Anda di halaman 1dari 32

Laporan Kasus

PPOK Eksaserbasi Akut

Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik Senior
Pada Bagian/SMF Pulmonologi Fakultas Kedokteran Unsyiah/
RSUD dr. ZainoelAbidin Banda Aceh

Disusun oleh:

DAYU PILA FITA IDLA


1607101030145

Pembimbing:
dr. Maimunah, Sp. P (K)

BAGIAN/ SMF PULMONOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA
RSUD Dr. ZAINOEL ABIDIN
BANDA ACEH
2017
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT karena berkat rahmat dan
hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan tugas laporankasusyang
berjudul “PPOK Eksaserbasi Akut”. Shalawat dan salam penulis haturkan
kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membimbing umat manusia dari alam
kegelapan ke alam yang penuh dengan ilmu pengetahuan.
Penyusunan laporan kasus ini disusun sebagai salah satu tugas dalam
menjalani Kepaniteraan Klinik Senior pada Bagian/SMF Ilmu Pulmonologi
RSUD dr. Zainoel Abidin Fakultas Kedokteran Unsyiah Banda Aceh.
Ucapan terima kasih dan penghargaan penulis sampaikan kepada dr.
Maimunah, Sp. P (K) yang telah bersedia meluangkan waktu membimbing
penulis dalam penulisan kasus ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada
para sahabat dan rekan-rekan yang telah memberikan dorongan moril dan materil
sehingga tugas ini dapat selesai.
Akhir kata penulis berharap semoga laporan kasus ini dapat menjadi
sumbangan pemikiran dan memberikan manfaat bagi semua pihak khususnya
bidang kedokteran dan berguna bagi para pembaca dalam mempelajari dan
mengembangkan ilmu kedokteran pada umumnya dan ilmu penyakit dalam pada
khususnya.Semoga Allah SWT selalu memberikan rahmat dan hidayah-Nya
kepada kita semua, Amin.

Banda Aceh, Desember 2017

Penulis

ii
BAB I
PENDAHULUAN

Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan salah satu penyakit


tidak menular yang menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia.
Penyebabnya antara lain meningkatnya usia harapan hidup dan semakin tingginya
pajanan faktor resiko, seperti faktor pejamu yang diduga berhubungan dengan
kejadian PPOK;smakin banyaknya jumlah perokok khusnya pada kelompok usia
muda; serta pencemaran udara di dalam ruagan maupun di luar ruangan dan di
tempat kerja.(1)
The Asia Pacific COPD Round Table Group memperkirakan jumlah pasien
PPOK sedang hingga berat di negara-negara Asia Pasifik tahun 2006 mencapai
56,6 juta orang dengan prevalens 6,3%.(2)Di Indonesia PPOK menduduki
peringkat ke-6 dari 10 penyebab tersering kematian, diperkirakan terdapat 4,8 juta
pasien dengan prevalensi 5,6% dan sekitar 4,3% terjadi di Aceh dengan
perbandingan antara laki-laki dan perempuan 4:1.(3)Penelitian kohort yang
dilaksanakan oleh Litbangkes Kemenkes RI bekerjasama dengan Departemen
Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi FKUI pada tahun 2010 di daerah Bogor,
Jawa Barat didapatkan angka prevalens PPOK sebanyak 5,5%.Menurut data dari
Departemen Kesehatan Republik Indonesia tahun 2004 di 5 rumah sakit provinsi
menunjukkan PPOK menempati urutan pertama menyumbang angka kesakitan
diikuti asma bronkial (33%), kanker paru (30%) dan lainnya (2%).(4)
Dewasa ini semakin meningkatnya pajanan faktor resiko meliputi kebiasaan
merokok yang masih tinggi terutama pada sejak usia muda, polusi udara terutama
di kota besar, di lokasi industri, dan di pertambangan, serta seringnya saluran
napas bawah terinfeksi selama masa kanak-kanak sangat berkaitan dengan
tingginya kejadian PPOK. Pertambahan penduduk dan peningkatan usia harapan
hidup juga berperan dalam peningkatan penyakit ini.(1)
Berbagai penyakit dapat mempunyai gejala dan tanda menyerupai PPOK,
sehingga diagnosis PPOK harus didasarkan pada anamnesis, pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan penunjang.Adapun gejala pada pasien PPOK juga sangat
bervariasi, mulai dari tanda dan gejala ringan hingga berat. Diagnosis PPOK

3
dipertimbangkan bila terdapat gejala berupa sesak napas, batuk kronik yang dapat
disertai dengan dahak, serta adanya pajanan dengan faktor risiko, seperti asap
rokok, debu, asap dapur, dan bahan kimia di tempat kerja. Uji spirometri dianggap
sebagai indikator kunci untuk memastikan diagnosis PPOK.(1)Selain itu,
berdasarkan GOLD 2013 untuk menilai gejala-gejala PPOK dapat menggunakan
kuesioner yang sudah divalidasi, yaitu COPD Assessment Test (CAT), the
Modified British Medical Research Council (mMRC) atau the Clinical COPD
Questionnaire (CCQ).(5)
Istilah PPOK eksaserbasi akut dikatakan bila kondisi ini mengalami
perburukan yang bersifat akut dari keadaan sebelumnya yang stabil.Gejalanya
berupa sesak napas bertambah, produksi sputum meningkat, serta perubahan
warna sputum. Eksaserbasi akut biasanya terjadi disebabkan oleh infeksi (virus
dan bakteri).(6)
Salah satu dampak negatif PPOK adalah penurunan kualitas hidup dan
keterbatasan aktivitas pasien.Hal ini dikarenakan PPOK merupakan penyakit paru
kronik, progresif dan tidak sepenuhnya reversibel.Sehingga dibutuhkan edukasi
yang tepat sebagai pengelolaaan jangka panjang PPOK, dengan harapan dapat
mengurangi kecemasan pada pasien PPOK dan memberiksan semangat hidup
walaupun dengan keterbatasan aktivitas.Adapun penggunaan obat-obat dan
oksigen disesuaikan dengan klasifikasi dan derajat berat penyakit yang dialami
oleh pasien PPOK.(1)

4
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien


Nama : Tn. Z
Umur : 63 tahun
Alamat : Desa Alue Deah, Banda Aceh
Pekerjaan : Supir
Agama : Islam
Status : Menikah
CM : 0-94-13-75
Tanggal Masuk : 09 Desember 2017
Tanggal Pemeriksaan : 21 Desember 2017

2.2 Anamnesis
Keluhan Utama : Sesak napas
Keluhan Tambahan : Batuk tidak disertai dahak
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD dengan keluhan sesak napas.Sesak dirasakan 2 hari
yang lalu dan memberat sejak 3 jam sebelum masuk rumah sakit. Sesak memberat
saat beraktivitas namun tidak dipengaruhi oleh cuaca. Pasien juga mengeluhkan
batuk tanpa berdahak sejak 4 hari yang lalu. Tidak ada keluhan demam, batuk
darah, nyeri dada, terbangun di malam hari karena sesak, penurunan berat badan,
keringat malam, dan riwayat perdarahan. BAK dan BAB pasien tidak dijumpai
adanya keluhan.
Riwayat Penyakit Dahulu
Tidak ada riwayat penyakit pen yakit hipertensi dan diabetes melitus.
Riwayat Penggunaan Obat
Pasien mengaku sebelumnya mendapat obat-obatan untuk sesak napas
namun tidak ingat jenis obatnya.
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga pasien yang menderita penyakit yang sama.
Riwayat asma, hipertensi, diabetes mellitus dan alergi obat disangkal.

3
Riwayat Sosial
Pasien merokok sudah 50 tahun. Pasien merokok ± 2 bungkus/hari.
Indeks Brinkman: 50 tahun x 24 batang/hari = 1200 (berat)

2.3 Pemeriksaan Tanda Vital


Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Kompos mentis
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Frekuensi nadi : 90 kali/menit, regular,kuat angkat, isi cukup
Frekuensi nafas : 22 kali/menit, regular
Suhu : 36,6° C

2.4 Pemeriksaan Fisik


 Kulit : Ikterik (-), sianosis (-), edema (-),
 Wajah : Simetris, edema (-), deformitas (-)
 Mata : Anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), sekret (-/-), refleks cahaya
langsung (+/+), refleks cahaya tidak langsung (+/+)
 Telinga : kesan normotia, sekret (-/-), serumen (-/-)
 Hidung : sekret (-/-), cavum nasi hiperemis (-), napas cuping hidung (-)
 Mulut : Sianosis (-), tremor (-), hiperemis (-), tonsil hiperemis (-/-), T1 –
T1.
 Leher : retraksi suprasternal (-), pembesaran KGB axila(-)retroauricula
(-) suprasternal (-), kaku kuduk (-), peningkatan tekanan vena
jugular.
 Thorak anterior
Pemeriksaan
Thorax Dekstra Thorax Sinistra
Fisik Paru

Inspeksi Statis : Barrelchest


Dinamis: Simetris saat statis dinamis,pernapasan abdominothoracal, retraksi
interkostal (-/-), jejas (-), pelebaran sela iga (-)

Palpasi
Atas Fremitus taktil: normal Fremitus taktil: normal

Tengah
Fremitus taktil: normal Fremitus taktil: normal

4
Bawah Fremitus taktil: normal Fremitus taktil: normal

Perkusi
Atas Sonor Sonor
Tengah Sonor Sonor

Bawah Sonor Sonor

Auskultasi
vesikuler(+), rhonki (-), wheezing
Atas vesikuler (+), rhonki (-), wheezing (-)
(+)

vesikuler melemah, rhonki (-),wheezing vesikuler melemah, rhonki (-),


Tengah
(+) wheezing (+)

vesikuler melemah, rhonki (-),wheezing vesikuler melemah, rhonki (-),


Bawah
(+) wheezing (+)

 Thoraks posterior
Pemeriksaan
Thorax Dekstra Thorax Sinistra
Fisik Paru
Inspeksi Statis : barrelchest
Dinamis : Simetris, pernapasan thoraco abdominal, retraksi interkostal (-/-),
jejas (-)

Palpasi
Atas Fremitus taktil: normal Fremitus taktil: normal
Tengah
Fremitus taktil: normal Fremitus taktil: normal
Bawah Fremitus taktil: melemah Fremitus taktil: melemah

 Jantung
Auskultasi : BJ I > BJ II, regular (+) bising (-)

 Abdomen
Inspeksi : simetris, distensi (-)
Palpasi : soepel, organomegali (-)
Perkusi : timpani, shifting dullness (-), undulasi (-)
Auskultasi : Peristaltik (+) dalam batas normal
 Ekstremitas :
 Ekstremitas superior: sianosis(-/-), edema(-/-), pucat(-/-), akral dingin (-/-),
CRT <2”

5
 Ekstremitas inferior: sianosis(-/-), edema(-/-), pucat(-/-), akral dingin (-/-),
CRT <2”

2.5 Pemeriksaan Penunjang


a) Laboratorium Darah
Pemriksaan dilakukan pada tanggal 18 Desember 2017

Tabel 1. Hasil pemeriksaan laboratorium darah


JENIS PEMERIKSAAN HASIL NILAI RUJUKAN SATUAN
HEMATOLOGI
Darah Rutin
Hemoglobin 14,6 14,0-17,0 g/dL
Hematokrit 45 45-55 %
Eritrosit 4,9 4,7-6,1 106/mm3
Leukosit 16,5 4,5-10,5 103/mm3
Trombosit 278 150-450 103/mm3
MCV 91 80-100 fL
MCH 30 27-31 Pg
MCHC 33 32-36 %
RDW 13,7 11,5-14,5 %
MPV 9,5 7,2-11,1 fL
Hitung Jenis:
Eosinofil 0 0-6 %
Basofil 0 0-2 %
Netrofil Batang 0 2-6 %
Netrofil Segmen 94 50-70 %
Limfosit 3 20-40 %
Monosit 3 2-8 %
KIMIA KLINIK
DIABETES
Glukosa Darah Puasa 196 60-110 Mg/dL

GINJAL-HIPERTENSI
Ureum 48 13-43 mg/dL
Kreatinin 0,82 0,67-1,17 mg/dL
ELEKTROLIT – Serum
Natrium (Na) 134 132-146 mmol/L
Kalium (K) 3,0 3,7-5,4 mmol/L
Klorida (Cl) 92 98-106 mmol/L

6
b) Foto Thorax (31 November 2017)

Tulang tidak fraktur, tidak


deformitas
Soft tissue normal
Sela iga normal
Tampak bullae di parakardial
kanan.
Tampak Fibrotik dan kalsifikasi di
kedua paru.
Jantung tidak membesar
Sudut costopherinicus kiri dan
kanan tajam
Diafragma tenting

Kesan:
TB paru lama aktif ( bullae di
parakardial kanan )

2.6 Diagnosa Banding


1). PPOK eksaserbasi akut
2). Pneumonia
3). Asma
2.7 Diagnosa
PPOK Eksaserbasi Akut

2.8 Tatalaksana
 O2 2 - 4 LPM nasal kanul
 Inj metilprednisolon 62,5 mg/12 jam
 Inj omeprazole/ 24 jam
 Nebule combivent 1 resp/6 jam
 Nebule flexotide /12 jam
 Curcuma 3x1
 Coditam 3x1
2.9 Planning
 Kultur sputum
 Ct scan Thorak (29/12/2017)
2.10 Prognosis

7
Quo ad vitam : Dubia ad bonam

Quo ad functionam : Dubia ad malam

Quo ad sanactionam : Dubia ad malam

Follow Up Harian
Tabel 2. Follow up pasien harian

Tanggal/hari
Catatan Instruksi
rawatan
Senin S/ Sesak napas, batuk (+), batuk berdahak, Th/
10/12/2017 BAB ada, nyeri ulu hati  O2 2 - 4 LPM nasal kanul
H1 O/ VS: TD : 140/90 mmHg  IVFD Asering aminofilin 20 gtt/i
HR : 94 x/menit  Inj metilprednisolon 62,5 mg/12
RR : 24 x/menit jam(H1)
T : 36,8 C  Inj omeprazole 1 vial /24 jam
SpO2: 96,6  Nebule combivent 1 resp/6 jam
Paru  Nebule pulmicort 1 resp/12 jam
I: Simetris statis/dinamis (+/+)  Vectrin 3x1
P: Sf ka = Sf ki  Curcuma 3x1
P: sonor/sonor
A: Ves (+/+), Rh (+/+), Planning:
Wh (+/+) - Foto thorax PA
- Darah rutin 3 hari pasca AD
Ass/ - Sputum MO gram
- PPOK Eksaserbasi Akut - Spirometri bila KU Stabil

Selasa S/ Sesak napas berkurang , batuk (-) Th/


11/12/2017 O/ VS: TD : 130/80 mmHg  O2 2 - 4 LPM nasal kanul
H2 HR : 92 x/menit  IVFD Asering aminofilin 10 gtt/i
RR : 22 x/menit  Inj metilprednisolon 62,5 mg/12
T : 37,6 C jam(H2)
Paru  Inj omeprazole 1 vial /24 jam
I: Simetris statis/dinamis (+/+)  Nebule combivent 1 resp/6 jam
P: Sf ka = Sf ki  Nebule pulmicort 1 resp/12 jam
P: sonor/sonor  Vectrin 3x1
A: Ves (+/+), Rh (-/-),  Curcuma 3x1
Wh (+/+)
Planning:
Ass/ - Foto thorax PA
- PPOK Eksaserbasi Akut - APE Harian
- Spirometri bila KU Stabil

Rabu S/ Sesak napas, batuk (+) Th/


12/12/2017 O/ VS: TD : 110/80 mmHg  O2 2 - 4 LPM nasal kanul
H3 HR : 82 x/menit  IVFD Asering aminofilin 10 gtt/i
RR : 25 x/menit  Inj metilprednisolon 62,5 mg/12
T : 36,7 C jam(H3)
Paru  Inj omeprazole 1 vial /24 jam
I: Simetris statis/dinamis (+/+)  Nebule combivent 1 resp/6 jam
P: Sf ka = Sf ki  Nebule pulmicort 1 resp/12 jam
P: sonor/sonor  Vectrin 3x1
A: Ves (+/+), Rh (-/-),  Curcuma 3x1
Wh (+/+)

Ass/ Planning:
PPOK Eksaserbasi Akut - Foto thorax PA
- APE Harian
- Spirometri bila KU Stabil

8
Kamis S/ Sesak napas, batuk (+), Th/
13/12/2017 O/ VS: TD : 110/80 mmHg  O2 2 - 4 LPM nasal kanul
H4 HR : 82 x/menit  IVFD Asering aminofilin 20 gtt/i
RR : 25 x/menit  Inj metilprednisolon 62,5 mg/12
T : 36,7 C jam(H4)
Paru  Inj omeprazole 1 vial /24 jam
I: Simetris statis/dinamis (+/+)  Nebule combivent 1 resp/6 jam
P: Sf ka = Sf ki  Nebule pulmicort 1 resp/12 jam
P: sonor/sonor  Vectrin 3x1
A: Ves (+/+), Rh (-/-),  Curcuma 3x1
Wh (+/+)

Ass/ Planning:
PPOK Eksaserbasi Akut - Foto thorax PA
- APE Harian
- Spirometri bila KU Stabil
Jumat S/ Sesak napas, batuk (+) Th/
14/12/2017 O/ VS: TD : 120/70 mmHg  O2 2 - 4 LPM nasal kanul
H5 HR : 88 x/menit  IVFD Asering aminofilin 20 gtt/i
RR : 24 x/menit  Inj metilprednisolon 62,5 mg/12
T : 36,7 C jam(H5)
Paru  Inj omeprazole 1 vial /24 jam
I: Simetris statis/dinamis (+/+)  Inj viccilin 1,5 5 gr/8 jam
P: Sf ka = Sf ki  Nebule combivent 1 resp/6 jam
P: sonor/sonor  Nebule pulmicort 1 resp/12 jam
A: Ves (+/+), Rh (-/-),  Vectrin 3x1
Wh (+/+)  Curcuma 3x1

Ass/
PPOK Eksaserbasi Akut Planning:
- Foto thorax PA
- Darah rutin 3 hari pasca
Antibiotik
- Sputum MO gram
- EKG hari ini
- Spirometri bila KU Stabil
Sabtu S/ Sesak napas, batuk (+) sesekali Th/
15/12/2017 O/ VS: TD : 120/70 mmHg  O2 2 - 4 LPM nasal kanul
H6 HR : 88 x/menit  IVFD Asering aminofilin 20 gtt/i
RR : 24 x/menit  Inj metilprednisolon 62,5 mg/12
T : 36,7 C jam(H6)
Paru  Inj omeprazole 1 vial /24 jam
I: Simetris statis/dinamis (+/+)  Nebule combivent 1 resp/6 jam
P: Sf ka = Sf ki  Nebule pulmicort 1 resp/12 jam
P: sonor/sonor  Retaphyl SR 2x300 mg
A: Ves (+/+), Rh (-/-),  Vectrin 3x1
Wh (+/+)  Curcuma 3x1

Ass/ Planning:
PPOK Eksaserbasi Akut - Foto thorax PA
- Darah rutin 3 hari pasca
Antibiotik
- Sputum MO gram
- EKG (+) konsul kardio
- Spirometri bila KU Stabil
Minggu S/ Sesak napas berkurang , batuk sesekali, Th/
16/12/2017 BAB (-)  O2 2 - 4 LPM nasal kanul
H7 O/ VS: TD : 120/80 mmHg  IVFD Asering aminofilin 20 gtt/i
HR : 84 x/menit  Inj metilprednisolon 62,5 mg/12
RR : 22 x/menit jam(H7)
T : 36,6 C  Inj omeprazole 1 vial /24 jam
Paru  Inj viccilin 1,5 5 gr/8 jam
I: Simetris statis/dinamis (+/+)  Nebule combivent 1 resp/6 jam
P: Sf ka = Sf ki  Nebule pulmicort 1 resp/12 jam

9
P: sonor/sonor  Retaphyl SR 2x300 mg
A: Ves (+/+), Rh (-/-),  Vectrin 3x1
Wh (+/+)  Curcuma 3x1
 Dulcolac syr 3Xc1
Ass/
PPOK Eksaserbasi Akut
Planning:
- Foto thorax PA
- Darah rutin 3 hari pasca
Antibiotik
- Sputum MO gram
- EKG (+) konsul kardio
- Spirometri bila KU Stabil
Senin S/ Sesak napas berkurang , batuk sesekali, Th/
17/12/2017 nyeri ulu hati, BAB (+).  O2 2 - 4 LPM nasal kanul
H8 O/ VS: TD : 110/80 mmHg  IVFD Asering aminofilin 20 gtt/i
HR : 84 x/menit  Inj metilprednisolon 30 mg/12
RR : 22 x/menit jam(H1)
T : 36,6 C  Inj omeprazole 1 vial /24 jam
Paru  Inj viccilin 1,5 5 gr/8 jam
I: Simetris statis/dinamis (+/+)  Nebule combivent 1 resp/6 jam
P: Sf ka = Sf ki  Nebule pulmicort 1 resp/12 jam
P: sonor/sonor  Retaphyl SR 2x300 mg
A: Ves (+/+), Rh (-/-),  Vectrin 3x1
Wh (+/+)  Curcuma 3x1
 Refanyl SR 2x300 mg
Ass/
PPOK Eksaserbasi Akut
Planning:
- Darah rutin 3 hari pasca
Antibiotik
- Kultur sputum MO gram
- EKG (+) konsul kardio
- Spirometri bila KU Stabil
Selasa S/ Sesak napas berkurang , batuk sesekali, Th/
18/12/2017 nyeri ulu hati  O2 2 - 4 LPM nasal kanul
H9 O/ VS: TD : 130/80 mmHg  IVFD Asering aminofilin 20 gtt/i
HR : 72 x/menit  Inj metilprednisolon 30 mg/12 jam
RR : 20 x/menit (H2)
T : 36,6 C  Inj omeprazole 1 vial /24 jam
Paru  Inj viccilin 1,5 5 gr/8 jam
I: Simetris statis/dinamis (+/+)  Nebule combivent 1 resp/6 jam
P: Sf ka = Sf ki  Nebule pulmicort 1 resp/12 jam
P: sonor/sonor  Retaphyl SR 2x300 mg
A: Ves (+/+), Rh (-/-),  Vectrin 3x1
Wh (+/+)  Curcuma 3x1
 Dulcolac syr 3Xc1
Ass/  Refanyl SR 2x300 mg
PPOK Eksaserbasi Akut  Coditam 3x1

Planning:
- Darah rutin 3 hari pasca
Antibiotik
- Kultur sputum : Pseudomonas
Aeruginosa (saran:
Ceftazidine)
- EKG (+) konsul kardio
- Spirometri bila KU Stabil

10
rabu S/ Sesak napas berkurang , batuk sesekali, Th/
19/12/2017 nyeri ulu hati  O2 2 - 4 LPM nasal kanul
H10 O/ VS: TD : 120/80 mmHg  IVFD Asering aminofilin 20 gtt/i
HR : 85 x/menit  Inj metilprednisolon 30 mg/12 jam
RR : 20 x/menit (H3)
T : 36,0 C  Inj levofloxacin 750 mg/24 jam (H1)
Paru  Inj omeprazole 1 vial /24 jam
I: Simetris statis/dinamis (+/+)  Inj viccilin 1,5 5 gr/8 jam
P: Sf ka = Sf ki  Nebule combivent 1 resp/6 jam
P: sonor/sonor  Nebule flexotide/12 jam
A: Ves (+/+), Rh (-/-),  Retaphyl SR 2x300 mg
Wh (+/+)  Vectrin 3x1
 Curcuma 3x1
Ass/  Refanyl SR 2x300 mg
PPOK Eksaserbasi Akut  Coditam 3x1

Planning:
- Darah rutin 3 hari pasca
Antibiotik
- Kultur sputum : Pseudomonas
Aeruginosa
- Spirometri bila KU Stabil

Kamis S/ Sesak napas, batuk berdahak, nyeri dada Th/


20/12/2017 saat batuk.  O2 2 - 4 LPM nasal kanul
H10 O/ VS: TD : 110/70 mmHg  IVFD Asering aminofilin 20 gtt/i
HR : 106 x/menit  Inj metilprednisolon 30 mg/12 jam
RR : 24 x/menit (H4)
T : 37,8 C  Inj levofloxacin 750 mg/24 jam (H2)
Paru  Inj omeprazole 1 vial /24 jam
I: Simetris statis/dinamis (+/+)  Inj viccilin 1,5 5 gr/8 jam
P: Sf ka = Sf ki  Nebule combivent 1 resp/6 jam
P: sonor/sonor  Nebule Flexotide/12 jam
A: Ves (+/+), Rh (-/-),  Retaphyl SR 2x300 mg
Wh (+/+)  Vectrin 3x1
 Curcuma 3x1
Ass/  Refanyl SR 2x300 mg
PPOK Eksaserbasi Akut  Coditam 3x1

Planning:
- Darah rutin 3 hari pasca
Antibiotik
- Kultur sputum : Pseudomonas
Aeruginosa
- Spirometri bila KU Stabil

Jumat S/ Sesak napas berkurang, batuk berdahak, Th/


21/12/2017 nyeri dada saat batuk berkurang.  O2 2 - 4 LPM nasal kanul
H10 O/ VS: TD : 110/70 mmHg  IVFD Asering aminofilin 20 gtt/i
HR : 116 x/menit  Inj metilprednisolon 30 mg/12 jam
RR : 20 x/menit (H5)
T : 37,8 C  Inj levofloxacin 750 mg/24 jam (H3)
Paru  Inj omeprazole 1 vial /24 jam
I: Simetris statis/dinamis (+/+)  Inj viccilin 1,5 5 gr/8 jam
P: Sf ka = Sf ki  Nebule combivent 1 resp/6 jam
P: sonor/sonor  Nebule flexotide/12 jam
A: Ves (+/+), Rh (-/-),  Retaphyl SR 2x300 mg
Wh (+/+)  Vectrin 3x1
 Curcuma 3x1
Ass/  Refanyl SR 2x300 mg
PPOK Eksaserbasi Akut  Coditam 3x1

Planning:
- PBJ hari ini

11
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi

Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah suatu penyakit paru yang
dapat dicegah dan diobati, ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak
sepenuhnya reversibel, bersifat progresif, dan berhubungan dengan respon
inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang beracun/berbahaya.(1)

3.2 Epidemiologi

PPOK merupakan salah satu penyakit yang memiliki beban kesehatan


tertinggi.World Health Organization (WHO) dalam Global Status of Non-
communicable Diseases tahun 2010 mengkategorikan PPOK ke dalam empat
besar penyakit tidak menular yang memiliki angka kematian yang tinggi setelah
penyakit kardiovaskular, keganasan dan diabetes.(2)Di Indonesia PPOK
menduduki peringkat ke-6 dari 10 penyebab tersering kematian, diperkirakan
terdapat 4,8 juta pasien dengan prevalensi 5,6% dan sekitar 4,3% terjadi di Aceh
dengan perbandingan antara laki-laki dan perempuan 4 : 1.(3) Menurut data dari
Departemen Kesehatan Republik Indonesia tahun 2004 di 5 rumah sakit provinsi
menunjukkan PPOK menempati urutan pertama menyumbang angka kesakitan
diikuti asma bronkial (33%), kanker paru (30%) dan lainnya (2%).(4)

3.3 Faktor Risiko

Beberapa hal yang berkaitan dengan risiko timbulnya PPOK antara lain:(1)
1) Asap rokok
Asap rokok mempunyai prevalensi yang tinggi sebagai penyebab
gejala respirasi dan gangguan fungsi paru. Risiko PPOK pada perokok
tergantung dari dosis rokok yang dihisap, usia mulai merokok, jumlah
batang rokok perhari dan lamanya merokok. Namun tidak semua perokok
berkembang menjadi PPOK secara klinis, karena dipengaruhi oleh faktor
resiko genetik setiap individu.Perokok pasif atau Environmental Tobacco
Smoke (ETS) juga memberikan kontribusi terhadap terjadinya gejala

12
respirasi dan PPOK dikarenakan adanya peningkatan jumlah inhalasi
partikel dan gas.
Dalam pencatatan riwayat merokok perlu diperhatikan:
a. Riwayat merokok: perokok aktif, perokok pasif dan bekas perokok.
b. Derajat berat merokok yang dinilai dengan Indeks Brinkman (IB),
yaitu perkalian jumlah rata-rata batang rokok dihisap sehari dikalikan
lama merokok dalam tahun dan dikategorikan sebagai:
- Ringan : 0-199
- Sedang : 200-599
- Berat : >600
2) Polusi udara
Berbagai macam partikel dan gas yang terdapat di udara dapat
menjadi penyebab terjadinya polusi udara. Ukuran dan macam partikel akan
memberikan efek yang berbeda terhadap timbulnya dan beratnya PPOK.
Polusi udara terbagi menjadi polusi di dalam ruangan (asap rokok dan asap
kompor), polusi di luar ruangan (gas buang kendaraan bermotor dan debu
jalanan), serta polusi di tempat kerja (bahan kimia, zat iritasi, gas beracun).
3) Stres oksidatif
Paru selalu terpajan oleh oksidan endogen dan eksogen. Oksidan
endogen timbul dari sel fagosit dan tipe sel lainnya sedangkan oksidan
eksogen dari polutan dan asap rokok. Pada saat terjadi perubahan
keseimbangan antara oksidan dan antioksidan misalnya ekses oksidan dan
atau deplesi antioksidan akan menimbulkan stres oksidatif. Stres oksidatif
tidak hanya menimbulkan efek kerusakan pada paru tetapi juga
menimbulkan aktivitas molekuler sebagai awal inflamasi paru.
4) Infeksi saluran napas bawah berulang
Infeksi virus dan bakteri berperan dalam patogenesis dan progresifitas
PPOK.Kolonisasai bakteri mengakibatkan inflamasi jalan napas, sehingga
menimbulkan eksaserbasi. Infeksi saluran napas berat pada anak akan
menyebabkan penurunan fungsi paru dan meningkatkan gejala respirasi
pada saat dewasa.

13
5) Sosial ekonomi
Pajanan polusi di dalam dan luar ruangan, pemukiman yang padat,
nutrisi yang jelek, dan faktor lain yang berhubungan dengan status sosial
ekonomi berpengaruh terhadap perkembangan PPOK. Malnutrisi dan
penurunan berat badan dapat menurunkan kekuatan dan ketahanan otot
respirasi, karena penurunan masa otot dan kekuatan serabut otot.
6) Tumbuh kembang paru
Pertumbuhan paru berhubungan dengan proses selama kehamilan, dan
pajanan waktu kecil. Kecepatan maksimal penurunan fungsi paru seseorang
adalah risiko untuk terjadinya PPOK.Studi menyatakan bahwa berat lahir
mempengaruhi nilai VEP1 pada masa anak.
7) Gen
Faktor risiko genetik yang paling sering terjadi adalah kekurangan -
1antitrypsin sebagai inhibitor dari protease serin. Ditemukan pada usia
muda dengan kelainan enfisema panlobular dengan penurunan fungsi paru
yang terjadi baik pada perokok atau bukan perokok dengan kekurangan -
1antitrypsin yang berat.

3.4 Klasifikasi

Menurut Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease tahun 2017
, klasifikasi dari PPOK
Tabel 3. Klasifikasi PPOK
Pada pasien dengan VEP1/ KVP < 0.70
GOLD 1: Ringan VEP1 ≥ 80 % prediksi
GOLD 2: Sedang 50 % ≤ VEP1 < 80 % prediksi
GOLD 3: Berat 30 % ≤ VEP1 < 50 % prediksi
GOLD 4: Sangat Berat VEP1 < 30 % prediksi

3.5 Patogenesis

Inflamasi saluran napas pasien PPOK merupakan amplifikasi dari respon


inflamasi normal akibat iritasi kronis dari inhalasi asap rokok dan partikel
berbahaya lainnya, dan semakin diperberat oleh stres oksidatif dan kelebihan
proteinase. Sel inflamasi PPOK ditandai dengan pola peradangan yang melibatkan

14
neutrofil, makrofag, dan limfosit. Sel-sel ini melepaskan mediator inflamasi dan
berinteraksi dengan sel-sel struktural dalam saluran udara dan parenkim paru-
paru.(1)
Stres oksidatif memperkuat mekanisme terjadinya PPOK.Stres oksidatif
lebih lanjut meningkat pada eksaserbasi.Asap rokok dan partikulat yang dihirup
lainnya yang dilepaskan dari sel-sel inflamasi akan menghasilkan oksidan aktif.
Dapat juga disertai penurunan antioksidan endogen pada pasien PPOK.Stres
oksidatif ini berpotensi buruk pada paru, termasuk aktivasi gen inflamasi,
inaktivasi antiprotease, stimulasi sekresi mukus, dan stimulasi eksudasi plasma
meningkat. Biomarker stres oksidatif, misalnya peroksida hidrogen akan
meningkat dalam sputum, konsendat hembusan napas, dan sirkulasi sistemik pada
pasien PPOK.(1)
Terjadi ketidakseimbangan protease dan antiprotease pada pasien PPOK,
yaitu protease yang memecah komponen jaringan ikat dan antiprotease yang
melindunginya.Beberapa protease berasal dari sel inflamasi dan sel epitel yang
meningkat pada pasien PPOK.Protease-mediated perusak elastin yang merupakan
komponen jaringan ikat utama parenkim paru memberikan gambaran penting pada
emfisema dan bersifat ireversibel.(1)

Gambar 1. Patogenesis PPOK.(1)

3.6 Patofisiologi

Mekanisme patofisiologi yang mendasari PPOK sampai terjadinya gejala


yang khas telah banyak diketahui, misalnya penurunan VEP1 disebabkan
peradangan dan penyempitan saluran napas perifer, sedangankan penurunan

15
transfer gas dikarenakan adanya kerusakan parenkim paru pada emfisema.(1)
1) Keterbatasan aliran udara dan air trapping
Tingkat peradangan, fibrosis, dan cairan eksudat di lumen saluran
napas kecil berhubungan dengan penurunan VEP1 dan rasio
VEP1/KVP.Penurunan VEP1 merupakan gejala khas pada PPOK, obstruksi
jalan napas perifer menyebabkan udara terperangkap dan mengakibatkan
hiperinflasi.Hiperinflasi mengurangi kapasitas inspirasi seperti peningkatan
kapasitas residual fungsional, khususnya selama latihan, yang terlihat
sebagai sesak napas dan keterbatasan kapasitas latihan. Hiperinflasi yang
berkembang pada awal penyakit merupakan mekanisme utama timbulnya
sesak napas pada aktivitas.(1)
2) Mekanisme pertukaran gas
Ketidakseimbangan pertukaran gas menyebabkan kelainan
hipoksemia dan hiperkapnia terjadi karena beberapa mekanisme.Secara
umum, pertukaran gas memburuk selama penyakit berlangsung. Tingkat
keparahan emfisema berkolerasi dengan PO2 arteri dan tanda lain dari
ketidakseimbangan ventilasi-perfusi.(1)
3) Hipersekresi lendir
Beberapa mediator dan protease merangsang hipersekresi mukus
melalui aktivasi reseptor faktor EGFR.(1)
4) Gambaran dampak sistemik
Kakesia umumnya terlihat pada pasien PPOK berat dikarenakan
hilangnya massa otot rangka dan kelemahan otot sebagai akibat dari
peningkatan proses apoptosis atau karena tidak digunakannya otot-otot
tersebut. Peningkatan konsentrasi mediator inflamasi, termasuk TNF- IL-
6, dan radikal bebas dapat mempengaruhi efek sistemik misalnya proses
osteoporosis, depresi dan anemia kronik. Peningkatan risiko penyakit
kardiovaskuler berkolerasi dengan peningkatan protein C-reaktif (CRP).(1)

16
Gambar 2. Patofisiologi PPOK.(1)

3.7 Eksaserbasi

Eksaserbasi merupakan amplifikasi lebih lanjut dari respon inflamasi dalam


saluran napas pasien PPOK yang dipicu oleh infeksi bakteri atau virus atau polusi
lingkungan.Pada eksaserbasi ringan dan sedang terdapat peningkatan neutrofil,
dan beberapa studi juga menemukan eosinofil dalam sputum dan dinding saluran
napas. Hal ini berkaitan dengan peningkatan konsentrasi mediator tertentu,
termasuk TNF-α, LTB4 dan IL-8, serta peningkatan biomarker stress oksidatif.(1)
Pada eksaserbasi berat, salah satu penelitian menunjukkan peningkatan
neutrofil pada dinding saluran napas dan peningkatan ekspresi kemokin. Selama
eksaserbasi terjadi peningkatan hiperinflasi dan terperangkapnya udara, dengan
pengurangan aliran ekspirasi, sehingga terjadi peningkatan sesak napas.(1)
Gejala eksaserbasi yaitu sesak bertambah, produksi sputum meningkat dan
berubah warna menjadi purulen. Eksaserbasi akut dibagi menjadi tiga:(1)
- Tipe I (eksaserbasi berat) : memiliki 3 gejala di atas
- Tipe II (eksaserbasi sedang) : memiliki 2 gejala di atas
- Tipe III (eksaserbasi ringan): memiliki 1 gejala ditambah infeksi saluran napas
atau >5 hari, demam tanpa sebab lain, peningkatan batuk, peningkatan mengi
atau peningkatan frekuensi pernapasan >20% baseline, atau frekuensi nadi
>20% baseline.

3.8 Manifestasi Klinis

Gejala dan tanda PPOK sangat bervariasi, mulai dari tanda dan gejala ringan
hingga berat.Pada pemeriksaan fisik tidak ditemukan kelainan sampai ditemukan

17
kelainan yang jelas dan tanda inflasi paru. Diagnosis PPOK dipertimbangkan bila
terdapat tanda dan gejala sebagai berikut:

Tabel 4. Indikator kunci untuk mendiagnosis PPOK


Gejala Keterangan
Sesak Progresif (sesak bertambah berat seiring berjalannya
waktu)
Bertambah berat dengan aktivitas
Persistent (menetap sepanjang hari)
Dijelaskan oleh bahasa pasien sebagai “Perlu usaha
untuk bernapas,”
Berat, sukar bernapas, terengah-engah
Batuk kronik Hilang timbul dan mungkin tidak berdahak
Batuk kronik berdahak Setiap batuk kronik berdahak dapat mengindikasikan
PPOK
Riwayat terpajan faktor risiko, terutama Asap rokok
Debu dan bahan kimia di tempat kerja
Asap dapur

3.9 Diagnosis

Untuk menegakkan diagnosis PPOK secara rinci diuraikan sebagai


berikut:(1)
a) Anamnesis
 Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala
pernapasan
 Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja
 Riwayat penyakit emfisema pada keluarga
 Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak, misal berat badan lahir
rendah (BBLR), infeksi saluran napas berulang, lingkungan asap rokok
dan polusi udara.
 Batuk berulang dengan atau tanpa dahak
 Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi
b) Pemeriksaan fisik
PPOK dini umumnya tidak ada kelainan
 Inspeksi
- Pursed - lips breathing (mulut setengah terkatup mencucu)
- Barrel chest (diameter antero - posterior dan transversal sebanding)
- Penggunaan otot bantu napas

18
- Hipertrofi otot bantu napas
- Pelebaran sela iga
- Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis leher
dan edema tungkai.
- Penampilan pink puffer atau blue bloater
 Palpasi
Pada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar.
 Perkusi
Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak diafragma
rendah, hepar terdorong ke bawah.
 Auskultasi
- Suara napas vesikuler normal, atau melemah
- Terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau pada
ekspirasi paksa
- Ekspirasi memanjang
- Bunyi jantung terdengar jauh
Pink puffer
Gambaran yang khas pada emfisema, penderita kurus, kulit
kemerahan dan pernapasan pursed lips breathing.
Blue bloater
Gambaran khas pada bronkitis kronik, penderita gemuk sianosis,
terdapat edema tungkai dan ronki basah di basal paru, sianosis sentral dan
perifer.
Pursed - lips breathing
Merupakan sikap seseorang yang bernapas dengan mulut mencucu
dan ekspirasi yang memanjang.Sikap ini terjadi sebagai mekanisme tubuh
untuk mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi sebagai mekanisme tubuh
untuk mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi pada gagal napas kronik.
c) Pemeriksaan Rutin
1) Faal paru
 Spirometri (VEP1, VEP1prediksi, KVP, VEP1/KVP).

19
- Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi (%) dan atau VEP1/KVP
(%).
- Obstruksi : % VEP1(VEP1/VEP1 pred.) < 80% VEP1% (VEP1/KVP) <
75 %
- VEP1 merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk menilai
beratnya PPOK dan memantau perjalanan penyakit.
- Pengukuran spirometri dievaluasi dnegan membandingkan hasil
pengukuran terhadap nilai prediksi yang tepat berdasarkan usia, tinggi
badan, jenis kelamin, dan ras.
- Nilai VEP1 pasca bronkodilator <80% prediksi serta nilai VEP1/KVP
<0,70 memastikan ada hambatan aliran udara yang tidak sepenuhnya
reversibel.
 Uji bronkodilator
- Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak ada gunakan
APE meter.
- Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan, 15 - 20
menit kemudian dievaluasi perubahan nilai VEP1 atau APE, dimana
perubahan nilai< 20% dan < 200 ml dari nilai awal.
- Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil.
2) Laboratorium Darah
Hemoglobin, Hematokrit, Trombosit, Leukosit, Analisa gas darah
3) Radiologi
Foto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan penyakit paru
lain.
- Pada emfisema terlihat gambaran hiperinflasi, hiperlusen, ruang
retrosternal melebar, diafragma mendatar, jantung menggantung
(jantung pendulum/tear drop/eye drop appearance)
- Pada bronkitis kronik umumnya memiliki gambaran normal atau
pertambahan corakan bronkovaskuler.

20
3.10 Diagnosis Banding

Berikut diagnosis banding dan perbedaan masing-masing penyakit dengan


PPOK menurut Gold, 2017.(1)

Tabel 5. Diagnosis banding PPOK


Diagnosis Gejala
PPOK - Onset pada usia pertengahan
- Gejala progesif lambat
- Lamanya riwayat merokok
- Sesak saat aktivitas
- Sebagian besar hambatan aliran udara ireversibel
- Kurang respons terhadap bronkodilator dan steroid
Asma - Onset awal sering pada anak
- Gejala bervariasi dari hari ke hari
- Gejala pada malam/menjelang pagi
- Disertai atopi, rinitis atau eksim
- Riwayat keluarga dengan asma
- Sebagian besar keterbatasan aliran udara
- Reversibel
- Respons baik terhadap bronkodilator dan steroid
Gagal jantung kongestif - Auskultasi terdengar rhonki halus di bagian basal
- Foto thoraks tampak jantung membesar, edema paru
- Uji faal paru menunjukkan restriksi
Bronkiektasis - Sputum produktif dan purulen
- Umumnya terkait dengan infeksi bakteri
- Auskultasi terdengar rhonki kasar
- Foto thoraks/CT-Scan menunjukkan pelebaran dan
penebalan bronkus
Tuberkulosis - Onset segala usia
- Foto thoraks menunjukkan infiltrat
- Konfirmasi mikrobiologi (sputum BTA)
- Prevalens tuberkulosis tinggi didaerah endemik
Bronkiolitis obliterans - Onset pada usia muda, bukan perokok
- Mungkin memiliki riwayat rheumatois arthritis atau
pajanan asap
- CT-scan toraks pada ekspirasi menunjukkan daerah
hipodens
Panbronkiolitis difus - Lebih banyak pada laki-laki bukan perokok
- Hampir semua menderita sinusistis kronik
- Foto thoraks dan HRCT torkas menunjukkan nodul opak
menyebar kecil di centrilobular dan gambaran hiperinflasi.

Gejala yang dipaparkan sebelumnya sesuai dengan karakteristik penyakit


masing-masing, namun juga dapat bervariasi pada tiap kasus. Adapun penyakit
lainnya yang dapat dijadikan diagnosis banding PPOK adalah:(1)
 SOPT (Sindroma Obstruksi Pasca Tuberkulosis)
Merupakan penyakit obstruksi saluran napas yang ditemukan pada pasien
pasca tuberkulosis dengan lesi paru yang minimal.

21
 Pneumothoraks
Dada cembung di tempat kelainan, perkusi hipersonor, auskultasi saluran napas
melemah.
 Penyakit paru dengan obstruksi saluran napas lain, misalnya bronkiektasis dan
destroyed lung.

3.11 Penatalaksanaan

1. Penatalaksanaan PPOK
Tujuan penatalaksaan antara lain mengurangi gejala, mencegah
progesivitas penyakit, mempertahankan fungsi paru, meningkatkan kualitas
hidup dan mencegah eksaserbasi. Penatalaksaan PPOK meliputi edukasi,
obat-obatan, rehabilitasi, terapi oksigen, ventilasi mekanis dan nutrisi.(1)
 Edukasi
Inti dari edukasi adalah menyesuaikan keterbatasan aktivitas dan
mencegah kecepatan perburukan fungsi paru. Secara umum bahan
edukasi yang harus diberikan adalah:(1)
- Pengetahuan dasar tentang PPOK
- Mengindari pencetus, dengan cara berhenti merokok, disampaikan
pertama kali kepada pasien pada waktu diagnosis PPOK ditegakkan
- Penggunaan obat – obatan
Dibertahukan mengenai macam obat dan jenisnya, cara penggunaan
obat yang benar (oral, MDI, atau nebuliser), waktu penggunaan yang
tepat (rutin dengan interval waktu tertentu atau kalau perlu saja), dosis
obat yang tepat serta efek sampingnya.
- Penggunaan oksigen
Diedukasikan mengenai kapan oksigen harus digunakan, berapa
dosisnya, serta efek samping kelebihan dosis oksigen.
- Penilaian dini eksaserbasi akut dan pengelolaannya
Adapun tanda eksaserbasi meliputi batuk atau sesak bertambah,
produksi sputum meningkat dan berubah warna, sehinga dapat
dideteksi dan dihindari pencetus eksaserbasi
- Menyesuaikan kebiasaan hidup dengan keterbatasan aktivitas

22
Pemberian edukasi pada pasien PPOK didasarkan pada derajat penyakit.
 Obat-obatan
Obat-obatan yang dapat digunakan antara lain:(1)
a. Bronkodilator
Diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis
bronkodilator dan disesuaikan dengan derajat penyakitnya.Pemilihan
bentuk obat diutamakan inhalasi, nebuliser tidak direkomendasikan
dalam penggunaan jangka panjang.Pada derjat berat diutamakan
pemberian obat lepas lambat atau obat berfek panjang.Jenis-jenis
bronkodilator:
- Golongan antikolinergik
Obat yang termasuk pada golongan ini adalah ipratropium,
oxitropium dan tiopropium bromide.Efekutamanya adalah
memblokade efek asetilkolin padareseptor muskarinik.Efek
bronkodilator dari antikolinergik kerja singkat inhalasi lebih lama
dibandingkan agonis β-2 kerja singkat.Biasanya digunakan pada
derajat ringan hingga berat, berfungsi sebagai bronkodilator serta
mengurangi sekresi mukus (maksimal 4 kali perhari).
- Golongan agonis β-2
Prinsip kerja agonis β-2 adalah relaksasiotot polos jalan napas
dengan menstimulasi reseptorβ-2 adrenergik dengan meningkatkan
C-AMP danmenghasilkan antagonisme fungsional
terhadapbronkokontriksi.Efek bronkodilator dari agonis β-2 kerja
singkatbiasanya dalam waktu 4-6 jam.Sedangkan agonis β-2 kerja
lamamemiliki waktukerja 12 jam atau lebih.Sebagai obat
pemeliharaan sebaiknya digunakan bentuk tablet yang berefek
panjang. Bentuk nebuliser dapat digunakan untuk mengatasi
eksaserbasi akut, tidak dianjurkan untuk penggunaan jangka panjang.
- Kombinasi antikolinergik dan agonis β-2
Kombinasi ini memperkuat efek bronkodilatasi, karena keduanya
bekerja di tempat yang berbeda.Pengguaannya juga mudah
digunakan.

23
- Golongan xantin
Contoh obatnya adalah teofilin.Obat ini berperan dalam perubahan
otot-otot inspirasi.Dalam bentuk lepas lambat sebagai pengobatan
pemeliharaan jangka panjang, terutama pada derajat sedang dan
berat.Bentuk tablet biasa atau puyer untuk mengatasi sesak (pelega
napas), bentuk suntikan bolus atau drip untuk mengatasi eksaserbasi
akut.
b. Anti inflamasi
Digunakan pada eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau injeksi,
bermanfaat menekan inflamasi, dengan pemilihan golongan
metilprednisolon atau prednisone. Bentuk inhalasi sebagai terapi
jangka panjang diberikan sebagai terapi jangka panjang bila terbukti
uji kortikosteroid positif, yaitu terdapat perbaikan VEP1 pasca
bronkodilator meningkat >20% dan minimal 250 ml.(1)
c. Antibiotik
Antibiotik bermanfaat untuk pasien PPOK eksaserbasi dengan tanda
klinis infeksi saluran napas, misalnya meningkatnya dahak
purulen.Pemilihan antibiotik disesuaikan dengan pola kuman setempat
dan komposisi antibiotik yang mutakhir. Pemberian antibiotik di
rumah sakit sebaiknya per drip atau intravena, Sedangkan untuk rawat
jalan diberikan kombinasi dengan macrolide bila eksaserbasi sedang
ataupun tunggal bila ringan.(1)
d. Antioksidan
Dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualitas hidup,
digunakan N-asetilsistein. Dapat diberikan pada PPOK yang sering,
namun tidak dianjurkan pemberian yang rutin.(1)
e. Mukolitik
Hanya diberikan pada eksaserbasi akut untuk mempercepat perbaikan
eksaserbasi, terutama pada bronkitis kronik dengan sputum kental.(1)
 Rehabilitasi PPOK
Dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan toleransi terhadap latihan
dan memperbaiki kualitas hidup pasien PPOK.Program rehabilitasi

24
terdiri dari 3 komponen, yaitu latihan fisik, psikososial dan latihan
pernapasan.(1)
 Terapi Oksigen
Pada PPOK terjadi hipoksemia progesif dan kronik yang menyebabkan
kerusakan sel danjaringan. Pemberian terapi oksigen merupakan hal yang
sangat penting untuk mempertahankan oksigenasi seluler dan mencegah
kerusakan sel baik di otot maupun organ-organ lain. Diindkasikan pada
PaO2 <60 mmHg atau Sat O2<90%. Terapi oksigen jangka panjang
diberikan pada PPOK stabil derajat berat terutama saat tidur atau
berkativitas, dengan lama pemberian 15 jam setiap hari menggunakan
nasal kanul 1-2 L/m. Sedangkan pada derajat sedang hanya diberikan jika
timnbul sesak diakibatkan pertambahan aktivitas.(1)
 Ventilasi Mekanis
Ventilasi mekanis pada PPOK digunakan pada eksaserbasi dengan gagal
napas akut, gagal napas akut pada gagal napas kronik, atau pada PPOK
derajat berat dnegan gagal napas kronik. Dianjurkan pemakaian
Noninvasive Positive Pressure Ventilation (NIPPV), bila tidak berhasil
ventilasi mekanis digunakan dengan intubasi.(1)
 Nutrisi
Gizi penting sebagai penentu gejalacacat dan prognosis PPOK.Malnutrisi
sering terjadi pada PPOK kemungkinan karena bertambahnya kebutuhan
energi akibat kerja muskulus respirasi yang meningkat karena
hipoksemiakronik dan hiperkapni menyebabkan terjadi
hipermetabolisme. Kondisi malnutrisi akan menambah mortaliti PPOK
karena berkorelasi dengan derajat penurunan fungsi paru dan perubahan
analisis gas darah. Malnutrisi dapat dievaluasi dengan penurunan berat
badan, kadar albumin rendah, antropometri, dan pengukuran kekuatan
otot (MVV, tekanan diafragma, kekuatan otot pipi).(1)
3.12 Prognosis

Quo ad vitam : Dubia ad bonam


Quo ad functionam : Dubia ad malam
Quo ad sanactionam : Dubia ad malam

25
BAB IV
ANALISA KASUS

Telah diperiksa pasien laki-laki dengan inisial Tn. Z usia 63 tahun Pasien
datang ke IGD dengan keluhan sesak napas.Sesak dirasakan 2 hari yang lalu dan
memberat sejak 3 jam sebelum masuk rumah sakit. Sesak memberat saat
beraktivitas namun tidak dipengaruhi oleh cuaca.. Pasien juga mengeluhkan batuk
tanpa berdahak sejak 4 hari yang lalu.. Tidak ada keluhan demam, batuk darah,
nyeri dada, terbangun di malam hari karena sesak, penurunan berat badan,
keringat malam, dan riwayat perdarahan. BAK dan BAB pasien tidak dijumpai
adanya keluhan.
Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik pasien dicurigai menderita
PPOK dengan diagnosis banding pneumonia atipikal Diagnosis PPOK dibuat
berdasarkan menifestasi klinis berupa sesak napas, batuk berdahak dan riwayat
terpajan faktor risiko salah satunya adalah merokok yang terdapat pada
pasien.(1)Hal ini sesuai definisi PPOK yaitu penyakit paru kronik dengan
karakteristik adanya hambatan aliran udara di saluran nafas yang bersifat
progresif, tidak sepenuhnya reversible dan berhubungan dengan respon inflamasi
paru terhadap partikel atau gas yang beracun/berbahaya.(1)Pada pemeriksaan fisik
ditemukan adanya suara napas wheezing pada lapangan atas paru dextra dan
lapangan paru atas dan tengah sinistra, Dugaan menderita pneumonia dibuat
berdasarkan keluhan pasien demam dan batuk berdahak dari hasil pemeriksaan
darah rutin ditemukan adanya peningkatan kadar leukosit.
Pasien adalah seorang laki-laki, 63 tahun, memiliki riwayat merokok selama
50 tahun. Berdasarkan data RISKESDAS, penderita PPOK di Indonesia
didominasi oleh laki-laki dikarenakan perokok pria lebih banyak 2 kali
dibandingkan dengan perokok wanita.(3) Penderita PPOK umumnya berada pada
usia >40 tahun, hal ini dikarenakan pada usia >40 tahun paru-paru sudah
mengalami penurunan fungsi berupa penurunan kapasitas vital paksa dan daya
recoil paru.(3) Penelitian yang dilakukan oleh Kundu et al mendapatkan rentang
usia terbanyak adalah pada usia 56-65 tahun, hal ini sesuai dengan yang
didapatkan pada kasus ini.(7)Pasien dengan riwayat merokok selama 50 tahun
juga menjadi faktor resiko utama yang berperan dalam proses terjadinya PPOK.

26
Risiko PPOK pada perokok tergantung dari dosis rokok yang dihisap, usia mulai
merokok, jumlah batang rokok perhari dan lamanya merokok (Indeks
Brinkman).(1)
Sesak dirasakan memberat beberapa hari SMRS. Pada pasien ini sudah
termasuk kategori PPOK eksaserbasi karena ditemukannya gejala berupa sesak
bertambah, produksi sputum meningkat, dan perubahan warna sputum. Pada kasus
ditemukan 2 gejala tersebut, sehingga tergolong eksaserbasi akut.(1)
Pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan pada pasien ini meliputi foto thorax
PA dan laboratorium. Hasil foto thorax didapatkan gambaran hiperlusen, Sela iga
normal tampak bullae di parakardial kanan. Tampak Fibrotik dan kalsifikasi di
kedua paru. Jantung tidak membesar sudut costopherinicus kiri dan kanan tajam
diafragma tenting gambaran foto thorax yang didapatkan menguatkan diagnosis
PPOK.(1)
Prinsip penatalaksanaan PPOK eksaserbasi adalah mengatasi segera
eksaserbasi dan mencegah terjadinya gagal napas. Terapi berupa pemberian
oksigen adekuat, obat-obatan bronkodilator, kortikosteroid, dan antibiotik.(1)
Penatalaksanaan pada kasus ini sesuai dengan prinsip penatalaksanaan PPOK
eksaserbasi,selama dirawat pasien mendapat terapi O2 4-5 liter/menit,nebule
combivent 1 resp/4 jam, nebule pulmicort 1 resp/12 jam.
Pada PPOK eksaserbasi, terapi oksigen merupakan hal pertama dan utama y
ang bertujuan untuk memperbaiki hipoksemia dan mencegah keadaan yang dapat
mengancam jiwa. Diberikan untuk mempertahankan PaO2> 60 mmHg atau Sat O2
> 90%.(1)Obat-obatan yang dibutuhkan pada eksaserbasi berupa bronkodilator, kor
tikosteroid dan antibiotik.Pada pasien ini diberikan jenis bronkodilator kombinasi
yaitunebule Combivent yang mengandung Salbutamol (golongan Agonis β2 kerja s
ingkat) dan Ipatropium bromide (golongan Antikolinergik).Sedangkan kortikoster
oid inhalasi yang diberikan pada pasien ini merupakan pulmicort yang mengandun
g budesonide. Obat ini dapat mengurangi frekuensi eksaserbasi.Pemberian antibio
tik pada pasien ini sesuai indikasi berdasarkan algoritme pemberian antibiotik pad
a pasien PPOK.(1) Gejala yang timbul menunjukkan bahwa pasien mengalami eksa
serbasi. Pemilihan levofloxacin sebagai antibiotik saat ini dikarenakan pasien term
asuk kedalam PPOK Populasi B.

27
28
BAB V
KESIMPULAN

Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan


penunjang, maka diagnosis Tn. Z usia 63 tahun ini mengarah kepada PPOK
eksaserbasi.
PPOK adalah penyakit paru yang dapat dicegah dan diobati, ditandai oleh
hambatan aliran udara yang tidak sepenuhnya reversibel, bersifat progresif, dan
berhubungan dengan respon inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang
beracun/berbahaya. Apabila kondisi ini mengalami perburukan yang bersifat akut
dari keadaan yang sebelumnya stabil, maka disebut dengan PPOK
eksaserbasi.Gejala eksaserbasi yakni sesak bertambah bertambah, produksi
sputum meningkat.
Prinsip penatalaksanaan PPOK eksaserbasi adalah mengatasi segera
eksaserbasi dan mencegah terjadinya gagal napas. Terapi berupa pemberian
oksigen adekuat, obat-obatan bronkodilator, kortikosteroid, dan antibiotik.

29
DAFTAR PUSTAKA

1. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman Diagnosis dan


Penatalaksanaan PPOK di Indonesia. Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru
Indonesia; 2011. 5-57 p.
2. World Health Organization. Global Status Report on Noncommunicable
Diseases 2010: Description of the Global Burden of NCDs, Their Risk
Factors and Determinants. 2011.
3. RI Kementrian Kesehatan. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS). Badan
Penelitian dan Pengembangan; 2013.
4. Rahmatika A. Karakteristik Penderita PPOK yang dirawat inap di RSUD
Aceh Tamiang: Universitas Sumatra Utara. 2010.
5. Putra DP, Bustamam N, Chairani A. Hubungan Berhenti Merokok dengan
Tingkat Keparahan Penyakit Paru Obstruktif Kronik Berdasarkan GOLD
2013. J Respir Indo. 2013;36.
6. R Darmanto Djojodibroto SP, FCCP. Respirologi. Jakarta: EGC; 2007.
7. Abhijit Khundu AM, Supriyo Sarkar. Correlation of six minute walk test
with spirometric indices in chronic obstructive pulmonary disease patients:
A tertiary care hospital experience. J Assoc Chest Physicians. 2009;

30

Anda mungkin juga menyukai