Fase remaja adalah masa transisi atau peralihan dari akhir masa kanak-kanak menuju masa
dewasa. Dengan demikian, pola pikir dan tingkah lakunya merupakan peralihan dari anak-anak
menjadi orang dewasa (Damaiyanti, 2008).Menurut Dorland (2011), “remaja atau adolescence
adalah periode di antara pubertas dan selesainya pertumbuhan fisik, secara kasar mulai dari usia
11 sampai 19 tahun”.
Menurut Sigmun Freud (1856-1939), dalam Sunaryo (2004:44) mengatakan bahwa fase
remaja yang berlangsung dari usia 12-13 tahun hingga 20 tahun.Masa remaja merupakan masa
pencarian jati diri seseorang dalam rentang masa kanak-kanak sampai masa dewasa. Pada masa
ini, pola pikir dan tingkah laku remaja sangat berbeda pada saat masih kanak-kanak. Hubungan
dengan kelompok (teman sebaya) lebih erat dibandingkan hubungan dengan orang tua.
1. Perkembanang Biologis
Perubahan fisik yang terjadi pada remaja terlihat pada saat masa pubertas yaitu meningkatnya
tinggi dan berat badan serta kematangan sosial. Diantara perubahan fisik itu, yang terbesar
pengaruhnya pada perkembangan jiwa remaja adalah pertumbuhan tubuh (badan menjadi
semakin panjang dan tinggi). Selanjutnya, mulai berfungsinya alat-alat reproduksi (ditandai
dengan haid pada wanita dan mimpi basah pada laki-laki) dan tanda-tanda seksual sekunder yang
tumbuh (Sarwono, 2006: 52).
Selanjutnya, Menurut Muss (dalam Sunarto & Agung Hartono, 2002: 79) menguraikan bahwa
perubahan fisik yang terjadi pada anak perempuan yaitu; perertumbuhan tulang-tulang, badan
menjadi tinggi, anggota-anggota badan menjadi panjang, tumbuh payudara.Tumbuh bulu yang
halus berwarna gelap di kemaluan, mencapai pertumbuhan ketinggian badan yang maksimum
setiap tahunnya, bulu kemaluan menjadi kriting, menstruasi atau haid, tumbuh bulu-bulu ketiak.
Potter & Perry (2005:535) juga mengatakan bahwa setelah pertumbuhan awal jaringan payudara,
puting dan areola ukurannya meningkat. Proses ini sebagian dikontrol oleh hereditas, mulai pada
paling muda usia 8 tahun dan mungkin tidak komplet dalam usia 10 tahun. Kadar estrogen yang
meningkat juga mulai mempengaruhi genital. Uterus mulai membesar dan terjadi peningkatan
lubrikasi vaginal, hal tersebut bisa terjadi secara spontan atau akibat perangsangan seksual.
Vagina memanjang, dan rambut pubis dan aksila mulai tumbuh.
Sedangkan pada anak laki-laki peubahan yang terjadi antara lain; pertumbuhan tulang-tulang,
tumbuh bulu kemaluan yang halus, lurus, dan berwarna gelap, awal perubahan suara, ejakulasi
(keluarnya air mani), bulu kemaluan menjadi keriting, pertumbuhan tinggi badan mencapai
tingkat maksimum setiap tahunnya, tumbuh rambut-rambut halus diwajaah (kumis, jenggot),
tumbuh bulu ketiak, akhir perubahan suara, rambut-rambut diwajah bertambah tebal dan gelap,
dan tumbuh bulu dada. Kadar testosteron yang meningkat sitandai dengan peningkatan ukuran
penis, testis, prostat dan vesikula seminalis.
Perry&Potter (2005:690) mengungkapkan bahwa empat fokus utama perubahan fisik adalah :
2. Perkembangan Kognitif
Menurut Piaget (dalam Santrock, 2002: 15) pemikiran operasional formal berlangsung antara
usia 11 sampai 15 tahun. Pemikiran operasional formal lebih abstrak, idealis, dan logis daripada
pemikiran operasional konkret. Piaget menekankan bahwa bahwa remaja terdorong untuk
memahami dunianya karena tindakan yang dilakukannya penyesuaian diri biologis. Secara lebih
lebih nyata mereka mengaitkan suatu gagasan dengan gagasan lain. Mereka bukan hanya
mengorganisasikan pengamatan dan pengalaman akan tetapi juga menyesuaikan cara berfikir
mereka untuk menyertakan gagasan baru karena informasi tambahan membuat pemahaman lebih
mendalam.
Menurut Piaget (dalam Santrock, 2003: 110) secara lebih nyata pemikiran opersional formal
bersifat lebih abstrak, idealistis dan logis. Remaja berpikir lebih abstrak dibandingkan dengan
anak-anak misalnya dapat menyelesaikan persamaan aljabar abstrak. Remaja juga lebih idealistis
dalam berpikir seperti memikirkan karakteristik ideal dari diri sendiri, orang lain dan dunia.
Remaja berfikir secara logis yang mulai berpikir seperti ilmuwan, menyusun berbagai rencana
untuk memecahkan masalah dan secara sistematis menguji cara pemecahan yang terpikirkan.
Dalam perkembangan kognitif, remaja tidak terlepas dari lingkungan sosial. Hal ini menekankan
pentingnya interaksi sosial dan budaya dalam perkembangan kognitif remaja
3. Perkembangan Bahasa
Perkembangan bahasa adalah meningkatnya kemampuan penguasaan alat berkomunikasi baik
alat komunikasi lisan, tulisan, maupun menggunakan tanda-tanda dan isyarat. Bahasa remaja
adalah bahasa yang telah berkembang, baik di lingkungan keluarga, masyarakat dan khususnya
lingkungan teman sebaya sedikit banyak lebih membentuk pola perkembangan bahasa remaja.
Pola bahasa remaja lebih diwarnai pola bahasa pergaulan yang berkembang di dalam kelompok
sebaya.
Pada umumnya remaja akhir lebih memantapkan diri pada bahasa asing tertentu, menggemari
literatur yang mengandung nilai-nilai filosofis, etnis dan religius. Penggunaan bahasa oleh
remaja lebih sempurna serta perbendaharaan kata lebih banyak. Kemampuan menggunakan
bahasa ilmiah mulai tumbuh dan mampu diajak berdialog seperti ilmuwan.
4. Perkembangan psiksosial
Erikson mengembangkan teori psikososial sebagai perkembangan dari teori psikoanalisis Freud. Erik
Erikson mengatakan bahwa tahap perkembangan individu selama hidupnya dipengaruhi oleh interaksi
sosial yang menjadikan individu menjadi matang secara fisik dan psikologis.
Menurut Erikson semakin berhasil individu mengatasi konflik, maka semakin sehat
perkembangan individu tersebut. Seperti pernyataannya, sebagai berikut :
a) Percaya versus tidak percaya (trush versus mistrush) adalah tahap psikososial Erikson yang
dialami dalam tahun pertaa kehidupan. Rasa percaya tumbuh dari adanya perasaan akan
kenyamanan fisik dan rendahnya rasa ketakutan serta kecemasan tentang masa depan.
b) Otonomi versus malu dan ragu-ragu (autonomy versus shame and doubt) adalah tahap
perkembangan yang terjadi pada akhir masa bayi dan “toddler” (usia 1-3 tahun).
c) Inisiatif versus rasa bersalah (initiative versus guilt) adalah tahap perkembangan yang
terjadi selama masa persekolahan.
d) Industri versus perasaan rendah diri (industry versus inferiority) adalah tahap
perkembangan yang tejadi kira-kira pada usia sekolah dasar.
e) Identitas versus kekacauan identitas (identity versus identity confusion) adalah tahap
perkembangan yang dialami individu selama masa remaja. Pada masa ini individu diharapkan
pada pertanyaan siapa mereka, mereka itu sebenarnya apa, dan kemana mereka menuju dalam
kehiupannya.
f) Intimasi versus isolasi (intimacy versus isolation) adalah tahap perkembangan yang
dialami individu selama masa dewasa awal. Pada masa ini individu menghadapi tugas
perkembangan untuk membentuk hubungan intim dengan orang lain.
g) Generativitas versus stagnasi (generativity versus stagnation) adalah tahap perkembangan
yang dialami individu pada masa dewasa tengah.
h) Integritas versus rasa putus asah (intregity versus despair) adalah tahap perkembangan
yang dialami individu pada masa dewasa akhir.
5. Perkembangan psikoseksual
Freud percaya kepribadian yang berkembang melalui serangkaian tahapan masa kanak-kanak di
mana mencari kesenangan-energi dari id menjadi fokus pada area sensitif seksual tertentu.
Energi psikoseksual, atau libido , digambarkan sebagai kekuatan pendorong di belakang
perilaku.
Menurut Sigmund Freud, kepribadian sebagian besar dibentuk oleh usia lima tahun. Awal
perkembangan berpengaruh besar dalam pembentukan kepribadian dan terus mempengaruhi
perilaku di kemudian hari.
6 . Perkembangan moral
Kohlberg (dalam Slavin, 2011) mendefinisikan penalaran moral sebagai penilaian nilai,
penilaian sosial, dan juga penilaian terhadap kewajiban yang mengikat individu dalam
melakukan suatu tindakan. Penalaran moral dapat dijadikan sebuah prediktor terhadap
dilakukannya tindakan tertentu pada situasi yang melibatkan moral. Kohlberg mengemukakan
bahwa penalaran moral adalah suatu pemikiran tentang masalah moral. Pemikiran tersebut
merupakan prinsip yang dipakai dalam menilai dan melakukan suatu tindakan dalam situasi
moral.
perkembangan seseorang ada 3 level yaitu pra konvensional, konvensional, dan pasca
konvensional. Konvensional berasal dari bahasa latin konvinire yang berarti menyesuaikan.
Pada level Pra Konvensional, seseorang menilai perihal yang baik dan buruk berdasarkan
faktor-faktor diluar dirinya, seperti hubungan sebab-akibat, ganjaran dan hukuman, serta yang
menyenangkan dan tidak menyenangkan. Level ini dibagi menjadi 2 tahap yaitu, orientasi
hukuman dan kepatuhan, orientasi minat pribadi.
Pada tahap pertama yakni orientasi hukuman dan kepatuhan, seseorang menilai baik buruknya
suatu perilaku berdasarkan rasa takut terhadap hukuman, misalnya, seorang anak merasa benar
apabila ia mematuhi perkataan orang tuanya dan merasa bersalah apabila melanggar perintah
orang tuanya, penalaran moral seperti itu, pertama-tama didasari oleh kesadaran, bahwa ia tidak
patuh ia akan mendapatkan hukuman yang menimbulkan rasa sakit dan perasaan tidak nyaman.
Disana tampak bahwa sikap egosentrisme sangat menonjol. Seseorang pertama-tama melakukan
kebaikan untuk menyelamatkan dirinya sendiri dari sakitnya hukuman, ia belum sampai pada
pemahaman, bahwa berbuat baik itu akan memberi manfaat positif dan juga bagi orang lain.
Pada tahap keduayaitu orientasi minat pribadi, prinsip job desc berlaku. Seseorang melakukan
perbuatan baik, pertama-tama, akan mengharap imbalan, ia sudah menyadari bahwa orang lain
juga punya kepentingan dan keinginan yang sama dengan dirinya, oleh karena itu perbuatan baik
dapat digunakan sebagai instrumen atau alat untuk mendapatkan keuntungan dari orang lain.
Sebagai contoh kita bisa melihat perilaku anak-anak kecil yang baru mau disuruh melakukan
sesuatu ketika diiming-imingi hadiah yang menarik. Jadi seseorang ditahap ini bisa saja kelihatan
sangat baik tapi sebenarnya maksud utama dari perbuatan baiknya itu adalah untuk mendapatkan
keuntungan pribadi.
Pada level Pasca Konvensional, hidup baik mulai dipandang sebagai tanggung jawab pribadi
atas dasar prinsip-prinsip yang dianut dalam batin. Disini seseorang mulai menyadari bahwa
hukum tidak dapat diterima secara mentah-mentah hukum bukanlah sesuatu yang harus ditaati
secara mutlak melainkan sesuatu yang terlebih dahulu harus melalui proses penilaian-penilaian
berdasarkan prinsip yang muncul didalam hati nurani. Level ini juga dibagi menjadi dua tahap
yaitu, kontrak sosial egalistis dan prinsip etika universal. Pada tahap kelima, yaitu kontrak sosial
egalistis segi hukum masih ditekankan namun, seseorang belum menyadari bahwa sesuatu
hukum tertentu bekum tentu bisa diterapkan dalam seluruh segi kehidupan manusia. Disini
orang mulai berpikir bahwa hukum itu dapat diubah dan disesuaikan dengan konteks atau situasi
yang ada sejauh dapat memberi suatu manfaat sosial atau demi kepentingan dan kesejahteraan
umum. Oleh karena itu, dapat diselenggarakan persetujuan demokratis kontrak sosial dan
konsensus bebas agar tercapai kesepakatan baru. Pada tahap keenam yaitu, orientasi pada prinsip
hati nurani yang berlaku universal, seseorang mulai menyadari bahwa didalam lubuk hatinya
sebenarnya terdapat prinsip-prinsip yang berlaku universal. Prinsip-prinsip yang berlaku
universal tersebut adalah prinsip-prinsip yang menjunjung tinggi nilai-nilai dan martabat
kemanusiaan, seperti prinsip keadilan, ketulusan dalam membantu orang lain, persamaan hak
manusia dan hormat nilai suatu kehidupan. Prinsip-prinsip iti bersifat universal karena dapat
diberlakukan di setiap situasi, tempat, saman dan segala aspek manusia. Seseorang yang berbeda
oad tahap ini, mengatur tingkah laku dan penilaian moralnya berdasarkan hati nurani pribadi
yang berlaku secara universal tersebut. Ia akan mengalami penyesalan yang mendalam ketika
melanggar prinsip-prinsip hati nurani tersebut. Hati nurani itu sendiri adalah suatu proses
kognitif yang menghasilkan perasaan dan pengaitan secara rasional berdasarkan pandangan
moral atau sistem nilai seseorang.