Oleh:
BAGOD ASTURYNO WIJAYA
NIM: G3A020177
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Melaporkan pengelolaan kasus dan aplikasi evidence based practice nursing
fraktur pada Ny. T di Rumah Sakit Islam Kendal.
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus penulisan adalah diharapkan penulis mampu :
a. Mendeskripsikan konsep fraktur.
b. Mendeskripsikan asuhan keperawatan pada pasien dengan fraktur.
c. Melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan fraktur.
d. Mahasiswa mampu menerapkan evidence based practice nursing
tindakan kompres air hangat.
C. Sistematika Penulisan
Makalah ini terdiri dari enam bab yang disusun dengan sistematika
penulisan sebagai berikut :
BAB IV: Aplikasi jurnal evidence based practice nursing riset pada pasien.
TINJAUAN TEORI
A. PENGERTIAN
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, yang biasanya
disertaidengan luka sekitar jaringan lunak, kerusakan otot, ruptur tendon,
kerusakan pembuluh darah, dan luka organ-organ tubuh dan ditentukan sesuai
jenis danluasnya, terjadinya fraktur jika tulang dikenai stress yang lebih besar
dari yang besar dari yang dapat diabsorbsinya. (Smeltzer, 2001).
Fraktur femur adalah diskontinuitas atau hilangnya struktur dari tulang
femur (Mansjoer, 2000). Sedangkan menurut Sjamsuhidajat " dan ong (2001)
fraktur femur adalah fraktur pada tulang femur yang disebabkan oleh benturan
atautrauma langsung maupun tidak langsung. Fraktur femur juga didefinisikan
sebagai hilangnya kontinuitas tulang paha, kondisi fraktur femur secara klinis
bisa berupa fraktur femur terbuka yang disertai adanya kerusakan jaringan
lunak (otot, kulit, jaringan saraf dan pembuluh darah) dan fraktur femur
tertutup yang dapat disebabkan oleh trauma langsung pada paha.
Dari beberapa penjelasan tentang fraktur femur di atas, dapat
disimpulkan bahwafraktur femur merupakan suatu keadaan dimana terjadinya
kehilangan kontinuitas tulang femur yang dapat disebabkan oleh trauma
langsung maupun trauma tidak langsung disertai dengan adanya kerusakan
jaringan lunak.
B. ETIOLOGI
Etiologi dari fraktur menurut (Price & Wilson, 2006 dan Long, 1996)
yaitu :
C. PATOFISIOLOGI
Menurut Brunner dan Suddarth (2002), trauma dan kondisi patologis
yang terjadi pada tulang yang menyebabkan fraktur. Fraktur menyebabkan
diskontinuitas jaringan tulang yang dapat membuat penderita mengalami
kerusakan mobilitas fisiknya. Diskontinuitas jaringan tulang dapat mengenai 3
bagian yaitu jaringan lunak, pembuluh darah dan saraf serta tulang itu sendiri.
Jika mengenai jaringan lunak makan akan terjadi spasme otot yang menekan
ujung saraf dan pembuluh darah dapat mengakibatkan nyeri, deformitas serta
syndrome compartement.
Fraktur adalah semua kerusakan pada kontinuitas tulang, fraktur
beragam dalam hal keparahan berdasarkan lokasi dan jenis fraktur. Meskipun
fraktur terjadi pada semua kelompok usia, kondisi ini lebih umum pada orang
yang mengalami trauma yang terus-menerus dan pada pasien lansia. Fraktur
dapat terjadi akibat pukulan langsung, kekuatan tabrakan, gerakan memutar
tiba-tiba, kontraksi otot berat, atau
penyakit yang melemahkan tulang. Dua mekanisme dasar yang fraktur:
kekuatan langsung atau kekuatan tidak langsung. Dengan kekuatan langsung,
energi kinetik diberikan pada atau dekat tempat fraktur. Tulang tidak dapat
menahan kekuatan. Dengan kekuatan tidak langsung, energi kinetik di
transmisikan dari titik dampak ke tempat tulang yang lemah.
Fraktur terjadi pada titik yang lemah. Sewaktu tulang patah,
pendarahan biasanya terjadi di sekitar tempat patah ke dalam jaringan lunak
sekitar tulang tersebut, jaringan lunak juga biasanya mengalami kerusakan.
Reaksi pendarahan biasanya timbul hebat setelah fraktur. Sel-sel darah putih
dan sel anast berakumulasi menyebabkan peningkatan aliran darah ke tempat
tersebut aktivitas osteoblast terangsang dan terbentuk tulang baru umatur yang
disebut callus.
Bekuan fibrin direabsorpsi dan sel-sel tulang baru mengalami
remodeling untuk membentuk tulang sejati. Insufisiensi pembuluh darah atau
penekanan serabut saraf yang berkaitan dengan pembekakan yang tidak
ditangani dapat menurunkan asupan darah ke ekstrimitas dan mengakibatkan
kerusakan saraf perifer. Bila tidak terkontrol pebekakan akan mengakibatkan
peningkatan tekanan jaringan, oklusi darah total dan berakibat anoreksia
mengakibatkan rusaknya serabut saraf maupun jaringan otot. Komplikasi ini
dinamakan sindrom compartment (Brunner dan Suddarth, 2002).
D. MANIFESTASI KLINIS
Manisfestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi,deformitas,
E. PENATALAKSANAAN
Menurut Mansjoer (2000) dan Muttaqin (2008), konsep dasar yang harus
dipertimbangkan pada waktu penanganan fraktur yaitu: rekognisi, reduksi,
retensi dan rehabilitasi.
1. Rekognisi (pengenalan). Riwayat kecelakaan derajat keparahan harus
jelas untuk menentukan diagnosa keperawatan dan tindakan
selanjutnya. Frktur tungkai akan terasa nyeri dan bengkak. Kelainan
bentuk nyata dapat menentukan diskontinuitas integritas rangka.
2. Reduksi (manipulasi). Reduksi adalah usaha dan tindakan untuk
memanipulasi fragmen-fragmen tulang yang patah sedapat mungkin
kembali lagi seperti letak asalnya. Upaya untuk memanipulasi
fragmen tulang sehingga kembali seperti semula. Reduksi fraktur
dapat dilakukan dengan reduksi tertutup, traksi atau reduksi terbuka.
Reduksi fraktur dilakukan sesegera mungkin untuk mencegah jaringan
lunak kehilangan elastisitasnya akibat infiltrasi karena edema dan
pendarahan. Pada kebanyakan kasus, reduksi frktur menjadi semakin
sulit bila cedera sudah mulai mengalami penyembuhan (Mansjoer,
2002).
3. Retensi (immobilisasi). Upaya yang dilakukan untuk menahan
fragmen tulang sehingga kembali seperti semula secara optiomal.
Setelah fraktur reduksi, fragmen tulang harus diimobilisasi atau
dipertahankan dalam posisi kesejajaran tulang sampai penyatuan.
Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna.
Metode fiksasi eksterna meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi
kontinu, pin dan teknik gips atau fiksator eksterna. Implan logam
dapat digunakan untuk fiksasi interna yang berperan sebagai bidai
untuk mengimobilisasi fraktur. Fiksasi eksterna adalah alat yang
diletakkan di luar kulit untuk menstabilkan fragmen tulang dengan
memasukkan dua atau tiga pin metal perkutaneus menembus tulang
pada bagian proksimal dan distal dari tempat fraktur dan pin tersebut
dihubungkan satu sama lain dengan mengggunakan eksternal bars.
Teknik ini terutama atau kebanyakan digunakan untuk fraktur pada
tulang tibia, terapi juga dapat dilakukan pada tulang femur, humerus
dan pelvis (Mansjoer, 2000).
1. Kerusakan Arteri. Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak
ada nadi, CRT menurun, synosis bagian distal, hematoma yang lebar dan
dingin pada ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting,
perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi dan pembedahan.
A. PENGKAJIAN FOKUS
1. Identitas
a. IdentitasPasien
Nama : Ny. T
Umur : 54 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Pageruyung
Tgl Masuk RS : 23/05/2021
Tgl Pengkajian :24/05/2021
Diagnosa Medis : fraktur femur
No. RM : 005xxx
b. Identitas penanggungjawab
Nama : Ny. I
Jenis kelamin :P
Alamat :
Hubungan dengan klien : anak
Pekerjaan : pegawai swasta
2. Keluhan Utama
klien mengatakan mual makan hanya 2 sendok, belum buang air besar
sejak masuk Rumah Sakit, nyeri pada paha kanan skala 5 nyeri saat di
gerakan/pada saat ganti pempes.
3. Status kesehatan saat ini
4. Klien masuk ke rumah sakit karena kepeleset di kamar mandi sejak 2
minggu lalu.
PENGUKURAN SKALA NYERI PADA PASIENFRAKTUR
Verbal Descriptor Scale (VDS)
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut b.d agen pencidera fisik
B. FOKUS INTERVENSI
1. Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
C. IMPLEMENTASI
Waktu Tindakan keperawatan Respon pasien TTD
Senin,24 Mengidentifikasi lokasi, S: Pasien mengatakan
/05/2021 karakteristik, durasi, frekuensi, nyeri pada paha kanan
kualitas, skala dan intensitas
nyeri P: ketika tersenggol/saat
ganti pempes
Memberikan teknik non Q: cekot-cekot
farmakologis untuk R: nyeri Dari pangkal
mengurangi nyeri (kompres air paha sampai lutut sebelah
hangat dengan suhu 40-45° C kanan
pada area yang nyeri selama S: 4
30 menit) T: 30 menit
O:Pasien tampak nyeri
terpasang gifs pada paha
kanan, terpasang nasal
4lpm dan infus NS 20 tpm
Selasa,2 Memberikan teknik non S: Pasien mengatakan
5/05/202 farmakologis untuk nyeri pada paha kanan
1 mengurangi nyeri (kompres air P: ketika tersenggol/saat
hangat dengan suhu 40-45° C ganti pempes
pada area yang nyeri selama Q: cekot-cekot
30 menit) R: nyeri Dari pangkal
paha sampai lutut sebelah
kanan
S: 3
T: 30 menit
O: Pasien tampak nyeri
terpasang gifs pada paha
kanan, terpasang nasal
4lpm dan infus NS 20 tpm
Rabu,26/ Memberikan teknik non S: Pasien mengatakan
05/2021 farmakologis untuk nyeri pada paha kanan
mengurangi nyeri (kompres air
hangat dengan suhu 40-45° C P: ketika tersenggol/saat
pada area yang nyeri selama ganti pempes
30 menit) Q: cekot-cekot
R: nyeri Dari pangkal
paha sampai lutut sebelah
kanan
S: 3
T: 30 menit
P: Lanjutkan intervensi
A. INDENTITAS KLIEN
1. Nama : Ny. T
2. Umur : 54 tahun
3. Jenis Kelamin : Perempuan
4. Agama : Islam
5. Alamat : Pageruyung
6. Tgl Masuk RS : 23/05/2021
7. Tgl Pengkajian :24/05/2021
8. Diagnosa Medis : fraktur femur
9. No. RM : 005xxx
B. DATA FOKUS
1. Data subjektif
Pasien mengatakan nyeri pada paha kanan saat di gerakan/ saat ganti
pempes
P: ketika tersenggol/saat ganti pempes
Q: cekot-cekot
R: nyeri Dari pangkal paha sampai lutut sebelah kanan
S: 4
T: 30 menit
2. Data objektif
Pasien tampak nyeri terpasang gifs pada paha kanan, terpasang nasal
4lpm dan infus NS 20 tpm
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN
JURNAL EVIDENCE BASED NURSING RISET YANG
DIPUBLIKASIKAN
Nyeri akut b.d agen pencidera fisik
Brunner dan Suddarth, 2002, Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 3, EGC, Jakarta
Muttaqin, Arif (2008). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan
Muskuloskaletal. Jakarta : EGC
PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Defisit dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI
Smeltzer Suzanne, C. 2002. Buku Ajar Medikal Bedah Edisi 8. Jakarta : EGC
Lampiran 1
Gerakan 7 :
Ditujukan untuk mengendurkan ketegangan
yang dialami oleh otot rahang. Katupkan
rahang, diikuti dengan menggigit gigi sehingga
terjadi ketegangan di sekitar otot rahang.
Gerakan 8:
Ditujukan untuk mengendurkan otot-otot di
sekitar mulut. Bibir dimoncongkan sekuat-
kuatnya sehingga akan dirasakan ketegangan di
sekitar mulut
Lampiran 2
DO:
Hari ke 2 DS:
DO: