Anda di halaman 1dari 14

0

Tinjauan Pustaka

ERITEMA NODOSUM LEPROSUM (ENL)

Disusun oleh:

1. Aryati Ningsih (1608438314)


2. Widya Putri (1608437725)
3. Nur Khairani Putri (1808436250)
4. Jeanike Defrawati (180843612)
5. Elsi Srihasti W (1808436199)
6. Atya Nasmah (1808436247)
7. Puteri Maharani (1808436255)
8. Annisa Bella Friska (1808436226)

Pembimbing :
dr. Dwi Astuti Candrakirana, SpKK

KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU
RSUD ARIFIN ACHMAD PROVINSI RIAU
2019
1

ERITEMA NODOSUM LEPROSUM (ENL)


Aryati Ningsih*, Widya Putri*, Nur Khairani Putri*, Jeanike Defrawati*, Elsi Srihasti
W*, Atya Nasmah*, Puteri Maharani*, Annisa Bella Friska*, Dwi Astuti
Candrakirana**
*Program Profesi Dokter Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
Fakultas Kedokteran Universitas Riau/ RSUD Arifin Achmad Pekanbaru
**Dokter Spesialis kulit dan Kelamin, KJF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin

ABSTRAK
Reaksi kusta adalah episode akut pada perjalanan penyakit yang kronik, yang dapat
terjadi sebelum, saat, dan setelah pengobatan lengkap multi-drug treatment (MDT).
Reaksi kusta tipe 2 atau eritema nodosum leprosum (ENL) adalah reaksi humoral yang
merupakan manifestasi sindrom kompleks imun, terutama terjadi pada tipe lepromatosa
(LL) dan dapat pula pada borderline lepromatosa (BL). Gejala klinis dari ENL dapat
berupa nodul, eritema, dan nyeri dengan lesi yang terdistribusi bilateral dan simetris
terutama di daerah tungkai bawah, wajah, lengan dan paha, serta dapat disertai
dengan gejala konstitusi dari ringan sampai berat. Pada ENL yang berat dapat disertai
gangguan pada organ lain: iridosiklitis, artritis, nefritis, limfadenitis. Penatalaksanaan
reaksi kusta harus sesuai dengan prinsip pengobatan, obat anti reaksi terdiri dari
prednison, lampren dan talidomid.

Kata Kunci : Eritema Nodosum Leprosum (ENL), gejala klinis, penatalaksanaan.

ABSTRACK
Leprosy reactions are acute episodes in the course of chronic diseases, which can occur
before, during, and after complete multi-drug treatment (MDT). Type 2 leprosy reaction
or Erythema Nodosum Leprosum (ENL) is a humoral reaction which is a manifestation
of an immune complex syndrome, mainly occurring in the type of lepromatous (LL) and
can also be on the borderline lepromatous (BL). Clinical symptoms of ENL can be
nodules, erythema, and pain with lesions that are distributed bilaterally and
symmetrically especially in the lower limbs, face, arms and thighs, and can be
accompanied by constitutional symptoms from mild to severe. In severe ENL can be
accompanied by disorders of other organs: iridocyclitis, arthritis, nephritis,
lymphadenitis. Management of leprosy reactions must be in accordance with the
principles of treatment, anti-reaction drugs consisting of prednisone, lampren and
thalidomide.

Keywords: Erythema Nodosum Leprosum (ENL), clinical symptoms, management.


2

PENDAHULUAN

Penyakit kusta adalah penyakit kronis yang disebabkan oleh Mycrobacterium leprae

(M. leprae) yang pertama menyerang saraf tepi selanjutnya menyerang kulit, mukosa

mulut, saluran napas bagian atas, sistem retikuloendotelial, mata, otot, tulang, dan testis

kecuali susunan saraf pusat yang bersifat intraselular obligat.1,2 Penyakit kusta

merupakan salah satu penyakit menular yang menimbulkan masalah yang sangat

kompleks. Penyakit kusta pada umumnya terdapat di negara – negara berkembang

sebagai akibat keterbatasan kemampuan negara tersebut dalam memberikan pelayanan

yang memadai dalam bidang kesehatan, pendidikan, dan kesejahteraan sosial ekonomi

pada masyarakat.3

Jumlah kasus baru kusta di dunia pada tahun 2015 adalah sekitar 210.758, dari

jumlah tersebut paling banyak terdapat di Asia Tenggara (156.118) diikuti Amerika

(28.806) dan Afrika (20.004), dan sisanya berada di beberapa daerah lain. Angka

prevalensi kusta di Indonesia pada tahun 2017 sebesar 0,70 kasus/10.000 penduduk dan

angka penemuan kasus baru sebesar 6,08 kasus per 100.000 penduduk.4

Reaksi kusta adalah suatu reaksi imunologi pada penderita kusta yang mana terjadi

episode akut pada perjalanan yang sangat kronis.2 Reaksi kusta pada penderita kusta

merupakan fenomena imunologi yang dapat terjadi sebelum, saat, dan setelah

pengobatan lengkap multi-drug treatment (MDT).5 Reaksi imun yang terjadi pada reaksi

kusta ini tergolong dalam reaksi imun patologik. Terdapat 2 jenis reaksi kusta, yaitu

reaksi tipe 1 atau reaksi reversal dan reaksi tipe 2 atau eritema nodosum leprosum

(ENL).2

Reaksi kusta tipe 2 ini dikenal dengan nama eritema nodosum leprosum (ENL).

Eritema nodosum leprosum adalah reaksi humoral yang merupakan manifestasi sindrom
3

kompleks imun. Terutama terjadi pada tipe lepromatosa (LL) dan dapat pula pada

borderline lepromatosa (BL).1

TERMINOLOGI

Reaksi kusta adalah suatu reaksi imunologi pada penderita kusta yang mana terjadi

episode akut pada perjalanan yang sangat kronis. Eritema nodosum leprosum

merupakan reaksi kusta tipe 2. Eritema nodosum leprosum merupakan reaksi humoral

berupa reaksi antigen (M. leprae) dan antibodi pasien yang akan mengaktifkan sistem

komplemen sehingga terbentuk komplek imun dan merupakan reaksi hipersensitivitas

tipe III.1,3

EPIDEMIOLOGI

Reaksi tipe 2 (ENL) lebih jarang terjadi dibandingkan reaksi tipe 1 (reaksi reversal).

Angka kejadian ENL di Brazil, 37% kasus baru kusta tipe BL dan LL mengalami ENL,

sedangkan di Asia (Nepal, India, Thailand) prevalensi ENL bervariasi antara 19-26%.6

Angka kejadian ENL di Indonesia menurut penelitian retrospektif pada tahun 2009-2011

di rumah sakit Dr. Sutomo, tercatat 638 pasien kusta baru 82% adalah pasien kusta tipe

MB dan 26,7% dari persentase pasien baru tipe MB terjadi reaksi tipe 2 (ENL). 7

Penelitian yang dilakukan di RSUP dr. Mohammad Hoesin di Palembang pada tahun

2015-2017 didapatkan dari 123 pasien 43 (35%) diantaranya mengalami reaksi kusta

tipe 2 (ENL).8

FAKTOR PENCETUS

Faktor pencetus reaksi kusta tipe 2:3

1. Obat MDT, kecuali klofazimin.

2. Indeks bakteri >4+.


4

3. Kehamilan awal (karena stress mental), trimester ke-3, dan puerpium (karena stress

fisik), setiap masa kehamilan (karena infeksi penyerta).

4. Infeksi penyerta: streptokokus, virus.

5. Stress fisik dan mental.

6. Lain-lain seperti trauma, operasi.

ETIOPATOGENESIS

Reaksi tipe 2 merupakan reaksi hipersensitivitas tipe III menurut Coomb dan Gell.

Antigen berasal dari produk kuman yang telah mati dan bereaksi dengan antibodi

membentuk kompleks Ag-Ab (Antigen-Antibodi). Kompleks Ag-Ab ini akan

mengaktivasi komplemen sehingga terjadi ENL. ENL merupakan reaksi humoral yang

merupakan manifestasi sindrom kompleks imun.1

Pada reaksi kusta tipe 2, aktivasi limfosit T-helper 2 (Th2) mempengaruhi produksi

interleukin (IL)-4 dan IL-10, yang akan menstimulasi respon imun humoral dan

intensitas produksi antibodi limfosit B. Reaksi berat pada kusta tipe 2 disebabkan oleh

meningkatnya produksi sitokin oleh limfosit Th2 sebagai respon imun tubuh untuk

mengatasi peradangan. Tumor necrosis factor alpha (TNF-ɑ) dan interferon gamma

(IFN-y) merupakan komponen sitokin spesifik pada ENL.9,10

Reaksi tipe 2 atau ENL adalah komplikasi imunologis paling serius pada pasien BL

dan LL. Hal ini terjadi apabila basil M. leprae dalam jumlah besar terbunuh dan secara

bertahap dipecah. Protein dari basil yang mati mencetuskan reaksi alergi yang akan

mengenai seluruh tubuh dan menyebabkan gejala sistemik karena protein ini terdapat di

aliran darah. Pada reaksi ini terjadi peningkatan deposit kompleks imun di jaringan.

Lebih jauh, pada ENL terjadi peningkatan sementara respon imunitas yang diperantarai
5

sel dengan ekspresi pada sitokin tipe Th 1. Sel T yang utama pada ENL adalah CD4+.

TNF dan IL-6 juga muncul pada lesi kulit ENL, sementara kadar IL-4 yang rendah

mendukung peran Th 1 pada reaksi ini.11

Gambar 1. Mekanisme Imun Eritema Nodosum Leprosum9

GEJALA KLINIS

Gejala klinis dari ENL dapat berupa nodul, eritema, dan nyeri dengan lesi yang

terdistribusi bilateral dan simetris terutama di daerah tungkai bawah, wajah, lengan dan

paha. ENL dapat disertai dengan gejala konstitusi dari ringan sampai berat. Perjalanan

reaksi dapat berlangsung selama 3 minggu atau lebih.

Gambar 2. Gambaran Klinis Reaksi Kusta Tipe 23


6

Manifestasi klinis reaksi kusta tipe 2 ringan dan berat dapat dilihat pada tabel 1.1,3

Tabel 1. Manifestasi Klinis Reaksi Kusta Tipe 2 Ringan dan Berat1,3

Organ yang diserang Reaksi Ringan Reaksi Berat


Kulit - Nodus merah, panas dan - Nodus merah, tebal,
nyeri dapat menjadi ulkus panas dan nyeri sering
- Jumlah sedikit menjadi ulkus.
- Jumlah banyak

Saraf - Penebalan saraf - Penebalan saraf


- Tidak nyeri - Nyeri
- Fungsi tidak terganggu - Fungsi terganggu

Gejala konstitusi - Demam ringan - Demam tinggi

Gangguan pada - Tidak ada - Iridosiklitis, artritis,


organ lain nefritis, limfadenitis

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan penunjang pada ENL dapat berupa pemeriksaan laboratorium dan

pemeriksaan histopatologi:12

1. Pada pemeriksaan laboratorium, dilakukan pemeriksaan protein dan sel darah merah

dalam urine yang dapat menunjukkan terjadinya glomerulonefritis akut. Pada

pemeriksaan dengan menggunakan mikroskop, dapat terlihat kompleks imun pada

glomerulus ginjal. Pada pemerksaan hematologi dapat ditemukan leukositosis PMN,

trombositosis, peninggian LED, anemia normositik normokrom dan peninggian

kadar gammaglobulin.

2. Pemerikaan histologi, ENL akan menunjukkan inflamasi akut berupa lapisan

infiltrat pada inflamasi granulomatosa yang kronik dari BL dan LL. Selain itu, akan

tampak peningkatan vaskularisasi dengan dilatasi kapiler pada dermis bagian atas
7

dan pada dermis bagian bawah terdapat infiltrasi lekosit polimorfonuklear yang

lokalisasinya disekeliling pembuluh darah dan menyerang dinding pembuluh darah.

Terdapat pembengkakan dan edema endothelium vena, arteriole dan arteri-artei kecil

pada lasi ENL. Fragmen basil sedikit dan, terdapat disekitar pembuluh darah.

Kerusakan dinding vaskuler ini mengakibatkan ekstravasasi eritrosit.

DIAGNOSIS BANDING

Diagnosis banding dari ENL dapat dijelaskan pada tabel 2 berikut.2,3,13

Tabel 2. Diagnosis Banding2,3,13

Selulitis Erupsi Obat Alergi Eritema Nodusum


(EOA) : karena tuberculosis
Vaskulitis
Definisi Infeksi yang disebabkan Reaksi hipersensitivitas Gangguan pada kulit
oleh bakteri streptococcus terhadap obat dengan yang menyebabkan
β hemolyticus. Bakteri manifestasi pada kulit terjadinya benjolan
umumnya menyebabkan yang dapat disertai merah atau
infeksi kulit karena keterlibatan mukosa. keunguan. Benjolan
adanya luka terbuka di ini umumnya terjadi
kulit yang menjadi jalan di tulang kering serta
masuk bakteri. lengan dan paha
tetapi pada kasus
yang jarang. Hal ini
disebabkan oleh
kelainan pada lemak
subkutan yang
menyebabkan
benjolan.

Etiologi Streptococcus β Immunologi : Mycobacterium


hemolyticus hipersensitivitas I, II, tuberculosis
III, IV

Manifestasi Gejala yang paling umum Kelainan kulit berupa Kelainan kulit berupa
klinis terjadi adalah tanda palpable purpura yang nodus-nodus indolen
kemerahan dan rasa gatal mengenai kapiler terutama pada
dan panas di kulit. Selain berbentuk eritema dan ekstremitas bagian
itu, sering ditemui nodus yang nyeri ekstensor. Diatasnya
perubahan warna kulit dengan eritema terdapat eritem.
8

menjadi lebih gelap. diatasnya dengan


disertai gejala umum
berupa demam dan
malese.

Gambar

Pemeriksaan Pemeriksaan darah rutin. Pemeriksaan - Bakterioskopi basil


penunjang Pemeriksaan kultur pus laboratorium, tahan asam pada
dan darah serta pemeriksaan imunologi, lesi dengan
pemeriksaan radiologi pencitraan, biopsi pewaraan ziehl
seperti jaringan, skrinning. Neelsen, jika
Magnetic Resonance positif kuman
Imaging (MRI), Compute tampak berwarna
d Tomography Scan (CT- merah pada dasar
Scan tidak dilakukan yang biru. Kalau
kecuali pada kondisi biru belum berarti
khusus, misalnya terdapat kuman tersebut
kecurigaan adanya Mycobacterium
komplikasi selulitis tuberculosi, oleh
seperti abses kuman
atau necrotizing fasciitis. Mycobacterium
USG dapat digunakan lepra juga
untuk menilai diagnosis merupakan bakteri
banding deep vein basil tahan asam.
thrombosis. Pemeriksaan - Medium yang
histopatologi dilakukan digunakan adalah
setelah dilakukan Lowenstein
eksplorasi terbuka, yang Jensen.
dilakukan hanya jika - Histopatologi
terdapat tanda-tanda - Tes tuberkulin-
infeksi sistemik. PPD (Purufied
protein derivate)

Pengobatan Antibiotik : Terapi sistemik : Kombinasi dosis


- Linkomisin 3 x 500 mg, - Kortikosteroid : EOA tetap terdiri dari 4
atau ringan diberikan 0,5 macam obat alternatif
9

- Klindamisin 4 x 300- mg/kgBB/hari. Berat : tuberkulosis (OAT)


450 mg, atau 1-4 mg/kgBB/hari. yaitu : Rifampisin
- Eritromisin 3 x 500 mg, Efek samping : 150 mg, Isoniasid 75
atau perdarahan intestinal, mg, Pirazinamid 400
- Sefadroksil 2 x 500 mg resiko sepsis, dan mg dan Etambutol
atau 2 x 1000 mg peningkatan gula 275 mg. Tetap
darah. diberika berdasarkan
berat badan untuk
dewasa dan dosis
berbeda pada anak.
Saat ini kombinasi
tetap yang ada di
Indonesia hanya
RHZE dan RH.

Prognosis Jika terapi dilakukan EOA tipe ringan baik Prognosisi pada
dengan baik dan adekuat bila obat penyebab dapat penyakit ini
maka prognosisnya akan diidentifikasi dan segera bervariasi, tergantung
baik. dihentikan. Pada EOA pada jenis kulit,
tipe berat, misalnya jumlah inoculum,
eritroderma dan tingkat infeksi
nekrolisis epidermal ektracutaneus, usia
toksik prognosis dapat pasien, imunitas dan
menjadi buruk, terapi. Jika terapi
disebabkan komplikasi dilakukan dengan
yang terjadi misalnya baik dan adekuat
sepsis. maka prognosisnya
akan baik.
10

PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan reaksi tergantung pada tipe reaksi yang dialami dan berat ringannya

reaksi tersebut, ada atau tidaknya komplikasi atau kontraindikasi yang dapat

mempengaruhi penangan reaksi, obat yang tersedia, tingkat kemampuan penanganan

yang tersedia.2,3

Prinsip penatalaksanaan reaksi kusta tipe 2:1,3

1. Imobilisasi/istirahat.
2. Pemberian analgetik, antipiretik, sedatif bila perlu.
Aspirin merupakan obat anti inflamasi non steroid yang baik dan banyak digunakan

untuk mengatasi nyeri. Dosis yang dianjurkan 600-1200 mg/4jam, 4-6 kali sehari.
3. Memberikan obat antireaksi (prednison, lampren/clofazimin) pada reaksi berat.
a. Prednison
Pemberian steroid dimulai dengan dosis awal 30 mg/hari, bila membaik

diturunkan 5-10 mg/2 minggu, bila menetap dosis dilanjutkan selama 1 minggu.
b. Clofazimin.
Pemberian clofazimin digunakan untuk ENL yang berulang atau dapat

digunakan untuk melepas ketergantungan kortikosteroid (steroid dependent).

Dosis dimulai 300 mg/hari selama 2 bulan, diturunkan 200 mg/hari selama 2

bulan, kemudian 100mg/hari selama 2 bulan.


4. MDT diberikan terus dengan dosis tetap pada pasien dalam pengobatan.

Indikasi rawat inap pasien ENL di rumah sakit:3


1. ENL bulosa, suhu tubuh tinggi, neuritis, ENL yang pecah-pecah.

2. Disertai komplikasi penyakit lain yang berat, misalnya hepatitis, DM, hipertensu,

tukak lambung berat.

3. Ibu hamil.

4. ENL berat yang berulang.

PROGNOSIS
11

Reaksi kusta tidak pernah timbul pada pasien indetermintae. Hingga 50% dari

semua pasien dalam terapi multiobat (multidrug) mungkin datang dengan reaksi kusta

ketika periode terapi, namun reaksi-reaksi ini juga dapat timbul sebelum dan setelah

terapi. Neuropati yang ada pada saat waktu diagnosis, kusta mutibasiler, luasnya dari

penyakit tersebut, dan ditemukan lesi-lesi yang berada pada saraf perifer dari tungkai

merupakan faktor yang dapat meningkatkan resiko dari reaksi-reaksi tersebut dan dapat

menyebabkan gangguan fungsi saraf. Beberapa faktor yang dapat meningkatkan

terjadinya kekambuhan reaksi kusta antara lain pasien dalam pengobatan MDT tersebut,

adanya infeksi, kehamilan, stress fisik dan mental serta trauma.3,12,13 Prognosis pada

ENL adalah quo ad vitam et sanam et fungsionam dubia.14


12

DAFTAR PUSTAKA
1. Kelompok Studi Morbus Hansen Indonesia (KSMHI). Kusta. Sjamsoe-Daili ES,
Menaldi SL, Ismiarto SP, Sari HN, penyunting. Edisi ke-2. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI; 2003.

2. Wisnu IM, Sjamsoe-Daili E, Menaldi SL. Kusta. Dalam : Menaldi SL. Bramono K,
penyunting. Ilmu Penyakit Kulit Kelamin. Edisi ketujuh. Jakarta: Badan Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2018. Hal 87-102.

3. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Nasional Program


Pengendalian Penyakit Kusta. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit
dan Penyehatan Lingkungan; 2012.

4. Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI. Infodatin: Hapuskan Stigma
dan Diskriminasi Terhadap Kusta. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia; 2018.

5. Vionni, Arifputra J, Arifputra Y. Reaksi Kusta. CDK-242. 2016;43(7):501-4.

6. Prameswari R, Listiawan MY, Prakoeswa RS. Peran TNF-ɑ pada Imunopatogenesis


ENL dan Kontribusinya pada Penatalaksanaan ENL. Berkala Ilmu Kesehatan Kulit
& Kelamin. April 2012;24(1):43-8.

7. Agusni I, Pratiwi FD. Kelainan Sistemik dan Laboratoris pada Pasien Kusta dengan
Reaksi Tipe 2 (Erythema Nodosum Leprosum). Berkala Ilmu Kesehatan Kulit &
Kelamin. April 2018;30(1):18-25.

8. Gunawan ATS, Argentina F, Subandrate. Hubungan Faktor Resiko dengan Kejadian


Eritema Nodosum Leprosum (ENL) di RSUP DR. MOHAMMAD HOESIN
Palembang. Majalah Kedokteran Sriwijaya. 2019;(2):53-63.

9. Kahawita IP, Walker SL, Lockwood DN. Leprosy Type 1 Reactions and Erythema
Nodosum Leprosum. An Bras Dermatol. 2008;83:75-82.

10. James WD, Berger T, Elston D. Andrews’ Diseases of The Skin. 12th ed. San
Fansisco: Elsevier; 2015.

11. Ramaswari NP. Reaksi Reversal dan Eritema Nodosum Leprosum pada Penyakit
Kusta. CDK. 2015;42(9):653-7.

12. Amirudin MD. Eritema Nodosum Leprosum. Dalam: Ilmu Penyakit Kusta.
Makassar: Hassanudin University Press; 2003. Hal 83-99.

13. Kang S, Amagai M, Bruckner AL, Enk AH, Margolis DJ, McMichael AJ, Orringer
JS. Fitzpatrick’s Dermatology. 9th edition. Volume 1. New York: Mc Graw Hill;
2019.
13

14. Tangkidi D, Sondakh ORL, Kandou RT. Morbus hansen multibasiler relaps dengan
reaksi eritema nodosum leprosum bulosa. Manado: Universitas Sam Ratulangi
Manado; 2015. Hal 199.

Anda mungkin juga menyukai