Dosen Pembimbing :
Ika Nur Pratiwi, S.Kep.,Ns.,M.Kep
Disusun oleh:
Nama : Florentina Lisa Pratama
Kelas/NIM : A3/131911133125
Pendahuluan
Virus Dengue (DENV) merupakan virus yang termasuk dalam famili Flaviviridae,
Genus Flavivirus. Genus Flavivirus termasuk virus lain, seperti virus demam kuning, virus
West Nile, virus Zika, virus tick-borne ensefalitis (Murugesan and Manoharan, 2020). Virus
Dengue dapat ditularkan melalui gigitan nyamuk genus Aedes yang banyak ditemukan di
daerah tropis dan subtropis dengan 3 miliar orang tinggal di daerah endemik Aedes (Wilder-
Smith et al., 2019).
Virus ini menginfeksi sekitar 50-200 juta orang setiap tahun, menempatkan lebih dari
3,6 miliar orang yang tinggal di daerah tropis dalam risiko penyebaran dan menyebabkan
kematian setiap tahun (Kumar and Margekar, 2016; Murugesan and Manoharan, 2020). Di
Indonesia angka kejadian DB nasional sebesar 24,75 kasus per 100.000 penduduk dan
mengakibatkan 467 kematian pada tahun 2018 (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
(2019) dalam (Santoso et al., 2020)).
Virus Dengue (DENV) dapat menyebabkan demam dengue klasik (DF), demam
berdarah dengue/Dengue Hemorhagic Fever (DHF), dan sindrom syok dengue/Dengue Shock
Syndrome (DSS). Infeksi DENV klasik (DF) merupakan penyakit jinak yang ditandai dengan
demam, sakit kepala, malaise, anoreksia, ruam kulit, dan limfadenopati. DBD/DHF
merupakan bentuk parah/komplikasi dari DF umumnya hal ini terjadi pada daerah endemik
tinggi virus Dengue. DBD dapat terus menimbulkan komplikasi hingga penderita dapat
mengalami syok (DSS) (Fagbami and Onoja, 2018).
Kriteria WHO 2009 mengklasifikasikan demam berdarah sesuai dengan tingkat
keparahan yang meliputi demam berdarah tanpa tanda peringatan; demam berdarah dengan
tanda-tanda peringatan seperti nyeri perut, muntah terus-menerus, akumulasi cairan,
perdarahan mukosa,letargi, pembesaran hati, peningkatan hematokrit dengan penurunan
trombosit; dan dengue berat dengue kebocoran plasma, perdarahan hebat, atau kegagalan
organ (WHO (2009) dalam (Fagbami and Onoja, 2018)).
Faktor Risiko
Umumnya DB diderita oleh anak-anak dan dewasa. Akan tetapi, risiko penyakit
simtomatik atau parah terjadi pada kelompok bayi yang baru lahir dengan demam berdarah
dan ibu hamil. Infeksi virus ini pada neonatus dapat menyebabkan gejala dan trombositopenia
2
yang berkepanjangan (Ranjan, Kumar and Nagar, 2016). Infeksi virus Dengue juga
memberikan risiko besar pada ibu hamil karena meningkatkan risiko kelahiran prematur,
kematian janin, kelainan kongenital, dan BBLR pada bayi (Wilder-Smith et al., 2019).
Etiologi
Faktor-faktor lingkungan yang terkait dengan penularan demam berdarah meliputi:
perubahan demografis dan sosial seperti pertumbuhan populasi yang tidak terkendali,
urbanisasi yang tidak terencana, perumahan di bawah standar, kepadatan penduduk, dan
penurunan kualitas air, saluran pembuangan, dan sistem pengelolaan limbah. Seiring dengan
ini, kurangnya kesadaran kesehatan masyarakat, danpenyakit telah menciptakan kondisi ideal
untuk meningkatkan penularanpenyakit yang ditularkan nyamuk terutama di daerah tropis
dan subtropis (Jahan and Rahman, 2020; Murugesan and Manoharan, 2020).
Diagnosis
Model diagnostik demam berdarah antara lain (Hoyos, Aguilar and Toro, 2021):
1. Diagnosis dini DBD, diagnosis dini pada DBD dapat dilakukan dengan melakukan
pemeriksaan fisik dan memperhatikan tanda gejala DBD antara lain: munculnya ptekie, ruam
kulit, mialgia, nyeri retro-okular, tes turniqet positif, dan perdarahan gingiva.
2. Adanya kebocoran dan keparahan plasma serta risiko terjadinya efusi serosa pada tingkat
berbagai rongga, seperti pleura, perikardium, dan peritoneum
Diagnosis pasti infeksi virus Dengue dapat ditegakkan dengan setidaknya satu dari
hasil tes berikut: 1)isolasi dari virus Dengue 2) setidaknya 4 kali lipat peningkatan serum
anti-dengue IgM atau IgG 3) deteksi antigen virus Dengue 4) deteksi demam berdarah genom
virus dengan Reserve Transcription-Polymerase Chain Reaction (RT-PCR).
Diagnosis DB juga dapat dilakukan dengan pemeriksaan NS1 (Santoso et al., 2020).
NS1 adalah salah satu dari 7 protein non-struktural DENV yang ditemukan beredar dalam
darah pasien demam berdarah selama fase demam akut penyakit, dan deteksi yang
memungkinkan untuk diagnosis dini infeksi Dengue. Tes cepat NS1 untuk demam berdarah
diproduksi untuk diagnosis yang mudah dan cepat. Salah satu instrumen diagnostik yang
dapat digunakan di Indonesia adalah RDT NS1 (Rapid Diagnostic Test). RDT dapat
digunakan untuk mendeteksi 4 serotipe DENV.RDT NS1 ini lebih spesifik dan akurat pada
infeksi primer virus Dengue dan sensitivitas berkurang jika virus Dengue sudah pernah
menjangkiti, termasuk pada wilayah dengan endemitas tinggi virus Dengue. Hasil penelitian
3
juga menunjukkan bahwa RDT NS1 lebih reaktif pada virus Dengue DENV-3 dan terendah
pada infeksi virus Dengue DENV-1.
Konfirmasi laboratorium DF dapat dibuat dari spesimen serum fase akut tunggal yang
diperoleh lebih awal (kurang dari lima hari setelah onset demam) dengan mendeteksi genom
virus dengan RT-PCR atau adanya DENV non-strukturalprotein 1 (NS1). Disarankan bahwa
Tingkat NS1 tinggi yang terdeteksi dalam 72 jam pertama demam adalah pre-diktor
perkembangan penyakit yang lebih parah. Namun, kinetika deteksi NS1 selama perjalanan
penyakit dalam hitungan detik infeksi sekunder lebih pendek daripada infeksi primer karena
peningkatan anamnestik yang cepat dalam antibodi reaksi silang NS1 selama fase akut
penyakit, yang mengasingkan NS1 dalam sistem imunplexes dan membuatnya tidak
terdeteksi oleh tes imuno-capture. IgM terhadap DENV dapat dideteksi sedini 3-5 hari pada
infeksi dengan capture ELISA, sedangkan IgG secara umum, tidak muncul selama fase akut
infeksi primer sampai banyak nanti. Namun, selama infeksi DENV sekunder, IgG dapat
muncul sedini 3 hari dan meningkat secara dramatis dalam dua minggu berikutnya setelah
timbulnya penyakit karena respons IgG anamnestik yang cepat terhadap berbagi epitop pada
beberapa protein virus dari yang pertama dan kedua menginfeksi serotipe DENV. Oleh
karena itu, rasio IgM dan IgG berguna indikator pembeda infeksi primer dan sekunder
(Wong, Wong and AbuBakar, 2020).
4
Meskipun kasus DBD/DSS telah dilaporkan pada individu tanpa paparan DENV
sebelumnya, sebagian besarkasus terjadi pada pasien yang telah terinfeksi secara berurutan
oleh setidaknya dua serotipe DENV. Perdarahan pada DBD disebabkan oleh berbagai
penyebab seperti trombositopenia, koagulopati, gangguan dalam sel epitel dan koagulasi
intravaskular diseminata . Pada DBD dan DSS, respons antibodi terhadap infeksi virus
pertama mungkin tidak menetralkan dan dapat meningkatkan masuknya yang keduaserotipe
menjadi sel mononuklear mengakibatkan peningkatan aktivitasvasi komplemen dan produksi
proinflamasi yang cepatsitokin tipe 1, seperti IFN- dan TNF-. Sitokin ini kemungkinan secara
langsung mempengaruhi sel-sel endotel vaskular untuk menyebabkan kebocoran plasma.
Pengobatan
Pengobatan demam berdarah tergantung pada manajemen gejala bersama dengan
resusitasi cairan dan mungkin memerlukan tranfusi trombosit, dan edukasi virus Dengue,
perkembangan dan komplikasinya (Wilder-Smith et al., 2019; Murugesan and Manoharan,
2020).
Komplikasi
Virus Dengue dapat menyebabkan komplikasi neurologis yang dapat dikatagorikan
menjadi ensefalopati dengue, ensefalitis, sindrom yang dimediasi sistem imun, disfungsi otot,
dan gangguan neuro-oftalmik. Manifestasi ini dapar disebabkan oleh infeksi virus dengue
DENV-2 dan DENV-3. Keterlibatan neurologis pada Dengue dapat disebabkan oleh empat
mekanisme yang mungkin: a)ketidakseimbangan metabolis (b) gangguan perdarahan (c)
reaksi autoimun pasca infeksi (d) infeksi langsung oleh virus.
Masalah Keperawatan
Gangguan pertukaran gas
Perfusi perifer tidak efektif
Hipovolemia
Risiko perdarahan
6
Daftar Pustaka
Fagbami, A. H. and Onoja, A. B. (2018) ‘Dengue haemorrhagic fever: An emerging disease
in Nigeria, West Africa’, Journal of Infection and Public Health. King Saud Bin
Abdulaziz University for Health Sciences, 11(6), pp. 757–762. doi:
10.1016/j.jiph.2018.04.014.
Hoyos, W., Aguilar, J. and Toro, M. (2021) ‘Dengue models based on machine learning
techniques: A systematic literature review’, Artificial Intelligence in Medicine. Elsevier
B.V., 119(May), p. 102157. doi: 10.1016/j.artmed.2021.102157.
Jahan, Y. and Rahman, A. (2020) ‘Management of dengue hemorrhagic fever in a secondary
level hospital in Bangladesh: A case report’, IDCases. Elsevier Ltd, 21, p. e00880. doi:
10.1016/j.idcr.2020.e00880.
Jing, Q. and Wang, M. (2019) ‘Dengue epidemiology’, Journal of Global Health. Elsevier
B.V., 3(2), pp. 37–45. doi: 10.1016/j.glohj.2019.06.002.
Kumar, A. and Margekar, S. L. (2016) ‘Neurological manifestations in dengue’, Indian
Journal of Medical Specialities. No longer published by Elsevier, 7(4), pp. 152–154. doi:
10.1016/J.INJMS.2016.09.009.
Murugesan, A. and Manoharan, M. (2020) ‘Dengue Virus’, Emerging and Reemerging Viral
Pathogens: Volume 1: Fundamental and Basic Virology Aspects of Human, Animal and
Plant Pathogens. Academic Press, pp. 281–359. doi: 10.1016/B978-0-12-819400-
3.00016-8.
Ranjan, R., Kumar, K. and Nagar, N. (2016) ‘Congenital dengue infection: Are we missing
the diagnosis?’, Pediatric Infectious Disease. No longer published by Elsevier, 8(4), pp.
120–123. doi: 10.1016/J.PID.2016.07.003.
Santoso, M. S. et al. (2020) ‘Diagnostic accuracy of 5 different brands of dengue virus non-
structural protein 1 (NS1) antigen rapid diagnostic tests (RDT) in Indonesia’, Diagnostic
Microbiology and Infectious Disease. Elsevier Inc., 98(2), p. 115116. doi:
10.1016/j.diagmicrobio.2020.115116.
Wilder-Smith, A. et al. (2019) ‘Dengue’, The Lancet, 393(10169), pp. 350–363. doi:
10.1016/S0140-6736(18)32560-1.
Wong, P. F., Wong, L. P. and AbuBakar, S. (2020) ‘Diagnosis of severe dengue: Challenges,
needs and opportunities’, Journal of Infection and Public Health. King Saud Bin
Abdulaziz University for Health Sciences, 13(2), pp. 193–198. doi:
10.1016/j.jiph.2019.07.012.
7
8