PENDAHULUAN
1
Hasil survei penyakit tidak menular oleh Direktorat Jenderal PPM dan PL
di 5 rumah sakit propinsi di Indonesia (Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur,
Lampung, dan Sumatera Selatan) pada tahun 2004, menunjukkan PPOK
menempati urutan pertama penyumbang angka kesakitan (35%), diikuti asma
bronkial bronkial (33%), kanker paru (30%) dan lainnya (2%) (Depkes RI, 2004).
(PDPI, 2011)
Berdasarkan hasil SUSENAS (Survei Sosial Ekonomi Nasional) tahun
2001, sebanyak 54.5% penduduk laki-laki dan 1.2% perempuan merupakan
perokok, 92.0% dari perokok menyatakan kebiasannya merokok di dalam rumah
ketika bersama anggota keluarga lainnya, dengan demikian sebagian besar
anggota keluarga merupakan perokok pasif (BPS,2001). Jumlah perokok yang
beresiko menderita PPOK atau kanker paru berkisar 20-25%. (PDPI, 2011)
Subdit Penyakit Kronik dan Degeneratif Lainnya merupakan salah satu
Subdit di lingkungan Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular yang
dibentuk oleh Departemen Kesehatan berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan
R.I. Nomor 1575/Menkes/Per/XI/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Departemen Kesehatan. Dengan adanya unit baru ini diharapkan program
pengendalian penyakit kronik dan degeneratif lainnya khususnya PPOK dapat
dilaksanakan dengan optimal di Indonesia. (Kepmenkes 2008)
Dengan meningkatnya jumlah perokok dan polusi udara sebagai faktor
risiko terhadap penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) maka diduga jumlah
penyakit tersebut juga akan meningkat. Usia Harapan Hidup (UHH) di Indonesia
dari tahun 1990 meningkat dari 60 tahun menjadi 68 tahun pada tahun 2006.
Apabila PPOK tidak dapat ditanggulangi dengan baik maka UHH di Indonesia
akan menjadi menurun karena perjalanan PPOK bersifat kronik. (PDPI, 2011)
2
BAB 2
LAPORAN KASUS
DATA DASAR
I. IDENTITAS PASIEN
No. RM : 116026xx
Nama : Tn. AR
Umur : 50 tahun
Tempat tanggal lahir : Malang, 01 Januari 1966
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Suku : Jawa
Pekerjaan : Petani
Alamat : Jalan Kalisari, RT05, RW02, Desa Wonokoyo
Kecamatan Kedungkandang, Kota Malang
Tanggal ke poli : 22 November 2016
II. SUBJEKTIF
AUTOANAMNESA
Keluhan Utama : Sesak nafas
Keluhan Tambahan : Batuk, pilek, sakit kepala
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke Poli Penyakit Dalam RSUD Kota Malang pada
Selasa tanggal 22 November 2016 pukul 09.30 dengan keluhan utama
sesak nafas. Sesak dirasakan 2 hari ini. Sesak sering hilang timbul ±2
tahun ini dan memberat sejak ±1 bulan sebelum datang ke poli. Sesak
terutama muncul setelah melakukan aktifitas dan mereda ketika istirahat
duduk atau berbaring.
Sesak nafas disertai dengan batuk, pilek dan sakit kepala. Batuk
dan pilek sudah dirasakan sejak 5 hari sebelum datang ke poli. Batuk
berdahak, sputum kental, berbuih dan berwarna kuning, batuk darah
3
disangkal. Sedangkan sakit kepala mulai dirasakan sejak 3 hari sebelum
datang ke poli. Sakit kepala cekot-cekot, seperti ditindih beban di kepala,
tidak berputar, berkurang dengan istirahat. Tidak ada rasa yang
mengganjal di leher. Tidak ada keluhan keringat malam, penurunan berat
badan dan demam sebelumnya. Tidak ada keluhan bengkak di kaki.
Sehari sebelum datang ke Poli Penyakit Dalam RSUD Kota
Malang pasien berobat ke Puskesmas Kedungkandang, oleh dokter
puskesmas pasien di diagnosa suspek kardiomegali, dengan EKG
menunjukan right atrial enlargement. Lalu oleh dokter puskesmas pasien
diberi rujukan ke RSUD Kota Malang.
ANAMNESA UMUM
Riwayat Penyakit Dahulu :
- Riwayat sesak nafas sebelumnya pada akhir tahun 2014, lalu berhenti
merokok.
- Riwayat gastritis.
- Riwayat asma disangkal.
- Riwayat alergi makanan disangkal.
- Riwayat alergi obat disangkal.
Riwayat Penyakit Keluarga :
- Asma disangkal.
- Diabetes mellitus disangkal.
- Hipertensi disangkal.
ANAMNESA PSIKOSOSIAL
Pekerjaan : Petani
Riwayat Pendidikan : Tidak sekolah
Status : Menikah
Kebiasaan : Merokok sejak usia muda ±20-an
: Sehari menghabiskan 1-2 pak
: Berhenti merokok sejak ±1 tahun
4
III. PEMERIKSAAN FISIK
KEADAAN UMUM
Inspeksi umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos mentis
GCS : E4V5M6
Status Gizi
- Tinggi badan : 165 cm
- Berat badan : 53 kg
- BMI : 19.47
VITAL SIGN
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 72 x/min, regular, kuat angkat
RR : 26 x/min, reguler
Suhu : 36,3oC
Skala nyeri :1
5
Deviasi Trakea : (-)
THORAX
Barrel chest (+)
Penggunaan otot bantu nafas (+)
Pulmo
I : gerak nafas simetris, spatium intercosta melebar,
retraksi intercostal ( -)
P : fremitus raba normal
P :
Anterior Posterior
Dextra Sinistra Sinistra Dextra
Hipersonor Hipersonor Hipersonor Hipersonor
Hipersonor Hipersonor Hipersonor Hipersonor
Hipersonor Hipersonor Hipersonor Hipersonor
A :
Suara Nafas
Anterior Posterior
Dextra Sinistra Sinistra Dextra
Vesikuler Vesikuler Vesikuler Vesikuler
Vesikuler Vesikuler Vesikuler Vesikuler
Vesikuler Vesikuler Vesikuler Vesikuler
Ronki
Anterior Posterior
Dextra Sinistra Sinistra Dextra
- - - -
- - - -
- - - -
Wheezing
Anterior Posterior
Dextra Sinistra Sinistra Dextra
+ + + +
+ + + +
+ + + +
6
Jantung
I : Pulsasi ictus cordis tidak tampak
P : Ictus cordis tidak teraba, thrill (-)
P : Batas kiri atas ICS II LMC sinistra
Batas kanan atas ICS II LPS dekstra
Batas kiri bawah ICS V LMC sinistra
Batas kanan bawah ICS IV LPS dekstra
A : S1 S2 tunggal reguler, murmur (-), gallop (-)
ABDOMEN
I : DP=DD, simetris
A : Bising usus positif normal
P : Timpani seluruh kuadran abdomen
P : Supel, nyeri tekan abdomen (-), H/L/R tidak teraba
EKSTREMITAS
Akral hangat kering merah Edema tungkai
+ + - -
+ + - -
Clubbing finger - / -
Sianosis - / -
CRT ≤ 2 detik
IV. ASSESMENT
Diagnosa kerja : Dypsnea ec susp. PPOK eksaserbasi
Diagnosa banding : Asma bronkial
TB paru
Gagal jantung kongestif
V. PLANNING
Planning Diagnosa:
7
Foto Thorax PA
Planning Terapi:
Bronkodilator : Salbutamol 2x1mg
Mukolitik : Ambroxol 2x30mg
Antihistamin : CTM 2x1mg
Planning Monitoring:
Keadaan umum
Vital sign
Sign dan symptom
Planning Edukasi:
Hindari asap rokok, polusi udara, infeksi saluran nafas berulang.
Makan makanan bergizi.
Kontrol setelah ada hasil foto rontgen
VI. FOLLOW UP
24 November 2016
S : KU : Sesak nafas sudah berkurang tapi masih ada
KT : Batuk berdahak dan pilek.
O:
Keadaan umum tampak sakit ringan
Compos mentis / GCS E4V5M6
Vital Sign:
- Tekanan darah : 100/70 mmHg
- Nadi : 72 x/min
- RR : 26 x/min
- Suhu : 36,2oC
8
- Skala nyeri :1
K/L:
- A/I/C/D:-/-/-/+
- Pursed lips breathing (-)
Thorax :
- Pulmo
I : barrel chest (+), spatium intercosta melebar
P : fremitus raba normal
P : hipersonor + +
+ +
+ +
A : suara nafas vesikuler
wheezing + + rhonki + +
+ + + +
+ + + +
- Jantung
I : Pulsasi ictus cordis tidak tampak
P : Ictus cordis tidak teraba, thrill (-)
P : Batas kiri atas ICS II LMC sinistra
Batas kanan atas ICS II LPS dekstra
Batas kiri bawah ICS V LMC sinistra
Batas kanan bawah ICS IV LPS dekstra
A : S1 S2 tunggal reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen :
I : Flat, simetris
A : Bising usus positif normal
P : Timpani seluruh kuadran abdomen
P : Supel, nyeri tekan abdomen (-), H/L/R tidak teraba
Ekstremitas :
- AHKM di keempat extrimitas
- pitting edema (-)
9
Foto Thorax 24 November 2016
Thorax PA
10
BAB 3
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi
11
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit yang umum,
dapat dicegah dan diobati, yang ditandai dengan gejala pernapasan yang persisten
dan hambatan aliran udara. Hal ini disebabkan karena abnormalitas jalan napas
dan / atau kelainan alveolar, biasanya disebabkan oleh paparan yang signifikan
partikel atau gas yang beracun atau berbahaya. (GOLD, 2017)
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru yang dapat
dicegah dan diobati, ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran nafas yang
tidak sepenuhnya reversible, bersifat progresif dan berhubungan dengan respons
inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang beracun atau berbahaya, disertai
efek ekstraparu yang berkontribusi terhadap derajat berat penyakit. (PDPI, 2011)
Karakteristik hambatan aliran udara pada PPOK disebabkan oleh
gabungan antara obstruksi saluran nafas kecil (obstruksi bronkiolitis) dan
kerusakan parenkim (emfisema) yang bervariasi pada setiap individu. PPOK
seringkali timbul pada usia pertengahan akibat merokok dalam waktu lama.
(GOLD 2017; PDPI, 2011)
PPOK dapat diselingi oleh periode akut memburuknya gejala pernapasan
disebut eksaserbasi. (GOLD, 2017)
Eksaserbasi akut pada PPOK berarti timbulnya perburukan dibandingkan
dengan kondisi sebelumnya. Eksaserbasi dapat disebabkan infeksi atau faktor
lainnya seperti polusi udara, kelelahan atau timbulnya komplikasi. (PDPI, 2011)
3.2 Epidemiologi
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan tantangan kesehatan
di masyarakat yang penting saat ini. Saat ini PPOK merupakan penyebab ke-4
morbiditas kronis dan mortalitas ke-4 di seluruh dunia, tetapi diperkirakan pada
tahun 2020 menjadi penyebab kematian ke-3 di dunia. Lebih dari 3 juta orang
meninggal karena PPOK pada tahun 2012 yang mana merupakan 6% angka
kematian secara global. Secara global, penderita COPD diproyeksikan meningkat
dalam beberapa dekade karena paparan faktor risiko PPOK yang terus menerus
dan penuaan penduduk. (GOLD, 2017)
12
Identifikasi faktor resiko merupakan langkah penting dalam pencegahan
dan penatalaksanaan PPOK. Beberapa hal yang berkaitan dengan resiko
timbulnya PPOK antara lain:
a. Asap rokok
b. Polusi udara (indoor atau outdoor)
c. Polusi tempat kerja
d. Gen
e. Usia dan jenis kelamin
f. Tumbuh kembang paru
g. Sosial ekonomi
h. Asma
i. Bronkitis kronis (GOLD, 2017)
13
respon hiperresponsif saluran pernafasan dan tumbuh kembang paru yang buruk
selama masa kanak-kanak. (GOLD, 2017; PDPI, 2011)
Dalam pencatatan riwayat merokok perlu diperhatikan:
a. Riwayat merokok
- Perokok aktif
- Perokok pasif
- Bekas perokok
b. Derajat berat merokok dengan Indeks Brinkman (IB), yaitu:
Perkalian jumlah rata-rata batang rokok yang dihisap sehari dikalikan
lama merokok dalam tahun:
- Ringan : 0-200
- Sedang : 200-600
- Berat : >600
14
Polusi di dalam ruangan./ Indoor
Kayu, serbuk gergaji, batu bara dan minyak tanah yang merupakan bahan
bakar kompor menjadi penyebab tertinggi polusi di dalam ruangan. Kejadian
polusi di dalam ruangan dari asap kompor dan pemanas ruangan dengan ventilasi
kurang baik merupakan faktor risiko terpenting timbulnya PPOK, terutama pada
perempuan di negara berkembang. Polusi di dalam ruangan memberikan risiko
lebih besar terjadinya PPOK. (PDPI, 2011)
15
Peranan nutrisi sebagai faktor risiko tersendiri penyebab berkembangnya
PPOK belum jelas. Malnutrisi dan penurunan berat badan dapat menurunkan
kekuatan dan ketahanan otot respirasi, karena penurunan masa otot dan kekuatan
serabut otot. (PDPI, 2011)
3.3.5 Gen
PPOK adalah penyakit poligenik dan contoh klasik dari interaksi gen
-lingkungan. Faktor risiko genetik yang paling sering terjadi adalah kekurangan α-
1 antitrypsin (AATD) sebagai inhibitor dari protease serin. (PDPI, 2011)
16
dibandingkan perempuan, namun saat ini dilaporkan prevalensi penderita PPOK
hampir sama antara laki-laki dan perempuan, kemungkinan akibat perubahan pola
pada perokok. Terdapat kontroversi beberapa penelitian perempuan lebih rentan
terhadap efek rokok dibandingkan laki-laki dengan jumlah rokok yang
dikonsumsi sama. (GOLD 2017)
3.3.8 Asma
Asma kemungkinan sebagai faktor risiko terjadinya PPOK, walaupun
belum dapat disimpulkan. Pada laporan “The Tucson Epidemiological Study”
didapatkan bahwa orang dengan asma 12 kali lebih tinggi risiko terkena PPOK
daripada bukan asma meskipun telah berhenti merokok. Penelitian lain 20% dari
asma akan berkembang menjadi PPOK dengan ditemukannya obstruksi jalan
napas ireversibel. (PDPI, 2011)
17
Gambar 2: Etiologi, patobiologi dan patogenesis PPOK (GOLD, 2017)
3.4.1 Patologi
Perubahan patologis karakteristik PPOK ditemukan di saluran napas
proksimal, saluran napas perifer, parenkim dan vaskular paru. Perubahan
patologis akibat inflamasi kronis terjadi karena peningkatan sel inflamasi kronis di
berbagai bagian paru yang menimbulkan kerusakan dan perubahan struktural
akibat cedera dan perbaikan berulang. Secara umum, perubahan inflamasi dan
struktural saluran napas akan tetap berlangsung sesuai dengan beratnya penyakit
walaupun sudah berhenti merokok. (PDP1, 2011)
3.4.2 Patogenesis
18
Gambar 3: Patogenesis PPOK (PDPI, 2011)
19
inflamasi, inaktivasi antiproteases, stimulasi sekresi lendir, dan stimulasi eksudasi
plasma meningkat. (PDPI, 2011)
Ada bukti kuat mengenai ketidakseimbangan protease dan antiprotease
pasien PPOK, yaitu protease yang memecah komponen jaringan ikat dan
antiproteases yang melindunginya. Beberapa protease, berasal dari sel inflamasi
dan sel epitel, yang meningkat pada pasien PPOK. Protease menyebabkan
kerusakan elastin, komponen jaringan utama penghubung dalam parenkim paru-
paru, adalah faktor penting dari emfisema dan bersifat irreversibel. (PDPI, 2011)
3.4.3 Patofisiologi
Keterbatasan aliran udara dan air trapping
Tingkat peradangan, fibrosis dan eksudat luminal dalam saluran udara
kecil berkorelasi dengan penurunan FEV1 dan rasio FEV1/FVC. Penurunan FEV1
merupakan gejala yang khas pada PPOK. Obstruksi jalan napas perifer ini
menyebabkan udara terperangkap selama ekspirasi dan mengakibatkan
hiperinflasi. Hiperinflasi statik mengurangi kapasitas inspirasi seperti peningkatan
kapasitas residual fungsional, khususnya selama latihan (bila kelainan ini dikenal
sebagai hiperinflasi dinamis), yang tampak sebagai sesak nafas dan keterbatasan
kapasitas aktivitas. Faktor ini berkontribusi mengganggu kemampuan
kontraktilitas otot pernafasan. Hiperinflasi yang berkembang pada awal penyakit
merupakan mekanisme utama timbulnya sesak nafas pada aktivitas. (GOLD,
2017)
20
Hipersekresi mucus
Hipersekresi mucus, yang mengakibatkan batuk produktif kronis. Tidak
semua pasien dengan PPOK memiliki gejala hipersekresi mucus. Hal ini
disebabkan karena metaplasia mukosa yang meningkatkan jumlah sel goblet dan
membesarnya kelenjar submukosa sebagai respons terhadap iritasi kronis saluran
napas oleh asap rokok atau agen berbahaya lainnya. Beberapa mediator dan
protease merangsang hipersekresi lendir melalui aktivasi epidermal growth factor
reseptor (EGFR). (GOLD, 2017)
Hipertensi paru
Hipertensi paru ringan sampai sedang mungkin terjadi pada PPOK akibat
proses vasokonstriksi yang disebabkan hipoksia arteri kecil pada paru yang
kemudian mengakibatkan perubahan struktural yang meliputi hiperplasia intimal
dan kemudian hipertrofi otot polos / hiperplasia. Respon inflamasi dalam
21
pembuluh darah sama dengan yang terlihat di saluran udara dengan bukti
terlihatnya disfungsi sel endotel. Hilangnya kapiler paru pada emfisema juga
dapat menyebabkan peningkatan tekanan dalam sirkulasi paru sehingga terjadi.
pulmonary hypertension yang bersifat progresif dapat mengakibatkan hipertrofi
ventrikel kanan dan akhirnya gagal jantung kanan (cor pulmonale). (PDPI, 2011)
Eksaserbasi
Eksaserbasi merupakan amplifikasi lebih lanjut dari respon inflamasi
dalam saluran napas pasien PPOK, dapat dipicu oleh infeksi bakteri atau virus,
polusi lingkungan atau faktor lain yang belum diketahui. Mekanisme inflamasi
yang mengakibatkan eksaserbasi PPOK, masih banyak yang belum diketahui.
Selama eksaserbasi terlihat peningkatan hiperinflasi dan gas trapping,
akan menurunkan aliran udara saat ekspirasi, sehingga sesak napas meningkat.
Juga memburuknya abnormalitas VA / Q yang mengakibatkan hipoksemia berat.
(GOLD, 2017)
22
PPOK.
Infeksi saluran nafas bawah berulang
Riwayat terpajan faktor Host faktor (faktor genetic, kongenital / pertumbuhan
Resiko abnormal)
Asap rokok.
Polusi udara, debu, asap dapur
Bahan kimia di tempat kerja
Riwayat keluarga Berat badan lahir rendah
PPOK dan / atau faktor Infeksi saluran nafas waktu kecil
saat anak-anak
3.5.1 Anamnesis
- Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala
pernapasan.
- Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja.
- Riwayat penyakit emfisema pada keluarga.
- Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi / anak, mis berat badan lahir
rendah (BBLR), infeksi saluran napas berulang, lingkungan asap rokok
dan polusi udara.
- Batuk berulang dengan atau tanpa dahak
- Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi. (PDPI, 2011)
23
- Pada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar.
Perkusi
- Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak diafragma
rendah, hepar terdorong ke bawah.
Auskultasi
- Suara napas vesikuler normal, atau melemah.
- Terdapat ronki dan / atau mengi pada waktu bernapas biasa atau pada
ekspirasi paksa.
- Ekspirasi memanjang
- Bunyi jantung terdengar jauh. (PDPI, 2011)
24
Gambar 5: Perbandingan hasil spirometri normal dan PPOK (GOLD, 2017)
25
3.5.4 Gejala eksaserbasi
- Sesak bertambah.
- Produksi sputum meningkat.
- Perubahan warna sputum (sputum menjadi purulen).
3.6 Diagnosa
26
Pada pasien dengan FEV1 / FVC < 0.70
GOLD 1 Ringan FEV1 ≥ 80% predicted
GOLD 2 Sedang 50% ≤ FEV1 < 80% predicted
GOLD 3 Berat 30% ≤ FEV1 < 50% predicted
GOLD 4 Sangat berat FEV1 < 30% predicted
Namun, saat ini menilai pasien menderita PPOK hanya sekedar sesak
nafas. Untuk alasan ini penilaian yang komprehensif dari gejala menggunakan
pengukuran COPD Assessment Test (CAT) dan COPD Control Questionnaire
(CCQ) yang telah dikembangkan dan sesuai. (GOLD, 2017)
27
Gambar 8: CAT (GOLD, 2017)
28
diagnosis, prognosis dan pertimbangan pendekatan terapi penting lainnya.
(GOLD, 2017)
29
Uji fungsi paru menunjukkan restriksi bukan obstruksi.
Bronkiektasis Sputum produktif dan purulen.
Umumnya terkait dengan infeksi bakteri.
Auskultasi terdengar ronki kasar.
Foto toraks / CT-scan toraks menunjukkan pelebaran
dan penebalan bronkus.
Tuberkulosis Onset segala usia
Foto toraks menunjukkan infiltrat di paru.
Konfirmasi mikrobiologi (sputum BTA)
Prevalensi tuberkulosis tinggi di daerah endemis
Bronkiolitis Onset pada usia muda, bukan perokok.
obliterans Mungkin memiliki riwayat rheumatoid arthritis atau
pajanan asap.
CT-scan toraks pada ekspirasi menunjukkan daerah
hypodense
Panbronkiolitis Lebih banyak pada laki-laki bukan perokok.
diffusa Hampir semua menderita sinusitis kronis.
Foto toraks dan HRCT toraks menunjukkan nodul opak
menyebar kecil di centrilobular dan gambaran
hiperinflasi.
3.8 Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan PPOK mencakup beberapa komponen yaitu:
1. Mengurangi gejala
2. Mencegah progresifitas penyakit
30
3. Meningkatkan toleransi latihan
4. Meningkatkan status kesehatan
5. Mencegah dan menangani komplikasi
6. Mencegah dan menangani eksaserbasi
7. Menurunkan kematian
3.8.1 Edukasi
Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka panjang pada
PPOK stabil. PPOK adalah penyakit kronik yang ireversibel dan progresif, inti
dari edukasi adalah menyesuaikan keterbatasan aktivitas dan mencegah kecepatan
perburukan faal paru.
31
- Penyesuaian aktivitas (PDPI, 2011)
3.8.3 Vaksinasi
A. Vaksin influenza
Vaksin influenza dapat menurunkan keparahan penyakit (seperti infeksi
saluran nafas bawah yang memerlukan rawat inap) dan kematian pada
pasien PPOK. (GOLD, 2017)
B. Vaksin pneumococcal
Vaksin pneumococal PCV113 dan PPSV23 (23-valent pneumococcal
polysaccharide vaccine) direkomendasikan untuk semua pasien ≥ 65
tahun, membuktikan secara signifikan menurunkan bakterimia dan
penyakit penumococal yang serius. PPSV23 juga direkomendasikan untuk
pasien PPOK usia muda dengan kondisi komorbid diantaraya penyakit
jantung dan paru kronik. PPSV23 dapat menurunkan insiden pneumonia
32
komunitas pada pasien PPOK usia < 65 tahun, dengan FEV 1 < 40%
prediksi dan pada pasien dengan komorbid. (GOLD, 2017)
3.8.4 Farmakologi
Terapi farmakologis bertujuan untuk mengurangi gejala, menurunkan
frekuensi dan derajat keparahan eksaserbasi, serta memperbaiki keterbatasan
aktivitas untuk meningkatkan kualitas hidup. (GOLD, 2017)
Bronkodilator
Diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis bronkodilator
dan disesuaikan dengan klasifikasi derajat berat penyakit. Pemilihan bentuk obat
diutamakan inhalasi, nebuliser tidak dianjurkan pada penggunaan jangka panjang.
Pada derajat berat diutamakan pemberian obat lepas lambat (slow release) atau
obat berefek panjang (long acting). (PDP1, 2011)
A. Beta2-agonis
- Mekanisme kerja beta2-agonis untuk relaksasi otot polos jalan nafas
dengan stimulasi reseptor beta2-adrenergik, dengan meningkatkan siklik
AMP dan menyebabkan terjadinya respon antagonis bronkokonstriksi.
- Ada short-acting (SABA) dan long acting (LABA) beta2-agonist.
- Formoterol dan salmeterol diberikan 2 kali sehari, merupakan LABA
yang sering digunakan karena secara signifikan memperbaiki FEV 1,
volume paru, sesak nafas, rasio eksaserbasi dan kejadian rawat inap di
rumah sakit, tetapi tidak memiliki efek menurunkan mortalitas dan faal
paru.
- Indacaterol diberikan 1 kali sehari dapat memperbaki sesak nafas, rasio
eksaserbasi.
33
- Efek samping: stimulasi reseptor beta2-adrenergik dapat menyebabkan
resting sinus tachycardia dan memiliki potensi untuk mempercepat
gangguan irama jantung pada pasien yang rentan. Tremor yang berlebihan
dapat terjadi pada pasien tua yang diterapi dengan dosis tinggi beta2-
agonis. (GOLD, 2017)
B. Antimuskarinik
- Obat golongan antimuskarinik dapat mengeblok efek bronkokonstriktor
dari asetilkolin pada reseptor M3 muskarinik di otot polos jalan nafas.
- Short-acting antimuscarinics (SAMAs), seperti ipratropium dan long-
acting antimuscarinics (LAMAs), seperti tiotropium.
- Pada clinical trials menunjukan efek penurunan rasio eksaserbasi lebih
besar pada terapi LAMA (tiotropium) dibandingkan LABA.
- Tiopropium memperbaiki efektivitas rehabilitasi paru dengan
meningkatkan hasil latihan.
- Efek samping: inhalasi obat antikolinergik diabsorbsi buruk biala
diberikan bersama atropine. Efek samping utama adalah mulut kering.
(GOLD, 2017)
C. Metilxantin
- Masih kontroversi tentang efek pasti derivat xantin.
- Teofilin merupakan golongan metilxantin yang sering digunakan,
dimetabolisme di sitokrom P450.
- Penambahan teofilin dengan salmeterol dapat memperbaiki FEV 1 dan
sesak nafas lebih baik, dibandingkan pemberian salmeterol saja.
- Efek samping: toksisitas tergantung dosis. ada beberapa masalah
pemberian derivat xantin, karena rasio terapeutik rendah dan efek
benefitnya baru muncul jika diberikan pada dosis mendekati toksik.
(GOLD, 2017)
34
- Kombinasi bronkodilator dengan mekanisme dan durasi kerja yang
berbeda dapat meningkatkan derajat bronkodilator dengan resiko rendah
munculnya efek samping dibandingkan dengan meningkatkan dosis satu
jenis bronkodilator.
- Kombinasi SABA dan SAMA pilihan terbaik dibandingkan obat-obatan
lain dalam memperbaiki FEV1 dan gejala.
- Pengobatan dengan formoterol dan tiopropium dengan inhaler terpisah
memiliki efek besar dibandingkan diberikan sendiri-sendiri.
- Dosis rendah regimen LABA / LAMA dengan pemberian 2 kali sehari
menunjukan perbaikan gejala dan status kesehatan pasien PPOK.
- LABA dan LAMA memperbaiki signifikan faal paru (FEV 1), sesak nafas,
status kesehatan dan menurunkan rasio eksaserbasi. (GOLD, 2017)
Antiinflamasi
Selama ini, eksaserbasi mewakili klinis utama yang relevan digunakan
untuk penilaian efektivitas obat dengan anti inflamasi. (GOLD, 2017)
A. Kortikosteroid inhalasi (Inhaled corticosteroids / ICS)
- ICS dikombinasi dengan LABA. Pada pasien dengan PPOK derajat sedang
sampai sangat berat dan eksaserbasi, kombinasi ICS dan LABA lebih
efektif daripada diberikan salah satu dalam memperbaiki faal paru, status
kesehatan dan menurunkan eksaserbasi.
- Efek samping: ICS dapat meningkatkan prevalensi candidiasis oral, suara
parau dan pneumonia.
35
- Glukokortikoid oral berperan pada managemen eksaserbasi akut. Tetapi
tidak berperan pada terapi sehari-hari PPOK kronik karena kurang
bermanfaat dibandingkan rasio komplikasi sistemiknya. (GOLD, 2017)
Antibiotik
- Banyak penelitian menyatakan penggunaan regular antibiotik golongan
makrolid dapat menurunkan rasio eksaserbasi.
- Terapi jangka panjang azitromizin dan eritomizin menurunkan eksaserbasi
lebih dari satu tahun.
- Terapi dengan azitromizin berkaitan dengan insiden resistensi bakteri dan
gangguan pendengaran. (GOLD, 2017)
36
37
Gambar 10: Algoritma terapi PPOK berdasarkan grup (GOLD, 2016)
38
3.9 Komplikasi
Komplikasi pada PPOK merupakan bentuk perjalanan penyakit yang
progresif dan tidak sepenuhnya reversibel seperti:
- Gagal napas
Gagal napas kronik
Gagal napas akut pada gagal napas kronik
- Infeksi berulang
- Kor pulmonal
C. Infeksi berulang
Pada pasien PPOK produksi sputum yang berlebihan menyebabkan
terbentuk koloni kuman, hal ini memudahkan terjadinya infeksi berulang, pada
kondisi kronik ini imunitas menjadi lebih rendah, ditandai dengan menurunnya
kadar limfosit darah.
39
D. Kor pulmonal
Ditandai oleh P pulmonal pada EKG, hematokrit > 50%, dapat disertai
gagal jantung kanan. (PDPI, 2011)
3.10 Prognosis
Pada sebagian besar pasien, PPOK terjadi bersamaan dengan penyakit
kronis, dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas. (GOLD, 2016)
40