Kelompok B:
A. Latar Belakang
Kesehatan reproduksi ialah keadaan kesejahteraan fisik, mental, dan
sosial yang utuh, bukan hanya tidak adanya penyakit atau kelemahan, tetapi
dalam segala hal yang berhubungan dengan sisten reproduksi dan fungsi
serta proses-prosesnya, guna mencapai kesejahteraan yang berhubungan
dengan fungsi dan proses sistem reproduksi. Alat reproduksi merupakan
salah satu organ tubuh yang sensitif dan memerlukan perawatan khusus.
Pengetahuan dan perawatan yang baik merupakan faktor penentu dalam
memelihara kesehatan reproduksi (Ratna, 2010).
1
halus dan mudah sekali terluka. Tapi, tidak sulit juga untuk
menjaganya, yaitu seperti penggunaan pembalut dari bahan lembut dan tidak
beraroma, tidak berhubungan seks bebas, serta tidak menggunakan
pembersih vagina secara berlebihan. Penyakit-penyakit yang menyerang
Miss V tidak selalu berupa penyakit menular, bisa juga berupa reaksi
radang karena alergi terhadap bahan-bahan tertentu seperti pembalut atau
celana dalam. Apapun itu, tidak bisa dianggap remeh karena Miss V
sangat vital perannya dalam sistem reproduksi (Detik Health, 2014).
B. Rumusan Masalah
Dalam penyusunan laporan ini akan dibahas mengenai kasus
Katarak yang meliputi tinjauan teori, pembahasan kasus klien dengan
vaginitis dan analisa kesenjangan teori dan kasus.
C. Tujuan
1. Tujuan umum
Untuk mengetahui konsep teori dan kasus mengenai asuhan
keperawatan pada klien dengan vaginitis serta kesenjangan antara teori
dengan kasus tersebut.
2. Tujuan khusus
a. Untuk mengetahui definisi vaginitis
b. Untuk mengetahui klasifikasi vaginitis
c. Untuk mengetahui etiologi vaginitis
d. Untuk mengetahui manifestasi klinis vaginits
e. Untuk mengetahui patofisiologi vaginitis
f. Untuk mengetahui asuhan keperawatan vaginitis secara teori
g. Untuk mengetahui asuhan keperawatan vaginitis secara kasus
h. Untuk mengetahui kesenjangan antara asuhan keperawatan teori
dengan asuhan keperawatan kasus yang di alami klien
D. Manfaat
Manfaat penyusunan laporan ini sebagai tambahan pengetahuan
mengenai konsep teori, proses asuhan keperawatan dengan gangguan
vaginitis agar dapat di aplikasikan dengan baik dilahan praktik maupun
dimasyarakat untuk kedepannya.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Definisi
Vaginitis adalah suatu keadaan pada lapisan vagina. Vulvitis adalah
suatu peradangan pada vulva (organ kelamin luar wanita). (Purwoastuti,
dkk, 2015).
Gambar 1. Vaginitis
(Sumber: Linda j. Vorvicek. 2011 )
Gambar 2. Spekulum
(Sumber: Riani,irtan. 2009)
B. Anatomi Fisiologis
1. Anatomi
Organ reproduksi wanita terbagi atas organ genetalia eksterna
dan organ genetalia interna. Organ genetalia eksterna dan vagina adalah
bagian untuk senggama, sedangkan organ genetalia interna adalah
bagian untuk ovulasi untuk pembuahan sel telur, transfortasi, imflamasi
dan tumbuh kembang janin. (Prawiroharjo, 2009).
2009)
2) Panggul (pelvis)
Panggul merupakan salah satu jalan lahir yang memiliki
fungsi yang lebih dominan daripada jalan lahir (Ummi et all,
2011). Sedangkan Sulistyawati (2011) panggul terdiri atas 3 bagian
yaitu, (1) tulang koksa, yaitu terdiri atas tiga tulang yang masing-
masing berjumlah dua buah, yaitu tulang ilium, ischium, dan pubis.
(2) tulang sacrum, yaitu berjumlah satu buah. (3) tulang koksigis,
yaitu berjumlah satu buah. Tulang-tulang ini saling
berhubungan satu sama lain melalui artikulasio. Pada bagian
depan artikulasio yang terletak di antara kedua os. Pubis, yang
disebut simfisis. Pada bagian belakang terdapat hubungan atau
artikulasio sakrokoksigea. Di luar kehamilan, artikulasio hanya
memungkinkan mengalami sedikit pergeseran, tetapi pada
kehamilan dan persalinan mengalami pergeseran yang cukup
longgar, bahkan pada ujung koksigis dapat bergerak ke belakang
sampai sejauh 2,5 cm pada proses persalinan.
2. Fisiologi
a. Menstruasi dan siklusnya
Menstruasi atau haid merupakan pendarahan yang terjadi
akibat lurunya dinding sebelah dalam rahim (endometrium) yang
banyak mengandung pembuluh darah. Lapisan endometrium
dipersiapkan untuk menerimah implantasi embrio. Jika tidak terjadi
implantasi embrio lapisan ini akan luru, darah keluar melalui
serviks dan vagina. Pendarahan ini terjadi secara periodik, jarak
waktu antara menstruasi yang satu dengan menstruasi berikutnya
dikenal dengan satu siklus menstruasi. (Riani, 2009).
b. Menstruasi normal
Menstruasi terutama merupakan darah arteri dengan hanya
25% darah berasal dari vena. Darah ini mengandung sisa jaringan,
prostalgandin dan fibrinolisin dalam jumlah relatif besar dari
jaringan endometrium. Fibrinolisin melisiskan bekuan sehingga
dalam keadaan normal darah menstruasi tidak mengandung bekuan
kecuali bila jumlahnya berlebihan (Riani, 2009).
Gambar 7. Siklus
Menstruasi (Sumber:
Riani. 2009)
2) Hormon ovarium
a. Estrogen
Estrogen dihasikan oleh ovarium,ada banyak jenis
estrogen tapi yang paling penting untuk reproduksi adalah
ekstradiol. Estrogen berguna untuk pembentukan ciri-ciri
perkembangan seksual pada wanita yaitu pembentukan
panyu darah,lekuk tubuh,rambut kemaluan,dan lain-
lai.estrogen juga berguna pada siklus menstruasi denagn
membentuk ketebalan endrometrium. Menjaga kualitas dan
kuantitas cairan serviks dan vagina sehingga sesuai untuk
penetrasi sperma. (Widyantara,wulan, 2011)
b. Progesterone
Hormon ini diproduksi oleh korpus luteum,
progesteron mempertahankan ketebalan endometrium
sehingga dapat menerima implantasi zygot. Kadar
progesteron terus dipertahankan selama trisemester awal
kehamilan sampai plasenta dapat membentuk hormon
HCG. (Widyantara,wulan, 2011).
3) Hormon Plasenta (HCG - Chorcionic gonadotropin hormone)
Mulai diproduksi sejak usia kehamilan 3-4 minggu oleh
jaringan trofoblas atau( placenta). Kadar makin meningkat
sampai dengan kehamilan 10-12 minggu. (sampai sekitar
100.000Mu/ml), kemudian turun pada trimester kedua (sekitar
1000Mu/ML). Kemudian naik kembali sampe akhir trimester
ketiga (sekitar 10.000Mu/ML). Berfungsi meningkatkan dan
mempertahankan fungsi korpus luteum dan produksi hormon-
hormon steroid terutama pada masa-masa kehamilan awal.
Mungkin juga memiliki fungsi imunologi. Deteksi HCG pada
darah atau urine dapat dijadikan sebagai tanda kemungkinan
adanya kehamilan (tes ca lii Mainini, tes peck. Dsb).
(Widyantara,wulan, 2011)
4) Hormon Hipotalamus
a. Gonadotropin Releasing Hormone
GNRH merupak hormon yang diproduksi
hipotalamus di otak. GNRH akan merangsang pelepasan
FSH (follikel stimulating hormone) dihipofisis. Bila kadar
ekstrogen tinggi, maka ekstrigen akan diberikan umpan
balik ke hipotalamus sehingga kadar GNRH akan menjadi
rendah begitupun selanjutnya. (Widyantara,wulan, 2011).
C. Etiologi
1. Infeksi
a. Bakteri (misalnya klamidia, gonokokus).
Chlamydia merupakan bakteri obligat intraselular, hanya
dapat berkembang biak di dalam sel eukariot hidup dengan
membentuk semacam koloni atau mikrokoloni yang disebut Badan
Inklusi (BI). Chlamydia membelah secara benary fision dalam badan
intrasitoplasma. (Purwoastuti&walyani, 2015)
C. trachomatis berbeda dari kebanyakkan bakteri karena
berkembang mengikuti suatu siklus pertumbuhan yang unik dalam
dua bentuk yang berbeda, yaitu berupa Badan Inisial. Badan
Elementer (BE) dan Badan Retikulat (BR) atau Badan Inisial. Badan
elementer ukurannya lebih kecil (300 nm) terletak ekstraselular dan
merupakan bentuk yang infeksius, sedangkan badan retikulat lebih
besar (1 um), terletak intraselular dan tidak infeksius. Chlamydia
trachomatis menyerang epitel silindris mukosa serviks. Tidak ada
gejala-gejala yang khas membedakan servisitis karena C. trachomatis
dan servisitis karena organisme lain. (Purwoastuti&walyani, 2015)
b. Jamur
Kandidiasis (candidia albicans), trichomonas vaginalis, dan
vaginosis bakterial adalah penyebab vaginitis yang paling umum.
Dimana Trichomonas vaginalis tidak memiliki stadium kista
tetapi hanya ditemui dalam stadium Tropozoit Bentuknya oval atau
piriformis, memiliki 4 buah flagel anterior, flagel ke 5 menjadi
axonema dari membran bergelombang (membrana undulant), pada
ujung pasterior terdapat axonema yang keluar dari badan yang
diduga untuk melekatkan diri pada jaringan sehingga
menimbulkan iritasi, memiliki 1 buah inti, memiliki sitostoma pada
bagian anterior untuk mengambil makanan, perkembangbiakan
dengan cara belah pasang. Penyebab lain meliputi perubahan flora
normal dan PH vagina serta invasi oleh organisme yang virulen,
kondisi yang dapat disebabkan iritasi mekanis, pengobatan antibiotik
yang berlebihan, terapi steroid jangka panjang, diabetes militus yang
tidak terkontrol, dan sindrom imunodefisiensi didapat (AIDS).
( black and hawks. 2009).
Menempelnya mikroorganisme dalam jaringan sel pejamu
menjadi syarat mutlak untuk berkembangnya infeksi. Secara umum
diketahui bahwa interaksi antara mikroorganisme, adhesin dan
reseptor. Manan dan manaprotein merupakan molekul-molekul
Candida albicans yang mempunyai aktifitas adhesif. Khitin
komponen kecil yang terdapat pada dinding sel Candida albicans
berperan berpenetrasi ke dalam sel epitel mukosa. Enzim yang
berperan adalah aminopeptidase dan asam fosfatase. Proses penetrasi
yang terjadi tergantung dari keadaan imun dari pejamu. (Saifuddin,
2006).
c. Protozoa (misalnya trichomonas vaginalis)
d. Virus (misalnya virus papiloma manusia dan virus herpes)
2. Zat atau benda yang bersifat iritatif
a. Spermisida, pelumas, kondom, diafragma, penutup serviks dan spons.
Benda-benda yang dimasukkan secara sengaja atau tidak sengaja
ke dalam vagina seperti tampon, obat atau alat kontrasepsi, rambut
kemaluan, benang yang berasal dari selimut, celana dan lainnya dapat
menyebabkan keputihan (Suryana, 2009). Masuknya benda asing ke
vagina baik sengaja maupun tidak yang dapat melukai epitel vagina
misal tampon kondom dan benang AKDR (Saifuddin, 2006).
b. Pembilas vagina
Untuk membersihkan vagina dengan air, sebaiknya dilakukan
dengan menggunakan shower toilet. Cara membersihkan vagina
dengan shower toilet adalah dengan menyemprot permukaan luar
vagina pelan-pelan dan menggosoknya dengan tangan. Membilas
vagina dengan cairan khusus boleh saja, tapi tidak dianjurkan, asal
jangan terlalu sering dan pilih yang tanpa parfum dengan pH-nya
netral agar tidak mempengaruhi pH vagina
Dalam keadaan ekosistem vagina yang seimbang, dibutuhkan
tingkat keasaman pada kisaran 3,8-4,2, dengan tingkat keasaman
tersebut lactobacillus akan subur dan bakteri bakteri patogen tidak
akan mengganggu. Peran penting dari bakteri dalam flora vaginal
adalah untuk menjaga derajat keasaman (pH) agar tetap pada level
normal. Pada kondisi tertentu kadar pH bisa berubah menjadi lebih
tinggi atau lebih rendah dari normal. Jika pH vagina naik menjadi
lebih tinggi dari 4,2 (kurang asam/basa), maka jamur akan tumbuh dan
berkembang. Akibatnya akan kalah dari bakteri patogen
(Purwoastuti&walyani, 2015).
c. Pakaian dalam yang terlalu ketat, tidak berpori-pori, dan tidak
menyerap keringat
Celana dalam yang paling baik dari katun, karena dapat
menyerap keringat dengan sempurna. Celana dari bahan satin ataupun
bahan sintetik lainnya, justru menyebabkan organ intim menjadi panas
dan lembab. Bahan pakaian luar pun perlu diperhatikan seorang
wanita. Bahan dari jeans memiliki pori-pori yang sangat rapat,
sehingga tidak memungkinkan udara untuk mengalir secara leluasa.
Kondisi yang lembab dan basah bisa menjadi tempat pertumbuhan
jamur dan kuman yang dapat menimbulkan keputihan
(Purwoastuti&walyani, 2015).
d. Perubahan hormonal
Kontrasepsi suntik Depo-provera adalah suatu senyawa obat
yang digunakan untuk tujuan kontrasepsi parenteral, dan mempunyai
efek progesterone yang kuat dan sangat efektif. Mekanisme kerja
kontrasepsi ini sama seperti kontrasepsi hormonal lainnya. Depo-
provera sangat cocok untuk program post partum, hal tersebut karena
tidak mengganggu laktasi. Kontrasepsi suntikan yang hanya
mengandung progestine ada dua macam yaitu: depo medroxy
progesteron asetat (DMPA), mengandung 150 mg, yang diberikan
setiap 3 bulan satu kali, serta depo noretisteron enantat (Depo
Noristerat), yang mengandung 200 mg, diberikan setiap 2 bulan.
Suntikan diberikan pada hari ketiga-kelima pasca pesalinan atau
segera diberikan setelah keguguran dan masa interval sebelum hari
kelima haid, disuntikan lewat intramuscular (Saifuddin, 2006).
D. Patofisiologi
Bila keseimbangan mikroorganisme berubah maka organisme yang
berpotensi patogen, yang merupakan bagian flora normal, misalnya C.
Albicans pada kasus infeksi monolia serta G. Vaginalis dan bakteri anaerob
pada kasus vaginitis non spesifik berproliferasi sampai suatu konsentrasi
yang berhubungan dengan gejala. Pada mekanisme lainyya, organisme
ditularkan melalui hubungan seksual dan bukan merupakan bagian flora
normal seperti trichomonas vaginalis dan nisseria gonorrhoea dapat
menimbulkan gejala (Heneffer & Schust, 2008). Gejala yang timbul bila
proses meningkatkan respon peradangan terhadap organisme yang
menginfeksi dengan menarik leukosit serta melepaskan prostaglandin dan
komponen respon peradangan lainnyya. Gejala ketidaknyamanan dan
pruritus vagina berasal dari respon peradangan vagina lokal terhadap infeksi
T. Vaginalis atau C. Albicans,Organisme tertentu yang menarik leukosit ,
termasuk T.Vaginalis , menghasilkan secret purulen. Diantara wanita
dengan vaginitis non spesifik. Baunya disebabkan oleh terdapatnya amina
dibentuk sebagai hasil metabolisme bakteri anaerob. Histamin dapat
menimbulkan ketidaknyamanan oleh efek vasodilatasi local. Produk lainyya
dapat merusak sel-sel epitel dengan cara sama dengan infeksi lainnya
(Corwin, E. 2009).
Diperkirakan sekitar 20% dari wanita seksual aktif mengandung strain
kandida albikan didalam saluran pencernaan dan vagina. Apakah kandida
albikan dianggap sebagai bagian dari flora normal vagina yang asimtomatik
masih kontroversial. Beberapa penulis menganggap beberapa perubahan
lokal atau sistemik pada wanita dengan daya tahan tubuh yang lemah dapat
memudahkan timbulnya kandidiasis vagina (Black & Hawks, 2009). Pada
pasien dengan koloni kandida albikan, sering dihubungkan dengan trauma
vagina lokal yang kecil sebagai akibat dari hubungan seksual, pemasangan
tampon vagina atau perubahan bakteri yang dihubungkan dengan pemakaian
antibiotika. Tampaknya bahwa flora normal dapat menghasilkan komponen
anti kandida yang dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangbiakan
jamur (Pearce, 2015).
Hipersensitifitas terhadap antigen kandida, penting dievaluasi pada
beberapa wanita dengan jamur yang sedikit, dapat merupakan reaksi
imunitas humoral yang mempunyai efek pada kandidiasis vagina. Sekresi
antibodi mukosa mengandung sistem kompleks yang terbanyak adalah
imunoglobulin A. Tingginya level Ig A pada sekresi vagina dapat
mengurangi perlekatan kandida pada sel epitel dan mengurangi insiden
vaginitis. Imunitas seluler dihubungkan dengan gangguan fungsi T sel,
seperti pada keganasan hematologi atau infeksi dengan human
imunodefisiensi virus, sehingga dengan menurunnya fungsi T sel, dapat
menyebabkan insiden dan beratnya penyakit kandida makin meningkat
(Black & Hawks, 2009).
Kandidiasis vaginitis yang rekuren terdapat beberapa faktor endogen
dan eksogen seperti diabetis melitus yang tidak terkontrol, penggunaan
hormon estrogen, penggunaan antibiotika berspektrum luas dan adanya
penurunan daya tahan tubuh. Faktor lainnya seperti penggunaan pakaian
yang ketat dari bahan nilon dan tidak adanya ventilasi dibawah pakaian
memudahkan timbulnya infeksi karena peningkatan keringat dan
peningkatan suhu permukaan tubuh. Banyak wanita dengan kandidiasis
vagina rekuren tidak ditemukan faktor predisposisinya. Infeksi ulangan
kandidiasis vaginitis dianggap berasal dari saluran pencernaan oleh karena
pada suatu penelitian organisme kandida albikan diperoleh dan 100% kultur
rektal pada wanita kandidiasis vaginitis merupakan strain yang sama. Peran
transmisi hubungan seksual yaitu ditemukannya koloni kandida dikulit penis
kira-kira 20% dari laki-laki pasangan wanita dengan kandidiasis vagina
yang rekuren. Pada sulkus koronarius pada laki -laki yang tidak
disirkumsisi. Kolonisasi asimtomatis pada penis laki-laki 4 kali lebih sering
pada laki-laki pasangan seksual dari wanita yang terinfeksi. Strain yang
ditemukan pada kedua pasangan seksual biasanya identik . Ada bukti bahwa
wanita dengan kandidiasis vagina rekuren mempunyai kelainan antigen
kandida spesifik dalam sel mediated imuniti. Penelitian ini memberikan
hipotesa bahwa adanya imunodefisiensi didapat yang selektif pada wanita.
E. Manifestasi Klinis
Manifestasi vaginistis dicirikan dengan perubahan sekresi cairan
vagina (lekorea) yang berjumlah banyak, berbau, dan bersifat purulen,
kadang disertai dengan disuria dan perdarahan pada vagina. Wanita dengan
vaginitis sering mengeluhkan gatal pada vulva, dan klien umumnya
mengeluhkan ketidaknyamanan saat berkemih juga dispareunia (Black, J M
dan Hawks, J H, 2014).
F. Komplikasi
Menurut ( Purwoastuti, E & Walyani E S. 2015) yaitu:
1. Ketidaknyamanan yang tidak hilang
2. Infeksi kulit (dari garukan)
3. Komplikasi karena penyebab kondisi (seperti gonore dan infeksi
kandida)
Menurut Manuba (2007), komplikasi yang ditimbulkan pada ibu
hamil adalah:
1. Prematur ruptur ofmembran
2. Karioamnionitis
3. Persalinan prematur
4. Infeksi bayi neonatus
a. Sepsis
b. Meningitis
5. Infekksi postpartum dalam bentuk:
a. Endometritis puerpalis
Peningkatan konsentrasi flora anaerob, yang sebagian
mungkin karena perubahan pH, bisa meningkatkan angka
endometritis.
b. Komplikasi infeksi puerpalis
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan preparat basah
Dilakukan dengan meneteskan satu atau dua tetes NaCl 0,9% pada
sekret vagina diatas objek glass kemudian ditutup dengan coverglass.
Diamati dibawah mikroskop dengan perbesaran 400x untuk melihat Clue
cells yang merupakan sel epitel vagina yang diselubungi dengan bakteri
sehingga tepinya tidak terlihat jelas. Pemeriksaan ini memilki sensivitas
60% dan spesifitas 98% (Srinivasan, 2008).
2. Whiff test
Dinyatakan positif jika bau amis timbul setelah penambahan satu
tetes KOH 10-20% pada sekret vagina. Bau amis muncul sebagai akibat
pelepasan amin dan asam organik hasil dari bakteri anaerob (Srinivasan,
2008).
3. Tes lakmus
Kertas lakmus ditempatkan pada dinding lateral vagina. Ditemukan
kadar pH > 4,5 (Srinivasan, 2008).
4. Pewarnaan gram
Ditemukan penurunan jumlah Lactobacillus dan peningkatan jumlah
bakteri anaerob (Srinivasan, 2008).
5. Kultur vagina
Kultur Gardnerella vaginalis kurang bermanfaat untuk diagnosis
bakterial vaginosis karena bakteri ini ditemukan hampir 50% pada
perempuan normal (Srinivasan, 2008).
6. Tes proline aminopeptidase yang dihasilkan oleh bakteri anaerob, karena
Lactobacillus tidak menghasilkan zat tersebut. (Srinivasan, 2008).
Terdapat beberapa kriteria yang digunakan untuk mendiagnosis
bakterial vaginosis, diantaranya adalah:
a. Kriteria Amsel
Kriteria ini memiliki tingkat spresifitas yang lebih tinggi daripada
pewarnaan gram. Kriteria ini paling sering digunakan untuk
mendiagnosis vaginitis bakterial. Diagnosis dapat ditegakkan jika
didapatkan minimal tiga dari empat kriteria. (Srinivasan, 2008).
1) Secret vagina yang homogen, putih, dan tipis melekat pada
vagina
2) pH vagina > 4,5 Peningkatan pH dapat menyebabkan terlepasnya
amin (trimetilamin).
3) Secret vagina yang berbau amis setelah penambahan KOH khitfg
jika didapatkan bau amis setelah menambahkan satu tetes 10-
20% KOH (potasium hidroxide) pada sekret vagina.
4) Ditemukannya sel Clue pada pemeriksaan mikroskopis
menggunakan preparat salin basah. Pada pemeriksaan sampel
pasien vaginitis bakterial didapatkan adanya peningkatan jumlah
kuman Gardnerella. Sel squamosa normal memiliki ciri selnya
runcing diujungnya, jernih, tepi yang lurus, sedangkan sel Clue
memiliki ciri granular, tidak jernih, dan pinggir yang kasar. Sel
Clue adalah sel epitel vagina yang batas tepinya sudah tidak
terlihat jelas karena terdapat banyak bakteri yang menempel pada
permukaan sel tersebut. Ditemukannya sel Clue pada
pemeriksaan mikroskopis memiliki sensivitas 98% dan spesifitas
94,3% (Srinivasan, 2008).
e. Non farmakologi
Terkadang Candida albicans tetap ada meski terapi konvesional
yang memadai, pada beberapa wanita hal ini mungkin merupakan
tanda kekurangan zat besi diabetus militus atau masalah imun dan tes
yang sesuai harus dilakukan. Perempuan yang mengalami berulang
vulvovaginal candida albicans melakukanya karena infeksi persisten
dari pada infeksi berulang. Tujuan dari perawatan dalam kondisi ini
adalah untuk menghindari pertumbuhan berlebih dari kandida yang
mengarah kedalam gejala. (Purwoastuti&walyani, 2015)
Diantaranya :
1. Kapas atau uap air-wicking pakaian dalam dan pakaian longgar,
menghindari stocking nilon.
2. Perendaman dalam garam mandi, hindari sabun.
3. Menggunakan pembersih non-sabun atau krim untuk mrencuci.
4. Terapkan hidrokortison krim untuk mengurangi gatal dan
mengobati sekunder dermtitis memengaruhi vulva.
5. Perlakukan dengan krim anti jamursebelum setiap periode
menstruasi dan sebelum terapi antibiotik untuk mencegah kambuh.
Sebuah perjalanan panjang sebuah antijamur topikal agen kadang-
kadang diperlakukan tetapi hal ini mungkin sendiri menyebabkan
dermatitits atau hasil dalam non-proliferasi.
6. Anti jamur oral obat-obattan (itrakonazol atau flukonazol) dapat
diambil secara teratur dan sebentar-sebentar (misalnya sekali
sebulan). Dosis dan frekuensi yang cukup bervariasi tergantung
pada keparahan gejala.
7. Asam borat (boraks) 600mg sebagai supositoria pada malam hari
dapat membantu untuk mengasamkan vagina dan mengurangi
kehadiran (albicans dan non candida albicans).
f. Terapi
Terapi terdiri atas pemberian esterogen per os (remarin 1,25 mg
atau oestrofeminal 1,25mg) tiap malam dan pemberian dianestol krem
remaren vaginal kream atau 0,1 mg sufosotorium dietel stilbestrol per
vaginam untuk 30 malam. Dewasa ini dapat dianjurkan pemakaian
synapause tablet dan synapause cream. (Purwoastuti&walyani, 2015)
62
BAB III
PEMBAHASAN KASUS
A. Pengkajian
1. Identitas Klien
Nama : Ny. X
Umur : 37 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Marketing produk makanan
Tanggal Pengkajian : 11 April 2016
Diagnosa Medis : Vaginitis
2. Keluhan Utama
Ny. X mengatakan, “gatal-gatal di daerah vagina dan sekitarnya.”
3. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
Ny. X mengatakan. “sudah seminggu gatal-gatal di daerah
vagina dan sekitarnya, Gatal sangat mengganggu terutamapada
malam hari.”
b. Riwayat Kesehatan Terdahulu
Ny. X mengatakan, “pada awalnya gatal-gatal itu terasa
ketika melakukan kegiatan fisik baik di saat di rumah maupun di
tempat kerja sehingga banyak keringat. Kemudian setelah tiga hari
keluar keputihan yang lebih banyak dari biasanya, berbau amis
seperti susu basi.”
Ny. X mencoba minum dan cebok dengan ramuan
tradisional (daun sirih) tetapi tidak sembuh.
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Tidak terdapat data dalam kasus.
d. Riwayat Ginekologi dan Obstetri
1) Riwayat Menstruasi
63
Ny. X menarche pada usia 13 tahun. Pola menstruasi 1
bulan sekali dengan lama 5-7 hari. Tidak ada keluhan
menjelang atau selama menstruasi.
2) Riwayat Obstrektif
Ny. X memiliki dua anak.
3) Riwayat Kontrasepsi
Ny. X memakai alat kontrasepsi suntikan Depoprovera 3 bulan
sekali.
4. Pola Pemenuhan Aktivitas
Istirahat dan tidur : gatal-gatal sangat menganggu terutaa pada malam
hari.
5. Riwayat Psikososial, spiritual, budaya
Tidak terdapat data dalam kasus.
6. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
Orientasi : Baik
Kesadaran : Compos Mentis (E4V5M6)
b. Tanda-tanda Vital
TD : 110/90 mmhg
Nadi : 80 x/menit
Suhu : 37,70 C
RR : 28 x/menit
c. Genital
Tidak terdpat dalam kasus.
7. Pemeriksaan Penunjang
Tidak terdapat data dalam kasus.
8. Terapi yang diberikan
Tidak terdapat data dalam kasus.
1. Analisa Data
Tabel 4. Analisa Data Berdasarkan Kasus
Data Etiologi Masalah keperawatan
DS: Gangguan rasa nyaman
Aktifitas di dalam maupun diluar rumah
Klien mengatakan, “sudah seminggu
yang memicu keringat
gatal-gatal di daerah vagina dan
sekitarnya.” Akumulasi keringat di area vagina
Klien juga mengatakan, “keluar
keputihan yang lebih banyak dari Meningkatkan kelembaban vagina
- RR: 28 x/menit
Interaksi glikoprotein kandida dengan
permukaan epitel
Kemotatik Neutrofil
64
Reaksi radang
VAGINITIS
Respon tubuh
Dipersepsikan gatal
DS:
Aktifitas di dalam maupun diluar rumah Risiko infeksi
Klien mengatakan,”gatal semakin
yang memicu keringat
mengganggu pada malam hari”
Klien juga mengatakan,”keluar Akumulasi keringat di area vagina
keputihan yang lebih banyak dari Meningkatkan kelembaban vagina
biasanya, berbau amis seperti susu basi”
Pemicu peningkatan perkembangbiakan
DO: bakteri patogen
0
- Suhu : 37,7 C (candida albican)
Kemotatik Neutrofil
Reaksi radang
VAGINITIS
Respon tubuh
Dipersepsikan gatal
Risiko infeksi
DS: Aktifitas di dalam maupun diluar rumah Risiko kerusakan integritas kulit
Klien mengatakan, “sudah seminggu yang memicu keringat
gatal-gatal di daerah vagina dan
Akumulasi keringat di area vagina
sekitarnya.”
Meningkatkan kelembaban vagina
DO: -
Pemicu peningkatan perkembangbiakan
bakteri patogen
(candida albican)
Kemotatik Neutrofil
Reaksi radang
VAGINITIS
Respon tubuh
Dipersepsikan gatal
DO: -
Perilaku kesehatan cenderung berisiko
VAGINITIS
DS: Ketidakefektifan pola seksual
Klien mengatakan,”gatal semakin Dampak psikologis
mengganggu pada malam hari” Penurunan kepercayaan diri
Klien juga mengatakan, “keluar
Dampak pada pasangan
keputihan yang lebih banyak dari
biasanya, berbau amis seperti susu basi”. Perubahan pola seksual
Diagnosa
NO NOC NIC Rasional
Keperawatan
4. Menghindari penyebaran
4. Ajarkan klien dan kelurga tentang infeksi yang dapat terjadi
perawatan vulva hygiene. pada klien dan
keluarganya selanjutnya
Skin care
Skin care
1. Menghindari penyebaran
1. Bantu klien untuk menghindari
infeksi yang lebih pada
penggunaan sprei berstekstur
klien
kasar.
2. Mencegah terjadinya pH
2. Anjurkan pada klien untuk yang berlebihan yang
membersihkan dengan sabun dapat menimbulkan
antibacterial yang sesuai dengan infeksi pada klien
pH normal (3,8-4,2). 3. Mengurangi rasa gatal
3. Kolaborasi pemberian antibiotic yang menjadi penyebab
topical. utama pada klien
Health education
Health education
1. Mencegah terjadinya
1. Ajarkan strategi yang dapat
perilaku kesehatan
digunakan untuk menolak
yang beresiko
perilaku yang tidak sehat.
2. Hindari penggunaan cara
2. Membantu klien dalam
menakut – nakuti untuk
mengubah kebiasaan
memotivasi klien dalam
perilaku yang dapat
mengubah perilaku.
beresiko untuk dirinya
5 Ketidakefektifan Setelah dilakukan tindakan Teaching : safe sex Teaching : safe sex
pola seksualitas keperawatan selama 3 x 24
1. Diskusikan tentang pengetahuan, 1. Menambah pengetahuan
berhubungan jam diharapkan gangguan pengertian, kemauan dan tentang perlindungan
dengan ketidakefektifan pola komitmen mengenai bebagai seksual
hambatan seksualitas dapat teratasi. metode perlindungan seksual.
dengan Dengan kriteria hasil: 2. Untuk keamanan klien
hubungan 2. Diskusikan dengan klien untuk dalam melakukan
Sexual transmitted disease
dengan orang memilih pelindung seksual sesuai hubungan seksual
terdekat Tidak berganti-ganti agama, budaya, dan sexual
ekonomi. 3. Melindungi diri dari
pasangan
3. Anjurkan untuk menggunakan penyebaran infeksi
Meningkatkan
penggunaan kondom kondom atau memilih, menjaga,
(Bluechek, G. M. Et al. 2014, Herdman, T. Heather. 2014, Moorhead, sue, et al. 2014
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
. Dari analisis kasus Ny. X, didapatkan bahwa Ny. X mengalami rasa
gatalpada area genitalia eksterna (luar), sehingga memunculkan masalah
keperawatan yang lebih kompleks, oleh karena itu muncul beberapa
tindakan keperawatan yang dapat dilakukan perawat dalam kasus tersebut.
Dengan membuat kajian literartur kembali sebagai tolak ukur dalam
membuat nursing care plan yang sesuai dengan klien.
B. Saran
1. Bagi Masyarakat
Diharapkan agar setiap perempuan bisa menjaga kebersihan pada
area genitalia ekterna (luar). Menjaga personal higiene agar tidak terjadi
infeksi pada area genitalia eksterna.
2. Bagi Mahasiswa
Dapat memahami pengertian dan memahami model serta konsep
dari “Vaginitis” serta memberikan dorongan, semangat, serta pemikiran-
pemikiran yang baru bagi para pembaca.
3. Bagi Pendidikan
Bagi dosen pembimbing agar dapat memberikan bimbingan yang
lebih baik dalam pembuatan asuhan keperawatan selanjutnya.
4. Bagi Kesehatan
Diharapkan petugas kesehatan selalu meningkatkan pengetahuan
dan ketrampilannya sesuai dengan kemajuan IPTEK. Diharapkan juga
sebagai petugas kesehatan agar jeli dalam mencari masalah yang sedang
dihadapi oleh pasien dan mampu mencari solusi dalam menangani
masalah tersebut
82
DAFTAR PUSTAKA
Black dan hawks. (2009). Keperawatan Medikal Bedah Manajemen Klinis Untuk Hasil
Yang Diharapkan. Alih bahasa : Mulyanto, Etall. Ed.8. Buku 2. Singapore:
Elsevier.
Drif J Magouw, (ed). (2004). Clinical pelvic anatomy in clinical obsetric gynaecology.
Saunders.
Linda j.vorvick, MD, (2011). Medical Director. medex northwest division of physician
assistant studies, university of washington, school of medicine. also reviewed by
david zieve, MD, MHA, MEDICAL DIRECTOR, A. D. E.M., inc.
Price & Wilson. (2005). Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Alih
Bahasa: Pendit, Brahm, dkk. Jakarta: EGC.
Purwoastuti dan walyani, (2015). Panduan materi kesehatan reproduksi dan keluarga
berencana. Yogyakarta : pustaka baru press.
Saifuddin. (2006). Pelayanan Kesehatan Maternal dan neonatal. Jakarta: Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Schalkwyk & Yudin. (2015). Vulvovaginitis: Skrining untuk dan Manajemen dari
Trichomoniasis, Vulvovaginal Candidiasis, dan bakteri Vaginosis. Journal of
Obstetricians and Gynaecologists, 37,(3), 266–274
http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S1701216315303169 Diakses 13
April 2016.
Srinivasan, S., Fredricks, D.N. (2008). The human vaginal bacterial biota and
bacterial vaginosis. Interdiscip. Perspect. Infect. Dis. 750.
Respon sekunder
Menghantarkan inpuls
Peningkatan kelambatan area sepanjang serabut saraf
vagina sensori
Peningkatan suhu
Timbul Berkurangnya
keputiha mempertahanka
VAGINITIS
n n
fisiologis PH
Peningkatan
konsentrasi
basa
Peningkatan
mikroorganisme
patogen
Peningkatan
cairan vagina
yang dikeluarkan
Penurunan
kepercayaan diri
GANGGUAN CITRA
TUBUH
Dampak pada
pasangan
Perubahan KETIDAK
pola EFEKTIFAN POLA
seksual SEKSUAL
Hambatan
dalam
hubungan
Dipersepsikan gatal
GANGGUAN RASA
NYAMAN :
GATAL
Hasrat untuk
menggaruk
Timbul robekan
jaringan epidermis
kulit
Resiko jalan
RESIKO INFEKSI
masuknya patogenik