Anda di halaman 1dari 16

PENYAKIT INFEKSI MENULAR SEKSUAL

IKA OKTAVIANI, MKM

Kelompok 2

Disusun Oleh:

1. Putri habibah (1915201009)


2. Reka nurahayu (1915201022 )

PROGRAM STUDI SI KEBIDANAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH TANGERANG
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan kenikmatan
kepada penulis khususnya umumnya untuk kita semua, karena berkat hidayah dan inayah-Nya
penulis bisa menyelesaikan makalah ini, shalawat beserta salam marilah kita curahkan kepada
junjungan kita yakni nabi Muhammad SAW.

Penulis ucapkan terima kasih kepada Dosen yang telah membimbing penulis di
dalam penyusunan makalah ini, . Makalah ini dibuat sedemikian rupa agar pembaca dapat
dengan mudah mempelajari dan memahami tentang “Trikomoniasis, Kandidiasis vaginalis “
secara lebih lanjut.

namun penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna, oleh karena itu saran dan
kritik yang membangun penulis harapkan demi perbaikan dan kebaikan.

Semoga makalah ini menjadi khazanah keilmuan khususnya bagi penulis umumnya bagi kita
semua juga menjadi asbab hidayah ke seluruh alam dan semoga kita senantiasa diberikan
keistiqamahan di dalam beribadah dan diberikan hidayah supaya kita bisa melaksanakan ibadah
haji. Amin
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang 4
B. Rumusan Masalah 6
C. Tujuan 6

BAB II PEMBAHASAN 7

A. Trikomoniasis 7
B. Kandidiasis vaginalis 9

BAB III PENUTUP 15

A. Kesimpulan 15

DAFTAR PUSTAKA 16
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

infeksi saluran reproduksi (ISR) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius
tetapi tersembunyi. ISR pada perempuan biasanya lebih serius dan sulit didiagnosis karena
umumnya tidak menunjukkan gejala (asimtomatik). Dampak dari ISR mulai dari kemandulan,
kehamilan ektopik (di luar kandungan), nyeri kronis pada panggul, keguguran, meningkatkan
risiko tertular HIV, hingga kematian. ISR juga menjadi beban tersembunyi bagi perempuan
karena adanya rasa bersalah atau malu untuk mencari pengobatan (Fauzi dan Lucianawati, 2001).
Angka prevalensi ISR dari berbagai penelitian di Indonesia pada kelompok perilaku risiko
rendah antara tahun 1999–2000 cukup tinggi berkisar antara 0–57% dari seluruh ISR yang
diteliti. Salah satu ISR adalah kandidiasis vaginalis. Angka prevalensi kandidiasis pada
kelompok perempuan perilaku risiko tinggi adalah 11,2–28,9%, angka tersebut justru lebih
rendah dari kelompok perempuan perilaku risiko rendah (Qomariyah dkk., 2001). Sjarifuddin,
dkk. (1995) melaporkan frekuensi kandidiasis vaginalis yang cukup tinggi pada tahun 1987
sebesar 40%, dan terus mengalami peningkatan menjadi 60% pada tahun 1991 dan menjadi 65%
pada tahun 1995. Penelitian yang dilakukan oleh Kandera dan Surya (1993) tentang hubungan
antara pemakaian alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR) dengan infeksi genitalia melaporkan
bahwa di antara wanita yang mengalami keputihan sebanyak 98,4% positif terhadap adanya
bakteri. Pada tahun 1997, penelitian yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan dan Population
Council di Jakarta Utara melaporkan angka prevalensi kandidiasis vaginalis sekitar 22% di
antara wanita pengunjung klinik KB (Djajadilaga, 1998).

Kandidiasis vaginalis merupakan infeksi vagina yang disebabkan oleh Candida sp.
terutama C. albicans. Infeksi Candida terjadi karena perubahan kondisi vagina. Sel ragi akan
berkompetisi dengan flora normal sehingga terjadikandidiasis. Hal-hal yang mempermudah
pertumbuhan ragi adalah penggunaan antibiotik yang berspektrum luas, penggunaan kontrasepsi,
kadar estrogen yang tinggi, kehamilan, diabetes yang tidak terkontrol, pemakaian pakaian ketat,
pasangan seksual baru dan frekuensi seksual yang tinggi (Wahid dkk., 1999).
Trikomoniasis adalah salah satu tipe dari vaginitis terutama sebagai Penyakit Menular
Seksual (PMS). Juga pernah dilaporkan bahwa penyakit ini dapat pula ditularkan melalui
transmisi lain, misalnya melalui pakaian kotor. Orentasi Penyebab Trikomoniasis adalah
Trichomonas vaginalis, yaitu suatu parasit protozoa. Dalam daur hidupnya tidak ada bentuk
kista, sehingga transmisi dalam stadium trophozoit. Penderita yang terinfeksi banyak yang
menimbulkan gejala.
Rumusan masalah

1. Bagaimana penyebab terjadinya trikomoniasis dan vaginalis ?


2. Bagaimana gejala terjadinya trikomoniasis ?
3. Bagaimana pencegahan trikomoniasis dan vaginalis
4. Adakah perbedaan antara trikomoniasis dengan vaginalis ?
5. Bagaimana pengobatan vaginalis ?

Tujuan

1) Menurunkan angka trikomoniasis dan vaginalis


2) Untuk mengetahui penyebab trikomoniasis dan vaginalis
3) Mengetahui tingkat pencegahan vaginalis dan trikomoniasis
4) Membuktikan perbedaan tingkat gejala antara trikomoniasis dengan vaginalis
BAB II

PEMBAHASAN

A. Trikomoniasis
1. Definisi

Trikomoniasis adalah salah satu tipe dari vaginitis terutama sebagai Penyakit Menular
Seksual (PMS). Juga pernah dilaporkan bahwa penyakit ini dapat pula ditularkan melalui
transmisi lain, misalnya melalui pakaian kotor. Orentasi Penyebab vaginalis, yaitu suatu
parasit protozoa. Dalam daur hidupnya tidak ada bentuk kista, sehingga transmisi dalam
stadium trophozoit. Penderita yang terinfeksi banyak yang menimbulkan gejala.
Trikomoniasis menyebabkan terganggunya aktifitas sehari- hari karena ketidaknyamanan
yang ditimbulkannya, sehingga infeksi ini tidak daoat diabaikan ( Scorviani,2011).

Trikomoniasis menginfeksi sekitar 1-10 wanita, terkadang selama bertahun-tahun mereka


aktif secara seksual. Pada kebanyakan wanita jamur ini hidup dalam saluran vagina yang
seperti beledu dan tidak menimbulkan gejala. Pada kebanyakan pria, jamur hidup dalan
saluran kencing di penis. Tetapi pada beberapa perempuan, karena sejumlah alasan yang
tidak diketahui, ini menyebabkan gatal-gatal vagina dan vulva yang cukup parah
(Jones,2010).

Kebanyakan penularan penyakit trikomoniasis melalui hubungan seksual. Seorang laki-


laki yang terinfeksi parasit ini tidak merasakan adanya gejala apapun dan tidak memiliki
keluhan. Laki-laki yang terinfeksi akan menjadi sumber infeksi bagi wanita yang
berhubungan seksual dengannya. Oleha karena itu, trikomoniasis juga tergolong sebagai
penyakit menular seksual (Bahri,2005).

2. Penyebab

Trikomoniasis merupakan penyakit infeksi protozoa yang disebabkan trichomo


vaginalis, biasanya ditularkan melalui hubungan seksual dan sering menyerang traktusuro
genitalis bagian bawah baik pada perempuan maupun pria. Dari berbagai penelitian di
Indonesia yang dilakukan pada tahun 1987-1997 pada perempuan beresiko rendah, dijumpai
kasus trikomoniasis sebesar 1,6-7,3% (Prawirihardjo,2009).
3. Gejala

Parasit trichomonas vaginalis juga menjadi salah satu penyebab timbulnya keputihan
patologis pada wanita. Cairan keputihan yang keluar berwarna kuning atau kehijauan, sangat
kental, berbuih, dan memeliki bau yang tidak sedap. Vagina terasa sakit jika ditekan, tampak
merah, sering kali terasa nyeri ketika buang air kecil. Kebanyakan penularan penyakit
trikomoniasis melalui hubungan seksual. Seorang laki-laki yang terinfeksi parasit ini tidak
merasakan adanya gejala apapun dan tidak memiliki keluhan. Laki-laki yang terinfeksi akan
menjadi sumber infeksi bagi wanita yang berhubungan seksual dengannya. Oleha karena itu,
trikomoniasis juga tergolong sebagai penyakit menular seksual (Bahri,2005).

adanya gejala yang ditimbulkan. Trikomoniasis dapat menyebabkan rasa sakit saat
berhubungan intim akibat peradangan atau infeksi pada vulva dan vagina (vulvo vaginits)
dan radang pada uretra (urethritis) (Krieger, 1999).

Gejala yang timbul pada wanita antara lain pengeluaran sekret tubuh berwarna kuning
kehijauan dan berbau tidak sedap, menimbulkan iritasi atau rasa gatal, nyeri pada genital dan
nyeri saat berkemih (disuria). Selain itu, dapat terjadi pendarahan abnormal setelah
berhubungan seksual atau nyeri perut bagian bawah. Apabila terjadi uretritis maka gejala
yang timbul adalah disuria dan frekuensi berkemih akan meningkat. Pada pemeriksaan epitel
vulva dan vagina mukosa akan berwarna kemerahan dengan bintik lesi berwarna merah atau
disebut sebagai strawberry vaginitis atau colpitis macularis. Trikomoniasis pada laki-laki
yang simptomatik akan mengalami iritasi penis, pengeluaran cairan atau rasa terbakar setelah
berkemih atau Jah selama 10 hari akan tet ejekulasi. Masa inkubasi adalah selama 10 hari
akan tetapi dapat juga antara 4 - 28 hari. Fase akut penyakit dapat terjadi dari beberapa
minggu sampai bulan (Adriyani,2006).

4. Pencegahan

diagnosis dan pencegahan penyakit trikomoniasis dengan benar yaitu pemakaian


kondom, tidak saling meminjam alat pribadi seperti handuk karena parasit ini dapat hidup di
luar tubuh manusia selama 45 menit, membersihkan diri segera setelah berenang di tempat
pemandian umum. Pencegahan primer dan sekunder trikomoniasis termasuk dalam
pencegahan penyakit menular seksual. Pencegahan primer adalah untuk mencegah terinfeksi
trikomoniasis dan pengamalan perilaku berhubungan seksual yang aman dan selamat.
Pencegahan tahap sekunder adalah memberi terapi dan rehabilitasi untuk individu yang
terinfeksi dan mencegah terjadi transmisi kepada orang lain (CDC, 2007). Secara medis
penanganan PMS meliputi penegakan diagnosis yang tepat, pengobatan yang efektif,
konseling yang baik s yang tepat, pengobatan y dan penanganan terhadap pasangan penderita
yang berobat (Daili, 2002).

Trikomoniasis disebabkan oleh parasit T. vaginalis, faktor yang dapat menyebabkan


trikomoniasis antara lain berhubungaan seks tanpa menggunakan kondom, berganti-ganti
pasangan, kontak seksual dengan orang yang terinfeksi, dan adanya riwayat infeksi menular
seksual. Trikomoniasis tidak dipengaruhi hubungan seks oral, seks anal, ciuman atau berbagi
alat makan (Krieger, 1997). Apabila terinfeksi T. vaginalis maka akan lebih mudah bagi
perempuan untuk terinfeksi HIV(WHO, 2007).

5. Komplikasi

infeksi oleh Trichomonas vaginalis juga dapat menyebabkan kelahiran prematur, penyakit
radang panggul pada perempuan, dan infertilitas pada perempuan maupun laki–laki.

B. Kandidiasis vaginalis
1. Definisi

Kandidiasis vaginalis adalah infeksi yang disebabkan oleh jamur, yang terjadi di sekitar
vagina. Umumnya menyerang orang-orang yang imun tubuhnya lemah. Kandidiasis dapat
menyerang wanita di segala usia, terutama pada usia pubertas, keparahannya berbeda antara
satu wanita dengan wanita yang lain dan dari waktu ke waktu pada wanita yang sama (Daili
S, 2009). Kandidiasis vaginalis merupakan jamur pada dinding vagina yang disebabkan oleh
genus candida albicans dan ragi (yeast) lain dari genus candida. Penyebab tersering
kandidiasis vaginalis adalah candida albicans yaitu sekitar 85-90%. Sisanya disebabkan oleh
spesies non albicans, yakni candida glabrata (Torulopsis Glabarata). Thin (1983) menyatakan
penyebab kandidiasis vagina 81% oleh candida albicans, 16% oleh torulopsis glabarata,
sedang 3% lainnya disebabkan oleh Candida tropicalis, Candida pseudotropicalis, Candida
krusei dan Candida stellatoidea (Saydam, 2012).

2. Penyebab

Faktor utama penyebab kandidiasis vagina adalah masalah kebersihan (personal


hygiene). Infeksi jamur ini dapat disebabkan oleh air kotor yang digunakan untuk
membersihkan vagina. Di samping itu, pakaian dalam yang kotor atau tidak diganti secara
teratur juga dapat meningkatkan kerentanan terhadap infeksi. Pakaian dalam ketat atau
berbahan nilon dapat menyebabkan vagina menjadi lembap sehingga menyediakan
lingkungan yang ideal bagi pertumbuhan jamur (Daili, 2009; Idriatmi, 2012).

Faktor Penjamu

Keadaan-keadaan yang dapat memengaruhi terjadinya kandidiasis vaginalis adalah


umur, kehamilan, kelainan imunologik, diabetes melitus, penggunaan kontrasepsi oral,
penggunaan antibiotik, higienitas vaginadan penggunaan hormon estroge (Qomrariah, 2001).

a. Umur

Umur merupakan salah satu faktor predisposisi dari infeksi menular. Status imunologis
atau daya tahan tubuh pada umur yang muda masih cukup baik, sedangkan bertambahnya
umur maka daya tahan tubuh akan semakin berkurang. Keadaan ini memudahkan terjadinya
infeksi kandidiasis. Infeksi jamur dapat menyerang seluruh lapisan masyarakat tetapi dapat
dijumpai pada mereka yang berada pada masa aktif hubungan seksual (16-40 tahun) sehingga
merupakan potensi untuk terjadinya penularan penyakit menular seksual (Daili,2009;
Qomrariah, 2012). Dalam penelitian menunjukkan dari karakteristik responden yang diteliti
bahwa proporsi responden positif kandidiasis berusia 36-55 tahun lebih besar (52,2%) dari
usia antara 16-35 tahun (47,8%) (Maryunani, 2009).

b. Kehamilan

Pada masa kehamilan, terutama pada trimester ketiga, terjadi peningkatan kolonisasi
jamur candida di vagina yang menimbulkan gejala simptomatik kandidiasis vaginalis.
Peningkatan kadar hormon estrogen yang terjadi pada kehamilan menyebabkan kadar
glikogen di vagina meningkat yang mana merupakan sumber karbon yang baik untuk
pertumbuhan candida. Sedangkan pada keadaan Diabetes melitus terjadi kenaikan kadar
glukosa dalam darah dan urine. Gangguan metabolisme karbohidrat dan perubahan proses
glycogenolysis yang menyebabkan kadar glikogen pada epitel vagina meninggi sehingga
pertumbuhan candida juga akan meningkat (Maryunani, 2009).

c. Kelainan Imunologik

Faktor kelainan imunologik pada pejamu, respon imun pada jamur belum jelas benar.
Penyakit jamur sering ditemukan pada host imunokompromais atau bila flora komersal
normal mati akibat pemberian antibiotik spektrum luas yang lama. Sel utama yang berperan
pada imunitas non spesifik terhadap jamur diduga netrofil. Diduga netrofil melepaskan bahan
fungisidal seperti oksigen reaktif dan enzim lisosom yang membunuh jamur. Makrofag juga
berperan dalam respon imun terhadap infeksi jamur. Dalam sistem humoral, pada kandidiasis
vagina terjadi elisitasi respon sistemik (lgM dan IgG) dan lokal (S–IgA). Belum jelas
diketahui fungsi protein antibodi vaginal pada kandidiasis vaginalis, hanya saja pada
beberapa penelitian dijumpai titer antibodi yang rendah pada penderita kandidiasis vaginalis.
Peningkatan kadar IgE pada serum dan vagina pernah didapatkan pada beberapa wanita
dengan kandidiasis vaginalis berulang. Walaupun total IgE adalah normal (Saydam,2012).
Pada sistem fagositik, walaupun polimorfonuklear leukosit dan monosit memegang peranan
penting dalam membatasi infeksi kandida sistemik dan invasi ke jaringan, namun sel-sel
fagositik karakteristik tidak Kadar gula di dalam darah dan urine yang meningkat akan
merangsang pertumbuhan Candida albicans. Wanita diabetes sangat peka terhadap keputihan
karena gula di dalam darahnya terlalu tinggi. Jumlah glikogen yang disekresi oleh dinding
vagina meningkat sehingga bakteri normal tidak dapat melaksanakan tugasnya. Gula dalam
air kemih juga tertimbun pada vulva sehingga menyediakan nutrisi yang diperlukan untuk
pertumbuhan jamur. Dalam penelitian menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna
antara diabetes mellitus dengan kejadian kandidiasis8. Wanita penderita diabetes mellitus
kemungkinan dapat berisiko terinfeksi Candida albicans. Infeksi Candida albicans
dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain faktor eksternal dan faktor internal. Faktor
eksternal meliputi cuaca panas dan tingkat kelembaban sehingga menyebabkan banyak
keringat. Faktor internal yaitu kehamilan dan diabetes mellitus (Hutapea, 2011; Saydam,
2012).
Penggunaan Kontrasepsi Oral

Keadaan lain yang dapat memengaruhi terjadinya kandidiasis vaginalis adalah


penggunaan hormon steroid terutama kontrasepsi oral atau kortikosteroid. Kortikosteroid
merupakan suatu bahan yang bersifat imunosupresif. Pada pemakaian kortikosteroid jangka
waktu panjang akan mengakibatkan pertumbuhan candida yang tidak terkendalikan. Menurut
Sugiman T (2000), bahwa pada pemakai suatu kontrasepsi lebih sering didapatkan
pertumbuhan candida daripada bukan pemakai kontrasepsi. Pada penggunaan oral
kontrasepsi maupun AKDR/IUD terjadi peningkatan pembawa (carrier) jamur candida di
vagina. Beberapa penelitian menunjukkan pada penggunaan kontrasepsi oral tinggi estrogen
terjadi peningkatan kolonisasi candida di vagina. Adanya peningkatan kadar hormon
estrogen menyebabkan epitel vagina menebal dan permukaan dilapisi oleh glikoprotein
sehingga jamur candida dapat tumbuh subur. Namun beberapa peneliti lain menemukan pada
wanita yang menggunakan kontrasepsi oral tidak terjadi peningkatan kandidiasis vaginalis
(Saydam,2012).

Penggunaan Antibiotik

Terlalu banyak mengkonsumsi antibiotik akan membunuh bakteri-bakteri yang menjaga


keasaman vagina. Jika bakteri penghasil asam ini mati maka kondisi vagina akan menurun
sehingga menyebabkan infeksi jamur Candida albicans. Kebiasaan mengkonsumsi
antibiotika > 5 tahun meningkatkan risiko kejadian kandidiasis sebesar 4 kali dibandingkan
dengan yang tidak mengkonsumsi. Pemberian antibiotika terutama yang mempunyai khasiat
luas dengan dosis tinggi dan waktu lama, agaknya menyuburkan Candida albicans yang
semula telah hidup di dalam tubuh sebagai saprofit bahkan mengubah sifatnya menjadi
pathogen (Daili, 2009; Saydam,2012).

Higienitas Vagina

Higienitas vagina adalah upaya seseorang dalam memelihara kebersihan dan kesehatan
dirinya untuk memperoleh kesejahteraan fisik dan psikologis. Pemenuhan higienitas vagina
diperlukan untuk kenyamanan individu, keamanan, dan kesehatan. Salah satu jenis higienitas
vagina diantaranya adalah perawatan genitalia. Tujuan perawatan genitalia ini adalah untuk
mencegah terjadinya infeksi, mempertahankan kebersihan genitalia, meningkatkan
kenyamanan

3. Gejala

Keluhan yang paling menonjol pada penderita kandidiasis vagina adalah rasa gatal pada
vagina yang disertai dengan keluarnya duh tubuh vagina (fluor albus). Kadang-kadang juga
dijumpai adanya iritasi, rasa terbakar dan dispareunia. Pada keadaan akut duh tubuh vagina
encer sedangkan para yang kronis lebih kental. Duh tubuh vagina dapat berwarna putih atau
kuning, tidak berbau atau sedikit berbau asam, menggumpal seperti “Cottage Cheese” atau
berbutir-butir seperti kepala susu.

Pada pemeriksaan dijumpai gambaran klinis yang bervariasi dari bentuk eksematoid
dengan hiperemi ringan sehingga ekskoriasi dan ulserasi pada labia minora, introitus vagina
sampai dinding vagina terutama sepertiga bagian bawah. Pada keadaan kronis dinding vagina
dapat atrofi, iritasi dan luka yang menyebabkan dispareunia. Gambaran yang khas adalah
adanya pseudomembran berupa bercak putih kekuningan pada permukaan vulva atau dinding
vagina yang disebut “vaginal trush”. Bercak putih tersebut terdiri dari gumpalan jamur,
jaringan nekrosis dan sel epitel. Pada pemeriksaan kolposkopi tampak adanya dilatasi dan
meningkatnya pembuluh darah pada dinding vagina atau serviks sebagai tanda peradangan
(Sugiman, 2000).

4. Pencegahan

Untuk mencegah terjadinya Kandidiasis vaginalis maka wanita harus selalu menjaga
kebersihan alat kelamin luar. Upaya ini sangat penting dalam mencegah timbulnya keputihan
dan juga mencegah Penyakit Menular Seksual (PMS). Seperti diketahui kulit daerah alat
kelamin dan sekitarnya harus diusahakan agar tetap bersih dan kering, karena kulit yang
lembab/basah dapat menimbulkan iritasi dan memudahkan tumbuhnya jamur dan kuman
penyakit. Jangan terlalu sering melakukan douche (mencuci/membilas vagina) dengan
larutan antiseptik karena akan menghilangkan cairan vagina yang normal dan dapat
mematikan bakteri alamiah didalam vagina2. Pencegahan infeksi ini dapat dimulai dengan
merawat diri sendiri, waktu istirahat yang cukup, menghindari stres serta mengkonsumsi
makanan yang sehat. Jika memiliki penyakit tertentu seperti diabetes, agar tetap terkontrol di
bawah pengawasan dokter jamur (Daili, 2009; Idriatmi, 2012).

Kebiasaan melakukan seks bebas dapat memicu timbulnya Kandidiasisis sehingga


upaya pencegahan infeksi lebih dititikberatkan pada perilaku manusia, hanya berhubungan
seks dengan suami atau istri yang sah merupakan salah satu alternatif pencegahan infeksi ini.
Pada ibu rumah tangga sebaiknya selalu memeriksakan diri secara periodik guna mengetahui
infeksi secara dini dan segera melakukan pengobatan apabila ada gejala dan tanda infeksi.
Dengan demikian diharapkan dapat mengurangi penyebaran infeksi ini jamur (Tjampakasari,
2006; Daili, 2009; Idriatmi, 2012).

5. Komplikasi

Dampak infeksi kandidiasis pada kesehatan harus menjadi perhatian karena sangat
merugikan perempuan seperti timbulnya rasa gatal yang menimbulkan lecet dan hubungan
seks yang tidak nyaman. Selain itu kandidiasis juga dapat memfasilitasi infeksi HIV

6. Pengobatan

Beberapa faktor yang memegang peranan cukup penting untuk berhasilnya suatu
pengobatan kandidiasis berulang adalah kebersihan pribadi penderita, mencari dan
memberantas sumber infeksi penyebab terjadinya infeksi berulang dan infeksi baru
kandidiasis vaginalis. Diduga yang menjadi sumber infeksi kandidiasis vaginalis adalah tinja
yang mengandung candida, kulit lipat paha dan genitalia pasangan seksual yang mengandung
candida, kuku dan kotoran di bawah kuku yang mengandung candida dan air yang
terkontaminasi candida.
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

T.vaginalis merupakan salah satu penyakit menular seksual yang menyerang perempuan
maupun laki-laki dan memudahkan penularan infeksi HIV. Beberapa pemeriksaan telah
dikembangkan untuk membantu diagnosis trikomoniasis, dengan kelebihan dan
keterbatasannya. Pemeriksaan kultur masih tetap merupakan pemeriksaan gold standard
untuk diagnosis T.vaginalis dengan metode terbarunya yaitu metode sampul plastik (TV in
Pouch)
Kebiasaan melakukan seks bebas dapat memicu timbulnya Kandidiasisis sehingga upaya
pencegahan infeksi lebih dititikberatkan pada perilaku manusia, hanya berhubungan seks
dengan suami atau istri yang sah merupakan salah satu alternatif pencegahan infeksi ini. Pada
ibu rumah tangga sebaiknya selalu memeriksakan diri secara periodik guna mengetahui
infeksi secara dini dan segera melakukan pengobatan apabila ada gejala dan tanda infeksi.
Dengan demikian diharapkan dapat mengurangi penyebaran infeksi ini jamur
DAFTAR PUSTAKA

Metode Diagnostik Trikomoniasis Vagina Monica Puspa Sari Staf Pengajar Bagian Parasitologi
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana, Jakarta, Indonesia Alamat
Korespondensi : Jl Arjuna Utara No.6 Jakarta 11510

Jurnal Maternal Dan Neonatal, 06/12 (2017), Hal 20-25 HUBUNGAN PENGETAHUAN
DENGAN SIKAP REMAJA TENTANG PENYAKIT MENULAR SEKSUAL TRIKOMONIASIS
DI SMA TAMAN SISWA BINJAI TAHUN 2017 Seri Wahyuni Harahap Akademi Kebidanan
Kholisatur Rahmi Binjai

Faktor Risiko Kejadian Kandidiasis Vaginalis pada Akseptor KBWiki Anindita ∗ dan Santi
Martini∗ Alumni Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga Surabaya Bagian
Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga Surabaya

Anda mungkin juga menyukai