Anda di halaman 1dari 60

LAPORAN MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY.X DENGAN GANGGUAN SISTEM


REPRODUKSI AKIBAT VAGINITIS

Dosen pengampu : Ns. Dwiyanti Purbasari, S.Kep., M.Kep

Kelompok B:

Mamat Rohmat (213.C.0002)


Mafni Yulianingsih (213.C.0004)
Andriyan Lutfi Arip (213.C.0006)
Ati Wulandari (213.C.0008)
Siti Rohimah (213.C.0013)
Lia Setiawati (213.C.0015)
Hilman Arif Firmansyah (213.C.0019)
Dimas Pratama (213.C.0020)
Siti Nuraina Inayah (213.C.0022)
Muamar (213.C.0027)
Nuryadi (213.C.0028)
Ely Ferdiana (213.C.0029)
Rina Maryatiana (213.C.0031)
Agnes Acida (213.C.0034)
Nelly Sulvassamawati (213.C.0036)
Wiwid Ariska Larasati (213.C.0042)
Neng Ledy Lestary (213.C.0043)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MAHARDIKA CIREBON


PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN
2016
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kesehatan reproduksi ialah keadaan kesejahteraan fisik, mental, dan
sosial yang utuh, bukan hanya tidak adanya penyakit atau kelemahan, tetapi
dalam segala hal yang berhubungan dengan sisten reproduksi dan fungsi
serta proses-prosesnya, guna mencapai kesejahteraan yang berhubungan
dengan fungsi dan proses sistem reproduksi. Alat reproduksi merupakan
salah satu organ tubuh yang sensitif dan memerlukan perawatan khusus.
Pengetahuan dan perawatan yang baik merupakan faktor penentu dalam
memelihara kesehatan reproduksi (Ratna, 2010).

Vaginitis merupakan masalah ginekologis yang paling sering terjadi


pada 90% wanita remaja di dunia, kondisi ini disebabkan oleh Vaginosis
bakterial (50%), Candidiasis vulvovaginal (75%), Trikomoniasis (25%)
(Kespro Info, 2009). Penelitian-penelitian sebelumnya telah melaporkan
angka kejadian vaginitis di beberapa negara, diantaranya Thailand 33 %,
Afrika-Amerika 22,7 %, London 21 %, Indonesia 17 %, Jepang 14 %,
Swedia 14 %, dan Helsinki 12 % (Rukmana, 2010).

Peradangan vagina, vaginistis atau radang vagina bisa dipicu oleh


infeksi kuman, atau reaksi alergi terhadap bahan-bahan tertentu. Infeksi
yang paling sering menyebabkan radang di bagian ini antara lain
Tricomoniasis, Vaginosis bakterial dan infeksi jamur Candidiasis.
Vaginistis sangat mengganggu karena bisa menyebabkan gatal-gatal
hingga iritasi (Detik Health, 2014). Dampak dari vaginitis juga bisa terjadi
peningkatan keretanan terhadap infeksi HIV, kanker serviks, dan
kemungkinan infertilitas (mandul). (Fitria dalam Wikipedia, 2011).

Menjaga kebersihan alat kelamin (kemaluan) khusunya bagian luar


merupakan bagian dari kebersihan diri. Miss V (alat kelamin) mudah sekali
terkena penyakit karena cenderung selalu lembab, permukaannya sangat

1
halus dan mudah sekali terluka. Tapi, tidak sulit juga untuk
menjaganya, yaitu seperti penggunaan pembalut dari bahan lembut dan tidak
beraroma, tidak berhubungan seks bebas, serta tidak menggunakan
pembersih vagina secara berlebihan. Penyakit-penyakit yang menyerang
Miss V tidak selalu berupa penyakit menular, bisa juga berupa reaksi
radang karena alergi terhadap bahan-bahan tertentu seperti pembalut atau
celana dalam. Apapun itu, tidak bisa dianggap remeh karena Miss V
sangat vital perannya dalam sistem reproduksi (Detik Health, 2014).

Vaginitis dapat menghasilkan cairan, gatal dan nyeri dan seringkali


dihubungkan dengan iritasi atau infeksi pada vulva, biasanya karena
infeksi. Tiga jenis bakteri utama dari vaginitis adalah Vaginosis
bakterial (BV), Candidiasis vagina, dan Trikomoniasis. Seorang wanita
mungkin memiliki kombinasi dari infeksi vagina pada satu waktu. Gejala-
gejala yang timbul bervariasi sesuai dengan bakteri yang menginfeksi,
meskipun ada gejala umum bahwa semua infeksi vaginitis miliki tanda
peradangan atau bahkan dapat asymptomatic (Fitria dalam Wikipedia,
2011).

Pada wanita usia premenopause, vagina didominasi oleh


Lactobacillus spp (Lamont et al., 2011). Mikroorganisme yang dapat
menjadi patogen diantaranya adalah jamur Candida albicans, Candida
tropicalis, Candida krusei, bakteri anaerob Gardnerella vaginalis,
Mycoplasma hominis, Atopobium vaginae, uropatogen seperti Escherichia
coli, Proteus spp, Klebsiella sp, dan virus yang dimediasi aktivitas seksual
seperti HIV serta virus Herpes (Lamont et al., 2011).

Penyebab terbanyak KVV adalah spesies Candida albicans (80-


90%) sedangkan penyebab terbanyak ke dua adalah Candida glabrata
(10%), sedangkan 3% lainnya oleh spesies Candida lain seperti Candida
tropicalis, Candida pseudotropicalis, Candida krusei dan Candida
stellatoidea (Daili, Makes, et al., 2009).
Tiga dari empat (75%) wanita pernah mengalami episode KVV
sepanjang hidupnya dan 10-20% wanita merupakan karier asimtomatik
untuk spesies Candida. (Parveen, Munir, et al., 2008). Paling banyak terjadi
pada usia muda 15-30% (Monalisa, Bubakar, et al., 2012). Menurut
Nwadioha (2010), spesies Candida biasa berasal dari endogen dan
ditularkan melalui pasangan seksual.

B. Rumusan Masalah
Dalam penyusunan laporan ini akan dibahas mengenai kasus
Katarak yang meliputi tinjauan teori, pembahasan kasus klien dengan
vaginitis dan analisa kesenjangan teori dan kasus.

C. Tujuan
1. Tujuan umum
Untuk mengetahui konsep teori dan kasus mengenai asuhan
keperawatan pada klien dengan vaginitis serta kesenjangan antara teori
dengan kasus tersebut.
2. Tujuan khusus
a. Untuk mengetahui definisi vaginitis
b. Untuk mengetahui klasifikasi vaginitis
c. Untuk mengetahui etiologi vaginitis
d. Untuk mengetahui manifestasi klinis vaginits
e. Untuk mengetahui patofisiologi vaginitis
f. Untuk mengetahui asuhan keperawatan vaginitis secara teori
g. Untuk mengetahui asuhan keperawatan vaginitis secara kasus
h. Untuk mengetahui kesenjangan antara asuhan keperawatan teori
dengan asuhan keperawatan kasus yang di alami klien
D. Manfaat
Manfaat penyusunan laporan ini sebagai tambahan pengetahuan
mengenai konsep teori, proses asuhan keperawatan dengan gangguan
vaginitis agar dapat di aplikasikan dengan baik dilahan praktik maupun
dimasyarakat untuk kedepannya.
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Definisi
Vaginitis adalah suatu keadaan pada lapisan vagina. Vulvitis adalah
suatu peradangan pada vulva (organ kelamin luar wanita). (Purwoastuti,
dkk, 2015).

Vaginitis adalah inflamasi vagina yang di cirikan oleh perubahan


sekresi cairan vagina, yang dapat banyak, berbau, dan urulen, dan dapat
diikuti oleh disuria dan pendarahan vagina. Sering terdapat gatal pada vulva,
dan klien umumnya mengeluh ketidaknyamanan saat berkemih juga
dispareunia. (Black and Hawks, 2009).

Klasifikasi dari vaginitis sesuai mikrooganisme penyebabnya antara


lain:
1. Bakterial vaginosis
Bakterial vaginosis merupakan penyebab tersering dari vaginitis
(40-45%). Penyakit ini ditandai dengan perubahan secara kompleks
baik jumlah dan fungsi dari flora normal. Jumlah dan konsentrasi
hidrogen peroksida akan menurun sedangkan pertumbuhan dari
mikroorganisme patogen (Gardnerella vaginalis, Mobiluncus sp,
Mycoplasma hominis, Atopobium vaginae, dll) meningkat (Lamont et
al., 2011).
Vaginitis bakterial juga merupakan penyakit yang berhubungan
dengan infeksi seksual seperti infeksi oleh karena Neisseria
gonorrhoeae, Clamydia trachomatis, HIV dan virus herpes simplex tipe
2 (Sessa et al., 2013).
2. Candidiasis
Kandidiasis vulvovaginalis adalah infeksi yeast pada vagina dan
vulva yang disebabkan beberapa tipe Candida, yang paling sering yaitu
Candida albicans, dapat bersifat asimptomatis maupun
simptomatis (Pudjiati, Soedamadi. 2009)
3. Trikomoniasis
Trikomoniasis merupakan penyakit menular seksual (PMS)
yang disebabkan parasit uniselluler Trichomonas vaginalis
(T.vaginalis). Penyakit ini mempunyai hubungan dengan peningkatan
serokonversi virus HIV pada wanita. T-vaginalis biasanya ditularkan
melalui hubungan seksual dan sering menyerang traktus urogenitalis
bagian bawah, baik pada wanita maupun laki-laki. Parasit ini dapat
ditemukan pada vagina, urethra, kantong kemih atau saluran parauretral
(Van der Pol, 2007).

Gambar 1. Vaginitis
(Sumber: Linda j. Vorvicek. 2011 )

Gambar 2. Spekulum
(Sumber: Riani,irtan. 2009)
B. Anatomi Fisiologis
1. Anatomi
Organ reproduksi wanita terbagi atas organ genetalia eksterna
dan organ genetalia interna. Organ genetalia eksterna dan vagina adalah
bagian untuk senggama, sedangkan organ genetalia interna adalah
bagian untuk ovulasi untuk pembuahan sel telur, transfortasi, imflamasi
dan tumbuh kembang janin. (Prawiroharjo, 2009).

Gambar 3. Komponen Superfisial


Perineum (Sumber: Drife, J. Magowan.
2004)
a. Organ genitalia eksterna
1) Mons veneris : disebut juga gunung venus, merupakan
bagian yang menonjol di bagian depan simfisis, terdiri dari
jaringan lemak dan sedikit jaringan ikat. Setelah dewasa
tertutup oleh rambut yang bentuknya segitiga (Black & Hawks,
2009).
2) Labia mayora : merupakan kelanjutan dari mons venseris,
berbentuk lonjong. Kedua bibir ini di bagian bawah bertemu
membentuk perineum, permukaan ini terdiri dari :
a) Bagian luar ; tertutup rambut, yang merupakan
kelanjutan dari rambut pada mons veneris (Black &
Hawks, 2009).
b) Bagian dalam ; tanpa rambut, merupakan selaput yang
c) mengadung kelenjar sebasea (lemak) (Black & Hawks,
2009).
3) Labia minora : merupakan lipatan di bagian dalam labia
mayora, tanpa rambut. Dibagian atas klitoris, labia minora
bertemu membentuk prepusium klitoris dan di bagian
bawahnya bertemu membentuk prenulum klitoris, labia minora
ini mengelilingi orifisium vagina (Corwin, E. 2009).
4) Klitoris : merupakan bagian penting alat reproduksi luar yang
bersifat erektil, mengandung banyak pembuluh darah dan serat
saraf sensoris sehingga sangat sensitif dan analog dengan penis
pada laki-laki (Corwin, E. 2009).
5) Vestibulum : merupakan alat reproduksi bagian luar yang
dibatasi oleh kedua bibir kecil, bagian atas klitoris, dan
bagian belakang pertemuan kedua labia minora. Pada
vestibulum terdapat muara urethra, dua lubang saluran kelenjar
Bartholini dan dua lubang saluran kelenjar skene (Corwin, E.
2009).
6) Kelenjar Bartholini : kelenjar yang penting di daerah vulva dan
vagina, karena dapat mengeluarkan lendir, pengeluaran lendir
sangat meningkat saat hubungan seks (Corwin, E. 2009).
7) Hymen (selaput dara) : merupakan jaringan yang menutupi
lubang vagina. Bersifat rapuh dan mudah robek, hymen ini
berlubang sehingga menjadi saluran dari lendir yang
dikeluarkan uterus dan darah saat menstruasi (Corwin, E.
2009).
Gambar 4. Hymen (Selaput

Dara) (Sumber: Riani,irtan.

2009)

8) Bulbus Vestibuli sinistra et dekstra merupakan pengumpulan


vena terletak di bawah selaput lendir vestibulum, dekat namus
ossis pubis. Panjangnya 3-4 cm, lebarnya 1-2 cm dan tebalnya
0,5-1 cm. Bulbus vestibuli mengandung banyak pembuluh
darah, sebagian tertutup oleh muskulus iskio kavernosus dan
muskulus konstriktor vagina (Prawirohardjo, 2009).
9) Introitus Vagina mempunyai bentuk dan ukuran yang berbeda-
beda. Pada seorang Virgo selalu dilindungi oleh labia minora
yang baru dapat dilihat jika bibir kecil ini dibuka. Introitus
vagina ditutupi oleh selaput dara (himen). Himen ini
mempunyai bentuk berbeda-beda, dan yang semilunar (bulan
sabit) sampai yang berlubang-lubang atau yang bersekat
(septum) (Prawirohardjo, 2009).
10) Perineum terletak antara vulva dan anus, panjangnya rata-rata
4 cm. Jaringan yang mendukung perineum terutama ialah
diafragma pelvis dan diafragma urogenitalis (Prawirohardjo,
2009).
Gambar 5. Genitalia Interna
Perempuan (Sumber: Febriani, 2013)

Gambar 6. Vagina Internal


(Sumber: Syaifuddin. 2009)

b. Organ genitalia interna


1) Liang senggama (vagina) : adalah liang atau saluran yang
menghubungankan vulva dengan rahim. Terletak di antara saluran
urinary dan liang dubur. Dibagian ujung atasnya terletak mulut
rahim. Ukuran panjang dinding depan 8 cm dan dinding belakang
10 cm. Bentuk dinding dalamnya berlipat-lipat, disebut rugae,
sedangkan di tengahnya ada bagian yang lebih keras di sebut
kolumna rugarum. Dinding vagina terdiri dari dari lapisan mukosa,
lapisan otot, dan lapisan jaringan ikat. Berbatasan dengan
serviks membentuk ruangan lengkung, antara lain forniks lateral
kiri dan kanan, forniks anterior, dan forniks posterior, arteria
hemoroidalis mediana, dan arteria pudendus interna. Fungsi
penting dari vagina ialah sebagai saluran keluar untuk mengalirkan
darah haid dan secret lain dari rahim, alat untuk bersenggama
dan jalan lahir pada waktu bersalin (Black & Hawks, 2009).
2) Rahim (Uterus) : adalah suatu struktur otot yang cukup kuat,
bagian luarnya ditutupi oleh peritoneum sedangkan rongga
dalamnya dilapisi oleh mukosa rahim. Dalam keadaan tidak
hamil, rahim terletak dalam rongga panggul kecil di antara
kandung kemih dan dubur. Rahim berbentuk seperti bola
lampu pijar atau buah pear, mempunyai rongga yang terdiri dari
tiga bagian besar yaitu, badan rahim (korpkus uteri) berbentuk
segitiga, leher rahim (serviks uteri) berbentuk silinder, dan rongga
rahim (kavum uteri). Bagian rahim antara kedua pangkal tuba,
yang disebut fundus uteri, merupakan bagian proksimal rahim.
Besar rahim berbed-beda, bergntung pada usia dan pernah
melahirkan anak atau belum. Ukurannya kira-kira sebesar telur
ayam kampong. Pada nulipara ukurannya 5,5-8 cm x 3,5-4 cm
x 2-2,5 cm, multipara 9-9,5 cm x 5,5-6 cm x 3-3,5 cm.
Beratnya 40-50 gram pada nulipara dan 60-70 gram pada
multipara. Letak rahim dalam keadaan fisiologis adalah
anteversiofleksi. Letak-letak lainnya adalah antefleksi (tengah
ke depan), retrofleksi (tengah ke belakang), anteversi (terdorong
ke depan), retroversi (terdorong ke belakang). Suplai darah rahim
dialiri oleh arteri uterine yang berasal dari arteri iliaka interna
(arteri hipogastrika) dan arteri ovarika. Fungsi utama rahim adalah
setip bulan berfungsi dalam siklus haid, tempat janin tumbuh
kembang, dan berkontraksi terutama sewaktu beralin dan sesudah
bersalin (Black & Hawks, 2009).
3) Saluran telur (tuba falopii) adalah saluran yang keluar dari
kornu rahim kanan dan kiri, panjangnya 12-13 cm, diameter -
8 mm. Bagian luarnya diliputi oleh peritoneum visceral yang
merupakan bagian dari ligamentum latum. Bagian dalam saluran
dilapisi silia, yaitu rambut getar yang befungsi untuk menyalurkan
telur dan hasil konsepsi. Saluran telur terdiri dari empat bagian
yaitu, pars interstisialis (intramuralis), pars isimika (bagian tengah
saluran telur yang sempit), pars ampularis (tempat
pembuahan/konsepsi terjadi), dan infundibulum (merupakan ujung
tuba yang terbuka ke rongga perut). Fungi saluran telur adalah
sebagai saluran telur, menangkap dan membawa ovum yang
dilepaskan oleh indung telur, dan tempat terjadinya pembuahan
(konsepsi atau fertilisasi) (Black 7 Hawks, 2009).
4) Indung telur (ovarium) : terdapat dua indung telur, masing-
masing di kanan dan di kiri rahim, dilapisi mesovarium dan
tergntung di belakang ligalatum. Bentuknya seperti buah almon,
sebesar ibu jari tangan (jempol) berukuran 2,5-5 cm x 1,5-2 cm x
0,6-1 cm. Indung telur ini posisinya ditunjang oleh mesovarium,
liga ovarika, dan liga infundibulopelvikum. Menurut
strukturnya ovarium terdiri kulit (korteks) atau zona parenkimatosa
yang terdiri dari tunika albuginea (epitel berbentuk kubik),
jaringan ikat di sela-sela jaringan lain, stroma (folikel primordial,
dan folikel de Graaf), dan sel-sel Warthard, inti medula atau zona
vaskulosa terdiri dari stroma berisi pembuluh darah, serabut saraf
dan beberapa otot polos. Pada wanita diperkirakan terdapat sekitar
100 ribu folikel primer. Pada kurun reproduksi, tiap-tiap bulan
satu folikel atau kadang-kadang dua folikel akan matang, lalu
keluar pecah dan muncul ke permukaan korteks. Fungsi indung
telur adalah menghasilkan sel telur (ovum), menghasilkan hormon-
hormon (progesteron dan estrogen), dan ikut serta mengtur haid
(Black & Hawks, 2009)
c. Organ tambahan
1) Payudara
Payudara wanita yang disebut juga glandula mamaria
adalah alat reproduksi wanita, setiap payudara terletak pada setiap
sisi sternum dan meluas setinggi antara costa kedua dan keenam.
D topang oleh ligamentum suspensorium sehingga tetap stabil.
Berbentuk tonjolan setengah bola dan mempunyai ekor (cauda),
dari jaringan yang meluas ke ketiak atau axilla (di sebut cauda
axillaris). Ukuran payudara berbeda untuk setiap individu, juga
bergantung pada stadium perkembangan dan unur. Tidak jarang
salah satu payudara ukurannya agak lebih besar dari payudara yag
lain, struktur makroskopik payudara terdiri atas bagian- bagian
yatu, cauda axillaris adalah jaringan payudara yang meluas ke arah
axilla, areola adalah daerah lingkaran yang terdiri atas kulit
longgar dan mengalami hiperpigmentasi, papilla mamae terletak
di pusat areola mamae setinggi costa ke-4, bagian ini merupakan
tonjolan dengan panjang kira-kira 6 mm, tersusun atas jaringan
erektil berpigmen dan sangat peka, papilla ini berlubang-lubang
yang merupakan muara dari duktus laktiferus. Ampulla adalah
bagian dari duktus laktiferus yang melebar, yang merupakan
tempat menyimpan air susu, ampulla terletak di bawah areola.
Berdasarka struktur mikroskopik, payudara terdiri dari dari alveoli,
yaitu mengandung sel-sel yang mengekskresi air susu, tubulus
laktiferus adalah saluran kecil yang berhubugan dengan alveoli,
dan duktus laktiferus adalah saluran yang merupakan muara
beberapa tubulus latiferus. Suplai darah ke payudara berasal dari
arteria mammaria interna, eksterna, dan arteri intrcostalis superior,
drainase vena melalui pembuluh darah yang akan masuk ke dalam
vena mammaria interna dan vena aksilaris (Ummi et all, 2011).
Bahwa payudara adalah pelengkap organ reproduksi pada wanita
dan mengeluarkan air susu, buah dada terletak dalam fasia
superfisialis di daerah antara sternum dan aksila, melebar dari
iga kedua sampai iga ketujuh. Bagian tengah terdapat puting susu
yang di kelilingi oleh aerola mamae yang berwarna coklat. Dekat
dasar puting terdapat kelenjar montgomeri yang mengeluarkan zat
lemak supaya puting tetap lemas, putting mempunyai lubang + 15-
20 buat tempat saluran kelenjar susu. Struktur mamae terdiri dari
bahan-bahan kelenjar susu (jaringan alveolar) tersusun atas lobus-
lobus yang saling terpisah oleh jaringan ikat dan jaringan lemak,
setiap lobus bermuara ke dalam duktus laktiferus (saluran air susu).
Saluran limfe sebagai fektus halus dalam ruang interlobular
jaringan kelenjar bergantung membentuk saluran lebih besar. Pada
perempuan perubahan dan perkembangan buah dada terjadi setelah
masa remaja atau pubertas terdapat penambahan jaringan kelenjar.
Seorang wanita mulai menstruasi terjadi sedikit pembesaran
mamae, dipengaruhi hormon etrogen dan progesteron yang
dihasilkan ovarium. Lama-kelamaan mamae berkembang penuh
dan penimbunan lemak menimbulkan pembesaran yang tetap
(Black & Hawks, 2009).

2) Panggul (pelvis)
Panggul merupakan salah satu jalan lahir yang memiliki
fungsi yang lebih dominan daripada jalan lahir (Ummi et all,
2011). Sedangkan Sulistyawati (2011) panggul terdiri atas 3 bagian
yaitu, (1) tulang koksa, yaitu terdiri atas tiga tulang yang masing-
masing berjumlah dua buah, yaitu tulang ilium, ischium, dan pubis.
(2) tulang sacrum, yaitu berjumlah satu buah. (3) tulang koksigis,
yaitu berjumlah satu buah. Tulang-tulang ini saling
berhubungan satu sama lain melalui artikulasio. Pada bagian
depan artikulasio yang terletak di antara kedua os. Pubis, yang
disebut simfisis. Pada bagian belakang terdapat hubungan atau
artikulasio sakrokoksigea. Di luar kehamilan, artikulasio hanya
memungkinkan mengalami sedikit pergeseran, tetapi pada
kehamilan dan persalinan mengalami pergeseran yang cukup
longgar, bahkan pada ujung koksigis dapat bergerak ke belakang
sampai sejauh 2,5 cm pada proses persalinan.

2. Fisiologi
a. Menstruasi dan siklusnya
Menstruasi atau haid merupakan pendarahan yang terjadi
akibat lurunya dinding sebelah dalam rahim (endometrium) yang
banyak mengandung pembuluh darah. Lapisan endometrium
dipersiapkan untuk menerimah implantasi embrio. Jika tidak terjadi
implantasi embrio lapisan ini akan luru, darah keluar melalui
serviks dan vagina. Pendarahan ini terjadi secara periodik, jarak
waktu antara menstruasi yang satu dengan menstruasi berikutnya
dikenal dengan satu siklus menstruasi. (Riani, 2009).

b. Menstruasi normal
Menstruasi terutama merupakan darah arteri dengan hanya
25% darah berasal dari vena. Darah ini mengandung sisa jaringan,
prostalgandin dan fibrinolisin dalam jumlah relatif besar dari
jaringan endometrium. Fibrinolisin melisiskan bekuan sehingga
dalam keadaan normal darah menstruasi tidak mengandung bekuan
kecuali bila jumlahnya berlebihan (Riani, 2009).

Lama menstruasi biasanya adalah 3-5 hari, tetapi pada


wanita normal pengeluaran darah dapat sesingkat satu hari atau
selama delapan hari. Jumlah darah yang keluar secara normal dapat
berkisar dari bercak-bercak sampai 80 ml; jumlah rata-rata yang
keluar adalah 30 ml. Pengeluaran lebih dari 80 ml adalah
abnormal. Jumlah darah yang keluar dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor termasuk ketebalan endometrium, pengobatan dan
penyakit yang mempengaruhi mekanisme pembekuan. Setelah
menstruasi muncul endometrium baru dari stratum basale (Riani,
2009).
c. Siklus menstuasi
1) Fase menstruasi : selama 2 – 8 hari.
Terjadi bila ovum tidak dibuahi sperma, sehingga korpus
loteum menghentikan produksi hormon ektrogen dan
progesteron. Turunnya kadar ekstrogen dan progesteron
menyebabkan lepasnya ovum dari endometrium disertai robek
dan luruhnya endometrium, sehingga terjadi pendarahan. Fase
mensturasi berlangsung kurang lebih 5 hari. Darah yang keluar
selama mensturasi berkisar 50-150ml (Riani, 2009).
2) Fase pra-ovulasi (fase poliferasi)
Hormon pembebas gonadropin yang disekresikan oleh
hipotalamus akan memicu hipopise untuk mensekresikan FSH.
FSH memacu pematangan polikel dan merangsang polikel
untuk mensekresikan hormon ekstrogen. Adanya estrogen
menyebabkan pembentukan kembali (poliferasi) dinding
endometrium. Peningkatan kadar estrogen juga menyebabkan
serviks (leher rahim). Untuk mengsekresikan lendir yang
bersifat basa. Lendir ini berfungsi menetralkan suasana asam
pada vagina sehingga mendukung kehidupan sperma. (Riani,
2009).
3) Fase ovulasi
Jika siklus mensturasi seorang perempuan 28 hari. Maka
ovulasi terjadi pada hari ke 14. Peningkatan kadar ekstrogen
menghambat sekresi FSH, kemudian hipofise mensekresikan
LH. Peningkatan kadar LH merangsang pelepasan oosit
sekunder dari folikel peristiwa ini disebut ovulasi. (Riani,
2009).
4) Fase pasca ovulasi (fase sekresi)
Berlangsung selama 14 hari sebelum mensturasi
berikutnya. Walaupun panjang siklus mensturasi berbeda-beda,
fase pasca-ovulasi ini selalu sama yaitu 14 hari sebelum
mensturasi berikutnya. Follikel de Graff (follikel matang) yang
telah melepaskan oosit sekunsder atas berkerut dan menjadi
korpus luteum. Korpus luteum menekresikan hormon
progesteron dan masih mengekresikan hormon estrogen namun
tidak sebanyak ketika berbentuk follikel. Progesteron
mendukung kerja ekstogen untuk mempertebal dan
menumbuhkan pembuluh darah pada endometrium serta
mempersiapkan endometrium untuk menerima imflantasi enbrio
jika terjadi pembuahan atau kehamilan. Jika tidak terjadi
pembuahan korpus luteum akan berubah menjadi korpus albikan
yang hanya sedikit mensekresikan hormon, sehingga kadar
progesteron dan ekstrogen menjadi rendah. Keadaan ini
menyebabkan terjadinya mensturasi demikian seterusnya.
(Riani, 2009).

Gambar 7. Siklus
Menstruasi (Sumber:
Riani. 2009)

d. Hormon pada wanita


1) Hormon hipofise
a. FSH (Follikel stimulating hormone) dan LH (Luteinizing
hormone)
Kedua hormon ini dinamakan gonadotrofin
hormon yang di produksi oleh hipofisis akibat rangsangan
GNRH. FSH akan menyebabkan kematangan dari follikel.
Dari follikel yang matang akan dikeluarkan ovum.
Kemudian follikel ini akan menjadi korpus luteum dan
dipetahankan untuk waktu tertentu oleh LH.
(Widyantara,wulan. 2011).

b. LH (Luteinizing hormone) / ICSH ( intertitial cell


stimulating hormone)
Diproduksi disel-sel kromofob hipofisis anterior.
Bersama FSH, LH berfungsi memicu perkembangan
folikel ( sel-sel leka dan sel-sel granulosa) dan juga
mencetuskan t4erjadinya ovulasi di pertengahan siklus
( LH – surge ). Selama fase ovulasi dalam menghasilkan
progesteron. Pelepasnnya juga periodik atau pulsatif,
kadarnya dalam darah berfariasi setiap fase siklus, waktu
paruh eliminasinya pendek (sekitar 1 jam).
(Widyantara,wulan. 2011).

c. LTH (Lactotrophic hormone) atau prolactin


Diproduksi dihipofisis anterior, memiliki aktifitas
memicu atau meningkatkan produksi dan sekresi air susu
oleh kelenjar payudara. Di ovarium, prolaktin ikut
mempengaruhi pemantangan sel telur dan mempengaruhi
fungsi corpus luteum. Pada kehamilan, prolaktin juga
diproduksi oleh plasenta (HPL atau human plasenta
lactogen). Fungsi lactogen ini atau lactotropik prolaktin
tampak terutama pada masa laktasi. Prolaktin juga
memiliki efek inhibisi terhadap GnRH hipotalamus,
sehingga jika kadarnya berlebihan dapat terjadi gangguan
kematangan folikel, gangguan ovulasi dan gangguan haid
berupa amenorhea. (Widyantara, Wulan, 2011).

2) Hormon ovarium
a. Estrogen
Estrogen dihasikan oleh ovarium,ada banyak jenis
estrogen tapi yang paling penting untuk reproduksi adalah
ekstradiol. Estrogen berguna untuk pembentukan ciri-ciri
perkembangan seksual pada wanita yaitu pembentukan
panyu darah,lekuk tubuh,rambut kemaluan,dan lain-
lai.estrogen juga berguna pada siklus menstruasi denagn
membentuk ketebalan endrometrium. Menjaga kualitas dan
kuantitas cairan serviks dan vagina sehingga sesuai untuk
penetrasi sperma. (Widyantara,wulan, 2011)
b. Progesterone
Hormon ini diproduksi oleh korpus luteum,
progesteron mempertahankan ketebalan endometrium
sehingga dapat menerima implantasi zygot. Kadar
progesteron terus dipertahankan selama trisemester awal
kehamilan sampai plasenta dapat membentuk hormon
HCG. (Widyantara,wulan, 2011).
3) Hormon Plasenta (HCG - Chorcionic gonadotropin hormone)
Mulai diproduksi sejak usia kehamilan 3-4 minggu oleh
jaringan trofoblas atau( placenta). Kadar makin meningkat
sampai dengan kehamilan 10-12 minggu. (sampai sekitar
100.000Mu/ml), kemudian turun pada trimester kedua (sekitar
1000Mu/ML). Kemudian naik kembali sampe akhir trimester
ketiga (sekitar 10.000Mu/ML). Berfungsi meningkatkan dan
mempertahankan fungsi korpus luteum dan produksi hormon-
hormon steroid terutama pada masa-masa kehamilan awal.
Mungkin juga memiliki fungsi imunologi. Deteksi HCG pada
darah atau urine dapat dijadikan sebagai tanda kemungkinan
adanya kehamilan (tes ca lii Mainini, tes peck. Dsb).
(Widyantara,wulan, 2011)

4) Hormon Hipotalamus
a. Gonadotropin Releasing Hormone
GNRH merupak hormon yang diproduksi
hipotalamus di otak. GNRH akan merangsang pelepasan
FSH (follikel stimulating hormone) dihipofisis. Bila kadar
ekstrogen tinggi, maka ekstrigen akan diberikan umpan
balik ke hipotalamus sehingga kadar GNRH akan menjadi
rendah begitupun selanjutnya. (Widyantara,wulan, 2011).

C. Etiologi
1. Infeksi
a. Bakteri (misalnya klamidia, gonokokus).
Chlamydia merupakan bakteri obligat intraselular, hanya
dapat berkembang biak di dalam sel eukariot hidup dengan
membentuk semacam koloni atau mikrokoloni yang disebut Badan
Inklusi (BI). Chlamydia membelah secara benary fision dalam badan
intrasitoplasma. (Purwoastuti&walyani, 2015)
C. trachomatis berbeda dari kebanyakkan bakteri karena
berkembang mengikuti suatu siklus pertumbuhan yang unik dalam
dua bentuk yang berbeda, yaitu berupa Badan Inisial. Badan
Elementer (BE) dan Badan Retikulat (BR) atau Badan Inisial. Badan
elementer ukurannya lebih kecil (300 nm) terletak ekstraselular dan
merupakan bentuk yang infeksius, sedangkan badan retikulat lebih
besar (1 um), terletak intraselular dan tidak infeksius. Chlamydia
trachomatis menyerang epitel silindris mukosa serviks. Tidak ada
gejala-gejala yang khas membedakan servisitis karena C. trachomatis
dan servisitis karena organisme lain. (Purwoastuti&walyani, 2015)
b. Jamur
Kandidiasis (candidia albicans), trichomonas vaginalis, dan
vaginosis bakterial adalah penyebab vaginitis yang paling umum.
Dimana Trichomonas vaginalis tidak memiliki stadium kista
tetapi hanya ditemui dalam stadium Tropozoit Bentuknya oval atau
piriformis, memiliki 4 buah flagel anterior, flagel ke 5 menjadi
axonema dari membran bergelombang (membrana undulant), pada
ujung pasterior terdapat axonema yang keluar dari badan yang
diduga untuk melekatkan diri pada jaringan sehingga
menimbulkan iritasi, memiliki 1 buah inti, memiliki sitostoma pada
bagian anterior untuk mengambil makanan, perkembangbiakan
dengan cara belah pasang. Penyebab lain meliputi perubahan flora
normal dan PH vagina serta invasi oleh organisme yang virulen,
kondisi yang dapat disebabkan iritasi mekanis, pengobatan antibiotik
yang berlebihan, terapi steroid jangka panjang, diabetes militus yang
tidak terkontrol, dan sindrom imunodefisiensi didapat (AIDS).
( black and hawks. 2009).
Menempelnya mikroorganisme dalam jaringan sel pejamu
menjadi syarat mutlak untuk berkembangnya infeksi. Secara umum
diketahui bahwa interaksi antara mikroorganisme, adhesin dan
reseptor. Manan dan manaprotein merupakan molekul-molekul
Candida albicans yang mempunyai aktifitas adhesif. Khitin
komponen kecil yang terdapat pada dinding sel Candida albicans
berperan berpenetrasi ke dalam sel epitel mukosa. Enzim yang
berperan adalah aminopeptidase dan asam fosfatase. Proses penetrasi
yang terjadi tergantung dari keadaan imun dari pejamu. (Saifuddin,
2006).
c. Protozoa (misalnya trichomonas vaginalis)
d. Virus (misalnya virus papiloma manusia dan virus herpes)
2. Zat atau benda yang bersifat iritatif
a. Spermisida, pelumas, kondom, diafragma, penutup serviks dan spons.
Benda-benda yang dimasukkan secara sengaja atau tidak sengaja
ke dalam vagina seperti tampon, obat atau alat kontrasepsi, rambut
kemaluan, benang yang berasal dari selimut, celana dan lainnya dapat
menyebabkan keputihan (Suryana, 2009). Masuknya benda asing ke
vagina baik sengaja maupun tidak yang dapat melukai epitel vagina
misal tampon kondom dan benang AKDR (Saifuddin, 2006).
b. Pembilas vagina
Untuk membersihkan vagina dengan air, sebaiknya dilakukan
dengan menggunakan shower toilet. Cara membersihkan vagina
dengan shower toilet adalah dengan menyemprot permukaan luar
vagina pelan-pelan dan menggosoknya dengan tangan. Membilas
vagina dengan cairan khusus boleh saja, tapi tidak dianjurkan, asal
jangan terlalu sering dan pilih yang tanpa parfum dengan pH-nya
netral agar tidak mempengaruhi pH vagina
Dalam keadaan ekosistem vagina yang seimbang, dibutuhkan
tingkat keasaman pada kisaran 3,8-4,2, dengan tingkat keasaman
tersebut lactobacillus akan subur dan bakteri bakteri patogen tidak
akan mengganggu. Peran penting dari bakteri dalam flora vaginal
adalah untuk menjaga derajat keasaman (pH) agar tetap pada level
normal. Pada kondisi tertentu kadar pH bisa berubah menjadi lebih
tinggi atau lebih rendah dari normal. Jika pH vagina naik menjadi
lebih tinggi dari 4,2 (kurang asam/basa), maka jamur akan tumbuh dan
berkembang. Akibatnya akan kalah dari bakteri patogen
(Purwoastuti&walyani, 2015).
c. Pakaian dalam yang terlalu ketat, tidak berpori-pori, dan tidak
menyerap keringat
Celana dalam yang paling baik dari katun, karena dapat
menyerap keringat dengan sempurna. Celana dari bahan satin ataupun
bahan sintetik lainnya, justru menyebabkan organ intim menjadi panas
dan lembab. Bahan pakaian luar pun perlu diperhatikan seorang
wanita. Bahan dari jeans memiliki pori-pori yang sangat rapat,
sehingga tidak memungkinkan udara untuk mengalir secara leluasa.
Kondisi yang lembab dan basah bisa menjadi tempat pertumbuhan
jamur dan kuman yang dapat menimbulkan keputihan
(Purwoastuti&walyani, 2015).
d. Perubahan hormonal
Kontrasepsi suntik Depo-provera adalah suatu senyawa obat
yang digunakan untuk tujuan kontrasepsi parenteral, dan mempunyai
efek progesterone yang kuat dan sangat efektif. Mekanisme kerja
kontrasepsi ini sama seperti kontrasepsi hormonal lainnya. Depo-
provera sangat cocok untuk program post partum, hal tersebut karena
tidak mengganggu laktasi. Kontrasepsi suntikan yang hanya
mengandung progestine ada dua macam yaitu: depo medroxy
progesteron asetat (DMPA), mengandung 150 mg, yang diberikan
setiap 3 bulan satu kali, serta depo noretisteron enantat (Depo
Noristerat), yang mengandung 200 mg, diberikan setiap 2 bulan.
Suntikan diberikan pada hari ketiga-kelima pasca pesalinan atau
segera diberikan setelah keguguran dan masa interval sebelum hari
kelima haid, disuntikan lewat intramuscular (Saifuddin, 2006).
D. Patofisiologi
Bila keseimbangan mikroorganisme berubah maka organisme yang
berpotensi patogen, yang merupakan bagian flora normal, misalnya C.
Albicans pada kasus infeksi monolia serta G. Vaginalis dan bakteri anaerob
pada kasus vaginitis non spesifik berproliferasi sampai suatu konsentrasi
yang berhubungan dengan gejala. Pada mekanisme lainyya, organisme
ditularkan melalui hubungan seksual dan bukan merupakan bagian flora
normal seperti trichomonas vaginalis dan nisseria gonorrhoea dapat
menimbulkan gejala (Heneffer & Schust, 2008). Gejala yang timbul bila
proses meningkatkan respon peradangan terhadap organisme yang
menginfeksi dengan menarik leukosit serta melepaskan prostaglandin dan
komponen respon peradangan lainnyya. Gejala ketidaknyamanan dan
pruritus vagina berasal dari respon peradangan vagina lokal terhadap infeksi
T. Vaginalis atau C. Albicans,Organisme tertentu yang menarik leukosit ,
termasuk T.Vaginalis , menghasilkan secret purulen. Diantara wanita
dengan vaginitis non spesifik. Baunya disebabkan oleh terdapatnya amina
dibentuk sebagai hasil metabolisme bakteri anaerob. Histamin dapat
menimbulkan ketidaknyamanan oleh efek vasodilatasi local. Produk lainyya
dapat merusak sel-sel epitel dengan cara sama dengan infeksi lainnya
(Corwin, E. 2009).
Diperkirakan sekitar 20% dari wanita seksual aktif mengandung strain
kandida albikan didalam saluran pencernaan dan vagina. Apakah kandida
albikan dianggap sebagai bagian dari flora normal vagina yang asimtomatik
masih kontroversial. Beberapa penulis menganggap beberapa perubahan
lokal atau sistemik pada wanita dengan daya tahan tubuh yang lemah dapat
memudahkan timbulnya kandidiasis vagina (Black & Hawks, 2009). Pada
pasien dengan koloni kandida albikan, sering dihubungkan dengan trauma
vagina lokal yang kecil sebagai akibat dari hubungan seksual, pemasangan
tampon vagina atau perubahan bakteri yang dihubungkan dengan pemakaian
antibiotika. Tampaknya bahwa flora normal dapat menghasilkan komponen
anti kandida yang dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangbiakan
jamur (Pearce, 2015).
Hipersensitifitas terhadap antigen kandida, penting dievaluasi pada
beberapa wanita dengan jamur yang sedikit, dapat merupakan reaksi
imunitas humoral yang mempunyai efek pada kandidiasis vagina. Sekresi
antibodi mukosa mengandung sistem kompleks yang terbanyak adalah
imunoglobulin A. Tingginya level Ig A pada sekresi vagina dapat
mengurangi perlekatan kandida pada sel epitel dan mengurangi insiden
vaginitis. Imunitas seluler dihubungkan dengan gangguan fungsi T sel,
seperti pada keganasan hematologi atau infeksi dengan human
imunodefisiensi virus, sehingga dengan menurunnya fungsi T sel, dapat
menyebabkan insiden dan beratnya penyakit kandida makin meningkat
(Black & Hawks, 2009).
Kandidiasis vaginitis yang rekuren terdapat beberapa faktor endogen
dan eksogen seperti diabetis melitus yang tidak terkontrol, penggunaan
hormon estrogen, penggunaan antibiotika berspektrum luas dan adanya
penurunan daya tahan tubuh. Faktor lainnya seperti penggunaan pakaian
yang ketat dari bahan nilon dan tidak adanya ventilasi dibawah pakaian
memudahkan timbulnya infeksi karena peningkatan keringat dan
peningkatan suhu permukaan tubuh. Banyak wanita dengan kandidiasis
vagina rekuren tidak ditemukan faktor predisposisinya. Infeksi ulangan
kandidiasis vaginitis dianggap berasal dari saluran pencernaan oleh karena
pada suatu penelitian organisme kandida albikan diperoleh dan 100% kultur
rektal pada wanita kandidiasis vaginitis merupakan strain yang sama. Peran
transmisi hubungan seksual yaitu ditemukannya koloni kandida dikulit penis
kira-kira 20% dari laki-laki pasangan wanita dengan kandidiasis vagina
yang rekuren. Pada sulkus koronarius pada laki -laki yang tidak
disirkumsisi. Kolonisasi asimtomatis pada penis laki-laki 4 kali lebih sering
pada laki-laki pasangan seksual dari wanita yang terinfeksi. Strain yang
ditemukan pada kedua pasangan seksual biasanya identik . Ada bukti bahwa
wanita dengan kandidiasis vagina rekuren mempunyai kelainan antigen
kandida spesifik dalam sel mediated imuniti. Penelitian ini memberikan
hipotesa bahwa adanya imunodefisiensi didapat yang selektif pada wanita.

E. Manifestasi Klinis
Manifestasi vaginistis dicirikan dengan perubahan sekresi cairan
vagina (lekorea) yang berjumlah banyak, berbau, dan bersifat purulen,
kadang disertai dengan disuria dan perdarahan pada vagina. Wanita dengan
vaginitis sering mengeluhkan gatal pada vulva, dan klien umumnya
mengeluhkan ketidaknyamanan saat berkemih juga dispareunia (Black, J M
dan Hawks, J H, 2014).

Menurut Sinklair & Webb (1992) dalam Febri (2014), manifestasi


yang terdapat pada vaginitis dibagi menjadi dua yaitu :
1. Vaginitis Akut
Pada sekitar vagina akan didapatkan pruritus, terasa panas,
eritema, edema, perdarahan, nyeri (mungkin sangat, menyebabkan
tidak mampu berjalan, duduk dan retensi urine akut), Ulserasi serta
adanya vesikel. (Sinklair & Webb, 1992 dalam Febri, 2014).
2. Vaginitis Kronik
Jika vaginitis sudah dalam tahap kronik, didapatkan Inflamasi
hebat dengan edema minimal, pruritus hebat dengan ekskoriasi, infeksi
sekunder dengan daerah yang terserang : monpubis, perineum, paha
yang berdekatan, anus, sekitar paha, lesi ulseratif disebabkan :
granuloma, karsinoma, melanoma, dan hasil akhir mungkin berupa
ekstruksi vulva (Sinklair & Webb, 1992 dalam Febri, 2014).
Pada vaginitis trichomonas, gejala utamanya ialah fluor
(keputihan) yang banyak, berbau amis dan berbusa, flour berwarna
kehijauan sampai abu-abu dan fronthy appearance. Pada pemeriksaan
mikroskopis dengan Nacl tampak banyak leukosit dan organisme berflagel
niselule hidup dan motil (patognomonis). Gejala utama pada vaginitis
yang disebabkan oleh clamidia, sama seperti vaginitis pada umumnya.
Tanda klinis pada pemeriksaan mikroskopis dengan NaCl ditemukan
leukosit banyak, tanpa clue cell, jamur atau trikhomonas. Sedangkan
gejala pada vaginitis artofikan yang disebabkan oleh menopause, yang
ditimbulkan ialah vagina gatal, kering, dispareunia, kadang perdarahan
pervaginaan (Kurniawati, D dan Hanifah M, 2009).

F. Komplikasi
Menurut ( Purwoastuti, E & Walyani E S. 2015) yaitu:
1. Ketidaknyamanan yang tidak hilang
2. Infeksi kulit (dari garukan)
3. Komplikasi karena penyebab kondisi (seperti gonore dan infeksi
kandida)
Menurut Manuba (2007), komplikasi yang ditimbulkan pada ibu
hamil adalah:
1. Prematur ruptur ofmembran
2. Karioamnionitis
3. Persalinan prematur
4. Infeksi bayi neonatus
a. Sepsis
b. Meningitis
5. Infekksi postpartum dalam bentuk:
a. Endometritis puerpalis
Peningkatan konsentrasi flora anaerob, yang sebagian
mungkin karena perubahan pH, bisa meningkatkan angka
endometritis.
b. Komplikasi infeksi puerpalis
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan preparat basah
Dilakukan dengan meneteskan satu atau dua tetes NaCl 0,9% pada
sekret vagina diatas objek glass kemudian ditutup dengan coverglass.
Diamati dibawah mikroskop dengan perbesaran 400x untuk melihat Clue
cells yang merupakan sel epitel vagina yang diselubungi dengan bakteri
sehingga tepinya tidak terlihat jelas. Pemeriksaan ini memilki sensivitas
60% dan spesifitas 98% (Srinivasan, 2008).
2. Whiff test
Dinyatakan positif jika bau amis timbul setelah penambahan satu
tetes KOH 10-20% pada sekret vagina. Bau amis muncul sebagai akibat
pelepasan amin dan asam organik hasil dari bakteri anaerob (Srinivasan,
2008).
3. Tes lakmus
Kertas lakmus ditempatkan pada dinding lateral vagina. Ditemukan
kadar pH > 4,5 (Srinivasan, 2008).
4. Pewarnaan gram
Ditemukan penurunan jumlah Lactobacillus dan peningkatan jumlah
bakteri anaerob (Srinivasan, 2008).
5. Kultur vagina
Kultur Gardnerella vaginalis kurang bermanfaat untuk diagnosis
bakterial vaginosis karena bakteri ini ditemukan hampir 50% pada
perempuan normal (Srinivasan, 2008).
6. Tes proline aminopeptidase yang dihasilkan oleh bakteri anaerob, karena
Lactobacillus tidak menghasilkan zat tersebut. (Srinivasan, 2008).
Terdapat beberapa kriteria yang digunakan untuk mendiagnosis
bakterial vaginosis, diantaranya adalah:
a. Kriteria Amsel
Kriteria ini memiliki tingkat spresifitas yang lebih tinggi daripada
pewarnaan gram. Kriteria ini paling sering digunakan untuk
mendiagnosis vaginitis bakterial. Diagnosis dapat ditegakkan jika
didapatkan minimal tiga dari empat kriteria. (Srinivasan, 2008).
1) Secret vagina yang homogen, putih, dan tipis melekat pada
vagina
2) pH vagina > 4,5 Peningkatan pH dapat menyebabkan terlepasnya
amin (trimetilamin).
3) Secret vagina yang berbau amis setelah penambahan KOH khitfg
jika didapatkan bau amis setelah menambahkan satu tetes 10-
20% KOH (potasium hidroxide) pada sekret vagina.
4) Ditemukannya sel Clue pada pemeriksaan mikroskopis
menggunakan preparat salin basah. Pada pemeriksaan sampel
pasien vaginitis bakterial didapatkan adanya peningkatan jumlah
kuman Gardnerella. Sel squamosa normal memiliki ciri selnya
runcing diujungnya, jernih, tepi yang lurus, sedangkan sel Clue
memiliki ciri granular, tidak jernih, dan pinggir yang kasar. Sel
Clue adalah sel epitel vagina yang batas tepinya sudah tidak
terlihat jelas karena terdapat banyak bakteri yang menempel pada
permukaan sel tersebut. Ditemukannya sel Clue pada
pemeriksaan mikroskopis memiliki sensivitas 98% dan spesifitas
94,3% (Srinivasan, 2008).

Gambar 8. sel Clue (sel ketiga dan keempat dari kiri)


(Sumber: Srinivasan, S., Fredricks, D.N. 2008 )

Gambar. 9 Pemeriksaan mikroskopis dengan larutan saline.


(A) Single clue cell (tanda panah)
(B) Sel-sel squamosa yang dikelilingi oleh bakteri.
(Sumber: Srinivasan, S., Fredricks, D.N. 2008)

b. Skor dari pewarnaan Gram (kriteria Nugent) :


Pemeriksaan ini memiliki sensivitas yang lebih tinggi dari
kriteria Amsel. Pewarnaan Gram merupakan metode klasik yang
digunakan untuk mendiagnosis vaginitis bakterial dengan mendeteksi
morfologi bakteri. Sekret vagina dibuat apusan kemudian difiksasi
menggunakan penangas atau dengan metanol. Gram positif atau
negatif dapat dibedakan berdasarkan kandungan lipopolisakarida di
dinding sel (Srinivasan, 2008).

Gambar 10. Pewarnaan gram


(A) Normal
(B) vaginitis bakterial dengan perbesaran 1000x
(Sumber: Srinivasan, S., Fredricks, D.N. 2008 )
Kriteria yang digunakan dalam pemeriksaan ini adalah
morfologi dan perubahan warna. Lactobacillus ditandai dengan batang
gram positif berukuran besar, G vaginalis atau Bacteroides sp ditandai
dengan batang gram positif berukuran kecil, sedangkan Mobiluncus
spp ditandai dengan batang gram positif dengan bentuk yang
melengkung (Srinivasan, 2008).
Tabel 1. Kriteria Nugent

(Sumber: Srinivasan, S., Fredricks, D.N. 2008)


H. Penatalaksanaan
1. Farmakologi
a. Vaginitis Trichomonas
Metronidazol per oral 2 x 500 mg selama 7 hari, sangat efektif
untuk mengeradikasi T. vaginalis dari semua bagian tubuh.
Perempuan hamil dapat diterapi dengan metronidazol dosis tunggal.
Semua pasangan seksual harus diterapi sebelum mereka melakukan
hubungan kelamin (Price & Wilson, 2005).
Efek samping dari metronidazole mungkin termasuk mual,
muntah, sakit kepala, insomnia, pusing, mengantuk, ruam, kering
mulut, dan rasa logam (Schalkwyk & Yudin. 2015).
b. Vaginitis Chlamidia
Azythromycin 1 mg dosis tunggal, merupakan protocol
pengobatan yang dianjurkan CDC untuk infeksi C. trachomatis sangat
manjur dan tidak diperlukan uji pascapengobatan (test of cure).
Azythromicin adalah terapi yang lebih disarankan karena hanya sekali
pemberian serta dapat diresepkan dan diminum langsung dibawah
pengawasan disebagian klinik PMS (Price & Wilson, 2005).
c. Vaginosis Bakteri
Terapi lini pertama adalah metronidazol oral 500 mg dua kali
sehari (Schalkwyk & Yudin. 2015).

e. Non farmakologi
Terkadang Candida albicans tetap ada meski terapi konvesional
yang memadai, pada beberapa wanita hal ini mungkin merupakan
tanda kekurangan zat besi diabetus militus atau masalah imun dan tes
yang sesuai harus dilakukan. Perempuan yang mengalami berulang
vulvovaginal candida albicans melakukanya karena infeksi persisten
dari pada infeksi berulang. Tujuan dari perawatan dalam kondisi ini
adalah untuk menghindari pertumbuhan berlebih dari kandida yang
mengarah kedalam gejala. (Purwoastuti&walyani, 2015)
Diantaranya :
1. Kapas atau uap air-wicking pakaian dalam dan pakaian longgar,
menghindari stocking nilon.
2. Perendaman dalam garam mandi, hindari sabun.
3. Menggunakan pembersih non-sabun atau krim untuk mrencuci.
4. Terapkan hidrokortison krim untuk mengurangi gatal dan
mengobati sekunder dermtitis memengaruhi vulva.
5. Perlakukan dengan krim anti jamursebelum setiap periode
menstruasi dan sebelum terapi antibiotik untuk mencegah kambuh.
Sebuah perjalanan panjang sebuah antijamur topikal agen kadang-
kadang diperlakukan tetapi hal ini mungkin sendiri menyebabkan
dermatitits atau hasil dalam non-proliferasi.
6. Anti jamur oral obat-obattan (itrakonazol atau flukonazol) dapat
diambil secara teratur dan sebentar-sebentar (misalnya sekali
sebulan). Dosis dan frekuensi yang cukup bervariasi tergantung
pada keparahan gejala.
7. Asam borat (boraks) 600mg sebagai supositoria pada malam hari
dapat membantu untuk mengasamkan vagina dan mengurangi
kehadiran (albicans dan non candida albicans).
f. Terapi
Terapi terdiri atas pemberian esterogen per os (remarin 1,25 mg
atau oestrofeminal 1,25mg) tiap malam dan pemberian dianestol krem
remaren vaginal kream atau 0,1 mg sufosotorium dietel stilbestrol per
vaginam untuk 30 malam. Dewasa ini dapat dianjurkan pemakaian
synapause tablet dan synapause cream. (Purwoastuti&walyani, 2015)

62
BAB III
PEMBAHASAN KASUS

A. Pengkajian
1. Identitas Klien
Nama : Ny. X
Umur : 37 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Marketing produk makanan
Tanggal Pengkajian : 11 April 2016
Diagnosa Medis : Vaginitis

2. Keluhan Utama
Ny. X mengatakan, “gatal-gatal di daerah vagina dan sekitarnya.”
3. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
Ny. X mengatakan. “sudah seminggu gatal-gatal di daerah
vagina dan sekitarnya, Gatal sangat mengganggu terutamapada
malam hari.”
b. Riwayat Kesehatan Terdahulu
Ny. X mengatakan, “pada awalnya gatal-gatal itu terasa
ketika melakukan kegiatan fisik baik di saat di rumah maupun di
tempat kerja sehingga banyak keringat. Kemudian setelah tiga hari
keluar keputihan yang lebih banyak dari biasanya, berbau amis
seperti susu basi.”
Ny. X mencoba minum dan cebok dengan ramuan
tradisional (daun sirih) tetapi tidak sembuh.
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Tidak terdapat data dalam kasus.
d. Riwayat Ginekologi dan Obstetri
1) Riwayat Menstruasi

63
Ny. X menarche pada usia 13 tahun. Pola menstruasi 1
bulan sekali dengan lama 5-7 hari. Tidak ada keluhan
menjelang atau selama menstruasi.
2) Riwayat Obstrektif
Ny. X memiliki dua anak.
3) Riwayat Kontrasepsi
Ny. X memakai alat kontrasepsi suntikan Depoprovera 3 bulan
sekali.
4. Pola Pemenuhan Aktivitas
Istirahat dan tidur : gatal-gatal sangat menganggu terutaa pada malam
hari.
5. Riwayat Psikososial, spiritual, budaya
Tidak terdapat data dalam kasus.
6. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
Orientasi : Baik
Kesadaran : Compos Mentis (E4V5M6)
b. Tanda-tanda Vital
TD : 110/90 mmhg
Nadi : 80 x/menit
Suhu : 37,70 C
RR : 28 x/menit
c. Genital
Tidak terdpat dalam kasus.
7. Pemeriksaan Penunjang
Tidak terdapat data dalam kasus.
8. Terapi yang diberikan
Tidak terdapat data dalam kasus.
1. Analisa Data
Tabel 4. Analisa Data Berdasarkan Kasus
Data Etiologi Masalah keperawatan
DS: Gangguan rasa nyaman
Aktifitas di dalam maupun diluar rumah
Klien mengatakan, “sudah seminggu
yang memicu keringat
gatal-gatal di daerah vagina dan
sekitarnya.” Akumulasi keringat di area vagina
Klien juga mengatakan, “keluar
keputihan yang lebih banyak dari Meningkatkan kelembaban vagina

biasanya, berbau amis seperti susu basi”


Pemicu peningkatan perkembangbiakan
bakteri patogen

DO: (candida albican)

- RR: 28 x/menit
Interaksi glikoprotein kandida dengan
permukaan epitel

Kandida mengeluarkan zat keratinolitik

Hidrolisis fosfolipid membran sel epitel

Kemotatik Neutrofil

64
Reaksi radang

VAGINITIS

Respon tubuh

Pelepasan mediator kimia (histamin,


serontinin, dan endopeptidase)

Aktivasi ujung saraf C praritoseptis

Menghantarkan inpuls sepanjang serabut


saraf sensori

Input eksitasi dilamina-1korna dorsalis

Dipersepsikan gatal

Gangguan rasa nyaman : gatal

DS:
Aktifitas di dalam maupun diluar rumah Risiko infeksi
Klien mengatakan,”gatal semakin
yang memicu keringat
mengganggu pada malam hari”
Klien juga mengatakan,”keluar Akumulasi keringat di area vagina
keputihan yang lebih banyak dari Meningkatkan kelembaban vagina
biasanya, berbau amis seperti susu basi”
Pemicu peningkatan perkembangbiakan
DO: bakteri patogen
0
- Suhu : 37,7 C (candida albican)

Interaksi glikoprotein kandida dengan


permukaan epitel

Kandida mengeluarkan zat keratinolitik

Hidrolisis fosfolipid membran sel epitel

Kemotatik Neutrofil

Reaksi radang

VAGINITIS

Respon tubuh

Pelepasan mediator kimia (histamin,


serontinin, dan endopeptidase)

Aktivasi ujung saraf C praritoseptis


Menghantarkan inpuls sepanjang serabut
saraf sensori

Input eksitasi dilamina-1korna dorsalis

Dipersepsikan gatal

GANGGUAN RASA NYAMAN :


GATAL

Hasrat untuk menggaruk

Timbul robekan jaringan epidermis kulit

Jaringan parut terbuka pada genital

Resiko jalan masuknya patogenik

Risiko infeksi

DS: Aktifitas di dalam maupun diluar rumah Risiko kerusakan integritas kulit
Klien mengatakan, “sudah seminggu yang memicu keringat
gatal-gatal di daerah vagina dan
Akumulasi keringat di area vagina
sekitarnya.”
Meningkatkan kelembaban vagina
DO: -
Pemicu peningkatan perkembangbiakan
bakteri patogen
(candida albican)

Interaksi glikoprotein kandida dengan


permukaan epitel

Kandida mengeluarkan zat keratinolitik

Hidrolisis fosfolipid membran sel epitel

Kemotatik Neutrofil

Reaksi radang

VAGINITIS

Respon tubuh

Pelepasan mediator kimia (histamin,


serontinin, dan endopeptidase)

Aktivasi ujung saraf C praritoseptis


Menghantarkan inpuls sepanjang serabut
saraf sensori

Input eksitasi dilamina-1korna dorsalis

Dipersepsikan gatal

Gangguan rasa nyaman : gatal

Hasrat untuk menggaruk

Resiko kerusakan integritas kulit

DS: Vaginitis Perilaku kesehatan cenderung beresiko


Klien mengatakan , mencoba minum dan
Respon tubuh
cebok dengan ramuan tradisional (daun
sirih) tetapi tidak sembuh. Kurang pengetahuan mengenai informasi
kesehatan

DO: -
Perilaku kesehatan cenderung berisiko

VAGINITIS
DS: Ketidakefektifan pola seksual
Klien mengatakan,”gatal semakin Dampak psikologis
mengganggu pada malam hari” Penurunan kepercayaan diri
Klien juga mengatakan, “keluar
Dampak pada pasangan
keputihan yang lebih banyak dari
biasanya, berbau amis seperti susu basi”. Perubahan pola seksual

Ketidakefektifan pola seksual


DO: -

DS: VAGINITIS Defisit pengetahuan


Klien mengatakan, “mencoba minum dan
Kurang informasi kesehatan
cebok dengan ramuan tradisional (daun
sirih) tetapi tidak sembuh Defisit pengetahuan
DO: -
2. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan gatal
2. Risiko Infeksi faktor risiko perubahan PH sekresi
3. Risiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan faktor mekanik (menggaruk)
4. Perilaku kesehatan cenderung beresiko berhubungan dengan kurang pemahaman
5. Ketidakefektifan pola seksualitas berhubungan dengan hambatan dengan hubungan dengan orang terdekat.
6. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang pajanan informasi.

Tabel 5. Rencana Asuhan Keperawatan Berdasarkan Kasus

Diagnosa
NO NOC NIC Rasional
Keperawatan

1 Gangguan rasa Setelah dilakukan tindakan Pruritas Medications Pruritus Medications


nyaman keperawatan selama 4 x 24
1. Tentukan penyebab dari gatal- 1. Menetahui awal
berhubungan jam diharapkan gangguan
gatal penyebab terjadinya
dengan gatal rasa nyaman dapat teratasi.
gatal-gatal pada kien
Dengan kriteria hasil:
Comfort status : Physical
2. Anjurkan klien untuk tidak 2. Mengurangi rasa gatal-
 Dapat mengontrol menggunakan celana dalam gatal yang menjadi
gejala berbahan sintesis nilon. penyebab utama dari
 Kesehatan fisik baik klien
 Perawatan dan
kebersihan diri 3. Anjurkan klien untuk 3. Mengurangi keringat
membaik menghindari lingkungan dengan yang berlebihan pada
cuaca yang panas. klien

4. Kolaborasi pemberian salep. 4. Membantu mengurangi


rasa gatal yang berlebih
pada klien

5. Kolaborasi pemberian 5. Membantu klien dalam


antihistamin mengurangi penyebab
utama rasa gatal yang
dirasakan berlebihan

2 Risiko infeksi Setelah dilakukan tindakan Infection protection : Infection protection


berhubungan keperawatan selama 4 x 24 1. Monitor tanda dan gejala infeksi. 1. Untuk menentukan
dengan faktor jam diharapkan risiko pemeriksaan selanjutnya
resiko perubahan infeksi dapat teratasi. pada klien
pH sekresi Dengan kriteria hasil:
Risk control 2. Mengetahui tanda dan
2. Periksa kulit dan membran
gejala yang lainnya dari
 Cepat mukosa vagina adanya
pemeriksaan tersebut
mengidentifikasikan kemerahan, ukuran, bau, dan
faktor resiko jumlah cairan yang berlebih.

 Dapat memonitor faktor


resiko personal 3. Instruksikan pasien meminum
antibiotik yang diinstruksikan.
Tissue integrity skin and 3. Membantu untuk
muccus membranes mengurangi rasa gatal
4. Ajarkan klien dan keluarga untuk yang diarasakan klien
 Tidak terdapat eritema
menghindari infeksi. 4. Menambah pengetahuan
 Tidak terdapat lesi
pada klien dan keluarga
tentang menghindari dari
infeksi
Perineal care Perineal care

1. Periksa kondisi perineum dari 1. Mengetahui keadaan


keadaan patologi seperti infeksi, patologi klien dari hasil
kerusakan kulit, dan kemerahan. pemeriksaan pada
perineum
2. Bersihkan bagian perineum 2. Menhindari penyebaran
secara teliti dan menyeluruh. infeksi pada klien
3. Tentukan pemberian medikasi 3. Membantu proses
seperti jenis bakterial dan anti penyembuhan pada klien
fungi.

3 Risiko erusakan Setelah dilakukan tindakan


Cast care : maintenance Cast care : maintenance
integritas kulit keperawatan selama 4 x 24
berhubungan jam diharapkan aresiko 1. Monitor tanda-tanda infeksi
dengan faktor kerusakan integritas kulit seperti bau, eritema, dan demam. 1. Dapat menentukan
mekanik dapat teratasi. Dengan tindakan pemeriksaan
(menggaruk) kriteria hasil: selanjtnya pada klien
Tissue integritas : skin and 2. Monitor sirkulasi dan fungsi 2. Mengetahui jaringan
mucous membranes yang mengalami
 Tidak ada lesi jaringan yang mengalami kerusakan pada klien
 Tidak ada eritema kerusakan.

3. Mencegah area yang


3. Anjurkan klien untuk tidak terinfeksi agar tidak
menggaruk area yang mengalami terjadi gatal yang
gatal. berlebihan pada klien

4. Menghindari penyebaran
4. Ajarkan klien dan kelurga tentang infeksi yang dapat terjadi
perawatan vulva hygiene. pada klien dan
keluarganya selanjutnya

Skin care
Skin care
1. Menghindari penyebaran
1. Bantu klien untuk menghindari
infeksi yang lebih pada
penggunaan sprei berstekstur
klien
kasar.

2. Mencegah terjadinya pH
2. Anjurkan pada klien untuk yang berlebihan yang
membersihkan dengan sabun dapat menimbulkan
antibacterial yang sesuai dengan infeksi pada klien
pH normal (3,8-4,2). 3. Mengurangi rasa gatal
3. Kolaborasi pemberian antibiotic yang menjadi penyebab
topical. utama pada klien

4 Perilaku Setelah dilakukan tindakan


Self effically enhancement Self effically enhancement
kesehatan keperawatan selama 4 x 24
cenderung jam diharapkan perilaku 1. Identifikasi persepsi klien 1. Mengetahui perilaku
beresiko kesehatan cenderung tentang resiko perilaku yang yang biasa klien lakukan
berhubungan beresiko dapat teratasi. tidak diharapkan. sebelum terjadinya
dengan kurang Dengan kriteria hasil: infeksi pada saat ini
pemahaman 2. Sediakan lingkungan yang 2. Dengan adanya
Lifestyle balance
mendukung pengetahuan dan lingkungan yang
 Meningkatkan keterampilan untuk mendukung klien dapat
keinginan untuk melaksanakan perilaku yang menambah pengetahuan
mencari informasi diharapkan. tentang tanda-tanda
untuk infeksi yang terjadi
menyeimbangkan
aktivitas hidup
 Dapat 3. Demonstrasikan perilaku atau 3. Membantu klien untuk
menggunakan jenis aktivitas yang diharapkan merubah kebiasaan
waktu untuk perilaku yang tidak
bertemu pelayanan diharapkan oleh
kesehatan pemeriksa
Psychosocial adjustmen life
Behavior modification
change
Behavior modification

 Dapat 1. Identifikasi masalah klien dalam


1. Mengetahui penyebab
menggunakan berperilaku.
masalah yang terjadi
pelayanan pada klien
kesehatan yang 2. Perkuat keputusan yang

tersedia konstruktif mengenai kesehatan 2.membuat klien dapat

 Dapat yang dibutuhkan. percaya diri dengan berpikir

menggunakan positif terhadap

strategi koping yang kesehatannya


3. Libatkan penyedia kesehatan
efektif. dalam proses modifikasi 3. dapat membantu klien
perilaku yang diharapkan dalam mengetahui masalah
perilaku

Health education
Health education
1. Mencegah terjadinya
1. Ajarkan strategi yang dapat
perilaku kesehatan
digunakan untuk menolak
yang beresiko
perilaku yang tidak sehat.
2. Hindari penggunaan cara
2. Membantu klien dalam
menakut – nakuti untuk
mengubah kebiasaan
memotivasi klien dalam
perilaku yang dapat
mengubah perilaku.
beresiko untuk dirinya

3. Rumuskan tujuan untuk 3. Klien dapat memahami


program pendidikan kesehatan masalah kesehatan

5 Ketidakefektifan Setelah dilakukan tindakan Teaching : safe sex Teaching : safe sex
pola seksualitas keperawatan selama 3 x 24
1. Diskusikan tentang pengetahuan, 1. Menambah pengetahuan
berhubungan jam diharapkan gangguan pengertian, kemauan dan tentang perlindungan
dengan ketidakefektifan pola komitmen mengenai bebagai seksual
hambatan seksualitas dapat teratasi. metode perlindungan seksual.
dengan Dengan kriteria hasil: 2. Untuk keamanan klien
hubungan 2. Diskusikan dengan klien untuk dalam melakukan
Sexual transmitted disease
dengan orang memilih pelindung seksual sesuai hubungan seksual
terdekat  Tidak berganti-ganti agama, budaya, dan sexual
ekonomi. 3. Melindungi diri dari
pasangan
3. Anjurkan untuk menggunakan penyebaran infeksi
 Meningkatkan
penggunaan kondom kondom atau memilih, menjaga,

 Meningkatkan memakai, dan melepaskan.

kebutuhan akan Sexual conselling :


pelayanan kesehatan Sexual conselling :
1. Membina hubungan
1. Bangun hubungan terapeutic dan
saling percaya pada klien
jaga privasi serta kenyamanan
untuk menjaga
klien.
privasinya
2. Klien dapat dengan
2. Dorong pasien untuk
mudah untuk
mengungkapkan kekhawatiran mengungkapkan keluhan
dan mengajukan pertanyaan yang sedang dirasakan
tentang seksualitasnya.
3. Diskusikan bersama klien tentang 3. Membantu klien dalam
modifikasi aktivitas seksual yang aktivitas seksual yang
diperlukan dilakukannya

4. Beri rujukan atau konsultasikan 4. Mempermudah klien


dengan tim kesehatan lain dan dalam berkonsultasi
terapi seksual. masalah kesehatan
seksualnya

6 Defisit Teaching : disease process Teaching : disease process


Setelah dilakukan tindakan
pengetahuan keperawatan selama 3 x 24 jam 1. Jelaskan tanda dan gejala umum 1. Pengetahuan klien dapat
berhubungan diharapkan pengetahuan klien dari penyakit vaginitis. bertambah
dengan kurang dapat ditingkatkan dengan
2. Ketahui apakah klien sudah 2. Mengetahui apakah klien
pajanan kriteria hasil:
mengatasi penyakit tersebut. sudah mengatasi masalah
informasi. Knowledge : crhonic disease kesehatan seksualnya
3. Jelaskan proses dari penyakit. 3. Membantu klien untuk
management memahami masalah
kesehatan yang
 Mengerti tanda dan
dirasakan
gejala dari otitis media
kronis 4. Diskusi dalam memilih 4. Agar klien tidak salah
 Mengerti tanda dan terapi/treatment. dalam memilih terapi
gejala dari perkembngan
yang akan dilakukan
penyakit
untuk masalah kesehatan
 Mengetahui ketersediaan
seksualnya.
pilihan treatment

(Bluechek, G. M. Et al. 2014, Herdman, T. Heather. 2014, Moorhead, sue, et al. 2014
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
. Dari analisis kasus Ny. X, didapatkan bahwa Ny. X mengalami rasa
gatalpada area genitalia eksterna (luar), sehingga memunculkan masalah
keperawatan yang lebih kompleks, oleh karena itu muncul beberapa
tindakan keperawatan yang dapat dilakukan perawat dalam kasus tersebut.
Dengan membuat kajian literartur kembali sebagai tolak ukur dalam
membuat nursing care plan yang sesuai dengan klien.

B. Saran
1. Bagi Masyarakat
Diharapkan agar setiap perempuan bisa menjaga kebersihan pada
area genitalia ekterna (luar). Menjaga personal higiene agar tidak terjadi
infeksi pada area genitalia eksterna.
2. Bagi Mahasiswa
Dapat memahami pengertian dan memahami model serta konsep
dari “Vaginitis” serta memberikan dorongan, semangat, serta pemikiran-
pemikiran yang baru bagi para pembaca.

3. Bagi Pendidikan
Bagi dosen pembimbing agar dapat memberikan bimbingan yang
lebih baik dalam pembuatan asuhan keperawatan selanjutnya.
4. Bagi Kesehatan
Diharapkan petugas kesehatan selalu meningkatkan pengetahuan
dan ketrampilannya sesuai dengan kemajuan IPTEK. Diharapkan juga
sebagai petugas kesehatan agar jeli dalam mencari masalah yang sedang
dihadapi oleh pasien dan mampu mencari solusi dalam menangani
masalah tersebut

82
DAFTAR PUSTAKA

Black dan hawks. (2009). Keperawatan Medikal Bedah Manajemen Klinis Untuk Hasil
Yang Diharapkan. Alih bahasa : Mulyanto, Etall. Ed.8. Buku 2. Singapore:
Elsevier.

Drif J Magouw, (ed). (2004). Clinical pelvic anatomy in clinical obsetric gynaecology.
Saunders.

Febri, Auliani A. (2014). Asuhan Keperawatan Vaginitis. Program Studi S1


Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Perintis. Sumbar.
https://books.google.co.id. Diakses 18 April 2016.

Kurniawati, D dan Hanifah M (2009). Obgynacea (Obsetri dan Ginekologi).


Yogyakarta : TOSCA Entreprise.

Linda j.vorvick, MD, (2011). Medical Director. medex northwest division of physician
assistant studies, university of washington, school of medicine. also reviewed by
david zieve, MD, MHA, MEDICAL DIRECTOR, A. D. E.M., inc.

Manuba, (2007). “Pengantar Kuliah Obstetri”. Jakarta: EGC.

Pedoman nasional penanganan infeksi menular seksual (2011). http://spiritid.or.id/


dokumen/ pedoman-ims. 2011. Pdf. Diakses 18 April 2016.

Price & Wilson. (2005). Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Alih
Bahasa: Pendit, Brahm, dkk. Jakarta: EGC.

Purwoastuti dan walyani, (2015). Panduan materi kesehatan reproduksi dan keluarga
berencana. Yogyakarta : pustaka baru press.

Riani, irtan. (2009). Siklus Menstruasi. Jakarta: EGC


Ronnovist, P.D., Forsgren, U.B., Grahn, E.E. (2006). Lactobacilli in the female genital
tract in relation to other genital microbes and vaginal pH. Acta

Rukmana, Dera Fakhrunnisa, (2010). Presentasi Kasus Vaginitis.


https://ml.scribd.com/doc/239466883/Presentasi-Kasus-vaginitis. Diakses 18
April 2016.

Saifuddin. (2006). Pelayanan Kesehatan Maternal dan neonatal. Jakarta: Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Schalkwyk & Yudin. (2015). Vulvovaginitis: Skrining untuk dan Manajemen dari
Trichomoniasis, Vulvovaginal Candidiasis, dan bakteri Vaginosis. Journal of
Obstetricians and Gynaecologists, 37,(3), 266–274
http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S1701216315303169 Diakses 13
April 2016.

Srinivasan, S., Fredricks, D.N. (2008). The human vaginal bacterial biota and
bacterial vaginosis. Interdiscip. Perspect. Infect. Dis. 750.

Widiyanantara, wulan. (2011). Menstruasi Hormon Reproduksi. Jakarta: EGC


Faktor Resiko

Faktor penggunaan pakaian


yang ketat (Celana dalam ketat)
yang dipengaruhi oleh bahan Aktivasi sel T, sel mast,
Respon tubuh Terhadap sistem imun
pakaian yang tidak menyerap sel thelper
keringat dan ditunjang aktivitas
berlebih
Pelepasan mediator Antigenik kadida Pelepasan mediator
kimia (histamin,
kimia PG
serontinin, dan
Penguapan keringat endopeptidase)
terganggu Aktivasi kemolimen
IgG1 dab IgG4 Merangsang pusat
termoregulasi di
Aktivasi ujung saraf
hipotalamus
C praritoseptis
Akumulasi keringat diluar
Permukaan kulit genitalia

Respon sekunder
Menghantarkan inpuls
Peningkatan kelambatan area sepanjang serabut saraf
vagina sensori
Peningkatan suhu

Dalam waktu lama


Input eksitasi dilamina-
1korna dorsalis HIPERTERMIA
Refleksi akson
Pemicu peningkatan
perkembangbiakan Faktor penggunaan
mikroorganisme patogenik kontrasepsi hormonal Faktor membasuh yang
(Candida Alticans) Pengeluaran salah
transmiter

Interaksi glikoprotein kandida dengan Ketidak seimbangan hormonal


permukaan epitel Inflamasi neurogenik tubuh Kontaminasi bakteri dari
anus ke vagina

Kandida mengeluarkan zat Pemrosesan dikorteks


keratinolitik serebri
Terhadap Lonjakan
Terhadap
hormon estrogen
hormon
Hidrolisis fosfolipid membran sel esteroge progesteron
PERILAKU KESEHATAN
epitel n
CENDERUNG BERISIKO
Terganggunya
Efek pembentukan
Penghambat progestin glikogen di
Pseudohifa invasi jamur kejaringan
Kurang informasi kesehatan sekresi epitel skuamosa
GnRH dan
gonadotropin Kentalnya
mukus serviks
DEFISIT PENGETAHUAN Berkurangnya
Kemotatik Neutrofil
produksi
asam laktat
Tidak terjadi
Penetrasi
perkembangan
sperma
folikel
terhambat
Tidak terjadi Tidak
ovulasi menimbulkan
kehamilan

Kemotatik Neutrofil Defisiensi


Gangguan fungsi
siklus haid lactobacillus
dodertein
Reaksi radang

Timbul Berkurangnya
keputiha mempertahanka
VAGINITIS
n n
fisiologis PH

Peningkatan
konsentrasi
basa

Peningkatan
mikroorganisme
patogen

Peningkatan
cairan vagina
yang dikeluarkan

VAGINITIS Keputihan patologis


Dampak psikologis Ancaman
ANSIETAS Gangguan psikologis perubahan
status terkini

Penurunan
kepercayaan diri
GANGGUAN CITRA
TUBUH

Dampak pada
pasangan

Perubahan KETIDAK
pola EFEKTIFAN POLA
seksual SEKSUAL

Hambatan
dalam
hubungan

Dipersepsikan gatal

GANGGUAN RASA
NYAMAN :
GATAL
Hasrat untuk
menggaruk

Timbul robekan
jaringan epidermis
kulit

Jaringan parut KERUSAKAN


terbuka pada INTEGRITAS
genital KULIT

Resiko jalan
RESIKO INFEKSI
masuknya patogenik

Anda mungkin juga menyukai