Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik Senior
Pada Bagian/SMF Pulmonologi Fakultas Kedokteran Unsyiah/
RSUD dr. ZainoelAbidin Banda Aceh
Disusun oleh:
Pembimbing:
dr. Maimunah, Sp. P (K)
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT karena berkat rahmat dan
hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan tugas laporankasusyang
berjudul “PPOK Eksaserbasi Akut”. Shalawat dan salam penulis haturkan
kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membimbing umat manusia dari alam
kegelapan ke alam yang penuh dengan ilmu pengetahuan.
Penyusunan laporan kasus ini disusun sebagai salah satu tugas dalam
menjalani Kepaniteraan Klinik Senior pada Bagian/SMF Ilmu Pulmonologi
RSUD dr. Zainoel Abidin Fakultas Kedokteran Unsyiah Banda Aceh.
Ucapan terima kasih dan penghargaan penulis sampaikan kepada dr.
Maimunah, Sp. P (K) yang telah bersedia meluangkan waktu membimbing
penulis dalam penulisan kasus ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada
para sahabat dan rekan-rekan yang telah memberikan dorongan moril dan materil
sehingga tugas ini dapat selesai.
Akhir kata penulis berharap semoga laporan kasus ini dapat menjadi
sumbangan pemikiran dan memberikan manfaat bagi semua pihak khususnya
bidang kedokteran dan berguna bagi para pembaca dalam mempelajari dan
mengembangkan ilmu kedokteran pada umumnya dan ilmu penyakit dalam pada
khususnya.Semoga Allah SWT selalu memberikan rahmat dan hidayah-Nya
kepada kita semua, Amin.
Penulis
ii
BAB I
PENDAHULUAN
3
dipertimbangkan bila terdapat gejala berupa sesak napas, batuk kronik yang dapat
disertai dengan dahak, serta adanya pajanan dengan faktor risiko, seperti asap
rokok, debu, asap dapur, dan bahan kimia di tempat kerja. Uji spirometri dianggap
sebagai indikator kunci untuk memastikan diagnosis PPOK.(1)Selain itu,
berdasarkan GOLD 2013 untuk menilai gejala-gejala PPOK dapat menggunakan
kuesioner yang sudah divalidasi, yaitu COPD Assessment Test (CAT), the
Modified British Medical Research Council (mMRC) atau the Clinical COPD
Questionnaire (CCQ).(5)
Istilah PPOK eksaserbasi akut dikatakan bila kondisi ini mengalami
perburukan yang bersifat akut dari keadaan sebelumnya yang stabil.Gejalanya
berupa sesak napas bertambah, produksi sputum meningkat, serta perubahan
warna sputum. Eksaserbasi akut biasanya terjadi disebabkan oleh infeksi (virus
dan bakteri).(6)
Salah satu dampak negatif PPOK adalah penurunan kualitas hidup dan
keterbatasan aktivitas pasien.Hal ini dikarenakan PPOK merupakan penyakit paru
kronik, progresif dan tidak sepenuhnya reversibel.Sehingga dibutuhkan edukasi
yang tepat sebagai pengelolaaan jangka panjang PPOK, dengan harapan dapat
mengurangi kecemasan pada pasien PPOK dan memberiksan semangat hidup
walaupun dengan keterbatasan aktivitas.Adapun penggunaan obat-obat dan
oksigen disesuaikan dengan klasifikasi dan derajat berat penyakit yang dialami
oleh pasien PPOK.(1)
4
BAB II
LAPORAN KASUS
2.2 Anamnesis
Keluhan Utama : Sesak napas
Keluhan Tambahan : Batuk tidak disertai dahak
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD dengan keluhan sesak napas.Sesak dirasakan 2 hari
yang lalu dan memberat sejak 3 jam sebelum masuk rumah sakit. Sesak memberat
saat beraktivitas namun tidak dipengaruhi oleh cuaca. Pasien juga mengeluhkan
batuk tanpa berdahak sejak 4 hari yang lalu. Tidak ada keluhan demam, batuk
darah, nyeri dada, terbangun di malam hari karena sesak, penurunan berat badan,
keringat malam, dan riwayat perdarahan. BAK dan BAB pasien tidak dijumpai
adanya keluhan.
Riwayat Penyakit Dahulu
Tidak ada riwayat penyakit pen yakit hipertensi dan diabetes melitus.
Riwayat Penggunaan Obat
Pasien mengaku sebelumnya mendapat obat-obatan untuk sesak napas
namun tidak ingat jenis obatnya.
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga pasien yang menderita penyakit yang sama.
Riwayat asma, hipertensi, diabetes mellitus dan alergi obat disangkal.
3
Riwayat Sosial
Pasien merokok sudah 50 tahun. Pasien merokok ± 2 bungkus/hari.
Indeks Brinkman: 50 tahun x 24 batang/hari = 1200 (berat)
Palpasi
Atas Fremitus taktil: normal Fremitus taktil: normal
Tengah
Fremitus taktil: normal Fremitus taktil: normal
4
Bawah Fremitus taktil: normal Fremitus taktil: normal
Perkusi
Atas Sonor Sonor
Tengah Sonor Sonor
Auskultasi
vesikuler(+), rhonki (-), wheezing
Atas vesikuler (+), rhonki (-), wheezing (-)
(+)
Thoraks posterior
Pemeriksaan
Thorax Dekstra Thorax Sinistra
Fisik Paru
Inspeksi Statis : barrelchest
Dinamis : Simetris, pernapasan thoraco abdominal, retraksi interkostal (-/-),
jejas (-)
Palpasi
Atas Fremitus taktil: normal Fremitus taktil: normal
Tengah
Fremitus taktil: normal Fremitus taktil: normal
Bawah Fremitus taktil: melemah Fremitus taktil: melemah
Jantung
Auskultasi : BJ I > BJ II, regular (+) bising (-)
Abdomen
Inspeksi : simetris, distensi (-)
Palpasi : soepel, organomegali (-)
Perkusi : timpani, shifting dullness (-), undulasi (-)
Auskultasi : Peristaltik (+) dalam batas normal
Ekstremitas :
Ekstremitas superior: sianosis(-/-), edema(-/-), pucat(-/-), akral dingin (-/-),
CRT <2”
5
Ekstremitas inferior: sianosis(-/-), edema(-/-), pucat(-/-), akral dingin (-/-),
CRT <2”
GINJAL-HIPERTENSI
Ureum 48 13-43 mg/dL
Kreatinin 0,82 0,67-1,17 mg/dL
ELEKTROLIT – Serum
Natrium (Na) 134 132-146 mmol/L
Kalium (K) 3,0 3,7-5,4 mmol/L
Klorida (Cl) 92 98-106 mmol/L
6
b) Foto Thorax (31 November 2017)
Kesan:
TB paru lama aktif ( bullae di
parakardial kanan )
2.8 Tatalaksana
O2 2 - 4 LPM nasal kanul
Inj metilprednisolon 62,5 mg/12 jam
Inj omeprazole/ 24 jam
Nebule combivent 1 resp/6 jam
Nebule flexotide /12 jam
Curcuma 3x1
Coditam 3x1
2.9 Planning
Kultur sputum
Ct scan Thorak (29/12/2017)
2.10 Prognosis
7
Quo ad vitam : Dubia ad bonam
Follow Up Harian
Tabel 2. Follow up pasien harian
Tanggal/hari
Catatan Instruksi
rawatan
Senin S/ Sesak napas, batuk (+), batuk berdahak, Th/
10/12/2017 BAB ada, nyeri ulu hati O2 2 - 4 LPM nasal kanul
H1 O/ VS: TD : 140/90 mmHg IVFD Asering aminofilin 20 gtt/i
HR : 94 x/menit Inj metilprednisolon 62,5 mg/12
RR : 24 x/menit jam(H1)
T : 36,8 C Inj omeprazole 1 vial /24 jam
SpO2: 96,6 Nebule combivent 1 resp/6 jam
Paru Nebule pulmicort 1 resp/12 jam
I: Simetris statis/dinamis (+/+) Vectrin 3x1
P: Sf ka = Sf ki Curcuma 3x1
P: sonor/sonor
A: Ves (+/+), Rh (+/+), Planning:
Wh (+/+) - Foto thorax PA
- Darah rutin 3 hari pasca AD
Ass/ - Sputum MO gram
- PPOK Eksaserbasi Akut - Spirometri bila KU Stabil
Ass/ Planning:
PPOK Eksaserbasi Akut - Foto thorax PA
- APE Harian
- Spirometri bila KU Stabil
8
Kamis S/ Sesak napas, batuk (+), Th/
13/12/2017 O/ VS: TD : 110/80 mmHg O2 2 - 4 LPM nasal kanul
H4 HR : 82 x/menit IVFD Asering aminofilin 20 gtt/i
RR : 25 x/menit Inj metilprednisolon 62,5 mg/12
T : 36,7 C jam(H4)
Paru Inj omeprazole 1 vial /24 jam
I: Simetris statis/dinamis (+/+) Nebule combivent 1 resp/6 jam
P: Sf ka = Sf ki Nebule pulmicort 1 resp/12 jam
P: sonor/sonor Vectrin 3x1
A: Ves (+/+), Rh (-/-), Curcuma 3x1
Wh (+/+)
Ass/ Planning:
PPOK Eksaserbasi Akut - Foto thorax PA
- APE Harian
- Spirometri bila KU Stabil
Jumat S/ Sesak napas, batuk (+) Th/
14/12/2017 O/ VS: TD : 120/70 mmHg O2 2 - 4 LPM nasal kanul
H5 HR : 88 x/menit IVFD Asering aminofilin 20 gtt/i
RR : 24 x/menit Inj metilprednisolon 62,5 mg/12
T : 36,7 C jam(H5)
Paru Inj omeprazole 1 vial /24 jam
I: Simetris statis/dinamis (+/+) Inj viccilin 1,5 5 gr/8 jam
P: Sf ka = Sf ki Nebule combivent 1 resp/6 jam
P: sonor/sonor Nebule pulmicort 1 resp/12 jam
A: Ves (+/+), Rh (-/-), Vectrin 3x1
Wh (+/+) Curcuma 3x1
Ass/
PPOK Eksaserbasi Akut Planning:
- Foto thorax PA
- Darah rutin 3 hari pasca
Antibiotik
- Sputum MO gram
- EKG hari ini
- Spirometri bila KU Stabil
Sabtu S/ Sesak napas, batuk (+) sesekali Th/
15/12/2017 O/ VS: TD : 120/70 mmHg O2 2 - 4 LPM nasal kanul
H6 HR : 88 x/menit IVFD Asering aminofilin 20 gtt/i
RR : 24 x/menit Inj metilprednisolon 62,5 mg/12
T : 36,7 C jam(H6)
Paru Inj omeprazole 1 vial /24 jam
I: Simetris statis/dinamis (+/+) Nebule combivent 1 resp/6 jam
P: Sf ka = Sf ki Nebule pulmicort 1 resp/12 jam
P: sonor/sonor Retaphyl SR 2x300 mg
A: Ves (+/+), Rh (-/-), Vectrin 3x1
Wh (+/+) Curcuma 3x1
Ass/ Planning:
PPOK Eksaserbasi Akut - Foto thorax PA
- Darah rutin 3 hari pasca
Antibiotik
- Sputum MO gram
- EKG (+) konsul kardio
- Spirometri bila KU Stabil
Minggu S/ Sesak napas berkurang , batuk sesekali, Th/
16/12/2017 BAB (-) O2 2 - 4 LPM nasal kanul
H7 O/ VS: TD : 120/80 mmHg IVFD Asering aminofilin 20 gtt/i
HR : 84 x/menit Inj metilprednisolon 62,5 mg/12
RR : 22 x/menit jam(H7)
T : 36,6 C Inj omeprazole 1 vial /24 jam
Paru Inj viccilin 1,5 5 gr/8 jam
I: Simetris statis/dinamis (+/+) Nebule combivent 1 resp/6 jam
P: Sf ka = Sf ki Nebule pulmicort 1 resp/12 jam
9
P: sonor/sonor Retaphyl SR 2x300 mg
A: Ves (+/+), Rh (-/-), Vectrin 3x1
Wh (+/+) Curcuma 3x1
Dulcolac syr 3Xc1
Ass/
PPOK Eksaserbasi Akut
Planning:
- Foto thorax PA
- Darah rutin 3 hari pasca
Antibiotik
- Sputum MO gram
- EKG (+) konsul kardio
- Spirometri bila KU Stabil
Senin S/ Sesak napas berkurang , batuk sesekali, Th/
17/12/2017 nyeri ulu hati, BAB (+). O2 2 - 4 LPM nasal kanul
H8 O/ VS: TD : 110/80 mmHg IVFD Asering aminofilin 20 gtt/i
HR : 84 x/menit Inj metilprednisolon 30 mg/12
RR : 22 x/menit jam(H1)
T : 36,6 C Inj omeprazole 1 vial /24 jam
Paru Inj viccilin 1,5 5 gr/8 jam
I: Simetris statis/dinamis (+/+) Nebule combivent 1 resp/6 jam
P: Sf ka = Sf ki Nebule pulmicort 1 resp/12 jam
P: sonor/sonor Retaphyl SR 2x300 mg
A: Ves (+/+), Rh (-/-), Vectrin 3x1
Wh (+/+) Curcuma 3x1
Refanyl SR 2x300 mg
Ass/
PPOK Eksaserbasi Akut
Planning:
- Darah rutin 3 hari pasca
Antibiotik
- Kultur sputum MO gram
- EKG (+) konsul kardio
- Spirometri bila KU Stabil
Selasa S/ Sesak napas berkurang , batuk sesekali, Th/
18/12/2017 nyeri ulu hati O2 2 - 4 LPM nasal kanul
H9 O/ VS: TD : 130/80 mmHg IVFD Asering aminofilin 20 gtt/i
HR : 72 x/menit Inj metilprednisolon 30 mg/12 jam
RR : 20 x/menit (H2)
T : 36,6 C Inj omeprazole 1 vial /24 jam
Paru Inj viccilin 1,5 5 gr/8 jam
I: Simetris statis/dinamis (+/+) Nebule combivent 1 resp/6 jam
P: Sf ka = Sf ki Nebule pulmicort 1 resp/12 jam
P: sonor/sonor Retaphyl SR 2x300 mg
A: Ves (+/+), Rh (-/-), Vectrin 3x1
Wh (+/+) Curcuma 3x1
Dulcolac syr 3Xc1
Ass/ Refanyl SR 2x300 mg
PPOK Eksaserbasi Akut Coditam 3x1
Planning:
- Darah rutin 3 hari pasca
Antibiotik
- Kultur sputum : Pseudomonas
Aeruginosa (saran:
Ceftazidine)
- EKG (+) konsul kardio
- Spirometri bila KU Stabil
10
rabu S/ Sesak napas berkurang , batuk sesekali, Th/
19/12/2017 nyeri ulu hati O2 2 - 4 LPM nasal kanul
H10 O/ VS: TD : 120/80 mmHg IVFD Asering aminofilin 20 gtt/i
HR : 85 x/menit Inj metilprednisolon 30 mg/12 jam
RR : 20 x/menit (H3)
T : 36,0 C Inj levofloxacin 750 mg/24 jam (H1)
Paru Inj omeprazole 1 vial /24 jam
I: Simetris statis/dinamis (+/+) Inj viccilin 1,5 5 gr/8 jam
P: Sf ka = Sf ki Nebule combivent 1 resp/6 jam
P: sonor/sonor Nebule flexotide/12 jam
A: Ves (+/+), Rh (-/-), Retaphyl SR 2x300 mg
Wh (+/+) Vectrin 3x1
Curcuma 3x1
Ass/ Refanyl SR 2x300 mg
PPOK Eksaserbasi Akut Coditam 3x1
Planning:
- Darah rutin 3 hari pasca
Antibiotik
- Kultur sputum : Pseudomonas
Aeruginosa
- Spirometri bila KU Stabil
Planning:
- Darah rutin 3 hari pasca
Antibiotik
- Kultur sputum : Pseudomonas
Aeruginosa
- Spirometri bila KU Stabil
Planning:
- PBJ hari ini
11
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah suatu penyakit paru yang
dapat dicegah dan diobati, ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak
sepenuhnya reversibel, bersifat progresif, dan berhubungan dengan respon
inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang beracun/berbahaya.(1)
3.2 Epidemiologi
Beberapa hal yang berkaitan dengan risiko timbulnya PPOK antara lain:(1)
1) Asap rokok
Asap rokok mempunyai prevalensi yang tinggi sebagai penyebab
gejala respirasi dan gangguan fungsi paru. Risiko PPOK pada perokok
tergantung dari dosis rokok yang dihisap, usia mulai merokok, jumlah
batang rokok perhari dan lamanya merokok. Namun tidak semua perokok
berkembang menjadi PPOK secara klinis, karena dipengaruhi oleh faktor
resiko genetik setiap individu.Perokok pasif atau Environmental Tobacco
Smoke (ETS) juga memberikan kontribusi terhadap terjadinya gejala
12
respirasi dan PPOK dikarenakan adanya peningkatan jumlah inhalasi
partikel dan gas.
Dalam pencatatan riwayat merokok perlu diperhatikan:
a. Riwayat merokok: perokok aktif, perokok pasif dan bekas perokok.
b. Derajat berat merokok yang dinilai dengan Indeks Brinkman (IB),
yaitu perkalian jumlah rata-rata batang rokok dihisap sehari dikalikan
lama merokok dalam tahun dan dikategorikan sebagai:
- Ringan : 0-199
- Sedang : 200-599
- Berat : >600
2) Polusi udara
Berbagai macam partikel dan gas yang terdapat di udara dapat
menjadi penyebab terjadinya polusi udara. Ukuran dan macam partikel akan
memberikan efek yang berbeda terhadap timbulnya dan beratnya PPOK.
Polusi udara terbagi menjadi polusi di dalam ruangan (asap rokok dan asap
kompor), polusi di luar ruangan (gas buang kendaraan bermotor dan debu
jalanan), serta polusi di tempat kerja (bahan kimia, zat iritasi, gas beracun).
3) Stres oksidatif
Paru selalu terpajan oleh oksidan endogen dan eksogen. Oksidan
endogen timbul dari sel fagosit dan tipe sel lainnya sedangkan oksidan
eksogen dari polutan dan asap rokok. Pada saat terjadi perubahan
keseimbangan antara oksidan dan antioksidan misalnya ekses oksidan dan
atau deplesi antioksidan akan menimbulkan stres oksidatif. Stres oksidatif
tidak hanya menimbulkan efek kerusakan pada paru tetapi juga
menimbulkan aktivitas molekuler sebagai awal inflamasi paru.
4) Infeksi saluran napas bawah berulang
Infeksi virus dan bakteri berperan dalam patogenesis dan progresifitas
PPOK.Kolonisasai bakteri mengakibatkan inflamasi jalan napas, sehingga
menimbulkan eksaserbasi. Infeksi saluran napas berat pada anak akan
menyebabkan penurunan fungsi paru dan meningkatkan gejala respirasi
pada saat dewasa.
13
5) Sosial ekonomi
Pajanan polusi di dalam dan luar ruangan, pemukiman yang padat,
nutrisi yang jelek, dan faktor lain yang berhubungan dengan status sosial
ekonomi berpengaruh terhadap perkembangan PPOK. Malnutrisi dan
penurunan berat badan dapat menurunkan kekuatan dan ketahanan otot
respirasi, karena penurunan masa otot dan kekuatan serabut otot.
6) Tumbuh kembang paru
Pertumbuhan paru berhubungan dengan proses selama kehamilan, dan
pajanan waktu kecil. Kecepatan maksimal penurunan fungsi paru seseorang
adalah risiko untuk terjadinya PPOK.Studi menyatakan bahwa berat lahir
mempengaruhi nilai VEP1 pada masa anak.
7) Gen
Faktor risiko genetik yang paling sering terjadi adalah kekurangan -
1antitrypsin sebagai inhibitor dari protease serin. Ditemukan pada usia
muda dengan kelainan enfisema panlobular dengan penurunan fungsi paru
yang terjadi baik pada perokok atau bukan perokok dengan kekurangan -
1antitrypsin yang berat.
3.4 Klasifikasi
Menurut Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease tahun 2017
, klasifikasi dari PPOK
Tabel 3. Klasifikasi PPOK
Pada pasien dengan VEP1/ KVP < 0.70
GOLD 1: Ringan VEP1 ≥ 80 % prediksi
GOLD 2: Sedang 50 % ≤ VEP1 < 80 % prediksi
GOLD 3: Berat 30 % ≤ VEP1 < 50 % prediksi
GOLD 4: Sangat Berat VEP1 < 30 % prediksi
3.5 Patogenesis
14
neutrofil, makrofag, dan limfosit. Sel-sel ini melepaskan mediator inflamasi dan
berinteraksi dengan sel-sel struktural dalam saluran udara dan parenkim paru-
paru.(1)
Stres oksidatif memperkuat mekanisme terjadinya PPOK.Stres oksidatif
lebih lanjut meningkat pada eksaserbasi.Asap rokok dan partikulat yang dihirup
lainnya yang dilepaskan dari sel-sel inflamasi akan menghasilkan oksidan aktif.
Dapat juga disertai penurunan antioksidan endogen pada pasien PPOK.Stres
oksidatif ini berpotensi buruk pada paru, termasuk aktivasi gen inflamasi,
inaktivasi antiprotease, stimulasi sekresi mukus, dan stimulasi eksudasi plasma
meningkat. Biomarker stres oksidatif, misalnya peroksida hidrogen akan
meningkat dalam sputum, konsendat hembusan napas, dan sirkulasi sistemik pada
pasien PPOK.(1)
Terjadi ketidakseimbangan protease dan antiprotease pada pasien PPOK,
yaitu protease yang memecah komponen jaringan ikat dan antiprotease yang
melindunginya.Beberapa protease berasal dari sel inflamasi dan sel epitel yang
meningkat pada pasien PPOK.Protease-mediated perusak elastin yang merupakan
komponen jaringan ikat utama parenkim paru memberikan gambaran penting pada
emfisema dan bersifat ireversibel.(1)
3.6 Patofisiologi
15
transfer gas dikarenakan adanya kerusakan parenkim paru pada emfisema.(1)
1) Keterbatasan aliran udara dan air trapping
Tingkat peradangan, fibrosis, dan cairan eksudat di lumen saluran
napas kecil berhubungan dengan penurunan VEP1 dan rasio
VEP1/KVP.Penurunan VEP1 merupakan gejala khas pada PPOK, obstruksi
jalan napas perifer menyebabkan udara terperangkap dan mengakibatkan
hiperinflasi.Hiperinflasi mengurangi kapasitas inspirasi seperti peningkatan
kapasitas residual fungsional, khususnya selama latihan, yang terlihat
sebagai sesak napas dan keterbatasan kapasitas latihan. Hiperinflasi yang
berkembang pada awal penyakit merupakan mekanisme utama timbulnya
sesak napas pada aktivitas.(1)
2) Mekanisme pertukaran gas
Ketidakseimbangan pertukaran gas menyebabkan kelainan
hipoksemia dan hiperkapnia terjadi karena beberapa mekanisme.Secara
umum, pertukaran gas memburuk selama penyakit berlangsung. Tingkat
keparahan emfisema berkolerasi dengan PO2 arteri dan tanda lain dari
ketidakseimbangan ventilasi-perfusi.(1)
3) Hipersekresi lendir
Beberapa mediator dan protease merangsang hipersekresi mukus
melalui aktivasi reseptor faktor EGFR.(1)
4) Gambaran dampak sistemik
Kakesia umumnya terlihat pada pasien PPOK berat dikarenakan
hilangnya massa otot rangka dan kelemahan otot sebagai akibat dari
peningkatan proses apoptosis atau karena tidak digunakannya otot-otot
tersebut. Peningkatan konsentrasi mediator inflamasi, termasuk TNF- IL-
6, dan radikal bebas dapat mempengaruhi efek sistemik misalnya proses
osteoporosis, depresi dan anemia kronik. Peningkatan risiko penyakit
kardiovaskuler berkolerasi dengan peningkatan protein C-reaktif (CRP).(1)
16
Gambar 2. Patofisiologi PPOK.(1)
3.7 Eksaserbasi
Gejala dan tanda PPOK sangat bervariasi, mulai dari tanda dan gejala ringan
hingga berat.Pada pemeriksaan fisik tidak ditemukan kelainan sampai ditemukan
17
kelainan yang jelas dan tanda inflasi paru. Diagnosis PPOK dipertimbangkan bila
terdapat tanda dan gejala sebagai berikut:
3.9 Diagnosis
18
- Hipertrofi otot bantu napas
- Pelebaran sela iga
- Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis leher
dan edema tungkai.
- Penampilan pink puffer atau blue bloater
Palpasi
Pada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar.
Perkusi
Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak diafragma
rendah, hepar terdorong ke bawah.
Auskultasi
- Suara napas vesikuler normal, atau melemah
- Terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau pada
ekspirasi paksa
- Ekspirasi memanjang
- Bunyi jantung terdengar jauh
Pink puffer
Gambaran yang khas pada emfisema, penderita kurus, kulit
kemerahan dan pernapasan pursed lips breathing.
Blue bloater
Gambaran khas pada bronkitis kronik, penderita gemuk sianosis,
terdapat edema tungkai dan ronki basah di basal paru, sianosis sentral dan
perifer.
Pursed - lips breathing
Merupakan sikap seseorang yang bernapas dengan mulut mencucu
dan ekspirasi yang memanjang.Sikap ini terjadi sebagai mekanisme tubuh
untuk mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi sebagai mekanisme tubuh
untuk mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi pada gagal napas kronik.
c) Pemeriksaan Rutin
1) Faal paru
Spirometri (VEP1, VEP1prediksi, KVP, VEP1/KVP).
19
- Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi (%) dan atau VEP1/KVP
(%).
- Obstruksi : % VEP1(VEP1/VEP1 pred.) < 80% VEP1% (VEP1/KVP) <
75 %
- VEP1 merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk menilai
beratnya PPOK dan memantau perjalanan penyakit.
- Pengukuran spirometri dievaluasi dnegan membandingkan hasil
pengukuran terhadap nilai prediksi yang tepat berdasarkan usia, tinggi
badan, jenis kelamin, dan ras.
- Nilai VEP1 pasca bronkodilator <80% prediksi serta nilai VEP1/KVP
<0,70 memastikan ada hambatan aliran udara yang tidak sepenuhnya
reversibel.
Uji bronkodilator
- Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak ada gunakan
APE meter.
- Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan, 15 - 20
menit kemudian dievaluasi perubahan nilai VEP1 atau APE, dimana
perubahan nilai< 20% dan < 200 ml dari nilai awal.
- Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil.
2) Laboratorium Darah
Hemoglobin, Hematokrit, Trombosit, Leukosit, Analisa gas darah
3) Radiologi
Foto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan penyakit paru
lain.
- Pada emfisema terlihat gambaran hiperinflasi, hiperlusen, ruang
retrosternal melebar, diafragma mendatar, jantung menggantung
(jantung pendulum/tear drop/eye drop appearance)
- Pada bronkitis kronik umumnya memiliki gambaran normal atau
pertambahan corakan bronkovaskuler.
20
3.10 Diagnosis Banding
21
Pneumothoraks
Dada cembung di tempat kelainan, perkusi hipersonor, auskultasi saluran napas
melemah.
Penyakit paru dengan obstruksi saluran napas lain, misalnya bronkiektasis dan
destroyed lung.
3.11 Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan PPOK
Tujuan penatalaksaan antara lain mengurangi gejala, mencegah
progesivitas penyakit, mempertahankan fungsi paru, meningkatkan kualitas
hidup dan mencegah eksaserbasi. Penatalaksaan PPOK meliputi edukasi,
obat-obatan, rehabilitasi, terapi oksigen, ventilasi mekanis dan nutrisi.(1)
Edukasi
Inti dari edukasi adalah menyesuaikan keterbatasan aktivitas dan
mencegah kecepatan perburukan fungsi paru. Secara umum bahan
edukasi yang harus diberikan adalah:(1)
- Pengetahuan dasar tentang PPOK
- Mengindari pencetus, dengan cara berhenti merokok, disampaikan
pertama kali kepada pasien pada waktu diagnosis PPOK ditegakkan
- Penggunaan obat – obatan
Dibertahukan mengenai macam obat dan jenisnya, cara penggunaan
obat yang benar (oral, MDI, atau nebuliser), waktu penggunaan yang
tepat (rutin dengan interval waktu tertentu atau kalau perlu saja), dosis
obat yang tepat serta efek sampingnya.
- Penggunaan oksigen
Diedukasikan mengenai kapan oksigen harus digunakan, berapa
dosisnya, serta efek samping kelebihan dosis oksigen.
- Penilaian dini eksaserbasi akut dan pengelolaannya
Adapun tanda eksaserbasi meliputi batuk atau sesak bertambah,
produksi sputum meningkat dan berubah warna, sehinga dapat
dideteksi dan dihindari pencetus eksaserbasi
- Menyesuaikan kebiasaan hidup dengan keterbatasan aktivitas
22
Pemberian edukasi pada pasien PPOK didasarkan pada derajat penyakit.
Obat-obatan
Obat-obatan yang dapat digunakan antara lain:(1)
a. Bronkodilator
Diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis
bronkodilator dan disesuaikan dengan derajat penyakitnya.Pemilihan
bentuk obat diutamakan inhalasi, nebuliser tidak direkomendasikan
dalam penggunaan jangka panjang.Pada derjat berat diutamakan
pemberian obat lepas lambat atau obat berfek panjang.Jenis-jenis
bronkodilator:
- Golongan antikolinergik
Obat yang termasuk pada golongan ini adalah ipratropium,
oxitropium dan tiopropium bromide.Efekutamanya adalah
memblokade efek asetilkolin padareseptor muskarinik.Efek
bronkodilator dari antikolinergik kerja singkat inhalasi lebih lama
dibandingkan agonis β-2 kerja singkat.Biasanya digunakan pada
derajat ringan hingga berat, berfungsi sebagai bronkodilator serta
mengurangi sekresi mukus (maksimal 4 kali perhari).
- Golongan agonis β-2
Prinsip kerja agonis β-2 adalah relaksasiotot polos jalan napas
dengan menstimulasi reseptorβ-2 adrenergik dengan meningkatkan
C-AMP danmenghasilkan antagonisme fungsional
terhadapbronkokontriksi.Efek bronkodilator dari agonis β-2 kerja
singkatbiasanya dalam waktu 4-6 jam.Sedangkan agonis β-2 kerja
lamamemiliki waktukerja 12 jam atau lebih.Sebagai obat
pemeliharaan sebaiknya digunakan bentuk tablet yang berefek
panjang. Bentuk nebuliser dapat digunakan untuk mengatasi
eksaserbasi akut, tidak dianjurkan untuk penggunaan jangka panjang.
- Kombinasi antikolinergik dan agonis β-2
Kombinasi ini memperkuat efek bronkodilatasi, karena keduanya
bekerja di tempat yang berbeda.Pengguaannya juga mudah
digunakan.
23
- Golongan xantin
Contoh obatnya adalah teofilin.Obat ini berperan dalam perubahan
otot-otot inspirasi.Dalam bentuk lepas lambat sebagai pengobatan
pemeliharaan jangka panjang, terutama pada derajat sedang dan
berat.Bentuk tablet biasa atau puyer untuk mengatasi sesak (pelega
napas), bentuk suntikan bolus atau drip untuk mengatasi eksaserbasi
akut.
b. Anti inflamasi
Digunakan pada eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau injeksi,
bermanfaat menekan inflamasi, dengan pemilihan golongan
metilprednisolon atau prednisone. Bentuk inhalasi sebagai terapi
jangka panjang diberikan sebagai terapi jangka panjang bila terbukti
uji kortikosteroid positif, yaitu terdapat perbaikan VEP1 pasca
bronkodilator meningkat >20% dan minimal 250 ml.(1)
c. Antibiotik
Antibiotik bermanfaat untuk pasien PPOK eksaserbasi dengan tanda
klinis infeksi saluran napas, misalnya meningkatnya dahak
purulen.Pemilihan antibiotik disesuaikan dengan pola kuman setempat
dan komposisi antibiotik yang mutakhir. Pemberian antibiotik di
rumah sakit sebaiknya per drip atau intravena, Sedangkan untuk rawat
jalan diberikan kombinasi dengan macrolide bila eksaserbasi sedang
ataupun tunggal bila ringan.(1)
d. Antioksidan
Dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualitas hidup,
digunakan N-asetilsistein. Dapat diberikan pada PPOK yang sering,
namun tidak dianjurkan pemberian yang rutin.(1)
e. Mukolitik
Hanya diberikan pada eksaserbasi akut untuk mempercepat perbaikan
eksaserbasi, terutama pada bronkitis kronik dengan sputum kental.(1)
Rehabilitasi PPOK
Dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan toleransi terhadap latihan
dan memperbaiki kualitas hidup pasien PPOK.Program rehabilitasi
24
terdiri dari 3 komponen, yaitu latihan fisik, psikososial dan latihan
pernapasan.(1)
Terapi Oksigen
Pada PPOK terjadi hipoksemia progesif dan kronik yang menyebabkan
kerusakan sel danjaringan. Pemberian terapi oksigen merupakan hal yang
sangat penting untuk mempertahankan oksigenasi seluler dan mencegah
kerusakan sel baik di otot maupun organ-organ lain. Diindkasikan pada
PaO2 <60 mmHg atau Sat O2<90%. Terapi oksigen jangka panjang
diberikan pada PPOK stabil derajat berat terutama saat tidur atau
berkativitas, dengan lama pemberian 15 jam setiap hari menggunakan
nasal kanul 1-2 L/m. Sedangkan pada derajat sedang hanya diberikan jika
timnbul sesak diakibatkan pertambahan aktivitas.(1)
Ventilasi Mekanis
Ventilasi mekanis pada PPOK digunakan pada eksaserbasi dengan gagal
napas akut, gagal napas akut pada gagal napas kronik, atau pada PPOK
derajat berat dnegan gagal napas kronik. Dianjurkan pemakaian
Noninvasive Positive Pressure Ventilation (NIPPV), bila tidak berhasil
ventilasi mekanis digunakan dengan intubasi.(1)
Nutrisi
Gizi penting sebagai penentu gejalacacat dan prognosis PPOK.Malnutrisi
sering terjadi pada PPOK kemungkinan karena bertambahnya kebutuhan
energi akibat kerja muskulus respirasi yang meningkat karena
hipoksemiakronik dan hiperkapni menyebabkan terjadi
hipermetabolisme. Kondisi malnutrisi akan menambah mortaliti PPOK
karena berkorelasi dengan derajat penurunan fungsi paru dan perubahan
analisis gas darah. Malnutrisi dapat dievaluasi dengan penurunan berat
badan, kadar albumin rendah, antropometri, dan pengukuran kekuatan
otot (MVV, tekanan diafragma, kekuatan otot pipi).(1)
3.12 Prognosis
25
BAB IV
ANALISA KASUS
Telah diperiksa pasien laki-laki dengan inisial Tn. Z usia 63 tahun Pasien
datang ke IGD dengan keluhan sesak napas.Sesak dirasakan 2 hari yang lalu dan
memberat sejak 3 jam sebelum masuk rumah sakit. Sesak memberat saat
beraktivitas namun tidak dipengaruhi oleh cuaca.. Pasien juga mengeluhkan batuk
tanpa berdahak sejak 4 hari yang lalu.. Tidak ada keluhan demam, batuk darah,
nyeri dada, terbangun di malam hari karena sesak, penurunan berat badan,
keringat malam, dan riwayat perdarahan. BAK dan BAB pasien tidak dijumpai
adanya keluhan.
Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik pasien dicurigai menderita
PPOK dengan diagnosis banding pneumonia atipikal Diagnosis PPOK dibuat
berdasarkan menifestasi klinis berupa sesak napas, batuk berdahak dan riwayat
terpajan faktor risiko salah satunya adalah merokok yang terdapat pada
pasien.(1)Hal ini sesuai definisi PPOK yaitu penyakit paru kronik dengan
karakteristik adanya hambatan aliran udara di saluran nafas yang bersifat
progresif, tidak sepenuhnya reversible dan berhubungan dengan respon inflamasi
paru terhadap partikel atau gas yang beracun/berbahaya.(1)Pada pemeriksaan fisik
ditemukan adanya suara napas wheezing pada lapangan atas paru dextra dan
lapangan paru atas dan tengah sinistra, Dugaan menderita pneumonia dibuat
berdasarkan keluhan pasien demam dan batuk berdahak dari hasil pemeriksaan
darah rutin ditemukan adanya peningkatan kadar leukosit.
Pasien adalah seorang laki-laki, 63 tahun, memiliki riwayat merokok selama
50 tahun. Berdasarkan data RISKESDAS, penderita PPOK di Indonesia
didominasi oleh laki-laki dikarenakan perokok pria lebih banyak 2 kali
dibandingkan dengan perokok wanita.(3) Penderita PPOK umumnya berada pada
usia >40 tahun, hal ini dikarenakan pada usia >40 tahun paru-paru sudah
mengalami penurunan fungsi berupa penurunan kapasitas vital paksa dan daya
recoil paru.(3) Penelitian yang dilakukan oleh Kundu et al mendapatkan rentang
usia terbanyak adalah pada usia 56-65 tahun, hal ini sesuai dengan yang
didapatkan pada kasus ini.(7)Pasien dengan riwayat merokok selama 50 tahun
juga menjadi faktor resiko utama yang berperan dalam proses terjadinya PPOK.
26
Risiko PPOK pada perokok tergantung dari dosis rokok yang dihisap, usia mulai
merokok, jumlah batang rokok perhari dan lamanya merokok (Indeks
Brinkman).(1)
Sesak dirasakan memberat beberapa hari SMRS. Pada pasien ini sudah
termasuk kategori PPOK eksaserbasi karena ditemukannya gejala berupa sesak
bertambah, produksi sputum meningkat, dan perubahan warna sputum. Pada kasus
ditemukan 2 gejala tersebut, sehingga tergolong eksaserbasi akut.(1)
Pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan pada pasien ini meliputi foto thorax
PA dan laboratorium. Hasil foto thorax didapatkan gambaran hiperlusen, Sela iga
normal tampak bullae di parakardial kanan. Tampak Fibrotik dan kalsifikasi di
kedua paru. Jantung tidak membesar sudut costopherinicus kiri dan kanan tajam
diafragma tenting gambaran foto thorax yang didapatkan menguatkan diagnosis
PPOK.(1)
Prinsip penatalaksanaan PPOK eksaserbasi adalah mengatasi segera
eksaserbasi dan mencegah terjadinya gagal napas. Terapi berupa pemberian
oksigen adekuat, obat-obatan bronkodilator, kortikosteroid, dan antibiotik.(1)
Penatalaksanaan pada kasus ini sesuai dengan prinsip penatalaksanaan PPOK
eksaserbasi,selama dirawat pasien mendapat terapi O2 4-5 liter/menit,nebule
combivent 1 resp/4 jam, nebule pulmicort 1 resp/12 jam.
Pada PPOK eksaserbasi, terapi oksigen merupakan hal pertama dan utama y
ang bertujuan untuk memperbaiki hipoksemia dan mencegah keadaan yang dapat
mengancam jiwa. Diberikan untuk mempertahankan PaO2> 60 mmHg atau Sat O2
> 90%.(1)Obat-obatan yang dibutuhkan pada eksaserbasi berupa bronkodilator, kor
tikosteroid dan antibiotik.Pada pasien ini diberikan jenis bronkodilator kombinasi
yaitunebule Combivent yang mengandung Salbutamol (golongan Agonis β2 kerja s
ingkat) dan Ipatropium bromide (golongan Antikolinergik).Sedangkan kortikoster
oid inhalasi yang diberikan pada pasien ini merupakan pulmicort yang mengandun
g budesonide. Obat ini dapat mengurangi frekuensi eksaserbasi.Pemberian antibio
tik pada pasien ini sesuai indikasi berdasarkan algoritme pemberian antibiotik pad
a pasien PPOK.(1) Gejala yang timbul menunjukkan bahwa pasien mengalami eksa
serbasi. Pemilihan levofloxacin sebagai antibiotik saat ini dikarenakan pasien term
asuk kedalam PPOK Populasi B.
27
28
BAB V
KESIMPULAN
29
DAFTAR PUSTAKA
30