Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik Senior
Pada Bagian/SMF Pulmonologi Fakultas Kedokteran Unsyiah/
RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh
Disusun oleh:
Pembimbing:
dr. Nurrahmah Yusuf, M. Ked (Paru), Sp. P
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT karena berkat rahmat dan
hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan tugas laporan kasus yang
berjudul Tuberkulosis Paru dan Diabetes Melitus. Shalawat dan salam
penulis haturkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membimbing umat
manusia dari alam kegelapan ke alam yang penuh dengan ilmu pengetahuan.
Penyusunan laporan kasus ini disusun sebagai salah satu tugas dalam
menjalani Kepaniteraan Klinik Senior pada Bagian/SMF Ilmu Pulmonologi
RSUD dr. Zainoel Abidin Fakultas Kedokteran Unsyiah Banda Aceh.
Ucapan terima kasih dan penghargaan penulis sampaikan kepada dr.
Nurrahmah Yusuf, M. Ked (Paru), Sp. P yang telah bersedia meluangkan
waktu membimbing penulis dalam penulisan kasus ini. Penulis juga mengucapkan
terima kasih kepada para sahabat dan rekan-rekan yang telah memberikan
dorongan moril dan materil sehingga tugas ini dapat selesai.
Akhir kata penulis berharap semoga laporan kasus ini dapat menjadi
sumbangan pemikiran dan memberikan manfaat bagi semua pihak khususnya
bidang kedokteran dan berguna bagi para pembaca dalam mempelajari dan
mengembangkan ilmu kedokteran pada umumnya dan ilmu penyakit dalam pada
khususnya. Semoga Allah SWT selalu memberikan rahmat dan hidayah-Nya
kepada kita semua, Amin.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang diakibatkan oleh infeksi bakteri
Mycobacterium Tuberculosis. Penularannya terjadi dari orang ke orang melalui
droplets dari orang yang sedang terinfeksi.1 Pada tahun 2015 TB merupakan salah
satu dari 10 penyebab kematian utama di seluruh dunia. Sekitar 9,4 juta kasus
baru dan 1,7 juta kematian ditemui per tahundi seluruh dunia. Indonesia
merupakan salah satu dari 6 negara penyumbang 60% kasus baru TB selain India,
2, 3
Cina, Nigeria, Pakistan dan Afrika Selatan. Berdasarkan profil kesehatan
Indonesia tahun 2015, jumlah kasus TB adalah 330.910 kasus. Jumlah ini
meningkat jika dibandingkan dengan jumlah kasus pada tahun 2014 yaitu
sebanyak 324.539 kasus. Provinsi dengan jumlah kasus Tb terbanyak yaitu
Sulawesi utara (238), Papua Barat (235) dan DKI Jakarta (222), Aceh sendiri
menempati urutan ke 17 untuk jumlah kasus TB dengan jumlah 119 per 100.000
penduduk.4 Pada tahun 2014 ditemukan jumlah kasus baru BTA positif (+)
sebanyak 4.062 kasus. Hal ini meningkat bila dibandingkan kasus baru BTA
positif (+) yang ditemukan tahun 2013 sebesar 3.815 kasus. Jumlah kasus
tertinggi yang dilaporkan terdapat di Kota Lhokseumawe, Kabupaten Aceh Utara
dan Bireun. Kasus baru BTA (+) di tiga kabupaten tersebut menyumbang 9 persen
dari jumlah seluruh kasus baru di Aceh, di ikuti Kabupaten Aceh Besar dan Pidie
yaitu sebesar 8%.5 TB dapat terjadi karena berbagai faktor risiko yaitu, usia,
imunitas. Status HIV atau prevalens HIV dalam populasi.1
Selain HIV, Diabetes Mellitus (DM) merupakan salah satu faktor risiko
TB. DM diketahui dapat mempunyai gangguan respon imun tubuh, sehingga
dapat memfasilitasi infeksi Mycobacterium Tuberculosis dan menimbulkan
penyakit TB paru. Menurut Pusat Data dan Informasi Kementrerian RI pada tahun
2013 didapatkan proporsi DM di Indonesia sebesar 6,9% dan diperkirakan
jumlahnya berkisar 12 juta jiwa. Di Aceh sendiri, penderita yang telah didiagnosis
menderita DM oleh dokter adalah 1,8%.6 DM memiliki risiko 2 sampai 3 kali
lebih tinggi untuk terkena TB dibandingkan dengan penderita tanpa TB tanpa
DM.7 Prevalensi pasien DM dengan TB berbeda-beda diseluruh dunia menurut
wilayah dan berkisar antara 12-44%. DM memiliki dampak yang besar terhadap
hasil pengobatan TB. DM dapat meningkatkan risiko dari kegagalan pengobatan
TB, meningkatkan kekambuhan TB yang sudah selesai pengobatan dan
meningkatkan kematian pasien TB dengan DM dibandingkan dengan TB tanpa
DM.8 Pasien TB juga sering menujukkan terjadinya keadaan intoleransi glukosa.
Penelitian menunjukkan bahwa pasien TB yang baru terdiagnosis terdapat
intoleransi glukosa dan segera menjadi normal kembali setelah dimulai terapi TB,
hal ini dikenal sebagai Transient Hyperglicemia. Maka dari itu, untuk mecegah
semakin memberatnya kedua penyakit perlu dilakukan deteksi TB pada pasien
DM dan deteksi DM pada pasien TB yang sedang menjalani pengobatan TB. 9
BAB II
LAPORAN KASUS
2.2 Anamnesis
Keluhan Utama : Lemas
Keluhan Tambahan : Batuk berdahak, nyeri dada, penurunan berat
badan, keringat malam
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien rujukan dari RS. Prince Nayef dengan diagnosa TB paru dan DM
tipe II datang dengan keluhan lemas, lemas dirasakan sejak 1 minggu yang lalu,
pasien juga mengeluhkan batuk berdahak sejak 3 bulan yang lalu, dahak mudah
dikeluarkan, berwarna kuning bercampur ludah dan kental. Pasien juga
mengeluhkan nyeri di dada saat pasien batuk, sesak napas tidak ada, demam tidak
dikeluhkan, berkeringat malam ada, penurunan nafsu makan ada dan penurunan
berat badan 15kg selama 3 bulan.
Riwayat Penyakit Dahulu
Diabetes mellitus sejak 1,5 tahun, dengan kadar gula darah tertinggi
500mg/dl
Palpasi
Atas Fremitus taktil: normal Fremitus taktil: normal
Tengah
Fremitus taktil: normal Fremitus taktil: normal
Bawah Fremitus taktil: normal Fremitus taktil: normal
Perkusi
Atas Sonor Sonor
Tengah Sonor Sonor
Bawah Sonor Sonor
Auskultasi
vesikuler (+), rhonki (-), Vesikuler (+), rhonki (+),
Atas
wheezing (-) wheezing (-)
Thoraks posterior
Pemeriksaan
Thorax Dekstra Thorax Sinistra
Fisik Paru
Inspeksi
Statis : Normochest
Dinamis: Simetris
Palpasi
Atas Fremitus taktil: normal Fremitus taktil: normal
Tengah
Fremitus taktil: normal Fremitus taktil: normal
Bawah Fremitus taktil: normal Fremitus taktil: normal
Perkusi
Sonor Sonor
Atas
Tengah Sonor Sonor
Bawah Sonor Sonor
Auskultasi vesikuler (+), rhonki (- Vesikuler (+), rhonki (+),
Atas ),wheezing (-) wheezing (-)
Tengah rhonki (-), wheezing (-) rhonki (+), wheezing (-)
Bawah rhonki (-), wheezing (-) rhonki (-), wheezing (-)
Jantung
Auskultasi : BJ I > BJ II, regular (+) bising (-)
Abdomen
Inspeksi : simetris, distensi (-)
Palpasi : soepel, organomegali (-), nyeri tekan (-)
Perkusi : timpani, shifting dullness (-), undulasi (-)
Auskultasi : Peristaltik kesan normal
Ekstremitas superior: sianosis(-/-), edema(-/-), pucat(-/-), akral dingin (-/-),
CRT <2 detik.
Ekstremitas inferior: sianosis(-/-), edema(-/-), pucat(-/-), akral dingin (-/-), CRT
<2 detik.
2.7 Diagnosis
TB Paru kasus baru
2.8 Tatalaksana
IVFD Asering 10 gtt/menit
Inj. Ceftriaxone 1gr/12 jam
Nebule Ventolin/8jam
Pro TB 4 FCD 1x3 tab
Neurodex 2x1
Curcuma 3x1 tab
Vectrin 3x1
Asam folat 2x1
2.9 Planning
Kultur sputum mo gram
Gen Xpert
Konsul endokrin
2.10 Prognosis
Quo ad vitam : Dubia ad bonam
Quo ad functionam : Dubia ad bonam
Quo ad sanactionam : Dubia ad bonam
Follow Up Harian
Tabel 2. Follow up pasien harian
Tanggal/hari
Catatan Instruksi
rawatan
Ass/
- Susp. TB Paru
- DM Tipe II
- Anemia
S/ lemas(-), batuk berdahak (+) Th/
21/08/2017 dahak berwarna kuning, nafsu -IVFD Asering 10 gtt/menit
H2 makan menurun (+) -Inj. Ceftriaxone 1gr/hari
O/ -Nebule Ventolin /8jam
TD : 110/70 mmHg -Vectrin 3x1
HR : 92 x/menit -Asam folat 2x1
RR : 20 x/menit
T : 36,2 C
Planning:
-Kultur sputum MO gram
Paru
I: Simetris statis/dinamis (+/+) -Gen Xpert (tunggu hasil)
P: Sf ka = Sf ki
P: sonor/sonor
A: Ves (+/+), Rh (+/-), Wh (-/-)
Ass/
- Susp. TB Paru
- DM Tipe II
-Anemia
S/ batuk (+), DM 1,5 tahun Th/
21/07/2017 O/ -Bedrest
EMD Kes: CM -IVFD NaCl 0,9% 20gtt/i
TD: 120/80 mmHg -Diet DM 1900 Kkal/hari
HR: 68x/menit -SC apidro 6-6-6 ui
RR: 18x/menit -SC lantus 0-0-0-10 unit
KGD Pagi: 174mg/dl (jam 22.00)
Ass/
1. DM tipe 2 underweight Planning:
2. Pneumonia d TB paru -Urinalisa
dengan sekunder infeksi -Lipid profile
3. Anemia sedang
4. Hiponatremia
hipoosmolar hipovolemi
3.7 Diagnosis
Diagnosis TB ditetapkan dengan memperhatikan keluhan yang disampaikan
pasien, hasil anamnesis, pemeriksaan klinis, pemeriksaan laboratorium, dan
pemeriksaan penunjang lainnya.
1. Manifestasi Klinis
Gambaran klinis tuberkulosis paru dibagi atas dua golongan, yaitu gejala
respiratorik dan gejala sistemik. Gejala utama pasien tuberkulosis paru adalah batuk
berdahak 2-3 minggu atau lebih. Batuk dapat disertai dengan dahak bercampur darah,
batuk darah, sesak nafas, malaise, penurunan nafsu makan, penurunan berat badan,
berkeringat dimalam hari tanpa aktivitas, dan demam selama satu bulan.16
2. Pemeriksaan Fisik
Saat pemeriksaan fisik dilakukan, kelainan yang sering ditemukan berkaitan
dengan luasnya kelainan struktur paru. Kelainan paru biasa mengenai daerah lobus
superior terutama daerah apeks dan daerah segmen posterior (S1 dan S2), serta
daerah apeks lobus inferior (S6). Pemeriksaan fisik dapat ditemukan ronki basah,
suara napas bronkhial, suara napas melemah, amforik, tanda penarikan paru,
mediastinum, dan diafragma. Pada pleuritis TB hasil pemeriksaan fisik tergantung
banyaknya cairan dalam rongga pleura.1
3. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan bakteriologi16
Pemeriksaan bakteriologi dapat dilakukan dengan pemeriksaan dahak
mikroskopis langsung, pemeriksaan TCM TB, dan pemeriksaan biakan.
1. Pemeriksaan dahak mikroskopis langsung, untuk menegakkan diagnosis,
menentukan potensi penularan, dan menilai keberhasilan pengobatan.
Pemeriksaan ini dilakukan dengan mengumpulkan 2 contoh uji dahak
yang dikumpulkan Sewaktu dan Pagi (SP). Sewaktu (S) artinya dahak
ditampung saat pasien datang ke fasilitas layanan kesehatan, sedangkan
Pagi (P) artinya dahak ditampung pada pagi hari segera setelah bangun
tidur baik saat di rumah atau saat di rungangan rawat inap apabila sedang
dirawat inap.
2. Pemeriksaan TCM TB, dilakukan dengan metode Xpert MTB/RIF.
Pemeriksaan ini berguna untuk menegakkan diagnosis, namun tidak dapat
digunakan untuk mengevaluasi hasil pengobatan. Xpert MTB/RIF dapat
mengidentifikasi Mycobacterium Tuberculosis dan resistensi terhadap
rifampisin. Xpert MTB/RIF berbasis Cepheid GenXpert Platform, cukup
sensitif, mudah digunakan dengan metode nucleic acid amplification test
(NAAT). Metode ini mempurifikasi, membuat konsentrat dan amplifikasi
(dengan real time PCR) dan mengidentifikasi sekuens asam nukleat pada
genom TB. Lama pengelolaan uji sampai selesai memakan waktu 1-2
jam. Metode ini akan bermanfaat untuk menyaring kasus suspek TB
MDR secara cepat dengan bahan pemeriksaan dahak. Pemeriksaan ini
memiliki sensitivitas dan spesifitas sekitar 99%.1
3. Pemeriksaan biakan, dilakukan dengan menggunakan media biakan padat
(Lowenstein-Jensen) dan media cair (Mycobacterium tuberculosis (M.tb).
Pemeriksaan identifikasi Mycobacterium Tuberculosis dengan media
Lowenstein-Jensen ini memberikan sensitivitas dan spesifisitas yang
tinggi dan dipakai sebagai alat diagnostic pada program penanggulangan
TB.1
b. Pemeriksaan penunjang lainnya 16
Foto thoraks, dalam alur diagnosis TB dan TB Resisten Obat di
Indonesia, foto thoraks dilakukan bila hasil pemeriksaan mikroskopis BTA
pada kedua sampel sputum negatif atau pemeriksaan TCM TB negatif.
Diagnosis utama ditegakkan dengan ditemukannya kuman TB (BTA)
melalui pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan bakteriologi penting untuk
menemukan MTB. Hasil diagnosis positif membutuhkan paling sedikit 5000
batang kuman per ml sputum. Selain sputum, bahan dapat diambil dari cairan
pleura, jaringan kelenjar getah bening dan cairan serebrospinal.
Secara radiologis, TB paru pada penderita DM sering menunjukkan
gambaran dan distribusi radiografi yang atipikal, pada penderita TB tanpa DM
kavitas atau infiltrat banyak ditemukan pada lobus atas, sedangkan pada
penderita TB paru dengan DM, lapangan paru bawah lebih sering terlibat.
Gambaran radiologi atipikal TB paru disebabkan oleh penderita DM memiliki
gangguan imunitas seluler dan disfungsi sel leukosit polimorfonuklear
(PMN).7
3.9 Tatalaksana
Pengobatan TB adalah bersifat kombinasi (multidrug). Regimen Obat TB
adalah Rifampisin(R), Isoniazid(H), Pirazinamid(Z), Etambutol(E), dan
Streptomisin(S). Sesuai dengan sifat kuman TB, untuk memperoleh efektifitas
pengobatan, maka prinsip-prinsip yang dipakai adalah:16
a. Menghindari penggunaan monoterapi. Obat Anti Tuberkulosis (OAT)
diberikan dalam bentuk kombinasi dari beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup dan
dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Hal ini untuk mencegah timbulnya
kekebalan terhadap OAT.
b. Untuk menjamin kepatuhan penderita dalam menelan obat, pengobatan
dilakukan dengan pengawasan langsung (DOT = Directly Observed Treatment) oleh
seorang Pengawas Menelan Obat (PMO).
c. Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu:
1) Tahap Intensif (2-3 bulan)
a. Pada tahap intensif (awal) penderita mendapat obat setiap hari dan
perlu diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya kekebalan
obat.
b. Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat,
biasanya penderita menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu
2 minggu.
c. Sebagian besar penderita TB BTA positif menjadi BTA negatif
(konversi) dalam 2 bulan.
2) Tahap Lanjutan (4 bulan atau lebih)
a. Pada tahap lanjutan penderita mendapat jenis obat lebih sedikit, namun
dalam jangka waktu yang lebih lama
b. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persisten (dormant)
sehingga mencegah terjadinya kekambuhan
Tabel 2. Dosis harian fase awal dan dosis intermiten fase lanjutan
(2RHZE/4RH3)
Tabel 3. Dosis Paduan OAT Kombipak Kategori 1
3.10 Prognosis
Penderita TB paru dengan DM memiliki risiko kematian lebih tinggi
dibandingkan penderita TB paru tanpa DM selama terapi dan juga peningkatan risiko
kekambuhan setelah pengobatan, penularan yang lebih besar dan gagal dalam
pengobatan TB.2
BAB IV
ANALISA MASALAH
Berdasarkan anamnesis yang telah dilakukan oleh seorang pasien laki-laki,
usia 49 tahun yang dirawat di ruang PTT RSUDZA Banda Aceh dengan keluhan
lemas, lemas dirasakan sejak 1 minggu yang lalu, pasien juga mengeluhkan batuk
berdahak sejak 3 bulan yang lalu, dahak mudah dikeluarkan, berwarna kuning
bercampur ludah dan kental. Pasien juga mengeluhkan nyeri di dada saat pasien
batuk, sesak napas tidak ada, demam tidak dikeluhkan, berkeringat malam ada,
penurunan nafsu makan ada dan penurunan berat badan 15kg selama 3 bulan. Pasien
juga dengan riwayat DM 1,5 tahun dengan kadar gula darah tertinggi 500mg/dl.
Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh
bakteri Mycobacterium tuberculosis yang dapat menyerang berbagai organ termasuk
paru-paru. Faktor risiko dari TB adalah konsentrasi/ jumlah kuman yang terhirup,
lamanya waktu sejak terinfeksi, usia seseorang yang terinfeksi, jenis kelamin,
lingkungan, sosial ekonomi rendah,faktor lingkungan, perumahan padat dan kumuh
akan memudahkan penularan TB, ruangan dengan sirkulasi udara yang kurang baik
dan tanpa cahaya matahari akan meningkatkan risiko penularan, tingkat daya tubuh
seseorang, jika daya tubuh seseorang rendah seperti pada kasus HIV/AIDS, DM dan
malnutrisi, maka infeksi TB lebih aktif dan lebih berkembang.16 DM mempunya
risiko 2-3 kali lipat untuk terjadi nya TB dibandingkan dengan pasien tanpa DM.17
Pada pasien ini salah satu faktor risiko nya adalah DM. DM dapat menyebabkan TB
karena DM merupakan penyakit kronik yang berkaitan dengan gangguan fungsi
imunitas tubuh, sehingga penderita lebih rentan terserang infeksi, termasuk TB paru.
Penyebab infeksi TB paru pada penderita DM adalah karena defek fungi sel-sel imun
dan mekanisme pertahanan tubuh, termasuk gangguan fungsi dari epitel pernapasan
serta motilitas silia. Paru pada penderita DM akan mengalami patologis, seperti
penebalan epitel alveolar dan lamina basalis kapiler paru yang merupakan akibat
sekunder dari komplikasi mikroangiopati sama seperti yang terjadi pada retinopati
dan nefropati. Gangguan neuropati saraf autonom berupa hipoventilasi sentral dan
sleep apneu. Perubahan lain yang juga terjadi yaitu penurunan elastisitas recoil paru,
penurunan kapasitas difusi karbonmonoksida dan peningkatan endogen produksi
karbondioksida. Sel-sel efektor yang sering berkontribusi terhadap Mycobacterium
Tuberculosis adalah fagosit, yaitu makrofrag alveolar, perkursor monosit, dan limfosit
sel-T, berperan penting dalam mengeleminasi infeksi tuberkulosis. Pada penderita
DM, diketahui terjadi gangguan kemoktasis, fagositosis dan antigen presenting oleh
fagosit terhadap bakteri Mycobacterium Tuberculosis, kemotaksis monosit tidak
terjadi pada penderita DM.7
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Magee, et al. didapatkan dari 151
pasien TB dengan DM paling banyak pada usia rentang 45-54 tahun(48 orang).
Pasien juga sering terjadi pada pasien laki-laki dari pada perempuan, penelitian yang
dilakukan oleh Khalil dan Ramadhan pada tahun 2016 dari 80 pasien TB dengan DM
didapatkan 56 laki-laki dan 24 perempuan. Hal serupa juga terdapat pada penelitian
yang dilakukan oleh Ko PY,et al. pada tahun 2015 dari 2738 pasien TB dengan DM
1878 pasien berjenis kelamin laki-laki. Sesuai dengan pasien ini adalah seorang laki-
laki yang berusia 49 tahun.2, 8, 19
Diagnosis TB dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang. Gejala klinis TB dapat terbagi menjadi 2 golongan yaitu
gejala respirasi dan gejala sistemik. Gejala respirasi antara lain batuk 2 minggu,
batu darah, sesak napas dan nyeri dada, sedangkan gejala sistemik nya berupa
demam, malaise, keringat malam, anoreksia dan berat badan menurun. Pada pasien
ini didapatkan gejala respirasi dan gejala sistemik yaitu batuk berdahak yang
dirasakan sejak 3 bulan yang lalu, nyeri dada saat batuk, lemas, berkeringat malam,
penurunan nafsu makan dan penurunan berat badan. Dari pemeriksaan fisik yang
dilakukan dapat dijumpai kelainan yang sering ditemukan berkaitan dengan luasnya
kelainan struktur paru. Kelainan paru biasa mengenai daerah lobus superior terutama
daerah apeks dan daerah segmen posterior (S1 dan S2), serta daerah apeks lobus
inferior (S6). Pemeriksaan fisik dapat ditemukan ronki basah, suara napas bronkhial,
suara napas melemah, amforik, tanda penarikan paru, mediastinum, dan diafragma.
Pada pasien ini dijumpai suara ronki pada daerah apex dan medial paru kiri.
Diagnosis utama ditegakkan dengan ditemukannya kuman TB (BTA) melalui
pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan bakteriologi penting untuk menemukan MTB.
Hasil diagnosis positif membutuhkan paling sedikit 5000 batang kuman per ml
sputum. Selain sputum, bahan dapat diambil dari cairan pleura, jaringan kelenjar
getah bening dan cairan serebrospinal.1
Secara radiologis, TB paru pada penderita DM sering menunjukkan gambaran
dan distribusi radiografi yang atipikal, pada penderita TB tanpa DM kavitas atau
infiltrat banyak ditemukan pada lobus atas, sedangkan pada penderita TB paru
dengan DM, lapangan paru bawah lebih sering terlibat. Gambaran radiologi atipikal
TB paru disebabkan oleh penderita DM memiliki gangguan imunitas seluler dan
disfungsi sel leukosit polimorfonuklear (PMN).7 Pada pasien ini pemeriksaan
GenXpert ditemukan MTB detected medium dan pada foto thorax ditemukan infiltrat
yang luas pada bagian basal dan apex.
Pasien TB juga sering terjadi anemia karena Semua infeksi kronis termasuk
TB dapat menyebabkan anemia. Berbagai patogenesis telah menjelaskan terjadinya
anemia pada TB, namun sebagian besar penelitian menunjukkan penekanan
eritropoesis oleh mediator inflamasi merupakan penyebab terjadinya anemia.
Defisiensi nutrisi dan sindrom malabsorpsi dapat memperberat keparahan anemia.
Pada pasien ini juga terjadi anemia dengan kadar hemoglobin 8gr/dl.2
Pentalaksanaan TB teragantung dari diagnosis TB berdasarkan
kategori.Paduan OAT yang digunakan di Indonesia adalah Kategori 1: 2RHZE/4RH
atau 2RHZE/4R3H3. OAT kategori 1 diberikan untuk pasien baru yaitu pasien TB
paru yang terkonfirmasi bakteriologis, pasien TB paru terdiagnosis klinis, dan pasien
TB ekstra paru. Kategori 2: 2RHZES/RHEZ/5RHE atau
2RHZES/RHZE/5R3H3E3.Paduan OAT kategori 2 diberikan untuk pasien BTA
positif yang pernah diobati sebelumnya, yaitu pasien kambuh, pasien gagal pada
pengobatan dengan OAT kategori 1 sebelumnya, dan pasien putus berobat (loss to
follow). Paduan OAT kategori 1 dan kategori 2 disediakan dalam bentuk paket obat
kombinasi dosis tetap (OAT-KDT). Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 2 dan
4 jenis obat dalam satu tablet. Dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien.
Paduan ini dikemas dalam 1 (satu) paket untuk 1 (satu) pasien untuk 1 (satu) masa
pengobatan.
Paduan OAT disediakan dalam bentuk paket, dengan tujuan untuk
memudahkan pemberian obat dan menjamin kelansungan (kontinuitas) pengobatan
sampai selesai. OAT dalam bentuk paket mempunyai beberapa keuntungan dalam
pengobatan TB yaitu, mencegah penggunaan obat tunggal sehingga menurunkan
risiko terjadinya resistensi obat ganda dan mengurangi kesalahan penulisan resep,
dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan sehingga menjamin efektifitas obat
dan mengurangi efek samping, dan jumlah tablet yang ditelan jauh lebih sedikit
sehingga pemberian obat menjadi sederhana dan meningkatkan kepatuhan pasien.16
Penatalaksanaan pasien TB dengan DM mendapatkan terapi standar sesuai dengan
TB lain, dengan syarat kadar gula darah harus terkontrol. Apabila kadar gula darah
tidak terkontrol, maka lama pengobatan dapat dilanjutkan selama 9 bulan. Perlu
diperhatikan penggunaan rifampisin karena akan mengurangi efektivitas obat oral
antidiabetes (sulfonil urea), sehingga dosisnya perlu ditingkatkan. Pada penggunaan
etambutol harus digunakan secara hati-hati karena efek samping etambutol pada
mata, sedangkan pasien DM sering mengalami komplikasi kelainan pada mata.
Penggunaan INH pada pasien TB dengan DM harus lebih ketat dipantau efek
neuropati perifer.1
Tabel 1. Dosis Paduan OAT KDT Kategori 1 (2RHZE/4RH)
19. Magee MJ, Foote M, Maggio DM, et al. Diabetes Mellitus and risk of all-
cause motality among patients with tuberculosis in the state of Georgia, 2009-
2012. Annals of Epidemiology.2014:1-7.