jaringan saraf dan pembuluh darah) dan fraktur femur
tertutup yang dapat disebabkan oleh trauma langsung pada paha.
Dari beberapa penjelasan tentang fraktur femur di atas, dapat
disimpulkan bahwafraktur femur merupakan suatu keadaan dimana terjadinya
kehilangan kontinuitas tulang femur yang dapat disebabkan oleh trauma
langsung maupun trauma tidak langsung disertai dengan adanya kerusakan
jaringan lunak.

B. ETIOLOGI

Etiologi dari fraktur menurut (Price & Wilson, 2006 dan Long, 1996)
yaitu :

1. Cidera atau benturan (jatuh pada kecelakaan)


2. Fraktur patologik terjadi pada daerah-daerah tulang yang telah
menjadi lemah oleh karena tumor, kanker dan osteoporosis
3. Fraktur karena letih
4. Fraktur beban atau fraktur kelelahan terjadi pada orang-orang yang
baru saja menambah tingkat aktivitas mereka, seperti baru diterima
dalam angkatan bersenjata atau orang-orang yang baru mulai
latihan lari.

C. PATOFISIOLOGI
Menurut Brunner dan Suddarth (2002), trauma dan kondisi patologis
yang terjadi pada tulang yang menyebabkan fraktur. Fraktur menyebabkan
diskontinuitas jaringan tulang yang dapat membuat penderita mengalami
kerusakan mobilitas fisiknya. Diskontinuitas jaringan tulang dapat mengenai 3
bagian yaitu jaringan lunak, pembuluh darah dan saraf serta tulang itu sendiri.
Jika mengenai jaringan lunak makan akan terjadi spasme otot yang menekan
ujung saraf dan pembuluh darah dapat mengakibatkan nyeri, deformitas serta
syndrome compartement.
Fraktur adalah semua kerusakan pada kontinuitas tulang, fraktur
beragam dalam hal keparahan berdasarkan lokasi dan jenis fraktur. Meskipun
fraktur terjadi pada semua kelompok usia, kondisi ini lebih umum pada orang
yang mengalami trauma yang terus-menerus dan pada pasien lansia. Fraktur
dapat terjadi akibat pukulan langsung, kekuatan tabrakan, gerakan memutar
tiba-tiba, kontraksi otot berat, atau
penyakit yang melemahkan tulang. Dua mekanisme dasar yang fraktur:
kekuatan langsung atau kekuatan tidak langsung. Dengan kekuatan langsung,
energi kinetik diberikan pada atau dekat tempat fraktur. Tulang tidak dapat
menahan kekuatan. Dengan kekuatan tidak langsung, energi kinetik di
transmisikan dari titik dampak ke tempat tulang yang lemah.
Fraktur terjadi pada titik yang lemah. Sewaktu tulang patah,
pendarahan biasanya terjadi di sekitar tempat patah ke dalam jaringan lunak
sekitar tulang tersebut, jaringan lunak juga biasanya mengalami kerusakan.
Reaksi pendarahan biasanya timbul hebat setelah fraktur. Sel-sel darah putih
dan sel anast berakumulasi menyebabkan peningkatan aliran darah ke tempat
tersebut aktivitas osteoblast terangsang dan terbentuk tulang baru umatur yang
disebut callus.
Bekuan fibrin direabsorpsi dan sel-sel tulang baru mengalami
remodeling untuk membentuk tulang sejati. Insufisiensi pembuluh darah atau
penekanan serabut saraf yang berkaitan dengan pembekakan yang tidak
ditangani dapat menurunkan asupan darah ke ekstrimitas dan mengakibatkan
kerusakan saraf perifer. Bila tidak terkontrol pebekakan akan mengakibatkan
peningkatan tekanan jaringan, oklusi darah total dan berakibat anoreksia
mengakibatkan rusaknya serabut saraf maupun jaringan otot. Komplikasi ini
dinamakan sindrom compartment (Brunner dan Suddarth, 2002).

D. MANIFESTASI KLINIS
Manisfestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi,deformitas,

pemendekan ekstrimitas, krepitus, pembengkakan lokal dan perubahan warna


(Brunner & Suddarth, 2002).

1. Nyeri terus-menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang di


imobilisasi, spasme otot yang menyertai fraktur merupkan bentuk bidai
alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen
tulang.
2. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan cenderung
bergerak tidak alamiah bukan seperti normalnya, pergeseran fraktur
menyebabkan deformitas, ekstrimitas yang bisa diketahui dengan
membandingkan dengan ekstrimitas yang normal. Ekstrimitas tidak dapat
berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada
integritas tulang tempat melekatnya otot.
3. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena
kontraksi otot yang melekat di atas dan di bawah tempat fraktur.
4. Saat ekstrimitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang yang
dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu
dengan yang lainnya (uji krepitus dapat merusakkan jaringan lunak yang
lainnnya lebih berat).
5. Pembengkakan akan mengalami perubahan warna lokal pada kulit terjadi
sebagai trauma dan pendarahan akibat fraktur.

E. PENATALAKSANAAN
Menurut Mansjoer (2000) dan Muttaqin (2008), konsep dasar yang harus
dipertimbangkan pada waktu penanganan fraktur yaitu: rekognisi, reduksi,
retensi dan rehabilitasi.
1. Rekognisi (pengenalan). Riwayat kecelakaan derajat keparahan harus
jelas untuk menentukan diagnosa keperawatan dan tindakan
selanjutnya. Frktur tungkai akan terasa nyeri dan bengkak. Kelainan
bentuk nyata dapat menentukan diskontinuitas integritas rangka.
2. Reduksi (manipulasi). Reduksi adalah usaha dan tindakan untuk
memanipulasi fragmen-fragmen tulang yang patah sedapat mungkin
kembali lagi seperti letak asalnya. Upaya untuk memanipulasi
fragmen tulang sehingga kembali seperti semula. Reduksi fraktur
dapat dilakukan dengan reduksi tertutup, traksi atau reduksi terbuka.
Reduksi fraktur dilakukan sesegera mungkin untuk mencegah jaringan
lunak kehilangan elastisitasnya akibat infiltrasi karena edema dan
pendarahan. Pada kebanyakan kasus, reduksi frktur menjadi semakin
sulit bila cedera sudah mulai mengalami penyembuhan (Mansjoer,
2002).
3. Retensi (immobilisasi). Upaya yang dilakukan untuk menahan
fragmen tulang sehingga kembali seperti semula secara optiomal.
Setelah fraktur reduksi, fragmen tulang harus diimobilisasi atau
dipertahankan dalam posisi kesejajaran tulang sampai penyatuan.
Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna.
Metode fiksasi eksterna meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi
kontinu, pin dan teknik gips atau fiksator eksterna. Implan logam
dapat digunakan untuk fiksasi interna yang berperan sebagai bidai
untuk mengimobilisasi fraktur. Fiksasi eksterna adalah alat yang
diletakkan di luar kulit untuk menstabilkan fragmen tulang dengan
memasukkan dua atau tiga pin metal perkutaneus menembus tulang
pada bagian proksimal dan distal dari tempat fraktur dan pin tersebut
dihubungkan satu sama lain dengan mengggunakan eksternal bars.
Teknik ini terutama atau kebanyakan digunakan untuk fraktur pada
tulang tibia, terapi juga dapat dilakukan pada tulang femur, humerus
dan pelvis (Mansjoer, 2000).

Fraktur biasanya menyertai trauma. Untuk itu sangat penting untuk


melakukan pemeriksaan terhadap jalan nafas (airway), proses pernapasan
(breathing) dan sirkulasi (circulation), untuk mengetahui apakah terjadi syok
atau tidak. Bila dinyatakan tidak ada masalah, lakukan pemeriksaan fisik
secara terperinci. Waktu terjadi kecelakaan penting dinyatakan untuk
mengetahui berapa lama sampai di rumah sakit untuk mengetahui berapa
lama perjalanan ke rumah sakit, jika lebh dari 6 jam, komplikasi infeksi
semakin besar. Lakukan ammnesis dan pemeriksaan fisik secara cepat,
singkat dan lengkap. Kemudian lakukan foto radiologis.
Pemasangan bidai dilakukan untuk mengurangi rasa sakit dan mencegah
terjadinya kerusakan yang lebih berat pada jaringan lunak. Tindakan pada
fraktur terbuka harus dilakukan secepat mungkin. Penundaan waktu dapat
menngakibatkan komplikasi. Waktu yang optimal untuk bertindak sebelum 6-
7 jam (golden period). Berikan 22 toksoid, Antitetanus Serum (ATS) atau
tetanus human globulin. Berikan antibiotik untuk kuman gram positif dengan
dosis tinggi. Lakukan pemeriksaan kultur dan resistensi kuman dari dasar
luka fraktur terbuka (Smeltzer, 2001).
F. KOMPLIKASI
Komplikasi fraktur menurut (Arif Muttaqin, 2005 & Smeltzer dan Bare,
2001) antara lain :

1. Kerusakan Arteri. Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak
ada nadi, CRT menurun, synosis bagian distal, hematoma yang lebar dan
dingin pada ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting,
perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi dan pembedahan.

2. Sindroma Kompartement. Merupakan komplikasi serius yang terjadi karena


perfusi jaringa dalam otot kurang dari yang dibutuhkan untuk kehidupan
jaringan. Hal ini bisa disebabkan karena edema atau pendarahan yang
menekan otot, penurunan ukuran kompartement oto karena fasia yang
membungkus otot terlalu ketat, saraf, pembuluh darah atau tekanan dari luar
seperti gips.
3. Fad Emboli Syndrome. Merupakan komplikasi serius yang terjadi pada
kasus fraktur tulang panjang. Fes terjadi karena sel-sel lemak yang
dihasilkan bone marrow kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan
kadar oksigen dalam darah menjadi rendah. Hal ini ditandai dengan
ganggguan pernapasan, takikardia, hipertensi, takipnea dan demam.
4. Infeksi. Sistem pertahanan tubuh akan rusak bila ada trauma pada jaringan.
Pada trauma ortopedi, infeksi-infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan
masuk ke dalam. Hal ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tetapi
dapat juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan dan pasca
operasi pemasangan pin.
5. Avaskuler nekrosi (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau
terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan
adanya Volkman’s Ischemia (Smeltzer dan Bare, 2001 & Arif Muttaqin,
2005).
6. Syok hipovolemik atau traumatic (banyak kehilangan darah dan
meningkatnya permeabilitas kapilar eksternal maupun yang tidak
kehillangan yang bisa menyebabkan penurunan oksigenasi) dan kehilangan
cairan dan dapat terjadi pada fraktur ekstrimitas, thoraks, pelvis dan
vertebra.
G. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN FRAKTUR
1. Pengkajian
a. Identitas
1) Meliputi nama, inisial, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa
yang dipakai, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, golongan,
no. register, tanggal MRS, diagnosa medis..
b. Status kesehatan saat ini
c. Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri.
Nyeri tersebut bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan.
Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien
digunakan:
1. Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi yang
menjadi faktor presipitasi nyeri.
2. Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau
digambarkan klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau
menusuk-nusuk.
3. Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa
sakit menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.
4. Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan
klien, bisa berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan
seberapa jauh rasa sakit mempengaruhi kemampuan fungsinya.
5. Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah
buruk pada malam hari atau siang hari.
d. Alasan masuk rumah sakit
e. Riwayat penyakit sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari
fraktur, yang nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan
terhadap klien. Ini bisa berupa kronologi terjadinya penyakit tersebut
sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan yang terjadi dan bagian
tubuh mana yang terkena. Selain itu, dengan mengetahui mekanisme
terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain
(Ignatavicius, Donna D, 1995).
f. Riwayat kesehatan terdahulu
1) Riwayat penyakit sebelumnya
2) Riwayat penyakit keluarga
3) Riwayat pengobatan
g. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
- Kesadaran
Seorang pasien yang terkena fraktur kesadarannya adalah sadar
dan juga dapat mengalami penurunan kesadaran.
- Tanda-tanda vital
Tekanan darah : Saat melakukan pemeriksaan tanda-tanda vital
pada khasus hipertensi tekanan darah yang dimiliki oleh
penderita hipertensi systole diatas 140 mmHg dan tekanan
diastole diatas 90 mmHg.
Nadi : Meningkat pada arteri karotis, jugularis, pulsasi radialis;
perbedaan denyut nadi atau tidak ada denyut nadi pada
beberapa area seperti arteri popliteal, posterior tibia. (Udjianti,
2013, p. 108)
2) Aktivitas / istirahat
- Gejala (Kelemahan, letih, napas pendek, gaya hidup monoton)
- Tanda (Frekuensi jantung meningkat, perubahan irama
jantung, takipnea).
3) Sirkulasi
- Gejala (Riwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung
koroner / katup, penyakit serebrovaskuler)
- Tanda (Kenaikan TD, Nadi : denyutan jelas,, Frekuensi / irama
: takikardia, berbagai disritmia, Bunyi jantung : murmur,
Distensi vena jugularis, pada ekstermitas terjadi perubahan
warna kulit, suhu dingin( vasokontriksi perifer ), pengisian
kapiler mungkin lambat
4) Integritas ego
- Gejala (Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi,
euphoria, marah, faktor stress multiple ( hubungsn, keuangan,
pekerjaan ))
- Tanda (Letupan suasana hati, Gelisah, Penyempitan kontinue
perhatian, Tangisan yang meledak, otot muka tegang
( khususnya sekitar mata ), Peningkatan pola bicara)
5) Eliminasi
- Gejala (Gangguan ginjal saat ini atau yang lalu ( infeksi,
obstruksi, riwayat penyakit ginjal ))
6) Makanan/ cairan
- Gejala (Makanan yang disukai yang dapat mencakup makanan
tinggi garam, lemak dan kolesterol, Mual, Muntah, Riwayat
penggunaan diuretik
- Tanda (BB normal atau obesitas, Edema, Kongesti vena,
Peningkatan JVP, glikosuria)
7) Nyeri/ ketidaknyamanan
- Gejala (nyeri hilang timbul pada tungkai, sakit kepala oksipital
berat, nyeri abdomen
8) Neurosensori
- Gejala (Keluhan pusing / pening, sakit kepala, Episode kebas,
Kelemahan pada satu sisi tubuh, Gangguan penglihatan
( penglihatan kabur, diplopia ), Episode epistaksis)
- Tanda (Perubahan orientasi, pola nafas, isi bicara, afek, proses
pikir atau memori ( ingatan )
- Respon motorik : penurunan kekuatan genggaman
- Perubahan retinal optik
9) Pernapasan
- Gejala (Dispnea yang berkaitan dengan aktivitas, Takipnea,
Ortopnea, Dispnea nocturnal proksimal, Batuk dengan atau
tanpa sputum, Riwayat merokok)
- Tanda (Distress respirasi/ penggunaan otot aksesoris
pernapasan, Bunyi napas tambahan (krekles, mengi), Sianosis).
10) Keamanan
- Gejala (Gangguan koordinasi, cara jalan)
- Tanda (Episode parestesia unilateral transien)
h. Pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan Laboratorium
- Hb/Ht: untuk mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume
cairan (viskositas) dan dapat mengidentifikasikan faktor risiko
seperti : Hipokoagubilitas, anemia.
- BUN/ keratinin : memberikan informasi tentang perfusi/ fungsi
ginjal
- Urinalisa: darah, protein, glukosa, mengisaratkan disfungsi
ginjal danada DM
2) CT Scan : mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati
3) EKG: menunjukan pola regangan, dimana luas, peninggian
gelombang P adalah salah satu tanda dini penyakit jantung
hipertensi
4) IUP: mengidentifikasikan penyebab hipertensi seperti : Batu
ginjal, perbaikan ginjal
5) Photo dada: menunjukkan destruksi klasifikasi pada area katup,
pembesaran jantung.
2. Pathways Keperawatan
3. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri Akut b.d Agen cedera fisik di tandai dengan pasien tampak
meringgis, gelisah.
b. Resiko Infeksi b.d kerusakan integritas kulit.
c. Gangguan Mobilitas Fisik b.d kerusakan integritas struktur tulang di
tandai dengan pasien nyeri saat bergerak.
d. Gangguan integritas kulit/jaringan b.d kelembabpan di tantai dengan
klien tanpak nyeri, perdarahan, kemerahan.
4. Intervensi Keperawatan

No Diagnose Tujuan Intervensi

1 Nyeri Akut 1. Setelahdilakukan 1. Identifikasi tanda/gejala primer


b.d Agen tindakan dan sekunder penurunan curah
cedera fisik keperawatan jantung
di buktikan selama 1x7 jam 2. Monitor tekanan darah
dengan nyeri menurun KH 3. Monitor EKG 12 sadapan
pasien : Tingkat Nyeri 4. Posisikan pasien semi fowler
tampak menurun atau fowler dengan kaki
meringgis -Keluhan nyeri kebawah atau posisi nyaman
menurun (5) 5. Berikan terapi relaksasi untuk
-Gelisah menurun (5) mengurangi stress, jika perlu
-Meringis menurun 6. Berikan oksigen untuk
(5) mempertahankan saturasi
-Kesulitan tidur oksigen >94%
menurun (5) 7. Anjurkan berhenti merokok
•Identifikasi local, 8. Kolaborasi dalam pemberian
karakteristik,durasi,fr anti arimia, jika perlu
ekuensi, kualitas,
intensitas nyeri.
•Identifikasi nyeri.
•Identifikasi respon
nyeri non
verbal.Identifikasi
factor yang
memperberat dan
memperingan nyeri.
•Berikan teknik
nonfarmakologis
untuk mengurangi
rasa nyeri (mis.tarik
napas dalam,
kompres
hanagat/dingin).
•Kontrol lingkungan
yang memperberat
rasa nyeri .
•Fasilitasi istirahat
dan
tidur.Pertimbangkan
jenis dan sumber
nyeri
•Kolaborasi
pemberian
analgetik .jika perlu
2 Resiko Setelah dilakukan • Monitor tanda dan gejala infeksi
Infeksi tindakan keperawatan local dan sistemik.
berhubunga selama 1x7 jam • Batasi jumlah pengunjung.
n dengan diharapkan integritas •Berikan perawatan kulit pada area
integritas kulit meningkat edema.
kulit •Kemerahan •Cuci tangan sebelum dan sesudah
menurun (5) kontak dengan pasien dan
•Bengkak lingkungan pasien.
menurun(5) •Jelaskan tanda dan gejala infeksi.
•Perfusi jaringan •Ajarkan cara mencuci tangan
meningkat (5) dengan benar.
•Kerusakan lapisan •Ajarkan cara memeriksa kondisi
kulit menurun (5) luka atau luka operasi.
•Anjurkan meningkatkan asupan
nutrisi
3 Gangguan Setelahdilakukan • Identifikasi material bidai yang
Mobilitas tindakan keperawatan sesuai.Tutup luka terbuka dengan
Fisik b.d selama 1x7 jam balutan.
kerusakan menunjukkan maka
integritas mobilitas • Atasi perdarahan sebalum bidai di
fisik pasang.
meningkat
• Berikan bantalan pada bidai.
KH
•Pergerakan • Imobilisasi sendi di atas dan di
eksremitas meningkat bawah area cidera.
(5)
•kecemasan menurun •Topang kaki mengunakan
(5) penyangga kaki.
•gerak terbatas
menurun (5) •Tempatkan eksremitas yangcidera
dalam posisi fungsional.
•Pasang bidai pada posisi tubuh
seperti saat di temukan.
•Gunakan kedua tanagan untuk
menopang area cedera.
•Gunakan kain gendong secara tepat
•Jelaskan tujuan dan
langkahlangkah prosedur sebelum
pemasangan bidai

4 Gangguan Setelahdilakukan •Monitor karakteristik luka


Integritas tindakan keperawatan
Kulit/Jaring selama 1x7 jam (dranase, warna, ukuran, bau)
an b.d menunjukkan
kelembapan gangguan integritas •Anjurkan membatasi gerak pada
kulit menurun dengan area cedera
kriteria hasil :
•Lepaskan balutan dan plaster
•Perfusi
secara perlahan.
jaringan
meningkat (5) •Cukur rambut di sekitar luka, jika
•Kerusakan perlu
jaringan
menurun (5) •Jelaskan tanda dan gejala infeksi.
•Kerusakan lapisan
kulit menurun (5) •Anjurkan mengkonsumsi makanan
tinggi kalori dan protein.
BAB III

RESUME ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN FOKUS
1. Identitas
a. IdentitasPasien
Nama : Ny. T
Umur : 54 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Pageruyung
Tgl Masuk RS : 23/05/2021
Tgl Pengkajian :24/05/2021
Diagnosa Medis : fraktur femur
No. RM : 005xxx
b. Identitas penanggungjawab
Nama : Ny. I
Jenis kelamin :P
Alamat :
Hubungan dengan klien : anak
Pekerjaan : pegawai swasta
2. Keluhan Utama
klien mengatakan mual makan hanya 2 sendok, belum buang air besar
sejak masuk Rumah Sakit, nyeri pada paha kanan skala 5 nyeri saat di
gerakan/pada saat ganti pempes.
3. Status kesehatan saat ini
4. Klien masuk ke rumah sakit karena kepeleset di kamar mandi sejak 2
minggu lalu.
PENGUKURAN SKALA NYERI PADA PASIENFRAKTUR
Verbal Descriptor Scale (VDS)

5. Status kesehatan masa lalu


Klien mengatakan tidak ada riwayat kesehatan masalalu
6. Riwayat Kesehatan Keluarga
Pasien mengatakan tidak ada riwayat penyakit keluarga
7. Pengkajian Pola Fungsi dan Pemeriksaaan fisik
a. Persepsi dan pemeliharaan kesehatan
1) Persepsi tentang kesehatan diri
Klien mengatakan rutin meminum obat-obatan herbal
2) Pengetahuan dan persepsi klien tentang penyakit dan perawatannya
Klien mengatakan belum paham dengan penyakitnya
b. Nutrisi dan cairan
Jumlah makan per hari : 3x/hari,2-3 sendok saat di RS
Nasfu makan : kurang ada mual dan muntah
Pola minum/cairan : jumlah minum : 8 gelas/hari
Penurunan BB dalam 6 bulan terakhir : tidak ada
Alergi makanan : tidak ada
Kondisi mulut dan gigi : bersih
c. Aktivitas dan latihan
Klien mengatakan aktifitas dan toileting dibantu oleh keluarga
d. Istirahat
Klien mengatakan setiap hari tidur sekitar 6-7 jam. Tidak pernah sulit
tidur.
1) Mata sayu/tampak mengantuk : tidak ada
2) Mata merah : tidak ada
3) Sering menguap : tidak ada
4) Kurang konsentrasi : tidak ada
e. Sirkulasi
Klien mengatakan pusing
1) Tekanan darah : 100/70 mmHg
2) Nadi : 70x/menit
f. Eliminasi
Klien mengatakan belum BAB
1) Abdomen tidak membuncit
2) Bising usus : 8x/menit
3) Tidak ada kembung
4) Nyeri tekan : tidak ada
5) Distensi kandung kemih : tidak ada

g. Neurosensori dan kognitif


P : nyeri akan timbul jika merubah posisi/ saat menganti pempes
Q : nyeri cekot-cekot
R : nyeri dirasakan pada bagian pangkal paha sampai lutut sebalah
kanan
S : Skala nyeri 5
T : nyeri hilang timbul. Nyeri berlangsung selama 15 menit
h. Keamanan
Klien mengatakan tidak ada alergi makanan, obat-obatan. Memiliki
riwayat jatuh di kamar mandi 2 minggu lalu tidak ada kejang.
Penglihatan dan pendengaran normal.
i. Pemeriksaan Fisik
1) Tanda Tanda Vital (TTV)
 Tekanan Darah : 100/70
 Nadi : 70x/ Menit
 Suhu : 37,50C
 RR : 24x/menit
 BB : 45 kg
2) Keadaan umum
Kesadaran : Composmetis (Kesadaran penuh)
3) Mata
 Bentuk bola mata: Simetris kiri dan kanan
 Kelopak : Tidak ada edema dan memar
 Konjungtiva : tidak anemis
 Sklera : Tidak ikterik
4) Leher : tidak ada pembesaran kelenjar limfe
5) Abdomen
 Auskultasi: peristaltik usus 8 x/ menit
 Palpasi : tidak ada nyeri tekan pada seluruh kuadran
 Perkusi : bunyi timpani
j) Terapi obat (24/mei/2021)
 Ranitidin 2x mmg
 Ondensanta 3x4 mg
 Cefotaqine 1x e
 Ketorolak 3x30gr
k) EKG (23/mei/2021) takikardi
l) Radiologi (23/mei/2021) fraktur femur
m) Laboratorium (23/mei/2021)
Hemoglobin 11,4 g/dl 13-17
Hematokrit 33.9% 40-45
Leukosit 36.666 /mm3 4.000-11.000
Eritrosit 3,84 juta/ul 4,2-5,4
MCH 26.7 pg 26-34
B. Analisa Data

Data Masalah Etiologi


Ds : klien mengatakan mual Nyeri akut Agen cedera fisik
makan hanya 2 sendok,
belum buang air besar sejak
masuk Rumah Sakit, nyeri
pada paha kanan skala 4
nyeri saat di gerakan/pada
saat ganti pempes.

Do :pasien bedres, terpasang


infus Rl 20 tpm, terpasang
nasal 4 lpm dan terpasang
gifs pada paha kanan
P: ketika tersenggol
Q: cekot-cekot
R: nyeri Dari pangkal paha
sampai lutut sebelah kanan
S: 4
T: 30 menit

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut b.d agen pencidera fisik
B. FOKUS INTERVENSI

Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional


Nyeri akut Setelah Manajemen Nyeri
(1.08238)
dilakukan Observasi
Observasi
tindakan - Untuk membantu
1. Identifikasi lokasi, berfokus pada penyebab
keperawatan karakteristik, durasi, nyeri dan manajemennya
frekuensi, kualitas dan -Untuk mengetahui
selama 1x24
intensitas nyeri tingkat nyeri klien
jam 2. Identifikasi skala nyeri -Untuk mengetahui
seberapa kuat nyeri yang
menunjukkan 3. Identifikasi respon nyeri
dirasakan oleh klien
non verbal
nyeri 4. Identifikasi faktor yang
Terapeutik
-Untuk membantu klien
berkurang memperberat dan
dalam mengurangi
memperingan nyeri
dengan Terapeutik
kecemasan nyeri
Edukasi
Kriteria -Untuk membantu klien
1. Berikan teknik non
Hasil : dan keluarga dalam
farmakologis untuk
pentingnya informasi
-Keluhan mengurangi nyeri
mengontrol nyeri dan
2. Kontrol lingkungan yang
nyeri menemukan dukungan
memperberat rasa nyeri keluarga
menurun 5 Edukasi Kolaborasi
-Meringis -Untuk mengurangi
1. Jelaskan penyebab,
nyeri dan mencegah
menurun 5 periode, dan pemicu nyeri
infeksi
2. Anjurkan memonitor nyeri
-Wajah rileks secara mandiri
5 3. Ajarkan teknik non
farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi

1. Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu

C. IMPLEMENTASI
Waktu Tindakan keperawatan Respon pasien TTD
Senin,24 Mengidentifikasi lokasi, S: Pasien mengatakan
/05/2021 karakteristik, durasi, frekuensi, nyeri pada paha kanan
kualitas, skala dan intensitas
nyeri P: ketika tersenggol/saat
ganti pempes
Memberikan teknik non Q: cekot-cekot
farmakologis untuk R: nyeri Dari pangkal
mengurangi nyeri (kompres air paha sampai lutut sebelah
hangat dengan suhu 40-45° C kanan
pada area yang nyeri selama S: 4
30 menit) T: 30 menit
O:Pasien tampak nyeri
terpasang gifs pada paha
kanan, terpasang nasal
4lpm dan infus NS 20 tpm
Selasa,2 Memberikan teknik non S: Pasien mengatakan
5/05/202 farmakologis untuk nyeri pada paha kanan
1 mengurangi nyeri (kompres air P: ketika tersenggol/saat
hangat dengan suhu 40-45° C ganti pempes
pada area yang nyeri selama Q: cekot-cekot
30 menit) R: nyeri Dari pangkal
paha sampai lutut sebelah
kanan
S: 3
T: 30 menit
O: Pasien tampak nyeri
terpasang gifs pada paha
kanan, terpasang nasal
4lpm dan infus NS 20 tpm
Rabu,26/ Memberikan teknik non S: Pasien mengatakan
05/2021 farmakologis untuk nyeri pada paha kanan
mengurangi nyeri (kompres air
hangat dengan suhu 40-45° C P: ketika tersenggol/saat
pada area yang nyeri selama ganti pempes
30 menit) Q: cekot-cekot
R: nyeri Dari pangkal
paha sampai lutut sebelah
kanan
S: 3
T: 30 menit

O: Pasien tampak nyeri


terpasang gifs pada paha
kanan, terpasang nasal
4lpm dan infus NS 20 tpm
D. EVALUASI

Waktu Evaluasi Ttd


Senin, 24/05/ 2021 S: Pasien mengatakan masih nyeri
P: ketika tersenggol/saat ganti pempes
Q: cekot-cekot
R: nyeri Dari pangkal paha sampai lutut sebelah
kanan
S: 4
T: 30 menit
O: pasien nampak menahan nyeri terpasang gifs
pada paha kanan, terpasang nasal 4lpm dan infus
NS 20 tpm
A: Masalah belum teratasi
P: Lanjutkan intervensi
1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas dan intensitas nyeri
2. Identifikasi skala nyeri
3. Identifikasi respon nyeri non verbal
4. Identifikasi faktor yang memperberat dan
memperingan nyeri
5. Berikan teknik non farmakologis kompres air
hangat
Selasa,25/05/2021 S: Pasien mengatakan masih nyeri
P: ketika tersenggol/saat ganti pempes
Q: cekot-cekot
R: nyeri Dari pangkal paha sampai lutut sebelah
kanan
S: 3
T: 30 menit
O:pasien nampak menahan nyeri terpasang gifs
pada paha kanan, terpasang nasal 4lpm dan infus
NS 20 tpm.

A: Masalah belum teratasi

P: Lanjutkan intervensi

1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,


frekuensi, kualitas dan intensitas nyeri
2. Identifikasi skala nyeri
3. Identifikasi respon nyeri non verbal
4. Identifikasi faktor yang memperberat dan
memperingan nyeri
5. Berikan teknik non farmakologis kompres
air hangat

Rabu,26/05/2021 S: Pasien mengatakan masih nyeri


P: ketika tersenggol/saat ganti pempes
Q: cekot-cekot
R: nyeri Dari pangkal paha sampai lutut
sebelah kanan
S: 3
T: 30 menit
O:pasien nampak menahan nyeri terpasang gifs
pada paha kanan, terpasang nasal 4lpm dan infus
NS 20 tpm.
A: Masalah belum teratasi
P: Lanjutkan intervensi
1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas dan intensitas nyeri
2. Identifikasi skala nyeri
3. Identifikasi respon nyeri non verbal
4. Identifikasi faktor yang memperberat dan
memperingan nyeri
5. Berikan teknik non farmakologis kompres
air hangat
BAB IV

APLIKASI JURNAL EVIDENCE BASED NURSING RISET

A. INDENTITAS KLIEN
1. Nama : Ny. T
2. Umur : 54 tahun
3. Jenis Kelamin : Perempuan
4. Agama : Islam
5. Alamat : Pageruyung
6. Tgl Masuk RS : 23/05/2021
7. Tgl Pengkajian :24/05/2021
8. Diagnosa Medis : fraktur femur
9. No. RM : 005xxx

B. DATA FOKUS
1. Data subjektif
Pasien mengatakan nyeri pada paha kanan saat di gerakan/ saat ganti
pempes
P: ketika tersenggol/saat ganti pempes
Q: cekot-cekot
R: nyeri Dari pangkal paha sampai lutut sebelah kanan
S: 4
T: 30 menit
2. Data objektif
Pasien tampak nyeri terpasang gifs pada paha kanan, terpasang nasal
4lpm dan infus NS 20 tpm
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN
JURNAL EVIDENCE BASED NURSING RISET YANG
DIPUBLIKASIKAN
Nyeri akut b.d agen pencidera fisik

D. EVIDENCE BASED NURSING PRACTICE YANG DITERAPKAN


PADA KLIEN
Terapi kompres air hangat pada lokasi yang nyeri

E. ANALISA SINTESA JUSTIFIKASI


F. LANDASAN TEORI TERKAIT PENERAPAN EVIDENCE BASED
NURSING PRACTICE
Fraktur atau sering disebut patah tulang adalah terputusnya
kontinuitas jaringan tulang yang ditentukan sesuai jenis dan luasnya
(Helmi,2012:24). Pada pasien yang mengalami fraktur dilakukan tindakan
operasi untuk memulihkan atau memperbaiki tulang yang patah. Tindakan
operasi pada pasien yang mengalami fraktur dengan tindakan ORIF (Open
reduction Internal Fixation) adalah pembedahan terbuka pada daerah
fraktur dengan memasukkan skrup/pen yang berfungsi untuk menfiksasi
bagian-bagian tulang yang fraktur secara bersamaan dan mengimobilisasi
daerah fraktur (Rosyidi,2013:77). Keluhan utama yang umumnya pasien
alami setelah post operasi ORIF pada pasien fraktur ialah, rasa nyeri
ringan sampai dengan nyeri berat didaerah bekas operasi yang bersifat
akut dan berlangsung selama berjam-jam. Nyeri merupakan masalah
utama pada pasien pasca operasi sekaligus merupakan pengalaman
multidimensi yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan
(Ningsih, 2006:16).
Menurut penelitian Agung Kristanto et al (2016) dalam Jurnal
Indonesia Keperawatan Praktis menyatakan bahwa pasien pasca ORIF
pada ekstremitas atas/bawah dapat dilakukan dengan metode kompres
hangat yang efektif dalam menurunkan nyeri pasca operasi ORIF.
Penelitian yang dilakukan Andi Nurchairiah (2014) menunjukkan bahwa
pemberian kompres hangat efektif dalam mengurangi intensitas nyeri pada
pasien fraktur. Rasa hangat yang dialami pasien dapat mengurangi nyeri
serta memberikan kenyamanan kepada pasien (Kozier&Erb,2009:402).
Nyeri pasca pembedahan ORIF disebabkan oleh tindakan invasif
bedah yang dilakukan. Walaupun fragmen tulang telah direduksi, tetapi
manipulasi seperti pemasangan skrup/pen menembus tulang akan
menimbulkan nyeri hebat. Nyeri tersebut bersifat akut yang berlangsung
selama berjam-jam hingga berhari-hari. Hal ini disebabkan oleh
berlangsungnya fase inflamasi yang disertai dengan edema jaringan.
Lamanya proses penyembuhan setelah mendapatkan penanganan dengan
fiksasi internal akan berdampak pada keterbatasan gerak yang disebabkan
oleh nyeri maupun adaptasi terhadap penambahan skrup/pen tersebut.
Kondisi nyeri ini sering kali menimbulkan gangguan pada pasien baik
gangguan fisiologis maupun psikologis. Kompres air hangat dapat
memberikan rasa nyaman, mengurangi rasa nyeri, mencegah terjadinya
spasme otot, memperlancar sirkulasi darah serta memberi rasa hangat.
Reaksi setelah pemberian kompres air hangat maka dapat memperlebar
pembuluh darah sehingga aliran darah dan suplai oksigen dapat lebih
mudah mencapai daerah yang sakit sehingga membantu relaksasi dari otot
dan membantu mengurangi nyeri.
BAB V
PEMBAHASAN

A. JUSTIFIKASI PEMILIHAN TINDAKAN BERDASARKAN


EVIDENCE BASED NURSING PRACTICE
Penderita fraktur umumnya memiliki tanda dan gejala seperti,nyeri
pada bagian yang fraktur. Apabila nyeri tidak teratasi maka akan
menimbulkan suatu ketidaknyamanan yang dirasakan penderita yang
berdampak terganggunya aktivitas yang akan dilakukan pasien. Nyeri dapat
ditangani dengan tindakan farmakologis maupun non farmakologis.
Pemberian tindakan farmakologis dapat dilakukan dengan pemberian terapi
obat, sedangkan pemberian terapi non farmakologis dapat dilakukan dengan
terapi relaksasi nafas dalam dan pemberian musik klasik.
Ny. T memiliki keluhan nyeri pada bagian paha kanan sampai lutut.
Pemilihan tindakan terapi pemberian kompres air hangat dengan suhu 40-
46°C dilakukan selama 30 menit memberikan pengaruh terhadap perubahan
tingkat skala nyeri dari nyeri sedang menjadi nyeri ringan. Nyeri akibat
spasme otot berespons baik terhadap panas, karena panas melebarkan
pembuluh darah dan meningkatkan aliran darah. Panas meredakan nyeri
akibat inflamasi yang dapat menimbulkan nyeri lokal. Hasil penelitian ini
diharapkan dapat meminimalkan kejadian nyeri khususnya penanganan secara
non farmakologi terutama penggunaan kompres air hangat dalam
menurunkan nyeri pasien post operasi ORIF pada pasien fraktur. Disamping
itu, tindakan ini merupakan tindakan yang efektif, tidak memakan biaya yang
besar, serta mudah dilakukan oleh pasien sehingga dapat diterapkan dirumah
jika nyeri mulai timbul.
B. MEKANISME PENERAPANEVIDENCE BASED NURSING
PRACTICE PADA KASUS
Sebelum pemberian tindakan relaksasi otot progresif, pada tanggal 24
Mei 2021, dilakukan pengkajian nyeri secara konfrehensif pada klien Ny.T
dimana klien mengeluh nyeri pada bagian paha kanan sampai lutut , nyeri
cekot-cekot, skala nyeri 4, nyeri hilang timbul. Terapi pemberian kompres air
hangat dengan suhu 40-46°C dilakukan selama 30 menit pada bagian yang
Nyeri, memberikan pengaruh terhadap perubahan tingkat skala nyeri dari
nyeri sedang menjadi nyeri ringan.

C. HASIL YANG DICAPAI


Pemberian tindakan kompres air hangat pada Ny. T didapatkan hasil yaitu
mampu menurunkan nyeri klien secara bertahap. Hasil tersebut yaitu:
Pemberian
kompres Tanggal
air hangat dan jam
24/05/2021 25/05/2021 26/05/2021
Pre Terapi Skala nyeri : Skala nyeri : Skla nyeri :
4 4 4
Post Terapi Skala nyeri : Skala nyeri : Skala nyeri :
3 3 3
D. KELEBIHAN DAN KEKURANGAN YANG DITEMUKAN
Kelebihan dari pemberian terapi kompres air hangatyaitu dapat diterapkan
dengan mudah oleh pasien dirumah, caranya sangat mudah dan dapat
dilakukan secara mandiri oleh pasien, serta dapat mengurangi nyeri secara
bertahap. Sedangkan kekurangannya adalahpemberian hanya harus lebih
rutin, akan lebih maksimal apabila dilakukan dalam waktu yang lebih lama.
BAB VI
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penulisan diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
1. Fraktur atau sering disebut patah tulang adalah terputusnya kontinuitas
jaringan tulang yang ditentukan sesuai jenis dan luasnya. Pada pasien
yang mengalami fraktur dilakukan tindakan operasi untuk memulihkan
atau memperbaiki tulang yang patah. Nyeri merupakan masalah utama
pada pasien pasca operasi sekaligus merupakan pengalaman
multidimensi yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan.
Pemberian kompres hangat efektif dalam mengurangi intensitas nyeri
pada pasien fraktur.
2. Berdasarkan hasil pengkajian pada Ny.T, diagnosa utama keperawatan
yang muncul adalah nyeri akut berhubungan dengan agen pencidera fisik.
Intervensi dan rencana keperawatan yang dilakukan berdasarkan
evidence based practice nursing adalah kompres air hangat.
3. Evaluasi hasil aplikasi evidence based practice nursing adalah terjadi
penurunanskala nyeri pada Ny. T setelah dilakukan kompres air
hangatdengan kriteria hasil ungkapan verbal dari pasien bahwa nyeri
berkurang, skala awal 4 menjadi 3 setelah dilakuakann tindakan.Hasil
tersebut menunjukkan bahwa tindakan kompres air hangat memiliki
pengaruh yang signifikan untuk menurunkan nyeri pada pasien fraktur
sesuai dengan jurnal evidence based practice nursing.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan, penulis memberikan saran bahwa diharapkan
pembaca dapat mengaplikasikan evidence based practice nursing tindakan
kompres air hangat sebagai salah satu tindakan keperawatan mandiri dalam
proses asuhan keperawatan pada praktik keperawatan klinik dengan
menjadikan laporan ini sebagai salah satu acuan sehingga pelayanan
keperawatan dapat lebih optimal.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner dan Suddarth, 2002, Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 3, EGC, Jakarta

Corwin Elizabeth. (2002). Buku Saku Patofisiologi . jakarta : EGC

Carpenito (2000), Diagnosa Keperawatan-Aplikasi pada Praktik Klinis, Ed. 6,


EGC, Jakarta Doengoes, Marlylin E, 2000 Rencana Asuhan Keperawatan.
Jakarta : EGC

Ignatavicius, D. D. 2010. Medical – Surgical Nursing : Clients- Centered


Colaborative Care. Sixth Edition, 1 & 2. Missouri : Saunders Elsevier

Mansjoer (2000) & Muttaqin (2008). Penatalaksanaan keperawatan. Jakarta :


EGC

Muttaqin, Arif (2008). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan
Muskuloskaletal. Jakarta : EGC

Nursalam. 2001. Pendekatan praktis metodologi Riset Keperawatan. Jakarta. Info


Medika

PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Defisit dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI

Price dan Wilson (2006). Patofisiologi Konsep Klinis – Proses Penyakit.


Jakarta :EGC

Price Syalvia, A.2002. Patofisiologi Konsep Klinis-Proses Penyakit. Jakarta :


EGC

Smeltzer Suzanne, C. 2002. Buku Ajar Medikal Bedah Edisi 8. Jakarta : EGC
Lampiran 1

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG


STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
RELAKSASI OTOT PROGRESIF
Pengertian Teknik relaksasi otot progresif adalah teknik relaksasi otot dalam yang tidak
memerlukan imajinasi, ketekunan, atau sugesti (Herodes, 2010) dalam (Setyoadi &
Kushariyadi, 2011).
Tujuan Menurut Herodes (2010), Alim (2009), dan Potter (2005) dalam Setyoadi dan
Kushariyadi (2011) bahwa tujuan dari teknik ini adalah :
1. Menurunkan ketegangan otot, kecemasan, nyeri, tekanan darah tinggi, frekuensi
jantung, laju metabolik.
2. Mengurangi distritmia jantung, kebutuhan oksigen.
3. Meningkatkan gelombang alfa otak yang terjadi ketika klien sadar dan tidak
memfokus perhatian seperti relaks.
4. Meningkatkan rasa kebugaran, konsentrasi.
5. Memperbaiki kemampuan untuk mengatasi stres.
6. Mengatasi insomnia, depresi, kelelahan, iritabilitas, spasme otot, fobia ringan,
gagap ringan, dan
7. Membangun emosi positif dari emosi negatif.
Indikasi Menurut Setyoadi dan Kushariyadi (2011, hlm.108) bahwa indikasi dari terapi relaksasi
otot progresif, yaitu:
1. Klien sering stres.
2. Klien yang mengalami kecemasan.
3. Klien yang mengalami depresi.
4. Klien yang mengalami insomnia
Prosedur Tahap pre interaksi
1. Mengumpulkan data tentang pasien
2. Merencanakan pertemuan pertama dengan klien.
Tahap Persiapan:
Menurut Setyoadi dan Kushariyadi (2011) persiapan untuk melakukan teknik ini yaitu:
1. Posisikan tubuh secara nyaman yaitu berbaring dengan mata tertutup menggunakan
bantal di bawah kepala dan lutut atau duduk di kursi dengan kepala ditopang,
hindari posisi berdiri.
2. Lepaskan asesoris yang digunakan seperti kacamata, jam, dan sepatu.
3. Longgarkan ikatan dasi, ikat pinggang atau hal lain sifatnya mengikat.
Prosedur :
Gerakan 1: Ditunjukan untuk melatih otot
tangan
1. Genggam tangan kiri sambil membuat
suatu kepalan.
2. Buat kepalan semakin kuat sambil
merasakan sensasi ketegangan yang
terjadi.
3. Pada saat kepalan dilepaskan, rasakan
relaksasi selama 10 detik.
4. Gerakan pada tangan kiri ini dilakukan dua
kali sehingga dapat membedakan
perbedaan antara ketegangan otot dan
keadaan relaks yang dialami.
5. Lakukan gerakan yang sama pada tangan
kanan.
Gerakan 2:Ditunjukan untuk melatih otot
tangan bagian belakang.
1. Tekuk kedua lengan ke belakang pada
peregalangan tangan sehingga otot di
tangan bagian belakang dan lengan bawah
menegang.
2. Jari-jari menghadap ke langit-langit.
Gerakan 3: Ditunjukan untuk melatih otot
biseps (otot besar padabagian atas pangkal
lengan).
1. Genggam kedua tangan sehingga menjadi
kepalan.
2. Kemudian membawa kedua kapalan ke
pundak sehingga otot biseps akan menjadi
tegang.
Gerakan 4: Ditunjukan untuk melatih otot
bahu supaya mengendur.
1. Angkat kedua bahu setinggi-tingginya
seakan-akan hingga menyentuh kedua
telinga.
2. Fokuskan perhatian gerekan pada kontrak
ketegangan yang terjadi di bahu punggung
atas, dan leher.
Geraka 5 & 6 : ditunjukan untuk melemaskan
otot-otot wajah (seperti dahi, mata, rahang dan
mulut).
1. Gerakan otot dahi dengan cara
mengerutkan dahi dan alis sampai otot
terasa kulitnya keriput.
2. Tutup keras-keras mata sehingga dapat
dirasakan ketegangan di sekitar mata dan
otot-otot yang mengendalikan gerakan
mata.

Gerakan 7 :
Ditujukan untuk mengendurkan ketegangan
yang dialami oleh otot rahang. Katupkan
rahang, diikuti dengan menggigit gigi sehingga
terjadi ketegangan di sekitar otot rahang.

Gerakan 8:
Ditujukan untuk mengendurkan otot-otot di
sekitar mulut. Bibir dimoncongkan sekuat-
kuatnya sehingga akan dirasakan ketegangan di
sekitar mulut

Gerakan 9 : Ditujukan untuk merilekskan otot


leher bagian depan maupun belakang.
1. Gerakan diawali dengan otot leher bagian
belakang baru kemudian otot leher bagian
depan.
2. Letakkan kepala sehingga dapat
beristirahat.
3. Tekan kepala pada permukaan bantalan
kursi sedemikian rupa sehingga dapat
merasakan ketegangan di bagian belakang
leher dan punggung atas.
Gerakan 10: Ditujukan untuk melatih otot
leher bagian depan.
1. Gerakan membawa kepala ke muka.
2. Benamkan dagu ke dada, sehingga dapat
merasakan ketegangan di daerah leher
bagian muka.

Gerakan 11: Ditujukan untuk melatih otot


punggung
1. Angkat tubuh dari sandaran kursi.
2. Punggung dilengkungkan
3. Busungkan dada, tahan kondisi tegang
selama 10 detik, kemudian relaks.
4. Saat relaks, letakkan tubuh kembali ke
kursi sambil membiarkan otot menjadi
lurus.
Gerakan 12 : Ditujukan untuk melemaskan
otot dada.
1. Tarik napas panjang untuk mengisi paru-
paru dengan udara sebanyak-banyaknya.
2. Ditahan selama beberapa saat, sambil
merasakan ketegangan di bagian dada
sampai turun ke perut, kemudian dilepas.
3. Saat tegangan dilepas, lakukan napas
normal dengan lega.
4. Ulangi sekali lagi sehingga dapat
dirasakan perbedaan antara kondisi
tegang dan relaks
Gerakan 13: Ditujukan untuk melatih otot
perut
1. Tarik dengan kuat perut ke dalam.
2. Tahan sampai menjadi kencang dan keras
selama 10 detik, lalu dilepaskan bebas.
3. Ulangi kembali seperti gerakan awal
untuk perut.
Gerakan 14&15 : Ditujukan untuk melatih
otot-otot kaki (seperti paha dan betis).
1. Luruskan kedua telapak kaki sehingga
otot paha terasa tegang.
2. Lanjutkan dengan mengunci lutut
sedemikian rupa sehingga ketegangan
pindah ke otot betis.
3. Tahan posisi tegang selama 10 detik, lalu
dilepas.
4. Ulangi setiap gerakan masing-masing dua
kali.
Tahap Terminasi:
1. Evaluasi respon klien terhadap tindakan yang telah dilakukan.
2. Rencana tindak lanjut.
3. Dokumentasi

Lampiran 2

Relaksasi otot progresif


Tekanan darah Keterangan
Sebelum Sesudah
Hari ke 1 DS:

DO:
Hari ke 2 DS:

DO:

Anda mungkin juga menyukai