Anda di halaman 1dari 45

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................................... 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................................... 4

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ............................................................................. 30

BAB IV HASIL PENELITIAN ............................................................................................ 31

BAB V PEMBAHASAN PENELITIAN .............................................................................. 38

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................................. 40

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................... 43


BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Hipertensi merupakan kondisi yang paling sering ditemukan di pelayanan primer yang
dapat memicu terjadinya penyakit kardiovaskuler, infark miokard, stroke, gagal ginjal, atau
kematian apabila tidak dideteksi dini dan tidak diterapi dengan tepat.1 Hipertensi terjadi bila
terjadi peningkatan tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg atau diastolik ≥ 90 mmHg.2
Di seluruh dunia, peningkatan tekanan darah diperkirakan menyebabkan sekitar 7,5 juta
kematian (12,8% dari seluruh kematian). Peningkatan tekanan darah merupakan penyakit yang
berbahaya karena merupakan faktor risiko terjadinya penyakit jantung koroner dan stroke
hemoragik. Risiko penyakit kardiovaskuler meningkat 2 kali lipat untuk setiap kenaikan 20/10
mmHg (dimulai dari 115/75). Risiko penyakit lain yang mungkin terjadi adalah gagal jantung,
penyakit vaskuler perifer, gangguan ginjal, perdarahan retina, dan gangguan visual.3
Secara global, peningkatan tekanan darah di usia 25 tahun ke atas sekitar 40% pada tahun
2008. Populasi yang terus bertambah dan penuaan, membuat kasus hipertensi semakin banyak.
Jumlah penderita hipertensi yang tidak terkontrol meningkat dari 600 juta kasus pada tahun
1980 menjadi hampir 1 miliar penderita pada tahun 2008.3 Kebiasaan merokok terutama
perokok sangat berat dan indeks massa tubuh obesitas juga berhubungan dengan kejadian
hipertensi.4
Di wilayah Asia Tenggara, sekitar 35% populasi dewasa memiliki hipertensi yang
memberikan kontribusi pada 1,5 juta kematian per tahun. Data nasional dari berbagai negara di
Asia Tenggara menunjukkan peningkatan prevalensi hipertensi. Di Indonesia, prevalensi
hipertensi meningkat dari tahun 1995 sebesar 8% menjadi 32% pada tahun 2008. Dari WHO
STEP di negara India, Indonesia, Maldives, dan Nepal kurang dari 50% yang mengetahui bahwa
mereka memiliki hipertensi dan hanya kurang dari setengahnya yang mendapatkan terapi. Dari
subyek yang mendapatkan terapi, hanya kurang dari setengahnya yang memiliki tekanan darah
di bawah 140/90.5
Prevalensi hipertensi pada penduduk Indonesia diatas 15 tahun ke atas berdasarkan hasil
pengukuran tekanan darah adalah sebesar 34,9% dari 643.300 individu. Menurut data Riskesdas
tahun 2007, hipertensi banyak terjadi pada kelompok usia 45-54 tahun sejumlah 49.226 jiwa,
diikuti oleh kelompok usia 35-44 tahun sejumlah 47.224 jiwa. Namun bila dilihat secara
keseluruhan, prevalensi hipertensi terbesar, yaitu 70,2% terjadi pada kelompok usia 65 tahun ke

1
atas. Hipertensi di daerah pedesaan cenderung lebih tinggi.4 Studi yang dilakukan Misbach
berupa survei hipertensi di rumah sakit di Indonesia pada tahun 2001 menunjukkan dari total
40,4% kasus hipertensi yang ditemukan, terdapat 33,5% yang tidak mendapat terapi dan 31,5%
yang mendapat terapi. Proporsi penderita penyakit kardiovaskuler yang dirawat di rumah sakit di
Indonesia terus meningkat dari 2,1% di tahun 1990 menjadi 6,8% di tahun 2001.6
Pengendalian hipertensi hingga kini belum memuaskan, bahkan di negara maju. Di banyak
negara, pengendalian hipertensi baru mencapai 8% karena berbagai kendala mulai dari faktor
penderita, hingga sarana pelayanan yang tersedia. Pengendalian hipertensi di Indonesia
mencakup pencegahan, penemuan dini, diagnosis, dan terapi. Pencegahan meliputi perubahan
gaya hidup dan pemeriksaan berkala untuk keperluan identifikasi hipertensi. Penemuan dini bisa
dilakukan dengan skrining pada populasi, serta meningkatkan kesadaran masyarakat terutama
mereka yang berisiko.6 Di Puskesmas Cipinang Muara, upaya ini belum terlaksana sepenuhnya
dikarenakan pengertian masyarakat mengenai lansia masih kurang karena mereka masih
menganggap bahwa peristiwa sakit pada masa lansia merupakan hal yang alami dan biasa.
Lansia banyak yang berobat ke praktek swasta sehingga tidak terdata. Selain itu, kelompok
lansia juga kurang bisa memanfaatkan posyandu lansia dan kurangnya kesadaran lansia untuk
membina sendiri kesehatannya.
Penemuan kasus hipertensi di masyarakat oleh tenaga kesehatan maupun upaya
meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai hipertensi perlu ditingkatkan karena sebagian
besar penderita hipertensi tidak menunjukkan keluhan. Untuk itu diperlukan kombinasi upaya
mandiri dan aktif oleh individu dan masyarakat serta dukungan oleh kader dan petugas program
pelayanan kesehatan di puskesmas atau rumah sakit.

1.2. Rumusan Masalah


- Bagaimana gambaran penderita hipertensi di desa Paran?
- Seberapa efektif program Pusling terhadap penurunan tekanan darah pada pasien
hipertensi di Desa Paran secara umum?

2
1.3. Tujuan
- Tujuan umum
Mengetahui gambaran penderita hipertensi dan keefektifitasan program Pusling
terhadap pengobatan hipertensi di wilayah Desa Paran secara umum.
- Tujuan Khusus
a. Mengetahui gambaran penderita hipertensi di Desa Paran.
b. Mengupayakan pencegahan serta penurunan tekanan darah pada pasien hipertensi
untuk menurunkan komplikasi hipertensi yang efektif di Desa Paran.
c. Mengupayakan manajemen hipertensi yang lebih tepat guna dan tepat sasaran.

1.4.Manfaat
a. Bagi masyarakat
Mengupayakan masyarakat yang sehat dan menurunkan prevalensi penyakit dan atau
komplikasi penyakit hipertensi.
b. Bagi Puskesmas
Memungkinkan manajemen hipertensi yang tepat laksana sehingga tepat sasaran dan
tepat guna.
c. Bagi kesehatan Bangsa Indonesia
Menurunkan angka morbiditas dan mortalitas akibat penyakit tidak menular
khususnya hipertensi sehingga meningkatkan angka harapan hidup dan taraf
kesehatan Bangsa Indonesia.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Hipertensi
2.1.1. Definisi
Hipertensi didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah yang menetap di atas sama
dengan batas normal yang disepakati, yaitu diastolik 90 mmHg atau sistolik 140 mmHg.7 Sekitar
90% kasus hipertensi tidak diketahui penyebabnya dan hipertensi ini disebut hipertensi esensial
(etiologi dan patogenesis tidak diketahui). Awitan hipertensi esensial biasanya terjadi antara usia
20 dan 50 tahun, dan lebih sering dijumpai pada orang Afro-Amerika daripada populasi umum.
Hipertensi didiagnosis melalui pengukuran yang dilakukan oleh penguji atau tenaga
kesehatan pada 3 kali pengukuran dengan selang waktu 5 menit dan atau dalam waktu 5-15
menit setelah atau saat istirahat.8 Namun menurut JNC VII, minimal 2 kali pengukuran
dibutuhkan untuk menentukan batasan tekanan darah.

2.1.2. Epidemiologi
Data epidemiologi menunjukkan bahwa semakin meningkatnya populasi usia lanjut,
maka jumlah pasien dengan hipertensi kemungkinan besar juga akan bertambah, dimana baik
hipertensi sistolik maupun kombinasi hipertensi sistolik dan diastolik sering timbul pada lebih
dari separuh orang yang berusia >65 tahun. Selain itu, laju pengendalian tekanan darah yang
dahulu terus meningkat, dalam dekade terakhir tidak menunjukkan kemajuan lagi (pola kurva
mendatar), dan pengendalian tekanan darah ini hanya mencapai 34% dari seluruh pasien
hipertensi.
Sampai saat ini, data hipertensi yang lengkap sebagian besar berasal dari negara-negara
yang sudah maju. Data dari The National Health and Nutrition Examination Survey (NHNES)
menunjukkan bahwa dari tahun 1999-2000, insiden hipertensi pada orang dewasa adalah sekitar
29-31%, yang berarti terdapat 58-65 juta orang hipertensi di Amerika, dan terjadi peningkatan
15 juta dari data NHANES III tahun 1988-1991. Hipertensi esensial sendiri merupakan 95% dari
seluruh kasus hipertensi.
Hipertensi merupakan penyebab kematian nomor 3 setelah stroke dan tuberkulosis,
yakni mencapai 6,7% dari populasi kematian pada semua umur di Indonesia. Hipertensi
merupakan gangguan sistem peredaran darah yang menyebabkan kenaikan tekanan darah di atas
normal, yaitu 140/90 mmHg. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Balitbangkes tahun 2007
menunjukan prevalensi hipertensi secara nasional mencapai 31,7%.8,9 Data Riskesdas 2007 juga

4
menyebutkan prevalensi hipertensi di Indonesia berkisar 30% dengan insiden komplikasi
penyakit kardiovaskular lebih banyak pada perempuan (52%) dibandingkan laki-laki (48%).8
Dari hasil Riskesdas tahun 2013 melalui riset pada penduduk usia ≥18 tahun didapatkan data
prevalensi hipertensi mencapai 25,8% dengan proporsi tertinggi terdapat di Provinsi Bangka
Belitung sebesar 30,9%.10

2.1.3. Klasifikasi
Menurut The Seventh Report of The Joint National Committe on Prevention, Detection,
Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC 7), klasifikasi tekanan darah pada
orang dewasa terbagi menjadi kelompok normal, prahipertensi, hipertensi derajat 1, dan
hipertensi derajat 2.11

Tabel I Kriteria Hipertensi Menurut JNC VII Guidelines


Gambar 2.1. Klasifikasi Hipertensi menurut JNC 7

Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi dua, yaitu:


2.1.3.1. Hipertensi Primer (Esensial)
Hipertensi primer (esensial) adalah suatu peningkatan persisten tekanan arteri yang
dihasilkan oleh ketidakteraturan mekanisme kontrol homeostatik normal. Hipertensi ini tidak
diketahui penyebabnya dan mencakup 90% dari kasus hipertensi. Hipertensi esensial merupakan
multifaktorial yang timbul terutama karena interaksi antara faktor-faktor yang mendorong
timbulnya kenaikan darah.12

2.1.3.2. Hipertensi Sekunder


Hipertensi sekunder memiliki patogenesis yang spesifik. Hipertensi sekunder dapat
terjadi pada individu dengan usia sangat muda tanpa disertai riwayat hipertensi dalam keluarga.
Individu dengan hipertensi pertama kali pada usia di atas 50 tahun atau yang sebelumnya
diterapi tapi mengalami refrakter terhadap terapi yang diberikan mungkin mengalami hipertensi
sekunder. Penyebab hipertensi sekunder antara lain penggunaan estrogen, penyakit ginjal,

5
hipertensi vaskuler ginjal, hiperaldosteronisme primer dan sindroma cushing, feokromositoma,
koarktasio aorta, kehamilan, serta penggunaan obat-obatan.12

2.1.4. Etiologi
Etiologi hipertensi tergantung pada kecepatan denyut jantung, volume sekuncup dan
Total Peripheral Resistance (TPR). Maka peningkatan salah satu dari ketiga variabel yang tidak
dikompensasi dapat menyebabkan hipertensi. Peningkatan kecepatan denyut jantung dapat
terjadi akibat rangsangan abnormal saraf atau hormon pada nodus SA. Peningkatan kecepatan
denyut jantung yang berlangsung kronik sering menyertai keadaan hipertiroidisme. Namun,
peningkatan kecepatan denyut jantung biasanya dikompensasi oleh penurunan volume sekuncup
atau TPR, sehingga tidak meninbulkan hipertensi.13
Peningkatan volume sekuncup yang berlangsung lama dapat terjadi apabila terdapat
peningkatan volume plasma yang berkepanjangan, akibat gangguan penanganan garam dan air
oleh ginjal atau konsumsi garam yang berlebihan. Peningkatan pelepasan renin atau aldosteron
maupun penurunan aliran darah ke ginjal dapat mengubah penanganan air dan garam oleh ginjal.
Peningkatan volume plasma akan menyebabkan peningkatan volume diastolik akhir sehingga
terjadi peningkatan volume sekuncup dan tekanan darah. Peningkatan preload biasanya
berkaitan dengan peningkatan tekanan sistolik.
Peningkatan Total Periperial Resistence yang berlangsung lama dapat terjadi pada
peningkatan rangsangan saraf atau hormon pada arteriol, atau responsivitas yang berlebihan dari
arteriol terdapat rangsangan normal. Kedua hal tersebut akan menyebabkan penyempitan
pembuluh darah. Pada peningkatan Total Periperial Resistence, jantung harus memompa secara
lebih kuat dan dengan demikian menghasilkan tekanan yang lebih besar, untuk mendorong darah
melintas pembuluh darah yang menyempit. Hal ini disebut peningkatan dalam afterload jantung
dan biasanya berkaitan dengan peningkatan tekanan diastolik. Apabila peningkatan afterload
berlangsung lama, maka ventrikel kiri mungkin mulai mengalami hipertrofi (membesar).
Dengan hipertrofi, kebutuhan ventrikel akan oksigen semakin meningkat sehingga ventrikel
harus mampu memompa darah secara lebih keras lagi untuk memenuhi kebutuhan tesebut. Pada
hipertrofi, serat-serat otot jantung juga mulai tegang melebihi panjang normalnya yang pada
akhirnya menyebabkan penurunan kontraktilitas dan volume sekuncup.

6
Beberapa penyebab terjadinya hipertensi sekunder:
1. Penyakit ginjal
2. Stenosis arteri renalis
3. Pielonefritis
4. Glomerulonefritis
5. Tumor-tumor ginjal
6. Penyakit ginjal polikista (biasaanya diturunkan)
7. Trauma pada ginjal (luka yang mengenai ginjal)
8. Terapi penyinaran yang mengenai ginjal
9. Kelainan hormonal
a. Hiperaldosteronisme
b. Sindroma cushing
c. Feokromositoma
10. Obat-obatan
a. Pil KB
b. Kortikosteroid
c. Siklosporin
d. Eritropoietin
e. Kokain
f. Penyalahgunaan alkohol
11. Penyebab Lainnya
a. Koartasio Aorta
b. Preeklamsi pada kehamilan
c. Keracunan Timbal Akut

2.1.5. Faktor Risiko


Hipertensi dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya Faktor yang tidak dapat
dimodifikasi (seperti : usia, jenis kelamin); dan Faktor yang dapat dimodifikasi (seperti :
kelebihan berat badan, aktivitas fisik, asupan garam, faktor emosional, dan faktor keturunan).14

7
2.1.5.1. Faktor yang tidak dapat dimodifikasi
A. Usia
Tekanan darah cenderung rendah pada usia remaja dan mulai meningkat pada masa
dewasa awal. Kemudian meningkat lebih nyata selama masa pertumbuhan dan pematangan fisik
di usia dewasa akhir sampai usia tua dikarenakan sistem sirkulasi darah akan terganggu, karena
pembuluh darah sering mengalami penyumbatan, dinding pembuluh darah menjadi keras dan
tebal serta berkurangnya elastisitas pembuluh darah sehingga menyebabkan tekanan darah
menjadi tinggi. 14
Penelitian Marice Sihombing (2010) mengungkapkan berdasarkan menurut kelompok
umur diketahui bahwa responden yang obesitas dan berumur 55 tahun ke atas memiliki risiko
paling besar yaitu 8,4 kali dibandingkan dengan responden yang obesitas dan berumur 18-24
tahun. Secara umum diketahui bahwa tekanan darah akan meningkat seiring dengan
bertambahnya umur dan semakin meningkat lagi dengan berat badan lebih (overweight) dan
obesitas. Peningkatan tekanan darah akan menjadi lebih besar lagi bila ada riwayat keluarga
yang hipertensi dan mempunyai stres emosional yang tinggi. Pada orang dengan obesitas,
jumlah darah yang beredar akan meningkat, cardiac output akan naik dan ini akan
meningkatkan tekanan darah.15

B. Jenis Kelamin
Kejadian hipertensi biasanya lebih banyak pada laki-laki daripada wanita, dikarenakan
laki-laki memiliki gaya hidup yang cenderung meningkatkan tekanan darah. Wanita dewasa
mempunyai prevalensi hipertensi yang lebih tinggi dari pada laki-laki karena perempuan
mengalami kehamilan dan menggunakan alat kontrasepsi hormonal. Pernyataan ini di dukung
oleh penelitian Darmodjo dan tim MONICA (Monitoring Trendsand Determinants of
Cardiovascular Disease), 1999. Pada masa muda dan paruh baya, hipertensi lebih banyak terjadi
pada laki-laki sedangkan setelah usia 55 tahun (ketika seorang wanita mengalami menopause)
akan lebih banyak pada wanita.8

C. Genetik
Pada 70-80% kasus hipertensi esensial, didapatkan riwayat hipertensi di dalam keluarga.
Apabila riwayat hipertensi didapatkan pada kedua orang tua, maka dugaan hipertensi esensial
lebih besar. Hipertensi juga banyak dijumpai pada penderita kembar monozigot (satu telur),
apabila salah satunya menderita hipertensi. Dugaan ini menyokong bahwa faktor genetik
mempunyai peran didalam terjadinya hipertensi.14

8
2.1.5.2. Faktor yang dapat dimodifikasi
A. Indeks Massa Tubuh (IMT)
Secara fisiologi, obesitas didefinisikan sebagai suatu keadaan dengan akumulasi lemak
yang tidak normal atau berlebihan di jaringan adiposa sehingga dapat mengganggu kesehatan.
Kaitan erat antara kelebihan berat badan dengan kenaikan tekanan darah telah dilaporkan oleh
beberapa studi. Berat badan dan IMT berkorelasi langsung dengan tekanan darah, terutama
tekanan darah sistolik. Penelitian menunjukan adanya hubungan antara berat badan dan
hipertensi. Bila berat badan meningkat di atas berat badan ideal maka risiko hipertensi juga
meningkat. Bila berat badan menurun, maka volume darah total juga berkurang, hormon-
hormon yang berkaitan dengan tekanan darah berubah, dan tekanan darah berkurang.14
Peningkatan IMT erat kaitannya dengan penyakit hipertensi baik pada laki-laki maupun
pada perempuan. Kenaikan berat badan (BB) sangat berpengaruh pada mekanisme timbulnya
kejadian hipertensi pada orang yang obesitas akan tetapi mekanisme terjadinya hal tersebut
belum dipahami secara jelas namun diduga pada orang yang obesitas terjadi peningkatan volume
plasma dan curah jantung yang akan meningkatkan tekanan darah.15 Obesitas merupakan faktor
risiko utama dari beberapa penyakit degeneratif dan metabolik, salah satunya adalah penyakit
hipertensi atau penyakit tekanan darah tinggi.15

Tabel 2.1. Klasifikasi IMT menurut WHO untuk Asia Pasifik


Klasifikasi IMT (kg/m2)
Berat badan kurang <18,5
Normal 18,5-22,9
Berat badan lebih (overweight) 23-24,9
Obesitas tingkat 1 25,0-29,9
Obesitas tingkat 2 >30,0

9
Klasifikasi IMT (kg/m2)
Kurus < 18,5
Normal ≥ 18,5 - < 24,9
Berat badan lebih (overweight) ≥25,0 - < 27,0
Obesitas ≥27,0

Tabel 2.2. Tabel Klasifikasi IMT menurut Depkes RI

B. Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik adalah setiap pergerakan tubuh akibat aktivitas otot-otot skeletal yang
mengakibatkan pengeluaran energi. (WHO, 2010; Physical Activity. In Guide to Community
Preventive Services Web site, 2008). Aktivitas fisik terdiri dari aktivitas selama bekerja, tidur,
dan pada waktu senggang. Setiap orang melakukan aktivitas fisik, atau bervariasi antara individu
satu dengan yang lain bergantung gaya hidup perorangan dan faktor lainnya seperti jenis
kelamin, umur, pekerjaan, dan lain-lain. Aktivitas fisik sangat disarankan kepada semua individu
untuk menjaga kesehatan. Aktivitas fisik juga merupakan kunci kepada penentuan penggunaan
tenaga dan dasar kepada tenaga yang seimbang.
Aktivitas fisik yang tidak ada (kurangnya aktivitas fisik) merupakan faktor risiko
independen untuk penyakit kronis, dan secara keseluruhan diperkirakan menyebabkan kematian
secara global (WHO, 2010; Physical Activity. In Guide to Community Preventive Services Web
site, 2008). Aktivitas fisik yang dilakukan secara terstruktur dan terencana disebut latihan
jasmani, sedangkan aktivitas fisik yang tidak dilakukan secara terstruktur dan terencana disebut
aktivitas fisik sehari-hari.
Pada fisik yang senantiasa aktif, pembuluh darah akan senantiasa elastis sehingga
mengurangi tekanan di perifer. Aktivitas fisik yang teratur menyebabkan jantung bekerja lebih
efisien, denyut jantung berkurang, dan akan menyebabkan penurunan tekanan darah. Penelitian
Marice Sihombing (2010) mengungkapkan kurangnya aktivitas fisik berisiko hipertensi 1,05
kali dibandingkan dengan cukup aktivitas fisik. Kurang aktivitas fisik diketahui sebagai faktor
risiko berbagai penyakit tidak menular seperti hipertensi, jantung, stroke, DM dan kanker.
Aktivitas fisik yang dilakukan secara teratur seperti olahraga dapat menurunkan tahanan perifer
yang akan menurunkan tekanan darah dan melatih otot jantung sehingga menjadi terbiasa bila
jantung mendapat pekerjaan yang lebih berat karena adanya kondisi tertentu. Di samping itu,
olahraga yang teratur akan merangsang pelepasan endorfin (morfin endogen) yang menimbulkan
euphoria dan relaksasi otot sehingga tekanan darah tidak meningkat.1

10
C. Stress
Berada dalam keadaan yang penuh stres dapat mempengaruhi tekanan darah secara
sementara. Dakam keadaan stres tubuh melepaskan hormon stress (adrenalin dan kortisol) ke
dalam darah. Hormon ini mempersiapkan tubuh utuk keadaan “fight or flight” dengan
meningkatkan laju nadi dan mengkonstriksi pembuluh darah. Konstriksi pembuluh darah dan
naiknya laju nadi dapat meningkatkan tekanan darah untuk sementara. Saat reaksi stress hilang,
tekanan darah kembali keadaan sebelum stress.17

D. Merokok
Merokok merupakan salah satu kebiasaan hidup yang dapat mempengaruhi tekanan
darah. Pada keadaan merokok pembuluh darah di beberapa bagian tubuh seperti pembuluh darah
perifer dan pembuluh darah di ginjal akan mengalami penyempitan, dalam keadaan ini
dibutuhkan tekanan yang lebih tinggi supaya darah dapat mengalir ke alat-alat tubuh dengan
jumlah yang tetap. Untuk itu jantung harus memompa darah lebih kuat, sehingga tekanan pada
pembuluh darah meningkat.18
Merokok sebatang setiap hari akan meningkatkan tekanan sistolik 10–25 mmHg dan
menambah detak jantung 5–20 kali per menit. Dengan menghisap sebatang rokok akan
mempunyai pengaruh besar terhadap kenaikan tekanan darah, hal ini disebabkan oleh zat-zat
yang terkandung dalam asap rokok. Asap rokok terdiri dari 4000 bahan kimia dan 200
diantaranya beracun, antara lain karbon monoksida (CO) yang dihasilkan oleh asap rokok. Gas
CO dapat menimbulkan desaturasi hemoglobin, menurunkan langsung peredaran oksigen untuk
jaringan seluruh tubuh termasuk miokard. CO menggantikan tempat oksigen di hemoglobin,
mengganggu pelepasan oksigen, dan mempercepat aterosklerosis (pengapuran atau penebalan
dinding pembuluh darah). Nikotin juga merangsang peningkatan tekanan darah. Nikotin
mengaktifkan trombosit dengan akibat timbulnya adhesi trombosit (pengumpalan) ke dinding
pembuluh darah. Nikotin, CO, dan bahan lainnya dalam asap rokok terbukti merusak dinding
pembuluh endotel (dinding dalam pembuluh darah), mempermudah pengumpalan darah
sehingga dapat merusak pembuluh darah perifer.

11
Jenis perokok dapat dibagi atas 3 kelompok berdasarkan jumlah rokok yang dihisap
dapat dalam satuan batang, bungkus per hari yaitu :

a. Perokok Ringan disebut perokok ringan apabila merokok kurang dari 10 batang per hari.
b. Perokok Sedang disebut perokok sedang jika menghisap 10-20 batang per hari.
c. Perokok Berat disebut perokok berat jika menghisap lebih dari 20 batang per hari.

E. Asupan natrium
WHO (1990) menganjurkan pembatasan konsumsi garam dapur hingga 6 gram sehari
(ekivalen dengan 2400 mg natrium). Garam membantu menahan air di dalam tubuh. The
American Heart Association step II Diet menganjurkan seseorang rata-rata mengkonsumsi tidak
lebih 2.400 mg natrium per hari, terutama orang yang peka terhadap garam. Asupan garam yang
berlebihan dapat menyebabkan hipertensi maupun terlalu banyak air yang tertahan di dalam
tubuh. Jika terlalu banyak mengandung air, akan meningkatkan volume darah tanpa adanya
penambahan ruang. Peningkatan volume ini mengakibatkan bertambahnya tekanan di dalam
arteri. WHO merekomendasikan pola konsumsi garam yang dapat mengurangi risiko terjadinya
hipertensi. Kadar natrium yang direkomendasikan adalah tidak lebih dari 100 mmol (sekitar 2,4
gram natrium atau 6 gram garam) per hari.19
Kenaikan asupan garam sepertinya lebih berperan dalam meningkatkan tekanan arteri
daripada kenaikan asupan air.14 Penyebabnya adalah air murni secara normal diekskresikan oleh
ginjal hampir secepat asupannya, tetapi garam tidak diekskresikan dengan semudah itu. Akibat
penumpukan garam di dalam tubuh, garam secara tidak langsung meningkatkan volume cairan
ekstrasel karena dua alasan berikut:
1. Bila terdapat kelebihan garam di dalam cairan ekstrasel, osmolalitas cairan akan
meningkat. Dan keadaan ini selanjutnya merangsang pusat haus di otak yang membuat
seseorang minum lebih banyak air untuk mengembalikan konsentrasi garam ekstrasel
kembali normal. Hal ini akan meningkatkan volume cairan ekstrasel.
2. Kenaikan osmolalitas yang disebabkan oleh kelebihan garam dalam cairan ekstrasel juga
merangsang mekanisme sekresi kelenjar hipotalamus-hipofisis posterior untuk
mensekresikan lebih banyak hormon antidiuretik (ADH). Hormon antidiuretik kemudian
menyebabkan ginjal meresorpsi air dalam jumlah besar dari cairan tubulus ginjal sehingga
mengurangi volume urin yang diekskresikan tetapi meningkatkan volume cairan ekstrasel.
Jadi, karena alasan-alasan yang penting ini, jumlah garam yang menumpuk di dalam
tubuh merupakan bentuk utama volume cairan ekstra sel. Karena peningkatan sedikit saja pada

12
cairan ekstrasel dan volume darah seringkali dapat sangat meningkatkan tekanan arteri, maka
penumpukan garam ekstra di dalam tubuh walau hanya sedikit dapat sangat meningkatkan
tekanan arteri.

F. Alkohol
Konsumsi alkohol harus diwaspadai karena survei menunjukkan bahwa 10% kasus
hipertensi berkaitan dengan konsumsi alkohol. Mekanisme peningkatan tekanan darah akibat
alkohol masih belum jelas namun ada beberapa mekanisme yang diusulkan.21 Konsumsi alkohol
terus menerus akan meningkatkan kadar alkohol yang berdampak pada peningkatan tekanan
darah sementara. Peningkatan tekanan darah setelah konsumsi alkohol terjadi dalam 24 jam
pertama setelah konsumsi alkohol, dan kembali normal dalam beberapa jam sampai hari setelah
konsumsi alkohol dihentikan.22
Efek hipertensi alkohol umumnya terjadi akibat putus alkohol jangka panjang pada
peminum alkohol berat. Hal ini disebabkan karena stimulasi sistem saraf simpatis, endotelin,
RAAS, kortisol; penghambatan substansi relaksasi vaskular yaitu nitric oxide; kekurangan
kalsium atau magnesium; dan peningkatan kalsium dalam sel dan di otot polos pembuluh
darah.22

2.1.6 Patofisiologi
Hipertensi adalah penyakit multifaktorial yang timbul terutama karena interaksi antara
faktor-faktor risiko. Kaplan menggambarkan beberapa faktor yang berperan dalam pengendalian
tekanan darah yang mempengaruhi rumus dasar :
Tekanan Darah = Curah Jantung x Tahanan Perifer.12
Mekanisme yang berhubungan dengan terjadinya hipertensi esensial, antara lain:
1) Curah jantung dan tahanan perifer
Keseimbangan curah jantung dan tahanan perifer sangat berpengaruh terhadap kenormalan
tekanan darah. Pada sebagian besar kasus hipertensi esensial curah jantung biasanya normal
tetapi tahanan perifernya meningkat. Tekanan darah ditentukan oleh konsentrasi sel otot halus
yang terdapat pada arteriol kecil. Peningkatan konsentrasi sel otot halus akan berpengaruh pada
peningkatan konsentrasi kalsium intraseluler. Peningkatan konsentrasi otot halus ini semakin
lama akan mengakibatkan penebalan pembuluh darah arteriol yang mungkin dimediasi oleh
angiotensin yang menjadi awal meningkatnya tahanan perifer yang irreversible.

13
2) Sistem Renin-Angiotensin-Aldosteron

Gambar 2.2. Mekanisme Hipertensi melalui Sistem Renin-Angiotensin-Aldosteron

Ginjal mengontrol tekanan darah melalui pengaturan volume cairan ekstraseluler dan
sekresi renin. Sistem Renin-Angiotensin merupakan sistem endokrin yang penting dalam
pengontrolan tekanan darah. Renin disekresi oleh juxtaglomerulus aparatus ginjal sebagai respon
glomerulus underperfusion atau penurunan asupan garam, ataupun respon dari sistem saraf
simpatetik.
Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiotensin II dari
angiotensin I oleh angiotensin -converting enzyme (ACE). ACE memegang peranan fisiologis
penting dalam mengatur tekanan darah. Darah mengandung angiotensinogen yang diproduksi
hati, yang oleh hormon renin (diproduksi oleh ginjal) akan diubah menjadi angiotensin I
(dekapeptida yang tidak aktif). Oleh ACE yang terdapat di paru-paru, angiotensin I diubah
menjadi angiotensin II (oktapeptida yang sangat aktif). Angiotensin II berpotensi besar
meningkatkan tekanan darah karena bersifat sebagai vasoconstrictor melalui dua jalur, yaitu:
a. Meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan rasa haus. ADH diproduksi di
hipotalamus (kelenjar pituitari) dan bekerja pada ginjal untuk mengatur osmolalitas dan
volume urin. Dengan meningkatnya ADH, sangat sedikit urin yang diekskresikan ke luar
tubuh (antidiuresis) sehingga urin menjadi pekat dan tinggi osmolalitasnya. Untuk
mengencerkan, volume cairan ekstraseluler akan ditingkatkan dengan cara menarik

14
cairan dari bagian intraseluler. Akibatnya volume darah meningkat sehingga
meningkatkan tekanan darah.
b. Menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal. Aldosteron merupakan hormon
steroid yang berperan penting pada ginjal. Untuk mengatur volume cairan ekstraseluler,
aldosteron akan mengurangi ekskresi NaCl (garam) dengan cara mereabsorpsinya dari
tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan diencerkan kembali dengan cara
meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang pada gilirannya akan meningkatkan
volume dan tekanan darah.

3) Sistem Saraf Otonom


Sirkulasi sistem saraf simpatik dapat menyebabkan vasokonstriksi dan dilatasi arteriol.
Sistem saraf otonom ini mempunyai peran yang penting dalam mempertahankan tekanan darah.
Hipertensi dapat terjadi karena interaksi antara sistem saraf otonom dan sistem renin-angiotensin
bersama – sama dengan faktor lain termasuk natrium, volume sirkulasi, dan beberapa hormon.

Gambar 2.3. Patofisiologi Hipertensi

15
4) Disfungsi Endotelium
Pembuluh darah sel endotel mempunyai peran yang penting dalam pengontrolan
pembuluh darah jantung dengan memproduksi sejumlah vasoaktif lokal yaitu molekul nitric
oxide dan peptida endotelium. Disfungsi endotelium banyak terjadi pada kasus hipertensi
primer. Secara klinis pengobatan dengan antihipertensi menunjukkan perbaikan gangguan
produksi dari nitric oxide.
Banyak sistem vasoaktif yang mempengaruhi transpor natrium dalam mempertahankan
tekanan darah dalam keadaan normal. Bradikinin merupakan vasodilator yang potensial, begitu
juga endothelin. Endothelin dapat meningkatkan sensitifitas garam pada tekanan darah serta
mengaktifkan sistem renin-angiotensin lokal. Atrial natriuretic peptide merupakan hormon yang
diproduksi di atrium jantung dalam merespon peningkatan volume darah. Hal ini dapat
meningkatkan ekskresi garam dan air dari ginjal.

5) Hiperkoagulasi
Pasien dengan hipertensi memperlihatkan ketidaknormalan dari dinding pembuluh darah
(disfungsi endotelium atau kerusakan sel endotelium), ketidaknormalan faktor homeostasis,
platelet, dan fibrinolisis. Diduga hipertensi dapat menyebabkan protrombotik dan hiperkoagulasi
yang semakin lama akan semakin parah dan merusak organ target. Beberapa keadaan dapat
dicegah dengan pemberian obat anti-hipertensi.

6) Disfungsi diastolik
Hipertrofi ventrikel kiri menyebabkan ventrikel tidak dapat beristirahat ketika terjadi
tekanan diastolik. Hal ini untuk memenuhi peningkatan kebutuhan input ventrikel, terutama
pada saat olahraga terjadi peningkatan tekanan atrium kiri melebihi normal, dan penurunan
tekanan ventrikel.

2.1.7. Tanda dan Gejala


Individu yang menderita hipertensi kadang tidak menampakan gejala sampai bertahun-
tahun. Gejala bila ada menunjukan adanya kerusakan vaskuler, dengan manifestasi yang khas
sesuai sistem organ yang diperdarahi oleh pembuluh darah bersangkutan. Perubahan patologis
pada ginjal dapat bermanifestasi sebagai nokturia (peningkatan urinasi pada malam hari) dan
peningkatan nitrogen urea darah (BUN) dan kreatinin. Keterlibatan pembuluh darah otak dapat

16
menimbulkan stroke atau serangan iskemik transien yang bermanifestasi sebagai paralisis
sementara pada satu sisi (hemiplegia) atau gangguan tajam penglihatan. Corwin menyebutkan
bahwa sebagian besar gejala klinis timbul setelah mengalami hipertensi bertahun-tahun berupa
nyeri kepala saat terjaga, kadang-kadang disertai mual dan muntah, akibat peningkatan tekanan
darah intrakranial, penglihatan kabur akibat kerusakan retina akibat hipertensi, ayunan langkah
yang tidak mantap karena kerusakan susunan saraf pusat, nokturia karena peningkatan aliran
darah ginjal dan filtrasi glomerolus, edema dependen dan pembengkakan akibat peningkatan
tekanan kapiler.
Gejala lain yang umumnya terjadi pada penderita hipertensi yaitu pusing, muka merah,
sakit kepala, keluaran darah dari hidung secara tiba-tiba, tengkuk terasa pegal, dan lain-lain.
Sekitar 50% penderita hipertensi tidak menyadari bahwa tekanan darah mereka
meninggi. Selain itu adanya gejala pada orang tersebut juga dikarenakan sikap acuh tah acuh
penderita. Gejala baru timbul sesudah terjadi komplikasi pada sasaran organ seperti ginjal, mata,
sakit kepala, gangguan fungsi ginjal, gangguan penglihatan, gangguan serebral atau gejala akibat
gangguan peredaran pembuluh darah otak berupa kelumpuhan, gangguan kesadaran bahkan
sampai koma. Gejala hipertensi sebagai berikut:7
 Sakit kepala bagian belakang dan kaku kuduk, sulit tidur dan gelisah atau cemas dan
kepala pusing, dada berdebar-debar.
 Lemas, sesak nafas, berkeringat, dan pusing.
Selain itu, stres cenderung menyebabkan kenaikan tekanan darah untuk sementara
waktu, jika stres telah berlalu, maka tekanan darah biasaanya akan kembali normal. Jika
penyebabnya adalah feokromositoma, maka didalam urine bisa ditemukan adanya bahan-bahan
hasil penguraian hormon epinefrin dan norepinefrin. Biasanya hormon tersebut juga
menyebabkan gejala sakit kepala, kecemasan, palpitasi (jantung berdebar-debar), keringat yang
berlebihan, tremor (gemetar) dan pucat. Pemeriksaan untuk menentukan penyebab dari
hipertensi terutama dilakukan pada penderita usia muda. Pemeriksaan ini bisa berupa rontgen
dan radioisotope ginjal, rontgen dada, serta pemeriksaan darah dan air kemih untuk hormon
tertentu.17

17
2.1.8. Penatalaksanaan
Hipertensi esensial tidak dapat diobati tetapi dapat diberikan pengobatan untuk mencegah
terjadinya komplikasi. Langkah awal biasanya adalah merubah gaya hidup penderita:12
1. Penderita hipertensi yang mengalami kelebihan berat badan dianjurkan untuk
menurunkan berat badannya sampai batas ideal.
2. Merubah pola makan pada penderita diabetes, kegemukan atau kadar kolesterol darah
tinggi. Mengurangi pemakaian garam sampai kurang dari 2,3 gram natrium atau 6 gram
natrium klorida setiap harinya (disertai dengan asupan kalsium, magnesium dan kalium
yang cukup) dan mengurangi alkohol.
3. Olah raga teratur yang tidak terlalu berat. Penderita hipertensi esensial tidak perlu
membatasi aktivitasnya selama tekanan darahnya terkendali.
4. Berhenti merokok karena merokok dapat merusak jantung dan sirkulasi darah dan
meningkatkan risiko penyakit jantung dan stroke.
5. Pemberian obat-obatan:
a. Diuretik thiazide biasanya merupakan obat pertama yang diberikan untuk mengobati
hipertensi. Diuretik membantu ginjal membuang garam dan air, yang akan
mengurangi volume cairan di seluruh tubuh sehingga menurunkan tekanan darah.
Diuretik juga menyebabkan pelebaran pembuluh darah. Diuretik menyebabkan
hilangnya kalium melalui air, sehingga harus diberikan tambahan kalium atau obat
penahan kalium.
b. Penghambat adrenergik merupakan sekelompok obat yang terdiri dari alfa- blocker,
beta-blocker dan alfa-beta-blocker labetalol, yang mengambat efek sistem saraf
simpatis. Sistem saraf simpatis adalah sistem saraf yang dengan segera akan
memberikan respon terhadap stres, dengan cara meningkatkan tekanan darah.
c. Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACE-Inhibitor) menyebabkan penurunan
tekanan darah dengan cara melebarkan arteri.
d. Angiotensin II Blocker menyebabkan penurunan tekanan darah dengan suatu
mekanisme yang mirip dengan ACE-inhibitor.
e. Antagonis kalsium menyebabkan melebarnya pembuluh darah dengan mekanisme
yang benar-benar berbeda
f. Vasodilator langsung menyebabkan melebarnya pembuluh darah. Obat dari golongan

18
ini hampir selalu digunakan sebagai tambahan terhadap obat anti hipertensi lainnya.
g. Kedaruratan hipertensi (misalnya hipertensi maligna) memerlukan obat yang
menurutnkan tekanan darah tinggi dengan segara. Beberapa obat bisa menurunkan
tekanan darah dengan cepat dan sebagian besar diberikan secara intravena: a)
Diaxozide b) Nitroprusside c) Nitroglycerin d) Labetalol. Diberikan secara oral :
Nifedipine, merupakan kalsium antagonis dengan kerja yang sangat cepat, tetapi obat
ini bisa menyebabkan hipotensi, sehingga pemberiannya harus diawasi secara ketat.

Gambar 2.4. Alur Pengobatan Hipertensi

19
Tatalaksana Hipertensi Menurut JNC 7
Klasifikasi TDS TDD Perbaikan Tanpa Indikasi yang Dengan Indikasi yang
Tekanan (mmhg) (mmhg) Pola Hidup Memaksa Memaksa
Darah
Normal <120 <80 Dianjurkan - -
mmhg mmhg
Pre 120-139 80-89 Ya Tidak indikasi obat Obat untuk indikasi yang
Hipertensi mmhg mmhg memaksa
Hipertensi 140-159 90-99 Ya Pilihan utama yaitu Obat untuk indikasi yang
grade 1 mmhg mmhg Diuretika Thiazide, memaksa pertimbangkan
pertimbangkan Diuretika,
ACEI,CCB,ARB ACEI,ARB,CCB,BB
Hipertensi >160 >100 Ya Kombinasi 2 obat Sesuai kebutuhan
grade 2 mmhg mmhg diuretik thiazide dan
ACEI/ARB/BB/CCB
Tabel 2.3. Terapi Hipertensi Lini Pertama

Pilihan Obat Anti Hipertensi Untuk Kondisi Tertentu


Indikasi yang memaksa Pilihan terapi awal
Gagal Jantung Diuretika thiazide, BB, ACEI, ARB
Pasca Infark Miokard BB,ACEI
Penyakit Pembuluh Koroner Thiazide, BB, ACEI, CCB
Diabetes Melitus Thiazide, BB, ACEI, ARB,CCB
Penyakit Ginjal Kronis ACEI,ARB
Pencegahan Stroke Berulang Thiazide, ACEI
Tabel 2.4. Terapi Hipertensi Lini Kedua

2.1.9. Pencegahan
Perawatan penderita hipertensi pada umumnya dilakukan oleh keluarga dengan
memperhatikan pola hidup dan menjaga psikis dari anggota keluarga yang menderita hipertensi.
Pengaturan pola hidup sehat sangat penting pada pasien hipertensi guna untuk mengurangai efek
buruk dari pada hipertensi. Adapun cakupan pola hidup antara lain berhenti merokok,
mengurangi kelebihan berat badan, menghindari alkohol, modifikasi diet. Dan yang mencakup
psikis antara lain mengurangi stres, olahraga, dan istirahat. 21

20
Merokok sangat besar peranannya dalam peningkatkan tekanan darah, hal ini disebabkan
oleh nikotin yag terdapat didalam rokok yang memicu hormon adrenalin yang menyebabkan
tekanan darah meningkat. Nikotin diserap oleh pembuluh-pembuluh darah di dalam paru dan
diedarkan ke seluruh aliran darah lainnya sehingga terjadi penyempitan pembuluh darah. Hal ini
menyebabkan kerja jantung semakin meningkat untuk memompa darah keseluruh tubuh melalui
pembuluh darah yang sempit. Dengan berhenti merokok tekanan darah akan turun secara
perlahan.
Mengurangi berat badan juga menurunkan risiko diabetes, penyakit kardiovaskular, dan
kanker. Secara umum, semakin berat tubuh semakin tinggi tekanan darah, jika menerapkan pola
makan seimbang maka dapat mengurangi berat badan dan menurunkan tekanan darah dengan
cara yang terkontrol.
Alkohol dalam darah merangsang adrenalin dan hormon-hormon lain yang membuat
pembuluh darah menyempit atau menyebabkan penumpukan natrium dan air. Minum-minuman
yang beralkohol yang berlebih juga dapat menyebabkan kekurangan gizi yaitu penurunan kadar
kalsium. Mengurangi alkohol dapat menurunkan tekanan sistolik 10 mmhg dan diastolik 7
mmhg.15
Modifikasi diet atau pengaturan diet sangat penting pada klien hipertensi, tujuan utama
dari pengaturan diet hipertensi adalah mengatur tentang makanan sehat yang dapat mengontrol
tekanan darah tinggi dan mengurangi penyakit kardiovaskuler. Secara garis besar, ada empat
macam diet untuk menanggulangi atau minimal mempertahankan keadaan tekana darah , yakni :
diet rendah garam, diet rendah kolestrol, lemak terbatas serta tinggi serat, dan rendah kalori bila
kelebihan berat badan.
Diet rendah garam diberikan kepada pasien dengan edema atau asites serta hipertensi.
Tujuan diet rendah garam adalah untuk menurunkan tekanan darah dan untuk mencegah edema
dan penyakit jantung (lemah jantung). Adapun yang disebut rendah garam bukan hanya
membatasi konsumsi garam dapur tetapi mengkonsumsi makanan rendah natrium. Oleh karena
itu, yang sangat penting untuk diperhatikan dalam melakukan diet rendah garam adalah
komposisi makanan yang harus mengandung cukup zat-zat gizi, baik kalori, protein, mineral
maupun vitamin, serta rendah natrium.
Sumber natrium antara lain adalah makanan yang mengandung soda kue, baking powder,
MSG (Monosodium Glutamat), pengawet makanan atau natrium benzoat (biasanya terdapat
didalam saos, kecap, selai, jelly), makanan yang dibuat dari mentega serta obat yang
mengandung natrium (obat sakit kepala). Bagi penderita hipertensi, biasakan penggunaan obat
dikonsultasikan dengan dokter terlebih dahulu.

21
Stres tidak menyebabkan hipertensi yang menetap, tetapi stres berat dapat menyebabkan
kenaikan tekanan darah yang bersifat sementara yang sangat tinggi. Jika periode stres sering
terjadi maka akan mengalami kerusakan pada pembuluh darah, jantung dan ginjal sama halnya
seperti yang menetap. 20
Manfaat olah raga yang sering di sebut olah raga isotonik seperti jalan kaki, jogging,
berenang dan bersepeda sangat mampu meredam hipertensi. Olah raga isotonik mampu
menurunkan hormon noradrenalin dan hormon-hormon lain penyebab naiknya tekanan darah.
Hindari olah raga isometrik seperti angkat beban, karena justru dapat menaikkan tekanan darah.
Istirahat merupakan suatu kesempatan untuk memperoleh energi sel dalam tubuh.
Istirahat dapat dilakukan dengan meluangkan waktu. Meluangkan waktu tidak berarti minta
istirahat lebih banyak dari pada bekerja produktif samapai melebihi kepatuhan. Meluangkan
waktu istirahat itu perlu dilakukan secara rutin diantara ketegangan jam sibuk bekerja sehari-
hari. Bersantai juga bukan berarti melakukan rekreasi yang melelahkan, tetapi yang
dimaksudkan dengan istirahat adalah usaha untuk mengembalikan stamina tubuh dan
mengembalikan keseimbangan hormon dalam tubuh.21

2.1.10 Komplikasi
A. Stroke
Stroke dapat timbul akibat perdarahan tekanan tinggi di otak, atau akibat embolus yang
terlepas dari pembuluh darah non otak yang terpajan tekanan tinggi. Stroke dapat terjadi pada
hipertensi kronik apabila arteri-arteri yang memperdarahi otak mengalami hipertrofi dan
menebal, sehingga aliran darah ke daerah-daerah yang diperdarahinya berkurang. Arteri-arteri
otak yang mengalami arterosklerosis dapat melemah sehingga meningkatkan kemungkinan
terbentuknya aneurisma. Gejala terkena stroke adalah sakit kepala secara tiba-tiba, seperti orang
bingung, limbung atau bertingkah laku seperti orang mabuk, salah satu bagian tubuh terasa
lemah atau sulit digerakan (misalnya wajah, mulut, atau lengan terasa kaku, tidak dapat
berbicara secara jelas) serta tidak sadarkan diri secara mendadak.
B. Infark Miokard
Infark miokard dapat terjadi apabila arteri koroner yang arterosklerosis tidak dapat
menyuplai cukup oksigen ke miokardium atau apabila terbentuk trombus yang menghambat
aliran darah melalui pembuluh darah tersebut. Karena hipertensi kronik dan hipertensi ventrikel,
maka kebutuhan oksigen miokardium mungkin tidak dapat terpenuhi dan dapat terjadi iskemia
jantung yang menyebabkan infark. Demikian juga hipertrofi ventrikel dapat menimbulkan

22
perubahan-perubahan waktu hantaran listrik melintasi ventrikel sehingga terjadi disritmia,
hipoksia jantung, dan peningkatan risiko pembentukan bekuan.
C. Gagal Ginjal
Gagal ginjal dapat terjadi karena kerusakan progresif akibat tekanan tinggi pada kapiler-
kapiler ginjal dan glomerolus. Dengan rusaknya glomerulus, darah akan mengalir ke unit-unit
fungsional ginjal, nefron akan terganggu dan dapat berlanjut menjadi hipoksia dan kematian.
Dengan rusaknya membran glomerolus, protein akan keluar melalui urin sehingga tekanan
osmotik koloid plasma berkurang, menyebabkan edema yang sering dijumpai pada hipertensi
kronik. Penyakit ginjal dan saluran kemih telah menyumbang 850.000 kematian setiap tahunnya,
hal ini berarti meduduki peringkat ke-12 tertinggi angka kematian atau peringkat terringgi ke-17
angka kecacatan.

D. Gagal Jantung
Pada penyakit ini, terjadi kegagalan jantung dalam memompa darah ke seluruh tubuh
sehingga mengakibatkan cairan terkumpul di paru, kaki, dan jaringan lain yang sering disebut
edema. Penumpukan cairan di dalam paru dapat menyebabkan sesak napas.
E. Ensefalopati
Dapat terjadi terutama pada hipertensi maligna. Tekanan yang tinggi pada kelainan ini
menyebabkan peningkatan tekanan kapiler dan mendorong cairan ke dalam ruang intertisium di
seluruh susunan saraf pusat. Neuron-neuron disekitarnya kolaps dan terjadi koma serta
kematian.

2.2 Penatalaksanaan Hipertensi di Masyarakat


Pada saat ini hipertensi adalah penyakit ketiga terbesar yang menyebabkan kematian dini.
Penyakit ini dipengaruhi oleh cara dan kebiasaan hidup seseorang. Sering disebut sebagai the
silent killer karena penderita tidak mengetahui kalau dirinya menderita hipertensi. Penderita
seringkali datang berobat timbul kelainan organ akibat hipertensi. Departemen Kesehatan telah
menyusun kebijakan dan strategi nasional pencegahan dan penanggulangan penyakit hipertensi
yang meliputi surveilans, promosi, dan pencegahan dan penatalaksaan penyakit hipertensi.
Kebijakan tersebut tidak mungkin dilaksanakan hanya bersandarkan pada kemampuan
pemerintah, tapi harus melibatkan seluruh potensi yang ada di masyarakat.
Sistematika penemuan kasus dan tatalaksana penyakit hipertensi meliputi:

23
1. Penemuan kasus dilakukan melalui pendekatan deteksi dini yaitu melakukan
kegiatan deteksi dini terhadap faktor risiko penyakit hipertensi yang meningkat pada
saat ini dengan cara skrining kasus.

2. Tatalaksana pengendalian penyakit hipertensi dilakukan dengan pendekatan:


a. Promosi kesehatan diharapkan dapat memelihara, meningkatkan, dan melindungi
kesehatan diri serta kondisi lingkungan sosial yang diintervensi dengan kebijakan
publik serta dengan meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat
mengenai perilaku hidup sehat dalam pengendalian hipertensi.
b. Preventif dengan cara larangan merokok, peningkatan gizi seimbang dan aktivitas
fisik untuk mencegah timbulnya faktor risiko dan menghindari rekurensi faktor
risiko.
c. Kuratif dilakukan melalui pengobatan farmakologis dan tindakan yang
diperlukan.
d. Rehabilitatif dilakukan agar penderita tidak jatuh pada keadaan yang lebih buruk
dengan melakukan kontrol teratur dan fisioterapi komplikasi hipertensi yang fatal
dapat diturunkan dengan mengembangkan manajemen rehabilitasi kasus kronis
dengan melibatkan unsur organisasi profesi, pengelola program, dan pelaksana
pelayanan di berbagai tingkatan.

2.2.1. Surveilans
Surveilans hipertensi meliputi faktor risiko, registri penyakit, dan kematian. Surveilans
faktor risiko dan gaya hidup yang diperoleh lewat wawancara merupakan prioritas karena lebih
fleksibel dan lebih sensitif untuk mengukur hasil intervensi dalam jangka menengah.
Adapun daftar pihak yang dapat diikutsertakan antara lain:
 Puskesmas, dokter praktek, poliklinik, bidan, dan perawat dengan melakukan
pencatatan dan pelaporan angka kesakitan dan faktor risiko
 Organisasi kemasyarakatan (posbindu)
 Dinkes kabupaten/kota/propinsi
 Rumah sakit
Dalam melaksanakan kegiatan skrining untuk mendeteksi faktor risiko penyakit hipertensi
dapat dilakukan beberapa tahapan sebagai berikut:

24
1. Wawancara dengan menggunakan kuesioner yang meliputi identitas diri, riwayat
penyakit, riwayat anggota keluarga yang menderita DM, PJK, dan dislipidemia.
2. Pengukuran tekanan darah dan denyut nadi
3. Pengukuran indeks antropometri, yaitu pengukuran berat badan, tinggi badan, lingkar
pinggang, dan lingkar panggul
4. Pemeriksaan laboratotium darah antara lain Kadar Kolesterol Darah (kolesterol total,
LDL, HDL, dan trigliserida), Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) bagi yang belum tahu
atau belum pernah terdiagnosis. TTGO yaitu pemeriksaan kadar gula daran pada 2 jam
setelah minum larutan 75gr glukosa

2.2.2. Promosi Kesehatan


Tujuan dari promosi kesehatan adalah untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan
pentingnya pencegahan dan penanggulangan penyakit tidak menular (PTM) agar tidak
menderita penyakit hipertensi. Pencegahan dimaksud dengan menjalankan pola hidup sehat
berupa diet seimbang dengan mengurangi konsumsi lemak jenuh, garam, dan memperbanyak
makan sayur dan buah, serta tidak merokok dan perbanyak aktivitas olahraga.
Promosi bagi pencegahan dan penanggulangan hipertensi efektif bila dilakukan dalam intensitas
yang memadai serta berkesinambungan dan dalam waktu yang cukup lama, promosi dapat
dilakukan dengan menggunakan media cetak dan elektronik.
Langkah-langkah promosi kesehatan di masyarakat mencakup:
1. Pengenalan Kondisi Wilayah
2. Identifikasi Masalah Kesehatan
3. Survei Mawas Diri
4. Musyawarah Desa atau Kelurahan
5. Perencanaan Partisipatif
6. Pelaksanaan Kegiatan
7. Pembinaan Kelestarian

Tahapan dalam melakukan promosi penyuluhan adalah sebagai berikut:


1. Menentukan materi/isi
2. Menyediakan bahan promosi
3. Melakukan pelatihan kader kesehatan
4. Menentukan sasaran promosi
5. Menentukan jenis promosi

25
a. Promosi penanggulangan masalah merokok
b. Promosi peningkatan gizi seimbang
c. Promosi peningkatan aktivitas fisik

2.2.3. Pencegahan dan Penatalaksanaan


Pengendalian faktor risiko PJK dapat saling berpengaruh terhadap terjadinya hipertensi. Hal
ini dapat dilakukan dengan usaha-usaha sebagai berikut:
a. Mengatasi obesitas/kelebihan berat badan
Obesitas bukanlah penyebab hipertensi, akan tetapi prevalensi hipertensi pada obesitas jauh
lebih besar. Risiko relatif untuk menderita hipertensi pada orang gemuk 5x lebih besar
dibandingkan dengan orang dengan berat badan normal.
b. Mengurangi asupan garam dalam tubuh
Nasehat pengurangan garam harus memperhatikan kebiasaan makan penderita. Pengurangan
asupan garam secara drastis akan sulit dilaksanakan. Batasi garam maksimal 6 gram (1 sendok
teh) per hari pada saat memasak
c. Ciptakan keadaan rileks
d. Melakukan olahraga teratur
Berolahraga seperti senam aerobik atau jalan cepat selama 30-45 menit sebanyak 3-4x
seminggu diharapkan dapat menambah kebugaran dan memperbaiki metabolisme tubuh yang
akhirnya dapat menurunkan tekanan darah.
e. Berhenti merokok
Merokok dapat menambah kekakuan pembuluh darah sehingga dapat memperburuk
hipertensi. Zat kimia seperti nikotin dan CO yang dihisap melalui rokok yang masuk ke dalam
aliran darah dapat merusak lapisan endotel pembuluh darah arteri dan mengakibatkan proses
arterosklerosis dan tekanan darah tinggi. Tidak ada cara yang benar-benar efektif untuk
memberhentikan kebiasaan merokok. Beberapa metode yang secara umum dicoba adalah
sebagai berikut:

a) Inisiatif sendiri
b) Menggunakan permen yang mengandung nikotin
c) Kelompok program berhenti merokok
f. Mengurangi konsumsi alkohol

26
Hindari konsumsi alkohol berlebih. Tidak lebih dari 2 gelas perhari untuk laki-laki dan tidak
lebih dari 1 gelas per hari untuk perempuan.
Penatalaksanaan penyakit hipertensi bertujuan untuk mengendalikan angka kesakitan dan
kematian akibat hipertensi dengan cara seminimal mungkin menurunkan gangguan terhadap
kualitas hidup penderita. Pengobatan hipertensi dimulai dengan obat tunggal, masa kerja yang
panjang sehari sekali dan dosis dititrasi. Prinsip pemberian obat anti hipertensi sebagai berikut:
1. Pengobatan hipertensi sekunder adalah menghilangkan penyebab hipertensi
2. Pengobatan hipertensi esensial ditujukan untuk menurunkan tekanan darah dengan
harapan memperpanjang umur dan mengurangi timbulnya komplikasi
3. Upaya menurunkan tekanan darah dicapai dengan menggunakan obat anti hipertensi
4. Pengobatan hipertensi adalah pengobatan jangka panjang, bahkan pengobatan seumur hidup.

2.2.4 Rujukan
Rujukan dilakukan saat terapi yang diberikan di pelayanan primer belum dapat mencapai
sasaran pengobatan yang diinginkan atau dijumpai komplikasi penyakit lainnya akibat penyakit
hipertensi. Yang penting adalah mempersiapkan penderita untuk rujukan tersebut sehingga tidak
menimbulkan persepsi yang salah akibat hasil pengobatan yang sudah dijalani

2.2.5 Pencatatan
Perlu suatu mekanisme pencatatan yang baik, formulir yang cukup serta cara pengisian
yang benar dan teliti. Pencatatan dilaksanakan sesuai dengan jenis kegiatan yang dilaksanakan,
yaitu pencatatan kegiatan pelayanan pengendalian PTM khususnya tatalaksanan penyakit
hipertensi. Formulir pencatatan terdiri dari:
1. Kartu Rawat Jalan untuk mencatat identitas dan status pasien yang berkunjung ke
puskesmas / sarana kesehatan lainnya untuk memperoleh layanan rawat jalan
2. Kartu Rawat Inap diperuntukkan bagi pasien rawat inap di Pueskesmas Rawat Inap
3. Kartu Penderita Hipertensi yang berisikan identitas penderita hipertensi yang dilayani di
Puskesmas dan diberikan kepada penderitanya
4. Formulir Laporan Bulanan penyakit hipertensi
5. Buku Register Tatalaksana dan Rujukan

27
2.2.6 Pelaporan

Gambar 2.5. Bagan Alur Pelaporan Pengendalian Penyakit Hipertensi

Frekuensi Pelaporan:
a. Laporan dari Puskesmas ke Dinkes Kabupaten/Kota ini menggunakan formulir standar
yang sudah ada. Setiap bulan paling lambat tanggal 10 telah terkirimkan
b. Laporan di Dinkes kabupaten/kota ke propinsi/pusat dalam diskret hasil entry data/
rekapitulasi frekuensi laporan triwulan dikirimkan paling lambat tanggal 20 bulan
berikutnya ke dinkes propinsi

2.2.7. Evaluasi
Monitoring dan evaluasi merupakan salah satu fungsi manajemen untuk menilai
keberhasilan penemuan dan penatalaksaan penderita hipertensi. Kegiatan ini dilaksanakan secara

28
berkala untuk mendeteksi ketika ada masalah dalam penemuan dan penatalaksanaan penderita
hipertensi agar dapat dilakukan tindakan perbaikan.
Pada prinsipnya semua kegiatan harus dimonitor dan dievaluasi antara lain penemuan penyakit
hipertensi mulai dari langkah penemuan penderita dan faktor risikonya, penatalaksanaan
penderita yang meliputi hasil pengobatan, dan efek samping, sehingga kegagalan pengendalian
penyakit hipertensi di pelayanan primer dapat ditekan.
Seluruh kegiatan tersebut harus dimonitor baik dari input maupun output. Cara pemantauan
dapat dilakukan dengan menelaah laporan, pengamatan langsung, dan wawancara dengan
petugas pelaksana dan penderita hipertensi.

29
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian


Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif untuk menentukan gambaran secara
sistematik dan faktual gambaran pasien hipertensi dan keefektifitasan program Pusling terhadap
pengobatan hipertensi di wilayah Desa Paran secara umum.

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian


3.2.1. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Desa Paran Kecamatan Paringin, Kabupaten
Balangan, Kalimantan Selatan.

3.2.2. Waktu Penelitian


Penelitian ini dilakukan selama kegiatan Pusling pada bulan Januari hingga April 2019.

3.3. Subyek Penelitian


Subyek penelitian ini adalah pengunjung kegiatan Pusling Desa Paran pada bulan Januari
hingga April 2019.

3.4. Jenis Data


Jenis data pada penelitian ini adalah data sekunder yang didapatkan dari pengukuran
tekanan darah terhadap pengunjung kegiatan Pusling Desa Paran .

3.5. Instrumen Penelitian


Instrumen penelitian yang digunakan adalah hasil tekanan darah pengunjung kegiatan
Pusling Desa Paran .

3.6. Prosedur Penelitian


Pengunjung kegiatan Pusling Desa Paran yang datang pada bulan Januari dilakukan
pengukuran tekanan darah pada saat pelayanan. Setelah itu dilakukan edukasi dan pengobatan
pada pasien hipertensi. Pada bulan Februari, Maret, dan April 2019 juga dilakukan pengukuran
tekanan darah pada pengunjung yang datang di bulan tersebut untuk melihat gambaran nilai
tekanan darah pengunjung secara umum.

30
BAB IV
HASIL PENELITIAN

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian


4.1.1. Profil Komunitas Umum

Paran adalah salah satu desa di Kecamatan Paringin, Kabupaten Balangan, Kalimantan
Selatan, Indonesia.Desa Paran terdiri dari 2 Rukun Tetangga dengan jumlah penduduk 433 jiwa.

4.1.2. Data Geografis

Desa Paran memiliki luas daerah ± 360 Km2. Batas wilayah Desa Paran :

 Utara : Desa Babayau


 Selatan : Desa Mangkayahu
 Timur : Desa Babayau
 Barat : Desa Dahai

Gambar 4.1. Peta Wilayah Desa Paran

31
4.1.3. Data Demografik

Jumlah penduduk Desa Paran sebanyak 433 jiwa yang terdiri dari 222 penduduk laki
laki dan 211 perempuan. Di Desa Paran terdapat 145 kepala keluarga yang terbagi atas dua
Rukun Tetangga. RT 01 terdapat 202 jiwa dan RT 02 231 jiwa.

4.1.4. Data Sumber Daya Kesehatan

Tabel 4.2. data sumber daya kesehatan

Jumlah Kader Balita 5


Jumlah Kader Usila 5
Jumlah Bidan Desa 1

4.1.5. Data Sarana Kesehatan

Tabel 4.3. data sarana kesehatan

No Fasilitas Kesehatan Jumlah

1. Puskesdes 1

2. Dokter Praktek / Umum -

3. Dokter Spesialis -

4. Klinik Umum -

5. Bidan Desa 1

6. Posyandu 1

Jumlah 3

32
4.2. Hasil Penelitian
4.2.1. Hasil Pengukuran Tekanan Darah Bulan Januari
Pengukuran tekanan darah dilakukan pada bulan Januari 2019 dengan total sampel 56
orang dari pengunjung Pusling.
Dari total sampel yang diukur tekanan darahnya selama bulan Januari di Desa Paran
didapatkan 23 orang (41%) memiliki tekanan darah dalam batas normal. 8 orang (14%)
memiliki tekanan darah termasuk pre-hipertensi. 13 orang (23%) memiliki tekanan darah
termasuk Hipertensi Grade I. 12 orang (22%) memiliki tekanan darah termasuk dalam kategori
Hipertensi Grade II, dimana 3 orang diantaranya termasuk dalam Krisis Hipertensi Urgency.

Hasil Pengukuran Tekanan Darah Bulan


Januari

Hipetensi Grade 2
22%
Normal
Normal
41%
Pre Hipertensi
Hipertensi Grade 1
Hipertensi Grade 1
23%
Hipetensi Grade 2

Pre Hipertensi
14%

Gambar 4.1. Grafik hasil pengukuran tekanan darah bulan Januari

33
4.2.2. Hasil Pengukuran Tekanan Darah Bulan Februari
Pengukuran tekanan darah dilakukan pada bulan Februari 2019 dengan total sampel 60
orang dari pengunjung Pusling.
Dari total sampel yang diukur tekanan darahnya selama bulan Februari di Desa Paran
didapatkan 11 orang (18%) memiliki tekanan darah dalam batas normal. 9 orang (15%)
memiliki tekanan darah termasuk pre-hipertensi. 21 orang (35%) memiliki tekanan darah
termasuk Hipertensi Grade I. 19 orang (32%) memiliki tekanan darah termasuk dalam kategori
Hipertensi Grade II, dimana 11 orang diantaranya termasuk dalam Krisis Hipertensi Urgency.

Hasil Pengukuran Tekanan Darah Bulan


Februari
Normal
18%

Hipetensi Grade 2 Normal


32%
Pre Hipertensi Pre Hipertensi
15% Hipertensi Grade 1
Hipetensi Grade 2

Hipertensi Grade 1
35%

Gambar 4.2. Grafik hasil pengukuran tekanan darah bulan Februari

34
4.2.3. Hasil Pengukuran Tekanan Darah Bulan Maret
Pengukuran tekanan darah dilakukan pada bulan Maret 2019 dengan total sampel 32
orang dari pengunjung Pusling.
Dari total sampel yang diukur tekanan darahnya selama bulan Maret di Desa Paran
didapatkan 8 orang (25%) memiliki tekanan darah dalam batas normal. 5 orang (16%) memiliki
tekanan darah termasuk pre-hipertensi. 7 orang (22%) memiliki tekanan darah termasuk
Hipertensi Grade I. 12 orang (37%) memiliki tekanan darah termasuk dalam kategori Hipertensi
Grade II, dimana 3 orang diantaranya termasuk dalam Krisis Hipertensi Urgency.

Hasil Pengukuran Tekanan Darah Bulan


Maret

Normal
25%

Normal
Hipetensi Grade 2 Pre Hipertensi
37%
Pre Hipertensi Hipertensi Grade 1
16%
Hipetensi Grade 2

Hipertensi Grade 1
22%

Gambar 4.2. Grafik hasil pengukuran tekanan darah bulan Maret

35
4.2.4. Hasil Pengukuran Tekanan Darah Bulan April
Pengukuran tekanan darah dilakukan pada bulan April 2019 dengan total sampel 32
orang dari pengunjung Pusling.
Dari total sampel yang diukur tekanan darahnya selama bulan April di Desa Paran
didapatkan 13 orang (42%) memiliki tekanan darah dalam batas normal. 2 orang (6%) memiliki
tekanan darah termasuk pre-hipertensi. 4 orang (13%) memiliki tekanan darah termasuk
Hipertensi Grade I. 11 orang (39%) memiliki tekanan darah termasuk dalam kategori Hipertensi
Grade II, dimana 2 orang diantaranya termasuk dalam Krisis Hipertensi Urgency.

Hasil Pengukuran Tekanan Darah Bulan


April

Normal

Hipetensi Grade 2 Normal Pre Hipertensi


39% 42%
Hipertensi Grade 1
Hipetensi Grade 2

Hipertensi
Grade 1
13% Pre Hipertensi
6%

Gambar 4.2. Grafik hasil pengukuran tekanan darah bulan April

36
Grafik Perbandingan Tekanan Darah Januari - April

100%

90%

80%

70%

60%
Januari

50% Februari
41% 42% Maret
39%
40% 37%
35% April
32%
30% 25%
23% 22% 22%
20% 18%
16%
14% 15% 13%
10% 6%

0%
Normal Pre-hipertensi Hipertensi Grade I Hipertensi Grade II

Gambar 4.3. Grafik perbandingan tekanan darah April-Mei

37
BAB V
PEMBAHASAN PENELITIAN

5.1. Pembahasan Hasil Pengukuran Tekanan Darah pada Bulan Januari hingga April
Pada bulan Januari 2019 dilakukan pengukuran tekanan darah pada pengunjung Pusling,
didapatkan 23 orang (41%) memiliki tekanan darah dalam batas normal. 8 orang (14%)
memiliki tekanan darah termasuk pre-hipertensi. 13 orang (23%) memiliki tekanan darah
termasuk Hipertensi Grade I. 12 orang (22%) memiliki tekanan darah termasuk dalam kategori
Hipertensi Grade II, dimana 3 orang diantaranya termasuk dalam Krisis Hipertensi Urgency.
Setelah sebelumnya telah dilakukan pengukuran tekanan darah dan edukasi pada bulan
Januari, kemudian pada bulan Februari, Maret, Dan April dilakukan kembali pengukuran
tekanan darah untuk melihat angka hipertensi sebagai gambaran secara umum keberhasilan
Pusling yang telah dilakukan sebelumnya. Dimana pada bulan Februari didapatkan 11 orang
(18%) memiliki tekanan darah dalam batas normal. 9 orang (15%) memiliki tekanan darah
termasuk pre-hipertensi. 21 orang (35%) memiliki tekanan darah termasuk Hipertensi Grade I.
19 orang (32%) memiliki tekanan darah termasuk dalam kategori Hipertensi Grade II, dimana
11 orang diantaranya termasuk dalam Krisis Hipertensi Urgency.Pada bulan Maret didapatkan 8
orang (25%) memiliki tekanan darah dalam batas normal. 5 orang (16%) memiliki tekanan darah
termasuk pre-hipertensi. 7 orang (22%) memiliki tekanan darah termasuk Hipertensi Grade I. 12
orang (37%) memiliki tekanan darah termasuk dalam kategori Hipertensi Grade II, dimana 3
orang diantaranya termasuk dalam Krisis Hipertensi Urgency. Selanjutnya pada bulan April
didapatkan 13 orang (42%) memiliki tekanan darah dalam batas normal. 2 orang (6%) memiliki
tekanan darah termasuk pre-hipertensi. 4 orang (13%) memiliki tekanan darah termasuk
Hipertensi Grade I. 11 orang (39%) memiliki tekanan darah termasuk dalam kategori Hipertensi
Grade II, dimana 2 orang diantaranya termasuk dalam Krisis Hipertensi Urgency.
Dari perbandingan yang dilakukan terhadap hasil pengukuran tekanan darah bulan
Januari Hingga April 2019 dengan sampel yang diperoleh dari hasil pengukuran tekanan darah
pada saat program Pusling, secara umum terlihat banyaknya jumlah pengunjung yang
terdiagnosa hipertensi . Pada bulan januari didapatkan 45% dari pengunjung yang memiliki
hipertensi, pada bulan Februari didapatkan 67% dari total pengunjung yang datang, pada bulan
Maret didapatkan 59% dari total pengunjung yang datang ,pada bulan April didapatkan 52%
penderita hipertensi dari total pengunjung yang datang dengan rata-rata dari bulan Januari
hingga bulan Maret 2019 sebesar 55,75% penderita hipertensi.

38
Pada saat Pusling telah dilakukan upaya pencegahan berupa edukasi tentang penyakit
hipertensi, baik dari faktor risiko, gejala-gejala yang dapat dirasakan, tatalaksana, hingga
pentingnya perubahan gaya hidup serta kontrol dan mengkonsumsi obar secara teratur maupun
upaya kuratif dengan memberikan obat anti hipertensi untuk 10 hari kepada pasien yang
terdiagnosa hipertensi serta menghimbau pasien hipertensi untuk kontrol secara berkala pada
saat obat habis ke Puskesmas Paringin Kota.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa edukasi dan upaya pengobatan yang telah dilakukan
pada bulan Februari hingga bulan April belum cukup efektif tidak hanya dari segi kesadaran dan
kepatuhan minum obat, begitu juga dengan angka hipertensi yang masih tinggi. Dimana total
penderita hipertensi dari Februari Hingga April 2019 masih berfluktuatif dengan rata-rata masih
diatas 50% dari total pengunjung yang datang.
Menurut pengakuan sebagian besar pengunjung pada bulan Februari hingga April 2019
mereka belum melakukan perubahan gaya hidup terutama pada diet rendah garam dan lemak
serta kurangnya kesadaran dan kepatuhan minum obat setiap hari dan hanya meminum obat jika
pasien merasa badannya tidak sehat, serta kurangnya kesadaran dan banyaknya masalah yang
dihadapkan pada saat penderita hipertensi ingin berkunjung ke dokter untuk melakukan kontrol.

39
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan
Hipertensi merupakan salah satu penyakit tidak menular yang memiliki prevalensi yang
cukup tinggi di Indonesia, khususnya di Desa Paran Kabupaten Balangan. Karena hipertensi
sering kali tidak menimbulkan gejala, maka dibutuhkan surveilans hipertensi dan edukasi
mengenai hipertensi itu sendiri pada masyarakat. Dalam penelitian ini, kami melakukan
penelitian mengenai gambaran banyaknya penderita hipertensi, serta seberapa besar efektifitas
peran puskesmas turun langsung ke lapangan yang dalam hal ini memberikan edukasi tentang
hipertensi pada masyarakat serta memberikan upaya kuratif berupa pengobatan pada pasien
hipertensi yang ada di Desa Paran Kabupaten Balangan.
Dari data yang dikumpulkan dapat dilihat bahwa penderita hipertensi yang ada di Desa
Paran Kabupaten Balangan ternyata tidaklah sedikit, jumlahnya sekitar 55,75% dari jumlah
pengunjung yang datang dari bulan Januari hingga bulan April 2019. Dari wawancara yang
dilakukan peneliti saat pemeriksaan anamnesis pasien, kebanyakan merupakan penderita
hipertensi yang tidak terkontrol yang memiliki kurangnya kepatuhan untuk minum obat dan
kontrol secara berkala ke dokter serta kurangnya keinginan untuk merubah faktor resiko yang
dapat diubah yaitu pola makan asupan garam dan lemak yang berlebih dimana makanan sehari-
hari yang dikonsumsi masyarakat Balangan pada umumnya mengandung banyak lemak dan
garam berlebih, serta kurangnya keinginan untuk berolahraga untuk menjaga tekanan darah
dalam batas normal.
Faktor lain yang menghambat upaya mencegah dan mengobati penyakit hipertensi selain
faktor gaya hidup dan pola makan adalah faktor sosio ekonomi. Antara lain sulitnya pasien-
pasien terutama yang berusia lanjut untuk datang kontrol ke dokter secara berkala karena faktor
jarak dari rumah hingga ke fasilitas kesehatan primer yang lumayan jauh, yang disertai masalah
ketidaktersediaan angkutan umum untuk menjangkau fasilitas kesehatan primer padahal
sebagian besar pasien-pasien hipertensi adalah pasien yang berusia lanjut tersebut tinggal jauh
dari sanak saudara yang bisa mengantar mereka datang secara berkala ke fasilitas kesehatan
primer terdekat. Dan juga faktor ekonomi dimana pasien-pasien tersebut tidak mempunyai uang
untuk membeli obat anti hipertensi yang cukup.
Harapan pasien-pasien tersebut hanyalah program Puskesmas Keliling yang diadakan
sebulan sekali. Akan tetapi pada pelaksanaannya program pusling tersebut juga mendapat

40
kendala antara lain kurangnya stok obat-obatan terutama obat-obatan untuk penyakit tidak
menular ,yang salah satunya penyakit hipertensi sehingga pada saat program pusling pasien
tidak bisa mendapat obat untuk sebulan kedepan, melainkan hanya mendapat obat untuk 10 hari,
sisanya bisa didapatkan pada saat kontrol ke puskesmas atau fasilitas kesehatan primer.
Selain itu, sebagian penderita hipertensi belum memiliki pengetahuan yang baik akan
faktor risiko hipertensi terutama riwayat keluarga dengan hipertensi dan jenis kelamin, batasan
tekanan darah, komplikasi, penatalaksanaan, dan juga pencegahan hipertensi. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa diperlukan upaya preventif secara primer dan sekunder lebih lanjut secara
berkala untuk mencegah terjadinya hipertensi dan segala bentuk komplikasinya.

6.2. Saran
Dalam penelitian mengenai gambaran penderita hipertensi dan evaluasi secara umum
program pusling terhadap penyakit hipertensi di Desa Paran pada bulan Januari hingga April
2019 yang melibatkan banyak pihak ini peneliti ingin memberikan saran terutama kepada Dinas
Kesehatan Kabupaten Balangan untuk memperbanyak stok obat-obatan terutama obat- obatan
untuk penyakit tidak menular yang termasuk didalamnya adalah penyakit hipertensi sehingga
pada saat pelaksanaan program pusling target terapi hipertensi dapat dicapai dengan cara
memberikan obat yang cukup untuk pengobatan selama sebulan penuh sehingga pasien-pasien
yang tidak dapat kontrol ke puskesmas/ fasilitas kesehatan terdekat mempunyai obat untuk
mereka minum setiap hari yang secara langsung bisa meningkatkan kepatuhan minum obat. Bila
memungkinkan dapat dipertimbangkan juga adanya fasilitas maupun program untuk mengantar
dan pendampingan pasien dengan hipertensi urgency maupun hipertensi emergency ke fasilitas
kesehatan terdekat yaitu RSUD Balangan, karena adanya pasien pasien hipertensi urgency dan
emergency yang membutuhkan penanganan lebih lanjut yang tidak dapat dilakukan pada saat
program pusling tersebut untuk datang ke fasilitas kesehatan terdekat, terutama untuk pasien-
pasien berusia lanjut yang tidak dapat pergi sendiri ke rumah sakit.
Saran yang ingin peneliti berikan kepada Puskesmas di Kabupaten Balangan , terutama
Puskesmas Paringin Kota ialah tetap melanjutkan program program telah ada terutama program
Puskesmas Keliling yang sangat membantu masyarakat Balangan terlebih masyarakat yang
tinggal jauh dari pusat kota dan jauh dari fasilitas kesehatan primer terdekat untuk
memeriksakan keadaan kesehatannya dan upaya tambahan untuk membuat pasien Puskesmas
Keliling di desa tersebut datang secara berkala setiap bulan. Serta memperbanyak program –
program pelayanan masyarakat, terutama yang berupa edukasi apapun bentuknya kepada
masyarakat sebagai bentuk upaya pencegahan primer sehingga pengetahuan masyarakat akan

41
penyakit terutama penyakit tidak menular yang didalamnya termasuk adalah penyakit hipertensi
dapat kian bertambah dan senatiasa diingat sehingga secara langsung akan berdampak kepada
kesadaran untuk mengurangi faktor resiko terjadinya hipertensi terutama faktor resiko yang
dapat diubah, serta kepatuhan pasien untuk meminum obat setiap hari dan kontrol secara berkala
ke dokter atau fasilitas kesehatan primer.
Data gambaran penderita hipertensi dan evaluasi secara umum program pusling terhadap
penyakit hipertensi di Desa Paran pada bulan Januari hingga April 2019 ini masih banyak
kekurangan. Masih ada keterbatasan dalam proses pengumpulan data seperti misalnya tidak
tetapnya jumlah pengunjung dari program pusling yang diadakan setiap bulan nya karena
kurangnya kesadaran pasien untuk datang ke program Puskesmas Keliling setiap bulannya untuk
kontrol. Sehingga diharapkan adanya penelitian yang lebih lanjut dan mendalam untuk
menanggulangi masalah hipertensi khususnya di Desa Paran Kabupaten Balangan.

42
DAFTAR PUSTAKA

1. James PA, et al. 2014 Evidence-Based Guideline for the Management of High Blood
Pressure in Adults: Report From the Panel Members Appointed to the Eighth Joint National
Committee (JNC 8). JAMA. 2014;311(5):507-520.

2. U.S Department of Health and Human Services. Reference card from The Seventh Report of
the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation. And Treatment of High
Blood Pressure. USA: U.S Department of Health and Human Services; 2004.

3. World Health Organization. Raised Blood Pressure. [Diunduh


dari :http://www.who.int/gho/ncd/risk_factors/blood_pressure_prevalence_text/en/]
4. Sarwanto, Wilujeng LK, Rukmini. Prevalensi Penyakit Hipertensi Penduduk di Indonesia
dan Faktor yang Berisiko. Buletin Penelitian Sistem Kesehatan. 2009; vol 12; 154-162.
5. Krishnan A, Garg R, Kahandaliyanage A. Hypertension in the South-East Asia Region: an
Overview. Regional Health Forum. 2013; 17 (1); 7-14.
6. Indonesian Society of Hypertension. Konas InaSH 1. [Diunduh dari :
http://www.inash.or.id/news_detail.html?id=34; 2007.]
7. Price, Sylvia Anderson & Wilson, Lorraine M. Patofisiologi: Konsep Klinis proses-proses
penyakit. Edisi 6 Volume 2. Jakarta: EGC; 2006.
8. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Depkes RI. Riset Kesehatan Dasar
(RISKESDAS) 2007. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia; 2008.
9. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Depkes RI. Riset Kesehatan Dasar
(RISKESDAS) 2010. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI; 2010.
10. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Depkes RI. Riset Kesehatan Dasar
(RISKESDAS) 2013. Jakarta; Kementerian Kesehatan RI; 2013.
11. U.S. Department of Health and Human Services. The Seventh Report of the Joint National
Committee on Prevention, Detection, Evaluation. And Treatment of High Blood Pressure.
USA: U.S. Department of Health and Human Services; 2004.
12. Sudoyo, Aru, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi IV. Jakarta: Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2007.
13. Sagala. Hipertensi; 2010. [Diunduh dari :
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/17124/ 4/Chapter%20II.pdf]
14. Guyton AC, Hall JE. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC; 2007.

43
15. Sihombing M. Hubungan Perilaku Merokok, Konsumsi Makanan/Minuman, dan Aktivitas
Fisik dengan Penyakit Hipertensi pada Responden Obes Usia Dewasa di Indonesia. Majalah
Kedokteran Indonesia. 2010; 60(9); 406-12.
16. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Jakarta. Survei Kesehatan Nasional
(SURKESNAS) 2004: SKRT 2004-volume 2: Status Kesehatan Masyarakat Indonesia.
Jakarta: Badan Litbangkes; 2005.
17. American Heart Association. Stress and Hypertension. USA: American Heart Asociation;
2014.
18. Alwi H. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka; 2003.
19. Almatsier S. Penuntun Diet. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Umum; 2006.
20. Sugiharto A. Faktor-faktor risiko Hipertensi Grade II Pada Masyarakat (Studi Kasus di
Kabupaten Karanganyar). Tesis Program Studi Magister Epidemiologi Program Studi Pasca
Sarjana Universitas Diponegoro. Semarang : Tesis; 2007.
21. Amir IR. Hubungan Gaya Hidup dengan Indeks Massa Tubuh orang Dewasa di Kotamadya
Bandung Tahun 1996. Tesis Program Studi Magister Kesehatan Masyarakat Uniersitas
Indonesia. Depok : Tesis; 1997.
22. Medscape Medical Student. Alcohol Consumption and Hypertension. Medscape. [Diunduh
dari : www.medscape.com/viewarticle/403751_4].

44

Anda mungkin juga menyukai