Anda di halaman 1dari 104

Catatan Pediatrik

Bunga Annisa Hapsari


4151101119

ِ ‫َربّ ِز ْدﻧِﻲ ِﻋ ْﻠﻤﺎ ً َو رْ ُز ْﻗ‬


ً ‫ﻨﻲ ﻓَﮭْﻤﺎ‬

“Oh Allah, advance me on Knowledge and true understanding”


DEMAM

Suhu tubuh N = 36,5 – 37,5 oC


 37,5 – 38 = subfebris
 ≥ 38 = febris
 ≥ 41 = hiperpireksia
 < 36,5 = hipotermi

DD demam < 7 hari


 DF/DHF  ISPA (atas, bawah)  Parotitis, faringitis
 Chikungunya  ISK  Varicela/cacar
 Leptospirosis  Measles/campak  OMA
 Flu burung  Rubella  ITP

DD demam > 7 hari


 Infeksi : tifoid, malaria, TB, HIV/AIDS
 Autoimun : SLE
 Endokrin : krisis tiroid
 Keganasan : limfoma maligna, leukemia

Pola demam
o
1. Continum/sustained fever : fluktuasi < 0,5 C
2. Remittent fever : fluktuasi > 0,5 oC tapi tidak turun sampai N  tifoid, TB
milier
3. Intermittent fever : fluktuasi sampai suhu N selama beberapa jam dalam
sehari. Kalau tiap 2 hari sekali = tersiana; kalau 2 hari
bebas demam di antara 2 serangan = kuartana
4. Biphasic : demam 2 puncak (camelback, saddleback)  DF, campak,
polio, leptospirosis, yellow fever
5. Periodic fever : demam muncul secara periodic diselingi periode
asimptomatik beberapa minggu-bulan
6. Relapsing fever : demam muncul secara periodic diselingi periode
asimptomatik beberapa jam/hari  malaria tertian (P.
vivax), malaria kuartana (P. malaria)
7. Demam septic : suhu badan berangsur naik ke tingkat yang tinggi sekali
pada malam hari & turun kembalil ke tingkat di atas N pada
pagi hari. Kalau turun ke tingkat N = demam hektik
8. Demam siklik : Kenaikan suhu badan selama beberapa hari yang diikuti
oleh periode bebas demam untuk beberapa hari yang
kemudian diikuti oleh kenaikan suhu seperti semula.
Contohnya pada penyakit demam berdarah
Bunga Annisa Hapsari 4151101119 FK UNJANI 2007
DEMAM DENGUE / DEMAM BERDARAH DENGUE

Anamnesis
♥ KU : panas badan/demam
♥ Sudah berapa lama menderita demam?
♥ Demam timbul mendadak, terus menerus, sama antara pagi-siang-malam?
♥ Saat demam, diukur dengan termometer? Bila tidak, tanda subjektif demam
tinggi: gelisah, pusing, fotofobia?
♥ Sudah diberi obat penurun panas? Nama obatnya, banyak/takarannya? Respon
terhadap obat?
♥ Demam disertai mual, muntah, sakit perut (t.u. di daerah ulu hati)?
♥ Demam disertai nyeri kepala, nyeri otot, nyeri sendi, nyeri tulang, atau nyeri di
daerah belakang mata (u/anak besar)?
♥ Demam disertai timbul bintik perdarahan di kulit, mimisan, gusi berdarah, muntah
atau BAB berdarah?
♥ Demam disertai gelisah, letargi, badan teraba dingin?
♥ Anak menjadi malas minum? Memuntahkan apa saja yang diberikan?
♥ Kapan terakhir buang air kecil?
♥ Bagaimana BAB nya? Mencret atau obstipasi?
♥ Ada kejang atau penurunan kesadaran?
♥ Ada batuk, pilek, nyeri tenggorokan, nyeri saat menelan, atau gangguan napas?
(DD ISPA)
♥ T.u. anak perempuan menangis saat BAK (u/anak lebih kecil) atau nyeri saat
BAK (u/anak besar)? (DD ISK)
♥ Ada cairan yang keluar dari lubang telinga, atau telinga seperti berdengung
(u/anak besar)? (DD OMA)
♥ Ada ruam-ruam merah, mata merah, dan batuk? (DD campak)
♥ Ada bruntus-bruntus yang berisi air, terasa gatal, sebelumnya ada kontak dengan
orang keluhan serupa? (DD cacar)
♥ Riwayat kebanjiran? (DD leptospirosis)
♥ Pernah digigit nyamuk t.u. di siang hari? Di mana?
♥ Ada yang menderita sakit serupa di rumah atau tetangga sekitar rumah atau
teman sekolah?
♥ Bagaimana keadaan lingkungan di sekitar rumah atau sekolah, adakah
kemungkinan tempat perindukan nyamuk (contoh: ada tempat penampungan air
terbuka). Apakah ada penyemprotan untuk nyamuk t.u Aedes aegypti?

Bunga Annisa Hapsari 4151101119 FK UNJANI 2007


Pemeriksaan Fisik
♥ Keadaan sakit: ringan/sedang/berat
♥ Kesadaran: kualitatif (CM-koma), kuantitatif (GCS)  anak besar
alert/letargi? menangis kuat/lemah? gerak aktif?
♥ Antropometri : BB, TB, LK/LD (u/< 2 thn)
♥ Tanda vital : TD, N REC, R tipe, S
♥ Kepala : flushing, epistaksis, perdarahan gusi
♥ Leher : pembesaran KGB (ukuran, konsistensi, mudah/sulit digerakkan
dari dasarnya, sakit/tidak
♥ Thorax : jantung, paru
♥ Abdomen : nyeri di daerah epigastrium, hepatosplenomegali
♥ Ekstremitas : akral hangat/dingin, CRT
♥ Kulit : tanda perdarahan kulit (ptechiae, ekimosis, purpura), ruam
kulit/rash
♥ Bila tidak ada perdarahan spontan, lakukan RL

Pemeriksaan Penunjang
♥ Darah rutin : Hb, Ht, Tr, Leu, Eri, diff count (dilakukan serial setiap 12 jam
atau 6 jam atau 3 jam tergantung keadaan klinis pasien)
♥ Serologis : NS1 (saat awal demam), IgM IgG anti dengue, titer hemagultinin
inhibition (HI)
♥ Imaging : Ro thorax posisi RLD, USG abdomen  melihat efusi pleura &
ascites *bila perlu
♥ Fungsi hati (SGOT/SGPT) *bila ada tanda ensefalopati
♥ EKG & enzim jantung *bila ada penyulit miokarditis
♥ DIC profile : PT, aPTT, D-dimer, kadar fibrinogen *bila diperlukan

♥♥♥

Definisi

DBD atau DHF adanya penyakit menular akut yang disebabkan oleh virus
Dengue, ditandai dengan adanya demam dan kebocoran pembuluh darah;
perdarahan dapat menyebabkan gangguan sirkulasi darah atau syok (DSS) bahkan
dapat mengakibatkan kematian.
Selain itu, ada bentuk lain dari infeksi virus dengue yaitu DF, yang berbeda
dengan DHF dalam hal tidak terdapatnya kebocoran plasma sehingga manifestasi
klinis umumnya lebih ringan. Pada DF bisa terjadi perdarahan meskipun tidak biasa.

Bunga Annisa Hapsari 4151101119 FK UNJANI 2007


Infeksi virus dengue

Asimptomatik Simptomatik

Demam dengan DF DHF


gejala tidak khas
Tanpa Dengan Tanpa Dengan Syok
Perdarahan Perdarahan Syok (DSS)
Epidemiologi

♥ DBD masih merupaka masalah kesehatan masyarakat, dikarenakan:tersebar


luasnya nyamuk A. aegypti, masih kurangnya kesadaran sebagian masyarakat
untuk melaksanakan pemberantasan sarang atau tempat perindukan nyamuk,
pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi, urbanisasi yang tidak terencana, dan
kemudahan transportasi dari 1 daerah ke daerah lainnya.
♥ Tidak terdapat perbedaan antara jenis kelamin. Tapi kematian lebih banyak
terjadi pada anak perempuan.
♥ Pengaruh musim terhadap DBD tidak begitu jelas, tapi secara garis besar jumlah
kasus meningkat antara September sampai Februari, puncaknya pada Januari.

Etiologi

♥ Disebabkan o/virus Dengue, genus flavivirus, famili Flaviridae, ditularkan oleh


serangga grup B (arthropod borne virus = arbovirus).
♥ Mempunyai 4 serotipe : den-1, den-2, den-3, den-4  den-3 yang dominan &
menimbulkan kasus berat.
♥ Vektor utama virus : A. aegypti dan A. albopticus, genus Aedes, family
Culicidae
♥ Ciri Aedes : tubuh bercorak belang hitam putih pada dada, perut,
tungkai.
♥ Aedes termasuk ordo diptera, mengalami metamorposis lengkap.
♥ Stadium : telur – larva (jentik) – pupa (kepompong) – nyamuk
dewasa.
♥ Dari telur jadi dewasa membutuhkan waktu 10 hari.
♥ Jarak terbang nyamuk 100 m.

Penularan
Bunga Annisa Hapsari 4151101119 FK UNJANI 2007
♥ DF/DHF ditularkan orang yang dalam darahnya terdapat virus dengue  digigit
nyamuk Aedes  virus masuk bersama darah yang dihisap
♥ Di dalam tubuh nyamuk  virus berkembang biak  membelah diri  menyebar
di seluruh bagian tubuh nyamuk
♥ Kalau nyamuk menggigit orang lain  alat tusuk nyamuk (proboscis)
menemukan kapiler darah  dikeluarkan air liur agar darah yang dihisap tidak
membeku, lalu darah dihisap  virus keluar bersama dengan air liur  ditularkan
kepada orang lain
♥ Kekebalan cukup terhadap virus dengue  tidak akan terserang penyakit ini
♥ Kekebalan tidak cukup terhadap virus dengue  mulai sakit demam ringan
sampai sakit berat (demam tinggi yang disertai perdarahan, bahkan syok),
tergantung dari tingkat kekebalan tubuh yang dimikinya.

Patofisiologi

Nyamuk A. aegypti

Menggigit penderita demam berdarah

Virus dengue masuk ke tubuh nyamuk bersama darah yang dihisap

Di dalam tubuh nyamuk, virus berkembang biak &
menyebar ke seluruh bagian tubuh nyamuk
(sebagian besar di kelenjar liur)

Nyamuk menggigit orang lain

Air liur (bersama virus dengue) dilepaskan terlebih dahulu agar
darah yang dihisap tidak membeku

Masuk ke dalam tubuh manusia

Ditangkap oleh makrofag (monosit), berkembang biak, &
beredar di dalam pembuluh darah

Viremia 2 hari,
sebelum timbul
gejala & berakhir
setelah 5 hari
Makrofag sebagai APC mulai gejala panas

Bunga Annisa Hapsari 4151101119 FK UNJANI 2007
Antigen yang menempel di makrofag mengaktivasi sel T-helper

Menarik makrofag lain u/memfagosit lebih banyak virus

T-helper mengaktivasi

Sel T sitotoksik Sel B yang akan melepas antibody



Melisiskan makrofag Ab Ab Ab
yang sudah Netralisasi Hemaglutinasi fiksasi
memfagosit virus komplemen

terlepasnya mediator

Infeksi Pertama

Ab netralisasi

Mengenali protein E, monoklonal Ab terhadap NS1, pre M, & NS3
dari virus dengue

Aktivitas netralisasi & aktifasi komplemen

Lisis sel yang telah terinfeksi virus

Virus lenyap, penderita sembuh, kekebalan seumur hidup terhadap serotip tsb

Ab-nya non netralisasi : cross reaktif (bukan cross protektif)


Infeksi Sekunder

Virus dengue berperan sebagai super antigen



Makrofag menampilkan APC

Antigen ini bermuatan peptide MHC II

Bunga Annisa Hapsari 4151101119 FK UNJANI 2007
Dengan perantara T cell receptor,
berikatan dengan CD4 (TH-1 & TH-2) Berfungsi sebagai
 imunomodulator
Limfosit T mengeluarkan substansi dari TH-1

INF-ϒ IL-2 CSF


(colony stimulating factor)

Merangsang makrofag
u/mengeluarkan

IL-1 TNF-α Merangsang


neutrofil
Pembentukan Merangsang Berkorelasi dgn o/pengaruh
prostaglandin ICAM-1 manifestasi ICAM-1
hemoragik

Neutrofil membawa Neutrofil yang beradhesi


superoksid dengan endotel

Bunga Annisa Hapsari 4151101119 FK UNJANI 2007


Mempengaruhi oksigenasi Mengeluarkan lisosom
pada mitokondria & 
siklus GMPs dinding endotel lisis
 
endotel nekrosis endotel terbuka

Kerusakan endotel pembuluh darah



Gangguan vaskuler

Syok

Bunga Annisa Hapsari 4151101119 FK UNJANI 2007


*Dua teori yang banyak dianut dalam menjelaskan pathogenesis infeksi dengue
adalah:
1. Secondary heterologous infection
2. Enhancing antibody
Teori secondary heterologous infection (infeksi sekunder) menyebutkan bahwa
apabila seseorang mendapatkan infeksi primer dengan 1 jenis virus, akan terjadi
proses kekebalan terhadap infeksi jenis virus tersebut untuk jangka waktu yang lama
(6 bulan sampai 5 tahun). Pengertia ini akan lebih jelas bila dikemukakan sebagai
berikut :
“Seseorang yang pernah mendapat infeksi primer virus dengue akan mempunyai
antibodi yang dapat menetralisasi yang sama (homologous). Tapi jika orang tersebut
mendapatkan infeksi sekunder dengan jenis serotype virus yang lain, maka terjadi
infeksi yang berat. Pada infeksi selanjutnya, antibody heterologous yang telah
terbentuk dari infeksi primer akan membentuk kompleks dengan virus dengue baru
dari serotipe berbeda, namun tidak dapat dinetralisasi, virus bahkan membentuk
kompleks yang infeksius.”

Bunga Annisa Hapsari 4151101119 FK UNJANI 2007


Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis demam berdarah berdasarkan klasifikasinya sebagai berikut


1. Tanpa Gejala
Undifferentiated fever, mungkin manifestasi klinis yang sering terjadi.
2. Demam Dengue
Timbul mendadak, berlangsung 2 – 7 hari, terus menerus tinggi, ditandai dengan
dua atau lebih manifestasi berikut:
a) Nyeri kepala
b) Nyeri retroorbita
c) Myalgia, arthralgia
d) Ruam kulit
e) Manifestasi perdarahan (ptechiae atau RL positif)
f) Leukopenia
3. Demam Berdarah Dengue
Berdasarkan criteria WHO-1997, diagnosis DBD dapat ditegakkan bila semua hal
di bawah ini dipenuhi:
a) Demam atau riwayat demam akut, antara 2 – 7 hari, biasanya bifasik
b) Terdapat mnimal 1 dari manifestasi perdarahan berikut:
♥ RL (+)
♥ Ptechiae, purpura, ekimosis
♥ Perdarahan mukosa (epistaksis, gusi)
♥ Perdarahan gastrointestinal, menorrhagia, hematuria
c) Trombositopenia (≤ 100.000/mm3)
d) Kebocoran plasma karena peningkatan permeabilitas kapiler:
♥ Peningkatan Ht ≥ 20% dibandingkan nilai standar sesuai dengan umur
dan jenis kelamin
♥ Penurunan Ht ≥ 20% setelah mendapat cairan, dibandingkan dengan nilai
Ht sebelumnya
♥ Terdapat kebocoran plasma sepeti efusi pleura, ascites, atau
hipoproteinemia
4. Dengue Syok Sindrom
Manifestasi syok pada anak terdiri atas:
a) Kulit pucat, dingin, lembab terutama pada ujung jari kaki, tangan, dan hidung,
sedangkan kuku menjadi biru  sirkulasi yang insufisien yang menyebabkan
peninggian aktivitas simpatikus secara reflex
b) Anak yang semula rewel, cengeng, dan gelisah, lambat laun kesadarannya
menurun menjadi apatis, spoor, dan koma  kegagalan sirkulasi cerebral
c) Perubahan nadi: cepat dan lemah, sampai tidak dapat diraba  kolaps
sirkulasi
d) Tekanan nadi menurun menjadi 20 mmHg atau kurang
e) Tekanan sistolik menurun menjadi 80 mmHg atau kurang
Bunga Annisa Hapsari 4151101119 FK UNJANI 2007
f) Oliguria sampai anuria  menurunnya perfusi darah yang meliputi a. renalis

Derajat DHF

♥ Derajat 1 : demam disertai gejala tidak khas & satu-satunya manifestasi


perdarahan yaitu RL
♥ Derajat 2 : derajat 1 disertai perdarahan spontan di kulit dan atau perdarahan
lain
♥ Derajat 3 : Didapatkannya kegagalan sirkulasi yaitu nadi cepat & lemah,
tekanan nadi menurun (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi,
sianosis di sekitar mulut, kulit dingin & lembab, pasien menjadi
gelisah
♥ Derajat IV : Syok berat (profound shock), nadi tidak dapat diraba, tekanan
darah tidak teratur

Pemeriksaan Serologi

♥ IgM IgG : Inf. primer Inf. sekunder


IgM (+) hari ke-5 (+)
IgG (-)  (+) hari ke-14 (+)
♥ HI
Inf. primer : sebelum hari ke-4, titer < 1:20  titer naik 4x atau lebih pada
masa konvalesen tapi tidak melebihi 1:1280
Inf. sekunder : titer < 1:20 pada masa akut  titer ≥ 2560 pada masa
konvalesen atau
titer ≥ 1:20 pada masa akut  titer naik 4x atau lebih pada masa
konvalesen

Komplikasi

1. Ensefalopati dengue
Kesadaran pasien menurun menjadi apatis atau somnoleh, dapat disertai/tanpa
kejang, dapat terjadi pada DHF atau DSS, biasanya disebabkan karena syok
yang berkepanjangan dengan perdarahan, selain itu disebabkan oleh thrombosis
pembuluh darah otak sebagai akibat dari koagulasi intravascular yang
menyeluruh.
2. Kelainan ginjal
Umumnya terjadi pada fase terminal sebagai akibat dari syok yang tidak diatasi
dengan baik
3. Edema paru,
Komplikasi yang paling mungkin akibat pemberian cairan yang berlebihan.

Bunga Annisa Hapsari 4151101119 FK UNJANI 2007


Penatalaksanaan Kasus Tersangka DHF

Tersangka DBD
Demam tinggi, mendadak, terus-
menerus < 7 hari, tidak disertai
infeksi saluran napas bagian atas,
badan lemah dan lesu

Ada kedaruratan Tidak ada kedaruratan


Tanda syok Periksa uji
Muntah terus-menerus tourniquet
Kejang
Kesadaran menurun
Muntah darah
Berak hitam Uji tourniquet (+) Uji tourniquet (-)

Trombosit Trombosit Rawat jalan


≤ 100.000 ≥ 100.000 Paracetamol
Kontrol tiap hari
Sampai demam hilang

Rawat inap Rawat jalan Nilai tanda klinis,


(lihat bagan 3) Periksa Tr & Ht
Minum banyak 1,5 – 2 L/hari bila demam menetap
Paracetamol setelah hari sakit ke-3
Kontrol tiap hari sampai demam turun
Periksa Hb, Ht, Tr tiap kali

Perhatian untuk orang tua


Pesan bila timbul tanda syok, yaitu
Gelisah, lemah, kaki/tangan dingin,
sakit perut, berak hitam, BAK kurang
Lab : Hb & HT naik
Tr turun

Segera bawa ke rumah sakit

Bunga Annisa Hapsari 4151101119 FK UNJANI 2007


Penatalaksanaan Kasus DHF Grade 1 & 2 tanpa Peningkatan Ht

Gejala klinis : demam 2 – 7 hari,


uji tourniquet positif, atau
perdarahan spontan
Lab : Ht tidak meningkat
Trombositopenia (ringan)

Pasien masih dapat minum Pasien tidak dapat minum


Beri minum banyak 1 – 2 L/hari atau Pasien mintah terus-menerus
1 sendok makan tiap 5 menit
Jenis minuman : air putih, teh manis,
sirup, jus buah, susu, oralit
Bila suhu > 38 oC beri paracetamol
Bila kejang beri obat antikonvulsan Pasang infus NaCl 0,9% :
Destrosa 5% (1:3), tetesan
Rumatan sesuai berat badan
Periksa Hb, Ht, Tr tiap 6 – 12 jam

Monitor gejala klinis dan lab


Perhatikan tanda syok
Palpasi hati setiap hari Ht naik dan atau Tr turun
Ukur dieresis setiap hari
Awasi perdarahan
Periksa Hb, Ht, Tr tiap 6 – 12 jam
Infus ganti ringer laktat
(tetesan disesuaikan,
lihat bagan 3)

Perbaikan klinis dan laboratoris

Pulang (lihat : kriteria


Memulangkan pasien)

Bunga Annisa Hapsari 4151101119 FK UNJANI 2007


Penatalaksanaan Kasus DHF grade 2 dengan Peningkatan Hemokonsentrasi ≥ 20%

Cairan awal
RL/NaCl 0,9% atau RLD5/NaCl
0,9% + D5 6 – 7 ml/kgBB/jam

Monitor tanda vital/nilai Ht dan Tr tiap 6 jam

Perbaikan Tidak ada perbaikan

Tidak gelisah Gelisah


Nadi kuat Distres pernapasan
Tekanan darah stabil Frekuensi nadi naik
Diuresis cukup (1 ml/kgBB/jam) Ht tetap tinggi/naik
Ht turun (2x pemeriksaan) Diuresis kurang/tidak ada

Tanda vital memburuk


Ht meningkat

Tetesan dikurangi Tetesan dinaikkan


10 – 15 ml/kgBB/jam
Perbaikan tetesan dinaikkan bertahap

5 ml/kgBB/jam evaluasi tiap 15 menit

Perbaikan Tanda vital tidak stabil


Sesuaikan tetesan

3 ml/kgBB/jam Distres pernapasan Hb/Ht turun


Ht naik
Tek. nadi ≤ 20 mmHg

IVFD stop pada 24 – 48 jam Koloid Transfusi darah segar


Bila tanda vital/Ht stabil 20 – 30 ml.kgBB 10 ml/kgBB
Diuresis cukup

Perbaikan

Bunga Annisa Hapsari 4151101119 FK UNJANI 2007


Penatalaksanaan Kasus DHF Grade III dan IV

1. Oksigenasi (berikan O2 2 – 4 L/menit)


2. Penggantian volume plasma segera (cairan kristaloid isotonis)
Ringer laktat/NaCl 0,9%
20 ml/kgBB secepatnya (bolus 30 menit)

Evaluasi 30 menit, apakah syok teratasi?


Pantau tanda vital tiap 10 menit
Catat balance cairan selama pemberian cairan intravena

Syok teratasi Syok tidak teratasi


Kesadaran membaik Kesadaran menurun
Nadi teraba kuat Nadi lembut/tidak teraba
Tekanan nadi ≥ 20 mmHg Tekanan nadi < 20 mmHg
Tidak sesak napas/sianosis Distres pernapasan/sianosis
Ekstremitas hangat Ekstremitas dingin
Diuresis cukup Kulit dingin dan lembab
Periksa kadar gula darah

Cairan dan tetesan disesuaikan Lanjutkan cairan


10 ml/kgBB/jam 20 ml/kgBB/jam

Evaluasi ketat Tambahkan koloid/


Tanda vital plasma dekstran/FPP
Tanda perdarahan 10 – 20 (max 30) ml/kgBB/jam
Diuresis
Hb, Ht, Tr
Koreksi asidosis
Evaluasi 1 jam
Stabil dalam 24 jam/Ht < 40
Tetesan 5 ml/kgBB/jam

Syok teratasi Syok belum teratasi

Tetasan 3 ml/kgBB/jam Ht turun Ht tetap tinggi/naik

Transfusi darah Koloid 20 ml/kgBB


Infus stop tidak melebihi 48 jam segar 10 ml/kgBB
Setelah syok teratasi diulang sesuai kebutuhan
Bunga Annisa Hapsari 4151101119 FK UNJANI 2007
Pencegahan

Strategi pemberantasan penyakit DBD lebih ditekankan pada


1. Upaya preventif yaitu melaksanakan penyemprotan missal sebelum musim
penularan penyakit di desa/kelurahan endemis DBD
2. Menggalakkan pembinaan peran serta masyarajat dalam kegiatan
pemberantasan sarang nyamuk (PSN)
3. Melaksanakan penanggulangan focus di rumah pasien dan di sekitar tempat
tinggalnya guna mencegah terjadinya kejadian luar biasa (KLB)
♥ Foging focus
♥ Abatisasi selektif (u/membunuh larva dengan butir-butir abate sand
granule1% pada tempat penyimpanan air dengan dosis ppm (part per million)
yaitu 10 gram meter 100 liter air
♥ Menggalakkan masyarakat untuk melaksanakan kerja bakti dalam PSN
dengan 3M
4. Melaksanakan penyuluhan kepada masyarakat melalui berbagai media

Prognosis

Umumnya mempunyai prognosis yang baik. Kematian terjadi karena beberapa hal:
♥ Adanya perdarahan yang brat
♥ Syok yang tidak teratasi
♥ Efusi pleura yang hebat
♥ Kejang

Bunga Annisa Hapsari 4151101119 FK UNJANI 2007


DEMAM TIFOID

Anamnesis
♫ KU : panas badan/demam
♫ Sudah berapa lama menderita demam?
♫ Demam dialami setiap hari?
♫ Jika demam setiap hari dan > 7 hari, pada 5 – 7hari pertama demamnya naik-
turun? Ata uterus-menerus?
♫ Jika naik turun, demam terjadi pada sore-malam hari?
♫ Saat demam, diukur dengan termometer?
Jika tidak diukur, ada tanda-tanda subjektif demam (flushing, gelisah, fotofobia)?
♫ Sudah diberi obat penurun panas? Sebutkan?
Jika sudah diberi obat demamnya turun, berapa jam kemudian timbul kembali
demam?
♫ Setelah 5 – 7 hari, demam yang terjadi terus-menerus (pagi-siang-sore-malam)?
♫ Demam disertai dengan mengigau atau letargi?
♫ Demam disertai nyeri kepala t.u di daerah frontal (u/anak besar)?
♫ Demam disertai nyeri perut?
♫ Demam disertai mencret, mencret yang diikuti konstipasi, atau konstipasi?
Bagaimana bentuk dan warna feses?
♫ Demam disertai anoreksia?
♫ Bagaimana BAK? Warna seperti air teh?
♫ Demam disertai batuk dan sesak napas?
♫ Sumber air minum berasal dari mana? Sumur atau ledeng?
Jika sumur, berapa jarak antara sumur dengan jamban?
♫ Jamban milik pribadi atau digunakan bersama-sama?
♫ Ukuran rumah dan jumlah penghuni?
♫ Kebiasaan memasak, mencuci tangan, dan makan-makanan luar (jajan)?
♫ Di rumah banyak tikus?
♫ Keadaan kesehatan anak sebelum sakit sekarang:
Bagaimana napsu makannya?
Sering sakit?
BB anak sulit naik/turun?
Penyakit yang pernah diderita?
♫ Ada yang menderita keluhan/sakit serupa di lingkungan keluarga/
tetangga/sekolah?
♫ Demam didahului menggigil dan berkeringat banyak sesudahnya, riwayat
bepergian ke daerah endemis malaria? (DD malaria)
♫ Demam disertai batuk lama > 3 minggu, penurunan BB yang drastis, dan kontak
dengan penderita batuk lama/berdarah? (DD TB)

Bunga Annisa Hapsari 4151101119 FK UNJANI 2007


♫ Demam disertai berkeringat banyak, tidak tahan udara panas, berdebar-debar,
tremor , rambut rontok, kulit tipis & halus penurunan BB walaupun pola makan
normal atau banyak, benjolan di daerah leher? (DD hipertiroid
♫ Demam disertai ruam merah di kedua pipi (butterfly rash) atau di seluruh tubuh,
rambut rontok, kulit mudah gosong, lemah badan atau pegal-pegal? (DD/SLE)
♫ Demam disertai penurunan napsu makan dan BB, pandangan berkunang-
kunang, lemah badan? (DD leukemia) + terdapat benjolan di tubuh? (DD limfoma
maligna)

Pemeriksaan Fisik
♥ Keadaan sakit: ringan/sedang/berat
♥ Kesadaran: kualitatif (CM-koma), kuantitatif (GCS)  anak besar
alert/letargi? menangis kuat/lemah? gerak aktif?
♥ Antropometri : BB, TB, LK (u/< 2 thn)
♥ Tanda vital : TD, N REC, R tipe, S
bradikardi relatif?
♥ Mata : konjungtiva anemis, sklera ikterik
♥ Lidah : coated tounge / typhoid tounge
♥ Leher : meningismus
pembesaran KGB (ukuran, konsistensi, mudah/sulit digerakkan
dari dasarnya, sakit/tidak
♥ Thorax : rose spot
bunyi jantung redup/tidak, paru crackles
♥ Abdomen : rose spot, distensi, nyeri difus
hepatomegali, splenomegali
♥ Ekstremitas : bekas gigitan pinjal/insect bite

Pemeriksaan Penunjang
♥ Darah rutin : periksa darah lengkap, ulangi setiap miinggu
♥ Urin rutin
♥ Feses rutin
♥ Kultur darah : termasuk uji resistensi
♥ Kultur feses/urin : jika pasien datang pada minggu ke-2 atau lebih
♥ Serologi : HBsAg dan IgM anti HAV jika diduga hepatitis
*jika hasil negatif, pikirkan hepatitis tifosa
♥ Benzidine tes : jika diduga ada perdarahan usus
♥ Ro BNO 3 posisi : jika diduga ada penyulit perforasi
♥ EKG : jika ada penyulit miokarditis
♥ Ro thorax & PPD tes : jika DD/ TB belum bisa disingkirkan

♥♥♥

Bunga Annisa Hapsari 4151101119 FK UNJANI 2007


Definisi

Demam typhoid yang dikenal juga dengan typhoid fever atau typhus abdominalis
adalah penyakit sistemik akut yang disebabkan infeksi bakteri gram negatif:
♫ 96% disebabkan Salmonella typhi
♫ sisanya disebabkan oleh
♪ S. paratyphi A
♪ S. paratyphi B (schottmuelleri)
♪ S. paratyphi C (hirscfeldii)

Epidemiologi

♫ Penyakit ini terdapat di seluruh dunia, tapi lebih banyak ditemukan di negara
berkembang di daerah tropis di mana penyediaan air bersih, sanitasi lingkungan,
dan kebersihan individu kurang baik.
♫ Diperkirakan insidensi demam typhoid di Indonesia (1985), anak berusia 0-4
tahun sebanyak 25,32%, usia 5-9 tahun sebanyak 35,59%, dan usia 10-14 tahun
sebanyak 39,9%.
♫ Insidensi penyakit ini tidak berbeda antara anak laki-laki dengan perempuan.

Penularan

♫ Oro-fekal, yaitu melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi kuman


tersebut
♫ Janin dan bayi baru lahir juga dapat tertular melalui infeksi transplasental dari
bakteriemi pada ibu.

Karakteristik Etiologi

♫ Berbentuk batang, gram negatif, tidak membentuk spora, motil, berkapsul, dan
mempunyai flagela (bergerak dengan rambut getar).
♫ Dapat hidup sampai beberapa minggu di alam bebas seperti di dalam air, es,
sampah, dan debu.
♫ Dapat mati dengan pemanasan (suhu 60 oC) selama 15 – 20 menit, pasteurisasi,
pendidihan, dan khlorinisasi.

Bunga Annisa Hapsari 4151101119 FK UNJANI 2007


♫ Salmonella typhi mempunyai 3 macam antigen, yaitu:
♪ Antigen O (oligosakarida = somatik)
Terletak pada lapisan luar dari tubuh kuman.
Mempunyai struktur kimia lipopolisakarida atau disebut juga endotoksin.
Tahan terhadap panas & alkohol tapi tidak tahan terhadap formaldehid.
♪ Antigen H (flagela)
Terletak pada flagela, fimbriae, atau pili dari kuman.
Mempunyai struktur kimia suatu protein.
Tahan terhadap formaldehid tapi tidak tahan terhadap panas & alkohol.

♪ Antigen vi (virulens)
Terletak pada kapsul (envelope) dari kuman yang dapat melindungi kuman
terhadap fagositosis.
Ketiga macam antigen tersebut akan menimbulkan pembentukan 3 macam
antibodi yang biasa disebut aglutinin.

Bunga Annisa Hapsari 4151101119 FK UNJANI 2007


Patogenesis

Makanan/minuman yang terkontaminasi kuman


S. typhi atau S. paratyphi

Termakan & masuk ke dalam tubuh penderita

Sebagian kuman dimusnahkan o/asam lambung
Sebagian lagi masuk ke usus halus & berkembang biak

Jika respon imunitas humoral mukosa IgA kurang baik

Kuman menembus sel-sel epitel t.u sel M

Selanjutnya ke lamina propia

Berkembang biak di lamina propia & difagosit o/sel fagosit (makrofag)

Selanjutnya dibawa ke plaque peyeri ileum distal

Ke KGB mesenterika

Ke duktus thoracikus

Kuman yang berada di dalam makrofag masuk ke sirkulasi darah

Menyebar ke seluruh organ retikuloendotelial
t.u hepar & limfa Bakterimia ke-1
 asimptomatik
Di organ ini, kuman meninggalkan sel-sel fagosit

Berkembang bak di luar sel/ruang sinusoid

Bersama cairan empedu

Diekskresikan secara intermitten ke dalam lumen usus

Bunga Annisa Hapsari 4151101119 FK UNJANI 2007


Selanjutnya dikeluarkan melalui feces

Masuk lagi ke sirkulasi darah setelah menembus usus

Karena makrofag telah teraktivasi & hipereaktif
 Bakterimia ke-2
Saat fagosit kuman kembali

Terjadi pelepasan beberapa mediator inflamasi

Di dalam Tanda & gejala sistemik
plaque peyeri

Makrofag hipereaktif Kuman
 menghasilkan
Menimbulkan reaksi : endotoksin
hipersensitivitas tipe lambat, Endotoksin (tersusun dari
hiperplasia jaringan,  lipopolisakarida/
nekrosis organ Menstimulasi dari antigen O)
 makrofag 
Perdarahan GIT  Demam
 Memproduksi
Lama-lama perforasi sitokin

Depresi BM,
kelainan pada Leukopenia
darah,
menstimulasi Menimbulkan
sist imunologik kekebalan

Ke usus besar

Terjadi inflamasi

Disekresikan prostaglandin Adanya enterotoksin
 non inflamatori
Dilepaskannya elektrolit dalam usus besar

Menarik air ke lumen usus

Diare

Bunga Annisa Hapsari 4151101119 FK UNJANI 2007


Gejala Klinis

♫ Pada anak, periode inkubasi 5 – 40 hari, rata-rata 10 – 14 hari


♫ Demam
♪ Step-ladder temperature chart
♪ Demam remittent
♪ Demam naik secara bertahap setiap harinya, mencapai puncak pada akhir
minggu pertama, demam bertahan tinggi, turun perlahan pada minggu ke-3
♪ Demam lebih tinggi pada sore & malam hari
♫ Rose spot
♪ Ruam makulopapular
♪ Warna merah
♪ Ukuran 1 – 5 mm
♪ Pada abdomen, thoraks, ekstremitas, & punggung
♪ Muncul pada hari ke-7 – 10, bertahan selama 2 – 3 hari
♫ Gangguan GIT
♪ Lidah ditutupi selaput putih kotor (coated tounge)  sisa makanan, sel epitel
mati, & bakteri; ujung & tepinya kemerahan; kadang tremor
♪ Pada abdomen, ditemukan meteorismus (perut kembung)
♪ Lebih dijumpai hepatomegali disbanding splenomegali
♪ Diare, obstipasi, atau obstipasi kemudian disusul episode diare
♫ Gangguan kesadaran (SSP)
♪ Saat demam sudah tinggi, kesadaran dapat menurun menjadi apatis sampai
somnolen
♪ Jarang terjadi spoor, koma, atau gelisah
♫ Bradikardi relatif

Faktor yang Mempengaruhi

♫ Faktor Host
♪ Kebiasaan jajan di lur mempunyai risiko terkena demam tifoid 3,6 kali lebih
besar
♪ Kebiasaan tidak mencuci tangan sebelum makan berisiko terkena demam tifoid
2,7 kali lebih besar
♫ Faktor Agent
♪ Jumlah kuman yang dapat menimbulkan infeksi adalah sebanyak 105 – 109
kuman yang tertelan melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi
♫ Faktor Environment
♪ Kualitas sumber air yang tidak memadai
♪ Higiene dan sanitasi yang rendah

Bunga Annisa Hapsari 4151101119 FK UNJANI 2007


♪ Urbanisasi, kepadatan penduduk, sumber air minum, dan standar hygiene
industri pengolahan makanan yang masih rendah mempercepat penyebaran
demam tifoid

Karier Demam Tifoid

♫ Penderita tifoid karier adalah seseorang yang kotorannya (feces atau urin)
mengandung S.typhi setelah 1 tahun pasca demam tifoid, tanpa disertai gejala
klinis (malah bisa sampai seumur hidup
♫ Relaps = tifoid muncul kembali setelah 2 minggu berhenti pengobatan

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan mikrobiologik/pembiakan kuman


♫ Kultur darah pada penderita yang tidak diobati lebih dari 90% positif di minggu
ke-1  tapi menurun setelah diberi antibiotika (hasil postif 40%)
♫ Kultur sumsum tulang tetap memperlihatkan hasil yang tinggi walaupun sudah
diberi antibiotika (90% positif)
♫ Minggu-minggu selanjutnya, kultur darah menurun  tapi kultur urine meningkat
(85% minggu ke-3, 25% minggu ke-4)
♫ Kuman dalam feces masih dapat ditemukan selama 3 bulan dari 90% penderita
Pemeriksaan serologi
♫ Uji Widal
♪ Tujuan widal : menentukan adanya aglutinin dalam serum penderita
♪ Hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernya untuk diagnosis
♪ Titer aglutinin akan meningkat pada pemeriksaan ulang yang dilakukan selang
waktu minimal 5 hari  peningkatan 4x
♪ Titer O yang tinggi (≥ 160)  infeksi akut
Titer H yang tinggi (≥ 160)  telah mendapat imunisasi atau pernah menderita
Titer Vi yang tinggi  karier
♪ Faktor yang mempengaruhi widal :
 Keadaan umum gizi penderita
 Waktu pemeriksaan selama perjalanan penyakit
 Pengobatan dini dengan antibiotik
 Penyakit-penyakit tertentu (leukemia, karsinoma)  tidak terjadi
pembentukan antibody
 Pemakaian obat imunosupresi atau kortikosteroid  menghambat
pembentukan antibiotic
 vaksinasi
♫ ELISA
Melacak adanya antigen S. typhi dalam specimen klinis (darah atau urine) yaitu
double-antibody sandwich ELISA

Bunga Annisa Hapsari 4151101119 FK UNJANI 2007


Komplikasi

♫ Intestinal
♪ Perdarahan usus
♪ Perforasi usus
Ileus Ileus Perforasi Perdarahan Peritonitis
obstruktif paralitik
Nyeri Kolik - + + +
Awalnya +
Muntah + - ± ±
Kemudian -
Flatus - - - - -
Pada anak +
Kembung + + ± ±
Dewasa -
Trauma - - + + +
Dehidrasi + + + - -
Darm
+ + - - -
kontur
Darm
+ - - - -
steifung
+++
Bising (logam/
- - - -
usus metalic
sound)
Pekak
- - + + +
samping
Pekak
- - + + +
pindah
Pekak
+ + / < + +
hati
Nyeri
- - + + +
tekan
Defans
- - + + +
muscular
Gambaran
Air fluid udara di
level bawah
Foto Air fluid
(cascade / diafragma
roentgen level
seperti (gambaran
terasering) pekak hati
menghilang)

Bunga Annisa Hapsari 4151101119 FK UNJANI 2007


♫ Ekstraintestinal
♪ Kardiovaskular : kegagalan sirkulasi perifer (syok, sepsis),
miokarditis, thrombosis, tromboflebitis
♪ Darah : anemia hemolitik, trombositopenia, DIC, HUS
(hemolytic uremic syndrome)
♪ Paru : pneumonia, empiema, pleuritis
♪ Hepar & kandung kemih : hepatitis, kolelitiasis
♪ Ginjal : glomerulonefritis, pielonefritis, perinefritis

♪ Tulang : osteomielitis, priostitis, spondilitis, arthritis


♪ Neuropsikiatri : delirium, meningismus, meningitis, polyneuritis
perifer, psikosis, sindrom katatonia

Penatalaksanaan

♫ Kloramfenikol 100 mg/kg/BB/hari dibagi dalam 4 dosis (dosis max 2000 gr),
selama 10 – 14 hari atau sampai 5 – 7 hari setelah demam turun
Kloramfenikol mendepresi sumsum tulang  jika terdapat leukopeni atau
trombositopeni, ganti dengan ampisilin, amoksilin atau cotrimoxazole
Sediaan : kapsul 250 mg, 500 mg
injeksi 1 gr
syrup 1 cth (5 cc) = 125 mg
♫ Ampisilin 100 mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis, per IV
Ampisislin dapat menyebabkan diare
Sediaan : tab 500 mg, 1000 mg
kapsul 250 mg, 500 mg
syrup 1 cth (5 cc) = 125 mg
injeksi 0,1 gr/vial, 0,25 gr/vial, 0,5 gr/vial, 1gr/vial
♫ Amoksilin 100 mg/kgBB/hari dibagai dalam 4 dosis, p.o
Sediaan : tab 125 mg, 250 mg, 500 mg
kapsul 125 mg, 250 mg, 500 mg
syrup 1 cth (5 cc) = 125 mg
drop 100mg/ml
♫ Cotrimoxazole  trimetrophim : sulfametoxazol = 1 : 5
TMP 10 mg/kgBB/hari dibagi dalam
Sulfametoxazol 50 mg/kgBB/hari 2 dosis
Sediaan : syrup 240 mg/cth  200 sulfa, 40 TMP
tab 480 mg, forte 960 mg
injeksi 480 mg/5 ml IV
♫ Cefotaxime 100 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis
Sediaan : injeksi 1 gr

Bunga Annisa Hapsari 4151101119 FK UNJANI 2007


♫ Cefixime 10 – 15 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis
Sediaan : syrup 1 cth (5 cc) = 100 mg, forte 200 mg
Pencegahan

♫ Memperhatikan kualitas makanan dan minuman yang dikonsumsi


♫ Pengaturan pembuangan sampah
♫ Meningkatkan kesadaran individu terhadap hygiene pribadi
♫ Imunisasi aktif
♪ Vaksin Ty-21a  usia > 2 tahun, diulang setiap 3 tahun
Berisi komponen Vi dari S. typhi, diberikan secara suntikan IM, perlindungan 3
tahun.
Ada juga yang p.o 3x dengan interval pemberian selang sehari, perlindungan 6
tahun.

Prognosis

♫ Tergantung ketepatan terapi, usia, dan keadaan kesehatan sebelumnya, & ada
tidaknya komplikasi
♫ Munculnya komplikasi  meningkatkan morbiditas & mortalitas yang tinggi
♫ Relaps dapat timbul beberapa kali
♫ Risiko menjadi karier pada anak-anak rendah, & meningkat sesuai usia

Bunga Annisa Hapsari 4151101119 FK UNJANI 2007


NEONATORUM HIPERBILIRUBINEMIA

Anamnesis
 KU : kuning
 Berapa usia bayi?
 Masa gestasi?
 Sejak kapan terlihat kuning?
 Bagaimana progresivitas kuningnya?
 Bagaimana proses kehamilan ibu?
ANC? TT? Sakit selama kehamilan? Obat-obatan yang dikonsumsi?
 Bagaimana proses persalinan?
 Faktor risiko minor, mayor?
Golongan darah ibu & ayah?
Penyakit hemolitik lainnya? (def G6PD dll)
Riwayat anak sebelumnya yang kuning/mendapat fototerapi?
Cephalhematom atau memar yang bermakna?
ASI eksklusif?
Kehilangan BB yang berlebihan?
 Bagaimana pemberian minum/ASI (intake)?
 Bagaimana output?
 Riwayat kejang dengan demam sebelumnya? Usia berapa?

Pemeriksaan Fisik

 Keadaan sakit : ringan/sedang/berat


 Kesadaran : kualitatif (CM-koma), kuantitatif (GCS)  anak besar
alert/letargi? menangis kuat/lemah? gerak aktif?
 Antropometri : BB, TB, LK/LD (u/< 2 thn)
 Tanda vital : TD, N REC, R tipe, S
 Kepala : simetris/a, normocephal,
cephalhematom, caput suksadenum
 Mata : sklera ik?
 Leher :
 THT : lidah frenulum lingue
 Thorax :
 Abdomen :
 Ekstremitas :
 Kulit : ikterik? (Kramer?)

Bunga Annisa Hapsari 4151101119 FK UNJANI 2007


 Pemeriksaan klinis lain :
Cari tanda-tanda  prematuritas, mikrosefal, darah ekstravaskuler
(cephalhematom, memar), pucat, ptechaie (infeksi kongenita, sepsis),
hepatosplenomegali
Pemeriksaan Penunjang

 Darah : bilirubin direk, indirek


golongan darah & rhesus bayi-ibu
ADT

♥♥♥

Definisi

 Neonatorum hiperbilirubinemia adalah keadaan klinis pada bayi yang ditandai


o/pewarnaan ikterus pada kulit atau sclera akibat akumulasi bilirubin tak
terkonjugasi (indirek) yang berlebih (> 2mg/dL)  secara klinis, mulai tampak
pada bayi baru lahir jika bilirubin darah 5 – 7 mg/dL
 Terjadinya peningkatan kadar plasma bilirubin 2 standar deviasi atau lebih dari
kadar yang diharapkan berdasarkan umur bayi atau lebih dari persentil 90

Ikterus Fisiologis

 Tejadi setelah 24 jam


 Umumnya terjadi pada bayi baru lahir  biriubin indirek di minggu ke-1 > 2
mg/dL
 Pada bayi cukup bulan
- Yang mendapat SF  puncak 6 – 8 mg/dL hari ke-3  menurun cepat selama
2 -3 hari  penurunan lambat 1 mg/dL selama 1 – 2 minggu
- Yang mendapat ASI  puncak lebih tinggi 7 – 14 mg/dL  penurunan lebih
lambat (2 – 4 minggu, bahkan sampai 6 minggu)
 Pada bayi kurang bulan
- Yang mendapat SF  puncak lebih tinggi (10 – 12 mg/dL, bahkan sampai 15
mg/dL) & lebih lama  penurunannya pun lebih lama (jika tidak diberi
fototerapi)

Ikterus Patologis

 Terjadi sebelum 24 jam


 Setiap peningkatan bilirubin serum yang memerlukan fototerapi
 Peningkatan kadar bilirubin total serum > 0,5 mg/dL/jam
(bilirubin direk > 2 mg/dL)

Bunga Annisa Hapsari 4151101119 FK UNJANI 2007


 Adanya tanda-tanda penyakit yang mendasari (muntah, letargi, malas menetek,
penurunan BB yang cepat, apnea, takipnea, suhu tidak stabil)
 Ikterus menetap setelah 8 hari pada bayi cukup bulan atau setelah 14 hari pada
bayi kurang bulan

Bilirubin ensefalopati

 Menunjukkan manifestasi klinis akibat efek toksis bilirubin pada SSP  basal
ganglia & nuklei batang otak
 Tampak pada minggu pertama setelah bayi lahir  akut bilirubin ensefalopati
 Manifestasi klinis
- Fase awal : letargi, hipotoni, refleks hisap buruk
- Fase intermediate : moderate stupor, iritabilitas, hipertoni
- Fase lanjut : demam, high-pitched cry, drwosiness, hipotoni
(retrocoliis, opistotonus)

Kern Ikterus

 Perubahan neuropatologi yang ditandai o/deposisi pigmen bilirubin pada


beberapa daerah di otak  t.u ganglia basalis, pons, & cerebellum
 Kern ikterus  keadaan klinis yang kronik & sekuele permanen
 Terdapat stadium tertentu
- Stadium 1
Refleks moro jelek, hipotoni, letargi, 31or feeding, vomitus, high pitched
cry.
- Stadium 2
Opistotonus, kejang, panas, rigiditas, occulogyric crises, mata bergerak- gerak
ke atas.
- Stadium 3
Spastisitas menurun, pada usia sekitar 1 minggu.
- Stadium 4
Gejala sisa lanjut: spastitas, tuli parsial/ komplit, retardasi mental, paralisis bola
mata ke atas, displasia dental.

Derajat Ikterus (Kremer)

Lokasi Kadar Bilirubin


Kremer 1 Kepala dan leher 5 mg %
Kremer 2 Kremer 1 + badan bagian atas (umbilicus) 9 mg %
Kremer 3 Kremer 2 + badan bagian bawah hingga lutut 11,4 mg %
Kremer 4 Kremer 3 + sampai pergelangan tangan & kaki 12,4 mg %
Kremer 5 Kremer 4 + daerah telapak tangan & kaki 16 mg %
Bunga Annisa Hapsari 4151101119 FK UNJANI 2007
Etiologi

 Meningkatnya produksi bilirubin  akibat masa hidup eritrosit pada bayi lebih
pendek (70 – 90 hari)
 Menurunnya ekskresi bilirubin  akibat buruknya konjugasi bilirubin dengan
asam glukoronat o/hati neonates
 Penurunan uptake dalam hati
 Peningkatan sirkulasi bilirubin enterohepatik
a) Ikterus fisiologis
 Bayi yang diberi minum lebih awal atau lebih sering insidensi rendah
 Pengeluaran mekonium lebih awal atau aspirasi u/tjd ikterus fis.
 Bayi yang diberi SF  cenderung mengeluarkan bilirubin lebih banyak pada
mekoniumnya selama 3 hari pertama kehidupan dibanding yang diberi ASI
 Bayi yang diberi ASI  kadar bilirubin serum lebih tinggi
 Breast milk jaundice  pemberian ASI yang berlebih/waktu yang lama, tapi
komponennya kurang (dapat berlangsung sampai beberapa bulan
Kalau mendiagnosis BMJ, harus disingkirkan dulu semua DD nya
Ada tes u/BMJ : kalau dipuasakan 2 hari, bilirubin berkurang
 Breast feeding jaundice  intake ASI yang kurang (tapi tidak diberi SF) 
proses uptake-ekskresi terganggu  sirkulasi enterohepatik meningkat
b) Ikterus patologis
 Anemia hemolitik
 Ekstravasasi darah
 Polisitemia
 Sirkulasi enterohepatik berlebihan
 Berkurangnya uptake bilirubin oleh hepar
 Defek konjugasu
 Gangguan transportasi bilirubin direk yang keluar dari hepatosit
 Obstruksi saluran empedu

Faktor Risiko
Faktor risiko major
 Sebelum pulang, kadar bilirubin serum total atau bilirubin transkutaneus terletak
pada daerah risiko tinggi.
 Ikterus yang muncul dalam 24 jam pertama kehidupan
 Inkompatibilitas golongan darah atau penyakit hemolitik lainnya (defisiensi G6PD,
peningkatan ETCO)
 Usia kehamilan 35 – 36 minggu
 Riwayat anak sebelumnya mendapatkan fototerapi
 Sefalhematom atau memar yang bermakna

Bunga Annisa Hapsari 4151101119 FK UNJANI 2007


 ASI eksklusif dengan cara perawatan tidak baik dan kehilangan berat badan
yang berlebihan
 Ras Asia Timur
Faktor risiko minor
 Sebelum pulang, kadar bilirubin serum total atau bilirubin transkutaneus terletak
pada daerah risiko sedang
 Umur kehamilan 37-38 minggu
 Sebelum pulang bayi tampak kuning
 Riwayat anak sebelumnya kuning
 Bayi makrosomia dari ibu DM
 Umur ibu lebih dari ≥25 tahun
 Laki laki
Faktor risiko kurang
 kadar bilirubin serum total atau bilirubin transkutaneus terletak pada daerah risiko
rendah
 umur kehamilan ≥ 41 minggu
 bayi mendapat susu formula penuh
 kulit hitam
 bayi dipulangkan setelah 72 jam

Metabolisme Bilirubin

Bilirubin adalah pigmen kristal berbentuk jingga ikterus yang merupakan


bentuk akhir dari pemecahan katabolisme heme melalui proses reaksi oksidasi-
reduksi. Bilirubin berasal dari katabolisme protein heme, dimana 75% berasal dari
penghancuran eritrosit dan 25% berasal dari penghancuran eritrosit yang imatur dan
protein heme lainnya seperti mioglobin, sitokrom, katalase dan peroksidase.
Metabolisme bilirubin meliputi pembentukan bilirubin, transportasi bilirubin, asupan
bilirubin, konjugasi bilirubin, dan ekskresi bilirubin.
Langkah oksidase pertama adalah biliverdin yang dibentuk dari heme
dengan bantuan enzim heme oksigenase yaitu enzim yang sebagian besar terdapat
dalam sel hati, dan organ lain. Biliverdin yang larut dalam air kemudian akan
direduksi menjadi bilirubin oleh enzim biliverdin reduktase. Bilirubin bersifat lipofilik
dan terikat dengan hidrogen serta pada pH normal bersifat tidak larut.
Pembentukan bilirubin yang terjadi di sistem retikuloendotelial, selanjutnya
dilepaskan ke sirkulasi yang akan berikatan dengan albumin. Bilirubin yang terikat
dengan albumin serum ini tidak larut dalam air dan kemudian akan ditransportasikan
ke sel hepar. Bilirubin yang terikat pada albumin bersifat nontoksik.
Pada saat kompleks bilirubin-albumin mencapai membran plasma hepatosit,
albumin akan terikat ke reseptor permukaan sel. Kemudian bilirubin, ditransfer
melalui sel membran yang berikatan dengan ligandin (protein Y), mungkin juga
dengan protein ikatan sitotoksik lainnya.
Bunga Annisa Hapsari 4151101119 FK UNJANI 2007
Berkurangnya kapasitas pengambilan hepatik bilirubin yang tak terkonjugasi
akan berpengaruh terhadap pembentukan ikterus fisiologis.
Bilirubin yang tak terkonjugasi dikonversikan ke bentuk bilirubin konjugasi
yang larut dalam air di retikulum endoplasma dengan bantuan enzim uridine
diphosphate glucoronosyl transferase (UDPG-T). Bilirubin ini kemudian
diekskresikan ke dalam kanalikulus empedu.
Sedangkan satu molekul bilirubin yang tak terkonjugasi akan kembali ke
retikulum endoplasmik untuk rekonjugasi berikutnya.
Setelah mengalami proses konjugasi, bilirubin akan diekskresikan ke dalam
kandung empedu, kemudian memasuki saluran cerna dan diekskresikan melalui
feces. Setelah berada dalam usus halus, bilirubin yang terkonjugasi tidak langsung
dapat diresorbsi, kecuali dikonversikan kembali menjadi bentuk tidak terkonjugasi
oleh enzim beta-glukoronidase yang terdapat dalam usus. Resorbsi kembali bilirubin
dari saluran cerna dan kembali ke hati untuk dikonjugasi disebut sirkulasi
enterohepatik.

Bunga Annisa Hapsari 4151101119 FK UNJANI 2007


Patofosiologi

Transportasi bilirubin
 pembentukan bilirubin terjadi di RES  ke sirkulasi  berikatan dengan albumin
 bilirubin yang terikat albumin = zat non polar & tidak larut dalam air  ditransport
ke hepar
 bilirubin yang terikat albumin  tidak dapat memasuki SSP & bersifat non toksis
 Albumin memiliki afinitas yang tinggi terhadap obat-obatan yang bersifat asam 
melepaskan ikatan bilirubin dengan albumin
Contoh obat :
Analgetik, antipiretik : natrium salisilat, fenilbutazon
Antiseptik, desinfektan : metal, isopropyl
Antibiotik (sulfa) : sulfadiazine, sulfamethizole, silfamoxazol
Cefalosporin : ceftriaxon, cefoperazon
Penisilin : procilin, cloxacilin
 Pada BKB  ikatan bilirubin-albumin lebih lemah  akibat dari hipoalbumin,
hipoksia, hipoglikemi, asidosis, hipotermi, hemolisis, septikemi  sehingga
jumlah bilirubin bebas meningkat
Asupan bilirubin
 Saat albumin terikat ke reseptor permukaan sel hepatosit  bilirubin ditransfer
melalui sel membrane  berikatan dengan ligandin (protein Y)
 Defisiensi ligandin  berkurangnya kapasitas pengambilan hepatic bilirubin tak
terkonjugasi
Konjugasi bilirubin
 Bilirubin tak terkonjugasi  dikonversi  dengan bantuan enzim UDPGT di
reticulum endoplasma  bilirubin terkonjugasi (larut air)  dieksresi ke
kanalikulus empedu
 Defisiensi UDPGT
 Defisiensi konjugasi bilirubin  menghambat transfer bilirubin dari darah ke
empedu selama 3 – 4 hari pertama kehidupan
Ekskresi bilirubin
 Setelah dikonjugasi  bilirubin diekskresi ke kandung empedu  masuk ke GIT
 diekskresi ke feces (proses eksresi juga butuh energi)
 Bilirubin yang terkonjugasi, tidak bisa diresorbsi di usus halus  harus dikonversi
dulu o/enzim β glukoronidase  bilirubin tak terkonjugasi  resorbsi  kembali
ke hepar u/dikonjugasi kembali (siklus enterohepatik)
 Bayi baru lahir  peningkatan produksi bilirubin  bilirubin tak terkonjugasi
yimeningkat
 Bayi baru lahir  kekurangan flora bakteri u/mengurangi bilirubin menjadi
urobilinogen  meningkatkan pool bilirubin usus
 Pada bayi baru lahir  aktivitas β glukoronidase yang tinggi  peningkatan
hidrolisis bilirubin konjugasi
Bunga Annisa Hapsari 4151101119 FK UNJANI 2007
Inkompatibilitas ABO

Golongan darah A atau B  terdapat anti B atau A dalam bentuk molekul IgM
tidak dapat melewati plasenta

Sedangkan, golongan darah O, antibodi terutama terdiri dari molekul IgG
dapat melewati plasenta

Sehingga inkompatibilitas ABO terbatas pada ibu golongan darah O dengan
fetus bergolongan A atau B

Adanya IgG anti A atau anti B pada ibu tipe O

Masuk ke sirkulasi fetus

Bereaksi dengan antigen A atau B pada permukaan sel darah merah fetus

Hemolisis

Inkompatibilitas Rhesus

Ibu rhesus (-) dengan fetus rhesus (+)



Tersensitisasi selama persalinan

Paparan sangat singkat

Tidak cukup untuk membentuk antibodi IgG ibu yang bermakna

Setelah tersensitisasi  perlu ± 1 bulan u/antibodi rhesus yang dibentuk ibu
masuk ke sirkulasi fetus

Kehamilan ke-2 dengan fetus rhesus (+)

Anemia ringan

Kehamilan ke-3 dst dengan fetus rhesus (+)

IUFD e.c anemia hemolitik

Bunga Annisa Hapsari 4151101119 FK UNJANI 2007


Defisiensi G6PD (glucose-6-phosphate dehydrogenase)

G6PD

Mengubah NADP  NADPH  glutation
f/melindungi sel dari kerusakan oksidatif akibat radikal bebas

Defisiensi G6PD

Sel lebih mudah rusak

Eritrosit

Lebih cepat mengalami penghancuran (hemolisis)

Timbul Ikterus

Hari ke-1 : inkompatibilitas ABO


Inkompatibilitas Rh
Sferositosis
Penyakit hemolitik lain
≥ 48 jam : Defisiensi G6PD (hari ke 2 atau 3)
Breast feeding jaundice (hari ke 2 atau 3)
Breast milk jaundice (hari ke 4 – 7)
Infeksi

Pemeriksaan Penunjang

 Bilirubin total, direk, indirek


 Golongan darah + Rh ibu & bayi
 Coomb test
 Hb, ADT, retikulosit

Bunga Annisa Hapsari 4151101119 FK UNJANI 2007


Kenaikan bilirubin indirek

Coomb tes (+) Coomb tes (-)


 
Isoimunisasi Hb
Rh
ABO 
Normal/rendah Tinggi
 
Hitung retikulosit Transfusi kembar
Transfusi ibu-janin
Pengikatan tali pusat terlambat
Bayi kecil menurut UK

Meningkat Normal
 Perdarahan terselubung
Morfologi sel darah merah Sirkulasi enterohepatik >>
Pembentukan feces terlambat
 (obstruksi usus)
Karakteristik Non spesifik Intake kalori kurang
Sferositosis Def. G6PD Asfiksia neonatorum
Eliptositosis Def. PK 
Stomasitosis DIC Hiperbilirubinemia lama
Piknositosis 
Sindrom Down
Hipotiroidisme
Pemberian ASI
Sindrom Crigler-Najjar
Peny. Jantung sianosis

Pencegahan

Primer
 Anjurkan memberi ASI 8 – 12 x/hari
Sekunder
 Penilaian sistemiatis risiko
- Semua wanita hamil harus periksan golongan darah & Rh
- Melakukan penilaian klinis terhadap ikterus  setiap 8 – 12 jam

Bunga Annisa Hapsari 4151101119 FK UNJANI 2007


 Evaluasi lab
- Kuning dalam 24 jam pertama  cek bilirubin
- Pengukuran ulang
 Penyebab kuning
 Penilaian risiko sebelum bayi dipulangkan
- Menilai risiko hiperbilirubinemia berat
- Penilaian sistematis individual/kombinasi  bilirubin & f. risiko klinis
 Prosedur kebijakan RS
Bayi keluar RS Waktu pemeriksaan kembali
< 24 jam 72 jam
24 – 48 jam 96 jam
48 – 72 jam 120 jam

Penatalaksanaan

1) Pada neonatus dengan UK 35 minggu atau lebih


 Pemberian ASI
 Penilaian sistematik sebelum bayi pulang
 Tindak lanjut dini berdasarkan risiko
 Ada indikasi  fototerapi/transfusi tukar  supaya tidak kern ikterus
2) Foto terapi intensif  sinar blue-green spectrum (430 – 490 nm)
 Mekanisme : mengubah bilirubin  menjadi bentuk larut air  bisa diekskresi
melalui urine
 Pemberian minum setiap 2 – 3 jam
 Jika bilirubin total > 25 mg/dL  cek ulang dalam 2 – 3 jam
 Jika bilirubin total 20 – 25 mg/dL  cek ulamg dalam 3 – 4 jam  < 20 mg/dL
 cek ulang 4 – 6 jam
 Jika bilirubin total < 13 – 14 mg/dL  stop fototerapi
 Efek samping
- Peningkatan suhu lingkungan & tubuh
- Peningkatan konsumsi oksigen
- Peningkatan laju respirasi
- Peningkatan insensible water loss  kehilangan cairan melalui evaporasi
- Peningkatan jumlah & frekuensi BAB  pe aliran empedu  stimulus GIT
- Feces cair, warna hijau kecoklatan
- Tanning  induksi sintesa melanin atau diperse o/sinar UV
- Rashes  eritema dari sinar UV
- Burns  pemaparan yg berlebihan dari emisi gel. pendek sinar fluorescent
- Bronze baby syndrome  interaksi fototerapi & ikterus kolestasis 
menghasilkan pigmen coklat (bilifuscin) yg mewarnai kulit
3) Transfusi tukar

Bunga Annisa Hapsari 4151101119 FK UNJANI 2007


Petunjuk pelaksanaan hiperbilirubinemia pada bayi sehat cukup bulan berdasarkan
American Academy of Pediatrics

Usia Pertimbangan Terapi Transfusi tukar Transfusi tukar


(Jam) terapi sinar sinar apabila terapi bersama terapi
(mg/dl) (mg/dl) sinar intensif sinar intensif
gagal (mg/dl)
25-48 11,8 >14,7 >20 >25,3
49-72 14,7 >18,2 >25,3 >30
>72 17 >20 >25,3 >30

Petunjuk pelaksanaan hiperbilirubinemia berdasarkan berat badan dan bayi baru


lahir yang relatif sehat

Kadar Bilirubin Total Serum (mg/dL)


Sehat Sakit
Berat Badan Fototerapi Transfusi Foto terapi Transfusi
tukar Tukar

Kurang bulan 5-7 Bervariasi 4-6 Bervariasi


< 1000 gr
1001-1500gr 7-10 Bervariasi 6-8 Bervariasi
1501-2000gr 10-12 Bervariasi 8-10 Bervariasi
2001-2500gr 12-15 Bervariasi 10-12 Bervariasi
>2500 gr 15-8 20-25 12-15 18-20

Bunga Annisa Hapsari 4151101119 FK UNJANI 2007


HEPATITIS

Anamnesis
 KU : kuning
 Apa yang kuning?
 Sejak kapan terlihat kuning?
 Disertai demam (tiinggi atau tidak), mual, muntah, napsu makan menurun, rasa
tidak enak di perut kanan atas, nyeri ulu hati?
 Disertai BAK seperti teh pekat? Sejak kapan?
 Disertai BAB seperti dempul? Sejak kapan?
 Disertai menggigil, demam, kemudian berkeringat, & pernah bepergian ke daerah
endemis malarian? (DD malaria)
 Disertai demam, nyeri otot betis yang hebat, & riwayat kebanjiran? (DD
leptospirosis)
 Riwayat minum obat-obatan (acetaminophen, OAT) dalam jangka waktu yang
lama? (DD drug induced hepatitis)
 Sering jajan di pinggir jalan yang kurang terjaga kebersihannya? (DD hepatitis A)
 Pernah transfusi (kapan terakhir kali), mendapat suntikan, riwayat cabut gigi,
memakai tato/tindik, memakai sikat gigi bersama-sama? (DD hepatitis B)
 Riwayat keluarga/tetangga/teman sekolah yang menderita keluhan yang sama?

Pemeriksaan Fisik

 Keadaan sakit : ringan/sedang/berat


 Kesadaran : kualitatif (CM-koma), kuantitatif (GCS)  anak besar
alert/letargi? menangis kuat/lemah? gerak aktif?
 Antropometri : BB, TB, LK/LD (u/< 2 thn)
 Tanda vital : TD, N REC, R tipe, S
 Kepala : inspeksi ikterik
 Mata : sklera ikterik
 Leher : inspeksi ikterik
 THT : frenulum linguae ikterik
 Thorax : inspeksi ikterik
 Abdomen : inspeksi ikterik
palpasi NT a.r. epigastium/hipokondrium dextra
hepar teraba, … cm BAC, … cm BPX, konsistensi (kenyal?),
permukaan (rata?), tepi (tajam?), NT
 Ekstremitas : inspeksi ikterik
 Kulit : ikterik

Bunga Annisa Hapsari 4151101119 FK UNJANI 2007


Pemeriksaan Penunjang

 Darah : bilirubin total, direk, indirek


SGOT, SGPT
 Urine : warna (coklat tua? Seperti teh pekat?)
Urobilin, Bilirubin
 Feces : warna (seprti dempul?)
 Serologi : IgM anti HAV  hepatitis A
HBsAg, IgM anti HBc  hepatitis B
anti HCV  hepatitis C

♥♥♥

Definisi

 Suatu proses peradangan difus pada jaringan hati yang dapat disebabkan oleh
virus, bakteri, parasit, & obat-obatan dalam bentuk akut maupun kronis.
 Di Indonesia  hepatitis A terbanyak  penularan oro fekal  sosio ekonomi &
sanitasi lingkungan belum memadai
 Hepatitis A/B/C terdiri dari 3 fase
- Fase preikterik/prodormal  berlangsung 3 – 5 hari
Anak tampak lesu, anoreksia, mual, muntah, nyeri kepala, rasa tidak enak di
o
perut kanan atas, demam (< 39 C), flu like syndrome
- Fase ikterik
Gejala sebelumnya berkurang, tapi muncul mata kuning, air kencing seperti
teh pekat, peningkatan SGOT/SGPT 10 x dari normal (turun dlm 12 minggu)
*ikterus hilang dalam 2 minggu
- Fase penyembuhan/konvalesen

Penatalaksanaan

 Tirah baring, t.u pada fase akut


 Diet : makanan tinggi KH & protein  memperbaiki sel parenkim hati
rendah lemak  karena penderita mengalami mual
 Simptomatik, pemberian obat-obatan u/mengurangi keluhan
 Perawatan di RS :
- Hepatitis A  dirawat di rumah jika keluhan ringan & peningkatan
SGPT/SGOT tidak terlalu tinggi
- Hepatitis B & C  sebaiknya dirawat  ada kemungkinan jadi kronis
- Hepatitis A kolestasis  ursodeoksifolat 10 – 20 mg/kgBB/hari
 Dapat diberikan obat hepatoprotektor (curcuma) & roborantia (vit B komplek)

♥♥♥
Bunga Annisa Hapsari 4151101119 FK UNJANI 2007
Hepatitis A

 Gambaran klinis bervariasi : asimptimatis sampai fulminan


 80% hepatitis A pada anak asimptomatis
 10 – 20 % simptomatis  sukar ditentukan prevalensinya

Etiologi

 Virus Hepatitis A (HVA)  partikel berukuran 27 nm  golongan Picorna virus


 Hanya 1 serotipe yang menimbulkan hepatitis pada manusia
 Tidak memiliki envelope dengan suatu nukleokapsid
1 molekul RNA terdapat dalam kapsid  disebut Viral Proten genomic (VPg) 
f/merusak ribosom sitoplasma sel hati
 Dapat dibiak dalam kultur jaringan
 Replikasi virus di sel hati & epitel usus
 HVA yang berada pada feces berasal dari empedu & replikasi pada epitel usus

Epidemiologi

 Penularan orofekal  melalui makan an & minuman yang tercemar o/HVA


 Prevalensi tinggi  di bagian dunia yang tingkat sosioekonomi rendah & sanitasi
lingkungan buruk  pemeriksaan IgG anti HAV didapatkan hampir 100% pada
bayi yang baru lahir

Patogenesis

Makanan & minuman terkontaminasi HVA



HVA = virus RNA yang tahan panas, asam, & ether
bersifat sitopatik (menyerang sel hepar)

Dapat melewati lambung

Bereplikasi di hepar

Melalui traktus biliaris

Sampai di usus halus

Dikeluarkan melalui feces
(dapat beertahan dalam feces 3 – 6 bulan)

Penularan oro-fekal

Bunga Annisa Hapsari 4151101119 FK UNJANI 2007


Diagnosis

 Ditegakkan berdasarkan
Anamnesis : gejala/keluhan yang dirasakan pada fase preikterik
Gejala klinik : ikterus, hepatomegali, nyeri perut kanan atas
Pem penunjang : peningkatan kadar bilirubin total, direk, indirek
Peningkatan SGPT/SGOT > 10 kali
IgM anti HAV positif

Komplikasi

 Hepatitis kolestasis  ikterus berlanjut sampai 10 – 12 minggu  hilang  tidak


pernah berlanjut menjadi penyakit hati kronis
 Hepatitis A fulminan  kejadiannya 1 – 2 %

♥♥♥

Hepatitis B

 Merupakan penyakit yang menyebar di seluruh dunia


 Disebabkan o/virus golongan hepadna virus atau Hepato tropic DNA Viruses
 Diameter 42 nm
 Mempunyai 2 lapisan luar/envelope  hepatitis B surface antigen (HBsAg)
 Lapisan dalam virus  core/nukleokapsid  hepatitis B core antigen (HBcAg)
 Bagian dalam dari nukleokapsid, tdpt antigen  hepatitis Be antigen (HBeAg)
Bunga Annisa Hapsari 4151101119 FK UNJANI 2007
HBsAg beredar di dalam darah
HBeAg dapat dideteksi
HBcAg  terdapat dalam sel hepatosit  tidak dapat dideteksi

Epidemiologi

 Diperkirakan di dunia ada 350 juta menderita hepatitis B kronik  kematian


250.000 meninggal/tahun
 Prevalensi HBsAg positif di Indonesia 3 – 20 % & termasuk daerah endemis
 Angka kejadian hepatitis B pada anak sukar diketahui  karena 85 – 90 %
asimptomatis
 Makin muda seorang anak menderita hepatitis B  angka kejadian menjadi
kronis lebih besar
 Jika terinfeksi < 1 tahun  risiko jadi kronis 90%
Usia 2 – 5 tahun  50%
> 5 tahun  5 – 10 %
 Penderita yang berlanjut menjadi hepatitis B kronis  berkembang menjadi
sirosis & ca hepar 10 – 15 tahun kemudian

Gambaran Klinik

 Gejala klinik hampir sama dengan hepatitis A, bedanya:


Masa inkubasi lebih lama 28 – 180 hari (rata-rata 80 hari)

Diagnosis

 Ditegakkan berdasarkan
Gejala klinik
Pem penunjang : kadar bilirubin total, direk, indirek
SGOT/SGPT meningkat > 10 kali
Pemeriksaan seromarker : HBsAg
IgM anti HBC
 Setelah diagnosis ditegakkan  di rawat inap  periksa HBeAg
Pemeriksaan HBeAg  u/mengetahui perjalanan penyakit
HBeAg  (+) penyakit sangat infeksius  akan menghilang sebelum minggu
ke-10
Jika tetap (+) setelah minggu ke-10  kemungkinan mnjd hepatitis B kronik
 Lama rawat inap ± 2 minggu keadaan membaik, ikterus hilang tapi SGOT/SGPT
kembali normal setelah 8 – 10 minggu
 Setelah dirawat ± 2 minggu  dipulangkan  walaupun HBsAg masih (+) dalam
darah  perlu pemeriksaan HBsAg tiap bulan
 Biasanya minggu ke 12 – 14  HBsAg sudah menghilang
Bunga Annisa Hapsari 4151101119 FK UNJANI 2007
 Setelah HBsAg hilang dalam darah  1 bulan kemudian periksan anti HBs 
kalau (+)  dinyatakan sembuh & anti HBs akan bertahan seumur hidup
 Waktu hilangnya antara HBsAg sampai timbul anti HBs  window period
 Jika HBsAg tidak menghilang > 6 bulan  hepatitis B kronik

Penularan

Penularan vertikal  pada ibu hamil dengan HBsAg (+)


 Transplasental
Jika plasenta mengalami kerusakan/robek
Kejadiannya hanya < 2% (kecil sekali)
 Intrapartum
Paling sering, 98%
Risiko penularan dipengaruhi status serologi ibu :
- Ibu dengan HBsAg (+) disertai HBeAg (+)  risiko bayi tertular 70 – 90 %
- Jika HBeAg (-)  risiko tertular 10 – 67 %
 Penularan parenteral/horizontal
Melalui suntikan
Transfusi darah
Ekstraksi gigi
Seksual, dll

Bunga Annisa Hapsari 4151101119 FK UNJANI 2007


Pencegahan

 Vaksinasi aktif  usia < 1 bulan, jadwal : 0, 1, 6 bulan


 Bayi yang dilahirkan o/ibu dengan HBsAg (+)
Vaksinasi dengan memberikan Human Imunoglobulin Hepatitis B segera setelah
lahi sampai usia 12 jam
Vaksinasi aktif segera setelah lahir sampai usia 12 jam  selanjutnya sesuai
jadwal
Dianjurkan setelah 5 tahun  periksa anti HBs  < 10 IU/mL  vaksinasi aktif
ulangan

♥♥♥

Hepatitis C

 Pada 1970  ditemukan hepatitis paska transfusi  sekarang dikenal hepatitis C


 Masa tunas lama & sering ditandai tanda-tanda sub klinis ringan  tapi tingkat
kronisitas & progresivitas tinggi ke arah sirosis
 Virus Hepatitis C (HCV) = RNA virus, diameter 55 nm, memiliki envelope
 Anak yang menderita hepatitis C  yang sering mendapat transfusi darah 
thalasemia, hemophilia, leukemia, pasien hemodialisa
 Penularanan :
Transfusi darah
Suntikan
Hubungan seksual
Penularan vertikal dari ibu hamil ke bayi yang dikandungnya 5 – 9 % (akan
meningkat 22,1% jika ibu menderita HIV)

Gejala klinik

 Masa inkubasi 2 minggu – 6 bulan (rata-rata 6 – 7 minggu)


 Umunya bersifat asimptomatis
 Jika simptomatis pun  sulit dibedakan dengan hepatitis A/B akut

Diagnosis

 Diagnosis ditegakkan berdasarkan :


Anamnesis (pernah mendapat transfusi darah?)
Hemodialisa
Pemeriksaan : anti HCV
Anti HCV RNA dengan metode PCR

Bunga Annisa Hapsari 4151101119 FK UNJANI 2007


Pemeriksaan Penunjang

 Pemeriksaan anti HCV  sensitivitas 97% & spesifisitas 99%


 Anti HCV sudah terdeteksi pada 80% pasien  dalam waktu 15 minggu sejak
terpapar
 HCV RNA sudah dapat dideteksi  1 – 2 minggu setelah terpapar & beberapa
minggu sebelum SGOT/SGPT meningkat atau anti HCV terdeteksi
 Anti HCV pada ibu yang menderita hepatitis B  dapat menembus barier
plasenta  dapat dideteksi pada darah bayi (melalui plasenta) sampai usia 8 –
18 bulan  menghilang
 U/mengetahui bayi menderita hepatitis C  periksa HCV RNS setelah usia > 8
bulan

Bunga Annisa Hapsari 4151101119 FK UNJANI 2007


KEJANG DEMAM

Anamnesis
 KU : kejang
 Memang betul kejang?
 Kapan terjadi kejang?
 Berapa lama terjadinya kejang? (> atau < 15 menit)
 Tipe kejang? (kejang umum atau fokal)
 Reaksi anak paska iktal? (sadar/menangis, tidur sebentar, tidur lama, atau sulit
dibangunkan)?
 Berapa lama demam sebelum terjadi kejang?
 Kemungkinan penyebab panas?
ISPA  batuk, pilek, nyeri menelan
Otitis media  tinitus, pendengaran berkurang, nyeri di telinga, keluar cairan dari
lubang telinga
Diare  konsistensi, frekuensi, ampas, lendir, darah, rewel, haus, muntah (lebih
kea rah gangguan elektrolit)
ISK  nyeri atau menangis saat BAK, t.u pada perempuan
 Riwayat adanya luka di tubuh, atau tertusuk paku, sukar membuka mulut,
kekakuan pada tubuh?
 Riwayat trauma kepala yang hebat?
 Riwayat kejang demam sebelumnya? (usia berapa)
 Riwayat kejang demam pada keluarga?
 Riwayat kejang tanpa demam pada keluarga?
 Riwayat perkembangan? (terlambat atau normal)  bisa dari DDST/denver

Pemeriksaan Fisik

 Keadaan sakit : ringan/sedang/berat


 Kesadaran : kualitatif (CM-koma), kuantitatif (GCS)  anak besar
alert/letargi? menangis kuat/lemah? gerak aktif?
 Antropometri : BB, TB, LK/LD (u/< 2 thn)
 Tanda vital : TD, N REC, R tipe, S
 Pem fisik u/ : ISPA pemeriksaan
Otitis media THT
Diare
ISK
 Kepala : UUB (jika belum menutup)
 Leher : cari tanda-tanda
 THT : infeksi

Bunga Annisa Hapsari 4151101119 FK UNJANI 2007


 Thorax : jantung, paru
 Abdomen :
 Ekstremitas :
 Kulit :
 Neurologis : kaku kuduk
Brudzinsky I/II/III tanda rangsang meningeal
Kernig
Nervus cranialis I-XII  normal/ab?
Motorik  kekuatan: parese/normal?
tonus otot
bentuk (trofi) otot
Sensorik
Vegetatif
Refleks  APR/KPR
Patologis/refleks primitive (Moro, ATNR, plantar,
palmar grasp, dll)

Pemeriksaan Penunjang

 Darah lengkap : ulangi setiap minggu


 Urine rutin
 Feces rutin
 Periksa bahan pemeriksaan u/mencari focus infeksi
 LP : < 12 bulan harus dilakukan
12 – 18 bulan disarankan
> 12 bulan tidak disarankan, kec ada kecurigaan meningitis

♥♥♥

Definisi

 Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh
(suhu rektal di atas 38 oC) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium.
 Anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam, kemudian kejang demam
kembali tidak termasuk dalam kejang demam.
 Kejang disertai demam pada bayi berumur kurang dari 1 bulan tidak termasuk
dalam kejang demam.
 Bila anak berumur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun mengalami kejang
didahului demam, pikirkan kemungkinan lain, misalnya infeksi SSP, atau epilepsii
yang kebetulan terjadi bersama demam.

Bunga Annisa Hapsari 4151101119 FK UNJANI 2007


Epidemiologi

 Kejang demam terjadi pada 2 – 4 % anak berumur 6 bulan – 5 tahun.


 Kejang demam sederhana merupakan 80% di antara seluruh kejang demam.

Klasifikasi

1. Kejang demam sederhana


 Kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15 menit, dan
umumnya akan berhenti sendiri.
 Kejang berbentuk umum tonik dan atau klonik, tanpa gerakan fokal.
 Kejang tidak berulang dalam waktu 24 jam.
2. Kejang demam kompleks
 Kejang demam yang berlangsung lama, leih dari 15 menit.
 Kejang berbentuk fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului
kejang parsial.
 Kejang berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam.
* Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit atau kejang
berulang lebih dari 2 kali dan di antara bangkitan kejang, anak tak sadar.
* Kejang fokal adalah kejal parsial satu sisi, atau kejang umum yang didahului
kejang parsial.
* Kejang berulang adalah kejang 2 kali atau lebih dalam 1 hari, di antara 2 bangkitan
kejang anak sadar.

Bentuk Kejang

 Subtle : fokal, multifocal, miogratory


 Klonik : unilateral, dekortikasi, decerebrasi
 Tonik : fokal, bilateral
 Mioklinik : nistagmus, deviasi mata, gerakan menghisap/mengunyah, gerakan
seperti mengayuh sepeda, gerakan seperti berenang, mengejap-
ngejapkan mata

Etiologi Kejang

 Ekstrakranial : kelainan metabolik (Na , Na , Ca )


tetanus
 Intrakranial : meningitis
(infeksi) encephalitis
epilepsi
trauma yang menimbulkan perdarahan/tumor

Bunga Annisa Hapsari 4151101119 FK UNJANI 2007


Faktor Risiko

 Demam
 Riwayat kejang demam pada orang tua atau saudara kandung
 Perkembangan terlambat
 Masalah pada masa neonates
 Anak dalam perawatan khusus
 Kadar natrium rendah
Faktor Risiko Kejang Demam Berulang

 Faktor risiko berulangnya kejang demam adalah:


1. Riwayat kejang demam dalam keluarga
2. Usia kurang dari 12 bulan
3. Temperatur yang rendah saat kejang
4. Cepatnya kejang setelah demam
 Jika seluruh faktor di atas ada, kemungkinan berulangnya kejang demam adalah
80 %
 Jika tidak terdapat faktor tersebut kemungkinan berulangnya kejang demam
hanya 10 – 15 %.
 Kemungkinan berulangnya kejang demam paling besar pada tahun pertama.

Faktor Risiko Terjadinya Epilepsi

 Faktor risiko menjadi epilepsi adalah:


1. Kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum kejang demam
pertama
2. Kejang demam kompleks
3. Riwayat epilepsi pada orang tua atau saudara kandung.
 Masing-masing faktor risiko meningkatkan kemungkinan kejadian epilepsi sampai
4–6%
 Kombinasi dari faktor risiko tersebut meningkatkan kemungkinan epilepsi menjadi
10 – 49 %.

Bunga Annisa Hapsari 4151101119 FK UNJANI 2007


Patofisiologi Kejang Demam

Sel saraf

Punya potensial membrane
(selisih potensial antara intrasel & ekstrasel)
(intrasel lebih negatif disbanding ekstrasel)

Jika sel saraf terstimulasi

Potensial membrane menurun

Permeabilitas membrane terhadap ion Na+ meningkat

Na+ lebih banyak masuk ke dalam sel tp butuh ATP

Selama serangan/stimulasi lemah,
Perubahan potensial membrane dapat dikompensasi o/transport aktif ion Na+ & K+

Tapi jika rangsangan/stimulasi kuat

Perubahan potensial dapat mencapai ambang tetap (firing level)

Permeabilitas membrane terhadap Na+ akan meningkat secara besar-besaran pula

Timbul potensial aksi

Potensial aksi dihantarkan ke sel saraf berikutnya
melalui sinap dengan perantara neurotransmitter

Jika rangsangan/stimulasi telah selesai tp butuh ATP

Permeabilitas kembali ke keadaan istirahat dengan cara:
Na+ kembali ke luar sel & K+ masuk ke dalam sel melalui pompa Na-K

Bunga Annisa Hapsari 4151101119 FK UNJANI 2007


Teori Mekanisme Kejang
hipoksemia, hipokalsemia, ketidakseimbangan
iskemia, hipomagnesia GABA (inhibisi) &
hipoglikemia  glutamate (eksitasi)
 perubahan 
ggn. pembentukan permeabilitas menimbulkan
ATP membrane depolarisasi yang
 sel saraf berlebihan
kegagalan
pompa Na-K

Na intrasel &
K ekstrasel meningkat

potensial membrane
cenderung turun/
kepekaan sel saraf
meningkat

kejang

Bunga Annisa Hapsari 4151101119 FK UNJANI 2007


Demam

menurunkan timbul metabolisme merusak peningkatan


nilai ambang dehidrasi basal neuron reaksi tubuh
kejang pada  meningkat GABA-ergik 
sel yg belum ggn elektrolit   reaksi oksidasi
matang/imatur  timbunan as. fungsi tjd lebih cepat
ggn permea- laktat & CO2 inhibisi 
bilitas  terganggu O2 lebih cepat
membran sel merusak habis
neuron 
hipoksia

ggn pengaliran
Ion-ion keluar-
masuk sel

Kejang demam

Meningkatkan konsumsi energi di
otak, jantung, otot, & ggn pusat pengatur suhu

demam

Kejang bertambah lama

Perubahan sistem :
hipotensi arterial,
hiperpireksia sekunder akibat aktivitas motorik & hiperglikemia

Kegagalan metabolisme di otak

Ggn peredaran darah di otak

Hipoksemia & edema otak

Kerusakan sel neuron

Bunga Annisa Hapsari 4151101119 FK UNJANI 2007


Demam tinggi

Hipoksia jaringan
(termasuk jaringan otak)

Metabolisme berjalan anaerob

Asidosis laktat Kekurangan energi



Mengganggu fungsi normal pompa Na+ &
reuptake asam glutamat ke sel glia

Masuknya ion Na+ Timbunan asam glutamate


ke dalam sel meningkat ekstrasel

Peningkatan permeabilitas
membran sel terhadap
ion Na+

Peningkatan masuknya ion Na+ ke dalam sel



Perubahan potensial membrane sel neuron

Membrane sel dalam keadaan depolarisasi

Bunga Annisa Hapsari 4151101119 FK UNJANI 2007


Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
 Darah perifer
 Elektrolit
 Gula darah
Pungsi Lumbal
 Pemeriksaan cairan cerebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau
menyingkirkan kemungkinan meningitis.
 Pada bayi kecil seringkali sulit untuk menegakkan atau menyingkirkan diagnosis
meningitis karena manifestasi klinisnya tidak jelas.
 Pungsi lumbal dianjurkan pada:
1. Bayi kurang dari 12 bulan sangat dianjurkan dilakukan
2. Bayi antara 12 – 18 bulan dianjurkan
3. Bayi > 18 bulan tidak rutin
Elektroensefalografi
 EEG tidak dapat memprediksi berulangnya kejang, atau memperkirakan
kemungkinan kejadian epilepsi pada pasien kejang demam.
Pencitraan
 CT-scan atau MRI jarang sekali dikerjakan, tidak rutin, dan hanya atas indikasi
seperti:
1. Kelainan neurologic fokal yang menetap (hemiparesis)
2. Paresis nervus VI
3. Papiledema

Penatalaksanaan Saat Kejang


 Obat yang praktis yang dapat diberikan orang tua di rumah adalah diazepam
rektal dengan dosis 0,5 – 0,75 mg/kgBB.
Atau diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan berat badan kurang dari 10 kg
atau 10 mg untuk berat badan lebih dari 10 kg.
Atau diazepam rektal dengan dosis 5 mg untuk anak di bawah usia 3 tahun
atau dosis 7,5 mg untuk anak di atas usia 3 tahun.
 Jika setelah pemberian diazepam rektal kejang belum berhenti, dapat diulang
lagi dengan cara & dosis yang sama dengan interval 5 menit.
 Jika setelah 2 kali pemberian diazepam rektal masih tetap kejang, dianjurkan ke
rumah sakit untuk diberikan diazepam intravena dengan dosis 0,3 – 0,5
mg/kgBB
 Jika kejang tetap belum berhenti, diberikan fenitoin secara intravena dengan
dosis awal 10 – 20 mg/kgBB dengan kecepatan 1 mg/kgBB/menit atau kurang
dari 50 mg/menit. Jika kejang berhenti, dosis selanjutnya adalah 4 – 8
mg/kgBB/hari, dimulai 12 jam setelah dosis awal.

Bunga Annisa Hapsari 4151101119 FK UNJANI 2007


 Jika dengan fenitoin kejang belum berhenti, maka pasien harus dirawat di ruang
rawat intensif.
*bagan tatalaksana KD (dosis & urutannya sedikit berbeda)
0,5 – 0,75 mg/kgBB
Kejang BB < 10 kg  5 mg ; > 10 kg  10 mg
 Usia < 3 thn  5 mg; > 3 thn  7,5 mg
Diazepam rektal Kejang berhenti
 
Kejang Monitor 5 – 10 menit
 Interval 5 menit, cara & dosis sama
Diazepam rektal

Kejang

Diazepam IV
0,3 – 0,5 mg/kgBB

Kejang

Fenitoin IV Kejang berhenti
15 – 20 mg/kgBB 
 12 jam kemudian beri
Kejang Fenitoin 4 – 8 mg/kgBB IV

Fenobarbital IM Kejang berhenti
10 – 20 mg/kgBB 
 12 jam kemudian beri
Kejang Fenitoin 4 – 8 mg/kgBB IV

Midazolam IV
0,2 mg/kgBB
atau
Lorazepam IV
0,05 – 0,1 mg/kgBB

ICU

Bunga Annisa Hapsari 4151101119 FK UNJANI 2007


Pemberian Obat Saat Demam
Antipiretik
 paracetamol 10 – 15 mg/kgBB/kali, 4 kali sehari & tidak lebih dari 5 kali
 Ibuprofen 5 – 10 mg/kgBB/kalli, 3 – 4 kali sehari.
Antikonvulsan
 Diazepam oral dosis 0,3 mg/kgBB setiap 8 jam pada saat demam menurunkan
risiko berulangnya kejang pada 30 – 60 % kasus
 Diazepam rektal dosis 0,5 mg/kg setiap 8 jam pada suhu > 38,5oC  dosis
cukup tinggi menyebabkan ataksia, iritabel, dan sedasi yang cukup berat pada
25 – 39 kasus

Pemberian Obat Rumat

 Pengobatan rumatan hanya diberikan jika kejang demam menunjukkan ciri


sebagai berikut:
1. Kejang lama lebih dari 15 menit
2. Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang,
misalnya hemiparesis, paresis Told, cerebral palsy, retardasi mental,
hidrosefalus.
3. Kejang fokal.
4. Pengobatan rumat dipertimbangkan jika
 Kejang berulang dua kali atau lebih dalam 24 jam
 Kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan
 Kejang demam ≥ 4 kali per tahun
 Obat pilihan untuk pengobatan rumatan saat ini adalah asam valproat.
 Dosis asam valproat 15 – 40 mg/kgBB/hari dalam 2 – 3 dosis,
 Fenobarbital 3 – 4 mg/kgBB/hari dalam 1 – 2 dosis.
 Pengobatan diberikan selam 1 tahun bebas kejang, kemudian dihentikan secara
bertahap selama 1 – 2 bulan.

Bunga Annisa Hapsari 4151101119 FK UNJANI 2007


Kejang demam

Begitu suhunya KD sederhana KD kompleks


hangat  
 Risiko u/tjd KD Profilaksis
Berikan obat penurun kembali yaitu dgn
panas saja adanya demam Intermiten Kontinyu
   (Ada f. risiko)
Tapi kalau ada faktor Jadi harus diberi Selama panas 
& orang tua-nya antipiretik  1 tahun
o
rewel, boleh (suhu 38 C perektal Tidak ada bebas kejang
diberikan atau 37 oC peraxilar) faktor risiko 
antikonvulsan  Pd anak yg
Anticonvulsant mengalami
diberikan defek neuro
selama panas 
 CP, RM
Diazepam, 
ES >> Fenobarbital, Risiko kejang
mahal As. valproat lebih besar
Edukasi Pada Orang Tua

 Meyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai prognosis baik


 Memberitahukan cara penanangan kejang
 Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali
 Pemberian obat untuk mencegah rekurensi memang efektif tapi harus diingat
adanya efek samping obat
 Beberapa hal yang harus dikerjakan bila kembali kejang:
a) Tetap tenang dan tidak panik
b) Kendorkan pakaian yang ketat terutama di sekitar leher
c) Jika tidak sadar, posisikan anak terlentang dengan kepala miring. Bersihkan
muntahan atau lendir di mulut atau hidung. Walaupun kemungkinan lidah
tergigit, jangan memasukkan sesuatu ke dalam mulut
d) Ukur suhu, observasi, dan catat lama serta bentuk kejang
e) Berikan diazepam rektal. Dan jangan diberikan bila kejang telah berhenti
f) Bawa ke dokter atau rumah sakit jika kejang berlangsung 5 menit atau lebih

Bunga Annisa Hapsari 4151101119 FK UNJANI 2007


Prognosis

 Kejadian kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah dilaporkan.


 Kelainan neurologis terjadi pada sebagian kecil kasus, biasanya pada kasus
dengan kejang lama atau kejang berulang, baik umum atau fokal.

Bunga Annisa Hapsari 4151101119 FK UNJANI 2007


DIARE AKUT

Anamnesis
 KU : mencret / BAB cair
 Sejak kapan?
 Berapa kali/hari?
 Konsistensi BAB, ampas, lendir, darah?
 Perjalanan penyakit/progresivitas mencretnya?
 Gejala : demam, mual, muntah, batuk, pilek, BAK, riwayat penyakit kelainan
pencernaan yang lain?
 Ruam merah di sekitar lubang anus?
 Tanda komplikasi : rewel, haus, lemah, letargi?
 Komplikasi : sesak napas, kejang, penurunan kesadaran?
 Sumber air minum keluarga? Kalau sumur, berapa jarak dari sumur ke jamban?
 Keluhan yang sama pada anggota keluarga yang lain?
 Riwayat mencret sebelumnya?
 Pengobatan yang telah diberikan di rumah atau sebelum berobat ke RS?

Pemeriksaan Fisik

 Keadaan sakit : ringan/sedang/berat


 Kesadaran : kualitatif (CM-koma), kuantitatif (GCS)  anak besar
alert/letargi? menangis kuat/lemah? gerak aktif?
 Antropometri : BB, TB, LK/LD (u/< 2 thn)
 Tanda vital : TD, N REC, R tipe, S
 Kepala : UUB datar/cekung/cembung
 Mata : air mata, cekung/tidak/sangat
 Leher
 THT : mulut mukosa basah/kering/sangat kering
lidah mukosa basah/kering/sangat kering
 Thorax : jantung, paru
 Abdomen : turgor kembali cepat/lambat/sangat lambat
 Genital : perianal rash
 Ekstremitas : CRT < 2 detik
 Kulit : turgor kembali cepat/lambat/sangat lambat

Pemeriksaan Penunjang

 Darah rutin
 Urine rutin
 Feces rutin : makroskopis, mikrskopis
Bunga Annisa Hapsari 4151101119 FK UNJANI 2007
♥♥♥

Definisi

 BAB tidak normal,


 terjadi perubahan konsistensi tinja/feces,
 frekuensi > 3 kali/24 jam,
 dapat disertai atau tanpa darah,
 diare akut = < 14 hari

Penyebab Diare Akut

 Infeksi
 Virus
- Rotavirus  sering pada anak < 5 tahun, t.u < 2 tahun 88 % diare
Insidensi 40 – 60 % akut
- Norwalk virus terjadi pada anak besar
- Adenovirus & dewasa
 Bakteri
- E. coli  penyebab ke-2 setelah rotavirus (20 – 30%)
 Enteropathogenic E. coli (EPEC)  tidak berdarah, < 2 thn
 Enterotoxigenic E. coli (ETEC)  sekretorik cair, severe bloody afebri
 Entero invasive E. coli (EIEC)  berdarah trombositopeni
 Entero hemorrhagic E. coli (EHEC)  berdarah  HUS  ARF
 Entero adherent E. coli (EAEC)  tidak berdarah hemolitik
- Shigela  insidensi 1 – 2 %  diare berdarah
 S. flexneri  ganas
 S. sonnei  tipe 1 : febris tinggi, kram abdomen, prolaps ani
 S. dysentriae
 S. boydii
- Campylobacter  insidensi 5%  diare berdarah
- Yersinia  diare berdarah
- Salmonela  non typhoidal salmonellosis  5% diare berdarah
- Vibrio  penyebab KLB, insidensi 1 – 2%
 2 tipe : El Tor, Klasik
 Subtype : Ogawa, Inaba
 Parasit
- E. histolitika  < 1%
- G. lambdia  menyerang usia 1 – 5 thn, biasanya anak dgn KKP
- Criptosporidium  4 – 11%, sering pd penderita AIDS
 Malabsorbsi  KH

Bunga Annisa Hapsari 4151101119 FK UNJANI 2007


 Alergi
 CMPSE (susu sapi)
 Makanan
 Keracunan makanan
 Mengandung zat kimia beracun
 Mengandung m.o yang mengeluarkan toksin:
- Clostridium
- Staphylococcus
 Imunodefisiensi
 Penderita AIDS
 Lain-lain
 Malrotasi
 Hirschsprung disease
 Short bowel

Tanda Dehidrasi

Derajat dehidrasi
Tanpa dehidrasi Dehidrasi ringan- Dehidrasi berat
sedang
Keadaan umum Baik, sadar Gelisah Lesu, tidak sadar
Mata Normal Cekung Sangat cekung
Air mata Ada Tidak ada Tidak ada
Mulut dan lidah Basah Kering Sangat kering
Malas minum/
Normal, tidak Kehausan, ingin
Rasa haus tidak dapat
haus banyak minum
minum
Kembali sangat
Turgor kulit Kembali cepat Kembali lambat
lambat

Patomekanisme Diare Akut


 Diare sekretorik
 Diare invasif
 Diare osmotik

Bunga Annisa Hapsari 4151101119 FK UNJANI 2007


Diare Sekretorik
Vibrio
ETEC
Shigela
Clostridium
Salmonela
Campylobacter

Mengaktifkan enzim adenil siklase

Mengubah ATP  cAMP

Akumulasi cAMP intrasel

Sekresi aktif air, ion Cl-, Na+, K+, & HCO3
-

ke dalam lumen usus



Diare sekretorik

Diare Invasif
Rotavirus
Shigela
Salmonela
Campylobacter
ETEC
Yersinia
Amoeba

Invasi m.o. ke dalam mukosa usus

Kerusakan pada mukosa usus

Diare invasif

Khusus Shigela
Shigela

Melewati barier asam lambung

Bunga Annisa Hapsari 4151101119 FK UNJANI 2007



Masuk ke usus halus
 
Sampai ke colon Berkembang biak &
dengan adanya mengeluarkan
peristaltik enterotoksin
 
Invasi ke kolon Merangsang enzim
 adenil siklase
Membentuk mikro-mikro 
ulkus + Mengubah ATP  cAMP
serbukan sel-sel radang 
PMN Diare sekretorik
 (tidak berdarah)
Menimbulkan gejala
tinja/feces berlendir &
berdarah

Khusus Rotavirus
Rotavirus

Masuk ke dalam GIT

Berkembang biak & masuk ke dalam apikal usus

Bagian apikal dari vili akan rusak

Diganti dengan bagian kripta yang belum matang
(imatur, bentuk kuboid atau gepeng)

Tidak dapat berfungsi normal

Menimbulkan diare &
tidak bisa menghasilkan enzim laktase (disakaridase)

Jika daerah usus halus yang terkena cukup luas

Defisiensi enzim laktase/disakaridase

Diare osmotik

Bunga Annisa Hapsari 4151101119 FK UNJANI 2007


Diare Osmotik
Disakarida/polisakarida
tidak dapat diabsorbsi o/usus halus

Harus diubah menjadi monosakarida
dengan bantuan enzim disakaridase

Jika defisiensi enzim disakaridase

Akumulasi KH/disakarida/polisakarida
pada lumen usus

Tekanan osmotic di lumen usus meningkat

Menarik cairan dari intrasel ke dalam lumen

Timbul watery diarrhea

Komplikasi

 Dehidrasi
 Gangguan sirkulasi
 Gangguan keseimbangan asam basa & elektrolit
 Gangguan gizi/hipoglikemi

Penatalaksanaan

 Rehidrasi
 Pemberian Makanan
 Medikamentosa (pemberian antibiotika)
 Edukasi pada orang tua

Bunga Annisa Hapsari 4151101119 FK UNJANI 2007


Rehidrasi

 Rencana terapi A  tanpa dehidrasi


Cairan rumah tangga/oralit
 Usia < 1 thn : 50 – 100 ml tiap diare
 Usia 1-2 thn : 200 ml tiap diare
 Usia > 2 thn : 400 ml tiap diare
 Rencana terapi B  dehidrasi ringan-sedang
Oralit 75 ml/kgBB selama 3 jam pertama
Dilanjutkan p.o setiap diare seperti rencana terapi A

 Rencana terapi C  dehidrasi berat


Infus RL :
 Usia < 1 thn : 1 jam pertama  30 ml/kgBB
5 jam berikutnya  70 ml/kgBB
1
 Usia > 1 thn : /2 jam pertama  30 ml/kgBB
1
2 /2 jam berikutnya  70 ml/kgBB
Selama diinfus, penderita diberikan oralit seperti rencana terapi A

Pemberian Makanan

 Tidak boleh dipuasakan


 ASI atau makanan harus diterukan
 Diberikan makanan sedikit-sedikit, porsi kecil, sesering mungkin, rendah serat
 Susu formula rendah/bebas laktosa pada diare ostmotik

Pemberian Antibiotika

Indikasi:
 Diare berdarah diberikan
 Kotrimoksazol 50 mg/kgBB dibagi 2 dosis selama 5 hari
 Kolera
 Tetrasiklin 50 mg/kgBB/hari dibagi 3 – 4 dosis selama 3 hari
 Pada amoebiasis & giardiasis diberikan
 Metronidazol 30 – 50 mg/kgBB/hari dibagi 3 dosis selama 5 – 7 hari
Antidiare tidak diberikan!! (antidiare = antiperistaltik)
 Antimotilitas : loperamid, diphenoxylatem codein, opium
 Absorbent : norit kaolin, attapulgit, smectie

Bunga Annisa Hapsari 4151101119 FK UNJANI 2007


Edukasi pada Ibu

 Penanganan diare di rumah  pemberian cairan oral seperti oralit


 Cara-cara pencegahan diare yang dapat dilakukan di rumah:
 Pemberian ASI
 Pemberian MPASI
 Penggunaan air bersih untuk minum
 Cuci tangan
 Penggunaan jamban
 Pembuangan tinja bayi yang aman
 Imunisasi

Probiotik

 Probiotik = m.o komensal yang hidup di mukosa usus


 Tujuan = memperpendek lamanya diare
 Mekanisme kerja
 Kompetitif inhibis/adhesi perlekatan m.o patogen pada mukosa usus
 Kompetitif makanan dengan m.o patogen
 Menghasilkan produk yang dapat menghambat pertumbuhan/membunuh
patogen
 Merangsang pengeluaran sekretori IgA dari mukosa ke dalam lumen susu
sehingga akan menyebabkan daya tahan saluran cerna mingkat
 Menghasilkan enzim laktase  mengatasi terjadinya defisiensi enzim laktase
 Jenis m.o probiotik
 Lactobacillus GG  Bifidobacterium longum
 Lactobacillus acidophilus  Lactobacillu pantarium
 Bifidobacterium bifidum  Streptococcus thermophilus
 Enterococcus faecium  Saccharomyces boulardi

Zinc

 Manfaat zinc
 memperbaiki proses epitelisasi  krn kerusakan mukosa usus  yang
disebabkan ggn mukosa usus yang dipengaruhi o/ sist kekebalan sal. cerna
 sebagai antioksidan  membantu mengurangi kerusakan yang disebabkan
oleh radikal bebas.
 memiliki efek merevitalisasi fungsi kelenjar timus  untuk produksi T-sel dan
sistem kekebalan yang kuat.
 merupakan mineral penting yang membantu tubuh menjaga sistem
kekebalan, reproduksi, dan pencernaan  diperlukan untuk kulit sehat,
tulang, rambut, kuku, & mata, serta sangat penting u/membuat hormon
pertumbuhan & hormon laki-laki, testosterone
Bunga Annisa Hapsari 4151101119 FK UNJANI 2007
 membantu proses asam lemak esensial tubuh yang dibutuhkan 
menyembuhkan luka bakar (termasuk sunburns), luka, wasir, eksim, rosacea,
psoriasis, & jerawat
 mengurangi efek tinnitus & degenerasi makula (penyebab umum kebutaan
pada orang di atas usia 50)
 melindungi mata  meningkatkan efek dari vitamin A & mempercepat
pemulihan dari conjunctivitis dan inflammatory eye diseases.
 Diberikan selama 10 – 14 hari  selama 10 hari penuh walaupun diare telah berhenti
 Dosis : < 6 bulan  10 mg
> 6 bulan  20 mg
Sediaan 20 mg/tab
 Cara pemakaian : bayi  dilarutkan dgn air matang
anak besar  dikunyah atau dilarutkan

Bunga Annisa Hapsari 4151101119 FK UNJANI 2007


BRONCHOPNEUMONI

Anamnesis

 KU : sesak napas
 Sejak kapan?
 Onsetnya (mendadak, insiding)?
 Perjalanannya (hilang-timbul, terus-menerus, progresif/konstan)?
 Ada trigger/yang mendahului/yang memperhebat?
 KU timbul beberapa hari setelah batuk, pilek, demam yang tak begitu tinggi?
 (U/usia < 2 thn) riwayat persalinannya?
 KU timbul setelah keselek/muntah/hidung tersumbat?
 Menderita caries dentis, bisul (penyebaran m.o secara hematogen)?
 Kontak (dicium/dipangku/bermain) dengan orang lain yang batuk pilek?
 Gejala lain:
 Demam tinggi/tak begitu tinggi? Sejak kapan?
 Batuk produktif/tidak, melolong, whooping, kocking, BKB, nocturnal?
 Disertai bunyi mengi?
 Pernah sianosis?
 Anorexia, intake nutrisi selama sakit ini?
 Riwayat pengobatan
 Nama obat?
 Dosis, cara pemberian, lamanya?
 Respon penyakit?
 Riwayat alergi obat? Penyakit atopi pada pasien & keluarga?
 Riwayat keluhan yang sama sebelumnya?
 Riwayat perawatan di RS sebelumnya?

Pemeriksaan Fisik

 Keadaan sakit : ringan/sedang/berat


 Kesadaran : kualitatif (CM-koma), kuantitatif (GCS)  anak besar
alert/letargi? menangis kuat/lemah? gerak aktif?
 Antropometri : BB, TB, LK/LD (u/< 2 thn)
 Tanda vital : TD, N REC, R tipe, S
 Kepala :
 THT : telinga  infeksi kronik
hidung  PCH
mulut/bibir  sianosis
cavum ori  tonsil
faring
 Leher & aksila : KGB (ukuran, bentuk, mobilitas, konsistensi, NT/tidak)
posisi trakea
Bunga Annisa Hapsari 4151101119 FK UNJANI 2007
 Thorax
Inspeksi : B & G simetri/a
retraksi (supraklavikula, interkostal, epigastrik)
ø anteroposterior, ø lateral, bentuk dada secara umum
Palpasi : gerak, vocal fremitus  simetri/a
Perkusi : sonor/dull
Auskultasi : VBS
Suara tambahan  wheezing, crackles, stridor, grunting, pleural
friction rub
 Abdomen
 Ekstremitas : sianosis perifer, clubbing finger
 Kulit : atopi (kering, bersisik)

Pemeriksaan Penunjang

 Foto thorax
 Test mantoux



Definisi

 Pneumonia = infeksi saluran pernapasan akut bagian bawah yang mengenai


parenkim paru yang disebabkan oleh m.o (virus/bakteri) sebagian kecil
disebabkan o/penyebab non-infeksi (aspirasi, radiasi, dll)
 BP = bagian dari pneumonia  didahului oleh peradangan saluran napas bagian
atas (batuk, pilek) selama beberapa hari + kenaikan suhu yang tiba-tiba.

Etiologi

Usia Agen Infeksi


0 – 3 minggu  Group B streptococcus
 Gram negative enteric bacilli
 Cytomegalovirus
 Listeria monosytogenes
 Herpes simplex virus
3 minggu – 3 tahun  Chlamidya trachomatis
 Respiratory sincitial virus
 Parainfluenza virus type 3
 Streptococcus pneumoniae
 Bordetella pertusis
 Staphylococcus aureus

Bunga Annisa Hapsari 4151101119 FK UNJANI 2007


3 bulan – 5 tahun  RSV, PIV influenza, adeno-virus, rhinovirus
 Streptococcus pneumoniae
 Haemophylus influenza
 Mycoplasma pneumoniae
 Mycobacterium tuberculosis
5 – 15 tahun  Mycoplasma pneumoniae
 Chlamydophilia pneumoniae
 Streptococcu pneumonia
 Mycobacterium tuberculosis

Karakteristik Mikroorganisme
Chlamydia trachomatis
 Biasannya menyerang bayi 2 – 12 minggu
 Timbul secara gradual (tidak mendadak)
 Tidak demam
 Takipnea
 Batuk staccato
 Ronkhi basah (crackles atau rales)
 Malaise
 Gangguan tumbuh
 Ro : tampak infiltrate interstitial & hiperenflasi ringan
 Tidak memerlukan perawatan di RS kecuali disertai infeksi sekunder o/kuman
lain
Streptococcus
 Penyebab paling sering pada bayi & anak usia 1 bulan – 5 tahun
 Peak incidence usia 3 tahun
 Timbul mendadak
 Demam tinggi
 Leukositosis
 Efusi pleura
 Ro : gambaran pneumonia lobaris/segmental atau lobularis
 Memerlukan perawatan di RS
Mycoplasma pneumonia
 Jarang menyebabkan pneumonia pada usia < 4 tahun
Sering pada anak usia sekolah & remaja
 Timbul secara insidious (tidak mendadak)
 Gejala sistematik : demam, nyeri kepala/otot, nyeri menelan
 Ronkhi jarang ditemukan
 Ro : infiltrate interstitial di kedua lobus (bilateral) paru
 20% penderita  pneumonia lobaris

Bunga Annisa Hapsari 4151101119 FK UNJANI 2007


Staphylococcus aureus & Streptococcus pyogenes
 Jarang dijumpai
 Klinis sangat cepat menjadi jelek
 Jika tidak cepat diberi antibiotika yang tepat  prognosis jelek
 Komplikasi : pneumotocele, abses paru, empiema

Klasifikasi

Berdasarkan lokasi lesi di paru


 Pneumonia lobaris
 Pneumonia interstitialis = bronkiolitis
 Pneumonia lobularis = BP
Berdasarkan asal infeksi
 Pneumonia yang didapat dari masyarakat (CAP)
 Pneumonia yang didapat dari RS (HBD)
Berdasarkan m.o penyebab
 Pneumonia bakteri
 Pneumonia virus
 Pneumonia mikoplasma
 Pneumonia jamur
Berdasarkan karakteristik penyakit
 Pneumonia tipikal  e.c Pneumococcus, Staphylococcus, H. influenza
 Pneumonia atipikal  e.c legionella, mycoplasma, Chlamydia

Klasifikasi Pneumonia Berdasarkan Pedoman


Usia 2 bulan – 5 tahun
 Pneumonia berat = BP
 Bila ada sesak napas
 Harus dirawat & diberikan antibiotik
 Pneumonia
 Bila tidak ada sesak napas
 Ada napas cepat
> 50 x/menit  usia 2 bulan – 1 tahun
> 40 x/menit  usia 1 – 5 tahun
 Tidak perlu dirawat, berikan antibiotik oral
 Bukan pneumonia
 Bila tidak ada napas cepat & sesak napas
 Tidak perlu dirawat & tidak perlu antibiotik, hanya diberikan pengobatan
simptomatis

Bunga Annisa Hapsari 4151101119 FK UNJANI 2007


Usia < 2 bulan
 Pneumonia
 Bila ada napas cepat (> 60 x/menit) atau sesak napas
 Harus dirawat & diberikan antibiotik
 Bukan pneumonia
 Tidak ada napas cepat atau sesak napas
 Tidak perlu dirawat, cukup diberikan pengobatan simptomatis

Kriteria Diagnosis (min 3 dari 5)

 Sesak napas yang disertai PCH & retraksi


R > 60 x/mnt  usia < 2 bulan
> 50 x/mnt  usia 2 bulan – 1 tahun
> 40 x/mnt  > 1 – 5 tahun
 Panas badan
 Ronki basah sedang nyaring
Jika + wheezing  usia 6 bulan – 2 tahun = bronchiolitis (sebelumnya ISPA)
Usia > 2 tahun = asma (cari faktor pencetus, predisposisi)
 Foto thorax  bercak konsolidasi merata di seluruh lapangan paru
 Leukositosis

Patogenesis

Mekanisme pertahanan tubuh :


 Concha  aliran udara dalam hidung berkelok-kelok  banyak partikel (antara
lain berisi virus dan kuman) terperangkap pada mukosa hidung
 Epiglottis  melindungi trachea dari lendir & makanan  benda-benda tsb tidak
dapat masuk ke trachea
 Saluran tracheobronchial  mempunyai sel-sel yang mensekresikan musin 
musin mengandung antibakteri (IgA, defensin, lisosian, laktoferin) & menjerat
bakteri/benda asing yang melewati epiglottis
 Cilia pada dinding tracheobronchial  menggerakkan musin keluar dari
tracheobronchial  masuk ke laring
 Di alveoli  neutrofil & makrofag membunuh m.o yang masuk
Di alveoli  terdapat imunoglobulin, komplemen, & surfaktan  faal protektif
 Sistem limfatik  mengangkut cairan, makrofag, & limfosit dari alveoli ke kelenjar
limfe di mediastinum

Bunga Annisa Hapsari 4151101119 FK UNJANI 2007


Pada keadaan yang normal, saluran respiratorik mulai dari area sublaring
sampai parenkim paru adalah steril. Paru terlindungi dari infeksi bakteri oleh
berbagai mekanisme perlindungan yang meliputi barier anatomi dan mekanis, serta
faktor imunologi lokal dan sistemik. Infeksi paru terjadi apabila ≥1 dari mekanisme
tersebut berubah atau mikroorganisme yang masuk sangat banyak dan virulen.

Inhalasi mikroorganisme atau masuknya kuman flora normal saluran respiratorik


atas, sebagian kecil melalui hematogen

kedalam alveoli

hiperemia, eksudasi cairan intra alveoler, Hepatisasi
deposisi fibrin, serta infiltrasi neutrofil Merah

selanjutnya mengalami konsolidasi eksudatif lobuler (bronkopneumonia),
lobar (pneumonia lobaris), atau interstitial

terjadi peningkatan aliran darah kedaerah yang terkena
sehingga menyebabkan ventilation perfusion mismatching

terjadi hipoksemia akibatnya terjadi penurunan
compliance dan kapasitas vital paru

desaturasi oksigen akan menyebabkan meningkatnya kerja jantung

Deposisi fibrin dan disintegrasi sel inflamasi Hepatisasi


makin meningkat secara progresif Kelabu

resolusi terjadi setelah 8-10 hari
bila berlangsung digesti eksudat secara enzimatik

reabsorpsi dan pengeluaran oleh mekanisme batuk

Bunga Annisa Hapsari 4151101119 FK UNJANI 2007


Faktor Predisposisi

 Usia  0 – 2 bulan jauh lebih tinggi (morbiditas & mortalitas) dari anak usia
sekolah  bayi muda belum bisa batuk, masih belum banyak terdapat
immunoglobulin yang spesifik
 Prematuritas
 Gizi kurang/jelek
 IRA atas (common cold)  infeksi virus merusak epitel & cilia bronchial,
merangsang produksi sekret dari sal. respiratorius  banjir sekret  kuman
komensal di nasofaring terseret banjir secret sampai ke alveoli
 Asap rokok  merusak sel epitel & mengganggu faal mucociliary apparatus
 Gangguan faal cilia congenital (Kartagener’s syndrome) & cystic fibrosis 
mukosa kental
 Penderita defisiensi immunoglobulin (herediter), penerima transplantasi organ,
AIDS

Penatalaksaan Umum

 Pemberian oksigen lembab 2-4 L/menit  sampai sesak nafas hilang atau
PaO2 pada analisis gas darah ≥ 60 torr
 Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit
 Asidosis diatasi dengan pemberian bikarbonat intravena

Penatalaksanaan Khusus

 Mukolitik, ekspektoran, & obat penurun panas sebaiknya tidak diberikan pada 72
jam pertama karena akan mengaburkan interpretasi reaksi antibioti awal.
 Obat penurun panas diberikan hanya pada penderita dengan suhu tinggi,
takikardi, atau penderita kelainan jantung
 Pemberian antibiotika berdasarkan mikroorganisme penyebab dan manifestasi
klinis.
Pneumonia ringan  amoksisilin 10-25 mg/kgBB/dosis (di wilayah dengan angka
resistensi penisillin tinggi dosis dapat dinaikkan menjadi 80-90 mg/kgBB/hari).
Faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan terapi :
 Kuman yang dicurigai atas dasas data klinis, etiologis dan epidemiologis
 Berat ringan penyakit
 Riwayat pengobatan selanjutnya serta respon klinis
 Ada tidaknya penyakit yang mendasari

Bunga Annisa Hapsari 4151101119 FK UNJANI 2007


Antibiotik

Jika tidak ada kuman yang dicurigai, berikan antibiotik awal (24 – 72 jam pertama)
menurut kelompok usia.
 Neonatus dan bayi muda (< 2 bulan) :
 ampicillin + aminoglikosid
 amoksisillin + asam klavulanat
 amoksisillin + aminoglikosid
 sefalosporin generasi ke-3
 Bayi dan anak usia pra sekolah (2 bulan – 5 tahun)
 beta laktam amoksisillin
 amoksisillin + amoksisillin klavulanat
 golongan sefalosporin
 kotrimoksazol
 makrolid (eritromisin)
 Anak usia sekolah (> 5 thn)
 amoksisillin/makrolid (eritromisin, klaritromisin, azitromisin)
 tetrasiklin (pada anak usia > 8 tahun)

Karena dasar antibiotik awal di atas adalah coba-coba (trial and error ) maka harus
dilaksanakan dengan pemantauan yang ketat, minimal tiap 24 jam sekali sampai
hari ketiga.
Jika penyakit bertambah berat atau tidak menunjukkan perbaikan yang nyata dalam
24-72 jam  ganti dengan antibiotik lain yang lebih tepat sesuai dengan
kuman penyebab yang diduga (sebelumnya perlu diyakinkan dulu ada tidaknya
penyulit seperti empiema atau abses paru yang menyebabkan seolah-olah antibiotik
tidak efektif)

Komplikasi

 Empiema torasis
 Pneumothoraks/abses paru
 Efusi pleura
 Perikarditis purulenta
 Miokarditis

Bunga Annisa Hapsari 4151101119 FK UNJANI 2007


OBAT – OBATAN

Paracetamol

 Dosis :
10 – 15 mg/kgBB/x
 Jarak :
6 – 8 jam/x  3 – 4 x/hari
 Jalur :
p.p, supositoria
 Sediaan :
tab 500 mg, 100 mg
syrup 120 mg/5mL (1 cth)
drop 60 mg/0,6 mL
 Nama dagang : sanmol syr 120 mg/5 mL (1 cth)
naprex syr 240 mg/5 mL (1 cth)
dumin sup 120 mg/sup, 250 mg/sup

Ibuprofen
 Dosis : 5 – 10 mg/kgBB/x, 3 – 4 x, p.p
 Sediaan : tab 500 mg
 Nama dagang : prosinal 100 mg/5 mL (1 cth)
Proris 100 mg/5 mL (1 cth)

Ambroxol

 Dosis : 0,5 mg/kgBB/x, 3 – 4 x, p.o


 Nama dagang : ambroxol syr 15 mg/5 mL (1 cth)
mucopect syr 1 cth (5 mL) 15 mg, 30 mg
mucous syr 15 mg/5 mL (1cth)

Domperidon

 Dosis : 0,2 – 0,4 mg/kgBB/x, 3 – 4 x


 Sediaan : tab 10 mg
 Nama dagang : vomidon syr 5 mg/1 cth
Vometa syr 5 mg/1 cth

GG (glycerine guaicolate)

 Dosis : < 1 thn : 12,5 mg


1 – 2 thn : 25 mg
> 2 thn : 50 mg

Aminofilin

 Dosis : 4 – 6 mg/kgBB/x, 3 – 4 x
1 cc = 24 mg isi 10 mL
Bunga Annisa Hapsari 4151101119 FK UNJANI 2007
Adrenalin

 Dosis : 0,1 – 0,3 ml/kgBB, IV

Bromhexin Cl

 Dosis : 2 – 5 thn = 2 x 5 mL 3x
5 – 10 thn = 3 x 5 mL p.o
 Sediaan : bisolvon syr 2 – 5 thn  2 x 5 cc
5 – 10 thn  3 X 5 cc

Pseudoefedrin

 Dosis : 1 mg/kgBB/x, 3 – 4 x, p.o


 Nama dagang : disudrin syr 1 cth = 15 mg
Tremenza syr 1 cth = 30 mg

CTM

 Dosis : 0,1 mg/kgBB/x


0.05 mg/kgBB/x (anak)

Pro B/probiotik/L-bio sach

 Dosis : BB < 6 kg  1 x ½ cth


BB > 6 kg  1 x 1 cth

Ondansetron

 Sediaan : 2 mg/mL

Pyrantel pamoat (combantrine)

 Dosis : 40 mg/kgBB/x, dosis tunggal

Salbutamol

 Dosis : p.o 0,15 mg/kgBB/3 dosis


 Sediaan : tab 2 mg, 4 mg
nebul combivent 2,5 mg/2,5 mL NaCL
spray 100 mg/semprot
syrup 2 mg/5 mL

Efedrin  u/pilek > 1 thn

 Dosis : 0,8 mg/kgBB/x

Bunga Annisa Hapsari 4151101119 FK UNJANI 2007


Vit K

 Dosis : 1 cc  0,06 mg

Ranitidine

 Dosis : 2 – 4 mg/kgBB/2x, max 300 mg/hari


 Sediaan : tab 150 mg
Ampul 25 mg/mL

Cimetidine

 Dosis : 25 – 30 mg/kgBB/x
 Sediaan : tab 200 mg

Loratadine

 Dosis : 0,25 mg/kgBB/dosis

Cetirizine

 Dosis : 0,25 mg/kgBB/x


 Sediaan : ozen syr 5 mg/5 mL

Furosemide (Lasix)

 Dosis : IV 1 -2 mg/x
p.o 1 – 4 mg/kgBB/hari, bid atau qid

Metoclopramide hydrochloride (Primperan)

 Dosis : 0,5 mg/kgBB/hari


 Sediaan : tab 5 mg, 10 mg
amp 10 mg/2 mL
syr 5 mg/5 mL (60 mg)
drop 0,1 mg/tetes (10 mL)

Obat Anti Tuberculosis (OAT)


Rifampisin

 Dosis : 10 – 15 mg/kgBB/hari, dosis max 600 mg


 Sediaan : tab 150 mg, 300 mg, 450 mg, 600 mg
Syr 100 mg/5 mL

Bunga Annisa Hapsari 4151101119 FK UNJANI 2007


INH

 Dosis : 5 – 10 mg/kgBB/hari, dosis max 300 mg


 Sediaan : tab 100 mg, 200 mg, 300 mg
Kaplet 100 mg, 150 mg
Vit B6

 Dosis : 1/10 dosis INH, 1 mg/kgBB/x


 Sediaan : tab 10 mg
Pirazinamid

 Dosis : 25 – 40 mg/kgBB/2 – 3 x, max 3 gr


 Sediaan : tab 500 mg, 1000 mg
Ethambutol

 Dosis : 15 – 40 mg/kgBB/hari, max 1250 mg


 Sediaan : tab 250 mg
Streptomisin

 Dosis : 20 – 40 mg/kgBB/hari, max 1 gr, IM

Ampisilin (gol. Penisilin)

 Dosis : kasus biasa : 50 – 100 g/kgBB/4x


Sepsis : 200 mg/kgBB/4x
Meningitis : 400 mg/kgBB/4x
 Sediaan : tab 500 mg, 1000 mg
kapsul 250 mg, 500 mg
kaplet 500 mg
syr 125 mg/cth
inj 0,1 , 0,25 , 0,5 , 1 gr/vial

Amoksilin (gol. Penisilin)

 Dosis : 30 – 50 mg/kgBB/hari dibagi tiap 8 jam atau 3x/hari


 Sediaan : tab 125 mg, 250 mg, 500 mg
kapsul 125 mg, 250 mg, 500 mg
syrup 125 mg/5 mL (1 cth)
100 mg/mL
 Nama dagang : amoxicillin syr 1 cth  125 mg
amoxan syr 1 cth  125 mg
amoxan forte 1 cth  250 mg

Bunga Annisa Hapsari 4151101119 FK UNJANI 2007


Eritromisin (gol. Makrolide)

 Dosis : 30 – 50 mg/kgBB/hari dalam 4 dosis


< 2 thn  125 mg
2 – 8 thn  250 mg
 Sediaan : tab 250 mg, 500 mg
kapsul 250 mg, 500 mg
syr 5 mL/200 mg

Cefadroxil (gol. Cephalosporin, gen I)

 Dosis : 15 – 25 mg/kgBB/2x, p.o


 Nama dagang : cefadroxil syr 1 cth = 125 mg
cefat syr 1 cth = 125 mg
cefat F syr 1 cth = 250 mg

Ceftriaxone (gol. Cephalosporin, gen III)

 Dosis : 50 – 70 mg/kgBB dibagi tiap 12 jam (max 2 gr)


Meningitis  80 – 100 mg/kgBB tiap 12 jam (max 4 gr)
 Sediaan : semua inj

Cefotaxime (gol. Cephalosporin, gen III)

 Dosis : 50 – 100 mg/kgBB/3x, IV


 Sediaan : inj 1 gr
 Nama dagang : cefarin, procef A

Cefixime (gol. Cephalosporin, gen III)

 Dosis : 5 mg/kgBB/hari, 2x, p.o


Typhoid  10 – 15 mg/kgBB/2x
 Sediaan : syrup 100 mg, 200 mg
kapsul 100 mg
 Nama dagang : cefspau syr 1 cth = 100 mg
cefspau F syr 1 cth= 200 mg

Kloramfenikol (gol. Kloramfenikol)

 Dosis : 50 – 100 mg/kgBB/4x, IV (max 2 gr)


 Sediaan : kapsul 250 mg, 500 mg
drop = tetes mata 1% dipakai 2 tetes
syrup 1 cth (5 mL) = 125 mg
inj 1 gr
Tiamfenikol : 25 mg/kgBB/4x

Bunga Annisa Hapsari 4151101119 FK UNJANI 2007


Ciprofloksasin (gol. Floroquinolon)

 Dosis : 20 – 30 mg/kgBB/2 – 3x

Cotrimoksazol (gol. Floroquinolon)

 Sulfametoksazol : trimetropin = 5 : 1
 Sulfametoksazol 50 mg/kgBB/2x
 Trimetropin 10 mg/kgBB/2x
 Dosis : 30 – 50 mg/kgBB/2x, p.o
 Sediaan : tab 120 mg, 480 mg, forte 960 mg
syrup 240 mg/cth
inj 480 mg/5 mL, IV
 Nama dagang : sanprima 1 cth (5 mL) = 240 mg
Bactrim 1 cth (5 mL) = 240 mg

Klindamisin (gol. Aminoglikosida)

 Dosis : 25 – 35 mg/kgBB/3x

Gentamisin (gol. Aminoglikosida)

 Dosis : neonatus : 3 – 5 mg/kgBB/hari, dalam 2 dosis


anak : 6 mg/kgBB/hari, dalam 2 dosis
dr. Yoke : 5 – 7,5 mg/kgBB/hari, 1 x
 Sediaan : inj 40 mg/mL (vial)
80 mg/2 mL (amp)

Metronidazole

 Dosis : 1 – 3 thn  200 mg


3 – 7 thn  200 mg 3 – 4 x/hari
7 – 10 thn  200 – 400 mg
 Sediaan : tab 500 mg
 Nama dagang : velazol (infusion) 5 mg/mL
Tinidazol : 50 – 60 mg/kgBB/hari

Tetrasiklin

 Dosis : p.o = 50 mg/kgBB/4x


IV = 20 – 30 mg/kgBB/2 – 3 x
IM = 15 – 25 mg/kgBB/2 – 3 x
 Sediaan : tab/kap 250 mg, 500 mg
vial 100 mg, 200 mg

Bunga Annisa Hapsari 4151101119 FK UNJANI 2007


Diazepam

 Dosis : p.o = 0,3 – 0,5 mg/kgBB/x


IV = 0,3 – 0,5 mg/kgBB
per rektal = stesolid 5 mg/x  1 – 5 thn
stesolid 10 mg/x  6 – 12 thn
 Epilepsi : 0,25 – 0,4 mg – 0,5 mg/kgBB
5 mg/2,5 mL  BB < 10 kg
10 mg/2,5 mL  BB > 10 kg
 Stesolid : syr 1 cth = 2 mg
sup 5 mg  BB < 10 kg
10 mg  BB > 10 kg

Gol. Kortikosteroid

 Prednison : p.o 1 – 2 mg/kgBB/hari, dibagi tiap 6 – 8 jam


 Dexametason : IV 0,1 mg/kgBB/hari
 Kortison : p.o 10 mg/kgBB/hari, dibagi tiap 6 – 8 jam
IM 3 – 6 mg/kgBB/hari, dibagi tiap 12 jam
 Metilprednisolon : u/status asmatikus & syok endotoksin
24 mg/kgBB/hari, dibagi tiap 4 – 6 jam
 Beklometason dipropionat : 1 – 2 inhalasi tiap 6 – 8 jam
dapat diberikan u/rhinitis alergi krn cuaca

Dosis Inhalasi (Nebulizer)

Usia Bisolvon Atrovent Berotec NaCl


0 – 1 thn 5 tetes 2 tetes 3 tetes 2 mL
2 – 5 thn 8 tetes 5 tetes 6 tetes 2 mL
5 – 7 thn 10 tetes 5 tetes 6 tetes 2 mL
> 7 thn 12 tetes 8 tetes 8 tetes 2 mL

Bunga Annisa Hapsari 4151101119 FK UNJANI 2007


CAIRAN

Holliday Segar

 0 – 10 kg = 100 cc/kgBB/hari
 10 – 20 kg = 1000 cc + 50/kgBB (sisa BB)/hari
 > 20 kg = 1500 + 20 – 25/kgBB (sisa BB)/hari

Koreksi Suhu

 Tiap kenaikan 1 oC ( suhu > 38 oC)  kebutuhan cairan 1,2 – 2,5 %

Diuresis

 Neonatus : 3 – 4 cc/kgBB/jam
 Anak : 1 – 2 cc/kgBB/jam
 Dewasa : 0,5 – 1 cc/kgBB/jam
 BAK neonatus  ≥ 6 x/hari
 BAB neonatus  ≥ 3 x/hari

Menyusui/Minum Neonatus

 8 – 12 x/hari
 P.o = hari ke-1 20 – 80 cc/kgBB/hari
tiap hari dinaikkan 10 cc/kgBB/hari sampai hari ke 10 – 14 sampai
tercapai 150 – 200 cc/kgBB/hari
 BBLR (< 2,5 kg) sebelum p.o, infuse dulu dengan DS  setelah stabil  oral
 P.e = sesuai Holliday Segar
 Fototerapi = kalori + 10%
 SF  nama, takaran
1 takar + air hangat 30 cc (6 sendok)
 Output : BAB = frek, warna, konsistensi (N 5 – 10x)
BAK = frek, warna

Kebutuhan Cairan Neonatus

 60 – 100 cc/kgBB/hari
 Naik 20 cc tiap hari sampai dengan 150 cc

Bunga Annisa Hapsari 4151101119 FK UNJANI 2007


Ringer Laktat Ringer Dextrose Larutan 2A

NaCl 3 gr NaCl 8,6 gr NaCl 2,25 gr


KCl 0,15 gr KCl 0,3 gr Glukosa 12,5 gr
CaCl2 dihidrat 0,1 gr CaCl2 0,33 gr Na 77 mmol/L
Na laktat 1,55 gr Glukosa 55 gr Cl 77 mmol/L

KAEN 1B KAEN 3B KAEN 3A

Na 38,5 mEq Na 50 mEq Na 60 mEq


Cl 38,5 mEq K 20 mEq K 10 mEq
Glukosa 37,5 gr Cl 50 mEq Cl 50 mEq
Laktat 20 mEq Laktat 70 mEq
Glukosa 27 mEq Glukosa 27 gr

Ecosol RL Ecosol NaCL Sanbe RL

NaCl 0,6 gr NaCl 0,9 gr NaCl 3 gr


Na laktat 0,312 gr Osmolar 308 osm/L Na laktat 1,55 gr
KCl 0,04 gr Na 154 mmol/L KCl 0,015 gr
CaCl2 0,027 gr Cl 154 mmol/L CaCl2 0,1 gr
Osmolar 270 osm/L Osmolar 273 osm/L
Na 131 mmol/L Na 130 mmol/L
K 5 mmol/L K 4 mmol/L
Ca 2 mmol/L Ca 2,7 mmol/L
Cl 111 mmol/L Cl 109 mmol/L
HCO3 29 mmol/L

Otsu RD5 Labiomed-Glukosa 5%

NaCl 8,6 gr Glukosa 50 gr


KCl 0,3 gr Osmolar 280 mOsm/L
CaCl2 0,33 gr
Dextrose monohydrate 5 gr
Osmolaritas 562 mOsm/L
Na 147,5 mEq/L
K 4 mEq/L
Ca 4,5 mEq/L
Cl 156 mEq/L

 Pasien jantung  dextrose 5%


 NGT diganti 3 – 5 hari
 Infusion set tidak boleh > 3 hari

Bunga Annisa Hapsari 4151101119 FK UNJANI 2007


Oralit Formula Baru Oralit Formula Lama

Na 75 mmol/L NaCl 0,52 gr


Cl 65 mmol/L KCl 0,3 gr
Glukosa 75 mmol/L Trisodium sitrat dinitrat 0,58 gr
K 20 mmol/L Glukosa anhidrat 2,7 gr
Sitrat 10 mmol/L
Osmolaritas 245 mmol/L

Bunga Annisa Hapsari 4151101119 FK UNJANI 2007


PERTUMBUHAN ANAK

Berat Badan

 BBLC = 2500 – 3500 gr


 BB 5 bulan = 2 x BBL
 BB 1 tahun = 3 x BBL
 BB 2½ tahun = 4 x BBL
 BB 5 tahun = 6 x BBL (2 x BB 1 tahun)
 BB 10 tahun = 10 x BBL

Penambahan BB

 20 – 30 gr/hari  ideal
 6 bulan I = 0,5 – 1 kg/bulan
 6 bulan II = 0,3 – 0,5 kg/bulan
 1 – 2 tahun = 0,2 kg/bulan

Tinggi Badan

 Rata-rata panjang bada lahir (PBL) ± 50 cm


 1 tahun = 1½ x PBL
 4 tahun = 2 x PBL

Penambahan TB

 6 bulan I = 2½ cm/bulan
 6 bulan II = 1¼ cm/bulan
 1 – 7 tahun = 7½ cm/bulan
 Formula praktis Lahir = 50 cm
1 tahun = 75 cm
2 – 12 tahun  umur (thn) x 6 + 77

Lingkar Kepala

 Waktu lahir = 33 – 35,6 cm


 Tahun I = 44,4 – 46,9 cm (10 cm)
 Tahun II = 46,9 – 49,5 (2,5 cm)
 Tahun III = 47,7 – 50,8 (1,25 cm)

Erupsi Gigi

 Awal erupsi usia 5 – 10 bulan


 Gigi susu = 20 buah
 Gigi tetap = 32 buah
Bunga Annisa Hapsari 4151101119 FK UNJANI 2007
PERKEMBANGAN ANAK

1 bulan

 Memutar arah kepala ke


kiri/kanan
 Mendekatkan tangan ke mulut
 Bereaksi terhadap suara yang
dikenal
7 – 9 bulan
2 bulan  Membolak-balikkan mainan
dengan 2 tangan
 Otot lebih rileks, tangan tak lagi
 Senang menggigit-gigit
mengepal
 Senang bereksperimen dengan
 Mengangkat kepala 45o saat
menjatuhkan barang
telungkup
 Membedakan emosi dari nada
 Mata bergerak mengikuti objek
suara
 Mengeluarkan suara-suara
selain nangis (eh, ah)
10 – 12 bulan
 Reaksi terhadap suara
meningkat  Belajar berjalan dengan
berpegangan orang tua
3 bulan  Memasukkan atau
mengeluarkan barang dari & ke
 Mengangkat kepala 90o saat
dalam wadah
telungkup
 Bertepuk tangan
 Menahan kepala selama 1
 Memanggil ma-ma & pa-pa
menit
 Mengerti perintah sederhana &
 Mengangkat kedua tangan
larangan
bersamaan
 Menggapai objek yang
13 – 18 bulan
bergoyang
 Berjalan
4 – 6 bulan  Menyusun 2 – 3 balok
 Menggenggam pensil
 Kemampuan bertumpu pada
 Mulai mengucapkan beberapa
kedua kaki
kata
 Mulai mencari mainan yang
(sekitar 10 – 20 kata di usia 18
jatuh/hilang
bulan)
 Memasukkan benda-benda ke
mulut
19 – 24 bulan
 Mengoceh berirama da-da-da
 Menyusun 6 balok
Bunga Annisa Hapsari 4151101119 FK UNJANI 2007
 Dapat menarik garis & buat
lingkaran
 Memahami lebih banyak
perkataan
 Lebih banyak bicara

24 – 36 bulan

 Melompat
 Aktif bertanya
 Mahir bermain bersama

Bunga Annisa Hapsari 4151101119 FK UNJANI 2007


Bunga Annisa Hapsari 4151101119 FK UNJANI 2007
BCG
(Bacille
Hepatitis B DTP Polio Campak Hib PCV
Calmette
Guerin)
Nama
BCQ DTP Polio Campak
dagang
DT  toksoid
dimurnikan Virus polio
Partikel
Pertusis  tipe 1, 2, 3
M. bovis yang permukaan Virus hidup
Isi bakteri mati, strain Sabin
dilemahkan antigen virus dilemahkan
teradsorbsi yang
hep. B
dlm alkali dilemahkan
fosfat
< 1 thn 
OPV 2 tetes 5 mL
0.05 mL
Dosis 0,5 mL 0,5 mL IPV 0,5 mL 0,5 mL 0,5 mL dalam
> 1 thn  0,1
IM syringe
mL
IC SC
IM IM
Lengan kanan Lengan kiri
Lokasi M. vastus M. vastus IM IM
atas (m. atas (m.
lateralis lateralis
deltoid) deltoid)
Ulkus local (3 Reaksi lokal Lokal : keme- Demam >
minggu stlh yg ringan rahan, beng- 39,5 oC hari
KIPI disuntik), (demam kak, indurasi ke-5-6 stlh
Limfedenitis, ringan 1 -2 Sist : demam, imunisasi
BCG-itis hari) diare, rewel selama 2 hari

Bunga Annisa Hapsari 4151101119 FK UNJANI 2007


Rotavirus Influenza Varisela MMR Tifoid Hepatitis A HPV
Nama
Rotarix, R
dagang

Isi Rotavirus yg
dilemahkan

6 bln – 3 thn
Ty21a dlm
 0,25 mL
kapsul
≥ 3 thn  0,5 0,5 mL
3 dosis
mL Usia > 13 thn 0,5 mL
(selang
Dosis 3 dosis, p.o ≥ 8 thn  2  2 dosis O,5 mL dalam
sehari)
dosis u/saat dgn interval syringe
Vi polisaka-
pertama x  4-8 mgg
rida 0,5 mL
4-6 mgg
dlm syringe
brktny 1 dosis
IM
Femoralis IM
Lokasi SC SC PO
anterolateralis/ deltoid
deltoid

KIPI

Bunga Annisa Hapsari 4151101119 FK UNJANI 2007


Bunga Annisa Hapsari 4151101119 FK UNJANI 2007
Bunga Annisa Hapsari 4151101119 FK UNJANI 2007
RESUSITASI NEONATUS

Bunga Annisa Hapsari 4151101119 FK UNJANI 2007


GLASGOW COMA SCALE

Adult GCS
Eye Verbal Motorik
4 = opens spontaneously 5 = normal conversation 6 = normal
4 = disoriented
3 = opens to voice 5 = localizes pain
conversation
2 = opens to pain 3 = words, incoherent 4 = withdraws from pain
2 = incomprehensible
1 = none 3 = decorticate posturing
sounds
2 = decerebrate
1 = none
posturing
1 = none

Pediatric GCS
Eye Verbal Motor
6 = moves
5 = smiles, oriented to
4 = opens spontaneously spontaneously &
sounds, follows objects
purposefully
4 = cries but consolable,
3 = opens to voice 5 = withdraws from touch
inappropriate interactions
3 = inconsistently
2 = opens to pain 4 = withdraws from pain
inconsolable, moaning
2 = inconsolable,
1 = none 3 = decorticate posturing
agitated
2 = decerebrate
1 = none
posturing
1 = none

14 – 15 = composmentis
9 – 13 = somnolen
3–8 = koma

Bunga Annisa Hapsari 4151101119 FK UNJANI 2007


SKORING TB

Parameter 0 1 2 3
Kontak TB Tidak jelas Laporan keluarga, Kavitas (+) BTA
BTA (-), atau BTA tidak jelas (+)
tidak tahu
Uji Negatif Positif
tuberculin
Status gizi BB/TB < 90% atau Klinis gizi buruk
BB/U < 80% atau
BB/TB < 70% atau
BB/U < 60%
Demam ≥ 2 minggu
tanpa
sebab yg
jelas
Batuk ≥ 3 minggu
Pembe- ≥ 1 cm, jumlah > 1,
aaran kel. tidak nyeri
limfe, coli,
aksila,
inguinal
Pembeng- Ada
kakan pembengkakan
tulang/sen
di panggul,
lutut,
falang
Foto Normal/  Infiltrat  Kalsifikasi + infiltrat
tidak jelas  Pembesaran  Pembesaran
kelenjar kelenjar + infiltrat
 Konsolidasi
segmental/ lobar
 Atelektasis

Bunga Annisa Hapsari 4151101119 FK UNJANI 2007


Catatan :
 Diagnosis denga sistem skoring ditegakkan oleh dokter
 Jika dijumpai skrofuloderma, langsung didagnosisi TB
 Berat badan dinilai saat darang
 Demam & batuk tidak ada respons terhadap terapi sesuai baku
 Foto roentgen bukan alat diagnosis utama pada TB anak
 Semua anak dengan reaksi cepat BCG harus dievaluasi dengan sistem skoring
TB anak
 Didiagnosis TB jika jumlah skor ≥ 6 (skor maksimal 14). Cut off point ini masih
bersifat tentatif/sementara, nilai definitif menunggu hasil penelitian yang sedang
dikerjakan

Bunga Annisa Hapsari 4151101119 FK UNJANI 2007


10 LANGKAH TATALAKSANA GIZI BURUK

Bunga Annisa Hapsari 4151101119 FK UNJANI 2007


REFLEKS PRIMITIF

1. Refleks moro

Refleks ini terdapat pada bayibaru lahir sampai 3 bulan dapat dimunculkan dengan
cara memukul tempat tidur bayi, suara ribut, dsb. Tetapi paling baik dengan cara
memegang dan meletakkan lengan pemeriksa sepanjang punggung dan kepala
bayi. Kemudian, jika tiba-tiba kepala bayi dijatuhkan sesaat beberapa centimeter ke
belakang, akan muncul refleks:
Tahap 1. Lengan dan tungkai terentang seperti terkejut.
Tahap 2. Lengan melakukan gerak fleksi seperti memeluk

2. Refleks genggam

Refleks geggam

Refleks ini Menghilang pada umur 6-8 bulan. Refleks ini dapat ditimbulkan dengan
cara menggoreskan jari-jari pemeriksa pada permukaan telapak tangan bayi. Bayi
akan menggenggam jari pemeriksa dan genggaman tersebut cukup erat sehingga
dengan genggaman tersebut bayi dapat diangkat, bahkan pada bayi kurang bulan
genggaman tersebut juga sudah cukup kuat.

Bunga Annisa Hapsari 4151101119 FK UNJANI 2007


3. Refleks tonik otot leher asimetris

Refleks ini dapat ditimbulkan dengan cara menolehkan kepala bayi ke satu sisi dan
bayi akan bereaksi dengan gerakan ekstensi lengan dan tungkai pada sisi yang
berlawanan. Refleks ini berangsur menghilang pada umur kehamilan 36 minggu dan
hampir tidak tampak pada bayi cukup bulan, kemudian muncul lagi pada umur 1
bulan dan selanjutnya menghilang lagi.

4. Refleks tonik otot leher simetris

Bila kepala bayi diekstensikan, akan terdapat tonus otot ekstensor lengan dan tonus
otot fleksor tungkai. Bila difleksikan, akan terjadi sebaliknya. Refleks ini menghilang
pada umur 8-10 minggu.

5. Refleks berjalan

Refleks berjalan

Refleks ini dapat ditimbulkan dengan cara memegang bayi pada ketiaknya seperti
posisi berdiri. Bayi akan mengerakkan kakinya seperti gerak berjalan.

Bunga Annisa Hapsari 4151101119 FK UNJANI 2007


6. Refleks menaiki tangga

Bila bagian dorsal kaki bayi disentuhkan ke bawah permukaan meja, bayi akan
mengangkat kakinya ke atas permukaan meja.

7. Refleks rooting

Refleks rooting

Jika pipi bayi disentuh, ia akan menggerakan mulutnya ke arah sentuhan. Itulah
sebabnya, pada waktu bayi dalam posisi menyusu dan pipinya tersentuh putting
susu, ia akan menggerakan mulutnya ke arah putting susu tersebut.

Bunga Annisa Hapsari 4151101119 FK UNJANI 2007

Anda mungkin juga menyukai