Anda di halaman 1dari 13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Remaja dalam Kesehatan Reproduksi

2.1.1 Defenisi Remaja

Remaja dalam ilmu psikologi diperkenalkan dengan istilah lain, seperti puberteit,
adolescence, dan youth. Remaja atau adolescence (Inggris), berasal dari bahasa latin
“adolescere” yang berarti tumbuh kearah kematangan. Kematangan yang dimaksud adalah
bukan kematangan fisik saja tetapi juga kematang sosial dan psikologi. (Kumalasari dan
Andhyantoro, 2013)

remaja pada umumnya didefenisikan sebagai orang-orang yang mengalami masa


peralihan dari masih kanak-kanak kemasa dewasa. Menurut WHO, remaja (adolescence)
adalah mereka yang berusia 10-19 tahun. Sementara dalam terminologi lain PBB
menyebutkan anak muda (youth) untuk mereka yang berusia 15-24 tahun. Ini kemudian
disatukan dalam sebuah terminologi kaum muda (young people) yang mencakup 10-24 tahun.

Masa remaja merupakan peralihan masa kanak-kanak menjadi dewasa yang


melibatkan perubahan berbagai aspek seperti biologis, psikologis, dan sosial-budaya. WHO
mendefinisikan remaja sebagai perkembangan dari saat timbulnya tanda seks sekunder
hingga tercapainya maturasi seksual dan reproduksi, suatu proses pencapaian mental dan
identitas dewasa, serta peralihan dari ketergantungan sosioekonomi menjadi mandiri. Secara
biologis, saat seorang anak mengalami pubertas dianggap sebagai indikator awal masa
remaja. Namun karena tidak adanya petanda biologis yang berarti untuk menandai
berakhirnya masa remaja, maka faktor-faktor sosial, seperti pernikahan, biasanya digunakan
sebagai petanda untuk memasuki masa dewasa. (IDAI, 2013)

Menurut WHO (badan PBB untuk kesehatan dunia) batasan usia remaja adalah 12 sa
mpai 24 tahun. Sedangkan dari segi program pelayanan, batasan usia remaja yang digunakan
oleh Depkes RI (2009) adalah remaja awal 12-16 tahun dan remaja akhir 17-25 tahun.
Menurut BKKBN (Direktorat Remaja dan Perlindungan Hak Reproduksi) batasan usia
remaja adalah 10 sampai 21 tahun. Menurut Hurlock (1980) batasan usia remaja ialah mereka
yang berada pada usia 12-18 tahun. Monks, dkk (2000) mengatakan batas usia remaja ialah
12-21 tahun. Adapun Stanley Hall (dalam Santrock, 2003) mengatakan batasan usia remaja
ialah usia 12-23 tahun. Berdasarkan dari pendapat ahli tersebut, masa remaja relatif sama.

Kesehatan reproduksi remaja adalah suatu kondisi sehat yang menyangkut sistem,
fungsi dan proses reproduksi yang dimiliki oleh remaja. Pengertian sehat disini tidak semata-
mata berarti bebas penyakit atau bebas dari kecacatan namun juga sehat secara mental serta
sosial kultural (Fauzi, 2008).
Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR) secara umum didefenisikan sebagai kondisi
sehat dari sistem, fungsi, dan proses alat reproduksi yang dimiliki oleh remaja, yaitu laki-laki
dan perempuan usia 10-24 tahun. (BKKBN-UNICEF, 2004)

Kesehatan Reproduksi (kespro) adalah Keadaan sejahtera fisik, mental dan sosial yan
g utuh dalam segala hal yang berkaitan dengan fungsi, peran & sistem reproduksi (Konferensi
International Kependudukan dan Pembangunan, 1994). Kesehatan Reproduksi Menurut
WHO adalah suatu keadaan fisik, mental dan sosial yang utuh, bukan hanya bebas dari
penyakit atau kecacatan dalam segala aspek yang berhubungan dengan sistem reproduksi,
fungsi serta prosesnya. Atau Suatu keadaan dimana manusia dapat menikmati kehidupan
seksualnya serta mampu menjalankan fungsi dan proses reproduksinya secara sehat dan aman
..
2.1.2 Perubahan Fisik dan Psikologi Remaja

Pada masa remaja terjadi proses perkembangan meliputi perubahan-perubahan yang


berhub-ungan dengan psikoseksual, dan juga terjadi perubahan dalam hubungan dengan
perkembangan orangtua dan cita-cita mereka, dimana pembentukan cita-cita merupakan
proses pembentukan orientasi masa depan (Hurlock, 1990). Yang dimaksud dengan
perkembangan adalah perubahan yang terjadi pada rentang kehidupan. Perubahan itu dapat
terjadi secara kuantitatif, misalnya pertambahan tinggi atau berat tubuh; dan kualitatif,
misalnya perubahan cara berpikir. Perkembangan dalam kehidupan manusia terjadi pada
aspek-aspek yang berbeda. Ada tiga aspek perkembangan, yaitu: perkembangan fisik,
perkembangan kognitif, dan perkembangan kepribadian dan sosial (Papalia dan Olds, 2001).

a. Perubahan Fisik Remaja


1. Adaptasi pada Ukuran Tubuh
Ukuran tubuh anak pubertas semakin tinggi. Bagi perempuan, tinggi badan terus
bertambah tiap tahun terutama menjelang masa haid. Sementara itu, bagi pubertas
pria, tinggi badan terjadi setahun awal pubertas dan akan mengalami penurunan ketika
usia 20-21 tahun. Penambahan berat bdan berupa lemak, tulang dan jaringan otot.
Penambahan berat badan paling banyak terjadi pada pubertas perempuan sesaaat
sebelum dan sesdudah haid. Adapun penambahan berat badan pubertas pria terjadi 1-2
tahun sebelum dan sesduah masa pubertas dan mencapai puncak perkembangan pada
usia 16 tahun.

2. Adaptasi pada Proporsi Tubuh


Perubahan proporsi badan terlihat kurus dan panjang, ukuran pinggang terlihat tinggi
karena kaki menjadi lebih pangjang dari badan, ukuran pinggul dan bahu melebar,
sebagai alibat kematangan organ seks. Bagi pubertas pria yang cepat matang akan
mempunyai pinggul yang lebih besar diketimbang yang lambat. Pada pubertas lambat
matang, pertumbuhan tungkai kaki lebih lamasehingga tungkai kaki lebih panjang dan
lebih ramping. Tungkai kaki dan lengan pada pubertas cepat matang terlihat lebih
pendek dan gemuk.
3. Adaptasi pada Perkembangan Ciri-Ciri Seks Primer
Perkembangan seks primer pada pria terlihat dari perkembangan gonad atau testis
yang terletak di scrotum (sac) dan akan matang di usia 14 tahun. Testis berkembang
penuh pada usia 20-21 tahun, seiring dengan semakin memanjang dan membesarnya
penis. Perkembangan ini menyebabkan pria mengalami ejakulasi (permache) dan
mimpi basah sebagai awal berfungsinya organ reproduksi, yang mana kondisi ini
menimbulkan rasa ketakutan. Sementara itu, perkembangan seks primer bagi wanita
terlihat dari bertambahnya berat uterus. Saat usia 11-12 tahun berat uterus berkisar 5,3
gr dan bertambah besar sekitar 43 gr di usia 16 tahun. Tanda awal mekanisme
reproduksi matang ialah datangnya haid pertama kali (menarche) yaitu serangkaian
pengeluaran daha, lendir dan jaringan sel yang hancur dari uterus dan seacra berkala
setiap 28 hari (Papalia, 2008).

4. Adaptsi pada Perkembangan Ciri-Ciri Seks Sekunder


Perkembangan seks sekunder merupakan tanda yang membedakan antara pria dan
perempuan. Perkembangan seks sekunder tidak berkaitan langsung dengan
reproduksi, tetapi mengarah pada ketertarikan pada lawan jenisnya. Beberapa pola
perkembangan seks sekunder ialah rambut-rambut halus pada area kemaluan,
bertambah banyak kelanjar lemak, keringat dan minyak, perubahan kulit yang terlihat
mnjadi kasar, tidak jernih, berwarna pucat dan pori-pori makin luas, perubahan pada
suara (pria maki serak, perempuan makin penuh dan merdu), terdapat benjolan-
benjolan kecil pada kelenjar susu dan ukuran pinggul pubertas laki-laki terlihat
semakin bertambah besar.

b. Perubahan Psikologi Remaja


1. Remaja Awal
sacara fisik remaja awal mengalami banyak perubahan, seperti semakin matangnya
fungsi organ dalam dan seks serta memiliki proporsi tubuh yang seimbang. Sementara
perkembangan psikologis remaja awal dimulai dari sikap penerimaan pda perubahan
kondisi fisik, mulai berkembangnya cara berpikir, menyadari perbedaan potensi
individual, bersikap over estimate, seperti meremehkan masalah, kemamuan orang
lain sehingga terkesan sombong, gegabah, kurang waspada, bertindak kanak-kanak,
namu kritis, sikap dan moralitas bersifat egosentris.

2. Remaja Tengah
Periode ini bentuk fisik remaja tengah semakin proporsional dan mirip dengan orang
dewasa yang diikuti dengan perkembangan IQ, psikis dan sosial. Kini dia ingin
mendapatkan status, bebas menentukan sikap, pendapat dan minat, ingin menolong
dan ditolong orang lain, belajar bertanggung jawab dan pola pergaulannya yang sudah
mengarah pada heteroseksual. Namun, di sisi lain dia terkadang bersikap apatis,
terutama bila dirinya ditentang atau sebaliknya timbul perilaku agresif jika
diperlakukan seperti anak- anak.
3. Remaja Akhir
disebut sebagai dewasa muda karena dia mulai meninggalkan kehidupan kanak-kanak
dan berlatih mandiri, terutama saat membuat keputusan. Dia mulai memiliki
kematangan emosi dan belajar mengendalikan emosi sehingga bia berpikir objektif
dan bersikap sesuai situasi dengan belajar menyesuaikan diri pada norma-norma.

2.2 Pengertian Keputihan

2.2.1 Defenisi Keputihan


Keputihan merupakan sekresi vaginal abnormal pada wanita. Keputihan yang
disebabkan infeksi biasanya disertai dengan rasa gatal di dalam vagina dan di sekitar bibir
vagina bagian luar. Jika di biarkan dan tidak ditangani sedini mungkin infeksi ini dapat
menjalar dan menimbulkan peradangan ke saluran kencing, sehingga menimbulkan rasa
pedih saat si penderita buang air kecil (Nenk,2009).

Keputihan dapat dibedakan dalam dua jenis, yaitu keputihan yang normal dan
keputihan yang abnormal. Keputihan normal dapat terjadi pada masa menjelang dan sesudah
menstruasi, pada sekitar fase sekresi antara hari ke 10-16 menstruasi dan juga melalui
rangsangan seksual. sedangkan keputihan abnormal dapat terjadi pada semua infeksi alat
kelamin (infeksi bibir kemaluan, liang senggama, mulut rahim, dan jaringan penyangga juga
penyakit karena hubungan kelamin) (Manuaba,2009).

2.2.2 Jenis Keputihan


Keputihan terbagi menjadi dua jenis yaitu yang bersifat fisiologis dan Patologis.

1. Keputihan Fisiologis
Jenis keputihan ini biasanya terjadi pada saat masa subur,serta saat sesudah dan
sebelum menstruasi. Biasanya saat kondisi-kondisi tersebut sering terdapat lendir yang
berlebih,itu adalah hal yang normal,dan biasanya tidak menyebabkan rasa gatal serta tidak
berbau.
Keputihan fisiologis atau juga banyak disebut keputihan normal memiliki ciri-ciri:
a. Cairan keputihannya encer
b. Cairan yang keluar berwarna krem atau bening
b. Cairan yang keluar tidak berbau
c. Tidak menyebabkan gatal
d. Jumlah cairan yang keluar terbilang sedikit

2. Keputihan Patologis
Keputihan jenis patologis disebut juga sebagai keputihan tidak normal.jenis keputihan
ini sudah termasuk jenis keputihan penyakit. Keputihan patologis dapat menyebabkan
berbagai efek dan hal ini akan sangat mengganggu bagi kesehatan wanita pada umumnya dan
khususnya kesehatan daerah kewanitaan.
Keputihan patologis memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a. Cairannya bersifat kental
b. Cairan yang keluar memiliki warna putih seperti susu,atau berwarna kuning atau
sampai kehijauan.
c. Keputihan patologis menyebabkan rasa gatal
d. Cairan yang keluar memiliki bau yang tidak sedap
e. Biasanya menyisakan bercak-bercak yang telihat pada celana dalam wanita
f. Jumlah cairan yang keluar sangat banyak

2.2.3 Gejala dan tanda Keputihan


Pada keputihan normal gejala dan tandanya sebagian besar berkaitan dengan siklus
menstruasi. Biasanya berupa cairan lengket berwarna putih kekuningan atau putih kelabu dari
saluran vagina. Cairan ini dapat encer ataupun kental dan biasanya pada keputihan yang
normal tidak disertai gatal serta akan menghilang dengan sendirinya.
Sedangkan pada keputihan abnormal gejala dan tandanya biasanya bisa bervariasi
dalam warna, berbau dan disertai keluhan seperti gatal, nyeri atau rasa terbakar disekitar
vagina. Infeksi ini dapat menjalar dan menimbulkan peradangan pada saluran kencing
(Sallika,2010).

2.2.4 Penyebab Keputihan


Adapun beberapa penyebab keputihan pada remaja antara lain:
1. Kurangnya Kesadaran
Remaja putri dengan segala kesibukannya bermain, belajar dan segala aktivitasnya,
biasanya sering menyepelekan hal yang penting. Banyak para remaja hanya menjaga
tampilan luar tanpa memperdulikan kesehatan organ dalam. Akibatnya, tidak sedikit para
remaja justru menderita keputihan. Bahkan berdasarkan survey yang pernah dilakukan,
hampir 40 persen remaja putri kurang peduli dengan organ kewanitaannya. Salah satu yang
sering terjadi adalah kurangnya kesadaran menjaga kebersihan organ kewanitaan.

2. Penggunaan Pakaian Dalam


Salah satu pemicu timbulnya keputihan di kalangan remaja adalah penggunaan
pakaian dalam yang ketat. Pakaian dalam yang ketat membuat sirkulasi udara tidak lancer
sehingga menyebabkan organ dalam kewanitaan menjadi lembab. Nah kondisi ini akan
memudahkan bakteri untuk tumbuh dan berkembang. Seperti yang diketahui, bakteri
merupakan pemicu timbulkan keputihan.

3. Pemilihan Pembalut
Pemilihan pembalut juga menjadi salah satu penyebab keputihan pada wanita. Seperti
yang diketahui, pembalut merupakan alat yang bersentuhan langsung dengan organ
kewanitaana saat haid. Oleh karena itu, dalam memilih pembalut haruslah yang benar-benar
kualitas bagus. Tidak asal menyerap tetapi juga memberikan efek yang baik untuk kesehatan.
4. Stress
Semua organ tubuh kinerjanya di pengaruhi dan dikontrol oleh otak, maka ketika
reseptor otak mengalami kondisi stress hal ini dapat menyebabkan terjadinya perubahan dan
keseimbangan hormon -hormon dalam tubuh dan hal ini dapat menimbulkan terjadinya
keputihan.

Penyakit keputihan juga dapat disebabkan karena jamur,bakteri,virus dan parasit:


a Candidasis
Candidiasis adalah penyebab paling umum pada gatal-gatal pada vagina. Jamur
menyerang sel pada saluran vagina dan sel-sel kulit vulva. Pada beberapa wanita, jamur
masuk ke lapisan sel yang lebih dalam dan beristirahat di sana sampai diaktifkan kembali
karena satu alasan. Sel-sel yang terinfeksi yidak terlalu parah gugur ke dalam vagina
sehingga menyebabkan keputihan. Candida masuk ke vagina dari infeksi jamur pada jalur
khusus tetapi mungkin menyebar oleh hubungan seks kelamin. Candida tumbuh lebih cepat
jika lingkungan mengandung glukosa dan lebih umum terjadi dalam kehamilan atau pada
wanita penderita diabetes. Namun tidak tertutup kemungkinan dapat terjadi pada wanita lain
(Llewellyn,2005).

b Trichomoniasis
Cairannya banyak, kental, berbuih seperti sabun, bau, gatal, vulva kemerahan, nyeri
bila ditekan atau perih saat buang air kecil (Nenk,2009). Infeksi vagina terjadi ketika
organisme hidup sangat kecil (disebut trichomonad) masuk ke dalam vagina, biasanya setelah
hubungan kelamin dengan pria yang terinfeksi. Trichomonas menginfeksi sekitar 1 dalam 10
wanita. Organism ini seukuran dengan sel darah putih dan mempunyai “bulu getar” serta
sebuah ekoryang sangat kuat. Pada kebanyakan wanita jamur ini hidup dalam saluran vagina
yang seperti beledu dan tidak mennimbbulkan gejala. Pada kebanyakan pria hidupnya dalam
saluran kencing di penis. Tetapi pada beberapa wanita karena sejumlahalasan yang tidak
diketahui, ini menyebabkan gatal-gatal di vagina dan vulva yang cukup parah
(Llewellyn,2005).

c Bacterial Vaginosis
Infeksi oleh Gardnerella yang berinteraksi dengan baksil anaerobic yang biasanya
terdapat di vagina. Keputihan itu encer, mempunyai bau amis yang tajam, dan berwarna abu-
abu kotor. Ini disebut “amine vaginosis” karena amine diproduksi dan menghasilkan bau
amis.

d Virus HPV (Human Papiloma Virus) dan Herpes Simpleks


Sering ditandai dengan kondiloma akumminato atau tumbuh seperti jengger ayam,
cairan berbau tanpa disertai rasa gatal.(Llewellyn,2005).

Biasanya keputihan dapat terjadi pada:


1. Wanita usia subur
2. Wanita yang sedang hamil
3. Wanita dengan berat badan yang berlebih
4. Wanita yang terkena penyakitkencing manis
5. Wanita yang mengidap penyakit kelainan kelamin
6. Para pengguna obat KB dan obat-obatan tertentu
7. Sering menggunakan celana dalam yg ketat
8. Sering memakai atau menggunakan obat pembilas vagina (kimia) (Nenk,2009).

2.2.5 Penanganan dan Pencegahannya


1. Keputihan dapat dicegah dengan:
a Selalu cuci daerah keperempuanan dengan air bersih setelah buang air, jangan hanya
menyekanya dengan tisu.
b Jaga daerah keperempuanan tetap kering
c Hindari betukar celana dalam dengan teman atau saudara
d Potonglah secara berkala bulu disekitar kemaluan (Sallika,2010).
e Dalam kasus keputihan, pencegahan bisa dilakukan dengan berbagai cara seperti
menggunakan alat pelindung (kondom), pemakaian obat atau cara profilaksis
(pemakaian obat antibiotika disertai dengan pengobatan terhadap jasad renik
penyebab penyakit), dan melakukan pemeriksaan dini (Nenk,2009).

2. Penanganan yang dapat dilakukan adalah:


a Melakukan pemeriksaan dengan alat tertentu untuk mendapatkan gambaran alat
kelamin yang lebih baik, seperti melakukan pemeriksaan kolposkopi yang berupa alat
optik untuk memperbesar gambaran leher rahim, liang senggama dan bibir kemaluan.
b Merencanakan pengobatan setelah melihat kelainan yang ditemukan.
c Beberapa cara dapat dilakukan, yaitu sebagai penawar saja, obat pemusnah atau
pemungkas, dan melakukan penghancuran lokal pada kutil leher rahim, liang
senggama, bibir kemaluan, atau melakukan pembedahan.
d Obat-obat penawar misalnya Betadine vaginal kit, Intima, Dettol, yang sekadar
membersihkan cairan keputihan dari liang senggama, tapi tidak membunuh kuman
penyebabnya. Selain itu dapat dilakukan penyinaran dengan radioaktif atau
penyuntikan sitostatika. Sedangkan obat pemusnah misalnya vaksinasi, tetrasiklin,
penisilin, thiamfenikol, doksisiklin, eritromisin,flukonazole,metronidazole,nystatin
dsb.Karena itu, lebih baik mencegah ketimbang mengobati (Nenk,2009).

Seringkali wanita merasa mampu mengenali sendiri bahwa sedang menderita


keputihan tanpa merasa perlu memeriksakan diri ke dokter untuk memperoleh pemeriksaan
secara lebih detail, namun langsung diobati sendiri dengan obat – obat keputihan yang dijual
bebas. Pada kasus ini, tindakan tersebut cukup berisiko, karena apabila kurang tepat dalam
pengenalan penyakitnya dapat menyebabkan kurang tepat pula obat yang dipilih, sehingga
selain efektivitas terapi tidak tercapai juga akan berisiko pada munculnya resistensi sehingga
jamur semakin kebal dengan obat.
2.3 Pengertian Pengetahuan dan Perilaku
2.3.1 Pengertian Perilaku

A. Defenisi Perilaku
Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktifitas organisme (makhluk hidup) yang
bersangkutan. Oleh sebab itu, dari sudut pandang biologis semua makhluk hidup mulai
tumbuh-tumbuhan, binatang sampai dengan manusia itu berperilaku, karena mereka
mempunyai aktifitas masing-masing. (Notoatmodjo, 2007)
Menurut Skiner (1938) seorang ahli psikologi, merumuskan respon atau reaksi
seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Oleh karena itu perilaku ini menjadi
terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme, dan kemudian organisme tersebut
merespons, maka teori Skiner ini disebut teori “S-O-R” atau stimulus organisme respons.
Skinner membedakan adanya dua respon. Dalam teori Skiner dibedakan adanya dua respon:
1. Respondent respons atau flexi, yakni respon yang ditimbulkan oleh rangsangan-
rangsangan (stimulus) tertentu. Stimulus semacam ini disebut eleciting stimulalation
karena menimbulkan respon-respon yang relatif tetap.
2. Operant respons atau instrumental respons, yakni respon yang timbul dan berkembang
kemudian diikuti oleh stimulus atau perangsang ini disebut reinforcing stimulation
atau reinforcer, karena mencakup respon.

Menurut Notoatmodjo (2007) dilihat dari bentuk respon stimulus ini maka perilaku dapat
dibedakan menjadi 2 yaitu:
1. Perilaku tertutup (covert behavior) Respon atau reaksi terhadap stimulus ini masih
terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan/kesadaran, dan sikap yang terjadi pada
orang yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas oleh
orang lain.
2. Perilaku terbuka (overt behavior) Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas
dalam atau praktik (practice) yang dengan mudah diamati atau dilihat orang lain.

B. Domain perilaku
Meskipun perilaku adalah bentuk respon atau reaksi terhadap stimulus atau
rangsangan dari luar organisme (orang), namun dalam memberikan respon sangat tergantung
pada karakteristik atau faktorfaktor lain dari orang yang bersangkutan. Faktor-faktor yang
membedakan respon terhadap stimulus yang berbeda yang disebut determinan perilaku.
Determinan perilaku ini dapat dibedakan menjadi dua, yakni:
1. Determinan atau faktor internal, yakni karakteristik orang yang bersangkutan, yang
bersifat given atau bawaan, misalnya tingkat kecerdasan, tingkat emosional, jenis
kelamin dan sebagainya.
2. Determinan atau faktor eksternal, yakni lingkungan, baik lingkungan fisik, sosial,
budaya, ekonomi, politik, dan sebagainya. Faktor lingkungan ini sering merupakan
faktor yang dominan yang mewarnai perilaku seseorang (Notoatmodjo, 2007, p. 139).
Benyamin Bloom (1908) yang dikutip Notoatmodjo (2007), membagi perilaku manusia
kedalam 3 domain ranah atau kawasan yakni: kognitif (cognitive), afektif (affective), dan
psikomotor (psychomotor). Dalam perkembangannya, teori ini dimodifikasi untuk
pengukuran hasil pendidikan kesehatan yakni: pengetahuan, sikap, dan praktik atau tindakan
(Notoatmodjo, 2007, p. 139)

C. Pengukuran perilaku
Pengukuran atau cara mengamati perilaku dapat dilakukan melalui dua cara, secara
langsung, yakni dengan pengamatan (obsevasi), yaitu mengamati tindakan dari subyek dalam
rangka memelihara kesehatannya. Sedangkan secara tidak langsung menggunakan metode
mengingat kembali (recall). Metode ini dilakukan melalui pertanyaanpertanyaan terhadap
subyek tentang apa yang telah dilakukan berhubungan dengan obyek tertentu (Notoatm 14

D. Faktor-Faktor yang mempengaruhi perilaku


Menurut Lawrence Green (1980) dalam Notoatmodjo (2003), perilaku diperilaku oleh 3
faktor utama, yaitu:
1. Faktor predisposisi (predisposing factors) Faktor-faktor ini mencakup pengetahuan
dan sikap masyarakat terhadap kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat
terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan,sistem nilai yang dianut
masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi, pekerjaan, dan sebagainya.

2. Faktor pendukung (enabling factors) Faktor-faktor ini mencakup ketersediaan sarana


dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat, misalnya: air bersih, tempat
pembuangan sampah, tempat pembuangan tinja, ketersediaan makanan bergizi, dsb.
Termasuk juga fasilitas pelayanan kesehatan seperti puskesmas, rumah sakit,
poliklinik, posyandu, polindes, pos obat desa, dokter atau bidan praktek swasta, dsb.
Termasuk juga dukungan sosial, baik dukungan suami maupun keluarga.

3. Faktor penguat (reinforcing factors) Faktor-faktor ini meliputi faktor sikap dan
perilaku tokoh masyarakat (toma), tokoh agama (toma), sikap dan perilaku pada
petugas kesehatan. Termasuk juga disini undang-undang peraturanperaturan baik dari
pusat maupun dari pemerintah daerah yang terkait dengan kesehatan.

E. Perilaku kesehatan
Menurut Notoatmodjo (2003), perilaku kesehatan adalah sesuatu respon (organisme) terhadap
stimulus atau obyek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan,
makanan dan minuman, serta lingkungan. Dari batasan ini, perilaku pemeliharaan kesehatan
ini terjadi dari 3 aspek:
1. Perilaku pencegahan penyakit, dan penyembuhan penyakit bila sakit, serta pemulihan
kesehatan bilamana telah senbuh dari sakit.
2. Perilaku peningkatan kesehatan, apabila seseorang dalam keadaan sehat.
3. Perilaku gizi (makanan) dan minuman.
2.3.2 Pengertian Pengetahuan (Knowledge)

A. Defenisi Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukun
penginderaan terhadap suatu obyek tertentu, pengetahuan terjadi melalui panca indra
manusia, yakni: indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar
pengetahuan diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2007. P.143)
Proses yang didasari oleh pengetahuan kesadaran dan sikap positif, maka perilaku tersebut
akan bersifat langgeng. Sebaliknya apabila perilaku tersebut tidak didasari oleh pengetahuan
dan kesadaran maka tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran maka tidak akan
berlangsung lama (Notoatmodjo,2003, p.121)

B. Tingkat pengetahuan
Pengetahuan mempunyai 6 tingkatan sebagai berikut:
1. Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk
kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang
spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab
itu “tahu” ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk
mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang terjadi antara lain menyebutkan, menguraikan,
mengidenfikasi menyatakan dan sebagainya.

2. Memahami (Comprehention)
Memahami artinya sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang obyek
yang diketahui, dan dapat menginterprestasikan benar tentang obyek yang diketahui, dan
dapat menginterprestasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap
obyek atau materi terus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan,
meramalkan dan sebagainya terhadap suatu obyek yang dipelajari.

3. Aplikasi (Application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada
situasi ataupun kondisi real (sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau
penggunaan 20 hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau
situasi yang lain.

4. Analisis (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau komponen-komponen,
tetapi masih didalam struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain.
Kemampuan analisis dapat dilihat dari pengguna kata kerja, seperti dapat menggambarkan,
membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.

5. Sintesis (Syntesis)
Sintesis menunjukkan pada suatu kemampuan untuk meletakkan bagian-bagian didalam suatu
bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis itu suatu kemampuan untuk
menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. Misalnya dapat menyusun,
dapat meringkas, dapat merencanakan dapat menyesuaikan dan sebagainya terhadap suatu
teori atau rumusanrumusan yang telah ada.

6. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian
terhadap suatu materi atau obyek. Penilaian-penilaian ini didasarkan pada suatu kriteria yang
ditemukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada. (Notoatmodjo, 2007)

C. Cara mengukur pengetahuan


Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan memberikan seperangkat alat
tes/kuesioner tentang obyek pengetahuan yang mau diukur. Selanjutnya dilakukan penilaian
dimana setiap jawaban yang benar dari masing-masing pertanyaan diberi nilai 1 jika salah
diberi nilai 0 (Notoatmodjo, 2003) Selanjutnya pengetahuan seseorang dapat diketahui dan
diinterprestasikan dengan skala yang bersifat kualitatif, yaitu :
a. Baik : hasil presentasi 76%-100%
b. Cukup : hasil presentasi 56-75%
c. Hasil presentasi : hasil presentasi > 56%
(A. Wawan dan dewi M, 2010)

D. Proses adaptasi perilaku


Dari pengalaman dan penelitian, terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan
akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Penelitian
Rogers (1974) yang dikutip Notoatmodjo (2007: 121) mengungkapkan bahwa sebelum orang
mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), yakni:
a. Awareness (kesadaran), Subjek tersebut menyadari dalam arti mengetahui stimulus
(objek) terlebih dahulu
b. Interest (tertarik), Dimana subjek mulai tertarik terhadap stimulus yang sudah
diketahui dan dipahami terlebih dahulu
c. Evaluation, Menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus yang sudah dilakukan
serta pengaruh terhadap dirinya
d. Trial, Dimana subjek mulai mencoba untuk melakukan perilaku baru yang sudah
diketahui dan dipahami terlebih dahulu
e. Adaption, Dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,
kesadaran dan sikap terhadap stimulus

E. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan


Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan menurut Notoatmodjo (2003) adalah:
1) Faktor internal
a. Umur
Umur merupakan variabel yang selalu diperhatikan dalam penelitian-penelitian epidemiologi
yang merupakan salah satu hal yang mempengaruhi pengetahuan. Umur adalah lamanya
hidup seseorang dalam tahun yang dihitung sejak dilahirkan. Semakin tinggi umur seseorang,
maka semakin bertambah pula ilmu atau pengetahuan yang dimiliki karena pengetahuan
seseorang diperoleh dari pengalaman sendiri maupun pengalaman yang diperoleh dari orang
lain.
b. Pendidikan
Pendidikan merupakan proses menumbuh kembangkan seluruh kemampuan dan perilaku
manusia melalui pengetahuan, sehingga dalam pendidikan perlu dipertimbangkan umur
(proses perkembangan klien) dan hubungan dengan proses belajar. Tingkat pendidikan juga
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang atau lebih mudah
menerima ide-ide dan teknologi. Pendidikan meliputi peranan penting dalam menentukan
kualitas manusia dianggap akan memperoleh pengetahuan implikasinya. Semakin tinggi
pendidikan, hidup manusia akan membuahkan pengetahuan yang baik yang menjadikan
hidup yang berkualitas.
c. Pekerjaan
Bekerja pada umumnya merupakan kegiatan yang menyita waktu. Bekerja bagi ibu-ibu akan
mempunyai pengaruh terhadap kehidupan keluarga.

2) Faktor Eksternal
a. Faktor lingkungan
Lingkungan merupakan seluruh kondisi yang ada disekitar manusia dan pengaruhnya yang
dapat mempengaruhi perkembangan dan perilaku orang atau kelompok.
b. Sosial budaya
Sistem sosial budaya yang ada pada masyarakat dapat mempengaruhi dari sikap dalam
menerima informasi.

F. Cara memperoleh pengetahuan


1. Cara tradisional
a. Cara coba salah (Trial dan Error) Cara coba-coba ini dilakukan dengan menggunakan
kemungkinan dalam memecahkan masalah, dan apabila kemungkinan tidak berhasil,
dicoba kemungkinan yang lain.
b. Cara kekuasaan atau otoritas Prinsip ini adalah orang lain menerima pendapat yang
dikemukakan oleh orang yang mempunyai otoritas, tanpa terlebih dahulu menguji
atau membuktikan kebenarannya, baik berdasarkan fakta empiris ataupun berdasarkan
penalaran sendiri.
c. Pengalaman pribadi Hal ini dilakukan dengan cara mengulang kembali pengalaman
yang diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi pada masa yang lalu.
d. Melalui jalan pikiran Dalam memperoleh kebenaran pengetahuan manusia telah
menggunakan jalan pikirannya, baik melalui induksi maupun deduksi.

2. Cara modern
Cara baru dalam memperoleh pengetahuan pada dewasa ini lebih sistematis, logis, dan
ilmiah. Cara ini disebut metode penelitian ilmiah, atau metodelogi penelitian (Notoatmodjo,
2007)
2.4. Kerangka Teori

Faktor Eksogen:
1. Lingkungan
2. Pendidikan Perilaku
3. Sosial Ekonomi Baik
4. Agama
5. Kebudayaan
Pengetahuan Perilaku Keputihan
Kesehatan (Fluor Albus)

Faktor Endogen:
1. Bakteri
2. Jamur Perilaku
3. Parasit Kurang
4. Virus

Gambar 2.1 Kerangka Teori.

2.5. Kerangka Konsep

Berdasarkan kerangka teori, maka kerangka konsep penelitian dapat di gambarkan


dalam bentuk kerangka konsep penelitian sebagai berikut:

Perilaku Pencegahan
Tingkat Pengetahuan Keputihan Patologi pada
tentang Keputihan Remaja Perempuan

: Variabel terikat

: Variabel bebas

Gambar 2.2 Kerangka Konsep


2.6. Hipotesis

Ha : Ada hubungan antara tingkat pengetahuan tentang keputihan dengan perilaku


pencegahan keputihan pada remaja perempuan di SMA Methodist Pancur Batu.

Anda mungkin juga menyukai