Anda di halaman 1dari 27

A.

FAKTOR-FAKTOR PERKEMBANGAN FISIK REMAJA

Masa remaja dianggap mulai pada saat anak secara seksual menjadi matang dan
berakhir saat ia mencapai usia matang secara hukum. Secara umum remaja dibagi
menjadi dua bagian yakni awal masa remaja dan akhir masa remaja. Masa remaja
dimulai pada usia 13-16 tahun yakni awal masa remaja dan usia 16-17 tahun yakni
akhir masa remaja dimana merupakan periode yang sangat singkat. Anak remaja laki-
laki lebih lambat matang daripada anak perempuan sehingga remaja laki-laki
mengalamiperiode awal remaja yang lebih singkat sehingga sering kali remaja laki-laki
nampak kurang matang dibandingkan remaja perempuan. (Elizabeth B. Hurlock,
1991)7.

Menurut Neil J. Salkind. (2006)8 fase perkembangan fisik remaja diawali saat masa
puberitas tiba meliputi awal masa remaja (usia 10-14 tahun), sebagian remaja mulai
mengalami lonjakan pertumbuhan fisik dan mulai pematangan seksual yang
mengakibatkan terjadinya perubahan yang signifikan di semua domain fungsi. Masa
remaja Tengah (usia 14-17 Tahun) Pembangunan fisik Kebanyakan remaja mengalami
terus meningkat di spesialisasi keterampilan motorik kasar, massa otot, kekuatan, dan
daya tahan cardiopulmonary. beberapa remaja mungkin menemukan kesulitan untuk
menyesuaikan diri somatik pertumbuhan menyembur, yang dapat mengakibatkan
kejanggalan sementara atau kecanggungan. Beberapa pemuda dapat menjadi sangat
prihatin tentang kenaikan normal mereka berat badan dan ukuran. Hal ini dapat
mengakibatkan diet yang berlebihan dan olahraga, membersihkan, atau tindakan
pengendalian berat badan patogen lainnya. Motor, Visual, dan Pembangunan auditory
Semua keterampilan di domain ini sepenuhnya dikembangkan di akhir masa remaja
tengah, dengan pengecualian dari menjepit pegang, yang terus berkembang pada akhir
masa remaja. Sedangkan Akhir Masa remaja (usia 17-21 tahun) Selama tahap
perkembangan, remaja menghadapi lulus SMA, tes penempatan, dan sering kegiatan
perguruan tinggi atau pilihan karir. Pada akhir masa remaja akhir, yang paling muda
mencapai penuh fisik, kognitif, sosial, dan kematangan emosional, dan sebagian besar
masalah emansipasi pada dasarnya diselesaikan. Pembangunan fisik Spesialisasi
keterampilan motorik kasar, keuntungan di kekuatan, dan kapasitas aerobik
sepenuhnya dikembangkan; Namun, beberapa remaja dapat terus berkembang
kecepatan dan peningkatan ukuran; perubahan ini terjadi pada tingkat yang lebih
lambat dibandingkan dengan selama masa remaja tengah, dan betina terus menumpuk
massa lemak. Mereka Visi sepenuhnya dikembangkan.9

Ada beberapa faktor penyebab terjadinya perkembangan fisik pada diri remaja
yaitu terjadinya produksi hormon yang sangat banyak yakni zat-zat kimia yang sangat
kuat yang disekresikan oleh kelenjar-kelenjar endokrin dan dibawa keseluruh tubuh
oleh aliran darah (Dyk, 1993) konsentrasi hormone-hormon tertentu meningkat secara
dramatis selama masa remaja (Rabin & Chrousos, 1991; Susman & Dorn, 1991).
Adapun hormone tersebut yaitu hormon testosteron (testosterone) ialah suatu
hormone yang berkaitan dengan perkembangan alat kelamin, pertambahan tinggi dan
perubahansuara pada anak laki-laki. Sedangkan hormon estradiol ialah suatu hormon
yang berkaitan dengan perkembangan buah dada, Rahim, dan kerangka pada anak-
anak perempuan.10

Perubahan secara fisiologis ditandai oleh 2 komponen. Menurut Counts et al., 1987, dua
komponen tersebut yaitu adrenarche dan gonadarche, yang dianggap peristiwa
independen dikontrol oleh mekanisme terpisah yakni komponen pertama pubertas,
adrenarche (kebangkitan kelenjar adrenal), dimulai antara usia 6 dan 9 tahun.
Adrenarche merupakan maturasi dari korteks adrenal yang ditandai dengan peningkatan
sekresi androgen adrenal yaitu dehydroepiandrosterone (DHEA),
dehydroepiandrosterone sulfat (DHEAS) dan androstenedion meningkat hormonal awal
adrenal androgen sekresi terjadi sebelum perubahan fisik eksternal, seperti itu
pengembangan rambut kemaluan. Komponen kedua pubertas, gonadarche, adalah
reaktivasi yang dari hipotalamus-hipofisis gonadotropin-gonadal ( hasilnya kematangan
fisik pengembangan karakteristik seksual primer (Testis dan ovarium) dan karakteristik
seksual sekunder Rambut kemaluan, rambut tubuh, dan pertumbuhan genital dan
payudara). Itu puncak dari gonadarche dan fungsi reproduksi menarche untuk anak
perempuan dan anak laki-laki spermarche untuk. dimulai pada usia 8-10 tahun untuk
anak perempuan dan 10-11tahun pada anak laki-laki. 11 sedangkan menurut suntrock
(1983) bahwa perubahan hormonal dan perubahan tubuh pada remaja ini terjadi rata-
rata 2 tahun lebih awal pada anak perempuan usia 10,5 tahun dari pada anak laki-laki
12.5 tahun.

CIRI-CIRI PERKEMBANGAN FISIK REMAJA

Perubahan dan perkembangan fisik pada remaja tidaklah sama dan terdapat perbedaan
individual, yakni terjadinya penurunan dalam laju pertumbuhan dan perkembangan
internal lebih menonjol daripada perkembangan ekternal yang secara normal akan
terjadi disetiap diri remaja. Menurut Santrock (1983)13 ada 4 perubahan tubuh yang
paling menenjol pada remaja perempuan yakni : Pertambahan tinggi badan yang cepat,
Menarche (Menstruasi) ,Pertumbuhan buah dada, Pertumbuhan rambut kemaluan.
Sedangkan 4 perubahan yang menonjol pada remaja laki-laki yakni : pertambahan tinggi
badan yang cepat, pertumbuhan penis, pertumbuhan testis, pertumbuhan rambut
kemaluan.
Awal masa puber anak laki-laki, suara mulai menurunkan; kumis mulai tumbuh anak laki-
laki, yang melibatkan pematangan organ reproduksi dan menyertainya karakteristik
seksual sekunder. Dalam perempuan, menstruasi pertama terjadi pada akhir masa
pubertas. Pada akhir pubertas, individu menjadi mampu reproduksi. 14 (Resource Book.
2005) menurut Elizabeth B Hurlock (1980) mengemukakan bahwa ada 2 aspek
perubahan dan perkembangan fisik yang dialami remaja yakni :

Pertumbuhan meningkat cepat dan mencapai puncak kecepatan. Pada fase remaja awal
(11-14 tahun)karakteristik seks sekunder mulai tampak, seperti penonjolan payudara
pada remaja perempuan, pembesaran testis pada remaja laki-laki, pertumbuhan rambut
ketiak, atau rambut pubis. Karakteristik seks sekunder ini tercapai dengan baik pada
tahap remaja pertengahan (usia 14-17 tahun) dan pada tahap remaja akhir (17-20 tahun)
struktur dan pertumbuhan reproduktif hampir komplit dan remaja telah matang secara
fisik.

B. Perkembangan Perilaku Psikososial dan Psikoseksual


Perkembangan Perilaku Psikososial
Menurut J.P. Chaplin (2006: 407) dalam Kamus Psikologi mengemukakan
bahwa psikososial (psychosocial) adalah menyinggung relasi sosial yang
mencakup faktor-faktor psikologis. Psikologi sosial (social psychology) adalah
sebagai ilmu pengetahuan yang berusaha memahami asal usul dan sebab-
sebab terjadinya perilaku dan pemikiran individual dalam konteks situasi
sosial (Baron & Byrne, 2004:5).

Menurut Abu Ahmadi (2007:5), psikologi sosial adalah suatu studi ilmiah
tentang pengalaman dan tingkah laku individu-individu dalam hubungannya
dengan situasi sosial.

Senada dengan Abu Ahmadi, Bimo Walgito (2003: 8) mengemukakan


bahwa berkaitan dengan psikologi sosial ini ada beberapa hal yang dapat
dikemukakan, yaitu bahwa psikologi sosial fokusnya pada perilaku individu
dan dalam kaitannya dengan situasi sosial.

Dengan demikian apapun definisi mengenai psikologi sosial itu, tidak


dapat lepas dari adanya situasi sosial atau interaksi sosial dan fokusnya adalah
perilaku individu dan sosial. Beberapa perkembangan perilaku psikososial
diantaranya:

1. Perkembangan Pemahaman Diri dan Identitas

Proses pembentukan identitas diri merupakan proses yang panjang dan


kompleksyang membutuhkan kontinuitas dari masa lalu, sekarang, dan masa
yang akan datang dari kehidupan individu. Hal ini akan membentuk kerangka
berpikir untuk mengorganisasikan dan mengintegrasikan perilaku ke dalam
berbagai bidang kehidupan (Soetjiningsih, 2007:47).Dengan demikian
individu dapat menerima dan menyatukan kecenderungan pribadi, bakat, dan
peran-peran yang diberikan baik oleh orangtua, teman sebaya maupun
masyarakat yang pada akhirnya dapat memberikan arah tujuan dan arti dalam
kehidupan mendatang.

Remaja adalah pribadi yang sedang berkembang menuju kematangan diri,


kedewasan.Untuk itu, remaja perlu membekali diri dengan pandangan yang
benar tentang konsep diri. Remaja perlu menjadi diri yang efektif agar dapat
mempengaruhi orang lain untuk memiliki konsep diri yang positif. Remaja
perlu menjadi diri yang mampu menciptakan interaksi sosial yang saling
mempercayai, saling terbuka, saling memperhatikan kebutuhan teman, dan
saling mendukung.

Konsep diri adalah gagasan tentang diri sendiri yang mencakup keyakinan,
pandangan dan penilaian seseorang terhadap dirinya sendiri. Konsep diri terdiri
atas bagaimana cara kita melihat diri sendiri sebagai pribadi, bagaimana kita
merasa tentang diri sendiri, dan bagaimana kita menginginkan diri sendiri
menjadi manusia yang kita harapkan (Desmita, 2010:164).

Setiap individu pada dasarnya dihadapkan pada suatu krisis.Krisis itulah


yang menjadi tugas bagi seseorang untuk dapat dilaluinya dengan baik.Pada diri
remaja yang sedang mengalami krisis berarti menunjukan dirinya sedang
berusaha mencari jati dirinya.

Agoes Dariyo (2004:80) mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan krisis


(crisis) ialah suatu masalah yang berkaitan dengan tugas perkembangan yang
harus dilalui oleh setiap individu, termasuk remaja. Keberhasilan menghadapi
krisis akan meningkatkan dan mengembangkan kepercayaan dirinya, berarti
mampu mewujudkan jati dirinya (self-identity) sehingga ia merasa siap untuk
menghadapi tugas perkembangan berikutnya dengan baik, dan sebaliknya,
individu yang gagal dalam menghadapi suatu krisis cenderung akan memiliki
kebingungan identitas (identitiy-diffussion). Orang yang memiliki kebingungan
ini ditandai dengan adanya perasaan tidak mampu, tidak berdaya, penurunan
harga diri, tidak percaya diri, akibatnya ia pesimis menghadapi masa depannya.

Krisis identitas terjadi apabila remaja tidak mampu memilih diantara


berbagai alternatif yang bermakna.Remaja dikatakan telah menemukan identitas
dirinya (self-identity) ketika berhasil memecahkan tiga masalah utama, yaitu
pilihan pekerjaan, adopsi nilai yang diyakini dan dijalani, dan perkembangan
identitas seksual yang memuaskan.Dapat juga dikemukakanbahwa remaja
dipandang telah memiliki identitas diri yang matang (sehat, tidak mengalami
kebingungan), apabila sudah memiliki pemahaman dan kemampuan untuk
menyesuaikan diri terhadap diri sendiri, peranannya dalam kehidupan sosial (di
lingkungan keluarga, sekolah, teman sebaya atau masyarakat), pekerjaan, dan
nilai-nilai agama (SyamsuYusuf L.N. dkk, 2011:97).

Erikson dalam Sudarwan Danim (2010:84) mencatat bahwa konflik utama


yang dihadapi peserta didik berusia remaja pada tahap ini adalah munculnya salah
satu dari apa yang disebut sebagai identitas versus kebingungan identitas (identity
versus identityconfusion). Oleh karena itu, tugas psikososial bagi peserta didik
yang memasuki usia remaja adalah mengembangkan individualitas. Mereka harus
menetapkan peranan pribadi dalam masyarakat dan mengintegritaskan berbagai
dimensi kepribadiannya menjadi keseluruhan yang masuk akal. Mereka harus
bergulat dengan isu seperti memilih karir, kuliah, agama yang dianut dan
pengalamannya, aspirasi politik, dan lain-lain.

Usia remaja merupakan saat pengenalan/pertemuan identitas diri dan


pengembangan diri. Pandangan tentang diri sendiri yang sudah berkembang pada
masa anak-anak, makin menguat pada masa remaja. Hal ini seiring dengan
bertambahnya usia dan pengalaman hidup atas dasar kenyataan-kenyataan yang
dialami. Semua itu membuat remaja dapat menilai dirinya sendiri apakahbaik
atau kurang baik.

Pesatnya perkembangan fisik dan psikisseringkali menyebabkan remaja


mengalami krisis peran dan identitas.Sesungguhnya, remaja senantiasa berjuang
agar dapat memainkan peranannya agar sesuai dengan perkembangan masa
peralihannya dari masa anak-anak menjadi masa dewasa.Tujuannya adalah
memperoleh identitas diri yang semakin jelas dan dapat dimengerti dan serta
diterima oleh lingkungannya, baik lingkungan keluarga, sekolah maupun
masyarakat.Dalam konteks ini, penyesuaian diri remaja secara khas berupaya
untuk dapat berperan sebagai subjek yang kepribadiannya memang berbeda
dengan anak-anak ataupun orang dewasa. (Mohammad Ali dkk, 2010:179).

Selama masa remaja ini, kesadaran akan identitas dan mendefinisikan


kembali “siapakah” ia saat ini dan akan menjadi “siapakah” atau menjadi
“apakah” ia pada masa yang akan datang. Perkembangan identitas selama masa
remaja ini juga sangat penting karena ia memberikan suatu landasan bagi
perkembangan psikososial dan relasi interpersonal pada masa dewasa (Desmita,
2008:11).

Syamsu Yusuf L.N. dkk., (2011:97) menyebutkan untuk memfasilitasi


perkembangan identitas diri remaja yang sehat dan mencegah terjadinya
kebingungan identitas, maka pihak orang tua di lingkungan keluarga, guru di
lingkungan sekolah, dan orang dewasa lainnya di lingkungan masyarakat
hendaknya melakukan hal-hal berikut ini.

a. Memberi contoh atau teladan tentang sikap jujur dan bertanggung jawab
dalam menjalankan peranannya masing-masing;
b. Menciptakan iklim kehidupan sosial yang harmonis, jauh dari gejolak atau
konflik;c. Menciptakan lingkungan hidup yang bersih, tertib, sehat dan indah
c. Memberikan kesempatan kepada remaja untuk berpendapat, mengajukan
gagasan, atau berdialog;
d. Memfasilitasi remaja untuk mewujudkan kreativitasnya, baik dalam bidang
olahraga, seni,maupun bidang keilmuan;
e. Memberikan informasi kepada remaja tentang orang-orang sukses, dan
bagaimana mencapai kesuksesannya tersebut;
f. Menampilakan perilaku yang sesuai dengan karakter atau nilai-nilai akhlak
mulia;
g. Memberi contoh dalam bersikap dan berperilaku yang terkait dengan nilai-
nilai budaya nilai cinta tanah air, patriotisme dan nasionalisme.

2. Perkembangan Hubungan dengan Orang Tua


Keluarga mempunyai pengaruh yang cukup besar bagi perkembangan
remaja karena keluarga merupakan lingkungan sosial pertama, yang
meletakan dasar-dasar kepribadian remaja.Selain orang tua, saudara kandung
dan posisi anak dalam keluarga juga berpengaruh bagi remaja.Pola asuh
orang tua sangat besar pengaruhnya bagi remaja.Dinamika dan hubungan-
hubungan antara anggota dalam keluarga juga memainkan peranan yang
cukup penting bagi remaja. Seperti halnya pola asuh, hubungan-hubungan
tersebut telah membentuk perilaku jauh sebelum usia remaja. Anak tertua
yang dominan terhadap adiknya pada masa kecil akan terbawa hingga usia
remaja, anak perempuan yang ketika usia 6 tahun menjadi “anak ayah”
kemungkinan masih tetap dekat dengan ayah pada usia 16 tahun. Walaupun
hubungan-hubungan tersebut berjalan secara alamiah dan sehat, orang tua
tetap perlu untuk menjaga kesatuan dan adanya batasan-batasan diantara
orang tua dan anak-anak (Soetjiningsih, 2007:50).

Karena remaja hidup dalam suatu kelompok individu yang disebut keluarga,
salah satu aspek penting yang dapat mempengaruhi perilaku remaja adalah
interaksi antar anggota keluarga. Harmonis atau tidaknya, intensif atau
tidaknya interaksi antar anggota keluarga akan mempengaruhi perkembangan
sosial remaja yang ada didalam keluarga (Mohammad Ali dkk., 2010: 95).

Ketika anak memasuki usia remaja di mana sangat membutuhkan


kebebasan dan mereka sering meninggalkan rumah, orang tua harus dapat
melakukan penyesuaian terhadap keadaan tersebut. Remaja membutuhkan
dukungan yang berbeda dari masa sebelumnyakarena pada saat itu remaja
sedang mencari kebebasan dalam mengeksplorasi diri sehingga dengan
sendirinya keterikatan dengan orang tua berkurang.

Pengertian dan dukungan orang tua sangat bermanfaat bagi


perkembangan remaja.Komunikasi yang terbuka di mana masing-masing
anggota keluarga dapat berbicara tanpa adanya perselisihan akan
memberikan kekompakan dalam keluarga sehingga hal tersebut juga akan
sangat membantu anak remajanya dalam proses pencarian identitas diri.

Perubahan hormon pubertas mempengaruhi emosi peserta didik yang


berusia remaja ini.Hal ini sering kali sangat nyata dalam perilaku mereka
seiring dengan munculnya fluktuasi emosional dan seksual muncul pada
kebutuhan peserta didik berusia remaja untuk mempertanyakan otoritas dan
nilai-nilai sosial, serta batas keyakinan dalam hubungan yang ada.Hal ini
sangat mudah terlihat didalam sistem keluarga, dimana kebutuhan remaja
untuk kemerdekaan diri dari orang tua dan saudara kandung dapat
menyebabkan banyak konflik dan ketegangan di rumah(Sudarwan Danim,
2010:85).

3. Perkembangan Hubungan dengan Teman Sebaya


Masa remaja bisa disebut sebagai masa sosial karena sepanjang masa remaja
hubungan sosial semakin tampak jelas dan sangat dominan. Kesadaran akan
kesunyian menyebabkan remaja berusaha mencari kompensasi dengan
mencari hubungan dengan orang lain atau berusaha mencari pergaulan.
Penghayatan kesadaran akan kesunyian yang mendalam dari remaja
merupakan dorongan pergaulan untuk menemukan pernyataan diri akan
kemampuan kemandiriannya (Mohammad Ali dkk., 2010:91).

Dalam perkembangan sosial remaja maka remaja mulai memisahkan diri


dari orang tua dan mulai memperluas hubungan dengan teman sebaya. Pada
umumnya remaja menjadi anggota kelompok usia sebaya (peer group).
Kelompok sebaya menjadi begitu berarti dan sangat berpengaruh dalam
kehidupan sosial remaja.Kelompok sebaya juga merupakan wadah untuk
belajar kecakapan-kecakapan sosial, karena melalui kelompok remaja dapat
mengambil berbagai peran.

Di dalam kelompok sebaya, remaja menjadi sangat bergantung kepada


teman sebagai sumber kesenangannya dan keterikatannya dengan teman
sebaya begitu kuat. Kecenderungan keterikatan (kohesi) dalam kelompok
tersebut akan bertambah dengan meningkatnya frekuensi interaksi diantara
anggota-anggotanya. (Soetjiningsih, 2007:51). Pada awal usia remaja,
keterlibatan remaja dalam kelompok sebaya ditandai dengan persahabatan
dengan teman, utamanya teman sejenis, hubungan mereka begitu akrab karena
melibatkan emosi yang cukup kuat. Hubungan dengan lawan jenis biasanya
terjadi dalam kelompok yang lebih besar. Pada usia pertengahan keterlibatan
remaja dalam kelompok makin besar, ditandai dengan terjadinya perilaku
konformitas terhadap kelompok. Remaja mulai bergabung dengan kelompok-
kelompok minat tertentu seperti olah raga, musik, gang-gang dan kelompok-
kelompok lainnya.

Pada usia ini, remaja juga sudah mulai menjalin hubungan-hubungan


khusus dengan lawan jenisnya yang dapat diwujudkan dengan kencan dan
pacaran. Pada akhir usia remaja, ikatan dengan kelompok sebaya menjadi
berkurang, dan nilai-nilai dalam kelompok menjadi kurang begitu penting
karena pada umumnya remaja lebih merasa senang dengan nilai-nilai dan
identitas dirinya(Soetjiningsih, 2007:51).

4. Perkembangan Moral dan Religi


Moral dan religi merupakan bagian yang cukup penting dalam jiwa remaja.
Sebagian orang berpendapat bahwa moral dan religi bisa mengendalikan
tingkah laku anak yang beranjak dewasa sehingga ia tidak melakukan hal-hal
yang merugikan atau bertentangan dengan kehendak atau pandangan
masyarakat. Disisi lain, tidak adanya moral dan religi ini sering kali dituding
sebagai faktor penyebab meningkatnya kenakalan remaja(Sarlito W Sarwono,
2012:109).
Moral merupakan suatu kebutuhan penting bagi remaja, terutama sebagai
pedoman menemukan identitas dirinya, mengembangkan hubungan personal
yang harmonis, dan menghindari konflik-konflik peran yang selalu terjadi
dalam masa transisi.Untuk remaja, moral merupakan suatu kebutuhan
tersendiri karena mereka sedang dalam keadaan membutuhkan pedoman atau
petunjuk dalam rangka mencari jalannya sendiri.Pedoman atau petunjuk ini
dibutuhkan juga untuk menumbuhkan identitas dirinya, menuju kepribadian
matang dengan unifying philosophy of life dan menghindarkan diri dari
konflik-konflik peran yang selalu terjadi dalam masa transisi ini.Dengan
kurang aktifnya orang tua dalam membimbing remaja (bahkan pada beberapa
remaja sudah terjadi hubungan yang tidak harmonis dengan orang tua), maka
pedoman berupa mores ini semakin diperlukan oleh remaja (Sarlito W
Sarwono, 2012:111).
Agama memiliki arti yang sama pentingnya dengan moral. Bahkan,
sebagaimana dijelaskan oleh Adams & Gullotta (1983), agama memberikan
sebuah kerangka moral, sehingga membuat seseorang mampu
membandingkan tingkah lakunya. Agama dapat menstabilkan tingkah laku dan
bisa memberikan penjelasan mengapa dan untuk apa seseorang berada di
dunia ini. Agama memberikan perlindungan rasa aman, terutama bagi remaja
yang tengah mencari eksistensi dirinya(Desmita, 2008:208).

Sejalan dengan meningkatnya kemampuan abstraksi dan daya kritisnya,


remaja seringkali meninjau agama dari segi rasio dan kadang-kadang tanpa
melalui penghayatan.Hal ini berbeda dengan masa kanak-kanak yang
menerima ajaran agama secara konkrit (Soetjiningsih, 2007:55), sedangkan
menurut Mohammad Ali dkk. (2011:145), karakteristikyang menonjol dalam
perkembangan moral remaja adalah bahwa sesuai dengan tingkat
perkembangan kognisi yang mulai mencapai tahapan berpikir operasional
formal, yaitu mulai mampu berpikir abstrak dan mampu memecahkan
masalah-masalah yang bersifat hipotesis maka pemikiran remaja terhadap
suatu permasalahan tidak lagi hanya terkait pada waktu, tempat dan situasi
tetapi juga pada sumber moral yang menjadi dasar hidup mereka.Namun,
dengan bertambahnya kemampuan remaja untuk memahami arti kehidupan
disekelilingnya secara potensial, maka remaja akan lebih memahami secara
mendasar arti agama serta mensikapi sikap-sikap sosial dalam lingkungannya.
Pada akhirnya mereka akan belajar memahami dan mencapai pengertian
bahwasanya berbicara dan mengkritik secara tajam ternyata jauh lebih mudah
daripada pelaksanaannya, ini karena kemampuan berpikir abstrak dan
metakognisinya akan terus berkembang.

Soetjiningsih (2007: 54) menjelaskan bahwa pada dasarnya setiap proses


perkembangan sendiri termasuk perkembangan kognitif pada remaja
dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu:

a. Pematangan (maturatiom), yaitu tumbuhnya struktur-struktur fisik secara


berangsur- angsur memiliki akibat pada perkembangan kognitif pula. Contoh
yang jelas dalam hal ini adalah pertumbuhan pusat susunan otak.
b. Pengalaman psikologis dan kontak dengan lingkungan (exercise through
physicalpractice and mental experience). Kontak dengan lingkungan akan
mengakibatkan duamacam ciri pengalaman mental. Pertama adalah
pengalaman fisik, yaitu aktifitas yang dapat mengabstraksi sifat fisik objek-
objek tertentu. Pengalaman fisik ini memberikan pengertian mengenai sifat
yang langsung berhubungan dengan objeknya sendiri. Kedua adalah
pengalaman logika matematik, yaitu pengertian yang datang dari koordinasi
internal perilaku individu tersebut.
c. Transmisi sosial dan pembelajaran (social interaction and teaching), yaitu
berbagai macam stimulasi sosial seperti media massa, lembaga sekolah, klub
sosial dan sebagainya, ternyata memberi pengaruh yang positif dalam
perkembangan kognisi karena seseorang mendapatkan banyak informasi, dan
kemudian melakukan suatu pembelajaran.
d. Ekuilibrasi (equilibration) yaitu proses ekuilibrasi mengintegrasi efek ketiga
faktor diatas yang masing-masing kurang cukup memberikan keterangan
mengenai proses perkembangan. Proses ini merupakan proses internal untuk
mengatur keseimbangan diri dalam individu.

Perkembangan Perilaku Psikoseksual

Kehidupan manusia dimulai dari masih dalam kandungan tidak terlepas dari
adanya pertumbuhan dan perkembangan yang dialami, hingga terjadi adanya
siklus akhir yang disebut dengan kematian.Masa remaja dengan istilah “puber”
memiliki keunikan dan kekhasan tersendiri dengan fase pertumbuhan dan
perkembangan sebelum dan sesudahnya karena merupakan masa pancaroba, masa
pencarian diri atau peralihan dari masa kanak- kanak menuju masa dewasa yang
lebih matang ditinjau dari segi fisik-biologik, kognitif, dan psikologi.

Secara harfiah, pubertas berasal dari bahasa Latin pubescence (yang berarti
togrow hairy„tumbuhnya bulu-bulu‟, seperti bulu disekitar kelamin, ketiak,
danmuka. Secara istilah, pubertas berarti proses pencapaian kematangan seksual
dan kemampuan untuk bereproduksi (Syamsu Yusuf L.N. dkk., 2011:77).

Pubertas berarti „usia kedewasaan‟.Kata ini lebih menunjuk pada perubahan


fisik daripada perubahan perilaku yang terjadi pada saat individu secara seksual
menjadi matang dan mampu memberikan keturunan (Elisabeth B. Hurlock,
1999:184).

Dalam Kamus Psikologi dijelaskan bahwa puberty (pubertas) adalah periode


dalam kehidupan di mana terjadi kematangan organ-organ seks mencapai tahap
menjadi fungsional. Terdapat variasi yang jelas sekali diantara individu-individu
yang berbeda; akan tetapi pada umumnya usia bagi akhir periode ini diberikan
sebagai berikut: untuk anak gadis ialah usia tiga belas tahun dan pada anak laki
empat belas tahun.

Pubertas (puberty) ialah suatu periode dimana kematangan kerangka dan seksual
terjadi dengan pesat terutama pada awal masa remaja.Kematangan seksual
merupakan suatu rangkaian dari perubahan-perubahan yang terjadi pada masa
remaja, yang ditandai dengan perubahan pada ciri-ciri seks primer (primary sex
characteristics) dan ciri-ciri seks sekunder (secondary sex characteristics).
Meskipun perkembangan ini biasanya mengikuti suatu urutan tertentu, urutan dari
kematangan seksual tidak sama pada setiap anak dan terdapat perbedaan
individual dalam umur dari perubahan-perubahan tersebut (Desmita, 2010:192).

Masa puber atau remaja inilah yang berlangsung paling lama diantara fase
yang lain dan merupakan inti seluruh masa pemuda. Karena itu, masa pemuda
sering juga disebut masa remaja. Anak perempuan disebut gadis remaja dan anak
laki-laki disebut bujang remaja atau remaja saja.

1. Perkembangan Seksualitas
Fenomena kehidupan remaja yang sangat menonjol adalah terjadinya
peningkatan minat dan motivasi terhadap seksualitas.Hal ini ditunjukan
dengan aktivitasnya yang sudah mulai tertarik terhadap lawan jenis dan mulai
mengungkapkan perasaannya melalui tindakannya untuk memikat
pasangannya tersebut.Desmita (2010:222) mengemukakan bahwa terjadinya
peningkatan perhatian remajaterhadap kehidupan seksual ini sangat
dipengaruhi oleh faktor perubahan-perubahan fisik selama periode
pubertas.Terutama kematangan organ-organ seksual dan perubahan-
perubahan hormonal, mengakibatkan munculnya dorongan-dorongan seksual
dalam diri remaja.Dorongan seksual remaja ini sangat tinggi, dan bahkan
lebih tinggi dari dorongan seksual orang dewasa.Sebagai anak muda yang
belum memiliki pengalaman tentang seksual, tidak jarang dorongan-dorongan
seksual ini menimbulkan ketegangan fisik dan psikis.Remaja memasuki usia
subur dan produktif. Artinya secara fisiologis, mereka telah mencapai
kematangan organ-organ reproduksi, baik remaja laki-laki maupun remaja
wanita.Kematangan organ-organ reproduksi tersebut, mendorong individu
untuk melakukan hubungan sosial baik dengan sesama jenis maupun dengan
lawan jenis.Mereka berupaya mengembangkan diri melalui pergaulan, dengan
membentuk teman sebayanya (peergroup). Pergaulan bebas yang tidak
terkendali secara normatif dan etika/moral antarremaja yang berlainan
jenisakan berakibat pada terjadinya hubungan seksual diluar nikah
(sexpremarital) (Agoes Dariyo, 2004:89).

Meningkatnya minat pada seks, remaja selalu berusaha mencari lebih


banyak informasi mengenai seks.Hanya sedikit remaja yang berharap bahwa
seluk beluk tentang seks dapat dipelajari dari orang tuanya. Oleh kaena itu,
remaja mencari pelbagai sumber informasi yang mungkin dapat diperoleh,
misalnya karena hygienesex di sekolah atau perguruan tinggi, membahas
dengan teman-teman, buku-buku tentang seks, atau mengadakan percobaan
dengan jalan masturbasi, bercumbu atau bersenggama (Elizabeth B. Hurlock,
1999:226).

Sarlito W. Sarwono (2012:189) menyatakan bahwa dalam upaya mengisi


peran sosialnya yang baru itu, seorang remaja mendapatkan motivasinya dari
meningkatnya energi seksual atau libido. Menurut Sigmund Freud, energi
seksual ini berkaitan erat dengan kematangan fisik. Sementara itu, menurut
Anna Freud, fokus utama dari energi seksual ini adalah perasaan-perasaan di
sekitar alat kelamin, objek-objek seksual dan tujuan-tujuan seksual.

C. Perkembangan Kognitif dan Motorik


1. Perkembangan Kognitif
Perkambangan kognitif pada manusia mencakup perubahan-perubahan
dalam berfikir, kemampuan berbahasa yang terjadi melalui proses belajar.
Pada masa ini mempunyai tugas perkembangan seperti mengembangkan
kemapuan intelektual dan konsep-konsep yang diperlukan sebagai warga
negara yang baik, memupuk dan memperoleh perilaku yang dapat
dipertanggungjawabkan secara sosial, serta memperoleh seperangkat nilai
dan sistem etika sebagai pedoman berperilaku.
Ada sebuah teori perkembangan kognitif yang dikembangkan oleh
seorang psikolog Swiss, Jean Piaget, yang dikenal dengan nama Teori
Piaget. Piaget berpendapat bahwa kemampuan kognitif adalah sebuah
proses genetik yang didasarkan pada mekanisme biologis perkembangan
sistem saraf. Semakin usia bertambah, maka susunan sel sarafnya semakin
kompleks sehingga kemampuannya pun turut meningkat. Saat seseorang
tumbuh, ia akan beradaptasi secara biologis terhadap lingkungannya. Hal
tersebut menyebabkan terjadinya beberapa perubahan kualitatif di dalam
struktur kognitifnya. Piaget menyimpulkan bahwa kemampuan berpikir
dan kekuatan mental anak yang usianya berbeda, maka kualitatifnya pun
akan berbeda. Memasuki usia pra-remaja, anak pada tahapan operasional
formal memiliki beberapa ciri sebagai berikut:
1. Sudah menguasai penalaran dan berpikir secara abstrak.
2. Mampu menarik kesimpulan dari informasi yang ia dapat.
3. Memahami konsep yang bersifat abstrak, seperti nilai dan cinta.
4. Sudah dapat melihat realitas yang terkadang bisa abu-abu, tidak
melulu hitam dan putih. Kemampuan ini sangat penting karena akan
membantu ia melewati masa peralihan dari fase remaja menuju fase
dewasa.
2. Perkembangan Motorik
Perkembangan motorik berarti perkembangan pengendalian gerak
jasmaniah melalui kegiatan pusat saraf, urat saraf, dan otot yang
terkoordinasi. Pengendalian tersebut berasal dari perkembangan refleksi
dan kegiatan massa yang ada pada waktu lahir. Fungsi utama dari
perkembangan motorik adalah kemampuan remaja untuk bergerak dan
mengendalikan bagian tubuhnya.
Perkembangan motorik remaja sudah dapat terkoordinasi dengan baik,
sesuai dengan perkembangan fisiknya yang beranjak matang. Gerakan-
gerakannya sudah selaras dengan kebutuhan dan minatnya, serta
cenderung menunjukkan gerakan-gerakan motorik yang cukup gesit dan
lincah, bahkan sering kelebihan gerak atau over activity. Oleh karena itu,
usia dini merupakan masa kritis bagi perkembangan motorik, dan masa
yang paling tepat untuk mengajarkan berbagai keterampilan motorik.
Ada beberapa fungsi perkembangan motorik pada anak, diantaranya
adalah:
1) Memiliki kesehatan yang baik.
2) Katarsis emosional.
3) Membangun kemandirian dan rasa percaya diri anak.
4) Sebagai bentuk hiburan.
5) Memupuk jiwa sosial.
6) Membangun konsep diri yang baik.
Keterampilan yang dipelajari dengan baik akan berkembang menjadi
kebiasaan. Masa anak-anak adalah masa yang sangat ideal untuk
mempelajari keterampilan motorik pada anak, karena:
1. Tubuh remaja lebih lentur ketimbang orang dewasa, sehingga anak
lebih mudah menerima semua pelajaran.
2. Anak belum banyak memiliki keterampilan yang akan berbenturan
dengan keterampilan yang baru dipelajarinya, maka bagi anak
mempelajari keterampilan baru lebih mudah.
3. Secara keseluruhan anak lebih berani pada waktu kecil ketimbang
telah besar. Oleh karena itu, mereka lebih berani mencoba sesuatu
yang baru. Hal yang demikian menimbulkan motivasi yang
diperlukan untuk belajar.
4. Apabila para remaja dan orang dewasa merasa bosan melakukan
pengulangan, anak-anak menyenangi yang demikian. Oleh karena itu,
anak bersedia mengulangi suatu tindakan hingga pola otot terlatih
untuk melakukannya secara efektif.
5. Karena anak memiliki tanggung jawab dan kewajiban yang lebih
kecil ketimbang yang akan mereka miliki pada waktu mereka
bertambah besar.
Keterampilan motorik tidak akan berkembang melalui kematangan saja,
tapi juga harus dipelajari. Sebuah studi tentang bagaimana anak
mempelajari keterampilan motorik, ada menerangkan 8 hal penting
dalam mempelajari keterampilan tersebut. Jika salah satu tidak ada,
maka perkembangan motorik anak akan berada di bawah
kemampuannya, yaitu:
1. Kesiapan belajar.
2. Kesempatan belajar.
3. Kesempatan berpraktek
4. Model yang baik.
5. Bimbingan.
6. Motivasi.
7. Dipelajari secara individu.
8. Dipelajari satu per satu
Adapun cara yang digunakan anak untuk mempelajari suatu keterampilan
motorik untuk memperoleh kualitas keterampilan yang dipelajari adalah:
1. Belajar Coba dan Galat (Trial and Error), Tidak adanya bimbingan
dan model untuk ditiru, menyebabkan anak melakukan tindakan yang
berbeda secara acak. Cara tersebut biasanya menghasilkan
keterampilan di bawah kemampuan anak.
2. Meniru, Belajar dengan meniru atau mengamati suatu model, lebih
cepat dibandingkan belajar dengan coba dan ralat, tetapi dibatasi oleh
kesalahan yang terdapat dalam model tersebut. Sebagai contoh, anak
tidak dapat belajar berenang dengan baik, kalau yang ditirunya adalah
perenang yang jelek. Bahkan anak tersebut tidak mungkin menjadi
pengamat yang efisien meskipun modelnya baik.
3. Pelatihan, Belajar dengan bimbingan atau supervisi, pada waktu
model memperlihatkan keterampilan dan memperhatikan bahwa anak
menirunya dengan tepat sangat penting dalam tahap awal belajar.
Gerakan yang salah dan kebiasaan jelek yang sudah tertanam akan
sukar ditinggalkan

D. Perkembangan Bahasa
Sebagai alat komunikasi dan mengerti dunianya, kemapuan berbahasa lisan
pada remaja akan berkembang karena selain terjadi oleh pematangan dari
organ-organ bicara dan fungsi berpikir, juga karena lingkungan ikut membantu
mengembangkannya.
Ada 4 tugas yang perlu diperhatikan pengembangannya yakni :
1. Mengerti pembicaraan orang lain
2. Menyusun dan menambah perbendaharaan kata
3. Menggabungkan kata menjadi kalimat
4. Pengucapan yang baik dan benar
Pada masa ini nampak ke-Remajaan dimana segala hal ditanya. Didalam segi
berpikir, remaja berda pada tahap pra-operasional dan egosentris. Dengan
bertambahnya usia, egosentrisme akan berkurang dan ditambah dengan
kefasihan berbicara. Kemampuan ini diperlukan karena pada usia ini mulai
diperkenalkan yang harus menyesuaikan diri dengan peraturan dan disiplin
sekolah serta program-program dalam berbagai bidang pengembangan.
E. Perkembangan Moral           
Moral dan perilaku keagamaan adalah aspek yang berkembang pada diri
individu melalui interaksi antara aktivitas internal dengan pengaruh stimulus
eksternal. Pada awalnya seorang anak belum memiliki pengetahuan mengenai
moral tertentu atau tentang apa yang dipandang baik atau tidak baik oleh
kelompok sosialnya. Selanjutnya, dalam interaksinya dengan lingkungan anak
mulai belajar mengenai berbagai aspek kehidupan yang berkaitan dengan
moral dan perilaku keagamaan nya. Dalam konteks ini, lingkungan merupakan
faktor yang besar pengaruhnya bagi perkembangan moral dan perilaku
keagamaan individu. Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap
perkembagan moral dan perilaku keagamaan individu mencakup aspek
psikologi, sosial, dan budaya baik yang terdapat dalam lingkungan keluarga,
sekolah maupun masyarakat. Kondisi psikologis, pola interaksi, pola
kehidupan beragama, berbagai sarana rekreasi yang tersedia dalam lingkungan
keluarga, sekolah dan masyarakat akan mempengaruhi perkembangan moral
dan perilaku keagamaan individu yang tumbuh dan berkembang di dalamnya
(Frandika. 2014)
Remaja yang tumbuh dan berkembang di dalam lingkungan keluarga,
sekolah dan masyarakat yang penuh rasa aman secara psikologis, pola
interaksi yang demokratis, pola asuh bina kasih, dan relegius dapat diharapkan
berkembang menjadi remaja yang memiliki nilai luhur, moralitas tinggi, serta
sikap dan perilaku keagamaan yang terpuji. Sebaliknya, individu yang tumbuh
dan berkembang dalam kondisi psikologis yang penuh konflik, pola interaksi
yang tidak jelas, pola asuh yang penuh otoriter dan permisif, dan kurang
relegius, maka harapan agar anak dan remaja berkembang menjadi individu
yang memiliki nilai-nilai luhur, moralitas tinggi, sikap dan perilaku
keagamaan yang terpuji menjadi diragukan (Mohammad Asrori, 2008:164-
165) dalam Frandika (2014).
Perkembangan moral para remaja bertitik tolak dari rasa berdosa dan
usaha untuk mencari perlindungan. Tipe moral yang juga terlihat pada remaja
juga mencakupi:
          a). Self-directive, taat terhadap agama atau moral berdasarkan pertimbangan
               pribadi.
          b). Adaptive, mengikuti situasi lingkungan tanpa mengadakan kritik.
          c). Submissive, merasakan adanya keraguan terhadap ajaran moral dan agama.
             d). Unadjusted, belum meyakini akan kebenaran ajaran agama dan moral.
             e). Deviant, menolak dasar dan hukum keagamaan serta tatanan masyarakat
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan moral remaja:
1. Faktor tingkat harmonisasi hubungan antara orang tua dan anak
2. Faktor lingkungan memegang peran penting terutama lingkungan
masyarakat. Diantara segala urusan lingkungan sosial yang berpengaruh,
yang tampaknya sangat penting adalah unsur lingkungan berbentuk
manusia yang langsung dikenal atau dihadapi oleh seseorang sebagai
perwujudan dari nilai-nilai tertentu.
3. Tingkat penalaran. Perkembangan moral yang sifatnya penalaran menurut
Kohlberg, dipengaruhi oleh perkembangan nalar sebagaimana
dikemukakan oleh piaget. Makin tinggi tingkat penalaran seseorang
makin tinggi pula tingkat moral seseorang (Yusuf, 2011)
F. Perkembangan Spiritual
Spiritual adalah suatu ragam konsep kesadaran individu akan makna hidup,
yang memungkinkan individu berpikir secara kontekstual dan transformatif
sehingga kita merasa sebagai suatu pribadi yang utuh secara intelektual,
emosional, dan spiritual. Kecerdasan sepiritual merupakan sumber dari
kebijaksanaan dan kesadaran akan nilai dan makna hidup, serta
memungkinkan secara kreatif menemukan dan mengembangkan nilai-nilai dan
makna baru dalam kehidupan individu. Kecerdasan spiritual juga mampu
menumbuhkan kesadaran bahwa manusia memiliki kebebasan untuk
mengembangkan diri secara bertanggungjawab dan mampu memiliki wawasan
mengenai kehidupan serta memungkinkan menciptakan secara kreatif karya-
karya baru. Oleh karena itu, perkembangan spiritual adalah meningkatnya
identifikasi dengan jiwa dan pengalaman akan jiwa atau prinsip/ asas Tuhan
YME di dalam diri kita.
Menurut Baharuddin (2009) perkembangan spiritual dipengaruhi oleh
dua faktor yaitu faktor internal dan eksternal.
1. Faktor internal
Faktor Internal pada perkembangan spiritual juga berupa faktor keturunan
yaitu berupa pembawaan dimana faktor ini merupakan karakteristik dari
orang itu sendiri, dasar pemikiran dari individu berdasarkan kepercayaan
dan budaya yang dimilikinya.
2. Faktor eksternal
Faktor Eksternal dapat berupa keluarga yang sangat menentukan pula
dalam perkembangan spiritual remaja karena orang tua memiliki peran
yang sangat penting sebagai pendidik atau penentu keyakinan yang
mendasari anak. Kemudian pendidikan keagamaan yang diterapkan di
sekolah juga dapat menjadi faktor penentu perkembangan spiritual remaja,
karena dengan adanya pendidikan spiritual remaja akan mulai berfikir
secara logika dan menentukan apa yang baik dan tidak bagi dirinya. Selain
itu, adanya budaya yang berkembang di masyarakat akan mempengaruhi
perkembangan spiritual remaja. Baik perkembangan yang bersifat positif
atau negatif, itu semua tergantung bagaimana remaja berinteraksi dengan
masyarakat tersebut.

G. Perkembangan Kemandirian
Menurut Masrun (dalam Yessica, 2008) faktor yang mempengaruhi
kemandirian adalah:
1. Pola asuh orang tua Remaja yang mempunyai kemandirian tinggi adalah
remaja yang orang tunya dapat menerima secara positif.
2. Usia Remaja akan berusaha melepaskan diri dari orang tuanya, dalam hal
ini berarti individu cenderung tidak akan meminta bantuan kepada orang
lain dalam memecahkan masalah yang sedang dihadapinya.
3. Pendidikan Pendidikan yang dialami oleh seseorang tidak harus berasal
dari sekolah atau pendidikan formal, akan tetapi bisa juga berasal dari luar
sekolah atau non formal. Pendidikan ini secara tidak langsung teleh
membawa individu kepada suatu bentuk suatu usaha dari lingkungan
keluarganya ke dalam kelompok teman sabayanya sehingga terlihat
adanya kecenderungan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan tenyata
semakin tinggi kemandirian seseorang.
4. Urutan kelahiran Urutan kelahiran dalam suatu keluarga tentunya
memiliki ciri tersendiri bagi setiap anak yang disebabkan karena adanya
perlakuan dan perhatian yang berbeda.
5. Jenis kelamin Wanita mudah dipengaruhi, sangat pasif, merasa kesulitan
dalam memutuskan sesuatu, kurang percaya diri dan sangat tergantung.
6. Intelegensi Remaja yang cerdas akan memiliki metode yang praktis dan
tepat dalam setiap memecahkan masalah yang sedang dihadapinya,
sehingga akan dengan cepat mengambil keputusan untuk bertindak.
Kondisi ini menunjukan adanya kemandirian setiap menghadapi masalah
yang sedang dihadapinya.
7. Interaksi sosial Remaja memiliki kemampuan dalam berinteraksi dengan
lingkungan sosial, serta mampu menyesuaikan diri dengan baik akan
mendukung perilaku yang bertanggung jawab dan mampu menyelesaikan
segala permasalahan yang dihadapinnya.

Menurut Ali (2010) ada sejumlah faktor yang mempengaruhi kemandirian


remaja yaitu sebagai berikut:

1. Gen atau keturunan orang tua


Orang tua yang memiliki sifat kemandirian tinggi seringkali menurunkan
anak yang memiliki kemandirian.
2. Pola asuh orang tua
Cara orang tua atau mendidik anak akan mempengaruhi perkembangan
kemandirian pada masa remajanya. Orang tua yang terlalu banyak
melarang atau mengeluarkan kata “jangan” tanpa disertai dengan
penjelasan yang rasional akan menghambat perkembangan kemandirian
remaja. Kondisi tersebut berbeda dengan orang tua yang menciptakan
suasana aman dalam berinteraksi dengan keluarganya maka akan dapat
mendorong kelancaran perkembangan remaja. Orang tua yang cenderung
sering membanding- bandingkan anak yang satu dengan yang lainnya juga
akan berpengaruh kurang baik terhadap perkembangan kemandirian anak.
3. Sistem pendidikan di sekolah
Proses pendidikan disekolah yang tidak mengembangkan demokratisasi
pendidikan dan cenderung menekankan indoktrinasi tanpa argumentasi
akan menghambat perkembangan remaja. Proses pendidikan yang banyak
menekankan pentingnya pemberian sanksi atau hukuman (punishment)
juga dapat menghambat perkembangan kemandirian remaja namun, proses
pendidikan yang lebih menekankan pentingnya penghargaan terhadap
potensi remaja, pemberian reward, dan menciptakan kompetisi positif
maka akan memperlancar perkembangan kemandirian remaja.
4. Sistem kehidupan di masyarakat
Sistem kehidupan masyarakat yang terlalu menekankan pentingnya
hierarki struktur sosial, merasa kurang aman atau mencekam serta kurang
menghargai manifestasi potensi remaja dalam kegiatan produktif dapat
menghambat kelancaran perkembangan kemandirian remaja. Lingkungan
masyarakat yang aman, menghargai ekspresi potensi remaja dalam bentuk
kegiatan dan terlalu hierarkis akan merangsang dan mendorong
perkembangan kemandirian remaja.
H. Promosi Kesehatan Pada Anak Usia Remaja
1. Kesehatan reproduksi
Kesehatan Reproduksi yaitu keadaan sehat baik secara fisik, psikis dan
sosial yang berkaitan dengan sistem, fungsi dan proses reproduksi pada
laki-laki dan perempuan agar dapat bertanggung jawab dan menjaga dan
memelihara organ reproduksi.
2. Menghindari Seks Pranikah dan Bahaya Seks bebas
Seks pra nikah bagi perempuan yang sudah menstruasi beresiko hamil
apabila melakukan hubungan seksual, dan remaja laki-laki yang telah
mengalami mimpi basah sudah bisa menyebabkan kehamilan jika
melakukan hubungan seksual dan tertular dan menularkan penyakit
/infeksi menular seksual juga HIV dan AIDS serta resiko kehamilan dan
persalinan. (Kemenkes, 2014)

I. Masalah Fisik dan Psikologis Pada Anak Usia Remaja


1. Ada beberapa faktor penyebab terjadinya perkembangan fisik pada diri
remaja yaitu:
a. Terjadinya produksi hormon yang sangat banyak yakni zat-zat kimia
yang sangat kuat yang disekresikan oleh kelenjar-kelenjar endokrin
dan dibawa keseluruh tubuh oleh aliran darah (Dyk, 1993) konsentrasi
hormone-hormon tertentu meningkat secara dramatis selama masa
remaja (Rabin & Chrousos, 1991; Susman & Dorn, 1991). Adapun
hormone tersebut yaitu hormon testosteron (testosterone) ialah suatu
hormone yang berkaitan dengan perkembangan alat kelamin,
pertambahan tinggi dan perubahan suara pada anak laki-laki.
Sedangkan hormon estradiol ialah suatu hormon yang berkaitan
dengan perkembangan buah dada, Rahim, dan kerangka pada anak-
anak perempuan.
b. Perubahan secara fisiologis ditandai oleh 2 komponen. Menurut
Counts et al., 1987, dua komponen tersebut yaitu: adrenarche dan
gonadarche,
i. Adrenarche yang dianggap peristiwa independen dikontrol oleh
mekanisme terpisah yakni komponen pertama pubertas, adrenarche
(kebangkitan kelenjar adrenal), dimulai antara usia 6 dan 9 tahun.
Adrenarche merupakan maturasi dari korteks adrenal yang ditandai
dengan peningkatan sekresi androgen adrenal yaitu
dehydroepiandrosterone (DHEA), dehydroepiandrosterone sulfat
(DHEAS) dan androstenedion meningkat hormonal awal adrenal
androgen sekresi terjadi sebelum perubahan fisik eksternal, seperti
itu pengembangan rambut kemaluan.
ii. Komponen kedua pubertas yaitu Gonadarche, adalah reaktivasi
yang dari hipotalamus-hipofisis gonadotropin-gonadal ( hasilnya
kematangan fisik pengembangan karakteristik seksual primer
(Testis dan ovarium) dan karakteristik seksual sekunder Rambut
kemaluan, rambut tubuh, dan pertumbuhan genital dan payudara).
Itu puncak dari gonadarche dan fungsi reproduksi menarche untuk
anak perempuan dan anak laki-laki spermarche untuk. dimulai
pada usia 8-10 tahun untuk anak perempuan dan 10-11tahun pada
anak laki-laki. 11 sedangkan menurut suntrock (1983) bahwa
perubahan hormonal dan perubahan tubuh pada remaja ini terjadi
rata-rata 2 tahun lebih awal pada anak perempuan usia 10,5 tahun
dari pada anak laki-laki 12.5 tahun.

2. Masalah Fisik Pada Remaja


Menurut The University of Pittsburgh. 2005 awal masa puber anak
perempuan lebih rentan untuk masalah seperti merokok, minum,depresi,
gangguan makan, diri negative, image, isolasi, perilaku patuh, dan kurang
popularitas. Sedangkan untuk anak laki-laki, suara mulai menurun, kumis
mulai tumbuh. Anak laki-laki, yang melibatkan pematangan organ
reproduksi dan menyertainya karakteristik seksual sekunder. Dalam
perempuan, menstruasi pertama terjadi pada akhir masa pubertas. Pada
akhir pubertas, individu menjadi mampu reproduksi. Namun dalam proses
perkembangan biologis ada sebagaian remaja mengalami berbagai
hambatan ataupun kendala diantaranya:
a. Kekurangan hormon pertumbuhan sehingga dengan kurangnya jumlah
hormon pertumbuhan pada akhir masa kanak-kanak dan awal masa
puber menyebabkan anak menjadi lebih kecil dari rata-rata pada waktu
ia matang. Kekurangan hormon gonad atau kalau hormon gonad tidak
cukup banyak dikeluarkan atau dikeluarkan agak lambat untuk dapat
mengawasi hormon pertumbuhan, maka pertumbuhan anggota badan
berlangsung terlalu lama dan individu menjadi lebih besar dari rata-
rata. Kurangnya jumlah hormon gonad juga mempengaruhi
perkembangan normal organ-organ seks dan ciri-ciri seks sekunder
sehingga individu tetap kekanak-kanakan atau mengambil ciri-ciri
lawan jenis bergantung pada kapan terjadinya gangguan dalam siklus
perkembangan. Persediaan hormon gonad yang berlebihan juga
menyebabkan ketidak seimbangan dalam berfungsinya kelenjar
pituitary dan gonad menyebabkan produksi hormon gonad dalam
jumlah yang berlebihan pada usia sangat muda yakni masa puber
dialami lebih awal pada usia 5-6 tahun . ini dikenal sebagai masa puber
yang terlalu awal atau puberity precox. Meskipun anak tersebut matang
secara seksual dalam arti bahwa organ-organ seks sudah mulai
berfungsi, tetapi bentuknya masih kecil dan ciri-ciri seks sekunder
belum berkembang seperti anak yang matang pada usia yang normal.
(Elizabeth. B. Hurlock. 1991)

3. Masalah Psikologis
Masa remaja merupakan periode pematangan organ reproduksi manusia
dan terjadi perkembangan identitas pribadi, sistem nilai moral , etika,
perasaan harga diri dan pengembangan body image. Masa remaja terjadi
pertumbuhan dan perkembangan secara dramatis dalam siklus kehidupan.
Dampak psikologis yang dialami remaja terhadap perubahan bentuk tubuh
berpengaruh terhadap sikap yang dilakoni remaja (Elizabeth B. Hurlock,
1991). Perubahan psikologis remaja menyebabkan remaja disibukan
dengan tubuh mereka dan mengembangkan citra individual mengenai body
image (Jhon W. Santrok, 2002).
Menurut Elizabeth B. Hurlock (1991) Ada beberapa dampak psikologis
yang dialami remaja terhadap perubahan bentuk tubuh yang dialaminya
terhadap sikap yang dilakoninya yakni:
a. Penampilan, perubahan perubahan yang meningkatkan penarnpilan diri
seseorang akan diterima dengan senang hati dan mengarah sikap yang
menyenangkan. sedangkan perubahan- perubahan yang mengurangi
penampilan diri akan ditolak, dan segala cara akan diusahakan untuk
menutupinya.
b. Perilaku, kalau perubahan-perubahan perilaku seperti yang terjadi
selama masa puberitas dan usia lanjut, hal ini akan berpengaruh pada
sikap terhadap perubahan-perubahan yang kurang menyenangkan. Hal
sebaliknya terjadi kalau perubahan-perubahan yang menyenangkan,
misalnya ketidak berdayaan masa bayi berkembang secara bertahap
menuju kemandirian masa kanak-kanak.
DAFTAR PUSTAKA

Ali, 2010. Konsep dukungan keluarga. Jakarta: salemba medika

Elizabeth B Hurlock. 1980. Developmental Psychology. A life-span approach, fifth


edition. McGraw-Hill. Inc. pp. 206

https://promkes.kemkes.go.id/content/?p=1510

Masrun, Martono Martaniah, S.M. 2000. Studi Mengenai Kemandirian Pada


Penduduk di Tiga Suku (Jawa, Batak dan Bugis). Laporan Penelitian.
Yogyakarta: Kantor Menteri Negara dan Lingkungan Hidup Fakultas Psikologi
UGM.

Santrock John W.1983. Life-Span Development : 5 E. University of Texas At Dallas.


C. Brown Communication, Inc.) p. 7 11

Steinberg, L. (2002). Adolescence. Sixth edition. New York: McGraw-Hill.

The University of Pittsburgh. 2005 Resource Book.Child and Adolescent


Development. the Pennsylvania Child Welfare Training Program University of
Pittsburgh, School of Social Work 403 East Winding Hill Road Mechanicsburg

Yessica, Loretta Intan. (2008). Fenomena Kemandirian pada Anak Tunggal. skripsi
dipublikasikan. Semarang: Universitas Katolik Soegijapranata.

Angriani, Riska. 2016. Karakteristik Perkembangan Moral dan Spiritual Keagamaan


Remaja, (Online), (https://riskaangriani11.wordpress.com/2016/06/28/karakteristik-
perkembangan-moral-dan-keagamaan-remaja/), diakses 27 Oktober 2017

Baharuddin. 2009. Pendidikan dan Psikologi Perkembangan. Yogyakarta: Ar-Ruzz


Media.
Frandika, David. 2014. Karakteristik Perkembangan Moralitas dan Keagamaan
Remaja Serta Implikasinya Dalam Pendidikan, (Online).
(http://davidfrandika.blogspot.co.id/2014/03/karakteristik-perkembangan-
moralitas.html), diakses 21 Oktober 2017.

Yusuf, Syamsu. 2011. Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Rajawali Pers


Daftar Pustaka

Abu Ahmadi, 2007. Psikologi Sosial, Cetakan Ke-3/Edisi Revisi. Jakarta: Rineka
Cipta. Agoes Dariyo. 2004. Psikologi Perkembangan Remaja. Bogor: Ghalia
Indonesia.

Alex Sobur. 2011. Psikologi Umum: Dalam Lintasan Sejarah. Bandung: Pustaka
Setia.

Bimo Walgito. 1999. Psikologi Sosial (Suatu Pengantar). Yogyakarta: ANDI

Elizabeth B Hurlock. 1980. Developmental Psychology. A life-span approach, fifth edition.


McGraw-Hill. Inc. pp. 211

Neil J. Salkind. 2006 , Encyclopedia of human development. the United States of America. Sage
Publications, Inc. p. 28

Wong, D.L. (2003). Pedoman klinis keperawatan pediatrik. Alih bahasa: Monica Ester; editor edisi
bahasa Indonesia, Sari Kurnianingsih. Edisi 4. Jakarta: EGC. Hal. 199.

Anda mungkin juga menyukai