Learning Objectives
Dengue Haemorhagic Fever (DBD) adalah suatu penyakit yang ditularkan melalui gigitan
nyamuk betina yang dalam tubuhnya terdapat virus dengue. Virus masuk ke dalam tubuh
melalui gigitan nyamuk aides aegypti. Virus dengue termasuk ke dalam genus Flavivirus,
famili Flaviviridae, dan mempunyai 4 jenis serotipe yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-
4. Keempat serotipe dengue terdapat di Indonesia, dengan DEN-3 merupakan serotipe
dominan dan sering berhubungan dengan kasus yang berat. Nyamuk aides aegypti merupakan
vektor utama untuk penularan penyakit DBD. Nyamuk lain yang lebih jarang adalah Aedes
albopictus dan yang sangat jarang adalah Aedes polynesiensis dan Aedes scutellaris
Nyamuk ini biasa hidup di sekitar perumahan atau tempat-tempat umum, beristirahat di
tempat yang agak gelap, seperti pada baju atau kain yang bergantungan di balik pintu, atau
beristirahat di kolong meja atau kursi. Jarak terbangnya sekitar 100–200 meter dan senang
meletakkan telurnya pada tempat penampungan air bersih yang tidak berhubungan langsung
dengan tanah seperti vas bunga, tempat minum burung, ban bekas/ kaleng bekas/gelas plastik
bekas tempat minuman/batok kelapa yang didalamnya terisi genangan air hujan.
3. Menjelaskan klasifikasi DHF pada anak dan manifestasi klinisnya (dengue fever, dengue
hemorraghic fever, dan dengue shock syndrome) :
1. Derajat I : Demam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan spontan. Panas 2-7 hari,
Uji tourniquet positif, trombositopenia, dan hemokonsentrasi.
2. Derajat II : Sama dengan derajat I, ditambah dengan gejala-gejala perdarahan spontan
seperti petekie, ekimosis, hematemesis, melena, perdarahan gusi.
3. Derajat III : Ditandai oleh gejala kegagalan peredaran darah seperti nadi lemah dan cepat
(>120x/mnt ) tekanan nadi sempit (120 mmHg), tekanan darah menurun, (120/80 ,
120/100 , 120/110, 90/70, 80/70, 80/0, 0/0)
4. Derajat IV : Terjadi syok berat dimana nadi tidak teraba/ sangat lemah, tekanan darah
tidak teatur (denyut jantung 140x/mnt) anggota gerak teraba dingin, berkeringat dan kulit
tampak biru.
Manifestasi Klinis dengue fever, dengue hemorraghic fever, dan dengue shock syndrome :
2. Manifestasi Klinis DHF menurut WHO (1986), dalam Hadinegoro dan Satari (2005)
DHF (Dengue Haemoragic Fever) biasanya ditandai oleh empat manifestasi klinik utama,
yaitu demam tinggi, fenomena perdarahan, trombositopenia, dan kebocoran plasma.
Hepatomegali dan syok juga sering menyertai pada kasus DHF.
3. Manifestasi Klinis DSS (dengue shock syndrome) terjadi pada tingkatan DBD derajat III
dan derajat IV. DBD derajat III terdapat tanda perdarahan spontan dikulit, kegagalan
sirkulasi ringan, tekanan nadi yang menurun, kulit dingin, lembab dan gelisah. Pada DBD
derajat IV terdapat tanda - tanda pada derajat III, ditambah syok berat dengan nadi yang
tidak teraba, tekanan darah yang tidak terukur, penurunan kesadaran, sianosis dan
asidosis. Kebocoran plasma pada DSS sangat masif sehingga dapat menyebabkan
terjadinya syok hipovolemik.
Nyamuk Aedes yang sudah terinfeksi Dengue, akan tetap infektif sepanjang hidupnya dan
terus menularkan kepada individu yang rentang pada saat menggigit dan menghisap darah.
Setelah masuk masuk ke tubuh manusia, virus Dengue akan menuju sasaran yaitu sel kuffer
hepar, endotel pembuluh darah nodus limpaticus, sumsum tulang serta paru-paru. Beberapa
penelitian menunjukkan, sel monosit dan makrofag mempunya peran pada infeksi ini, dimulai
dengan menempel dan masuknya genom virus ke dalam sel dengan bantuan organel sel dan
membentuk komponen perantara dan komponen struktur virus.
Arbovirus yang menyebar melalui gigitan nyamuk kemudian racun masuk melalui alran
darah, badan menjadi panas akibat toksin yang dikelola oleh nyamuk, akibat toksin tersebut
hipotalamus tidak bisa mengontrol sehingga menimbulkan panas tinggi atau demam.efek dari
panas Dengue tersebut yaitu demam akut disertai nyeri kepala, nyeri belakang mata,
perdarahan, leucopenia. Demam akut dengan ciri-ciri demam manifestasi perdarahan, dan
bertendensi mengakibatkan renjatan yang dapat menyebabkan pecahnya pembuluh darah,
kebocoran plasma, efusis pleura, hematemesis, melena, dan kematian
5. Menjelaskan patomekanisme dari tanda dan gejala DHF pada anak : Fitri
Dalam klasifikasi diagnosis WHO 1997, infeksi virus dengue dibagi dalam tiga spektrum
klinis yaitu undifferentiated febrile illness, demam dengue (DD) dan demam berdarah dengue
(DBD). Dalam perjalanan penyakit infeksi dengue ditegaskan bahwa DBD bukan lanjutan dari
DD namun merupakan spektrum klinis yang berbeda. .Perbedaan antara DD dan DBD adalah
terjadinya plasma (plasma leakage) pada DBD, sedangkan pada DD tidak. DBD
diklasifikasikan dalam empat derajat penyakit yaitu derajat I dan II untuk DBD tanpa syok,
dan derajat III dan IV untuk sindrom syok dengue.
Dengue without warning signs disebut juga sebagai probable dengue, sesuai dengan demam
dengue dan demam berdarah dengue derajat I dan II. Pada kelompok dengue without warning
signs, perlu diketahui apakah pasien tinggal atau baru kembali dari daerah endemik dengue.
Diagnosis tersangka infeksi dengue ditegakkan apabila terdapat demam ditambah minimal dua
gejala berikut: mual disertai muntah ruam (skin rash) nyeri pada tulang, sendi, atau retro-
orbital uji torniquet positif, leukopenia, dan gejala lain yang termasuk dalam warning signs.
Pada kelompok dengue without warning signs tersebut perlu pemantauan yang cermat untuk
mendeteksi keadaan kritis.
Dengue with warning signs, secara klinis terdapat gejala nyeri perut, muntah terus-menerus,
perdarahan mukosa, letargi/gelisah, pembesaran hati ≥2cm, disertai kelainan parameter
laboratorium, yaitu peningkatan kadar hematokrit yang terjadi bersamaan dengan penurunan
jumlah trombosit dan leukopenia. Apabila dijumpai leukopenia, maka diagnosis lebih
mengarah kepada infeksi dengue. Pasien dengue tanpa warning signs dapat dipantau harian
dalam rawat jalan.Namun apabila warning signs ditemukan maka pemberian cairan intravena
harus dilakukan untuk mencegah terjadi syok hipovolemik.
Warning signs berarti perjalanan penyakit yang sedang berlangsung mendukung ke arah
terjadinya penurunan volume intravaskular. Pasien dengan warning signs harus diklasifikasi
ulang apabila dijumpai salah satu tanda severe dengue. Di samping warning signs, klinisi
harus memperhatikan kondisi klinis yang menyertai infeksi dengue seperti usia bayi, ibu
hamil, hemoglobinopati, diabetes mellitus, dan penyakit penyerta lain yang dapat
menyebabkan gejala klinis dan tata laksana penyakit menjadi lebih kompleks.
Gejala awal termasuk: Nafsu makan menurun, Demam, Sakit kepala, Nyeri sendi atau otot,
Perasaan sakit umum. Muntah
Gejala fase akut termasuk kegelisahan diikuti oleh: Bercak darah di bawah kulit, Bintik-bintik
kecil darah di kulit, Ruam Generalized, Memburuknya gejala awal
Fase akut termasuk seperti shock ditandai dengan : Dingin, lengan dan kaki berkeringat
11. Membuat asuhan keperawatan menggunakan evidence based practice/ hasil penelitian
terkait kasus diatas (analisa data, diagnosis keperawatan, dan rencana asuhan
keperawatan) pada klien anak dengan DHF : Yulia
DS : Hipertermia
Pasien mengalami demam
tinggi selama 3 hari
DO :
Suhu 39 C
nadi 96x/menit
DO: Terpajan toksik Ketidaksemimbangan nutrisi :
● TD 90/70 mmHg . kurang dari kebutuhan tubuh
● Nadi 96x/menit Tidak mampu mencerna
● RR 28x/menit makanan
● Suhu 39 derajat .
celcius Mual dan muntah
● Nyeri tekan abdomen .
DS: Ketidaksemibangan nutrisi
● Ibu K mengatakan wkwk
bahwa pasien mual
dan muntah 3x/hari
berupa makanan yang
belum dicerna
Trombositopenia
Resiko perdarahan
Diagnosa Keperawatan
1. Hipertemia b.d dehidrasi d.d suhu 39 C
2. Ketidak seimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.c ketidakmampuan mencerna
makanan d.d mual dan muntah
3. Resiko Perdarahan berhubungan dengan gangguaan koagulasi (penurunan trombosit)
ditandai dengan trombositopenia
Asuhan Keperawatan
Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional Implementasi Evaluasi
Keperawatan
12. Memahami peran perawat anak pada asuhan keperawatan dan pendidikan kesehatan
pada keluarga terkait DHF pada anak : Teh Nisa
- Peran adalah perilaku yang diharapkan, sedangkan perawat adalah orang yang telah lulus
dalam pendidikan formal keperawatan (PUSBANKES, 2008). Peran perawat merupakan
tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang sesuai dengan
kedudukan masing-masing individu.
- Pelayanan keperawatan merupakan salah satu bagian utama dari pelayanan kesehatan
yang diberikan kepada klien. Perawat merupakan orang pertama dan secara konsisten
selama 24 jam per hari dan 7 hari per minggu menjalin kontak dengan klien, maka
perawat harus mengetahui dan memahami tentang paradigma kesehatan, peran, fungsi
dan tanggung jawab sebagai seorang perawat agar dapat memberikan pelayanan
kesehatan yang optimal (Perry & Potter, 2005).
- Peran perawat terhadap penyakit DHF salah satunya adalah pemberi informasi kepada
penderita penyakit DHF, untuk menghindari kemungkinan efek yang lebih lanjut. Banyak
sekali efek buruk yang terjadi pada penyakit DHF, oleh karena itu penting sekali perawat
dalam memberikan informasi tetang DHF.
- Peran perawat dalam Care giver adalah peran yang dapat dilakukan perawat dengan
memperhatikan keadaan kebutuhan dasar klien yang membutuhkan. Melalui pemberian
pelayanan keperawatan dengan menggunakan proses keperawatan sehingga dapat
ditentukan diagnosis keperawatan agar bisa direncanakan dan dilaksanakan tindakan
yang tepat sesuai dengan tingkat kebutuhan dasar klien, kemudian dapat dievaluasi
tingkat perkembangannya. Pemberian asuhan keperawatan ini dilakukan dari yang
sederhana sampai yang kompleks (Hidayat, 2004). Menurut Potter & Perry (2005), peran
perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan diharapkan perawat dapat membantu klien
mendapatkan kembali kesehatannya melalui proses penyembuhan. Proses penyembuhan
lebih dari sekedar sembuh dari penyakit tertentu, sekalipun keterampilan tindakan yang
meningkatkan kesehatan fisik merupakan hal yang penting bagi pemberi asuhan. Dan
perawat diharapkan lebih memfokuskan asuhan pada kebutuhan kesehatan klien secara
holistik, meliputi upaya mengembalikan kesehatan emosi, spiritual, dan sosial.
- Peran sebagai advokat klien dilakukan perawat dalam membantu klien dan keluarga
dalam menginterpretasikan berbagai informasi dari pemberi pelayanan atau informasi
lain khususnya dalam pengambilan persetujuan atas tindakan keperawatan yang diberikan
kepada klien, juga dapat berperan mempertahankan dan melindungi hak-hak klien yang
meliputi hak atas pelayanan sebaik-baiknya, hak atas informasi tentang penyakitnya, hak
atas privasi hak untuk menentukan nasibnya sendiri dan hak untuk menerima ganti rugi
akibat kelalaian (Hidayat, 2004).
- fasilitator, peran ini dilakukan karena perawat bekerja melalui tim kesehatan yang terdiri
dari dokter, fisioterapis, ahli gizi dan lain-lain berupaya mengidentifikasi pelayanan
keperawatan yang diperlukan termasuk diskusi atau tukar pendapat dalam penentuan
bentuk pelayanan selanjutnya.
- Perawat sebagai educator atau pendidik dilakukan dengan membantu klien dalam
meningkatkan tingkat pengetahuan kesehatan, gejala penyakit bahkan tindakan yang
diberikan, sehingga terjadi perubahan perilaku dari klien setelah dilakukan pendidikan
kesehatan. Metode pengajaran yang digunakan oleh perawat adalah metode yang sesuai
dengan kemampuan dan kebutuhan klien serta melibatkan orang-orang yang dekat
dengan klien seperti keluarganya (Perry & Potter, 2005).
- Peran sebagai koordinator dilaksanakan dengan mengarahkan, merencanakan serta
mengorganisasi pelayanan kesehatan dari tim kesehatan sehingga pemberian pelayanan
kesehatan dapat terarah serta sesuai dengan kebutuhan klien.
- Peran sebagai konsultan adalah sebagai tempat konsultasi terhadap masalah atau tindakan
keperawatan yang tepat untuk diberikan. Peran ini dilakukan atas permintaan klien
terhadap informasi tentang tujuan pelayanan keperawatan yang diberikan. Mengadakan
perencanaan, kerjasama, perubahan yang sistematis dan terarah sesuai dengan metode
pemberian pelayanan keperawatan. Hal ini merupakan tugas perawat sebagai seorang
pembaharu (Hidayat, 2004).
- Perawat juga mempunyai peran sebagai penyuluh dan komunikator, peran ini sangat
dibutuhkan dalam sosialisasi terutama di rumah sakit dan masyarakat. Peran sebagai
penyuluh, perawat dapat menjelaskan kepada klien konsep dan data-data tentang
kesehatan, mendemonstrasikan prosedur seperti aktivitas perawatan diri, menilai apakah
klien memahami hal-hal yang dijelaskan dan mengevaluasi kemajuan dalam
pembelajaran. Dan peran sebagai komunikator merupakan pusat dari seluruh peran
perawat yang lain. Keperawatan mencakup komunikasi dengan klien dan keluarga, antar
sesama perawat dan profesi kesehatan lainnya, sumber informasi dan komunitas. Peran
sebagai komunikasi juga dapat dilakukan dengan memberikan perawatan yang efektif,
memberikan perlindungan bagi klien dari ancaman terhadap kesehatannya,
mengoordinasi dan mengatur asuhan keperawatan, membantu klien dalam rehabilitasi,
memberi kenyamanan, membantu klien dan keluarga dalam membuat keputusan.
Komunikasi merupakan faktor yang menentukan dalam memenuhi kebutuhan individu,
keluarga dan komunitas (Potter & Perry, 2005).