BRONKOPNEUMONIA
Penyusun :
Nike nindiyati
030.11.215
Pembimbing
dr. Tri yanti Rahayuningsih Sp.A(K)
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan atas segala nikmat, rahmat, dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul
“Bronkopenumonia” dengan baik dan tepat waktu.
Referat ini disusun dalam rangka memenuhi tugas Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti di RSUD Bekasi Periode desember 2017 – februari
2018. Di samping itu, laporan kasus ini ditujukan untuk menambah pengetahuan bagi kita semua
tentang bronkopneumonia.
Melalui kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar–besarnya
kepada dr. Tri yanti rahayuningsih Sp.A selaku pembimbing dalam penyusunan laporan kasus
ini, serta kepada dokter–dokter pembimbing lain yang telah membimbing penulis selama di
Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak RSUD Bekasi. Penulis juga mengucapkan terima kasih
kepada rekan–rekan anggota Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak RSUD Bekasi serta berbagai
pihak yang telah memberi dukungan dan bantuan kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih jauh dari sempurna dan tidak luput dari
kesalahan. Oleh karena itu, penulis sangat berharap adanya masukan, kritik maupun saran yang
membangun. Akhir kata penulis ucapkan terimakasih yang sebesar–besarnya, semoga tugas ini
dapat memberikan tambahan informasi bagi kita semua.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Istilah pneumonia mencakup setiap keadaan radang paru dimana beberapa atau
seluruh alveoli terisi dengan cairan dan sel-sel darah. Pneumonia hingga saat ini masih
tercatat sebagai masalah kesehatan utama pada anak-anak di negara berkembang.
Pneumonia merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak berusia di bawah 5
tahun (balita). Diperkirakan hampir seperlima kematian anak diseluruh dunia, lebih kurang
2 juta anak balita meninggal setiap tahun akibat pneumonia, sebagian besar terjadi di
Afrika dan Asia tenggara. Insiden pneumonia di negara berkembang yaitu 30-45% per
1000 anak dibawah usia 5 tahun, 16-22% per 1000 anak pada usia 5-9 tahun, dan 7-16%
per 1000 anak pada anak yang lebih tua.1,2
Faktor sosial ekonomi yang rendah mempertinggi angka kematian. Di Indonesia,
pneumonia merupakan penyebab kematian nomer tiga setelah kardiovaskuler dan
tuberculosis. Menurut survei kesehatan nasional (SKN) 2001, 27.6% kematian bayi dan
22.8% kematian balita di Indonesia disebabkan oleh penyakit sistem pernapasan, terutama
pneumonia. Di RSUD dr. Soetomo Surabaya, pneumonia menduduki peringkat keempat
dari sepuluh penyakit terbanyak yang dirawat pertahun. Angka kematian pneumonia yang
dirawat inap berkisar antara 20-35%. 3
Bronkopneumonia lebih sering dijumpai pada anak kecil dan bayi. Berdasarkan
data WHO, infeksi sauran nafas akut bagian bawah pada tahun 2000 menyebabkan 2,1 juta
kematian anak di bawah umur 5 tahun. Menurut WHO kejadian pneumonia di Indonesia
pada balita diperkirakan antara 10%-20% per tahun. Secara teoritis diperkirakan bahwa
10% dari penderita pneumonia akan meninggal bila tidak diberi pengobatan. Bila hal ini
benar maka diperkirakan tanpa pemberian pengobatan akan didapat 250.000 kematian
balita akibat pneumonia setiap tahunnya.2,4
BAB II
LAPORAN KASUS
2.3 Anamnesis
Alloanamnesa tanggal 22 januari 2018 Jam 13.00 di Bangsal Melati RSUD Kota
Bekasi.
Keluhan Utama :
Sesak nafas sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit.
Keluhan tambahan
Demam sejak 1 hari SMRS, dan batuk pilek sejak 3 hari SMRS
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke RSUD kota bekasi diantar oleh orang tuanya dengan keluhan
sesak nafas sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Sesak nafas dirasakan tiba-
tiba, dan makin lama makin memberat. Ibu pasien menyangkal saat sesak terdengar
suara ngik/mengi. Saat sesak nafas, ibu pasien mengatakan pasien tidak terlihat
biru. Namun dada anaknya seperti tertarik, dan sang anak sangat kesulitan bernafas.
Ibu pasien menyangkal adanya riwayat tersedak makanan atau minuman sebelum
sesak. Keluhan ini baru dirasakan pertama kalinya. Sebelum pasien sesak nafas, ibu
pasien mengatakan bahwa anaknya sedang batuk dan pilek sejak kurang lebih 3 hari
sebelum masuk rumah sakit. Batuk dirasakan berdahak dan berwarna kuning
kehijauan. Batuk yang disertai dengan darah disangkal oleh keluarga pasien.
Keluhan keringat malam ataupun penurunan berat badan akhir-akhir ini disangkal
oleh ibu pasien. Ibu pasien mengatakan bahwa nafsu makan anaknya baik.
Selain keluhan sesak, pasien juga mengalami demam tinggi yang dirasakan
sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Demam dirasakan sepanjang hari namun
turun setelah pasien minum obat penurun panas.
Keluhan mual, muntah dan kejang disangkal. Tidak terdapat gangguan BAK.
Nyeri saat BAK disangkal. Pasien baru mendapatkan imunisasi Hepatitis B, BCG,
dan Polio.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Keluhan sesak seperti ini disangkal pernah dialami sebelumnya. Namun ibu
pasien mengatakan sekitar 1 bulan yang lalu pasien juga pernah mengalami batuk
yang tidak kunjung sembuh. Pasien waktu itu sudah dibawa berobat dan dinyatakan
menderita ISPA. Ibu pasien menyangkal adanya riwayat pengobatan TB pada
anaknya, riwayat asma atau sakit jantung pada anak juga disangkal.
Riwayat Kehamilan :
Ibu selalu rutin dalam memeriksakan kehamilan ke bidan sebulan sekali pada awal
kehamilan dan 2 kali sebulan pada akhir kehamilan.
Riwayat Kelahiran :
Lahir spontan ditolong oleh bidan, usia kehamilan saat itu 38 minggu. Tidak ada
penyulit. BB 3000 gram. PB 43 cm. Anak langsung menangis.
Riwayat Imunisasi :
Hepatitis B 1x Polio 1x
BCG 1x Campak (-)
DPT (-)
Kesan : Imunisasi dasar belum lengkap
Tanda Vital
Suhu : 37,40C
Tek. Darah : 120/80 mmHg
Nadi : 120 x/menit
Pernafasan : 40 kali per menit
Antropometri
Berat Badan : 4,5 kg
Tinggi Badan : 55 cm
Lingkar Kepala : 39 cm
Lingkar Lengan Atas : 12 cm
Paru
Inspeksi : Bentuk dada normal, pernapasan simetris, retraksi sela iga (-)
Palpasi : Fremitus kanan dan kiri sama
Perkusi : Sonor di kedua hemitoraks
Auskultasi : Suara napas vesikuler, ronki basah halus (+/+), wheezing (-/-).
Abdomen
Inspeksi : Abdomen datar
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), hepatosplenomegali (-)
Perkusi : Tympani di seluruh regio abdomen
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Extremitas :
Atas : akral hangat, sianosis (-), edema (-)
Bawah : akral hangat, sianosis (-), edema (-)
2.5 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium tanggal 21 januari 2018
Nama Test Hasil Unit Nilai Rujukan
HEMATOLOGI
LED 38 mm 0-10
Leukosit 16,4 ribu/ul 5-10
Hemoglobin 10,4 g/dl 11-14.5
Hematokrit 35,2 % 37-47
Kimia Klinik
GDS 112 mg/dL 60-110
2. 10 Follow up
Tanggal Catatan Instruksi
21-1-2018 Sesak masih dirasakan tapi sudah Kaen 1b
membaik (+), batuk (+) pilek (+) Cefriaxon 1x300 mg
mencret (-) muntah (-) Sanmol 3 x ¾ cth
S : 37,80C P : 40 x/mnt N :120 x/mnt Inhalasi / 8 jam
Mata CA-/-, SI-/- Azitromicin 1x1 cc
Thorax : Rh +/+, wheezing -/- Mucos drop 3 x 0,1 cc
Abdomen : Supel, Timpani, BU (+)
22-1-2018 Batuk (+), Sesak sudah mulai membaik Kaen 1b
S : 37,9 0C P : 38 x/mnt N : 110x/mnt Cefriaxon 1x300 mg
Mata CA-/-, SI-/- Sanmol 3 x ¾ cth
Thorax : Rh +/+, wheezing -/- Inhalasi / 8 jam
Abdomen : Supel, Timpani, BU (+) Azitromicin 1x1 cc
Mucos drop 3 x 0,1 cc
23-1-2018 Batuk (+) Sesak sudah tidak dirasakan Kaen 1b
S : 36,30C P : 36 x/mnt N : 120x/mnt Cefriaxon 1x300 mg
Mata CA-/- SI -/- Azitromicin 1x1 cc
Thorax : Rh +/+, wheezing -/- Mucos drop 3 x 0,1 cc
Abdomen : Supel, Timpani, BU (+)
2.11 Analisa kasus
Batuk : Batuk diakibatkan adanya koloni bakteri yang mengganggu motilitas silia
mukosa saluran nafas sehingga mengganggu clearance pathogen dan menimbulkan batuk
Demam : Demam terjadi akibat reaksi antigen antibodi yang memicu keluarnya mediator
inflamasi terutama IL-1, IFN-gamma, TNF-alfa, IL-2 dan histamin, dimana IL1, TNF-
alfa dan IFN gamma dikenal sebagai pirogen endogen yang dapat menimbulkan demam
dimana IL-1 bekerja langsung pada pusat termoregulator sedangkan TNF-alfa dan IFN-
gamma bekerja untuk merangsang pelepasan IL-1. IL-1 dapat merubah asam arakidonat
menjadi prostaglandin-E2, selanjutnya PGE2 akan berdifusi ke hipothalamus atau
bereaksi dengan cold sensitive neurons dengan hasil akhir peningkatan thermostatic set
point yang menyebabkan aktivasi sistem saraf simpatis untuk menahan panas
(vasokonstriksi) dan memproduksi panas dengan menggigil.1
Leukositosis : hal ini menunjukkan terdapat infeksi yang disebabkan oleh bakteri
Foto rontgen thorax tampak perselubungan inhomogen pada kedua lapang paru yang
menunjukan adanya bronkopneumonia bilateral
Penegakkan diagnosis bronkopneumonia pada pasien ini dari anamnesis didapatkan
adanya sesak nafas, batuk berdahak, dan demam. Dari pemeriksaan fisik didapatkan adanya
takipnea, retraksi subcostal, dan ronkhi pada kedua lapang paru. Pemeriksaan penunjang
didapatkan leukositosis dan rontgen thorax yang menujukan bronkopneumonia duplex.
Prognosis penderita ini adalah dubia ad bonam untuk quo ad vitam dan functionam karena
pada pasien ini telah dilakukan pengobatan yang adekuat serta belum ada tanda-tanda yang
mengarah pada komplikasi.
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi
Pneumonia adalah infeksi saluran pernafasan akut bagian bawah yang mengenai
parenkim paru dimana asinus terisi dengan cairan radang, dengan atau tanpa disertai infiltrasi
dari sel radang ke dalam interstitium. Secara klinis pneumonia didefinisikan sebagai suatu
peradangan paru yang disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit), bahan
kimia, radiasi, aspirasi, obat-obatan dan lain-lain. Pneumonia yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis tidak termasuk. Sedang keradangan paru yang disebabkan oleh
penyebab non infeksi (bahan kimia, radiasi, obat-obatan dan lain- lain) lazimnya disebut
pneumonitis.5,6
Bronkopneumonia merupakan radang dari saluran pernapasan yang terjadi pada bronkus
sampai dengan alveolus paru. Saluran pernapasan tersebut tersumbat oleh eksudat yang
mukopurulen, yang membentuk bercak-bercak konsolidasi di lobulus yang berdekatan. Penyakit
ini bersifat sekunder yang biasanya menyertai penyakit ISPA (Infeksi Salurann Pernapasan Atas),
demam infeksi spesifik dan penyakit yang melemahkan daya tahan tubuh. Sebagai infeksi primer
biasanya hanya dijumpai pada anak-anak dan orang tua.5
Secara anatomis pneumonia dibagi 3, yaitu :
a. pneumonia lobaris
b. pneumonia intertitialis (bronkiolitis)
c. pneumonia lobularis (bronkopneumonia)
WHO memberikan pedoman klasifikasi pneumonia, sebagai berikut :2,6
1. Usia kurang dari 2 bulan
a. Pneumonia berat
- Chest indrawing (subcostal retraction)
- Bila ada napas cepat (> 60 x/menit)
b. Pneumonia sangat berat
- tidak bisa minum
- kejang
- kesadaran menurun
- hipertermi / hipotermi
- napas lambat / tidak teratur
2. Usia 2 bulan-5 tahun
a. Pneumonia
- Bila ada napas cepat
b. Pneumonia Berat
- Chest indrawing
- Napas cepat dengan laju napas
> 50 x/menit untuk anak usia 2 bulan – 1 tahun
> 40 x/menit untuk anak > 1 – 5 tahun
c. Pneumonia sangat berat
- tidak dapat minum
- kejang
- kesadaran menurun
- malnutrisi.2
3.2 Etiologi
Virus merupakan penyebab tersering pneumonia pada bayi usia 1 bulan sampai 2 tahun, .
Pola kuman penyebab pneumonia biasanya berubah sesuai dengan distribusi umur pasien.
Namun secara umum bakteri yang berperan penting dalam pneumonia adalah Streptococcus
pneumoniae, Haemophillus influenzae, Staphylococcus aureus, Streptococcus group B serta
kuman atipik Chlamydia pneumoniae dan Mycoplasma pneumoniae. 7
Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstisium sehingga
terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di antara
kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan
karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering
mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.
4. Stadium IV (7 – 11 hari)
Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan mereda,
sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh makrofag sehingga jaringan
kembali ke strukturnya semula.
Sebagian besar pneumonia timbul melalui mekanisme aspirasi kuman atau penyebaran
langsung kuman dari respiratorik atas. Hanya sebagian kecil merupakan akibat sekunder dari
bakterimia atau viremia atau penyebaran dari infeksi intra abdomen. Dalam keadaan normal
mulai dari sublaring hingga unit terminal adalah steril. Dalam keadaan sehat, tidak terjadi
pertumbuhan mikroorganisme di paru. Keadaan ini disebabkan oleh adanya mekanisme
pertahanan paru. Apabila terjadi ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, mikroorganisme
dan lingkungan, maka mikroorganisme dapat masuk, berkembang biak dan menimbulkan
penyakit.4
Paru terlindung dari infeksi dengan beberapa mekanisme :
Filtrasi partikel di hidung
Pencegahan aspirasi dengan refleks epiglottis
Ekspulsi benda asing melalui refleks batuk
Pembersihan kearah kranial oleh mukosiliar
Fagositosis kuman oleh makrofag alveolar
Netralisasi kuman oleh substansi imun lokal
Drainase melalui sistem limfatik.
3.4 Manifestasi Klinis
Gejala dan tanda klinis bervariasi tergantung kuman penyebab, usia pasien, status
imunologis pasien, dan beratnya penyakit. Manifestsi klinis bisa sangat berbeda, bahkan pada
neonatus mungkin tanpa gejala. Gejala dan tanda pneumonia meliputi gejala infeksi pada
umumnya demam, menggigil, sefalgia, rewel, dan gelisah. Beberapa pasien mungkin mengalami
gangguan gastrointestinal seperti muntah, kembung, diare, atau sakit perut. 2,5
Walaupun tanda pulmonal paling berguna, namun mungkin tanda-tanda itu tidak muncul
sejak awitan penyakit. Tanda-tanda itu meliputi nafas cuping hidung (neonetus), takipneu,
dipsneu, dan apneu. Otot bantu nafas interkosta dan abdominal mungkin digunakan. Batuk
umumnya dijumpai pada anak besar, tapi pada neonatus bisa tanpa batuk. Tanda pneumonia
berupa retraksi (penarikan dinding dada bagian bawah ke dalam saat bernafas bersama dengan
peningkatan frekuensi nafas), perkusi redup, fremitus melemah, suara nafas melemah dan ronkhi.
8
Frekwensi nafas merupakan indeks paling sensitif untuk mengetahui beratnya penyakit.
Hal ini digunakan untuk mendukung diagnosis dan memantau tatalaksana. Pengukuran frekwensi
nafas dilakukan dalam keadaan anak tenang atau tidur. Perkusi thorak tidak bernilai diagnostik
karena umumnya kelainan patologisnya menyebar. Suara redup pada perkusi biasanya karena
adanya efusi pleura.
WHO menetapkan kriteria takipneu berdasarkan usia, sebagai berikut :2
- usia kurang dari 2 bulan : ≥ 60 kali per menit
- usia 2 bulan -1 tahun : ≥ 50 kali per menit
- usia 1 – 5 tahun : ≥ 40 kali per menit.
Suara nafas yang melemah seringkali ditemukan pada auskultasi. Ronkhi basah halus
khas untuk pasien yang lebih besar, mungkin tidak terdengar pada bayi. Pada bayi dan anak kecil
karena kecilnya volume thorak biasanya suara nafas saling berbaur dan sulit diidentifikasi.8
3.5 Diagnosis
1. Anamnesis
Gejala yang timbul biasanya mendadak tetapi dapat didahului dengan infeksi
saluran nafas akut bagian atas. Gejalanya antara lain batuk, demam tinggi terus-menerus,
sesak, kebiruan sekitar mulut, menggigil (pada anak), kejang (pada bayi), dan nyeri dada.
Biasanya anak lebih suka berbaring pada sisi yang sakit. Pada bayi muda sering
menunjukkan gejala non spesifik seperti hipotermi, penurunan kesadaran, kejang atau
kembung. Anak besar kadang mengeluh nyeri kepala, nyeri abdomen disertai muntah.5,6,8
2. Pemeriksaan Fisik
Manifestasi klinis yang terjadi akan berbeda-beda berdasarkan kelompok umur
tertentu. Pada neonatus sering dijumpai takipneu, retraksi dinding dada, grunting, dan
sianosis. Pada bayi-bayi yang lebih besar jarang ditemukan grunting. Gejala yang sering
terlihat adalah takipneu, retraksi, sianosis, batuk, panas, dan iritabel.5
Pada anak pra sekolah, gejala yang sering terjadi adalah demam, batuk (non produktif /
produktif), takipneu dan dispneu yang ditandai dengan retraksi dinding dada. Pada
kelompok anak sekolah dan remaja, dapat dijumpai panas, batuk (non produktif /
produktif), nyeri dada, nyeri kepala, dehidrasi dan letargi.6
Pedoman klinis membedakan penyebab pneumonia, sebagai berikut :10
4. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan radiologis
Foto toraks (AP/lateral) merupakan pemeriksaan penunjang utama untuk
menegakkan diagnosis. Foto AP dan lateral dibutuhkan untuk menentukan lokasi
anatomik dalam paru. Infiltrat tersebar paling sering dijumpai, terutama pada pasien bayi.
Pada bronkopneumonia bercak-bercak infiltrat didapatkan pada satu atau beberapa lobus.
Jika difus (merata) biasanya disebabkan oleh Staphylokokus pneumonia.7
Gambar 2 : Foto toraks PA pada pneumonia lobaris: tampak bercak-bercak infiltrat pada paru
kanan
Gambar 3 : Foto toraks PA pada bronkopneumonia.
b. C-Reactive Protein
Adalah suatu protein fase akut yang disintesis oleh hepatosit. Sebagai respon
infeksi atau inflamasi jaringan, produksi CRP distimulai oleh sitokin, terutama
interleukin 6 (IL-6), IL-1 dan tumor necrosis factor (TNF). Secara klinis CRP digunakan
sebagai diagnostik untuk membedakan antara faktor infeksi dan non infeksi, infeksi virus
dan bakteri, atau infeksi superfisialis dan profunda. Kadar CRP biasanya lebih rendah
pada infeksi virus dan bakteri. CRP kadang-kadang digunakan untuk evaluasi respon
terapi antibiotik. 5,7,9
c. Uji serologis
Uji serologis digunakan untuk mendeteksi antigen dan antibodi pada infeksi
bakteri atipik. Peningkatan IgM dan IgG dapat mengkonfirmasi diagnosis.5
d. Pemeriksaan mikrobiologi
Diagnosis terbaik adalah berdasarkan etiologi, yaitu dengan pemeriksaan
mikrobiologi spesimen usap tenggorok, sekresi nasopharing, sputum, aspirasi trakhea,
fungsi pleura. Sayangnya pemeriksaan ini banyak sekali kendalanya, baik dari segi teknis
maupun biaya. Bahkan dalam penelitianpun kuman penyebab spesifik hanya dapat
diidentifikasi pada kurang dari 50% kasus.5,6
3.6 Kriteria Diagnosis
Dasar diagnosis pneumonia menurut Henry Gorna dkk tahun 1993 adalah ditemukannya
paling sedikit 3 dari 5 gejala berikut ini :8
a. sesak nafas disertai dengan pernafasan cuping hidung dan tarikan dinding dada
b. panas badan
c. Ronkhi basah sedang nyaring (crackles)
d. Foto thorax menunjukkan gambaran infiltrat difus
e. Leukositosis (pada infeksi virus tidak melebihi 20.000/mm3 dengan limfosit predominan, dan
bakteri 15.000-40.000/mm3 neutrofil yang predominan)
3.7 Penatalaksanaan
Sebagian pneumoni pada anak tidak perlu dirawat inap. Indikasi perawatan trutama
berdasarkan berat ringannya penyakit, misalnya toksis,disters pernafasan, tidak mau makan atau
minum, atau ada penyakit dasaryang lain, komplikasi, dan terutama mempertimbangkan usia
pasien. Neonarus dan bayi kecil dengan kemungkinan klinis pneumonia harus dirawat inap. 5
Dasar tatalaksana pneumonia rawat inap adalah pengobatan kausal dengan antibiotik
yang sesuai, serta tindakan suportif. Pengobatan suportif meliputi pemeberin cairan intravena,
oksigen, koreksi terhadap gangguan asam basa, elektrolit, dan gula darah. Untuk nyeri dan
demam dapat diberikan analgetik /antipiretik. Suplementasi vitamin A tidak terbukti efektif. 5
Penggunaan antibiotik yang tepat merupakan kunci utma keberhasilan pengobatan. Terapi
antibiotik harus segera diberikan pada anak dengan pneumonia yang diduga disebabkan oleh
bakteri5
3.8 Komplikasi
Komplikasi biasanya sebagai hasil langsung dari penyebaran bakteri dalam rongga thorax
(seperti efusi pleura, empiema dan perikarditis) atau penyebaran bakteremia dan hematologi.
Meningitis, artritis supuratif, dan osteomielitis adalah komplikasi yang jarang dari penyebaran
infeksi hematologi.5
3.10 Prognosis
Pada era sebelum ada antibiotik, angka mortalitas pada bayi dan anak kecil berkisar dari
20% sampai 50% dan pada anak yang lebih tua dari 3% sampai 5%. Dengan pemberian
antibiotik yang tepat dan adekuat, mortalitas dapat diturunkan sampai kurang dari 1%, anak
dalam keadaan malnutrisi energi protein dan yang datang terlambat menunjukkan mortalitas
yang lebih tinggi.5,6,9
3.11 Pencegahan
Pencegahan terhadap pneumonia dapat dicegah dengan pemberian imunisasi/vaksinasi.
saat ini sudah tersedia banyak vaksin untuk mencegah pneumonia. Setiap vaksin mencegah
infeksi bakteri/virus tertentu sesuai jenis vaksinnya.5,6,9
berikut vaksin yang sudah tersedia di Indonesia dan dapat mencegah pneumonia :
1. vaksin PCV (imunisasi IPD) untuk mencegah infeksi pneumokokkus (Invasive
Pneumococcal diseases, IPD). vaksin PCV yang sudah tersedia adalah PCV-7 dan PCV-
10. PCV 13 belum tersedia di Indonesia
2. vaksin Hib untuk mencegah infeksi Haemophilus Influenzae tipe b
3. vaksin DPT untuk mencegah infeksi difteria dan pertusis
4. vaksin campak dan MMR untuk mencegah campak
5. vaksin influenza untuk mencegah influenza
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA