Anda di halaman 1dari 8

Perkembangan Fisik ,Kognitif dan Sosioemosi Pada Masa Remaja

1. Definisi Remaja
Sebelum abad kedua puluh, tidak ada konsep masa remaja dan anak-anak dalam
budaya barat memasuki masa dewasa. Individu matang secara fisik atau ketika
mulai bekerja magang maka dapat disebut dewasa. Dapat diketahui bahwa masa
remaja merupakan kontruksi sosial (Papalia, Olds, & Feldman, 2008). Akan tetapi,
ahli psikologi tetap mendefinisikan masa remaja.
Gagasan mengenai remaja mulai direkonstruksi sejak Hall menerbitkan gagasannya.
Sejak itu hingga saat ini para ahli mulai menyampaikan gagasan mengenai remaja.
Hurlock adalah salah satunya. Hurlock (1980) mengungkapkan remaja sebagai
periode peralihan serta menjabarkan arti remaja sebagai tumbuh atau tumbuh
menjadi dewasa. Lebih lanjut, Hurlock(1980) menjelaskan bahwa masa peralihan
bukan berarti terputus karena pengalaman sebelumnya akan membekas dan akan
terbawa ke tahap berikutnya.
Masa remaja merupakan masa penting. Akar pemikiran Hurlock adalah pemikiran
Piaget. Piaget (dalam Hurlock, 1980) mengungkapkan bahwa masa remaja adalah
usia dimana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa. Usia menjadi tolak
ukur dalam definisi yang diungkapkan Piaget walaupun sesungguhnya remaja
memiliki arti luas yang mencangkup kematangan mental, emosional, sosial, dan fisik
(Piaget dalam Hurlock, 1980).
Pemikiran Hurlock mengenai pentingnya masa remaja sejalan dengan Erickson
(dalam Feist & Feist, 2010a) yang menyatakan remaja merupakan salah satu tahap
yang penting karena individu harus sudah mendapatkan identitas ego yang tetap
pada akhir periode ini. Menurut Erickson (dalam Feist & Feist, 2010a), faktor yang
berperan dalam periode ini adalah pubertas. Pubertas diartikan sebagai kematangan
genital (Feist & Feist, 2010a; Papalia, Olds, & Feldman, 2008). Pemikiran remaja
terkait pubertas juga disampaikan oleh Papalia, Olds, dan Feldman (2008). Papalia,
Olds, dan Feldman (2008) mengungkapkan bahwa pubertas adalah awal masa
remaja secara umum.
Remaja didefinisikan sebagai perjalanan dari anak-anak menuju dewasa. Masa
remaja adalah waktu meningkatnya perbedaan diantara anak muda mayoritas yang
diarahkan untuk mengisi masa dewasa dan menjadikannya produktif serta minoritas
yang akan berhadapan dengan masalah besar (Offer & Schonrt-Reichl dalam
Papalia, Olds, & Feldman, 2008). Semua pemikiran tersebut bermula dari pemikiran
bahwa remaja merupakan masa pergolakan yang dipenuhi oleh konflik dan
perubahan suasana hati (Hall dalam Santrock, 2007).
Istilah yang sering digunakan Hall (dalam Santrock 2007a) adalah badai dan stress.
Menurut pandangan ini, berbagai pemikiran, perasaan, dan tindakan remaja
berubah-ubah antara kesombongan dan kerendahan hati, niat yang baik dan
godaan, kebahagiaan dan kesedihan. Pemikiran Hall sangat dipengaruhi oleh
Charles Darwin, pencetus teori evolusi (Santrock, 2007a). Santrock memiliki
pemikiran serupa dengan Hurlock. Santrock (2007a) mengartikan remaja sebagai
masa perkembangan transisi antara masa anak-anak dan masa dewasa yang
mencangkup perubahan biologis, kognitif, sosial dan emosional. Berdasarkan
paparan definisi remaja, remaja diartikan sebagai tahapan penting untuk
mendapatkan identitas ego melalui masa peralihan perkembangan dari masa anak-
anak menuju dewasa yang ditandai dengan pubertas yaitu kematangan genital.

2. Periodisasi Masa Remaja

Masa remaja dapat dibagi dalam 2 periode yaitu:


1) Periode Masa Puber usia 12-14 tahun.
Masa Pra Pubertas: peralihan dari akhir masa kanak-kanak ke masa awal
pubertas.
Ciri – cirinya:
 Anak tidak suka diperlakukan seperti anak kecil lagi.
 Anak mulai bersikap kritis dan merindu puja.

2) Masa Pubertas usia 14-16 tahun: masa remaja awal.


Ciri – cirinya:
 a. Mulai cemas dan bingung tentang perubahan fisiknya.
 b. suka meyembunyikan isi hatinya.
 c. Memperhatikan penampilan.
 d. Sikapnya tidak menentu/plin-plan
 e. Suka berkelompok dengan teman sebaya dan senasib
 f. Perbedaan sikap pemuda dengan sikap gadis
3) Masa Akhir Pubertas usia 17-18 tahun: peralihan dari masa pubertas ke
masa adolesen.
Ciri – cirinya:
 Pertumbuhan fisik sudah mulai matang tetapi kedewasaan
psikologisnya belum tercapai sepenuhnya.
 Proses kedewasaan jasmaniah pada remaja putri lebih awal dari
remaja pria.
.
3. Aspek – Aspek Perkembangan Masa Remaja

1) Perkembangan dan pertumbuhan fisik pada masa remaja


Perubahan-perubahan fisik merupakan gejala primer dalam
pertumbuhan remaja, yang berdampak terhadap perubahan-
perubahan psikologis. Pada mulanya, tanda-tanda perubahan fisik dari
masa remaja terjadi dalam konteks pubertas.Baik anak laki-laki
ataupun perempuan mengalami pertumbuhan yang cepat, yang di
sebut “growuth spurt” (percepatan pertumbuhan), di mana terjadi
perubahan dan percepatan pertumbuhan di seluruh bagian dan
dimensi badan.
Berikut ini akan dijelaskan beberapa perkembangan fisik berdasarkan
pendapat Elizabeth B.Hurock bahwa yang terjadi selama masa remaja
tersebut:
a) Perubahan eksternal
 Tinggi badan Rata – rata anak perempuan mencapai tinggi
yang matang antara usis 17 tahun dan 18 tahun dan rata –
rata anak laki – laki kira – kira setahun sesudahnya. Anak
yang pada masa bayi diberi imunisasi biasanya lebih tinggi
dari usia ke usia, dibandingkan dengan bayi yang tidak diberi
imunisasi, yangkarena itu lebih banyak menderita sakit
sehingga cenderung memperlambat pertumbuhan.
 Berat badan Perubahan berat badan mengikuti jadwal yang
sama dengan perubahan tinggi. Tetapi berat badan
sekarang tersebar ke bagian – bagian tubuh yang tadinya
hanya mengandung sedikit lemak atau tidak mengandung
lemak sama sekali.
 Proporsi tubuh Berbagai anggota tubuh lambat laun
mencapai perbandingan tubuh yang baik. Misalnya, badan
melebar dan memanjang sehingga anggota badan tidak lagi
kelihatan terlalu pangjang.
 Organ seks Baik organ seks pria maupun organ seks wanita,
mencapai ukuran yang matang pada akhir masa remaja,
tetapi fungsinya belum matang sampai beberapa tahun
kemudian.
 Ciri – ciri seks sekunder Ciri – ciri seks sekunder yang utama
berada pada tingkat perkembangan yang matang pada akhir
masa remaja.
b) Perubahan Internal
 Sistem pencernaan Perut menjadi lebih panjang dan tidak
lagi terlampau berbentuk pipa, usus bertambah panjang dan
bertambah besar, otot – otot diperut dan dinding – dinding
usus menjadi lebih tebal dan lebih kuat, hati bertambah berat
dan kerongkongan bertambah panjang.
 Sistem peredaran darah Jantung tumbuh pesat selama
masa remaja, pada usia 17 tahun atau 18 tahun beratnya 12
kali berat pada waktu lahir. Panjang dan tebal dinding
pembuluh darah meningkat dan mencapai tingkat
kematangan bilamana jantung sudah matang.
 Sistem pernafasan Kapasitas paru – paru anak perempuan
hampir matang pada usia 17 tahun, anak laki – laki
mencapai tingkat kematangan beberapa tahun kemudian.
 Sistem endokrin Kegiatan gonad yang meningkat pada masa
puber menyebabkan ketidakseimbangan sementara dari
seluruh sistem endokrin pada awal masa puber. Kelenjar –
kelenjar seks berkembang pesat dan berfungsi, meskipun
belum mencapai ukuran matang sampai akhir masa remaja
atau awal masa dewasa.
 Jaringan tubuh Perkembangan kerangka berhenti rata – rata
pada usia delapan belas. Jaringan, selain tulang, terus
berkembang sampai tulang mencapai ukuran matang,
khususnya bagi perkembangan jaringan otot.

4. Batas Usia dan Proses Remaja


Masa remaja dalam sebuah paradigma dijelaskan sebagai perjalanan panjang
masa anak-anak menuju masa dewasa. Masa remaja dimulai pada usia 11 atau 12
tahun sampai masa remaja akhir yaitu awal usia 20-an dan masa tersebut
membawa perubahan besar saling bertautan pada semua ranah perkembangan
(Papalia, Olds, & Feldman, 2008). Hurlock (1980) membagi dua masa remaja yaitu
remaja awal dan akhir. Usia sekitar 17 tahun rata-rata individu mulai memasuki
sekolah menengah atas disebut dengan masa remaja awal.
Awal masa remaja berlangsung kira-kira dari 13 tahun sampai 16 atau 17 tahun.
Individu berusia 16 atau 17 tahun sampai 18 tahun dikatakan sebagai remaja akhir
yaitu usia matang secara hukum (Hurlock, 1980). Dapat diketahui bahwa masa
remaja menurut Hurlock dialami individu ketika berusia 13 hingga 18 tahun.
Pendapat Hurlock berbeda dengan Hall (dalam Santrock, 2007a) yang menyatakan
usia remaja berkisar antara 12 hingga 23 tahun. Meskipun rentang usia dari remaja
bervariasi terkait dengan lingkungan dan budaya, Santrock (2007a) mengungkapkan
masa remaja dimulai sekitar usia 10 hingga 13 tahun dan berakhir sekitar usia 18
hingga 22 tahun.
Pendapat Santrock mengenai rentang usia masa remaja merupakan yang paling
panjang diantara lainnya yaitu 13 tahun, dimulai sejak usia 10 hingga 22 tahun,
sedangkan pendapat Hurlock adalah rentang yang paling pendek yaitu 6 tahun,
dimulai sejak 13 hingga 18 tahun. Pendapat Hall memiliki perbedaan 1 tahun yang
lebih pendek dari Santrock yaitu 12 tahun, yang dimulai dari 10 hingga 22 tahun.
Pendapat ini berbeda 2 tahun dari Papalia dan Olds yang menyatakan masa remaja
dimulai dari usia 11 dan berakhir pada usia 20-an.
Papalia, Olds dan Feldman (2008) tidak menjelaskan lebih spesifik mengenai batas
usia 20-an Walaupun berbeda dalam rentang usia, namun penjelasan umum
mengenai proses masa remaja hampir sama. Proses perkembangan remaja
mencangkup proses biologis, kognitif, sosial dan emosional (Santrock, 2007a).
Proses biologis melibatkan perubahan fisik dalam tubuh individu (Santrock, 2007a).
Proses ini umumnya dilihat dari kematangan seksual sebagai kemampuan untuk
mereproduksi yang disebut pubertas (Papalia, Olds, & Feldman, 2008).
Individu dapat dikatakan pubertas apabila telah mengalami mimpi basah bagi laki-
laki dan menstruasi bagi perempuan. Pubertas merupakan bagian dari perubahan
hormonal. Selain itu, perubahan fisik lainnya yang mencerminkan perubahan
biologis adalah perubahan dalam keterampilan motorik, tinggi dan berat tubuh, gen-
gen yang diwariskan orangtua serta perkembangan otak (Santrock, 2007a).
Perkembangan otak tidak hanya meliputi perkembangan fisik otak, menyertakan
juga perkembangan kemampuan otak atau yang dapat disebut perkembangan
kognitif. Proses perkembangan kognitif melibatkan perubahan pemikiran dan
intelegensi individu (Santrock, 2007a). Masa remaja merupakan masa dengan level
perkembangan kognitif tertinggi yaitu operasional formal (Papalia, Olds, & Feldman,
2008). Individu ditahap operasional formal mengintegrasikan hal yang dipelajari
dengan tantangan di masa mendatang dan membuat rencana untuk masa depan.
Pemikiran pada tahap ini memiliki flesibilitas yang tidak ada di tahap sebelumnya.
Mengingat sebuah puisi, memecahkan soal matematika, membayangkan masa
depan merupakan contoh kehidupan remaja yang melibatkan proses kognitif. Proses
ini memiliki implikasi emosional (Santrock, 2007a; Papalia, Olds, & Feldman, 2008).
Proses perkembangan emosional remaja tidak terlepas dari sosial sehingga proses
ini umumnya dikenal dengan proses sosio-emosional. Perubahan dalam emosi,
kepribadian, relasi dengan orang lain dan konteks sosial merupakan komponen yang
terlibat dalam proses sosioemosional.
Perubahan emosi pada masa remaja memiliki pola yang sama dengan masa
anakanak. Akan tetapi, remaja tidak mengungkapkan amarah dengan cara gerakan
amarah yang meledak-ledak melainkan dengan menggerutu, tidak bicara, atau
dengan suara keras mengkritik orang yang menyebabkan amarah. Selain itu,
rangsangan yang membangkitkan emosi dan drajat emosi remaja berbeda dengan
anak-anak (Hurlock, 1980). Individu dikatakan matang secara emosi apabila pada
akhir masa remaja emosi yang dimiliki tidak meledak di hadapan orang lain
melainkan menunggu saat dan tempat yang lebih tepat untuk mengungkapkan
emosi dengan cara-cara yang lebih dapat diterima (Hurlock, 1980).
Proses kematangan emosi ini dapat terlihat dari menanggapi perkataan orang tua,
agresi terhadap teman sebaya, dan kegembiraan dalam pertemuan sosial (Santrock,
2007a). Kematangan emosi individu dapat dicapai dengan pembelajaran
memperoleh gambaran tentang situasi yang dapat menimbulkan reaksi emosional.
Cara yang dapat dilakukan diantaranya membicarakan berbagai masalah pribadi
dengan orang lain. Keterbukaan perasaan dan masalah pribadi dipengaruhi
sebagian oleh tingkat kesukaannya terhadap teman dan rasa aman dalam hubungan
sosial (Hurlock, 1980). Tingkat kesukaan dan rasa aman dalam hubungan sosial
merupakan konformitas pada standar tertentu yang dapat terjadi dari konteks sosial
dan sejarah hidup remaja. Konteks sosial dan sejarah hidup merupakan salah satu
sumber identitas remaja.
5. Perkembangan Identitas Diri Remaja Remaja
merupakan masa pencarian identitas, yaitu masa menentukan siapakah dirinya, apa
keunikannya, dan apa tujuan hidupnya (Santrock, 2007a). Erikson (dalam Papalia,
Olds, & Feldman, 2008) mendefinisikan pencarian identitas sebagai konsepsi
tentang diri, penentuan tujuan, nilai dan keyakinan yang diperteguh oleh orang lain.
Ini merupakan fokus atau tugas pada masa remaja (Papalia, Olds, & Feldman,
2008). Pencapaian akhir pencarian identitas adalah identitas remaja. Akan tetapi,
tidak semua remaja mendapatkan identitas diri dari puncak krisis antara identitas
dan kebingungan identitas di masa remaja. Eksplorasi identitas merupakan bagian
dari masa pembentukan identitas. Dalam eksplorasi indentitas, remaja mengalami
psychosocial moratorium (Santrock, 2007a). Psycosocial moratorium merupakan
kesenjangan antara rasa aman masa anak-anak dengan otonomi pada masa
dewasa. Selain itu, dalam proses eksplorasi identitas, remaja sering bereksperimen
dengan berbagai peran (Santrock, 2007a).
Eksplorasi peran remaja dapat dilakukan (Santrock, 2007a) dengan menjadi ketua,
sekretaris, maupun anggota dalam kelompok remaja, seperti organisasi siswa intra
sekolah (OSIS). Ekstrakurikuler yang ada di sekolah seperti basket, KSPAN
(Kelompok Siswa Peduli AIDS dan Narkoba), KIR (Kelompok Ilmiah Remaja), dan
PMR (Palang Merah Remaja) juga merupakan wadah bagi remaja untuk melakukan
eksplorasi peran. Selain itu, kelompok teman sebaya di luar sekolah juga
memberikan kesempatan bagi remaja untuk melakukan eksplorasi peran. Peran
yang diambil oleh remaja dalam kelompok memberikan tanggungjawab kepada
remaja. Kecenderungan remaja untuk membuat keputusan memilih peran yang
dijalani merupakan unsur dalam pembentukan identitas (Purwadi, 2004). Eksplorasi
peran lebih dari satu kelompok remaja dapat menimbulkan konflik peran berupa
pengaturan waktu, tanggung jawab dan lainnya. Remaja yang berhasil mengatasi
dan menerima peran-peran yang saling berkonflik satu sama lain, dapat
beridentifikasi dengan sebuah penghayatan mengenai diri yang baru, menyegarkan
dan dapat diterima. Remaja yang tidak berhasil mengatasi krisis identitas akan
menderita kebingungan sehingga dapat menarik diri, mengisolasi diri dari kawan-
kawan dan keluarga atau sebaliknya meleburkan diri dalam dunia teman sebaya dan
kehilangan identitasnya sendiri dalam kelompok (Santrock, 2007a).
James Marcia (dalam Santrock, 2007) berpendapat bahwa perkembangan identitas
yang dikemukakan Erikson terdiri dari empat status identitas atau cara yang
ditempuh dalam penyelesaian krisis identitas yaitu :
 Identity diffusion yang merujuk pada kondisi remaja yang belum pernah
mengalami krisis (belum pernah mengeksplorasi berbagai alternatif yang
bermakna) ataupun membuat komitmen apapun. Remaja ini tidak hanya tidak
membuat keputusan yang menyangkut pilihan pekerjaan atau ideologi, juga
cenderung kurang berminat terhadap hal-hal semacam ini.
 Identity foreclosure yang merujuk pada kondisi remaja yang telah membuat
komitmen namun tidak pernah mengalami krisis identitas. Status ini sering
kali terjadi jika orang tua meneruskan komitmen pada remaja, umumnya
secara otoriter. Dengan demikian, remaja dengan status identitas ini belum
memiliki kesempatan untuk mengeksplorasi berbagai pendekatan, ideologis
dan pekerjaan sendiri.
 Identity moratorium yang merujuk pada kondisi remaja yang berada pada
pertengahan krisis namun belum memiliki komitmen yang jelas terhadap
identitas tertentu.
 Identity achievement merujuk pada kondisi remaja yang telah mengatasi krisis
identitas dan membuat komitmen.
Empat identitas remaja tersebut sesuai dengan teori Erikson dan diklarifikasikan
sesuai dengan krisis dan komitmen oleh Marcia.
Krisis didefinisikan sebagai suatu periode perkembangan individu berusaha
melakukan eksplorasi terhadap berbagai alternatif yang bermakna. Komitmen
diartikan sebagai investasi pribadi mengenai hal-hal yang hendak individu lakukan
(Santrock, 2007a). Komitmen dalam usia remaja dapat membentuk kehidupan
remaja beberapa tahun kemudian (Papalia, Olds, & Feldman, 2008). Tingkat remaja
dapat memegang teguh komitmennya memengaruhi kemampuan individu
memecahkan krisis identitas. Semakin tinggi kemampuan remaja memegang teguh
komitmennya membuat individu semakin mampu memecahkan krisis identitas.
Sebaliknya, individu akan semakin sulit memecahkan krisis identitas apabila kurang
mampu memegang teguh komitmennya. Remaja yang berhasil mengatasi krisis
identitas dengan memuaskan akan mengembangkan moral berupa kesetiaan
dengan mempertahankan loyalitas, keyakinan atau emosi (Papalia, Olds, &
Feldman, 2008). Keberhasilan mengatasi krisis identitas juga membuat individu
memiliki keyakinan sesuai dengan prinsip dirinya sehingga memiliki kemampuan
untuk memutuskan secara bebas mengenai perilaku dirinya. Keputusan melakukan
perilaku bertujuan agar diakui dan diterima oleh kelompok dan orang dewasa (Feist
& Feist, 2010a).

6. Steriotip, Masalah dan Pandangan Positif Remaja


Remaja digambarkan sebagai sosok yang abnormal dan menyimpang bukan
sebaliknya (Santrock, 2007a). Gambaran tersebut merupakan sebuah generalisasi
kesan keyakinan kita mengenai berbagai kategori yang luas terhadap manusia yang
disebut stereotip. Semua stereotip mengandung sebuah gambaran anggota
kelompok tertentu. Salah satu contoh stereotip masa remaja adalah masa remaja
merupakan masa-masa pemberontakan karena melibatkan perubahan emosional,
perilaku tidak peduli dan penolakan alienasi nilai orang dewasa (Papalia, Olds, &
Feldman, 2008).
Faktanya, penelitian sekolah di seluruh dunia menyatakan hanya satu dari
lima remaja yang memenuhi kriteria pemberontakan (Offer & Schonert-Reichl dalam
Papalia, Olds, & Feldman, 2008). Pemberontakan dalam arti sebenarnya saat ini
tampat tidak umum di masyarakat khususnya di kalangan anak muda kelas
menengah yang bersekolah. Hanya 15% - 25% keluarga dengan anak remaja yang
melaporkan konflik dan masalah sebelum mencapai masa remaja (Papalia, Olds, &
Feldman, 2008). Walaupun permasalahan remaja seperti penyalahgunaan obat-
obatan, alkohol, kenakalan, kehamilan tidak direncanakan, bunuh diri, dan gangguan
makan masih (Santrock, 2002) menjadi tantangan remaja.
Tantangan remaja semakin berkembang menjadi komplek dibandingkan
remaja sebelumnya meliputi tuntutan, harapan, serta risiko dan godaan-godaan
(Santrock, 2002). Tantangan tersebut meninbulkan stereotip remaja yang stress dan
terganggu. Sebuah analisis terbaru pada liputan televisi lokal menemukan bahwa
hampir setengah persen dari topik-topik yang paling sering dilaporkan mengenai
anak muda adalah topik-topik seputar kejahatan yang dilakukan remaja dan
kecelakaan yang dialami (Gilliam & Bales dalam Santrock, 2007a).
Faktanya, banyak remaja memperlihatkan prestasi sebagai tanda
keberhasilan melalui tahapan dari anak-anak menuju dewasa. Fakta mengenai
prestasi positif remaja seperti berpartisipasi dalam layanan komunitas disangkal oleh
orang dewasa. Orang dewasa mengatakan bahwa remaja yang berprestasi tersebut
merupakan pengecualian (Santrock, 2002; Santrock, 2007a). Pada dasarnya
steriotip remaja tersebut merupakan pandangan yang berlebihan (Santrock, 2007a).
Pandangan yang lebih positif muncul pada abad terakhir ini. Remaja
dipandang sebagai sebuah periode yang penuh masalah namun mayoritas remaja
tidak terganggu dan bermasalah (Santrock, 2007a). Permasalahan pada masa
remaja dapat memunculkan sisi positif berdasarkan pengalaman individu. Sisi positif
atas pengalaman lebih menekankan pada. harapan, rasa optimis, sifat positif
individu, kreativitas, kelompok positif dan nilai-nilai kewarganegaraan.

Anda mungkin juga menyukai