Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN KEGIATAN KINERJA EKSTERNAL PUSKESMAS

Nama kegiatan : Home Visite

Tempat : Desa Pasir Jaya

Tanggal : 18 dan 20 April 2016

Deskripsi Kegiatan :

Pada hari senin tanggal 18 April, alhamdulillah saya diberi kesempatan untuk melakukan home visite.
Pagi hari jam 08.00 kami sudah tiba di Puskesmas Pasir Jaya. Seperti pada hari biasanya, kami
langsung menghadap dokter pembimbing kami, dr Ai Siti Zakirah dan dr Aphrellia, untuk
memberitahu kegiatan kami di hari ini. Setelah memberi tahu mereka bahwa kami tidak bisa
mengikuti kegiatan poli karena ingin melakukan home visite, kemudian kami menghadap bu Nung,
adalah perawat Puskesmas Pasir Jaya yang memegang program kusta.

Kami melakukan home visite dengan pasien yang sudah ditentukan sebelumnya, yaitu pasien kusta
yang ada di kawasan puskesmas Pasir Jaya. Total pasien berjumlah 6 orang, yang terdata dalam masih
dalam pengobatan kusta. Kami menuju daerah Suka Damai, dimana menurut pemaparan bu Nung
merupakan daerah kantung kusta yang berarti banyak kejadian kusta di sana dan terjadi di
beberapa rumah yang berdekatan.

Setelah menyiapkan peratan, seperti kapas dan jarum untuk pemeriksaan fisik kusta serta membawa
list pertanyaan yang akan kami tanyakan kepada penderita kusta, kami berangkat menuju Desa Suka
Damai pukul 09.00. Perjalanan menempuh waktu 15 menit. Sesampainya di sana, kami mengikuti bu
Nung menyelusuri gang gang perumahan padat penduduk yang terkadang di beberapa jalan hanya
dapat dilewati satu orang secara bergantian.

Pasien pertama yang kami datangi adalah seorang anak kecil yang menderita kusta. Usianya tidak
lebih dari 10 tahun dan dia terkena kusta tipe PB

sejak lebih dari 6 yang lalu. Pasien ini cukup membuat saya sedih, karena kedua orang tuannya sudah
tidak ada, ibunya sudah meninggal dan ayahnya pergi meninggalkannya sebelum dia lahir, sehingga
pasien ini dirawat oleh kedua paman dan bibinya. Saya tidak lama berada di rumah pasien tersebut
karena akan berpindah ke tempat pasien yang lain. Pasien tersebut di anamnesis dan periksa oleh
teman saya, Andhiny. Setelah kami berpamitan kepada kedua paman dan bibinya, kami menuju
rumah kedua tempat pasien lainnya berada.

Rumah kedua tidak jauh dari rumah pertama, hanya dipisahkan oleh beberapa gang saja. Rumah
kedua ini terdapat sepasang kakak beradik yang memiliki kusta dengan tipe PB. Mereka berdua
sedang dalam masa pengobatan dan sedang pada pengobatan bulan ketiga. Saya ingin menceritakan
sedikit tempat tinggal kakak beradik ini. Rumah mereka terbuat dari seng yang berdempetan dengan
rumah seng satu dan lainnya. Di sekitar rumah pasien banyak sekali sampah yang bertebaran dan
beberapa barang bekas yang tidak terpakai ditaruh di pinggir rumah. Saya melihat pasien kurang
menjaga higinitas, baik di lingkungan sekitar rumah maupun pada dirinya sendiri, karena pasien tidak
menggunakan alas kaki saat keluar rumah dan menggunakan tangan kosong untuk bermain sambil
memegang barang bekas, tanah, dan sampah yang ada di sekitar rumah. Saya beserta teman saya,
Samroh melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik terhadap kedua kakak beradik itu, sementara
teman sejawat saya, Napparudin, mengunjungi rumah di belakang rumah kakak beradik untuk
memeriksa pasien yang lain.

Kakak beradik tersebut bernama Rayhan, 10 tahun, dan Rendy, 9 tahun. Mereka tinggal di Jl Cerewet
4 RT 04, Desa Suka Damai. Mereka tinggal dengan kedua orang tua mereka dalam satu rumah yang
terbuat dari seng dan kayu. Kami tidak mengetahui pasti ukuran rumah karena ibunya juga tidak tahu
dan tidak ada ubin sebagai patokan kami saat mengukur. Saya dan Samroh menganamnesis untuk
menggali lebih dalam tentang faktor risiko yang mungkin terjadi pada kaka beradik sehingga dapat
terkena penyakit kusta. Setelah kami melakukan anamnesis lebih lanjut, kami menemukan bahwa
terdapat faktor risiko pada pasien yaitu jenis kelamin, perawatan diri, keadaan rumah, kontak
dengan penderita

pengetahuan tentang kusta dan sosial ekonomi. Setelah selesai berkunjung, kami berpamitan dan
menuju rumah lainnya untuk mengunjungi pasien yang lain.

Rumah tempat tinggal pasien lainnya tidak jauh dari rumah kaka beradik, namun kami melakukan
perjalanan lebih jauh dibandingkan dengan jarak rumah pertama ke rumah kedua. Sebelum menuju
rumah pasien, kami mengunjungi rumah kader RT 07 Desa Suka Damai untuk diantarkan ke rumah
pasien. Rumah pasien terpisah beberapa rumah dari rumah bu kader, setelah melewati beberapa
gang sempit, kami sampai di rumah pasien. Di rumah tersebut terdapat kakak beradik juga yang
terkena kusta, bedanya dengan rumah sebelumnya adalah pada rumah ini kakak beradik sudah
dewasa.

Sang kakak, bu Barkah usia 44th didiagnosis kusta sejak 26 Desember 2015. Pasien didiagnosis kusta
di Puskesmas Pasir Jaya dengan arahan dari bu Nung yang sebelumnya mengunjungi rumahnnya
untuk skrining kusta. Bu Barkah ternyata sudah lebih dari 6 bulan yang lalu menyadari adanya lesi
berwarna putih di kaki kirinya, namun karena tidak menimbulkan gejala dia tidak berobat. Ketika
datang ke puskesmas, pasien mengeluh kaki kiri dan kedua tangannya merasakan sedikit baal, namun
masih dapat merasakan nyeri, panas, maupun dingin. Pasien terkadang memberikan kuah air baso
pada lukanya, namun luka menjadi lepuh dan bertambah merah. Setelah saya anamnesis dan
melakukan pemeriksaan fisik serta observasi lingkungan rumah pasien, saya mendapatkan bahwa
ventilasi dan pencahayaan di rumah pasien masih kurang. Ventilasi hanya ada pada daerah depan
ruang tamu dan kamar tidur pasien. Lingkungan rumah pasien kurang bersih, terdapat beberapa
sampah di sekitar rumah pasien dan barang bekas tidak terpakai. Rumah berada di lingkungan padat
penduduk. Perumahan permanen yang didirikan sejak 9 tahun yang lalu dan belum pernah
direnovasi. Terdapat 1 ruang tamu berukuran 3x3 meter. Kemudian terdapat ruangan dapur dan 3
kamar tidur setelah ruang tamu. Kamar mandi berjumlah satu buah yang terdapat di dalam ruang
dapur. Pencahayaan di dalam rumah minimal. Cahaya matahari masuk dari jendela ruang tamu dan
kamar tidur orang tua, sehingga ruangan lain cukup gelap bila tidak dinyalakan lampu. Jendela < 20%
dari luas lantai. Atap tanpa langit dengan genting. Keadaan rumah seperti ini dapat berisiko
penyebaran

penyakit kulit, seperti kusta, lalu penyakit infeski saluran napas atas dan bawah karena lembabnya
udara dan debu dalam rumah. Pakaian yang telah di gunakan juga banyak bergantungan di balik
pintu kamar dan depan halaman rumah sehingga dapat menjadi sarang nyamuk dan tidak nyaman
dilihat. Ibu pasien memiliki riwayat kusta, tapi sudah meninggal. Ayah pasien meninggal dunia karena
penyakit jantung. Adik pasien yang tinggal satu rumah juga menderita penyakit yang sama.

Setelah menyelesaikan home visite, kemudian kami kembali ke puskesmas untuk mendiskusikan hasil
observasi dari masing-masing pasien yang kami periksa. Setelah melakukan diskusi dan
merencanakan program untuk penderita kusta, kami berencana untuk kembali home visite pada
tanggal 20 April untuk memberikan konseling terhadap penyakit kusta yang diderita pasien.

Pada hari rabu tanggal 20 April, kami kembali ke rumah masing-masing pasien kusta. Dimulai pada
jam 13.00, kami pergi menuju rumah pasien dan menjelaskan tujuan kami hadir kembali untuk
memberikan konseling tentang penyakit kusta. Kami sepakat memberikan informasi mengenai faktor
risiko yang ada pada pasien tersebut dan memberikan solusi unuk mengurangi risiko penyebaran
penyakit kusta kepada orang lain di sekitar pasien. Setelah melakukan diskusi dan konseling dengan
pasien, saya mendapatkan evaluasi bahwa hal seperti ini baik untuk dilakukan.

REFLEKSI KEGIATAN KINERJA EKSTERNAL PUSKESMAS

Nama kegiatan : Home Visite

Tempat : Desa Pasir Jaya

Tanggal : 18 dan 20 April 2016


Refleksikan perbedaan antara teori dengan praktek yang dilakukan :

Home visite kali ini menjadi hal baru bagi saya, karena sebelumnya saya belum pernah melakukan
home visite. Home visite ini memberikan pelajaran bagi saya pengelolaan pasien di poli klinik hanya
sebagian kecil saja cara yang dapat diberikan untuk menunjang kesembuhan pasien. Karena faktor di
luar obat memiliki peran besar dalam menunjang kesembuhan pasien.

Ketika home visite saya merasa dapat memahami permasalahan dari sudut pandang pasien. Saya
menyadari saat saya mengedukasikan pasien untuk menjaga kelembaban kaki dengan lotion dan
selalu menggunakan sendal kemapun pasien pergi. Namun ketika saya berada di rumah pasien, saya
melihat kemampuan pasien untuk mengikuti nasihat saya sangat terbatas. Jangankan menggunakan
lotion, mencuci kakinya saja jarang dilakukan dan membeli lotion bukanlah suatu hal yang mudah
dilakukan bagi pasien. Sehingga saya perlu menjelaskan tujuan utama bahwa sensasi pada kaki
berkurang karena penyakit kusta, oleh sebab itu harus diberikan pengertian agar setidaknya pasien
faham tindakan semaksimal apa yang dapat ia lakukan untuk menjaga kakinya tetap sehat.

Menurut saya, yang sudah saya lakukan sudah benar. Sebelum melakukan home visite, kami
menentukan dulu pasien apa yang akan kami jadikan tujuan home visite. Sesuai dengan tujuan kami
mendeskripsikan faktor risiko pasien kusta, maka kami pilih pasien pasien kusta yang berobat ke
Puskesmas Pasir Jaya. Setelah mengetahui pasien yang akan saya akan kunjungi, saya membuat list
pertanyaan yang akan saya ajukan. Hal ini yang menjadi acuan saya untuk apa saja yang dapat saya
evaluasi pada pasien dan kondisi lingkungannya. Saat home

visite pun hal pertama yang saya lakukan adalah membangun relasi terlebih dahulu kepada pasien,
menjelaskan tujuan berkunjung, kemudian menganamnesis dan mengobservasi keadaan rumah
pasien dengan seksama.

Namun menurut saya hal yang tidak tepat adalah tindakan saya untuk memberikan solusi terhadap
permasalahan yang ada. Penyakit kusta adalah penyakit kronik yang membutuhkan waktu
penyembuhan yang cukup lama.1 Bila pasien tidak memahami hal ini dengan baik, maka tingkat
kegagalan pengobatan cukup tinggi dan penularan kepada orang lain memungkinkan sekali terjadi.
Oleh sebab itu, bila intervensi yang saya lakukan hanya memberikan edukasi dan konseling, saya rasa
masih belum tepat bila ingin memastikan apa yang kita sampaikan dilakukan oleh pasien. Kunjungan
berkala perlu dilakukan dan pembentukan kader hingga community development pun dirasa
perlu agar

pemberantasan kusta dapat benar-benar terjadi.

Kegiatan home visite dapat meningkatkan kesehatan melalui penemuan pemeliharaan kesehatan
yang diperlukan namun pada saat anamnesis di poli klinik tidak diketahui. Sebuah penelitian
mengatakan bahwa pemeriksaan langsung ke rumah pasien dengan usia lanjut disertai kondisi dan
fungsi kesehatan yang cukup baik, menghasilkan 4 penemuan masalah baru hingga 8 anjuran
intervensi baru pada setiap pasien. Beberapa masalah utama yang ditemukan diantaranya adalah
impotensi, masalah berjalan dan keseimbangan, imunisasi yang tidak lengkap, serta hipertensi.
Masalah-masalah itu sebelumnya tidak didapatkan saat pasien datang berkunjung ke klinik. Terdapat
4 tipe utama home visite antara lain: kunjungan terhadap pasien yang sakit, kunjungan
terhadap pasien yang

menginggal, kunjungan untuk pemeriksaan rumah, dan kunjungan untuk follow- up setelah pasien
dirawat di RS2.

Menurut Brian K, kunjungan pemeriksaan rumah adalah sebagai kunjungan penyelidikan selama
dokter mengevaluasi peranan lingkungan rumah terhadap status kesehatan pasien. Kunjungan ini
biasanya diadakan pada pasien yang dicurigai memiliki kepatuhan yang kurang. Penilaian lingkungan
rumah pada pasien yang berisiko dapat mengungkapkan bukti penyalahgunaan, serta adanya isolasi
sosial oleh masyarakat sekitar. Pasien dan keluarga yang berusaha

untuk mengatasi masalah yang kronik seperti kelemahan kognitif atau


inkontinensia terutama sekali dapat manfaat dari penilaian ini2.

Materi yang harus diobservasi selama home visite ditujukan pada status fungsional pasien dan
lingkungan hidupnya. Materi tersebut antara lain Immobility, nutrition, housing, other people,
medications, examination, safety, spiritual health, service by home health agencies, sehingga dapat
disingkat menjadi INHOMESSS. Alat yang harud disiapkan saat melakukan home visite antara lain
stetoskop, Sphygmomanometer, kertas resep, otoskop dan

oftalmoskop, serta berkas rekam medik2.

Perbedaan teori dengan fakta yang ditemukan adalah saat melakukan home visit kami hanya
membawa alat pemeriksaan berupa stetoskop dan Sphygmomanometer. Kertas resep maupun
berkas rekam medis pasien tidak kami bawa, sehingga kami mencatat status kesehatan pasien di
selembar kertas.

Mengapa itu Terjadi:

Perbedaan teori dengan fakta terjadi karena kami tidak membaca teori mengenai home visiite
sebelum berkunjung ke rumah pasien. Hal ini tidak baik dan tidak patut diulangi karena akan
merugikan pasien sendiri.

Hal Penting yang dapat Saya Pelajari dari Kasus Ini:

Hal terpenting yang saya pelajari adalah saat saya mempelajari apakah home visite, caranya, dan
tujuannya. Ternyata tidak hanya komunikasi di poli klinik yang kita perlukan, namun saya harus
mempelajari cara berempati yang salah satunya bisa dipahami dengan melakukan home visite seperti
ini.

Apa yang Perlu dipelajari Lebih lanjut:

Saya merasa harus banyak belajar lagi tentang keahlihan berkomunikasi dengan baik, sehingga
kemudian nanti saya dapat menggali keterangan pasien dengan tepat. Kemampuan berkomunikasi
yang baik juga dapat membantu saya unjuk dapat memberikan konseling dengan baik pula.

Nilai Agama dan Profesionalisme yang Terkait:

Sebagai seorang dokter dan care provider, seorang dokter harus selalu siap melayani kesehatan
masyarakat, baik itu di dalam ruang praktek maupun di luar gedung. Kita patut memberikan
konseling kesehatan dengan baik, dengan demikian diharapkan pengetahuan masyarakat semakin
meningkat dan tingkat kesadaran akan kesehatan pada masyarakat juga akan meningkat pula.

Daftar Pustaka:

1. World Health Organization. Enhanced Global Strategy for Further Reducing the Disease
Burden Due to Leprosy: 2011-2015. New Delhi: WHO Regional Office for South-East Asia. 2009.

2. Brian K., & Anthony F.J. The Home Visite. Am Fam Physician. 1999 Oct 160(5):14811488.
Diakses pada tanggal 27 Agustus 2015. Diunduh dari:
http://www.aafp.org/afp/1999/1001/p1481.html

Feedback dari Pembimbing KPKM:


Feedback dari Pembimbing Kampus :

Nama Mahasiswa ................................................ TTD .........................

Nama Pembimbing

................................................

................................................

TTD .........................

TTD .........................

LAMPIRAN

Salinan Rekam Medis:

Anamnesis:

1. Identitas: Perenpuan, berusia 44 tahun.

2. Keluhan Utama: Terdapat luka tidak nyeri sejak 6 bulan yang lalu

3. Riwayat Penyakit Sekarang: Pasien mengaku pada awalnya luka timbul kecil di kaki kiri,
namun berrtambah luas dan muncul luka lain di paha kanan dan punggung tangan kiri. Luka tidak
gatal, merah, maupun nyeri. Luka tidak membengkak namun bertambah luas. Pasien mengaku kedua
tangan kebas dan kaki kiri sedikit merasa dingin. Riwayat trauma tidak ada, riwayat alergi makanan
maupun obat-obatan tidak ada.

4. Riwayat Penyakit Dahulu: Pasien belum pernah mengalami penyakit serupa.

5. Riwayat Penyakit Keluarga: Adik pasien yang tinggal serumah memiliki penyakit serupa.
adiknya didiagnosis kusta sejak dua bulan yang lalu. Pasien mengaku orang tua pasien juga memiliki
penyakit serupa.
6. Riwayat sosial dan kebiasaan: Di sekitar rumah pasien terdapat beberapa orang yang
memiliki penyakit serupa. Lingkungan rumah pasien adalah rumah padat penduduk dengan
kebersihan yang kurang terjaga. Pasien bergaul seperti biasa di kalangan masyarakat. Pasien
mengaku pernah memiliki teman dengan penyakit serupa namun pasien tidak takut terkena, karena
beberapa orang di sekitar rumah pasien memiliki penyakit yang sama dan tidak ada keluhan.

Pemeriksaan Fisik :

7. Keadaan umum tampak sakit ringan, kesadaran kompos mentis

8. Tanda vital: tekanan darah: 110/90 mmHg, frekuensi nadi 87 x/menit, nafas 21 x/menit, suhu
36,9 C

9. Konjungtiva pucat -/-, Sklera ikterik -/-, tidak teraba pembesaran KGB colli. Lain-lain dalam
batas normal.

10. Pemeriksaan pada lesi:

1. Inspeksi: terdapat region dorso pedis sinistra, femoralis medial dextra, dan plantar manus
sinistra plak hipopigmentasi, multiple, batas tegas, berukuran numular hingga plakat. Lesi tidak gatal
dan tidak nyeri.

2. Palpasi: hasil pemeriksaan POD normal Pemeriksaan penunjang: tidak dilakukan

Diagnosis: Morbus hansen tipe PB dd/ dermatitis numularis

Hasil Dokumentasi:

Saat melakukan anamnesis dan pengisian berkas keluarga.

Kondisi Kediaman

Anda mungkin juga menyukai