Tinjauan Pustaka
Disusun oleh:
Pembimbing :
dr. Dwi Astuti Candrakirana, SpKK
KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU
RSUD ARIFIN ACHMAD PROVINSI RIAU
2019
1
ABSTRAK
Reaksi kusta adalah episode akut pada perjalanan penyakit yang kronik, yang dapat
terjadi sebelum, saat, dan setelah pengobatan lengkap multi-drug treatment (MDT).
Reaksi kusta tipe 2 atau eritema nodosum leprosum (ENL) adalah reaksi humoral yang
merupakan manifestasi sindrom kompleks imun, terutama terjadi pada tipe lepromatosa
(LL) dan dapat pula pada borderline lepromatosa (BL). Gejala klinis dari ENL dapat
berupa nodul, eritema, dan nyeri dengan lesi yang terdistribusi bilateral dan simetris
terutama di daerah tungkai bawah, wajah, lengan dan paha, serta dapat disertai
dengan gejala konstitusi dari ringan sampai berat. Pada ENL yang berat dapat disertai
gangguan pada organ lain: iridosiklitis, artritis, nefritis, limfadenitis. Penatalaksanaan
reaksi kusta harus sesuai dengan prinsip pengobatan, obat anti reaksi terdiri dari
prednison, lampren dan talidomid.
ABSTRACK
Leprosy reactions are acute episodes in the course of chronic diseases, which can occur
before, during, and after complete multi-drug treatment (MDT). Type 2 leprosy reaction
or Erythema Nodosum Leprosum (ENL) is a humoral reaction which is a manifestation
of an immune complex syndrome, mainly occurring in the type of lepromatous (LL) and
can also be on the borderline lepromatous (BL). Clinical symptoms of ENL can be
nodules, erythema, and pain with lesions that are distributed bilaterally and
symmetrically especially in the lower limbs, face, arms and thighs, and can be
accompanied by constitutional symptoms from mild to severe. In severe ENL can be
accompanied by disorders of other organs: iridocyclitis, arthritis, nephritis,
lymphadenitis. Management of leprosy reactions must be in accordance with the
principles of treatment, anti-reaction drugs consisting of prednisone, lampren and
thalidomide.
PENDAHULUAN
Penyakit kusta adalah penyakit kronis yang disebabkan oleh Mycrobacterium leprae
(M. leprae) yang pertama menyerang saraf tepi selanjutnya menyerang kulit, mukosa
mulut, saluran napas bagian atas, sistem retikuloendotelial, mata, otot, tulang, dan testis
kecuali susunan saraf pusat yang bersifat intraselular obligat.1,2 Penyakit kusta
merupakan salah satu penyakit menular yang menimbulkan masalah yang sangat
yang memadai dalam bidang kesehatan, pendidikan, dan kesejahteraan sosial ekonomi
pada masyarakat.3
Jumlah kasus baru kusta di dunia pada tahun 2015 adalah sekitar 210.758, dari
jumlah tersebut paling banyak terdapat di Asia Tenggara (156.118) diikuti Amerika
(28.806) dan Afrika (20.004), dan sisanya berada di beberapa daerah lain. Angka
prevalensi kusta di Indonesia pada tahun 2017 sebesar 0,70 kasus/10.000 penduduk dan
angka penemuan kasus baru sebesar 6,08 kasus per 100.000 penduduk.4
Reaksi kusta adalah suatu reaksi imunologi pada penderita kusta yang mana terjadi
episode akut pada perjalanan yang sangat kronis.2 Reaksi kusta pada penderita kusta
merupakan fenomena imunologi yang dapat terjadi sebelum, saat, dan setelah
pengobatan lengkap multi-drug treatment (MDT).5 Reaksi imun yang terjadi pada reaksi
kusta ini tergolong dalam reaksi imun patologik. Terdapat 2 jenis reaksi kusta, yaitu
reaksi tipe 1 atau reaksi reversal dan reaksi tipe 2 atau eritema nodosum leprosum
(ENL).2
Reaksi kusta tipe 2 ini dikenal dengan nama eritema nodosum leprosum (ENL).
Eritema nodosum leprosum adalah reaksi humoral yang merupakan manifestasi sindrom
3
kompleks imun. Terutama terjadi pada tipe lepromatosa (LL) dan dapat pula pada
TERMINOLOGI
Reaksi kusta adalah suatu reaksi imunologi pada penderita kusta yang mana terjadi
episode akut pada perjalanan yang sangat kronis. Eritema nodosum leprosum
merupakan reaksi kusta tipe 2. Eritema nodosum leprosum merupakan reaksi humoral
berupa reaksi antigen (M. leprae) dan antibodi pasien yang akan mengaktifkan sistem
tipe III.1,3
EPIDEMIOLOGI
Reaksi tipe 2 (ENL) lebih jarang terjadi dibandingkan reaksi tipe 1 (reaksi reversal).
Angka kejadian ENL di Brazil, 37% kasus baru kusta tipe BL dan LL mengalami ENL,
sedangkan di Asia (Nepal, India, Thailand) prevalensi ENL bervariasi antara 19-26%.6
Angka kejadian ENL di Indonesia menurut penelitian retrospektif pada tahun 2009-2011
di rumah sakit Dr. Sutomo, tercatat 638 pasien kusta baru 82% adalah pasien kusta tipe
MB dan 26,7% dari persentase pasien baru tipe MB terjadi reaksi tipe 2 (ENL). 7
Penelitian yang dilakukan di RSUP dr. Mohammad Hoesin di Palembang pada tahun
2015-2017 didapatkan dari 123 pasien 43 (35%) diantaranya mengalami reaksi kusta
tipe 2 (ENL).8
FAKTOR PENCETUS
3. Kehamilan awal (karena stress mental), trimester ke-3, dan puerpium (karena stress
ETIOPATOGENESIS
Reaksi tipe 2 merupakan reaksi hipersensitivitas tipe III menurut Coomb dan Gell.
Antigen berasal dari produk kuman yang telah mati dan bereaksi dengan antibodi
mengaktivasi komplemen sehingga terjadi ENL. ENL merupakan reaksi humoral yang
Pada reaksi kusta tipe 2, aktivasi limfosit T-helper 2 (Th2) mempengaruhi produksi
interleukin (IL)-4 dan IL-10, yang akan menstimulasi respon imun humoral dan
intensitas produksi antibodi limfosit B. Reaksi berat pada kusta tipe 2 disebabkan oleh
meningkatnya produksi sitokin oleh limfosit Th2 sebagai respon imun tubuh untuk
mengatasi peradangan. Tumor necrosis factor alpha (TNF-ɑ) dan interferon gamma
Reaksi tipe 2 atau ENL adalah komplikasi imunologis paling serius pada pasien BL
dan LL. Hal ini terjadi apabila basil M. leprae dalam jumlah besar terbunuh dan secara
bertahap dipecah. Protein dari basil yang mati mencetuskan reaksi alergi yang akan
mengenai seluruh tubuh dan menyebabkan gejala sistemik karena protein ini terdapat di
aliran darah. Pada reaksi ini terjadi peningkatan deposit kompleks imun di jaringan.
Lebih jauh, pada ENL terjadi peningkatan sementara respon imunitas yang diperantarai
5
sel dengan ekspresi pada sitokin tipe Th 1. Sel T yang utama pada ENL adalah CD4+.
TNF dan IL-6 juga muncul pada lesi kulit ENL, sementara kadar IL-4 yang rendah
GEJALA KLINIS
Gejala klinis dari ENL dapat berupa nodul, eritema, dan nyeri dengan lesi yang
terdistribusi bilateral dan simetris terutama di daerah tungkai bawah, wajah, lengan dan
paha. ENL dapat disertai dengan gejala konstitusi dari ringan sampai berat. Perjalanan
Manifestasi klinis reaksi kusta tipe 2 ringan dan berat dapat dilihat pada tabel 1.1,3
PEMERIKSAAN PENUNJANG
pemeriksaan histopatologi:12
1. Pada pemeriksaan laboratorium, dilakukan pemeriksaan protein dan sel darah merah
kadar gammaglobulin.
infiltrat pada inflamasi granulomatosa yang kronik dari BL dan LL. Selain itu, akan
tampak peningkatan vaskularisasi dengan dilatasi kapiler pada dermis bagian atas
7
dan pada dermis bagian bawah terdapat infiltrasi lekosit polimorfonuklear yang
Terdapat pembengkakan dan edema endothelium vena, arteriole dan arteri-artei kecil
pada lasi ENL. Fragmen basil sedikit dan, terdapat disekitar pembuluh darah.
DIAGNOSIS BANDING
Manifestasi Gejala yang paling umum Kelainan kulit berupa Kelainan kulit berupa
klinis terjadi adalah tanda palpable purpura yang nodus-nodus indolen
kemerahan dan rasa gatal mengenai kapiler terutama pada
dan panas di kulit. Selain berbentuk eritema dan ekstremitas bagian
itu, sering ditemui nodus yang nyeri ekstensor. Diatasnya
perubahan warna kulit dengan eritema terdapat eritem.
8
Gambar
Prognosis Jika terapi dilakukan EOA tipe ringan baik Prognosisi pada
dengan baik dan adekuat bila obat penyebab dapat penyakit ini
maka prognosisnya akan diidentifikasi dan segera bervariasi, tergantung
baik. dihentikan. Pada EOA pada jenis kulit,
tipe berat, misalnya jumlah inoculum,
eritroderma dan tingkat infeksi
nekrolisis epidermal ektracutaneus, usia
toksik prognosis dapat pasien, imunitas dan
menjadi buruk, terapi. Jika terapi
disebabkan komplikasi dilakukan dengan
yang terjadi misalnya baik dan adekuat
sepsis. maka prognosisnya
akan baik.
10
PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan reaksi tergantung pada tipe reaksi yang dialami dan berat ringannya
reaksi tersebut, ada atau tidaknya komplikasi atau kontraindikasi yang dapat
yang tersedia.2,3
1. Imobilisasi/istirahat.
2. Pemberian analgetik, antipiretik, sedatif bila perlu.
Aspirin merupakan obat anti inflamasi non steroid yang baik dan banyak digunakan
untuk mengatasi nyeri. Dosis yang dianjurkan 600-1200 mg/4jam, 4-6 kali sehari.
3. Memberikan obat antireaksi (prednison, lampren/clofazimin) pada reaksi berat.
a. Prednison
Pemberian steroid dimulai dengan dosis awal 30 mg/hari, bila membaik
diturunkan 5-10 mg/2 minggu, bila menetap dosis dilanjutkan selama 1 minggu.
b. Clofazimin.
Pemberian clofazimin digunakan untuk ENL yang berulang atau dapat
Dosis dimulai 300 mg/hari selama 2 bulan, diturunkan 200 mg/hari selama 2
2. Disertai komplikasi penyakit lain yang berat, misalnya hepatitis, DM, hipertensu,
3. Ibu hamil.
PROGNOSIS
11
Reaksi kusta tidak pernah timbul pada pasien indetermintae. Hingga 50% dari
semua pasien dalam terapi multiobat (multidrug) mungkin datang dengan reaksi kusta
ketika periode terapi, namun reaksi-reaksi ini juga dapat timbul sebelum dan setelah
terapi. Neuropati yang ada pada saat waktu diagnosis, kusta mutibasiler, luasnya dari
penyakit tersebut, dan ditemukan lesi-lesi yang berada pada saraf perifer dari tungkai
merupakan faktor yang dapat meningkatkan resiko dari reaksi-reaksi tersebut dan dapat
terjadinya kekambuhan reaksi kusta antara lain pasien dalam pengobatan MDT tersebut,
adanya infeksi, kehamilan, stress fisik dan mental serta trauma.3,12,13 Prognosis pada
DAFTAR PUSTAKA
1. Kelompok Studi Morbus Hansen Indonesia (KSMHI). Kusta. Sjamsoe-Daili ES,
Menaldi SL, Ismiarto SP, Sari HN, penyunting. Edisi ke-2. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI; 2003.
2. Wisnu IM, Sjamsoe-Daili E, Menaldi SL. Kusta. Dalam : Menaldi SL. Bramono K,
penyunting. Ilmu Penyakit Kulit Kelamin. Edisi ketujuh. Jakarta: Badan Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2018. Hal 87-102.
4. Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI. Infodatin: Hapuskan Stigma
dan Diskriminasi Terhadap Kusta. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia; 2018.
7. Agusni I, Pratiwi FD. Kelainan Sistemik dan Laboratoris pada Pasien Kusta dengan
Reaksi Tipe 2 (Erythema Nodosum Leprosum). Berkala Ilmu Kesehatan Kulit &
Kelamin. April 2018;30(1):18-25.
9. Kahawita IP, Walker SL, Lockwood DN. Leprosy Type 1 Reactions and Erythema
Nodosum Leprosum. An Bras Dermatol. 2008;83:75-82.
10. James WD, Berger T, Elston D. Andrews’ Diseases of The Skin. 12th ed. San
Fansisco: Elsevier; 2015.
11. Ramaswari NP. Reaksi Reversal dan Eritema Nodosum Leprosum pada Penyakit
Kusta. CDK. 2015;42(9):653-7.
12. Amirudin MD. Eritema Nodosum Leprosum. Dalam: Ilmu Penyakit Kusta.
Makassar: Hassanudin University Press; 2003. Hal 83-99.
13. Kang S, Amagai M, Bruckner AL, Enk AH, Margolis DJ, McMichael AJ, Orringer
JS. Fitzpatrick’s Dermatology. 9th edition. Volume 1. New York: Mc Graw Hill;
2019.
13
14. Tangkidi D, Sondakh ORL, Kandou RT. Morbus hansen multibasiler relaps dengan
reaksi eritema nodosum leprosum bulosa. Manado: Universitas Sam Ratulangi
Manado; 2015. Hal 199.