Anda di halaman 1dari 50

CASE REPORT

SMF ILMU KESEHATAN ANAK


RSUD BALANGAN

Dokter Internship : dr.Guswendy Wolas Wibowo


Dokter Pembimbing : dr. Galih Akbar P. MSc, Sp.A

IDENTITAS PASIEN

• Nama : An. N. a

• Umur : 2 tahun

• JK : Perempuan

• Agama : Islam

• Alamat : Paringin Selatan

• Tanggal masuk RS : Minggu , 4 November 2018

ANAMNESIS

Anamnesis dilakukan secara alloanamnesa dengan ibu kandung pasien

KELUHAN UTAMA :

Demam sejak ± 4 hari SMRS

KELUHAN TAMBAHAN :

batuk , muntah, perdarahan dari gusi ,lemas

1
RIWAYAT PERJALANAN PEYAKIT :

pasien datang ke IGD RSUD Balangan dengan keluhan demam sejak 4 hari SMRS demam terus
menerus sepanjang hari dimulai dari hari kamis sore, demam turun sebentar jika diberi obat
demam (parasetamol) kemudian demam lagi, keluhan demam disertai dengan batuk tidak
berdahak dan muntah muntah ± 2x isi cairan bercampur makanan, nafsu makan menurun sejak 4
hari SMRS, orang tua pasien juga mengatakan ada perdarahan dari gusi anaknya sejak hari jumat
siang, keluar darah dari hidung disangkal ,BAB hitam disangkal, BAK tidak ada keluhan,
sebelum ke RSUD anak tampak lemas dan mengantuk, orang tua pasien mengaku sudah
membawa anaknya berobat ke puskesmas dan diberi obat demam serta di edukasi jika demam
masih berlanjut segera datang ke dokter

RIWAYAT PENYAKIT DAHULU :

Pasien tidak pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya.

RIWAYAT PENYAKIT YANG PERNAH DIDERITA

Penyakit Umur Penyakit Umur Penyakit Umur


Alergi - Difteria - Jantung -
Cacingan - Diare - Ginjal -
Demam - Kejang - Darah -
Berdarah
Demam - Kecelakaan - Radang Paru -
Thypoid
Otitis - Morbili - Tuberculosis -
Parotitis - Operasi - Lainnya -

2
PEMERIKSAAN FISIK (Tanggal 4 November 2018, Pukul 15.30 WITA )

Keadaan Umum : Tampak mengantuk

Kesadaran : Somnolen

Berat Badan : ±10 kg

Tinggi Badan : 103 cm

Tanda Vital

Tekanan Darah : 60 per palpasi

Frekuensi Nadi : 140x/menit, reguler

Suhu Tubuh : 37,3oC

Frekuensi Napas : 40x/menit, reguler

Kepala :
 Bentuk dan ukuran : Normocephali, ubun-ubun normal
 Rambut dan kulit kepala : Hitam, distribusi merata, dan tidak mudah dicabut
 Mata : palpebra tidak cekung, konjungtiva tidak pucat,
sclera tidak ikterik, reflek cahaya langsung +/+,
reflek cahaya tidak langsung +/+.
 Telinga : Normotia, tidak tampak serumen dan tidak tampak
sekret.
 Hidung : Tidak ada deformitas, septum deviasi (-), sekret (-)
 Bibir : Tidak kering, tidak sianosis
 Mulut : Stomatitis (-), mukosa mulut tidak kering, gigi
geligi lengkap
 Lidah : tidak kotor,
 Faring : tidak hiperemis

Leher : KGB tidak teraba Trakea lurus di tengah

3
Toraks:
 Dinding toraks : Bentuk normal, retraksi sela iga (-), iga vertikal,
simetris dalam keadaan statis dan dinamis
 Paru
 Inspeksi : Simetris dalam keadaan statis dan dinamis
 Palpasi : Vocal fremitus simetris, dan teraba sama keras di kedua
lapang paru
 Perkusi : Sonor pada paru kedua lapang paru
 Auskultasi : Suara nafas vesikuler di kedua lapang paru, ronkhi -/-,
wheezing -/-

 Jantung
 Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
 Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
 Auskultasi : BJ I normal, BJ II normal, regular, tidak ada splitting, tidak
ada murmur, tidak ada gallop
Abdomen:
 Inspeksi : datar, tidak tampak distensi, tidak tampak vena collateral
 Palpasi : hepar dan lien tidak teraba, turgor kulit baik
 Perkusi : Timpani , shifting dulnes (-)
 Auskultasi : bising usus (+) normal

Anus dan rectum : tidak ada kelainan


Kelenjar getah bening : Tidak teraba
Genitalia : perempuan
Anggota gerak : atas : akral hangat, deformitas (-), sianosis (-), oedem (-)
rumple leed test (+)
bawah : akral hangat, deformitas (-), sianosis (-), oedem (-)
Tulang belakang : tidak ada kelainan
Kulit : warna sawo matang, ikterik (-), sianosis (-), turgor baik
4
Pemeriksaan Laboratorium

Tangggal 4 November jam 16.00 WITA

HEMATOLOGI Hasil Nilai normal Satuan


Hemoglobin 12,8 12-16 g/dl
Lekosit 8550 4000-10.000 /uL
Hematokrit 38.3 37-47 %
Trombosit 46.000 150000-450000 /uL
Glukosa sewaktu 243 <200 mg/dl

Pemeriksaan laboratorium tanggal 4 November jam 21.00 WITA

HEMATOLOGI Hasil Nilai normal Satuan


Hemoglobin 12,6 12-16 g/dl
Lekosit 8800 4000-10.000 /uL
Hematokrit 36 37-47 %
Trombosit 63000 150000-450000 /uL
Glukosa sewaktu 106 <200 mg/dl

Pemeriksaan laboratorium tanggal 5 November jam 10.34 WITA

HEMATOLOGI Hasil Nilai normal Satuan


Hemoglobin 12.6 12-16 g/dl
Lekosit 19.600 4000-10.000 /uL
Hematokrit 36,8 37-47 %
Trombosit 43.000 150000-450000 /uL

5
Pemeriksaan laboratorium tanggal 8 November jam 13.26 WITA

HEMATOLOGI Hasil Nilai normal Satuan


Hemoglobin 7.4 12-16 g/dl
Lekosit 5600 4000-10.000 /uL
Hematokrit 22.3 37-47 %
Trombosit 54.000 150000-450000 /uL
Ureum 47 15 – 39 mg/dl
creatinin 0.63 0.5 – 1.1 mg/dl
albumin 2.06 3.2 – 5 g/dl
SGOT 56 15 – 60 IU/L
SGPT 302 5-35 IU/L

Resume

pasien datang ke IGD RSUD Balangan dengan keluhan demam sejak 4 hari SMRS demam terus
menerus sepanjang hari dimulai dari hari kamis sore, demam turun sebentar jika diberi obat
demam (parasetamol) kemudian demam lagi, keluhan demam disertai dengan batuk tidak
berdahak dan muntah muntah ± 2x isi cairan bercampur makanan, nafsu makan menurun sejak 4
hari SMRS, orang tua pasien juga mengatakan ada perdarahan dari gusi anaknya sejak hari jumat
siang, keluar darah dari hidung disangkal ,BAB hitam disangkal, BAK tidak ada keluhan,
sebelum ke RSUD anak tampak lemas dan mengantuk, orang tua pasien mengaku sudah
membawa anaknya berobat ke puskesmas dan diberi obat demam serta di edukasi jika demam
masih berlanjut segera datang ke dokter, pada pemeriksaan fisik didapatkan anak tampak
mengantuk , tekanan darah 60 per palpasi, frekuensi nadi 140 x/menit, , suhu 37.3 C, frekuensi
nafas 40x/menit, shifting dullness negative. dengan manifestasi perdarahan berupa epitaksis saat
dirumah dan Uji tourniquet positif

6
Pada pemeriksaan penunjang di dapatkan
4 November 2018 5 November 2018 8 November 2018
Hemoglobin 12,8 12.6 7.4
Lekosit 8550 19.600 5600
Hematokrit 38.3 36,8 22.3
Trombosit 46.000 43.000 54.000
Glukosa sewaktu 243
Ureum 47
creatinin 0.63
albumin 2.06
SGOT 56
SGPT 302

Diagnosis

Diagnosis Kerja : Demam hemoragic fever grade 3 + ensefalopati dengue

Diagnosis Banding

Demam dengue

syok sepsis

Rencana Pemeriksaan Lanjutan

Foto rontgen thorax

PENATALAKSANAAN dengan BB 10 kg

IVFD: RL 13 tpm makro

Paracetamol 120mg (IV) K/P T>38’C

rawat ICU

7
pasang OGT & foley catheter ( orang tua pasien menolak )

PROGNOSIS

Ad Vitam : dubia ad bonam

Ad Functionam : dubia ad bonam

Ad Sanationam : dubia ad bonam

Follow up tanggal 5 november 2018

S: demam

O: KU : Somnolen

- TD : 104/83
- Nadi : 156 x/menit
- RR : 45 x /menit
- Suhu : 37,5 0 C
- Mata : sclera ikterik -/- , conjunctiva anemi -/-
- Mulut : mukosa bibir kering& pecah (+)
- Thorax : BJI-II regular, murmur (-), gallop (-)
- Suara nafas vesikuler, rhonki (-), wheezing(-)
- Abdomen : BU (+), hepar membesar 2 jari BAC
- Ekstremitas: akral hangat pada ekstremitas atas dan bawah

A : Dengue hemoragic Fever + ensefalopati dengue

P: IVFD: RL 13 tpm makro

Paracetamol 120mg (IV) K/P T>38’C

cefotaxime 3x 60 mg (IV) H1

8
Follow up tanggal 6 november 2018

S: demam

O: KU : Somnolen

- TD : 91/43
- Nadi : 151 x/menit
- RR : 25 x /menit
- Suhu : 37,2 0 C
- Mata : sclera ikterik -/- , conjunctiva anemi -/-
- Mulut : mukosa bibir kering& pecah (+)
- Thorax : BJI-II regular, murmur (-), gallop (-)
- Suara nafas vesikuler, rhonki (-), wheezing(-)
- Abdomen : BU (+),perut tampak distended ,hepar membesar 2 jari BAC, ascites (+)
- Ekstremitas: akral hangat pada ekstremitas atas dan bawah

A : Dengue hemoragic Fever + ensefalopati dengue

P: Diet: intake oral tetes susu

IVFD: RL 13 tpm makro

Paracetamol 120mg (IV) K/P T>38’C

cefotaxime 3x 60 mg (IV) H2

DL ulang besok Pagi

pantau TTV, balance cairan, tanda tanda perdarahan

edukasi orang tua suntuk menyiapkan trombosit bila ada perdarahan yang terlihat

9
Follow up tanggal 7 november 2018

S: demam, mata terlihat bengkak

O: KU : Somnolen

- Nadi : 156 x/menit


- RR : 27 x /menit
- Suhu : 38,4 0 C
- Mata : sclera ikterik -/- , conjunctiva anemi -/-
- Mulut : mukosa bibir kering& pecah (+)
- Thorax : BJI-II regular, murmur (-), gallop (-)
- Suara nafas vesikuler, rhonki +/+ basal paru, wheezing(-)
- Abdomen : BU (+),perut tampak distended ,hepar membesar 2 jari BAC, ascites (+)
- Ekstremitas: petekie +/+ di ext atas, edema +/+ ke 4 ext

A : Dengue hemoragic Fever + ensefalopati dengue

P: Diet: intake oral tetes susu

IVFD: RL 6 tpm makro

Paracetamol 120mg (IV) K/P T>38’C

cefotaxime 3x 60 mg (IV) H3

fenitoin 30 mg bolus iv / 12 jam

10
Follow up tanggal 8 november 2018

S: demam, sudah bisa diajak komunikasi, lemah

O: KU : composmentis , tampak lemah

Nadi : 135 x/menit


- RR : 34 x /menit
- Suhu : 38,6 0 C
- Mata : sclera ikterik -/- , conjunctiva anemi -/-
- Mulut : mukosa bibir kering& pecah (+)
- Thorax : BJI-II regular, murmur (-), gallop (-)
- Suara nafas vesikuler, rhonki (-), wheezing(-)
- Abdomen : BU (+),perut tampak distended ,hepar membesar 2 jari BAC, ascites (+)
- Ekstremitas: petekie +/+ di ext atas, edema +/+ ke 4 ext

A : Dengue hemoragic Fever + ensefalopati dengue

P: Diet: intake oral tetes susu

O2 NK 1 lpm

IVFD: INFUS PUMP D5 ½ NS 6 tpm makro

infus albumin 1 flash

Paracetamol 4X100 mg

cefotaxime 3x 60 mg (IV) H4

fenitoin 30 mg bolus iv / 12 jam

11
Follow up tanggal 9 november 2018

S: demam, sudah bisa minum susu, bengkak dimata sudah berkurang, lemas

O: KU : composmentis , tampak lemah

Nadi : 137 x/menit


- RR : 38 x /menit
- Suhu : 38, 0 C
- Mata : sclera ikterik -/- , conjunctiva anemi -/-
- Mulut : mukosa bibir kering& pecah (+)
- Thorax : BJI-II regular, murmur (-), gallop (-)
- Suara nafas vesikuler, rhonki (-), wheezing(-)
- Abdomen : BU (+),perut tampak distended ,hepar membesar 2 jari BAC
- Ekstremitas: petekie +/+ di ext atas, edema +/+ ke 4 ext, plebitits (+)

A : Dengue hemoragic Fever + ensefalopati dengue

acute liver injury

edema anasarka e.c hipoalbumin

efusi pleura dextra

P: Diet: susu 8x 40 – 50cc

O2 NK 1 lpm

IVFD: INFUS PUMP D5 ½ NS 6 tpm makro

Paracetamol 120mg (IV) K/P T>38’C

cefotaxime 3x 60 mg (IV) H5

fenitoin 30 mg bolus iv / 12 jam

UDCA pulv 3x 100mg

salbutamol syr 3x1 cth, curcuma syrr 1x1 cth

12
Follow up tanggal 10 november 2018

S: demam, lemas, kemerahan di tangan dan kaki berkurang

O: KU : composmentis , tampak lemah

Nadi : 126 x/menit


- RR : 45 x /menit
- Suhu : 36,8 0 C
- Mata : sclera ikterik -/- , conjunctiva anemi -/-
- Mulut : mukosa bibir kering& pecah (+)
- Thorax : BJI-II regular, murmur (-), gallop (-)
- Suara nafas vesikuler, rh +/+ minimal di seluruh lapang paru wheezing(-)
- Abdomen : BU (+),perut tampak distended ,hepar membesar 2 jari BAC
- Ekstremitas: petekie +/+ di ext atas, edema +/+ ke 4 ext

A : Dengue hemoragic Fever + ensefalopati dengue

acute liver injury

edema anasarka e.c hipoalbumin

efusi pleura dextra

P: Diet: susu 8x 40 – 50cc

O2 NK 1 lpm

IVFD: lepas , stop sementara

UDCA pulv 3x 100mg

salbutamol syr 3x1 cth

curcuma syrr 1x1 cth

13
Follow up tanggal 11 november 2018

S: lemas, batuk

O: KU : composmentis , tampak lemah

Nadi : 135 x/menit


- RR : 35 x /menit
- Suhu : 37.3 0 C
- Mata : sclera ikterik -/- , conjunctiva anemi -/-
- Mulut : mukosa bibir kering& pecah (+)
- Thorax : BJI-II regular, murmur (-), gallop (-)
- Suara nafas vesikuler, rhonki (-) wheezing(-)
- Abdomen : BU (+),perut tampak distended ,hepar membesar 2 jari BAC
- Ekstremitas:, edema +/+ ke 4 ext

A : Dengue hemoragic Fever + ensefalopati dengue

acute liver injury

edema anasarka e.c hipoalbumin

efusi pleura dextra

P: Diet: susu 8x 40 – 50cc

O2 NK 1 lpm

bole makan sambil duduk

pct syr 5mg K/P

UDCA pulv 3x 100mg

salbutamol syr 3x1 cth

curcuma syrr 1x1 cth

14
Follow up tanggal 12 november 2018

S: demam, lemas

O: KU : composmentis , tampak lemah

Nadi : 157 x/menit


- RR : 25 x /menit
- Suhu : 38.3 0 C
- Mata : sclera ikterik -/- , conjunctiva anemi -/-
- Mulut : mukosa bibir kering& pecah (+)
- Thorax : BJI-II regular, murmur (-), gallop (-)
- Suara nafas vesikuler, rhonki (-) wheezing(-)
- Abdomen : BU (+),perut tampak distended ,hepar membesar 2 jari BAC
- Ekstremitas:, edema +/+ ke 4 ext

A : Dengue hemoragic Fever + ensefalopati dengue

acute liver injury

edema anasarka e.c hipoalbumin

efusi pleura dextra

P: Diet: susu 8x 40 – 50cc

O2 NK 1 lpm

pct syr 5mg K/P

UDCA pulv 3x 100mg

salbutamol syr 3x1 cth

curcuma syrr 1x1 cth

cefixime syr 3 x ½ cth

coba lepas selang O2 jika tidak sesak sampai jam 16.00 pindah ruangan

15
Follow up tanggal 13 november 2018

S: demam, lemas

O: KU : composmentis , tampak lemah

Nadi : 110 x/menit


- RR : 26 x /menit
- Suhu : 37.4 0 C
- Mata : sclera ikterik -/- , conjunctiva anemi -/-
- Mulut : mukosa bibir kering& pecah (-)
- Thorax : BJI-II regular, murmur (-), gallop (-)
- Suara nafas vesikuler, rhonki (-) wheezing(-)
- Abdomen : BU (+),perut tampak distended ,hepar membesar 2 jari BAC
- Ekstremitas:, edema -/-

A : Dengue hemoragic Fever + ensefalopati dengue

acute liver injury

edema anasarka e.c hipoalbumin

efusi pleura dextra

P: Pct syr 5mg K/P

UDCA pulv 3x 100mg

salbutamol syr 3x1 cth

curcuma syrr 1x1 cth

cefixime syr 3 x ½ cth

16
Follow up tanggal 14 november 2018

S: demam, lemas

O: KU : composmentis , tampak lemah

Nadi : 110 x/menit


- RR : 26 x /menit
- Suhu : 37.4 0 C
- Mata : sclera ikterik -/- , conjunctiva anemi -/-
- Mulut : mukosa bibir kering& pecah (-)
- Thorax : BJI-II regular, murmur (-), gallop (-)
- Suara nafas vesikuler, rhonki (-) wheezing(-)
- Abdomen : BU (+),supel,timpani ,hepar membesar 2 jari BAC
- Ekstremitas:, edema -/-

A : Dengue hemoragic Fever + ensefalopati dengue

acute liver injury

edema anasarka e.c hipoalbumin

efusi pleura dextra

P: obat stop semua

pasien boleh pulang

17
ANALISA KASUS

Anak perempuan 2 tahun, demam sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit demam terus menerus
sepanjang hari. Dimulai dari hari kamis sore, demam turun sebentar jika diberi obat demam
(parasetamol) kemudian demam lagi, keluhan demam disertai dengan batuk tidak berdahak dan
muntah muntah ± 2x isi cairan bercampur makanan, nafsu makan menurun sejak 4 hari SMRS,
orang tua pasien juga mengatakan ada perdarahan dari gusi anaknya sejak hari jumat siang,
keluar darah dari hidung disangkal ,BAB hitam disangkal, BAK tidak ada keluhan, sebelum ke
RSUD anak tampak lemas dan mengantuk, orang tua pasien mengaku sudah membawa anaknya
berobat ke puskesmas dan diberi obat demam serta di edukasi jika demam masih berlanjut segera
datang ke dokter.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan anak tampak mengantuk , tekanan darah 60 per palpasi,
frekuensi nadi 140 x/menit, , suhu 37.3 C, frekuensi nafas 40x/menit, shifting dullness negative.
dengan manifestasi perdarahan berupa epitaksis saat dirumah dan Uji tourniquet positif

Pada pemeriksaan laboratorium nilai trombosit pada 4 kali pemeriksaan


46.000/uL,63.000/uL,54.000/uL, 134.000/uL. Pemeriksaan IgG dan IgM tidak tersedia

18
BAB II

Pendahuluan

Infeksi virus dengue merupakan salah satu penyakit dengan vektor nyamuk (”mosquito
borne disease”) yang paling penting di seluruh dunia terutama di daerah tropis dan subtropis.
Penyakit ini mempunyai spektrum klinis dari asimptomatis, undifferentiated febrile illness,
demam dengue (DD) dan demam berdarah dengue (DBD), mencakup manifestasi paling berat
yaitu sindrom syok dengue (dengue shock syndrome/DSS). 1

Pada tahun 1950an, hanya sembilan negara yang dilaporkan merupakan endemi infeksi
dengue, saat ini endemi dengue dilaporkan terjadi di 112 negara di seluruh dunia. World Health
Organization (WHO) memperkirakan lebih dari 2,5 milyar penduduk berisiko menderita infeksi
dengue. Setiap tahunnya dilaporkan terjadi 100 juta kasus demam dengue dan setengah juta
kasus demam berdarah dengue terjadi di seluruh dunia dan 90% penderita demam berdarah
dengue ini adalah anak-anak dibawah usia 15 tahun.1 Walaupun demikian tidaklah benar jika
dikatakan DD/DBD adalah penyakit pada anak, pada saat kejadian luar biasa (KLB) tahun 2004
2
di enam rumah sakit di DKI Jakarta tercatat lebih dari 75% kasus DD/DBD adalah dewasa.
Tingkat mortalitas di sebagian besar negara di Asia Tenggara mengalami penurunan dan saat ini
berada dibawah 1%, walaupun di beberapa negara masih diatas 4% akibat penanganan yang
terlambat.1

Gambar 1. Insiden rata-rata setiap propinsi saat terjadi KLB Dengue tahun 2004

19
Infeksi dengue dapat disebabkan oleh salah satu dari keempat serotipe virus yang dikenal
(DEN-1,DEN-2,DEN-3 dan DEN-4). Infeksi salah satu serotipe akan memicu imunitas protektif
terhadap serotipe tersebut tetapi tidak terhadap serotipe yang lain, sehingga infeksi kedua akan
memberikan dampak yang lebih buruk. Hal ini dikenal sebagai fenomena yang disebut antibody
dependent enhancement (ADE), dimana antibodi akibat serotipe pertama memperberat infeksi
serotipe kedua. 1

Mengingat infeksi dengue termasuk dalam 10 jenis penyakit infeksi akut endemis di
Indonesia maka seharusnya tidak boleh lagi dijumpai misdiagnosis atau kegagalan pengobatan.
Menegakkan diagnosis DBD pada stadium dini sangatlah sulit karena tidak adanya satupun
pemeriksaan diagnostik yang dapat memastikan diagnosis DBD dengan sekali periksa, oleh
sebab itu perlu dilakukan pengawasan berkala baik klinis maupun laboratoris. 2

Definisi

Demam dengue (DD) merupakan sindrom benigna yang disebabkan oleh ”arthropod
borne viruses” dengan ciri demam bifasik, mialgia atau atralgia, rash, leukopeni dan
limfadenopati. Demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit demam akibat virus dengue
yang berat dan sering kali fatal. 3

DBD dibedakan dari DD berdasarkan adanya peningkatan permeabilitas vaskuler dan


bukan dari adanya perdarahan. Pasien dengan demam dengue (DD) dapat mengalami perdarahan
berat walaupun tidak memenuhi kriteria WHO untuk DBD. 1

Sejarah infeksi dengue dan virus dengue

DD klinis dilaporkan pertama kali oleh Banyamin Reesh pada bulan Agustus -Oktober
1780 (break bone fever) di Philadelphia.4,6 Pada tahun 1954, DBD pertama kali dilaporkan di
Filipina yang kemudian menyebar ke negara-negara kawasan Asia Tenggara. Pada tahun 1980 an
penyakit ini merambah negara-negara di Benua Amerika yang beriklim tropis dan subtropis.6

20
Di Indonesia, pertama kali dilaporkan kasus DD oleh Bylon di Batavia tahun1779.4
Kasus DBD pertama kali terdiagnosis di Surabaya pada tahun 1968. Penyakit ini terutama
menyerang anak usia dibawah 15 tahun. Dalam kurun waktu 40 tahun, penyakit ini telah
menyebar ke seluruh propinsi di Indonesia.6 Istilah haemorrhagic fever di Asia Tenggara
pertama kali digunakan di Filipina tahun 1953 , kasusnya dilaporkan oleh Quintos dkk pada
tahun 1954.4,7

Hingga tahun 1956 baru dikenal virus dengue tipe 1 dan 2.4 Virus DEN-1 pertama kali
diisolasi Sabin dan Schlesinger di Honolulu tahun 1943. Pada tahun yang sama, Kimura dan
Hotta berhasil mengisolasi dan mempublikasikan virus DEN-1 selama terjadi epidemi di
Nagasaki.5 Virus DEN-2 berhasil diisolasi oleh sejumlah ahli di New Guinea pada tahun 1944.
4
Virus DEN-3 dan 4 diidentifikasi oleh Hammon dkk tahun 1960 dan dua tahun kemudian
berhasil mengidentifikasi virus DEN- 5 dan 6.5

Etiologi

Virus dengue termasuk genus Flavivirus dari keluarga flaviviridae dengan ukuran 50 nm
8
dan mengandung RNA rantai tunggal. Hingga saat ini dikenal empat serotipe yaitu DEN-
1,DEN-2,DEN-3 dan DEN-4. 1-9

Virus dengue ditularkan oleh nyamuk Aedes dari subgenus Stegomya. Aedes aegypty
merupakan vektor epidemik yang paling penting disamping spesies lainnya seperti Aedes
albopictus, Aedes polynesiensis yang merupakan vektor sekunder dan epidemi yang
ditimbulkannya tidak seberat yang diakibatkan Aedes aegypty.8

21
Gambar 2. Profil nyamuk Aedes dibandingkan nyamuk anopheles dan culex

Patofisiologi

Patofisiologi yang terpenting dan menentukan derajat penyakit ialah adanya perembesan
plasma dan kelainan hemostasis yang akan bermanifestasi sebagai peningkatan hematokrit dan
trombositopenia. Adanya perembesan plasma ini membedakan demam dengue dan demam
berdarah dengue. 9,10

22
Hingga saat ini patofisiologi DD/DBD masih belum jelas.3 Beberapa teori dan hipotesis
yang dikenal untuk mempelajari patofisiologi infeksi dengue ialah :

1. Teori virulensi virus 6. Teori endotoksin


2. Teori imunopatologi 7. Teori limfosit
3. Teori antigen antibodi 8. Teori trombosit endotel
4. Teori infection enchancing antibody 9. Teori apoptosis. 9
5. Teori mediator
Sejak tahun 1950an, dari pengamatan epidemiologis, klinis dan laboratoris muncul teori infeksi
sekunder oleh virus lain berturutan, teori antigen antibodi dan aktivasi komplemen, dari sini
berkembang menjadi teori infection enhancing antibody kemudian muncul peran endotoksemia
dan limfosit T. 9

Gambar 2. Teori secondary heterologous infection yang pertama kali dipublikasikan oleh
Suvatte,1977 dan pernah dianut untuk menjelaskan patofisiologi DD/DBD

23
Diantara teori-teori dan hipotesis patofisiologi infeksi dengue, teori enhancing antibody
dan teori virulensi virus merupakan teori yang paling penting untuk dipahami. 10

Teori secondary heterologous infection, dimana infeksi kedua dari serotipe berbeda dapat
memicu DBD berat, berdasarkan data epidemiologi dan hasil laboratorium hanya berlaku pada
anak berumur diatas 1 tahun. Pada pemeriksaan uji HI, DBD berat pada anak dibawah 1 tahun
ternyata merupakan infeksi primer. Gejala klinis terjadi akibat adanya Ig G anti dengue dari ibu.
Dari observasi ini, diduga kuat adanya antibodi virus dengue dan sel T memori berperan penting
dalam patofisiologi DBD. 10

Teori enhancing antibody/ the immune enhancement theory

Teori ini dikembangkan Halstead tahun 1970an. Belaiau mengajukan dasar


imunopatologi DBD/DSS akibat adanya antibodi non-neutralisasi heterotrpik selama perjalanan
infeksi sekunder yang menyebabkan peningkatan jumlah sel mononuklear yang terinfeksi virus
dengue. Berdasarkan data epuidemiologi dan studi in vitro, teorui ini saat ini dikenal sebagai
”antibody dependent enhancement” (ADE) yang dianut untuk menjelaskan patogenesis
DBD/DSS. Hipotesisi ini juga mendukung bahwa pasien yang menderita infeksi sekunder
dengan serotipe virus dengue heteroolog memiliki risiko lebih tinggi mengalami DBD dan DSS.
1

Menurut teori ADE ini, saat pertama digigit nyamuk Aedes aegypty, virus DEN akan
masuk dalam sirkulasi dan terjadi 3 mekanisme yaitu :

- Mekanisme aferen dimana virus DEN melekat pada monosit melalui reseptor Fc dan
masuk dalam monosit
- Mekanisme eferen dimana monosit terinfeksi menyebar ke hati, limpa dan sumsum
tulang (terjadi viremia).
- Mekanisme efektor dimana monosit terinfeksi ini berinteraksi dengan berbagai sistem
humoral dan memicu pengeluaran subtansi inflamasi (sistem komplemen), sitokin dan
tromboplastin yang mempengaruhi permeabilitas kapiler dan mengaktivasi faktor
koagulasi. 10

24
Antibodi Ig G yang terbentuk dari infeksi dengue terdiri dari:

- Antibodi yang menghambat replikasi virus (antibodi netralisasi)


- Antibodi yang memacu replikasi virus dalam monosit (infection enhancing antibody). 10

Antibodi non netralisasi yang dibentuk pada infeksi primer akan menyebabkan kompleks
imun infeksi sekunder yang menghambat replikasi virus. Teori ini pula yang mendasari bahwa
infeksi virus dengue oleh serotipe berlainan akan cenderung lebih berat. Penelitian in vitro
menunjukkan jika kompleks antibodi non netralisasi dan dengue ditambahkan dalam monosit
akan terjadi opsonisasi, internalisasi dan akhirnya sel terinfeksi sedangkan virus tetap hidup dan
berkembang. Artinya antibodi non netralisasi mempermudah monosit terinfeksi sehingga
penyakit cenderung lebih berat.10

Gambar 3. Teori secondary heterologous infection


25
Hipotesis ADE ini telah mengalami beberapa modifikasi yang mencakup respon imun
meliputi limfosit T dan kaskade sitokin. Rothman dan Ennis (1999) menjelaskan bahwa
kebocoran plasma (plasma leakage) pada infeksi sekunder dengue terjadi akibat efek sinergistik
dari IFN-γ, TNF-α dan protein kompleman teraktivasi pada sel endotelial di seluruh tubuh.1

Hipotesis ADE dijelaskan sebagai berikut; antibodi dengue mengikat virus membentuk
kompleks antibodi non netralisasi-virus dan berikatan pada reseptor Fc monosit (makrofag).
Antigen virus dipresentasikan oleh sel terinfeksi ini melalui antigen MHC memicu limfosit T
(CD4 dan CD 8) sehingga terjadi pelepasan sitokin (IFN-γ) yang mengaktivasi sel lain termasuk
makrofag sehingga terjadi up-regulation pada reseptor Fc dan ekspresi MHC. Rangkaian reaksi
ini memicu imunopatologi sehingga faktor lain seperti aktivasi komplemen, aktivasi platelet,
produksi sitokin (TNFα, IL-1,IL-6) akan menyebabkan eksaserbasi kaskade inflamasi.

Gambar 4. Respon imun pad ainfeksi virus dengue terhadap pencegahan infeksid an patogenesis
DBD/DSS 10

26
Tabel 1. Peran sitokin dan mediator kimiawi dalam patogenesis DBD10

Manifestasi Klinis

Pada dasarnya ada empat sindrom klinis dengue yaitu :

1. Silent dengue atau Undifferentiated fever


2. Demam dengue klasik
3. Demam berdarah Dengue ( Dengue Hemorrhagic fever)
4. Dengue Shock Syndrome (DSS). 11

Gambar 5. Siklus transmisi demam dengue/ demam berdarah dengue

27
Demam Dengue

Demam dengue ialah demam akut selama 2-7 hari dengan dua atau lebih manifestasi ;
11
nyeri kepala, nyeri retro-orbital, mialgia, ruam kulit, manifestasi perdarahan dan leukopenia.
Awal penyakit biasanya mendadak dengan adanya trias yaitu demam tinggi, nyeri pada anggota
badan dan ruam. 4,12

-
Demam : suhu tubuh biasanya mencapai 39 C sampai 40 C dan demam bersifat bifasik
yang berlangsung sekitar 5-7 hari. 8
-
Ruam kulit : kemerahan atau bercak bercak meraj yang menyebar dapat terlihat pada
wajah, leher dan dada selama separuh pertama periode demam dan kemungkinan
makulopapular maupun menyerupai demam skalartina yang muncul pada hari ke 3 atau
ke 4. 8 Ruam timbul pada 6-12 jam sebelum suhu naik pertama kali (hari sakit ke 3-5) dan
berlangsung 3-4 hari. 12
Anoreksi dan obstipasi sering dilaporkan. Gejala klinis lainnya meliputi fotofoi, berkeringat,
batuk, epistaksis dan disuria. Kelenjar limfa servikal dilaporkan membesar pada 67-77% kasus
atau dikenal sebagai Castelani’s sign yang patognomonik. Beberapa bentuk perdarahan lain
dapat menyertai.4,12

Gambar 6. Spektrum Klinis DD dan DBD

28
Pada pemeriksaan laboratorium selama DD akut ialah sebagai berikut

- Hitung sel darah putih biasanya normal saat permulaan demam kemudian leukopeni
hingga periode demam berakhir
- Hitung trombosit normal, demikian pula komponen lain dalam mekanisme pembekuaan
darah. Pada beberapa epidemi biasanya terjadi trombositopeni
- Serum biokimia/enzim biasanya normal,kadar enzim hati mungkin meningkat. 8

Demam Berdarah Dengue

Pada awal perjalanan penyakit, DBD menyerupai kasus DD.11 Kasus DBD ditandai 4 manifestasi
klinis yaitu :

- Demam tinggi
- Perdarahan terutama perdarahan kulit
- Hepatomegali
- Kegagalan peredaran darah (circulatory failure).4,7,8,12
Pada DBD terdapat perdarahan kulit, uji tornikuet positif, memar dan perdarahan pada
tempat pengambilan darah vena. Petekia halus tersebar di anggota gerak, muka, aksila sering
kali ditemukan pada masa dini demam. Epistaksis dan perdarahan gusi jarang dijumpai
sedangkan perdarahan saluran pencernaan hebat lebih jarang lagi dan biasanya timbul setelah
renjatan tidak dapat diatasi.12

Hati biasanya teraba sejak awal fase demam, bervariasi mulai dari teraba 2-4 cm dibawah
tepi rusuk kanan. Pembesaran hati tidak berhubungan dengan keparahan penyakit tetapi
hepatomegali sering ditemukan dalam kasus-kasus syok. Nyeri tekan hati terasa tetapi biasanya
tidak ikterik.8

29
Demam Dengue Gejala Klinis Demam Berdarah
Dengue
++ Nyeri Kepala +
+++ Muntah ++
+ Mual +
++ Nyeri Otot +
++ Ruam Kulit +
++ Diare +
+ Batuk +
+ Pilek +
++ Limfadenopati +
+ Kejang +
0 Kesadaran menurun ++
0 Obstipasi +
+ Uji tornikuet positif ++
++++ Petekie +++
0 Perdarahan saluran cerna +
++ Hepatomegali +++
+ Nyeri perut +++
++ Trombositopenia ++++
0 Syok +++

Tabel 2. Gejala klinis demam dengue dan demam berdarah dengue 11,12

Pada pemeriksaan laboratoriun dapat ditemukan adanya trombositopenia sedang hingga


berat disertai hemokonsentrasi. Perubahan patofisiologis utama menentukan tingkat keparahan
DBD dan membedakannya dengan DD ialah gangguan hemostasis dan kebocoran plasma yang
bermanifestasi sebagai trombositopenia dan peningkatan jumlah trombosit.8

30
Gambar 7. Kurva suhu pada demam berdarah dengue, saat suhu reda keadaan klinis pasien memburuk
(syok) 2

Dengue Shock Syndrome

Pada DSS dijumpai adanya manifestasi kegagalan sirkulasi yaitu nadi lemah dan cepat,
tekanan nadi menurun (<20mmHg), hipotensi, kulit dingin dan lembab dan pasien tampak
gelisah. 11

31
Gambar 8. Kelainan utama pada DBD, gambaran skematis kebocoran plasma pada DBD13

Diagnosis

Kriteria diagnosis WHO hanya berlaku untuk DBD, tidak untuk spektrum infeksi dengue
yang lain. WHO membuat panduan diagnosis DBD karena DBD adalah masalah kesehatan
masyarakat dengan angka kematian yang tinggi. Bila kriteria WHO tidak terpenuhi maka yang
dihadapi memang bukan DBD, mungkin DD atau infeksi virus lainnya. Kriteria WHO sangat
membantu dalam membuat diagnosis pulang (bukan diagnosis masuk rumah sakit), sehingga
catatan medis dapat dibuat lebih tepat.2

32
Kriteria diagnosis DBD ialah dua atau lebih tanda klinis ditambah tanda laboratoris yaitu
trombositopeni dan hemokonsentrasi (kedua hasil laboratorium tersebut harus ada) dan
dikonfirmasi dengan pemeriksaan serologi.2

Kriteria diagnosis DBD (Case definition) berdasarkan WHO 1997 ialah :

Kriteria klinis :

- Demam tinggi mendadak tanpa sebab jelas terus menerus selama 2-7 hari
- Terdapat manifestasi perdarahan termasuk uji tornikuet positif, petekie, ekimosis,
epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis dan melena
- Pembesaran hati
- Syok ditandai nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi
Kriteria laboratorium :

- Trombositopenia (100.000/l atau kurang)


- Hemokonsentrasi dengan peningkatan hematokrit lebih dari 20%. 8

Pembagian derajat DBD menurut WHO 1975 dan 1986 ialah :

- Derajat I : Demam diikuti gejala tidak spesifik. Satu-satunya manifestasi perdarahan


adalah tes torniquet yang positif atau mudah memar.
- Derajat II : Gejala yang ada pada tingkat I ditambah dengan perdarahan spontan.
Perdarahan bisa terjadi di kulit atau di tempat lain.
- Derajat III: Kegagalan sirkulasi ditandai oleh denyut nadi yang cepat dan lemah,
tekanan nadi menurun (<20mmHg) atau hipotensi, suhu tubuh rendah, kulit lembab dan
penderita gelisah.
- Derajat IV : Syok berat dengan nadi yang tidak teraba dan tekanan darah tidak dapat
diperiksa. 4,7,8,12

33
Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan laboratorium

Trombositopeni dan hemokonsentrasi merupakan kelainan yang selalu ditemukan pada


DBD. Penurunan jumlah trombosit < 100.000/pl biasa ditemukan pada hari ke-3 sampai ke-8
sakit, sering terjadi sebelum atau bersamaan dengan perubahan nilai hematokrit.
Hemokonsentrasi yang disebabkan oleh kebocoran plasma dinilai dari peningkatan nilai
hematokrit.

Penurunan nilai trombosit yang disertai atau segera disusul dengan peningkatan nilai
hematokrit sangat unik untuk DBD, kedua hal tersebut biasanya terjadi pada saat suhu turun atau
sebelum syok terjadi. Perlu diketahui bahwa nilai hematokrit dapat dipengaruhi oleh pemberian
cairan atau oleh perdarahan. Jumlah leukosit bisa menurun (leukopenia) atau leukositosis,
limfositosis relatif dengan limfosit atipik sering ditemukan pada saat sebelum suhu turun atau
syok. Hipoproteinemi akibat kebocoran plasma biasa ditemukan. Adanya fibrinolisis dan
ganggungan koagulasi tampak pada pengurangan fibrinogen, protrombin, faktor VIII, faktor XII,
dan antitrombin III. PTT dan PT memanjang pada sepertiga sampai setengah kasus DBD.4

2. Pencitraan pencitraan

2.1 Pemeriksaan rontgen dada

Pencitraan dengan foto paru dapat menunjukan adanya efusi pleura dan pengalaman
menunjukkan bahwa posisi lateral dekubitus kanan lebih baik dalam mendeteksi cairan
dibandingkan dengan posisi berdiri apalagi berbaring.13

Gambar 9. Indeks efusi pleura akibat infeksi virus dengue

34
2.2. Pencitraan Ultrasonografis

Pencitraan USG pada anak lebih disukai dengan pertimbangan dan yang penting tidak
menggunakan sistim pengion (sinar X) dan dapat diperiksa sekaligus berbagai organ dalam
perut. Adanya ascites dan cairan pleura pada pemeriksaan USG sangat membantu dalam
penatalaksanaan DBD. Pemeriksaan USG dapat pula dipakai sebagai alat diagnostik bantu untuk
meramalkan kemungkinan penyakit yang lebih berat misalnya dengan melihat penebalan dinding
kandung empedu dan penebalan pankreas dimana tebalnya dinding kedua organ tersebut berbeda
bermakna pada DBD I-II dibanding DBD III-IV. 13

3. Pemeriksaan Serologi.

Ada beberapa uji serologi yang dapat dilakukan yaitu :

- Uji hambatan hemaglitinasi


- Uji Netralisasi
- Uji fiksasi komplemen
- Uji Hemadsorpsi Immunosorben
- Uji Elisa Anti Dengue Ig M
- Tes Dengue Blot. 7

Pemeriksaan rapid sero diagnostic test

Ig M akan diikuti peningkatan Ig G yang mencapai puncak pada hari ke 15 kemudian Uji
serodiagnostik cepat komersial dapat membantu diagnostik dan dapat pula menimbulkan
keraguan. Uji serodiagnostik cepat sering menghasilkan negatif palsu pada hari demam ke 2-3.
Kit serodiagnostik yang berisi Ig M, Ig M dan Ig G atau Ig G saja. Infeksi primer, hari sakit 3-4
akan dijumpai peningkatan Ig M lalu meningkat dan mencapai puncaknya dan menurun kembali
dan menghilang pada hari sakit ke 30-60. Peningkatan menurun dalam kadar rendah seumur
hidup. Tetapi pada infeksi sekunder akan memacu timbulnya Ig G sehingga kadarnya naik

35
dengan cepat sedangkan Ig M menyusul kemudian. Apabila tidak terdeteksi pada hari demam ke
2-3 pada klinis mencurigakan maka pemeriksaan harus diulang 4-6 hari lagi.

Gambar 10. Respon imun terhadap infeksi dengue

Respon imun terhadap infeksi dengue :

Antibodi Ig M :

- Mungkin tidak terbentuk hingga 20 hari setelah onset infeksi


- Mungkin terbentuk pada kadar yang rendah atau tidak terdeteksi pasca infeksi primer
singkat
Antibodi Ig G :

- Terbentuk dengan cepat pasca 1-2 hari onset gejala


- Meningkat pada infeksi primer
- Menetap hingga 30-40 hari dan kemudian menurun
Sekitar 20-30% pasien dengan infeksi sekunder dengue tidak menghasilkan Ig M anti dengue
pada kadar yang dapat dideteksi hingga hari ke 10 dan harus didiagnosis peningkatan Ig G anti
dengue. 14

36
Gambar 11. Perjalanan penyakit infeksi virus dengue

Komplikasi

1. Ensefalopati dengue dapat terjadi pada DBD dengan maupun tanpa syok
2. kelainan Ginjal akibat syok berkepanjangan
3. Edema paru, akibat over loading cairan. 11

Penatalaksanaan

Pengobatan DBD bersifat suportif simptomatik dengan tujuan memperbaiki sirkulasi dan
mencegah timbulnya renjatan dan timbulnya Koagulasi Intravaskuler Diseminata (KID).13

Gambar 12. Sistem triase dalam penatalaksanaan DBD di rumah sakit

37
Penatalaksanaan Demam Dengue

Penatalaksanaan kasus DD bersifat simptomatis dan suportif meliputi :

- Tirah baring selama fase demam akut


- Antipiretik atau sponging untuk menjaga suhu tbuh tetap dibawah 40 C, sebaiknya
diberikan parasetamol
- Analgesik atau sedatif ringan mungkin perlu diberikan pada pasien yang mengalami nyeri
yang parah
- Terapi elektrolit dan cairan secara oral dianjurkan untuk pasien yang berkeringat lebih
atau muntah. 8

Penatalaksanaan Demam berdarah Dengue

Berdasarkan ciri patofisiologis maka jelas perjalanan penyakit DBD lebih berat sehingga
prognosis sangat tergantung pada pengenalan dini adanya kebocoran plasma. Penatalaksanaan
fase demam pada DBD dan DD tidak jauh berbeda. Masa kritis ialah pada atau setelah hari sakit
yang ketiga yang memperlihatkan penurunan tajam hitung trombosit dan peningkatan tajam
hematokrit yang menunjukkan adanya kehilangan cairan. 8 Kunci keberhasilan pengobatan DBD
ialah ketepatan volume replacement atau penggantian volume, sehingga dapat mencegah syok.2

Perembesan atau kebocoran plasma pada DBD terjadi mulai hari demam ketiga hingga
ketujuh dan tidak lebih dari 48 jam sehingga fase kritis DBD ialah dari saat demam turun hingga
48 jam kemudian. Observasi tanda vital, kadar hematokrit, trombosit dan jumlah urin 6 jam
sekali (minimal 12 jam sekali) perlu dilakukan.

Pengalaman dirumah sakit mendapatkan sekitar 60% kasus DBD berhasil diatasi hanya
dengan larutan kristaloid, 20% memerlukan cairan koloid dan 15% memerlukan transfusi darah.
Cairan kristaloid yang direkomendasikan WHO untuk resusitasi awal syok ialah Ringer laktat,
Ringer asetat atau NaCL 0,9%. Ringer memiliki kelebihan karena mengandung natrium dan
sebagai base corrector untuk mengatasi hiponatremia dan asidosis yang selalu dijumpai pada
DBD. Untuk DBD stadium IV perlu ditambahkan base corrector disamping pemberian cairan
Ringer akibat adanya asidosis berat. 2

38
Saat pasien berada dalam fase demam, pemberian cairan hanyalah untuk rumatan bukan
cairan pengganti karena kebocoran plasma belum terjadi. Jenis dan jumlah cairan harus
disesuaikan. Pada DD tidak diperlukan cairan pengganti karena tidak ada perembesan plasma.2

Bila pada syok DBD tidak berhasil diatasi selama 30 menit dengan resusitasi kristaloid
maka cairan koloid harus diberikan (ada 3 jenis ;dekstan, gelatin dan hydroxy ethyl
starch)sebanyak 10-30ml/kgBB. Berat molekul cairan koloid lebih besar sehingga dapat bertahan
dalam rongga vaskular lebih lama (3-8 jam) daripada cairan kristaloid dan memiliki kapasitas
mempertahankan tekanan onkotik vaskular lebih baik.2

Tabel 3. Jenis cairan kristaloid untuk resusitasi DBD

Pada syok berat (lebih dari 60 menit) pasca resusitasi kristaloid (20ml/kgBB/30menit)
dan diikuti pemberian cairan koloid tetapi belum ada perbaikan maka diperlukan pemberian
transfusi darah minimal 100 ml dapat segera diberikan. Obat inotropik diberikan apabila telah
dilakukan pemberian cairan yang memadai tetapi syok belum dapat diatasi.2

39
Tabel 4. Jenis cairan koloid untuk resusitasi DBD

Pemasangan CVP pada DBD tidak dianjurkan karena prosedur CVP bersifat traumatis
untuk anak dengan trombositopenia, gangguan vaskular dan homeostasis sehingga mudah terjadi
perdarahan dan infeksi, disamping prosedur pengerjaannya juga tidak mudah dan manfaatnya
juga tidak banyak.2

Pemberian suspensi trombosit umumnya diperlukan dengan pertimbangan bila terjadi


perdarahan secara klinis dan pada keadaan KID. Bila diperlukan suspensi trombosit maka
pemberiannya diikuti dengan pemberian fresh frozen plasma (FFP) yang masih menandung
faktor-faktor pembekuan untuk mencegah agregasi trombosit yang lebih hebat. Bila kadar
hemoglobin rendah dapat pula diberikan packed red cell (PRC).2

Setelah fase krisis terlampau, cairan ekstravaskular akan masuk kembali dalam
intravaskular sehingga perlu dihentikan pemberian cairan intravena untuk mencegah terjadinya
oedem paru. Pada fase penyembuhan (setelah hari ketujuh) bila terdapat penurunan kadar
hemoglobin, bukan berarti perdarahan tetapi terjadi hemodilusi sehingga kadar hemoglobin akan
kembali ke awal seperti saat anak masih sehat. Pada anak yang awalnya menderita anemia akan
tampak kadar hemoglobin rendah, hati-hati tidak perlu diberikan transfusi. 2

40
Gambar 13. Keseimbangan tekanan hidrostatik dan onkotik pergerakan cairan pada kapiler yang
harus dipertahankan untuk mencegah terjadinya syok pada DBD13

41
Penatalaksanaan DBD disesuaikan dengan derajat terlampir sebagai berikut:

Bagan 1. Tatalaksana infeksi virus Dengue pada kasus tersangka DBD.

42
Bagan 2. Tatalaksana DBD stadium I atau stadium II tanpa peningkatan Ht.

43
Bagan 3. Tatalaksana kasus DBD dengan peningkatan Ht > 20%

44
Bagan 4. Tatalaksana Kasus Sindrom Syok Dengue

45
Kriteria memulangkan pasien :

1. Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik


2. Nafsu makan membaik
3. Tampak perbaikan secara klinis
4. Hematokrit stabil
5. Tiga hari setelah syok teratasi
6. Jumlah trombosit diatas 50.000/ml
7. Tidak dijumpai adanya distress pernafasan (akibat efusi pleura atau asidosis).7

Pencegahan

- Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN)


a. Melakukan metode 3 M (menguras, Menutup dan Menyingkirkan tempat
perindukan nyamuk) minimal 1 x seminggu bagi tiap keluarga
b. 100% tempat penampungan air sukar dikuras diberi abate tiap 3 bulan
c. ABJ (angka bebas jentik) diharapkan mencapai 95%
- Foging Focus dan Foging Masal
d. Foging fokus dilakukan 2 siklus dengan radius 200 m dengan selang waktu 1
minggu
e. Foging masal dilakukan 2 siklus diseluruh wilayah suspek KLB dalam jangka
waktu 1 bulan
f. Obat yang dipakai : Malation 96EC atau Fendona 30EC dengan menggunakan
Swing Fog

46
Gambar 14. Kegiatan foging

- Penyelidikan Epidemiologi
g. Dilakukan petugas puskesmas yang terlatih dalam waktu 3x24 jam setelah
menerima laporan kasus
h. Hasil dicatat sebagai dasar tindak lanjut penanggulangan kasus
- Penyuluhan perorangan/kelompok untuk meningkatkan kesadaran masyarakat.
- Kemitraan untuk sosialisasi penanggulangan DBD. 15

47
Kesimpulan

Infeksi virus dengue merupakan salah satu penyakit dengan vektor nyamuk (”mosquito
borne disease”) yang paling penting di seluruh dunia terutama di daerah tropis dan subtropis.
Penyakit ini mempunyai spektrum klinis dari asimptomatis, undifferentiated febrile illness,
demam dengue (DD) dan demam berdarah dengue (DBD), mencakup manifestasi paling berat
yaitu sindrom syok dengue (dengue shock syndrome/DSS).

Dalam menegakkan diagnosis dan memberikan pengobatan yang tepat, pemahaman


mengenai perjalanan infeksi virus dengue harus dikuasai dengan baik. Pemantauan klinis dan
laboratoris berkala merupakan kunci tatalaksanan DBD. Akhirnya dalam menegakkan diagnosis
dan memberikan pengobatan pada kasus DBD perlu disesuaikan dengan kondisi pasien.
Penanganan yang cepat tepat dan akurat akan dapat memberikan prognosis yang lebih baik.

48
Daftar Pustaka

1. Setiabudi D. Evalution of Clinical Pattern and Pathogenesis of Dengue Haemorrhagic


Fever. Dalam : Garna H, Nataprawira HMD, Alam A, penyunting. Proceedings Book
13th National Congress of Child Health. KONIKA XIII. Bandung, July 4-7, 2005. h. 329-
2. Hadinegoro SRS. Pitfalls & Pearls dalam Diagnosis dan Tata Laksana Demam Berdarah
Dengue. Dalam : Trihono PP, Syarif DR, Amir I, Kurniati N, penyunting. Current
Management of Pediatrics Problems. Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu
Kesehatan Anak XLVI. Jakarta 5-6 September 2006.h. 63-
3. Halstead SB. Dengue Fever and Dengue Hemorrhagic Fever. Dalam : Behrman RE,
Kliegman RM, Jenson HB, penyunting. Textbook of Pediatrics. Edisi ke-17. Philadelphia
: WB Saunders.2009.h.1092-4
4. Soedarmo SSP. Demam Berdarah (Dengue) Pada Anak. Jakarta : UI Press 2008
5. Halstead CB. Dengue hemorrhagic fever: two infections and antibody dependent
enhancement, a brief history and personal memoir . Rev Cubana Med Trop 2010;
54(3):h.171-79
6. Soewondo ES. Demam Dengue/Demam Berdarah Dengue Pengelolaan pada Penderita
Dewasa. Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan XIII. Surabaya 12-13 September 2008.h.
7. Soegijanto S. Demam Berdarah Dengue : Tinjauan dan Temuan Baru di Era 2006.
Surabaya : Airlangga University Press 2009.h.1-9
8. World Health Organization Regional Office for South East Asia. Prevention and Control
of Dengue and Dengue Haemorrhagic Fever : Comprehensive Guidelines. New Delhi :
WHO.2009
9. Sutaryo. Perkembangan Patogenesis Demam Berdarah Dengue. Dalam : Hadinegoro
SRS, Satari HI, penyunting. Demam Berdarah Dengue: Naskah Lengkap Pelatihan bagi
Dokter Spesialis Anak & Dokter Spesialis Penyakit Dalam dalam tatalaksana Kasus
DBD. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.2009.h.32-43
10. Hadinegoro SRS. Imunopatogenesis Demam Berdarah Dengue. Dalam : Akib Aap,
Tumbelaka AR, Matondang CS, penyunting. Naskah Lengkap Pendidikan Kedokteran
Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak XLIV. Pendekatan Imunologis Berbagai Penyakit
Alergi dan Infeksi. Jakarta 30-31 Juli 2008. h. 41-55

49
11. Hadinegoro SRS,Soegijanto S, Wuryadi S, Suroso T. Tatalaksana Demam
Dengue/Demam Berdarah Dengue pada Anak. Naskah Lengkap Pelatihan bagi Dokter
Spesialis Anak & Dokter Spesialis Penyakit Dalam dalam tatalaksana Kasus DBD.
Jakarta : Balai Penerbit FKUI.2009.h. 80-135
12. Soedarmo SSP.Infeksi Virus Dengue. Dalam : Soedarmo SSP, Garna H, Hadinegoro
SRS, penyunting. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak : Infeksi & Penyakit Tropis. Edisi
pertama. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.2009.h.176-208
13. Samsi TK. Penatalaksanaan Demam Berdarah Dengue di RS Sumber Waras. Cermin
Dunia Kedokteran 2000; 126 : 5-13
14. Panbio. Dengue. Didapatkan dari : URL: http://www.panbio.com.au/ modules.php?
name= ontent&pa=showpage&pid=33..
15. Dinas Kesehatan Propinsi DKI Jakarta. Standar Penanggulan Penyakit DBD. Edisi 1
Volume 2. Jakarta :Dinas Kesehatan 2010.

50

Anda mungkin juga menyukai