Anda di halaman 1dari 18

TUGAS AKHIR INDIVIDU

MATA KULIAH EPIDEMIOLOGI PENYAKIT NON MENULAR (EPNM)

Izzah Dinik Ian


1751700105 / Kesehatan Lingkungan

PRODI KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS VETERAN BANGUN NUSANTARA
SUKOHARJO
2020
1. Definisi
Glaukoma adalah penyakit mata yang ditandai eskavasi glaukomatosa neuropati saraf
optik serta kerusakan lapang pandangan yang khas dan utamanya diakibatkan oleh tekanan
bola mata yang tidak normal. (Ilyas et all 2002)
Menurut dr.Tjin Willy (2018) glaukoma adalah kerusakan syaraf mata akibat
meningkatnya tekanan pada bola mata. Meningkatnya tekanan bola mata ini terjadi akibat
gangguan pada siste aliran cairan mata.
Sedangkan menurut dr. Intan Ekarulita (2017) glaukoma adalah penyakit oftalmologi
yang ditaidai dengan peningkatan tekanan intraocular, penurunan lapang pandang dan
peningkatan rasio cup / disk pada syaraf optikus.

2. Klasifikasi
Pada kongres Internasional Society for Geographical and Epideiologi Ophthalmology di
Belanda tahun 1998, disepakati klasifikasi glaucoma dalam survey prevalens sebagai berikut
(Foster et al 2002)
a. Daignosis kategori 1 (tanda structural dan fungsional) yaitu mata dengan cup disc ratio
(CDR atau CDR asimetri  97,5 persentil dari populasi normal atau lebar neuroretinal rim
berkurang menjadi  0,1 CDR (antara arah jam 11 sampai jam 1 atausapai jam 7) yang
menunjukkan gangguan lapang pandang yang sesuai dengan glaucoma
b. Diagnosis kategori 2 (kerusakan structural parah dengan kehilangan lapang pandang yang
tidak terbukti) yaitu antara pendirita tidak meungkinkan untuk menyelesaikan tes lapang
pandang tetapi mempunyai (CDR) atau CDR asimetri > 97,5 persentil dari populasi
normal, maka glaucoma ddioagnosis hanya dengan berdasarkan bukti structural.
c. Dalam diagnosis kategori 1 dan 2, tidak boleh ada penjelasan / penyebab lain mengenai
CDR (dysolastic disc atau anisometropia yang parah) maupun berkurangnnya lapang
pandang ( penyakit vaskuler retina, degenerasi macular atau penyakit cerebrovascular)
d. Diagnosis kategori 3 ( lempeng optic tidak dapat dilihat, tes lapang pandang tidak dapat
dilakukan) jika lempeng optic tidak dapat dinilai maka didiagnosis glaucoma jika virus <
3/60 dan tekanan intraocular > 99,5 persentil, atau jika virus <3/60 dan adanya tanda
pernah dilakukan glaukoma filtering surgery pada mata atau adanya rekam medic yang
mengkonfirmasi adanya glaukoma.
Sedangkan menurut Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan Republik Indonesia
Mengklasifikasikan glaukoma menjadi 3 kategori, yaitu :
a Glaukoma Primer
Glaukoma yang tidak diketahui penyebabnya
b Glaukoma Glaukoma yang diketahui penyebabnya. Bisa timbul sebagai akibat
Sekunder dari penyakit lain seperti katarak dan diabetes, trauma atau
kecelakaan pada mata, penggunaan obat-obatan seperti steroid,
serta lainnya
c Glaukoma Glaukoma yang ditemukan sejak dilahirkan. Biasanya disebabkan
Kongenital oleh perkembangan sistem pembuangan dalam mata yang gagal
maupun kurang lengkap, hingga membuat tekanan mata jadi tinggi
dan merusak saraf optic. Kondisi ini jarang terjadi, namun bisa
berupa penyakit keturunan
Menurut dr. Monica Lusiani (2019), Glaukoma dapat dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu:
a. Glaukoma sudut tertutup. 
Jenis glaukoma ini lebih banyak ditemukan di negara-negara Asia. Pada kasus ini,
iris menonjol ke depan dan mempersempit atau menghalangi sudut drainase yang
dibentuk oleh kornea dan iris. Akibatnya, cairan tidak bisa mengalir dengan baik melalui
mata dan tekanan meningkat.
b. Glaukoma sudut terbuka. 
Pada kondisi ini, struktur mata tampak normal, tapi ada gangguan di dalam
saluran mata yang disebut trabecular meshwork. Hal ini menyebabkan tekanan pada mata
meningkat secara bertahap yang berujung pada kerusakan saraf optik. Glaukoma sudut
terbuka terjadi sangat lambat, sehingga sering kali terlambat disadari.
c. Glaukoma sekunder
Glaukoma sekunder disebabkan oleh peradangan pada lapisan tengah mata
(uveitis) atau cedera pada mata.
d. Glaukoma kongenital 
Disebabkan oleh kelainan pada mata (kondisi bawaan). Umumnya diidap oleh
anak-anak.
3. Epidemiologi
Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2017 data epidemiologi
menunjukkan bahwa presentasi glaukoma di Indonesia sebesar 2,53%. Penyakit ini mendapat
perhatian karena risiko kebutaan yang cukup tinggi.
a. Global
Di Amerika Serikat, 3-6 juta orang, termasuk 4-10% usia di atas 40 tahun,
memiliki tanda yang telah dideteksi sebagai gangguan dari glaukoma. Perkiraan secara
kasar, terdapat peningkatan kasus glaukoma per orang sebesar 0.5-1% pertahun.
Prevalensi glaukoma sudut terbuka meningkat 3-4 kali lebih tinggi pada pasien
kulit hitam dibandingkan Kaukasia, dan memiliki 6 kali lebih tinggi suspek kerusakan
saraf optic disk.
b. Indonesia
Prevalensi glaukoma menurut Jakarta Urban Eye Health Study tahun 2008 adalah
glaukoma primer sudut tertutup sebesar 1,89%, glaukoma primer sudut terbuka 0,48%,
dan glaukoma sekunder 0,16% dengan total keseluruhan adalah 2,53%. Menurut hasil
Riset Kesehatan Dasar tahun 2007, responden yang pernah didiagnosis glaukoma oleh
tenaga kesehatan sebesar 0,46% tertinggi di provinsi DKI Jakarta (1,85%), diikuti
Provinsi Aceh (1,28%), Kepualuan Riau (1,26%), Sulawesi Tengah (1,21%), Sumatera
Barat (1,14%) dan terendah di Provinsi Riau (0,04%).
c. Morbiditas
Berdasarkan Survei Kesehatan Indera tahun 1993–1996, sebesar 1,5% penduduk
Indonesia mengalami kebutaan dengan prevalensi kebutaan akibat glaukoma sebesar
0,20%.
Selama 5 tahun periode, beberapa penelitian menjelaskan bahwa insiden
kerusakan oleh glaukoma sejumlah 2.6-3% pada pasien dengan tekanan intraokular 21-25
mmHg, sebesar 12-26% pada pasien dengan tekanan 26-30 mmHg, dan sekitar 42% pada
pasien dengan tekanan di atas 30 mmHg

4. Tanda dan Gejala


4.a. Tanda (Sign)
Merupakan sesuatu yang dapat diukur, bersifat objektif atau dapat dilihat secara kasat
mata oleh semua orang
1) Pada stadium PACS akan timbul tanda berikut:
- TIO normal
- Terdapat kontak iridotrabekular pada 2 kuadran atau lebih
- Tidak ada tanda glaukoma berupa neuropati optik
2) Pada stadium AAC akan timbul tanda berikut:
- TIO >21 mmHg, sering mencapai 50-80 mmHg
- Tajam penglihatan menurun
- Edema kornea disertai COA yang dangkal
- Kontak iridokorneal 360̊
- Konesti vena dan injeksi siliaris
- Pupil setengah midriasis disertai reflek pupil menurun atau tidak ada
- Papiledema diskus N. II
- Bradikardi atau aritmia
3) Pada stadium IAC akan timbul tanda berikut:
- Tanda bervariasi tergantung banyaknya kontak iridotrabekular, bisa menyerupai
gejala
- AAC dengan gejala yang lebih ringan
- Bisa terdapat atrofi diskus N. II dengan defek pada reflek pupil
4) Pada stadium CACG akan timbul tanda berikut:
- Sinekia anterior perifer pada berbagai sudut saat pemeriksaan gonioskopi
- TIO >21 mmHg, meningkat tergantung banyaknya kontak iridotrabekular
- Tajam visus sesuai status fungsional (bisa normal)
- Terdapat kerusakan pada papil N. II
- Terdapat tunnel vision
5) Pada stadium Status Post-Acute Angle-Closure Attack akan timbul tanda sebagai
berikut:
- Terdapat sinekia anterior perifer
- Atrofi iris sebagian
- Reflek pupil menurun atau tidak ada
- Terdapat glaukomflecken (kekeruhan pada korteks lensa anterior yang terdiri dari
- jaringan epitel lensa yang nekrosis dan korteks subepitel yang terdegenerasi pada
permukaan lensa anterio. (Ilyas et all,2002)
4.b. Gejala (Symptoms)
Sesuatu yang hanya dirasakan oleh penderita penyakit sehingga bersifat subjektif,
1) Pada stadium PACS akan timbul gejala berikut:
- Tidak ada sinekia anterior perifer
- Tidak ada gejala tunnel vision
2) Pada stadium AAC akan timbul gejala berikut
- Penglihatan kabur
- Tekadang terdapat lingkaran seperti pelangi ketika melihat kearah cahaya terang
- Nyeri
- Sakit kepala bagian frontal pada sisi mata yang terkena serangan
- Terkadang disertai mual dan muntah
- Terkadang disertai palpitasi dan kram perut
3) Pada stadium CACG akan timbul gejala berikut
- Gangguan penglihatan sesuai status fungsional
- Biasanya tidak nyeri, hanya terasa tidak nyaman (Ilyas et all,2002)

5. Diagnosa
Menurut dr.Monica Lusiani (2019), Dokter akan meninjau riwayat medis pengidap
dan melakukan pemeriksaan mata yang komprehensif. Berikut beberapa tes yang bisa
dilakukan dokter untuk mendiagnosis glaukoma :
- Mengukur tekanan intraokular (tonometri).
- Pengujian tingkat kerusakan saraf optik dengan pemeriksaan mata dan tes
pencitraan.
- Memeriksa area kehilangan penglihatan (uji lapang pandang).
- Mengukur ketebalan kornea (pachymetry).
- Memeriksa sudut drainase (gonioskopi)
Sedangkan menurut dr. Intan Ekarulita (2017) Diagnosis glaukoma ditegakkan
berdasarkan anamnesis, faktor risiko yang mendukung, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang
a. Anamnesis
Keluhan utama pasien glaukoma berbeda tergantung jenis glaukomanya.
1) Glaukoma Sudut Terbuka
Pada glaukoma sudut terbuka, keluhan utama akan lebih pada masalah
lapangan pandang dan tajam penglihatan:
a) Pasien cenderung mengeluhkan sering tidak melihat barang sehingga mudah
tersandung, saat membaca terdapat beberapa kata yang hilang, dan tajam
penglihatan yang tidak membaik setelah dikoreksi
b) Keluhan lain yang dapat terjadi antara lain: sakit kepala yang tidak dapat
dijelaskan lokasinya dan nyeri diperparah sesaat terjadi perubahan tekanan
udara di sekitar pasien
2) Glaukoma Sudut Tertutup
Berbeda dengan glaukoma sudut terbuka, keluhan pasien dengan
glaukoma sudut tertutup akan timbul saat kondisi akut. Keluhan jarang timbul
pada kondisi tenang karena cenderung asimtomatik.
Keluhan utama biasanya nyeri kepala di daerah mata yang sangat
mengganggu, biasa diserati mual dan muntah, Mata merah dan berair serta
pandangan menjadi kabur dan tidak jelas oleh karena edema kornea.
3) Glaukoma Normotensi
Pada kasus normal tension glaucoma  (NTG) keluhan juga tampak secara
khas. Keluhan utama biasanya nyeri kepala yang semakin lama-semakin
meningkat. Terkadang sakit kepala susah dibedakan dengan migrain Pada kondisi
kronik, akan berujung pada penyempitan lapangan pandang.
Selain faktor risiko seperti konsumsi sistemik kortikosteroid, merokok,
kondisi BMI pasien; penyebab utama perlu diketahui untuk menentukan terapi
yang tepat.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik menjadi sangat penting pada penegakan diagnosis glaukoma:
a. Pemeriksaan Visus
Pemeriksaan visus dapat dilakukan menggunakan bagan Snellen. Pada glaukoma
sudut tertutup kondisi akut, edema kornea dapat terjadi sehingga tajam penglihatan
tidak membaik walaupun sudah menggunakan pinhole.
b. Tonometri
Tonometri dapat dilakukan, baik menggunakan tonometri digital (mengandalkan
jari tangan), tonometri aplanasi, tonometri Schiotz, maupun tonometri nonkontak.
Sebaiknya tonometry dilakukan lebih dari 1 kali oleh pemeriksa yang berbeda untuk
hasil yang lebih akurat. Pemeriksaan dapat dilakukan dalam waktu yang bervariasi.
Glaukoma dahulu ditegakkan berdasar tekanan yang meningkat lebih dari 21 mmHG,
namun sekarang jika terdapat peningkatan tekanan mata yang progresif dari normal
(15 mmHg) atau peningkatan lebih dari 10% atau peningkatan 1-2 mmHg disertai
dengan gejala kerusakan saraf optik dan penyempitan lapangan pandang diagnosis
glaukoma sudah dapat ditegakan.
Pemeriksaan tekananan mata dengan onset yang berbeda juga dapat mengevaluasi
adanya glaukoma normotensi, dilakukan di pagi sesaat bangun tidur. Aqueous
Humor diproduksi dengan mengikuti ritme sirkadian sehingga tekanan intraokular
akan meningkat pada malam hari hingga sesaat bangun tidur. Pada kondisi mata
normal, variasi diurnal ini sekitar 3-4 mmHg, namun pada glaukoma variasi akan
mencapai lebih dari 10 mmHg.
c. Gonioskopi
Menggunakan lensa gonios untuk melihat kedalaman chamber oculi anterior.
Pengukuran derajat glaukoma menggunakan sistem Scheie:
Derajat Gambaran Gonioskopi Interpretasi

Semua struktur dapat terlihat dengan


Lebar Lebar
jelas

Badan siliar tampak, tapi tampak


I Sedikit menyempit
sebagian iris yang tersembunyi

II Apeks tidak tampak Badan silier tidak tampak

Setengah bagian posterior atau Badan siliari, skleral spur, dan setengah
III trabekuler meshwork tidak posterior trabekuler meshwork tidak
tampak tampak

Tidak ada struktur yang tampak Badan siliari, skleral spur, dan trabekuler
IV
pada sudut gonioskopi meshwork tidak tampak

Gambar 1. Hasil Gnioskopi pada Mata Kondisi Normal

d. Slit lamp
Pemeriksaan slit lamp dapat dilakukan untuk melihat kedalaman sudut dan
menentukan derajat glaukoma menggunakan penilaian Van Herick

Gambar 2 Mata kanan menunjukkan pemeriksaan slit-lamp yang normal yang kiri menunjukkan hasil
glaukoma dengan chamber yang dangkal

e. Kampimetri
Pemeriksaan lapang pandang dapat dilakukan secara manual, namun juga dapat
menggunakan alat kampimetri Goldmann. Kampimetri dapat mendeteksi kelainan
lapang pandang secara lebih mendetail.

Gambar 3. Tipe penyempitan lapangan pandang yang dapat terjadi pada glaukoma pada mata sebelah kiri

f. Funduskopi
Pemeriksaan funduskopi terkadang membutuhkan obat dilator pupil, namun pada
glaukoma merupakan kontraindikasi karena dapat berpotensi menutup sudut sehingga
dapat meninggikan tekanan intra okuler. Pada pemeriksaan funduskopi perhatikan
gambaran posterior mata, antara lain:
1) Perhatikan serabut saraf di sekitar pusat saraf optikus
2) Pusat saraf, disebut juga disk, adalah serabut saraf terbanyak di bagian posterior
mata. Di bagian tengah dari disk yang berwarna lebih gelap, disebut juga cup.
Rasio cup/disk harus menunjukkan gambaran normal yaitu kurang dari 0.4. Rasio
yang besar (lebih dari 0.4) menunjukan adanya tekanan pada posterior mata
sehingga disk tampak membesar
3) Apakah ada tanda-tanda penyempitan rim (jarak antara disk dengan cup) pada
daerah superior, inferior, temporal atau nasal
4) Tanda perdarahan seperti spinter-like treaks menjadi tanda-tanda glaukoma aktif
Diagnosis Banding
Beberapa diagnosis banding glaukoma antara lain:
- Jenis glaukoma lainnya
- Tumor intraokuler
- Infeksi pada mata, misalnya iritis dan uveitis
- Trauma pada mata, misalnya laserasi kornea atau ulkus kornea
- Carotid-cavernous Fistula (CCF)
- Sindroma Struge-Weber
- Fakoanafilaksis
- Sindroma iskemik ocular
- Sinekia Anterior-periferal
- Krisis Galucomatocyclitic
- Sindroma pseudoexfoliasi
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang umumnya tidak bermanfaat untuk glaukoma. Foto fundus
dapat b ermanfaat untuk memantau progresivitas glaukoma pada pasien.
Anterior segment optical coherence tomography dan ultrasound
biomicroscopy juga dapat bermanfaat untuk visualisasi sudut glaukoma. Walau demikian,
kedua modalitas pemeriksaan ini tidak praktis dan dapat digantikan dengan penilaian
klinis dan penggunaan gonioskopi

6. Faktor Risiko
6.a. Faktor Risiko Tidak Dapat Diubah
Menurut Kementrian Kesehatan Republik Indonesia factor resiko glaukoma yang
tidak dapat dicegah yaitu :
1) Umur
Semakin tua resiko terserang glaukoma semakin besar dan hal ini juga seiring
dengan resiko memburunya lapang pandang dan terjadinya kebutaan yang
diakibatkannya. Umur dapat berkaitan dengan faktor penuaan jaringan lamanya
terpapar fakor resiko lain dan durasi sakit.
Pada penelitia Fadilia, didapatkan prevalensi kelompok usia di RSMH
Palembang, kelompok usia 40-49 tahun sebanyak 8 orang, 50-59 tahun sebanyak 12
orang, 60-69 tahun sebanyak 16 orang dan usia lebih dari 70 tahun sebanyak 5 orang.
Hal ini terjadi karena glaukoma merupakan salah satu penyebab kebutaan yang
umumnya menyeraang orang berusia 40 tahun keatas. Resiko terkena glaukoma akan
meningkat pada umur 40 – 64 tahun sebesar 1 % dan pada uur 65 tahun keatas
sebesar 5%.
2) Keturunan
Glaukoma bisa diturunkan dalam keluarga. Apabila salah satu orangtua mengidap
glaukoma, maka risiko terkena glaukoma mencapai sekitar 20 persen. Apabila
saudara kandung mengidapnya, maka kemungkinan Anda terkena glaukoma
mencapai 50 persen.
3) Etnik
Kecenderungan orang kulit hitam terserang glaukoma tiga sampai empat kali
lebih besar dibandingkan dengan orang kulit putih, dan enam kali lebih besar untuk
menderita kebutaan permanen akibat glaukoma. Orang Asia, khususnya keturunan
Vietnam, juga beresiko lebih besar
6.b. Faktor Risiko Dapat Diubah
1) Penderita Diabetes Mellitus
Berdasarkan penelitian Nur Ischa pada tahun 2011 didapatkan hasil bahwa
pasien yang memiliki riwayat diabetes militus sebanyak 6 orang (3,3%). Sedangkan
pada penelitian Fadilia di RSMH di Palembang didapatkan yang memiliki riwayat
diabetes militus sebanyak 10 orang dan yang tidak memiliki riwayat diabetes militus
sebanyak 31 orang. Hal ini terjadi karena diabetes melitus beresiko 2 kali lebih sering
terkena glaukoma. Sebesar 50% dari penderita diabetes mellitus mengalami penyakit
mata dengan resiko kebutaan 25 kali lebih besar
2) Penderita Hipertensi
Berdasarkan penelitian Henny Maharani pada thun 2009 didapatkan hasil bahwa
riwayat hipertensi paling banyak adalah memiliki riwayat hipertensi sebanyak
(56,7%). Sedangkan pada penelitian Fadilia di RSMH Palembang didapatkan riyawat
Hipertensi sebanyak 25 orang dan yang tidak memiliki riwayat hipertensi sebayak 1
orang. Hal ini terjadi karena penderita hipertensi beresiko lebih tinggi terserang
glaukoma dari pada yang tidak mengidap hipertensi.
3) Jenis Kelamin
Berdasarkan penelitian Henny Maharani pada tahun 2009 didapatkan hasil bahwa
jenis kelamin paling banyak adalah perempuan (56,6%). Sedangkan pada penelitian
Fadilia di RSMH Palembang didapatkan laki laki sebanyak 20 orang dan perempuan
sebanyak 21 orang. Hal ini karena glaukoma sudut tertutup dengan hambatan pupil
pada orang kulit putih ditemukan bahwa pria 3 kali beresiko dari pada wanita.
4) Rabun jauh
Hasil kajian yang ekstensif menunjukkan bahwa pengidap rabun jauh (miopia)
beresiko dua hingga tiga kali lebih besar terkena glaukoma dibanding mereka yang
tidak menderita miopia.
5) Cedera fisik
Trauma parah, seperti mata terkena pukulan, dapat meningkatkan tekanan
pada mata. Cedera juga dapat mengeser letak lensa, sehingga sudut drainase
tertutup.operasi pada mata sebelumnya juga merupakan factor resiko glaukoma yang
perlu diantisipasi.
6) Penggunaan kortikosteroid yang berkepanjangan
Tetes mata kortikosteroid yang digunakan selama jangka waktu panjang untuk
mengobati suatu penyakit juga bisa meningkatkan risiko terkena glaukoma
7) Migraine atau penyempitan pembuluh darah otak (sirkulasi buruk)

7. Komplikasi dan Penatalaksanaan


7.a. Komplikasi
Peningkatan tekanan intraocular akibat glaukoma dapat menyebapkan terjadinya
edema kornea, penurunan lapang pandan, hingga kebutaan. Resiko komplikasi glaukoma
terutama pada glaukoma sudut tertutup akut harus ditangani dengan segera. ( Ekarulita I,
2017)
Pengobatan glaukoma dilakukan untuk mencegah kebutaan total dan mengurangi
gejalanya. Namun pada prinsipnya pengobatan ditunjukkan untuk menurunkan tekanan
bola mata. Diantaranya melalui pemberian obat tetes mata. Begitu terdeteksi glaukoma
umumnya memerlukan pemeriksaan dan control seumur hidup. Tujuan terapi glaukoma
adalah untuk mengontrol tekanan bola mata Jika gejala glaukoma tidak membaik, dokter
dapat meberikan rekomendasi pengobatan laser atau pembedahan. Hal ini dilakukan
untuk mengatasi peningkatan tekanan bola mata dan fungsi penglihatan.untuk prosedur
ini, dapat dilakukan dengan anestesi local disekitar mata atau anestesi umum.
(Willy,2018)
Menurut dr. Allert Benedicto Leuan Noya (2017) Cara merawat pasien glaukoma
yaitu sebaiknya memperhatikan :
- Memberikan alat bantu pengelihatan apabila pasien perlu melihat sesuatu atau
membaca. Anda dapat memberikan alat dengan siste pembesaran ukuran tapilan
video atau bahan bacaan.
- Ketika pasien perlu elihat sesuatu dengan lebih baik, pastikan terdapat cahaya yang
cukup. Misalnya dengan memberikan cahaya lebih pada objek yang akan dilihat
oleh pasien.
- Memastikan barang barang yang ada dirumah, tidak membuat pasien celaka atau
cidera. Memberi tanda bahwa dirumah ada tangga atau benda besar yang mungkin
akan menghalangi gerak pasien dan memberi tahu lokais benda benda tersebut.
7.b. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan glaukoma menurut dr. Intan Ekarulita (2017) mencakup
pemberian medikamentosa, terapi suportif, dan terapi bedah. Khusus pada kondisi akut
glaukoma sudut tertutup, hal ini merupakan kegawatdaruratan medis yang memerlukan
terapi emergensi.
1) Medikamentosa
Obat-obatan yang dapat digunakan untuk menurunkan tekanan intraokular:

Golongan Kelas Contoh Dosis Mekanisme

Prostaglandin Latanoprost, Meningkatkan aliran


1x sehari
analog travoprost, pembuangan Aqueous Humor melalui
malam hari
(prostamide) bimatoprost uveoskleral

Timolol, 1x sehari
Beta-adrenergik
betaxolol, pada pagi Menurunkan produksi Aqueous Humor
bloker
carteolol hari

Alfa-adrenergik Brimonidine, 2-3x sehari Menurunkan produksi Aqueous


agonis apraklonidin Humor dan meningkatkan aliran
pembuangan Aqueous Humor
Karbonik
Acetazolamide,
anhydrase 2-3x sehari Menurunkan produksi Aqueous Humor
brinzolamide
inhibitor

Kolinergik Pilokarpin, 4x- lebih Meningkatkan pembuangan Aqueous


agonis carbakol sehari Humor
Penggunaan obat-obat di atas bisa menimbulkan efek samping sebagai berikut:

Golongan Kelas Efek Samping Lokal Efek Samping Sistemik

Konjungtiva injeksi, memberi


Prostaglandin analog
pigmentasi coklat pada iris, edema Sakit kepala
(prostamide)
makula, penebalan bulu mata.

Kontraindikasi pada pasien


Beta-adrenergik
Iritasi dan mata kering asma, penyakit paru obstruksi
bloker
kronis, dan bradikardi

Hipotensi postural, gagal


Alfa-adrenergik
Iritasi, mata kering, reaksi alergi ginjal dan hepar, gagal nafas
agonis
pada anak-anak.

Parastesia, mual, diare,


Karbonik anhydrase
Iritasi, sensasi terbakar, mata kering kekurangan nafsu makan,
inhibitor
batu ginjal

Iritasi, mencetuskan myopia, spasme


Kolinergik agonis Sakit kepala
silier

2) Terapi Suportif
Beberapa klinisi memberikan obat-obatan neuroprotektif pada pasien glaukoma
untuk mencegah kematian sel saraf optik. Namun belum terdapat penelitian yang
membuktikan adanya efek pencegahan kematian sel saraf optic
3) Terapi Bedah
Terapi bedah untuk glaukoma dapat dilakukan menggunakan teknik berikut ini:
a) Trabekulektomi: insisi daerah trabecular meshwork dan dapat disertai dengan
pembuatan rute pembuangan Aqueous Humor sehingga konjungtiva dapat
menyerap Aqueous Humor. Terapi ini cocok pada glaukoma sudut terbuka.
b) Iridotomi atau Laser iridotomi periferal. Ini merupakan terapi terbaik pada
glaukoma sudut tertutup. Prosedur ini dilakukan dengan membuat luang pada
iris sehingga mencegah adanya pupillary block. Tindakan ini dapat dilakukan
24-48 jam setelah tekanan terkontrol
c) Periferal iridoplasti dengan Laser Argon
d) Laser trabekuloplasti
4) Terapi Emergensi pada Kondisi Akut Glaukoma Sudut Tertutup
Glaukoma sudut tertutup pada kondisi akut harus ditangani segera dengan
pemberian acetazolamide 500 mg intravena diikuti dengan 500 mg per oral. Dokter
juga dapat memberikan beta-blocker topikal dan juga alfa agonis.
Pasien yang tekanan intraokularnya tidak menurun dengan terapi tersebut dapat
diberikan manitol intravena. Periksa terlebih dahulu fungsi ginjal, elektrolit, dan
tekanan osmotik pasien sebelum memberikan manitol.
Terapi lain adalah terapi suportif berupa pemberian analgesik, antiemetik, posisi
kepala elevasi sekitar 30 derajat, serta pemberian pilocarpine 1 jam setelah terapi
inisial di atas. Pilocarpine diberikan setiap 15 menit

8. Pencegahan
Menurut dr. Intan Ekarulita (2017) hal hal yang perlu diperhatikan untuk mencegah
penyakit glaukoma adalah sebagai berikut :
8.a. Pencegahan Primordial
Pencegahan primordial ditunjukkan kepada semua kelompok agar dapat menjaga
kesehatan mata dengan konsumsi makanan yang mengandung vitamin A, mengendalikan
kadar gula darah, menghindari tidur tengkurap, menyalakan lampu saat tidur karena
menyalakan lampu akan mengaktifkan reseptor cahaya sehingga merangsang miotik
pupil untuk menghindari pupillary bloc serta mengistirahatkan mata saat membaca dan
aktivitas melihat dekat dengan memandang jauh.
8.b. Pencegahan Tingkat Satu
Pencegahan tingkat satu ditunjukkan kepada mereka, individu, keluarga dan
kelompok atau komunitas yang memiliki resiko tinggi terhadap glaukoma untuk
melakukan intervensi agar individu, kelompok dan masyarakat sedini mungkin
melakukan pencegahan contohnya melakukan pemeriksaan kesehatan mata ke dokter
secara rutin agar dapat diatasi dengan baik. Atau menggunakan pelindung mata. Cedera
mata yang serius dapat menyebabkan glaukoma.
8.c. Pencegahan Tingkat Dua
Pencegahan tingkat dua ditunjukkan pada kelompok atau komuitas yang sudah
mengalami cedera mata. Dilakukan pengobatan seperti menggunakan obat tetes mata
yang diresepkan dokter secara teratur. Obat tetes mata glaukoma dapat secara signifikan
mengurangi risiko tekanan mata tinggi berkembang menjadi glaukoma.
8.d. Pencegahan Tingkat Tiga
Pencegahan tingkat tiga ditunjukkan kepada mereka yang mengalami glaukoma dan
talah mengikuti pengobatan glaukoma. Walaupun kerusakan yang sudah terjadi akibat
glaukoma tidak dapat diperbaikki lagi, dengan pemeriksaan dan pengobatan yang teratur
ndapat menghambat kerusakan seminimal mungkin.

9. Daftar Pustaka
Bourne RRA Sukudom P Fortel PJ et al, Prevalensi Glaukoma di Thailand berdasarkan
Survey Populasi di Distrik Rom Klao, Bangkok, British Journal Ophthalmology
2003;109-1074
Departemen Kesehehatan Republik Indonesia, 2017, Glaukoma from
http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/infodatin-
glaukoma.pdf diakses tanggal 15 Juni 2020 Pukul 20.49
Ekarulita.I, 2017, Glaukoma, From :
https://www.alomedika.com/penyakit/oftalmology/glaukoma/edukasi-dan-promosi-
kesehatan diakses tanggal 15 Juni 2020 pukul 18.37
Foster PJ, Buhrman R, Quigley HA, et al. Definisi dan Klasifikasi Glaukoma dalam Survey
Prevalensi, British Journal Ophthalmology 2002;6:238-242
Ilyas S et al. Ilmu Penyakit Mata untuk Dokter Umum dan Mahasiswa Kedokteran. Sagung
Seto, Jakarta 2002
Ischa.N, Karakteristik Penderita Glaukoma di Rumah Sakit Umum dr.Soedarso Pontianak
Tahun 2009-2010, Fakultas Kedokteran Universitas Tanjungpua, 2011
Lusiani.M, 2019, Glaukoma-Penyebab, Gejala dan Penanganan, From :
https://www.klinikmatanusantara.com/id/ketahui-lebih-lanjut/info-kesehatan-mata-
dari-kmn-eyecare/artikel/glaukoma-penyebab-gejala-dan-penanganan/
Noya.A, 2017, AsKep Glaukoma yang Perlu Diketahui, From
https://www.alodokter.com/askep-glaukoma-yang-perlu-diketahui diakses tanggal 15
Juni 2020 Pukul 23.37
Nurmalasari.Y, dan Hernawan.M, Karakteristik Pasien Glaukoma Berdasarkan Faktor
Intrinsik di Rumah Sakit Pertamina Bintang Amin Bandar Lampung, Jurnal Ilmu
Kedoteran dan Kesehatan, 2017, 4
Maharani.N, Karakteristik Penderita Glaukoma di Rumah Sakit Pringadi Medan Tahun 2007,
Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatra Utara Medan, 2009
P2PTM Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2018 Bagaimana Upaya Pencegahan
Glaukoma ? from : http://p2ptm.kemkes.go.id/infographic/yuk-mengenal-apa-itu-
stoke/bagaimana-upaya-pencegahan-glaukoma diakses tanggal 15 Juni 2020 Pukul
20.46
Willy.T, 2018, Glaukoma, From https://www.alodokter.com/glaukoma#:~:text=pengertian
%20Glaukoma,pada%2C%20hingga%20sakit%20kepala diakses tanggal 15 Juni
Pukul 23.11

Anda mungkin juga menyukai