Anda di halaman 1dari 21

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Mata kering merupakan penyakit mata yang umum, yang sering
menyebabkan iritasi okular yang membuat pasien mencari penanganan dari dokter
spesialis mata. Ketika gejala biasanya membaik dengan pengobatan, penyakit ini
biasanya tidak bisa sembuh, yang mungkin menjadi sumber frustasi bagi pasien
dan dokter. Mata kering dapat menyebabkan kecacatan visual dan dapat menjadi
korneal, katarak, dan operasi refraksi6. Di Amerika Serikat, sebanyak 6% dari
populasi yang berusia diatas 40 tahun dan lebih dari 15% populasi yang berusia
diatas 65 tahun menderita mata kering.
Menurut National Eye Institute mata kering adalah gangguan film air mata
oleh karena defisiensi air mata yaitu gagalnya glandula memproduksi komponen
air mata yang cukup atau evaporasi air mata yang berlebihan yang mengakibatkan
kerusakan pada permukaan intrapalpebra dan berhubungan dengan gejala
ketidaknyamanan. Sindroma mata kering (keratokeratokonjungtivitis sika) dapat
dibagi menjadi sindroma non-Sjogren, sindroma Sjogren dan penyakit glandula
meibom. Secara klinis, gejala yang berhubungan dengan mata kering termasuk
mata terasa terbakar, sensasi benda asing, sensasi nyeri, fotofobia dan penglihatan

kabur4,5,14,16.

Air mata diperlukan untuk mempertahankan kesehatan permukaan depan mata dan untuk mem
menghasilkan air mata yang cukup atau memiliki kualitas buruk air mata. Dry eye

merupakan masalah umum dan sering bersifat kronis, terutama pada orang de)asa
yang lebih tua14.

1
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Kelopak Mata


*alpebra (kelopak mata) superior dan inferior adalah modifikasi lipatan kulit
yang dapat menutup dan melindungi bola mata bagian anterior. +erkedip
membantu menyebarkan lapisan tipis air mata, yang melindungi kornea dan
konjungtiva dari dehidrasi. *alpebra superior berakhir pada alis mata; palpebra
inferior menyatu dengan pipi1.
Kelopak mata terdiri atas lima jaringan yang utama. Dari superfisial ke
dalam terdapat lapisan kulit, otot rangka (orbicularis oculi), jaringan areolar,
jaringan fibrosa (lempeng tarsus), dan lapisan membran mukosa (konjungtiva
palpebralis)1.

2.1.1 Struktur Palpebra1


A. Lapisan Kulit
Kulit palpebra berbeda dari kulit di kebanyakan bagian lain tubuh karena
tipis, longgar dan elastis, dengan sdikit folikel rambut serta tanpa lemak
subkutan.
+. Muskulus (rbicularis (culi
Fungsi muskulus orbicularis oculi adalah menutup palpebra. Serat-serat
ototnya mengelilingi fissura palpebra secara konsentris dan menyebar dalam
jarak pendek mengelilingi tepi orbita. Sebagian serat berjalan ke pipi dan

dahi. +agian otot yang terdapat didalam palpebra dikenal sebagai bagian
pratarsal; bagian diatas septum orbitale adalah bagian praseptal. Segmen
diluar palpebra disebut bagian orbita. (rbicularis oculi dipersarafi oleh
nervus fascialis.
/. 0aringan Areolar
0aringan areolar submuskular yang terdapat di ba)ah musculus orbicularis
oculi berhubungan dengan lapisan subaponeurotik kulit kepala.
D. 1arsus
Struktur penyokong palpebra yang utama adalah lapisan jaringan fibrosa

padat yang bersama sedikit jaringan elastik disebut lempeng tarsus. Sudut

2
lateral dan medial serta juluran tarsus tertambat pada tepi orbita dengan
adanya ligamen palpebra lateralis dan medialis. Lempeng tarsus superior dan
inferior juga tertambat pada tepi atas dan ba)ah orbita oleh fasia yang tipis
dan padat. Fasia tipis ini membentuk septum orbitale.
2. Konjungtiva *alpebra
+agian posterior palpebra dilapisi selapis membran mukosa, konjungtiva
palpebra, yang melekat erat pada tarsus. 3nsisi bedah melalui garis kelabu
tepian palpebra membelah palpebra menjadi lamella anterior kulit dan
musculus orbicularis oculi serta lemella posterior lempeng tarsal dan
konjungtiva palpebra.

2.1.2 Tepian Palpebra1


*anjang tepian bebas palpebra adalah 45-50 mm dan lebarnya 4 mm. 1epian
ini dipisahkan oleh garis kelabu (sambungan mukokutan) menjadi tepian anterior

dan posterior.
A. 1epian anterior
1. +ulu Mata — +ulu mata muncul dari tepian palpebra dan tersusun tidak
teratur. +ulu mata atas lebih panjang dan lebih banyak daripada bulu
mata ba)ah serta melengkung ke atas; bulu mata ba)ah melengkung
keba)ah.
4. 7landula 8eis — Struktur ini merupakan modifikasi kelenjar sebasea
kecil, yang bermuara ke dalam folikel rambut pada dasar bulu mata.
5. 7landula Moll — Struktur ini merupakan modifikasi kelenjar keringat

yang bermuara membentuk satu barisan dekat bulu mata.


+. 1epian *osterior
1epian palpebra posterior berkontak dengan bola mata, dan sepanjang tepian
ini terdapat muara-muara kecil kelenjar sebasea yang telah dimodifikasi
(glandula Meibom, atau tarsal).
/. *unctum Lakrimal
*ada ujung medial tepian posterior palpebra terdapat penonjolan kecil dengan
lubang kecil di pusat yang terlihat pada palpebra superior dan inferior.
*unctum ini berfungsi menghantarkan air mata ke ba)ah.

3
7ambar 1. Anatomi Kelopak Mata4

2.2. Air Mata

Air mata membentuk lapisan tipis setebal 7-10 µm yang menutupi epitel
kornea dan konjungtiva. Fungsi lapisan ultra-tipis ini adalah (1) membuat kornea
menjadi permukaan optik yang licin dengan meniadakan ketidakteraturan minimal
di permukaan epitel; (4) membassahi dan melindungi permukaan epitel kornea
dan konjungtiva yang lembut; (5) menghambat pertumbuhan mikroorganisme
dengan pembilasan mekanik dan efek antimikroba; dan (4) menyediakan kornea
berbagai substansi nutrien yang diperlukan1.

2.2.1 Lapisan-Lapisan Film Air Mata1


Film air mata terdiri atas tiga lapisan;
1. Lapisan superfisial adalah film lipid monomolekular yang berasal dari
kelenjar meibom. Diduga lapisan ini menghambat penguapan dan membentuk
sa)ar kedap-air saat palpebra ditutup.
4. Lapisan akueosa tengah yang dihasilkan oleh kelenjar lakrimal mayor dan
minor; mengandung substansi larut-air (garam dan protein).
5. Lapisan musinosa dalam terdiri atas glikoprotein dan melapisi sel-sel epitel
kornea dan konjungtiva. Membran sel epitel terdiri atas lipoprotein dan
karenanya relatif hidrofobik. *ermukaan yang demikian tidak dapat dibasahi
dengan larutan berair saja. Musin diadsorpsi sebagian pada membran sel-sel

4
epitel permukaan. 3ni menghasilkan permukaan hidrofilik baru bagi lapisan
akueosa untuk menyebar secara merata ke bagian yang dibasahinya dengan
cara menurunkan tegangan permukaan.

2.2.2 Komposisi Air Mata

<olume air mata normal diperkirakan 7=4 µL di setiap mata. Albumin


mencakup 60% dari protein total air mata; sisanya globulin dan liso>im yang
berjumlah sama banyak. 1erdapat imunoglobulin 3gA, 3g7, dan 3g2. Yang paling
banyak adalah 3gA, yang berbeda dari 3gA serum karena bukan berasal dari
transudat serum saja; 3gA juga diproduksi sel-sel plasma didalam kelenjar
lakrimal. *ada keadaan alergi tertentu, seperti konjungtivitis vernal, konsentrasi
3g2 dalam cairan air mata meningkat. Liso>im air mata menyusun 41-45% protein
total-bekerja secara sinergis dengan gamma-globulin dan faktor antibakteri non-
liso>im lain- membentuk mekanisme pertahanan penting terhadap infeksi. 2n>im

air mata lain juga bisa berperan dalam diagnosis berbagai kondisi klinis tertentu,
mis, he@oseaminidase untuk diagnosis penyakit 1ay-Sachs1.
K+, Ba+, dan /l- terdapat dalam kadar yang lebih tinggi di air mata
daripada di plasma. Air mata juga mengandung sedikit glukosa (5 mgCdL) dan
urea (0,04 mgCdL). *erubahan kadar dalam darah sebanding dengan perubahan
kadar glukosa dan urea dalam air mata. pH rata-rata air mata adalah 7,55,
meskipun ada variasi normal yang besar (5,40-E,55). Dalam keadaan normal, air
mata bersifat isotonik. (smolalitas film air mata bervariasi dari 4F5 sampai 50F
mosmCL1.

2.2.3 Sistem Sekresi Air Mata


Sistem lakrimasi mencakup struktur-struktur yang terlibat dalam produksi
dan drainase air mata. Komponen sekresi terdiri atas kelenjar yang menghasilkan
berbagai unsur pembentuk cairan air mata, yang disebarkan di atas permukaan
mata oleh kedipan mata. Kanalikuli, saccus lacrimalis, dan ductus nasolacrimalis
merupakan komponen ekskresi sistem ini yang mengalirkan sekret ke dalam
hidung.
<olume terbesar air mata dihasilkan oleh kelenjar lakrimal yang terletak di

fossa glandula lacrimalis di kuadran temporal atas orbita. Kelenjar yang berbentuk

5
kenari ini dibagi oleh kornu lateral aponeurosis levator menjadi lobus orbita yang
lebih besar dan lobus palpebra yang lebih kecil, masing-masing dengan sistem
duktulusnya yang bermuara ke forniks temporal superior. Lobus palpebra kadang-
kadang dapat dilihat dengan membalikkan palpebra superior. *ersarafan kelenjar-
utama datang dari nukleus lacrimalis di pons melalui nervus intermedius dan
menempuh suatu jaras rumit cabang maksilaris nervus trigeminus1.
Kelanjar lakrimal aksesorius, meskipun hanya sepersepuluh dari massa
kelenjar utama, mempunyai peranan penting. Struktur kelenjar Krause dan
Golfring identik dengan kelenjar utama, tetapi tidak memiliki duktulus. 1erletak
di konjungtiva, terutama diforniks superior. Sel-sel goblet uniseluler, yang juga
tersebar di konjungtiva, mensekresi glikoprotein dalam bentuk musin. Modifikasi
kelenjar sebasea meibom dan >eis ditepian palpebra memberi lipid pada air mata.
Kelenjar Moll adalah modifikasi kelenjar keringat yang juga ikut membentuk film
air mata. Sekresi kelenjar lakrimal dipicu oleh emosi atau iritasi fisik dan
menyebabkan air mata mengalir berlimpah mele)ati tepian palpebra (epifora).
Kelenjar lakrimal aksesorius dikenal sebagai ”pensekresi dasar”. Sekret yang
dihasilkan normalnya cukup untuk memelihara kesehatan kornea. Hilangnya sel
goblet berakibat mengeringnya kornea meskipun banyak air mata dari kelenjar
lakrimal1.

2.2.4 Sistem Ekskresi Air Mata


+ila sudah memenuhi saccus konjungtivalis, air mata akan memasuki
puncta sebagian karena sedotan kapiler. Dengan menutup mata, bagian khusus
orbicularis pratarsal yang mengelilingi ampula akan mengencang untuk
mencegahnya keluar. +ersamaan dengan itu palpebra ditarik kearah crista
lakrimalis posterior, dan traksi fascia yang mengelilingi saccus lakrimalis
berakibat memendeknya kanalikulus dan menimbulkan tekanan negatif di dalam
saccus. Kerja pompa dinamik ini menarik air mata ke dalam saccus, yang
kemudian berjalan melalui ductus nasolakrimalis karena pengaruh gaya berat dan
elastisitas jaringan, ke dalam meatus inferior hidung1.

6
7ambar 4. Sistem ekskresi air mata16

2.3. Dry Eye Syndrome


1 2.3.1 Definisi
National Eye Institute (B23)C Industry Dry Eye Workshop melihat kembali definisi mata kering pada tahun
berlebihan, yang menyebabkan kerusakan pada permukaan okular interpalpebra

dan dikaitkan dengan gejala ketidaknyamanan okular. Komite sepakat bah)a


definisi mata kering dapat berkembang dengan pengetahuan tentang peranan

hiperosmolaritas air mata dan inflamasi permukaan okuular pada mata kering dan
berakibat gangguan fungsi penglihatan. Sehingga terbentuk versi yang telah

digabungkanpada workshoptahun4007 untukmembuatdefinisi dryeye


merupakanpenyakitairmatamultifaktorialdanpermukaanokularyang

menghasilkan gejala ketidaknyamanan, gangguan visual, dan ketidakstabilan air


mata dengan kerusakan potensial terhadap permukaan okular. Hal ini disertai

dengan meningkatnya osmolaritas film air mata dan inflamasi pada permukaan
okular7,E.

7
Sindroma mata kering (keratokonjungtivitis sika) dapat disebabkan oleh
berbagai penyakit yang berkaitan dengan defisiensi komponen-komponen air mata
(akuosa, musinosa, atau lipid), kelainan permukaan palpebra, atau kelainan-
kelainan epitel. Walaupun terdapat berbagai bentuk keratokonjungtivitis sika,
yang berhubungan dengan arthritis rheumatoid dan penyakit autoimun lainnya
biasanya dikategorikan sebagai sindrom Sjorgen1.

2 2.3.2 Epidemiologi
Ellwein dkk menemukan angka kejadian kasus mata kering per 100 pembayaran pelayanan pen
menjadi 1,92 pada 19989. Sejumlah 17% dari 2127 pasien rawat jalan didiagnosis

denganmatakeringdiketahuidenganpemeriksaanyangkomprehensif.
Sedangkan pada populasi 2520 orang tua (65 tahun atau lebih) penduduk

Salisbury, Maryland, 14,6 % mengeluhkan satu atau lebih gejala mata kering

sering atau sepanjang waktu. Pada populasi di US usia 65-84 tahun diperkirakan 1
juta dari 4,3 juta orang mengalami mata kering6.
Gejala keratokonjungtivitis sika didapati sebanyak 20% pada wanita dan

15% pada pria antara usia 45 sampai 54 tahun. Sedangkan antara usia 55 sampai
60 tahun didapati sebanyak 22% wanita dan 10% pria yang mengalami gejala keratokonjungtivitis

3 2.3.3 Etiologi
Banyak diantara penyebab dry eye mempengaruhi lebih dari satu komponen

film air mata atau berakibat perubahan permukan muka yang secara sekunder
menyebabkan film air mata menjadi tidak stabil. Ciri histopatologik termasuk
timbulnya bintik-bintik kering kornea dan epitel konjungtiva, pembentukan
filamen, hilangnya sel goblet konjungtiva, pembesaran abnormal sel epitel non-
goblet, peningkatan stratifikasi sel, dan penambahan keratinasi1.

Etiologi dari dry eye syndrome/keratokeratokonjungtivitis sika yaitu1:


A. Kondisi ditandai hipofungsi kelenjar lakrimal
1. Kongenital
a. Dysautonomia familier (sindrom Riley-Day)

8
b. Apalasi kelenjar lakrimal (alakrima kongenital)
c.Aplasia nervus trigeminus
d. Dysplasia ektodermal
2. Didapat
a. Penyakit sistemik
1) Sindroma sjorgen
2) Sklerosis sistemik progresif
3) Sarkoidosis
4) Leukemia, limfoma
5) Amiloidosis
6) Hemokromatosis
b. Infeksi
1) Trachoma
2) Parotitis epidemica
c. Cedera
1) Pengangkatan kelenjar lakrimal
2) Iradiasi
3) Luka bakar kimiawi
d. Medikasi
1) Antihistamin
2) Antimuskarinik; atropin, skopalamin
3) Anestetika umum; halothane, nitrous oxide
4) Beta-adregenik blocker; timolo, practolol
e. Neurogenik-neuroparalitik (fasial nerve palsy)
B. Kondisi ditandai defisiensi musin
1. Avitaminosis A
2. Sindrom steven-johnson
3. Pemfigoid okuler
4. Konjungtivitis menahun
5. Luka bakar kimiawi
6. Medikasi-antihistamin, agen muskarin, agen beta-adregenic blocker

9
C. Kondisi ditandai defisiensi lipid
1. Parut tepian palpebra
2. Blepharitis
D. Penyebaran defektif film air mata disebabkan:
1. Kelainan palpebra
a. Defek, coloboma
b. Ektropion atau entropion
c. Keratinasi tepian palpebra
d. Berkedip berkurang atau tidak ada
1) Gangguan neurologik
2) Hipertiroid
3) Lensa kontak
4) (bat
5) Keratitis herpes simpleks
6) Lepra
e. Lagophthalmus
1) Lagophthalmus nocturna
2) Hipertiroidi
3) Lepra
2. Kelainan konjungtiva
a. Pterygium
b. Symblepharon
3. Proptosis

4 2.3.4 Mekanisme Mata Kering


Secara umum, mata kering disebabkan oleh gangguan pada unit fungsi
lakrimal (UFL), mencakup integrasi system glandula lakrimal, permukaan ocular
dan kelopak mata, dan saraf motorik dan sensorik yang menyambungkan mereka.
Unit fungsional ini mengatur komponen utama film air mata dalam regulasi dan
berespon pada pengaruh lingkungan, endokrin dan kortikal. Keseluruhan fungsi
ini untuk memroses integritas film air mata, kejernihan kornea dan kualitas
gambar yang diproyeksikan ke retina. Ketika penyakit dan kerusakan pada

1
komponen UFL dapat menyebabkan mata kering, mekanisme inti dari mata kering
dikendalikan oleh hiperosmolaritas air mata dan ketidakstabilan film air mata8.
Hiperosmolaritas air mata menyebabkan kerusakan pada permukaan epitel
dengan mengaktifkan kaskade inflamasi pada permukaan okular dan melepaskan
mediator inflamasi kedalam air mata. Kerusakan epitel melibatkan kematian sel
dengan apoptosis, hilangnya sel goblet dan gangguan paparan musin, memicu
ketidakstabilan film air mata. Eksaserbasi ketidakstabilan hiperosmolaritas
permukaan okular dan melengkapi kemantapan lingkaran. Ketidakstabilan film air
mata dapat dimulai, tanpa kehadiran hiperosmolaritas air mata, oleh beberapa
etiologi, seperti xeroptalmia, alergi okular, penggunaan topikal dan pemakaian
lensa kontak8.
Kerusakan epitel disebabkan oleh mata kering yang menstimulasi akhir
persarafan kornea, mengarahkan pada gejala ketidaknyamanan, meningkatkan
penutupan mata dan secara potensial mengkompensasi refleks sekresi air mata.
Hilangnya musin normal pada permukaan okular berkontribusi pada gejala
peningkatan resistensi gesekan antara kelopak mata dan bola mata8.
Hal utama yang diakibatkan oleh hiperosmolaritas air mata adalah
berkurangnya aliran akuos air mata, menghasilkan kegagalan lakrimal, danCatau
meningkatkan evaporasi film air mata. Peningkatan evaporasi dipengaruhi oleh
kondisi lingkungan yang rendah kelembaban dan tingginya aliran udara dan
menyebabkan secara klinis disfungsi glandula meibom (DGM), yang
menyebabkan ketidakstabilan lapisan lipid air mata. Kualitas minyak kelopak
mata dimodifikasi oleh aksi esterase dan lipase yang dilepaskan oleh flora
komensal di kelopak mata, yang jumlahnya meningkat pada blepharitis.
Penurunan aliran akuos air mata adalah akibat terganggunya pengiriman cairan
lakrimal ke saccus konjungtiva. Masih belum jelas apakah hal ini diakibatkan
kejadian yang normal pada penuaan, tetapi ini dapat dipicu oleh obat-obatan
sistemik tertentu, seperti antihistamin dan agen antimuskarinik. Hal utama yang
paling umu menyebabkan kerusakan inflamasi lakrimal, terlihat pada kelainan
autoimun seperti sindroma Sjorgen dan juga non-Sjorgen. Inflamasi menyebabkan
kerusakan jaringan dan hambatan neurosekretorik yang reversibel. Penghambatan
reseptor dapat juga disebabkan oleh sirkulasi antibodi di reseptor M38.

1
Pengiriman air mata dapat terhambat oleh sikratiks konjungtiva akibat luka
atau penurunan refleks sensorik ke glandula lakrimal dari permukaan okular.
Akhirnya, kerusakan permukaan yang kronik dari mata kering mengarahkan pada
gagalnya sensitivitas kornea dan penurunan refleks sekresi air mata. Berbagai
etiologi dapat menyebabkan mata kering, oleh mekanisme blok refleks sekresi,
termasuk operasi refraksi (LASIK), pemakaian lensa kontak dan penyalahgunaan
anastesi topikal yang kronik8.

Gambar 3. Mekanisme Mata Kering8

5 2.3.5 Manifestasi Klinis


Pasien dengan mata kering paling sering mengeluhkan tentang iritasi, benda
asing (berpasir), sensasi terbakar, ketidaknyamanan okular yang tidak spesifik,
fotosensitivitas, mata merah, sakit, air mata berlebihan (refleks lakrimasi) dari
hanya akibat lingkungan yang kecil seperti tiupan angin, dingin, kelembaban
rendah, atau membaca dalam waktu yang lama16,17. Pada kebanyakan pasien, ciri

paling luar biasa pada pemeriksaan mata adalah tampilan yang nyata-nyata

1
normal. Ciri yang paling khas pada pemeriksaan slitlamp adalah terputus atau
tiadanya meniskus air mata di tepian palpebra inferior. Benang-benang mukus
kental kekuning-kuningan kadang-kadang terlihat dalam fornix conjungtivae
inferior. Pada konjungtiva bulbi tidak tampak kilauan yang normal dan mungkin
menebal, beredema dan hiperemik1.
Epitel kornea terlihat bertitik halus pada fissura interpalpebra. Sel-sel epitel
konjungtiva dan kornea yang rusak terpulas dengan bengal rose 1% dan defek
pada epitel kornea terpulas dengan fluorescein. Pada tahap lanjut
keratokonjungtivitia sika tampak filamen-filamen dimana satu ujung setiap
filamen melekat pada epitel kornea dan ujung lain bergerak bebas. Pada pasien
dengan sindrom sjorgen, kerokan dari konjungtiva menunjukkan peningkatan
jumlah sel goblet. Pembesaran kelenjar lakrimal kadang-kadang terjadi pada
sindrom sjorgen1.

Gambar 4. Derajat Eye Dry Syndrome

6 2.3.6 Diagnosis
Diagnosis dan penderajatan keadaan mata kering dapat diperoleh dengan
teliti memakai cara diagnostik berikut:1,3,16
A. Tes Schirmer
Tes ini dilakukan dengan mengeringkan film air mata dan memasukkan strip
Schirmer (kertas saring Whatman No. 41) kedalam cul de sac konjungtiva inferior
pada batas sepertiga tengah dan temporal dari palpebra inferior. Bagian basah

1
yang terpapar diukur 5 menit setelah dimasukkan. Panjang bagian basah kurang
dari 10 mm tanpa anestesi dianggap abnormal.
Bila dilakukan tanpa anestesi, tes ini mengukur fungsi kelenjar lakrimal
utama, yang aktivitas sekresinya dirangsang oleh iritasi kertas saring itu. Tes
Schirmer yang dilakukan setelah anestesi topikal (tetracaine 0.5%) mengukur
fungsi kelenjar lakrimal tambahan (pensekresi basa). Kurang dari 5 mm dalam 5
menit adalah abnormal.
Tes Schirmer adalah tes saringan bagi penilaian produksi air mata. Dijumpai
hasil false positive dan false negative. Hasil rendah kadang-kadang dijumpai pada
orang normal, dan tes normal dijumpai pada mata kering terutama yang sekunder
terhadap defisiensi musin.

Gambar 5. Tes Schirmer

B. Tear film break-up time


Pengukuran tear film break-up time kadang-kadang berguna untuk
memperkirakan kandungan musin dalam cairan air mata. Kekurangan musin
mungkin tidak mempengaruhi tes Schirmer namun dapat berakibat tidak stabilnya
film air mata. Ini yang menyebabkan lapisan itu mudah pecah. Bintik-bitik kering
terbentuk dalam film air mata, sehingga memaparkan epitel kornea atau
konjungtiva. Proses ini pada akhirnya merusak sel-sel epitel, yang dapat dipulas
dengan bengal rose. Sel-sel epitel yang rusak dilepaskan kornea, meninggalkan
daerah-daerah kecil yang dapat dipulas, bila permukaan kornea dibasahi
flourescein.
Tear film break-up time dapat diukur dengan meletakkan secarik keras
berflouresein pada konjungtiva bulbi dan meminta pasien berkedip. Film air mata
kemudian diperiksa dengan bantuan saringan cobalt pada slitlamp, sementara

1
pasien diminta agar tidak berkedip. Waktu sampai munculnya titik-titik kering
yang pertama dalam lapisan flouresein kornea adalah tear film break-up time.
Biasanya waktu ini lebih dari 15 detik, namun akan berkurang nyata oleh
anestetika lokal, memanipulasi mata, atau dengan menahan palpebra agar tetap
terbuka. Waktu ini lebih pendek pada mata dengan defisiensi air pada air mata dan
selalu lebih pendek dari normalnya pada mata dengan defisiensi musin.
C. Tes Ferning Mata
Sebuah tes sederhana dan murah untuk meneliti mukus konjungtiva
dilakukan dengan mengeringkan kerokan konjungtiva di atas kaca obyek bersih.
Arborisasi (ferning) mikroskopik terlihat pada mata normal. Pada pasien
konjungtivitis yang meninggakan parut (pemphigoid mata, sindrom stevens
johnson, parut konjungtiva difus), arborisasi berkurang atau hilang.
D. Sitologi Impresi
Sitologi impresi adalah cara menghitung densitas sel goblet pada permukaan
konjungtiva. Pada orang normal, populasi sel goblet paling tinggi di kuadran
infra-nasal. Hilangnya sel goblet ditemukan pada ksus keratokonjungtivitis sika,
trachoma, pemphigoid mata sikatriks, sindrom stevens johnson, dan avitaminosis
E. Pemulasan Flouresein
Menyentuh konjungtiva dengan secarik kertas kering berflouresein adalah
indikator baik untuk derajat basahnya mata, dan meniskus air mata mudah
terlihat. Flouresein akan memulas daerah-daerah tererosi dan terluka
selain defek
mikroskopik pada epitel kornea.
F. Pemulasan Bengal Rose
Bengal rose lebih sensitif dari flouresein. Pewarna ini akan memulas semua
sel epitel non-vital yang mengering dari kornea konjungtiva.

Gambar 6 . Pemulasan Bengal Rose

1
G. Penguji Kadar Liso>im Air Mata
Penurunan konsentrasi liso>im air mata umumnya terjadi pad awal
perjalanan sindrom Sjorgen dan berguna untuk mendiagnosis penyakit ini. Air
mata ditampung pada kertas Schirmer dan diuji kadarnya. Cara paling umum
adalah pengujian secara spektrofotometri.
H. (smolalitas Air Mata
Hiperosmolitas air mata telah dilaporkan pada keratokonjungtivitis sika dan
pemakaian kontak lens dan diduga sebagai akibat berkurangnya sensitivitas
kornea. Laporan-laporan menyebutkan bahwa hiperosmolalitas adalah tes paling
spesifik bagi keratokonjungtivitis sika. Keadaan ini bahkan dapat ditemukan pada
pasien dengan Schirmer normal dan pemulasan bengal rose normal.
I. Laktoferin
Laktoferin dalam cairan air mata akan rendah pada pasien dengan
hiposekresi kelenjar lakrimal. Kotak penguji dapat dibeli dipasaran.

7 2.3.7 Penatalaksanaan
8 A. Non Medikamentosa
Untuk membantu meringankan gejala dari sindrom mata kering, ada
beberapa cara yang bisa dilakukan sendiri di rumah :
1. Humidifier
2. Hot Compress dan Scrub kelopak mata
3. Istirahatkan mata dengan cara menutup mata lebih kurang 10 detik
setiap 5-10 menit
B. Medikamnetosa
Pengobatan medikamentosa tergantung pada beratnya sindrom mata
kering. (bat tetes mata pelumas atau biasa disebut air mata buatan dapat
membantu meringankan mata kering. The International Dry Eye Work Shop
(DEWS) Subcommite members reviewed the Delphi Panel (The Dry Preffered
Practice Patterns of the American Academy of (phthalmology and the
International Task Force Delphi Panel on Dry Eye) melakukan pendekatan
terhadap mata kering. Rekomendasi pengobatan didasarkan pada tingkat
keparahan penyakit.
Level 1
• Edukasi dan modifikasi lingkungan hidup
• Eeliminasi penggunaan obat sistemik
• Menggunakan air mata buatan yang dapat berbentuk gel dan salep

• Eyelid therapy

1
Level 2
0ika pada pengobat pada level 1 tidak adekuat dilakukan tambahan sebagai
berikut.
• Tidak menggunakan air mata buatan
• Penggunaan obat anti inflamsi, seperti topikal kortikosteroid, topikal

cylosporin A, dan topikalCsistemik omega 3 fatty acid


• Tetrasiklin (untuk meibomianitis, rosacea)
• Punctal plugs setelah inflamasi teratasi
• Moisture chamber spectacles
Level 3
0ika pengobatan pada level 2 tidak adekuat maka tambahkan terapi sebagai berikut
• Serum autologus
• Lensa kontak
• Pungsi (klusi permanen

Level 4

• Agen anti inflamasi sistemik


• Pembedahan : lid surgery, tarsorraphy, mucous membrane grafting,

salivary gland duct transposition, amniotic membrane transplantation

1
BAB III
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
2
Dry eye merupakan penyakit air mata multifaktorial dan permukaan okular yang
menghasilkan gejala ketidaknyamanan, gangguan visual, dan ketidakstabilan air
mata dengan kerusakan potensial terhadap permukaan okular. Hal ini disertai
dengan meningkatnya osmolaritas film air mata dan inflamasi pada permukaan

okular7,8.
3 Gejala keratokonjungtivitis sika didapati sebanyak 20% pada wanita dan

15% pada pria antara usia 45 sampai 54 tahun. Sedangkan antara usia 55 sampai 60 tahun didapati
keratokonjungtivitis sika14.

4 Pasien dengan mata kering paling sering mengeluhkan tentang iritasi,


benda asing (berpasir), sensasi terbakar, ketidaknyamanan okular yang tidak
spesifik, fotosensitivitas, mata merah, sakit, air mata berlebihan (refleks lakrimasi)
dari hanya akibat lingkungan yang kecil seperti tiupan angin, dingin, kelembaban
rendah, atau membaca dalam waktu yang lama16,17. Pada kebanyakan pasien, ciri
paling luar biasa pada pemeriksaan mata adalah tampilan yang nyata-nyata
normal. Ciri yang paling khas pada pemeriksaan slitlamp adalah terputus atau
tiadanya meniskus air mata di tepian palpebra inferior. Benang-benang mukus

1
kental kekuning-kuningan kadang-kadang terlihat dalam fornix conjungtivae
inferior. Pada konjungtiva bulbi tidak tampak kilauan yang normal dan mungkin
menebal, beredema dan hiperemik1.
5 Mata kering umumnya tidak bisa disembuhkan dan penanganan berupa
mengontrol gejala dan mencegah kerusakan permukaan. Pilihan terapi bergantung
pada tingkat keparahan penyakit3.
Air mata buatan adalah terapi yang kini dianut. Salep berguna sebagai
pelumas jangka panjang, terutama saat tidur. Bantuan tambahan diperoleh dengan
memakai pelembab, kacamata pelembab bilik, atau kacamata berenang.
pemeriksaan mata secara eksternal termasuk struktur kelopak mata dan dinamik
berkedip; evaluasi kelopak mata dan kornea menggunakan cahaya terang dan
magnifikasi; serta pengukuran kuantitas dan kualitas air mata untuk semua
abnormalitas.
Langkah awal untuk mengobati penyakit ini adalah dengan
mengidentifikasi etiologi yang mendasarinya dan mencoba untuk mengeliminasi
danCatau mengobatiya.

1
DAFTAR PUSTAKA

1. Salmon, JF. 2007.Lid Lacrimal Apparatus and Tears. In General


Ophthalmology Vaughan D, Asbury T, Rordian Eva P.The McGraw-Hill
ED 17 : 95-98
2. James, B., Chew, C., Bron, A. Lecture Notes on Ophtalmology. Anatomy.
4-5, 59-
3. Kanski, Jack J., 2007. Kanski Clinical Ophthalmology A Systematic
Approach. Ed_6. Elsevier;151, 205-212.
4. Modis, L., Szalai, E. 2012. Dry Eye Diagnosis and Management. Available
from: http://www.medscape.org/viewarticle/737035_7. [Accessed 20
januari2013].
5. Mitra, S. 2012. Dry Eyes: Common Eye problem in the Middle East.
Available from:
http://www.gulfmd.com/dr_articles/Dryeyes_dr_Sandip_Mitra.asp? id=24.
[Accessed 20 januari 2013].
6. Amerian Optomeric Association. 2006-12. Dry Eye. Available from:
http://www.aoa.org/x4717.xml. [Accessed 20 januari 2013].
7. The Ocular Surface. Special Issue: 2007 Report of International Dry Eye
Workshop (DEWS). The Ocular Surface Vol. 5, No. 2.
8. Lemp, M A, Foulks, G N. 2008. The Definition & Classification of Dry
Eye Disease Guidelines from the 2007 International Dry Eye Workshop.

2
9. The Ocular Surface. Special Issue: The Epidemiology of Dry Eye
Disease : Report of the Epidemiology Subcommittee of the International
Dry Eye Work Shop (2007). Vol. 5, No. 2.
10. Foster, C.S. 2012. Dry Eye Syndrome. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/1210417-overview#aw2aab6b2b4.
[Accessed 20 januari 2013].
11. Perry, H.D. 2008. Dry Eye Disease: Pathophysiology, Classification, and
Diagnosis. Available from: http://www.ajmc.com/publications/

supplement/2008/2008-04-vol14-n3Suppl/Apr08-3141pS079-S087/.
[ Accessed 20 januari 2013].
12. Remington, A. 2005. Chapter 9 Ocular Adneksa dan Sistem Lakrimalis. In:
Clinical Anatomy of the Visual System. USA: Elsevier Inc p160-1, 163-4.
13. Perry, H.D. 2008. Dry Eye Disease: Pathophysiology, Classification, and
Diagnosis. Available from: http://www.ajmc.com/publications/

supplement/2008/2008-04-vol14-n3Suppl/Apr08-3141pS079-S087/.
[ Accessed 20 januari 2013].
14. Schlote, T., Rohrbach, J., Grueb, M., Mielke, J. 2006. Chapter 4 Lacrimal
Apparatus. Pocket Atlas of Ophthalmology. NewYork Thieme. p34.
15. Ilyas S. 2009. Ilmu penyakit mata edisi ketiga. Jakarta: Balai penerbit FK
UI; 140-141.
16. Wagner, P. Lang, G.K. 2000. Chapter 3 Lacrimal System. In: Lang,G.K.
Opthalmology A Short Textbook. New York: Thieme. p50-51
17. Khurana, A K. 2007. Diseases of the Lacrimal Apparatus. In
Comprehensive Ophthalmology Fourth Edition. India: New Age
Internationa; 363-366.

Anda mungkin juga menyukai