Anda di halaman 1dari 67

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesehatan merupakan hak asasi yang bersifat fundamental bagi setiap

individu. Hal ini tertuang dalam pasal 28H UUD 1945 yang menyatakan bahwa

setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan

mendapatkan lingkungan hidup baik dan sehat serta berhak memperoleh

pelayanan kesehatan.1 Kesehatan merupakan salah satu komponen dalam

mengukur keberhasilan pembangunan bangsa, sehingga harus dipelihara,

diperjuangkan, dan dilindungi dari berbagai ancaman penyakit dan masalah

kesehatan lainnya. Selain itu, upaya pembangunan kesehatan juga dilakukan guna

mencapai tujuan Sustainable Development Goals (SDG’s), terutama goal tentang

kesehatan dan kesejahteraan.1,2

Pusat Kesehatan Masyarakat yang disebut Puskesmas adalah fasilitas

pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan

upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan

upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang

setinggi-tingginya di wilayah kerjanya. Dalam penyelenggaraan upaya kesehatan

tersebut setiap Puskesmas perlu melihat sejauh mana Puskesmas mampu

menggerakkan semua sumber daya yang ada untuk menghasilkan capaian

program yang diharapkan dan memberi daya ungkit terhadap peningkatan derajat

kesehatan masyarakat.3,4

Pengelolaan yang baik terhadap kinerja pelayanan, proses pelayanan,

maupun sumber daya yang digunakan diperlukan agar Puskesmas dapat

1
menjalankan fungsinya secara optimal. Masyarakat menghendaki pelayanan

kesehatan yang aman dan bermutu, serta dapat menjawab kebutuhan mereka, oleh

karena itu upaya peningkatan pelayanan, manajemen risiko, dan keselamatan

pasien perlu diterapkan dalam pengelolaan Puskesmas dalam memberikan

pelayanan kesehatan yang komprehensif kepada masyarakat melalui upaya

pemberdayaan masyarakat dan swasta.3

Penilaian oleh pihak eksternal dengan menggunakan standar yang

ditetapkan perlu dilakukan untuk menjamin bahwa perbaikan mutu, peningkatan

kinerja, dan penerapan manajemen risiko di Puskesmas dilaksanakan secara

berkesinambungan, yaitu melalui mekanisme akreditasi. Hal ini menunjukkan

bahwa tujuan utama akreditasi bukan hanya sekedar untuk mendapatkan sertifikat

akreditasi namun untuk pembinaan peningkatan mutu dan kinerja melalui

perbaikan yang berkesinambungan terhadap berbagai sistem. Pendekatan yang

dipakai dalam akreditasi Puskesmas adalah keselamatan dan hak pasien dan

keluarga, dengan tetap memperhatikan hak petugas. Prinsip ini ditegakkan sebagai

upaya meningkatkan kualitas dan keselamatan pelayanan.3,4

Puskesmas sebagai fasilitas pelayanan kesehatan perlu menjaga kualitasnya.

Salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik termasuk

pelayanan kesehatan, sebagaimana diamanatkan dalam Undang-undang Republik

Indonesia Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional

(PROPENAS) adalah dengan penyusunan indeks kepuasan masyarakat sebagai

tolok ukur untuk menilai tingkat kualitas pelayanan. Data indeks kepuasan

pengguna jasa kesehatan dapat menjadi bahan penilaian terhadap unsur pelayanan

2
yang masih perlu perbaikan dan menjadi pendorong setiap unit penyelenggara

pelayanan untuk meningkatkan kualitas pelayanannya.5

Kepuasan pengguna jasa kesehatan tidak terlepas dari kualitas pelayanan.

Kualitas pelayanan dapat dilihat dari lima dimensi yaitu dimensi tangible (hal-hal

yang dapat dilihat dari aspek pelayanan), dimensi reliability (kehandalan

layanan), dimensi responsiveness (cepat tanggap), dimensi empathy

(keramahtamahan), dan dimensi assurance (jaminan suatu pelayanan yang

terbaik).6

Puskesmas Pauh merupakan salah satu fasilitas kesehatan tingkat pertama di

Kota Padang yang juga berperan penting dalam sistem kesehatan. Penulis melihat

terdapat masalah-masalah pelayanan kesehatan yang belum terstandar di

Pukesmas Pauh seperti belum terbentuknya tim kendali mutu dan SOP (Standard

Operational Procedure) pengendalian mutu sehingga belum ada acuan untuk

mengevaluasi SOP setiap program yang telah ada. Puskesmas Pauh juga masih

dalam tahap persiapan menuju akreditasi. Hal ini menunjukkan bahwa pelayanan

kesehatan di Puskesmas Pauh masih belum memenuhi standar pelayanan yang

telah ditetapkan. Penulis juga menilai kepuasan pengguna jasa kesehatan

Puskesmas Pauh dengan mengadopsi kuisioner Analisis Tingkat Kepentingan dan

Kinerja Pelanggan oleh Parasuraman dan Zeithm. Sebanyak 48 sampel dipilih

secara acak kemudian diwawancarai dan ditanyakan bagaimana harapan dan

kenyataannya mengenai pelayanan kesehatan di Puskesmas Pauh. Hasilnya

menunjukkan kepuasan pengguna jasa 84% kondisi ini memperlihatkan bahwa

angka kepuasan pengguna jasa terhadap pelayanan kesehatan di Puskesmas Pauh

masih rendah. Semua masalah tersebut menunjukkan bahwa mutu pelayanan di

3
Puskesmas Pauh menjadi masalah utama yang harus dibenahi agar kualitas

pelayanan yang optimal dan sesuai dengan kebutuhan pasien dapat tercapai.

Berdasarkan uraian diatas, penulis berkeinginan untuk melakukan upaya

untuk meningkatkan kepuasan pengguna jasa kesehatan melalui peningkatan mutu

pelayanan kesehatan di Puskesmas Pauh.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, maka dapat dirumuskan masalah

dalam PDCA ini sebagai berikut:

1. Apa saja masalah kesehatan di Puskesmas Pauh?

2. Bagaimana prioritas masalah kesehatan di Puskesmas Pauh?

3. Bagaimana tingkat kepuasan pengguna jasa kesehatan Puskesmas Pauh?

4. Apa penyebab dari masalah prioritas di Puskesmas Pauh?

5. Bagaimana alternatif penyelesaian masalah yang dapat dilaksanakan untuk

masalah utama di Puskesmas Pauh?

6. Apa tindakan yang dapat dilakukan untuk dapat meningkatkan kepuasan

pengguna jasa kesehatan Puskesmas Pauh?

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Meningkatkan kepuasan penguna jasa kesehatan melalui peningkatan mutu

pelayanan kesehatan di Puskesmas Pauh.

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Mengetahui masalah kesehatan di Puskesmas Pauh.

b. Mengetahui prioritas masalah kesehatan di Puskesmas Pauh.

4
c. Mengetahui tingkat kepuasan pengguna jasa kesehatan Puskesmas

Pauh.

d. Mengetahui penyebab dari prioritas masalah kesehatan di Puskesmas

Pauh.

e. Mengetahui alternatif penyelesaian masalah yang dapat dilaksanakan

untuk masalah utama di Puskesmas Pauh.

f. Mengetahui tindakan yang dapat dilakukan untuk dapat meningkatkan

kepuasan pengguna jasa kesehatan Puskesmas Pauh.

1.4 Manfaat

1.4.1 Bagi penulis

Mempelajari masalah-masalah dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan di

Puskesmas Pauh.

1.4.2 Bagi masyarakat

Tersedia unit pelayanan kesehatan yang sesuai standar dan harapan

masyarakat.

1.4.3 Bagi Puskesmas

a. Tercapainya pelayanan Puskesmas Pauh sesuai dengan standar

akreditasi.

b. Mengetahui kinerja pelayanan puskesmas sehingga dapat diketahui

kekurangan dan kelebihan pelayanan di wilayah kerja Puskesmas

Pauh.

c. Meningkatkan pencapaian program kerja di wilayah kerja Puskesmas

Pauh.

5
6
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Puskesmas

2.1.1 Definisi

Berdasarkan Permenkes RI nomor 75 Tahun 2014 tentang Puskesmas,

Puskesmas didefinisikan sebagai fasilitas pelayanan kesehatan yang

menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan

perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan

preventif, untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya

di wilayah kerjanya.7

2.1.2 Prinsip Penyelenggaraan Puskesmas

Prinsip dari penyelenggaraan Puskesmas meliputi paradigma sehat,

pertanggungjawaban wilayah, kemandirian masyarakat, pemerataan, teknologi

tepat guna, serta keterpaduan dan kesinambungan. Dalam penjalanan prinsip

puskesmas ini, dibutuhkan manajemen puskesmas yang baik untuk

mengkoordinasikan penyelenggaraan UKM dan UKP lintas program dan lintas

sektor.7

2.1.3 Tugas dan Tujuan Penyelenggaraan Puskesmas

Tujuan penyelenggaraan puskesmas adalah melaksanakan kebijakan

kesehatan untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya

dalam rangka mendukung terwujudnya kecamatan sehat. Dalam melaksanakan

tugasnya tersebut, Puskesmas memiliki fungsi sebagai penyelenggara UKM

(Upaya Kesehatan Masyarakat) dan UKP (Upaya Kesehatan Perseorangan).

Dalam menjalankan fungsinya, Puskesmas berwenang untuk melaksanakan

perencanaan berdasarkan analisis masalah kesehatan dan kebutuhan pelayanan

7
dan memberikan pelayanan kesehatan dasar yang komprehensif,

berkesinambungan, dan bermutu.7

2.1.4 Peran dan Fungsi Puskesmas

Kesehatan merupakan salah satu komponen dalam mengukur keberhasilan

pembangunan bangsa, sehingga harus dipelihara, diperjuangkan, dan dilindungi

dari berbagai ancaman penyakit dan masalah kesehatan lainnya. Selain itu, upaya

pembangunan kesehatan juga dilakukan guna mencapai tujuan Sustainable

Development Goals (SDG’s), terutama goal tentang kesehatan dan kesejahteraan.

Puskesmas berperan sebagai penyelenggara upaya kesehatan untuk meningkatkan

kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap penduduk agar

memperoleh derajat kesehatan yang optimal. Puskesmas juga berfungsi sebagai

pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan, pusat pemberdayaan

keluarga dan masyarakat, serta pusat pelayanan kesehatan strata pertama.1,2,7

2.1.5 Upaya Kesehatan Puskesmas

Upaya kesehatan yang diselenggarakan di Puskesmas merupakan Upaya

Kesehatan Masyarakat (UKM) tingkat pertama dan Upaya Kesehatan

Perseorangan (UKP) tingkat pertama yang dilaksanakan secara terintregasi dan

berkesinambungan. UKM adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan

meningkatkan kesehatan serta mencegah timbulnya masalah kesehatan dengan

sasaran keluarga, kelompok, dan masyarakat. UKP adalah kegiatan pelayanan

yang ditujukan untuk peningkatan, pencegahan, penyembuhan penyakit,

pengurangan penderitaan akibat penyakit, dan memulihkan kesehatan

perseorangan.7,8

8
Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) terdiri dari Upaya Kesehatan Wajib

dan Upaya Kesehatan Pengembangan. Upaya Kesehatan Wajib merupakan upaya

kesehatan yang dilaksanakan di seluruh Puskesmas di Indonesia, yaitu Promosi

Kesehatan, Kesehatan Lingkungan, Kesehatan Ibu Anak dan Keluarga Berencana,

Perbaikan Gizi Masyarakat, Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular,

serta Pelayanan Keperawatan Kesehatan Masyarakat. Sedangkan Upaya

Kesehatan Pengembangan ditetapkan bersama Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota

dengan mempertimbangkan masukan dari masyarakat. Sebagai contoh: Upaya

Kesehatan Sekolah, Upaya Kesehatan Olahraga, Upaya Kesehatan Kerja, Upaya

Kesehatan Gigi dan Mulut, Upaya Kesehatan Jiwa, Upaya Kesehatan Mata,

Kesehatan Usia Lanjut, Pembinaan Pengobatan Tradisional, dan sebagainya.

Upaya Kesehatan Pengembangan dapat pula bersifat upaya inovasi, yakni sesuai

dengan kebutuhan kesehatan disuatu wilayah tersebut.7,8

Puskesmas memiliki prinsip untuk memandirikan masyarakat dengan cara

mendorong kemandirian hidup sehat bagi individu, keluarga, kelompok, dan

masyarakat. Pemberdayaan ini merupakan salah satu upaya dalam mencapai dan

mempertahankan derajat kesehatan bangsa. Wujud pemberdayaan masyarakat

dibidang kesehatan lazim disebut sebagai Upaya Kesehatan Bersumberdaya

Masyarakat (UKBM). UKBM merupakan salah satu wujud pemberdayaan

masyarakat, yang tumbuh dari masyarakat, dikelola oleh masyarakat dan untuk

kepentingan masyarakat dalam upaya menanggulangi permasalahan kesehatan

yang dihadapi dengan memanfaatkan potensi yang dimiliki masyarakat setempat.

Wujud pemberdayaan masyarakat sangat beraneka ragam, antara lain: Posyandu,

9
Poskesdes, Dana Sehat, Pos Obat Desa, Usaha Kesehatan Sekolah, dan Pos

Kesehatan Pesantren.1,3,4,7

2.2 Mutu Pelayanan Kesehatan

Mutu pelayanan kesehatan adalah derajat kesempurnaan pelayanan

kesehatan yang sesuai dengan standar profesi dan standar pelayanan dengan

menggunakan potensi sumber daya yang tersedia di Rumah Sakit atau Puskesmas

secara wajar, efisien dan efektif serta diberikan secara aman dan memuaskan

sesuai norma, etika, hukum, dan sosial budaya dengan memperhatikan

keterbatasan dan kemampuan pemerintah, serta masyarakat konsumen.9 Mutu

pelayanan kesehatan meliputi kinerja yang menunjukkan tingkat kesempurnaan

pelayanan kesehatan, tidak saja yang dapat menimbulkan kepuasan bagi pasien

sesuai dengan kepuasan rata-rata penduduk tapi tetapi juga sesuai dengan standar

dan kode etik profesi yang telah ditetapkan.10 Mutu layanan kesehatan akan selalu

menyangkut dua aspek yaitu pertama aspek teknis dari penyedia layanan

kesehatan itu sendiri dan kedua, aspek kemanusiaan yang timbul sebagai akibat

hubungan yang terjadi antara pemberi layanan kesehatan dan penerima layanan

kesehatan.11

Peningkatan mutu pelayanan adalah derajat memberikan pelayanan secara

efektif dan efisien sesuai dengan standar profesi, standar pelayanan yang

dilaksanakan secara menyeluruh sesuai dengan kebutuhan pasien, memanfaatkan

teknologi tepat guna dan hasil penelitian dalam pengembangan pelayanan

kesehatan sehingga tercapai derajat kesehatan yang optimal. 12

Mutu dalam perawatan kesehatan adalah produksi kerja sama antara pasien

dan penyedia layanan kesehatan dalam lingkungan yang mendukung. Faktor

10
pribadi dari penyedia dan pasien, dan faktor-faktor yang berkaitan dengan

organisasi kesehatan, sistem kesehatan, dan lingkungan yang lebih luas

mempengaruhi mutu pelayanan kesehatan. Mutu kesehatan dapat ditingkatkan

dengan kepemimpinan visioner yang mendukung, perencanaan yang tepat,

pendidikan dan pelatihan, ketersediaan sumber daya, manajemen sumber daya

secara efektif, karyawan dan proses, serta kolaborasi dan kerja sama antara

penyedia. 13

2.2.1 Indikator Mutu Pelayanan Kesehatan

Indikator adalah karakteristik yang dapat diukur dan dapat dipakai untuk

menentukan keterkaitan dengan standar. Indikator dimaksudkan untuk mengukur

ketercapaian suatu standar pelayanan yang sudah ditetapkan.14 Indikator terdiri

atas:

1. Indikator Persyaratan Minimal

Indikator ini merujuk pada tercapai atau tidaknya standar masukan, standar

lingkungan, dan standar proses.

2. Indikator Penampilan Minimal

Yaitu tolak ukur yang berhubungan dengan keluaran dari suatu pelayanan

kesehatan.

Pendekatan sistem pelayanan seharusnya juga mengkaji tentang hasil

pelayanan. Hasil pelayanan adalah tindak lanjut dari keluaran yang ada, sehingga

perlu ada indikator (tolak ukur) tentang hasil pelayanan tersebut. Indikator yang

dimaksud menunjuk pada hasil minimal yang dicapai berdasarkan standar yang

sudah ditentukan.14

Mutu pelayanan kesehatan dapat dikaji antara lain berdasarkan tingkat

11
pemanfaatan sarana pelayanan kesehatan oleh masyarakat dan tingkat efisiensi

institusi sarana kesehatan. Beberapa indikator yang dapat digunakan untuk

melakukan penilaian mutu pelayanan kesehatan.9

Indikator mutu pelayanan puskesmas mengacu pada aspek :

1. Manajemen puskesmas

2. Pencapaian program puskesmas

3. Drop out masing-masing program dan kepuasan pasien

2.3 Upaya Peningkatan Mutu Pelayanan Kesehatan

Untuk melakukan perbaikan mutu pelayanan kesehatan, perlu diperhatikan

empat tingkat perubahan, yaitu :15

1. Pengalaman pasien dan masyarakat

2. Sistem mikro pelayanan

3. Sistem organisasi pelayanan kesehatan

4. Lingkungan pelayan kesehatan

Di samping harus memiliki tujuan yang jelas dan komprehensif, pelayanan

kesehatan harus berfokus pada pengguna jasa. Pengalaman pasien dan masyarakat

yang menjadi pengguna jasa pelayanan kesehatan harus mendapat perhatian

utama sehingga kebutuhan, harapan, dan nilai pengguna jasa dapat dipenuhi oleh

organisasi pelayanan kesehatan. Mekanisme untuk mengenal adanya perubahan

kebutuhan, harapan, dan nilai pengguna jasa perlu ada dalam pengelolaan

organisasi pelayanan kesehatan. Dengan demikian, organisasi pelayanan

kesehatan akan mampu memberikan yang terbaik kepada pasien dan

masyarakat.15

12
Berikut pendekatan-pendekatan yang dilakukan dalam upaya mewujudkan

pelayanan kesehatan yang harus berfokus pada pengguna jasa seperti Total

Quality Management (TQM), Layanan Prima.

a. Total Quality Management (TQM)

Sejak empat dekade yang lalu, Joseph Juran (1974) telah menggambarkan

komponen-komponen dasar pendekatan manajemen kualitas secara komprehensif.

Juran telah mengidentifikasikan elemen-elemen yang diperlukan dalam sebuah

sistem untuk mengukur, meningkatkan, dan merancang proses yang secara

konsisten dapat memberikan hasil yang optimal. Dia menamakan sistem tersebut

sebagai manajemen kualitas secara menyeluruh atau Total Quality

management .15,16,17

Merujuk kepada arti kata dari Total Quality management , total berarti

bahwa kegiatan tersebut dilaksanakan di seluruh tingkatan dan seluruh bagian atau

departemen dalam organisasi serta pada seluruh waktu (setiap hari). Sementara

itu, istilah quality menggambarkan peningkatan yang berkelanjutan untuk

memenuhi kebutuhan pengguna jasa. Di satu sisi, management merupakan

keseluruhan sistem dan lingkungan yang mendukung budaya peningkatan mutu

secara berkelanjutan tersebut.17,18

Empat prinsip yang dimiliki oleh TQM akan sangat membantu dalam upaya

peningkatan mutu layanan kesehatan.

Empat prinsip itu adalah :17,18

1) Mengukur mutu sehingga dapat mengelolanya;

2) Melakukan perncanaan secara strategis sehingga dapat berpikir jangka panjang,

tetapi tetap melakukan aksi-aksi jangka pendek;

13
3) Menghimpun kekuatan otak dan gagasan dari setiap orang di organisasi

sehingga diperoleh manfaat dari sinergi yang sedang dan telah dibangun,

4) Berfokus kepada pasien (customer focused) sehingga dapat memberi mereka

kepuasan

Dengan demikian, terdapat beberapa asumsi mengenai pelaksanaan TQM,

yaitu fokus kepada konsumen, penglibatan secara total seluruh komponen dalam

organisasi layanan kesehatan termasuk dokter, karyawan dan seluruh orang yang

ada dalam struktur yang terdapat di dalamnya, serta pengukuran, dukungan

sistematis, dan peningkatan mutu layanan yang berkelanjutan .17,18

Program TQM tersebut dikatakan berhasil apabila telah terjadi serangkaian

perubahan-perubahan mendasar tentang banyak hal termasuk paradigma berpikir

dan cara pandang. Misalnya, bagaimana melihat pengguna jasa, melihat

komunitas yang dihadapi, melihat karyawan, melihat hubungan yang terjalin, dan

juga perubahan dalam budaya organisasi atau perusahaan dan perubahan dalam

mindset atau cara berpikir .17,18

Oleh karena itu, untuk menjamin agar program peningkatan mutu ini dapat

berhasil dan berjalan sukses, perlu keyakinan mengenai kesiapan dan iklim

budaya organisasi, komunikasi, dan komitmen berbagai pihak, serta perhatian

terhadap pendidikan dan perwujudan dari rencana strategis yang telah disusun

bersama.

b. Layanan Prima

Pelayanan prima diartikan sebagai pelayanan yang terbaik dan melebihi,

melampaui, serta mengungguli pelayanan yang diberikan pihak lain atau

pelayanan sebelumnya.18 Dalam usaha untuk mencapai usaha Indonesia sehat

14
2010, Departemen Kesehatan menjelaskan bahwa pelayanan prima seharusnya

meliputi aspek-aspek berikut:19

1. Kemudahan akses informasi (aspek kepuasan pengguna)

2. Pelaksanaan peraturan secara tepat, konsisten, dan konsekuen (aspek

proses pelayanan)

3. Pelaksanaan hak dan kewajiban pemberi dan penerima pelayanan (aspek

SDM dan kepuasan pengguna jasa)

4. Penanganan dan pendokumentasian kegiatan pelayanan dilakukan oleh

tenaga yang berwenang/ kompeten (aspek proses dan SDM)

5. Penciptaan pola pelayanan yang sesuai dengan sifat dan jenisnya sebagai

efisiensi dan efektivitas (aspek SDM, dan proses pelayanan)

6. Penetapan tarif sesuai dengan kemampuan masyarakat dengan mekanisme

pungutan yang transparan serta adanya pengendalian dan pengawasan

yang cermat (aspek finansial dan kepuasan pengguna jasa)

7. Tidak ada pembedaan dalam memberikan pelayanan serta pemerataan

distribusi cakupan (aspek kepuasan pengguna jasa)

8. Kebersihan fasilitas pelayanan dan lingkungan (aspek proses pelayanan)

9. Sikap ramah dan sopan petugas serta meningkatkan kinerja secara

kualitatif dan kuantitatif dengan kapasitas optimal (aspek kepuasan

pengguna jasa dan aspek SDM).

Menurut Permenkes RI No. 46 tahun 2015 dalam upaya peningkatan mutu

puskesmas pimpinan Puskesmas menetapkan penanggung jawab manajemen mutu

yang bertanggung jawab untuk mengkoordinasikan, memonitor kegiatan

peningkatan mutu dan kinerja Puskesmas dan membudayakan perbaikan kinerja

15
yang berkesinambungan secara konsisten dengan tata nilai, visi, misi, dan tujuan

Puskesmas. Penanggung jawab manajemen mutu tersebut bertanggung jawab

dalam menyusun pedoman (manual) mutu dan kinerja bersama dengan Pimpinan

Puskesmas yang akan menjadi acuan bagi Pimpinan, Penanggung jawab Upaya

Puskesmas dan pelaksana kegiatan Puskesmas.20

Peningkatan mutu puskesmas (PMP) merupakan salah satu penilaian dalam

akreditasi puskesmas sesuai dengan Permenkes RI No. 46 tahun 2015 tentang

akreditasi puskesmas, klinik pratama, tempat praktik mandiri dokter, dan tempat

praktik mandiri dokter gigi dengan elemen penilaian berupa:20

1. Pimpinan Puskesmas menetapkan Penanggung jawab manajemen mutu.

2. Ada kejelasan tugas, wewenang dan tanggung jawab Penanggung jawab

manajemen mutu.

3. Ada Pedoman Peningkatan Mutu dan Kinerja yang disusun bersama oleh

Penanggung jawab manajemen mutu dengan Kepala Puskesmas dan

Penanggung jawab Upaya Puskesmas.

4. Kebijakan mutu dan tata nilai disusun bersama dan dituangkan dalam

pedoman (manual) mutu/Pedoman Peningkatan Mutu dan Kinerja sesuai

dengan visi, misi dan tujuan Puskesmas.

5. Pimpinan Puskesmas, Penanggung jawab Upaya Puskesmas, dan Pelaksana

Kegiatan Puskesmas berkomitmen untuk meningkatkan mutu dan kinerja

secara konsisten dan berkesinambungan.

2.4 Akreditasi Puskesmas

2.4.1 Definisi Akreditasi Puskesmas

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 46

16
Tahun 2015 Tentang Akreditasi Puskesmas, Klinik Pratama, Tempat Praktik

Mandiri Dokter, dan Tempat Praktik Mandiri Dokter Gigi, akreditasi adalah

pengakuan yang diberikan oleh lembaga independen penyelenggara akreditasi

yang ditetapkan oleh menteri setelah memenuhi standar akreditasi. Sedangkan

akreditasi puskesmas adalah pengakuan terhadap puskesmas yang diberikan oleh

lembaga independen penyelenggara akreditasi yang ditetapkan oleh menteri

setelah dinilai bahwa puskesmas telah memenuhi standar pelayanan puskesmas

yang telah ditetapkan oleh menteri untuk meningkatkan mutu pelayanan

puskesmas secara berkesinambungan. Puskesmas wajib untuk diakreditasi secara

berkala minimal tiga tahun sekali. Akreditasi juga merupakan salah satu

persyaratan kredensial sebagai fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama yang

bekerja sama dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.

2.4.2 Standar Akreditasi Puskesmas

Akreditasi Puskesmas menilai tiga kelompok pelayanan di puskesmas,

yaitu kelompok administrasi dan manajemen, kelompok Upaya Kesehatan

Masyarakat (UKM), dan kelompok Upaya Kesehatan Perorangan (UKP) atau

Pelayanan Kesehatan. Standar akreditasi puskesmas terdiri dari 9 Bab, dalam

setiap bab akan diuraikan dalam standar penilaian, yang kemudian dalam masing-

masing standar akan diuraikan dalam kriteria-kriteria, dan dalam kriteria akan

diuraikan elemen penilaian untuk dapat menilai pencapaian dari elemen tersebut

(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2014).

Standar, kriteria, dan elemen penilaian akreditasi untuk kelompok

administrasi dan manajemen puskesmas diuraikan dalam tiga bab yaitu :

a. Bab I. Penyelenggaraan Pelayanan Puskesmas (PPP)


17
b. Bab II. Kepemimpinan dan Manajemen Puskesmas (KMP)

c. Bab III. Peningkatan Mutu Puskesmas (PMP)

Sedangkan untuk kelompok Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM),

diuraikan dalam tiga bab yaitu :

a. Bab IV. Upaya Kesehatan Masyarakat yang Berorientasi Sasaran 


b. Bab V. Kepemimpinan dan Manajemen Upaya Kesehatan Masyarakat 


c. Bab VI. Sasaran Kinerja Upaya Kesehatan Masyarakat 


Untuk kelompok Upaya Kesehatan Perorangan juga diuraikan dalam 3 bab

yaitu :

a. Bab VII. Layanan Klinis yang Berorientasi Pasien 


b. Bab VIII. Manajemen Penunjang Layanan Klinis 


c. Bab IX. Peningkatan Mutu Klinis dan Keselamatan Pasien 


Secara keseluruhan, dalam standar akreditasi puskesmas terdapat 42

Standar, 168 kriteria, dan 776 elemen penilaian yang akan digunakan sebagai

acuan untuk menetapkan status akreditasi puskesmas (Zakiah, 2015).

18
Tabel 2.1 Struktur Standar Akreditasi Puskesmas

BAB JUDUL JUMLAH JUMLAH JUMLAH


STANDAR KRITERIA ELEMEN
PENILAIAN
I Penyelenggara Pelayanan 3 13 59
Puskesmas
II Kepemimpinan dan 6 29 121
Manajemen Puskesmas
III Peningkatan Mutu dan 1 7 32
Manajemen Resiko
IV Upaya Kesehatan Masyarakat 3 10 53
yang Berorientasi Sasaran
V Kepemimpinan dan 7 22 101
Manajemen Upaya
Kesehatan Masyarakat
VI Sasaran Kinerja UKM 1 6 29
VII Layanan Klinis yang 10 33 151
Berorientasi Pasien
VIII Manajemen Penunjang 7 36 172
Layanan Klinis
IX Peningkatan Mutu Klinis dan 4 12 58
Keselamatan Pasien
Total 42 168 776
Sumber : Zakiah 2015

Penetapan status akreditasi puskesmas dapat dilihat dari capaian

puskesmas pada masing-masing bab dalam standar akreditasi puskesmas yang

didapatkan dari pelaksanaan survei atau penilaian akreditasi oleh surveior

akreditasi puskesmas. Penilaian dilakukan dengan cara menelaah bukti-bukti yang

19
ada pada tiap elemen penilaian (Zakiah, 2015). Setiap pembuktian pada elemen

penilaian diberikan nilai sebagai berikut :

a. Nilai 0 : jika belum ada sama sekali atau baru sebagian kecil ada (0-≤20%)

b. Nilai 5 : jika sebagian besar sudah dilaksanakan (> 20-79%) 


c. Nilai 10 : jika sudah dilaksanakan (80-100%)

Setelah surveior melakukan penilaian maka akan didapatkan penetapan

status akreditasi puskesmas yang terdiri dari :

a. Tidak Terakreditasi : jika pencapaian nilai Bab I, II < 75%, Bab IV, V, VII

< 60% , dan Bab III, VI, VIII, IX < 20% 


b. Terakreditasi Dasar : jika pencapaian nilai Bab I, II ≥ 75%, Bab IV, V, VII

≥ 60%, dan Bab III, VI, VII, IX ≥ 20% 


c. Terakreditasi Madya : jika pencapaian nilai Bab I, II, IV, V ≥ 75%, Bab

VII, VIII ≥ 60%, dan Bab VI, IX ≥ 40% 


d. Terakreditasi Utama : jika pencapaian nilai Bab I, II, IV, V, VI, VII ≥

80%, dan Bab III, VI, IX ≥ 60% 


e. Terakreditasi Paripurna : jika pencapaian nilai pada semua Bab ≥ 80%. 


Hasil penilaian akreditasi oleh tim surveior akreditasi ini kemudian akan

dikirim kepada Komisi Akreditasi Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama disertai

dengan rekomendasi hasil keputusan akreditasi (Zakiah, 2015).

2.4.3 Penyelenggaraan Akreditasi Puskesmas

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 46

20
Tahun 2015 Tentang Akreditasi Puskesmas, Klinik Pratama, Tempat Praktik

Mandiri Dokter, dan Tempat Praktik Mandiri Dokter Gigi penyelenggaraan

akreditasi puskesmas dilakukan berdasarkan standar akreditasi puskesmas yang

dilakukan melalui dua tahapan yaitu survei akreditasi dan penetapan akreditasi.

Survei akreditasi dilakukan oleh surveior akreditasi dari lembaga

independen penyelenggara akreditasi yang ditetapkan oleh menteri. Survei

akreditasi dilakukan melalui kegiatan penilaian yang bertujuan untuk mengukur

tingkat kesesuaian terhadap standar akreditasi. Surveior akreditasi puskesmas

terdiri dari surveior bidang administrasi dan manajemen, bidang upaya kesehatan

masyarakat (UKM), dan bidang upaya kesehatan perorangan (UKP).

Penetapan akreditasi merupakan hasil akhir survei akreditasi oleh surveior

dan keputusan rapat lembaga independen penyelenggara akreditasi. Penetapan

akreditasi puskesmas dilakukan oleh lembaga independen penyelenggara

akreditasi yang dibuktikan dengan sertifikat akreditasi.

Dalam penyelenggaraan akreditasi juga dilakukan pendampingan dan

penilaian praakreditasi serta pendampingan pascaakreditasi. Pendampingan

praakreditasi merupakan rangkaian kegiatan penyiapan puskesmas agar

memenuhi standar akreditasi. Pada saat pendampingan praakreditasi dilakukan

beberapa kegiatan antara lain :

a. Lokakarya untuk menggalang komitmen, meningkatkan pemahaman

tentang akreditasi, standar serta instrument akreditasi, pembentukan

panitia persiapan akreditasi puskesmas, serta pembentukan kelompok kerja

di bidang administrasi dan manajemen, upaya kesehatan masyarakat, dan

upaya kesehatan perorangan. 


21
b. Pelatihan pemahaman standar dan instrumen yang diikuti seluruh

karyawan untuk meningkatkan pemahaman secara rinci mengenai standar

dan instrument akreditasi, kemudian melakukan persiapan self assessment.

c. Pelaksanaan self assesment oleh staf puskesmas (lintas POKJA) dan

dipandu pendamping. Self assessment adalah kajian mandiri yang

dilakukan pada tahap persiapan akreditasi yang penilaiannya dilakukan

menggunakan instrumen standar akreditasi. Self assessment

dilaksanakan
 oleh tim akreditasi yang terdiri dari beberapa kelompok

kerja, sesuai dengan pelayanan yang akan dinilai. Agar pelaksanaan self

assessment dapat berjalan dengan baik, diperlukan pembinaan yang

intensif dari tim pendamping dinas kesehatan, karena pembinaan

merupakan hal yang penting untuk meningkatkan pemahaman sumber

daya manusia terkait dengan pelaksanaan self assessment dalam persiapan

akreditasi (Poerwani dan Sopacua, 2006). Setelah melakukan self

assessment kemudian dilakukan pembahasan hasil self assessment serta

membuat penyusunan rencana aksi persiapan akreditasi.

d. Penyiapan dokumen akreditasi sesuai dengan pedoman penyusunan

dokumen akreditasi puskesmas. 


e. Implementasi pelaksanaan kegiatan yang sesuai standar akreditasi dan

dipandu oleh regulasi internal, memastikan rekam proses dan hasil

kegiatan, mengadakan audit internal serta rapat tinjauan manajemen. 


22
f. Penilaian pra survei oleh tim pendamping dinas kesehatan kabupaten/kota

kemudian rekomendasi hasil pra survey (Zakiah, 2015). 


Setelah melakukan penilaian pra survei maka dilakukan penilaian

akreditasi. Penilaian akreditasi merupakan kegiatan penilaian yang dilakukan

setelah selesai pendampingan praakreditasi. Pendampingan pascaakreditasi

merupakan kegiatan untuk memelihara serta meningkatkan pencapaian standar

akreditasi pada puskesmas secara berkesinambungan sampai dilakukan penilaian

akreditasi berikutnya. Pendampingan dilakukan oleh tim pendamping yang

berasal dari dinas kesehatan kabupaten/kota (Kementerian Kesehatan Republik

Indonesia, 2014). Tim pendamping akreditasi memiliki tugas untuk melaksanakan

fasilitasi dan pembinaan secara intensif kepada puskesmas selama persiapan

menuju penilaian akreditasi. Dalam hal keterbatasan sumber daya manusia pada

dinas kesehatan kabupaten/kota setempat, kepala dinas kesehatan kabupaten/kota

dapat merekrut tenaga pendamping yang berasal dari fasilitas pelayanan

kesehatan, institusi pendidikan, organisasi profesi, dan/atau masyarakat

(Kementerian Kesehatan RI, 2015).

Dalam pelaksanaan pendampingan pra akreditasi terdapat kegiatan

penyiapan dokumen akreditasi. Dokumen dalam akreditasi puskesmas dibagi

menjadi dua bagian yaitu dokumen interal dan eksternal. Dokumen tersebut

digunakan untuk membangun dan membakukan sistem manajemen mutu dan

pelayanan di puskesmas. Dokumen- dokumen yang perlu disediakan di

puskesmas untuk akreditasi adalah sebagai berikut:

1. Penyelenggaraan manajemen Puskesmas

a. Kebijakan Kepala Puskesmas 


23
b. Rencana Lima Tahunan Puskesmas 


c. Pedoman/manual mutu 


d. Pedoman/panduan teknis yang terkait dengan manajemen 


e. Standar Prosedur Operasional (SPO) 


f. Perencanaan Tingkat Puskesmas (PTP) 


g. Rencana Usulan Kegiatan (RUK) 


h. Rencana Pelaksanaan Kegiatan (RPK) 


i. Kerangka Acuan Kegiatan. 


2. Penyelenggaraan Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM)

a. Kebijakan Kepala Puskesmas 


b. Pedoman untuk masing-masing UKM (esensial maupun 
 pengembangan)

c. Standar Prosedur Operasional (SPO) 


d. Rencana Tahunan untuk masing-masing UKM 


e. Kerangka Acuan Kegiatan pada tiap-tiap UKM 3. Penyelenggaraan Upaya

Kesehatan Perorangan (UKP)

3. Penyelenggara Upaya Kesehatan Perorangan (UKP)

a. Kebijakan tentang pelayanan klinis 


24
b. Pedoman Pelayanan Klinis 


c. Standar Prosedur Operasional (SPO) klinis 


d. Kerangka Acuan terkait dengan Program/Kegiatan Pelayanan 
 Klinis dan

Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien (Kementerian Kesehatan Republik

Indonesia, 2014). 


2.4.4 Konsep Kesiapan Puskesmas dalam Menghadapi Akreditasi

Akreditasi puskesmas memiliki tujuan utama yaitu untuk pembinaan

peningkatan mutu dan kinerja melalui perbaikan yang berkesinambungan terhadap

sistem manajemen, sistem manajemen mutu dan sistem penyelenggaraan

pelayanan dan upaya, serta penerapan manajemen risiko di puskesmas

(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2014).

Sebelum adanya kebijakan mengenai akreditasi puskesmas, pemerintah di

Kabupaten Gianyar telah menerapkan kebijakan BLUD di seluruh puskesmas di

Kabupaten Gianyar. Kebijakan BLUD puskesmas ini bertujuan untuk

meningkatkan mutu pelayanan di puskesmas sehingga puskesmas dapat

menyediakan layanan yang bermutu sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan di

masyarakat. Namun, berdasarkan hasil penelitian Indrayathi dkk (2014) yang

berjudul “Mutu Pelayanan Puskesmas Perawatan yang Berstatus Badan Layanan

Umum Daerah” mutu pelayanan puskesmas perawatan yang berstatus BLUD di

Kabupaten Gianyar dirasakan masih belum memuaskan. Ketidakpuasan terhadap

mutu pelayanan puskesmas BLUD di Kabupaten Gianyar disebabkan karena

beberapa hal antara lain masih terdapat kesulitan dalam penyediaan kelengkapan

25
dan kesiapan peralatan medis di puskesmas, komitmen dari dinas kesehatan dalam

pelaksanaan kebijakan BLUD puskesmas yang masih rendah, masih terdapat

kekurangan sumber daya manusia khususnya tenaga dokter dan perawat, dan

tenaga administrasi yang mengelola keuangan masih kurang sehingga puskesmas

mengalami kesulitan dalam menyelesaikan tugasnya dengan baik yang sesuai

dengan filosofi puskesmas sebagai BLUD.

Penelitian tersebut didukung oleh hasil penelitian Sutiarini (2011) yang

berjudul “Analisis SWOT dan Rencana Strategik Pengembangan BLUD di

Puskesmas Se-Kabupaten Gianyar”. Dalam penelitian tersebut diketahui bahwa

pada puskesmas di Kabupaten Gianyar kualitas pelayanannya masih rendah, salah

satu penyebab rendahnya kualitas pelayanan di puskesmas adalah keterbatasan

dana yang dimiliki oleh puskesmas sehingga mempengaruhi ketersediaan

peralatan medis serta sumber daya manusia di puskesmas. Salah satu sumber daya

manusia di puskesmas yang kuantitas dan kualitasnya masih rendah terkait

dengan pengembangan BLUD adalah tenaga non medis. Untuk mengatasi

keterbatasan kuantitas dan kualitas tenaga non medis pada puskesmas di

Kabupaten Gianyar diperlukan perhatian dan tindaklanjut melalui permohonan

perencanaan perekrutan, penempatan, dan pelatihan pegawai yang diperlukan

sesuai dengan peruntukannya pada instansi terkait atau dengan melakukan

rekrutmen dengan pola outsourcing.

Menurut Muninjaya (2014) dalam Artini (2015) mutu pelayanan kesehatan

dapat dilihat atau dikaji berdasarkan output yang ada pada sistem pelayanan

kesehatan. Output pada sisitem pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh tiga

komponen yaitu komponen input, proses dan juga lingkungan. Sedangkan

26
menurut Donabedian (1980) dalam Alwi (2011) terdapat tiga pendekatan dalam

melakukan penilaian mutu yaitu terdiri dari aspek input, proses, dan output.

Aspek input terdiri dari perlengkapan dan peralatan, organisasi dan manajemen,

keuangan, dan sumber daya manusia. Aspek proses adalah semua kegiatan yang

dilaksanakan secara profesional oleh tenaga kesehatan dan interaksinya dengan

pasien, yang meliputi metode atau tata cara pelayanan kesehatan. Sedangkan

aspek output adalah kegiatan dan tindakan dokter, perawat dan tenaga

administrasi yang dapat dirasakan oleh pengguna pelayanan kesehatan yang dapat

memberikan perubahan ke arah tingkat kesehatan dan kepuasan yang diharapkan.

Kesiapan adalah hal yang penting dan harus tersedia ketika akan

menghadapi atau melaksanakan sesuatu yang baru. Kesiapan akan dipengaruhi

oleh dukungan baik dukungan internal maupun eksternal, sebaliknya dikatakan

tidak siap bila ditemukan berbagai hambatan dari segi sumber daya

(Sugiana,2015). Lehman (2002) dalam Muafi (2011) juga mengatakan bahwa

kesiapan perubahan organisasi salah satunya dipengaruhi oleh ketersediaan

sumber daya yang ada pada organisasi tersebut.

Salah satu contoh penelitian mengenai kesiapan adalah penelitian yang

dilakukan oleh Pawizi dan Rosyidah (2011) yang menganalisis kesiapan

pelayanan administrasi dan manajemen di RSU Rajawali Citra Kabupaten Bantul

dalam menghadapi akreditasi. Dalam penenlitiannya, Pawizi dan Rosyidah

menganalisis kesiapan RSU Rajawali Citra dengan meninjau dari segi sumber

daya dasar yaitu sumber daya manusia, dokumentasi, serta fasilitas. Hasil dari

penelitian Pawizi dan Rosyidah (2011) menunjukan bahwa dari aspek sumber

daya manusia, dokumentasi, serta fasilitas yang disiapkan dalam menghadapi

27
akreditasi pada bidang pelayanan administrasi dan manajemen di rumah sakit

tersebut, semuanya dalam kondisi siap dan baik. Artinya, tidak ada kendala berarti

yang terkait dengan penyiapan tiga sumber daya mendasar tersebut. Secara

teoritis, hal ini disebabkan karena bidang pelayanan administrasi dan manajemen

merupakan salah satu dari lima bidang pelayanan dalam paket dasar akreditasi

rumah sakit yang tidak berat untuk disiapkan.

Penelitian lain mengenai kesiapan adalah penelitian Dewi dan Rimawati

(2015) yang menganalisis tentang persiapan Unit Rekam Medis RSUD dr. R.

Soeprapto Cepu dalam menghadapi akreditasi di bagian rekam medis.

Berdasarkan penelitian tersebut diketahui bahwa terdapat beberapa hambatan

sumber daya yang terjadi saat persiapan akreditasi di unit rekam medis pada

RSUD dr. R Soeprapto Cepu yaitu kurangnya sarana dan prasarana seperti

komputer dan printer sehingga unit rekam medis tidak bisa segera mencetak

dokumen-dokumen yang sudah disiapkan, kurangnya petugas rekam medis,

kerjasama dan komunikasi antar petugas rekam medis yang mempersiapkan

akreditasi tidak berjalan lancar, dan kurangnya pedoman untuk pembaharuan SPO

dan dokumen lain yang terkait akreditasi. Kerjasama dan komunikasi antara

petugas dengan dinas kesehatan harus lebih ditingkatkan supaya segala hal terkait

persiapan akreditasi bisa cepat selesai. Selain itu perlu diperlukan juga

penambahan sarana prasarana serta sumber daya manusia yang sesuai dengan

kebutuhan di unit rekam medis.

Dalam sistem pelayanan kesehatan di puskesmas, untuk dapat mencapai

kesiapan puskesmas dari segi administrasi manajemen, upaya kesehatan

28
masyarakat, dan upaya kesehatan perorangan dalam menghadapi akreditasi

diperlukan input yang baik dan memadai. Input dalam sistem pelayanan kesehatan

terdiri dari berbagai sumber daya organisasi yang merupakan alat untuk mencapai

tujuan organisasi. Sumber daya organisasi tersebut dikenal dengan istilah 6M

yang terdiri dari sumber daya manusia (man), biaya (money), metode (method),

peralatan (machine), bahan- bahan (materials), dan pasar (market) (Sofia, 2010).

Sumber daya manusia merupakan salah satu unsur input yang sangat

penting dalam persiapan implementasi suatu kebijakan. Menurut Rondonuwu dan

Trisnantoro (2013), sumber daya manusia yang berkualitas dan memiliki

kualifikasi sesuai dengan pekerjaannya merupakan salah satu hal yang dapat

menunjang keberhasilan suatu implementasi kebijakan. Sumber daya manusia di

puskesmas terdiri dari tenaga kesehatan yang bertugas sebagai pelaksana

pelayanan kesehatan. Sebagai pelaksana pelayanan kesehatan diharapkan agar

tugas pokok dan fungsi tenaga kesehatan dapat sesuai dengan pendidikan dan

keterampilan yang mereka miliki (Handayani dkk, 2010). Apabila sumber daya

manusia yang ada tidak mencukupi baik dari segi kuantitas maupun kualitas salah

satunya dapat menyebabkan adanya tugas rangkap pada sumber daya manusia

yang ada yang nantinya dapat berdampak pada output yang ingin dicapai.

Menurut Sutarman, dkk (2008), petugas yang dibebani tanggung jawab pekerjaan

yang lebih dari satu kegiatan (tugas rangkap), akan merasa memiliki pekerjaan

yang berat karena tugas rangkap tersebut dapat menambah beban tanggung jawab

mereka.

Pada puskesmas, seringkali jumlah tenaga kesehatan yang ada masih

terbatas jika dibandingkan dengan jenis program yang dikerjakan sehingga

29
menyebabkan sebagian besar tenaga kesehatan melakukan pekerjaan rangkap

(Handayani dkk, 2010). Menurut Paruntu dkk (2015) dalam penelitiannya yang

berjudul “Perencanaan Kebutuhan Sumber Daya Manusia di Puskesmas

Kabupaten Minahasa” salah satu penyebab dari tidak proporsionalnya kuantitas

dan kualitas sumber daya manusia di puskesmas salah satunya disebabkan oleh

tidak ada kesamaan persepsi antara dinas kesehatan dan puskesmas tentang

pengadaan sumber daya manusia kesehatan, sehingga komunikasi dan koordinasi

antara manajemen puskesmas dengan dinas kesehatan terkait perencanaan sumber

daya manusia merupakan hal yang penting.

Perencanaan kebutuhan sumber daya manusia merupakan hal yang penting

terutama untuk menghindari adanya beban kerja yang tinggi pada sumber daya

manusia yang ada, sehingga tidak akan menimbulkan stres yang dapat berakibat

pada menurunnya kinerja (Silanno,dkk 2014).

Menurut Notoatmodjo (2007), input, proses dan output merupakan

elemen- elemen dalam sub sistem pelayanan kesehatan yang saling berhubungan

dan mempengaruhi satu sama lain. Input atau masukan merupakan sub elemen-

sub elemen yang diperlukan sebagai masukan untuk berfungsinya sistem, input

juga dapat dikatakan sebagai sumber daya yang diperlukan untuk melakukan

proses. Proses merupakan suatu kegiatan yang berfungsi untuk mengubah

masukan sehingga menghasilkan keluaran yang direncanakan, sedangkan output

merupakan hal yang dihasilkan dari proses. Apabila output yang dihasilkan telah

berjalan selama beberapa waktu maka output akan menghasilkan dampak atau

impact.

30
Gambar 2.1 Elemen dalam Sistem Pelayanan Kesehatan Masyarakat

(Sumber: Notoadmojo, 2007)

2.5 Kepuasan Pengguna Jasa Pelayanan Kesehatan

2.5.1 Definisi Kepuasan

Kepuasan adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang muncul

setelah membandingkan kinerja (hasil) produk yang dipikirkan terhadap kinerja

(atau hasil) yang diharapkan. Jika kinerja berada di bawah harapan, pelanggan

tidak puas. Jika kinerja memenuhi harapan, pelanggan puas. Jika kinerja melebihi

harapan, pelanggan amat puas atau senang.21

Definisi lain menyatakan kepuasan pelanggan adalah respon pelanggan

terhadap ketidaksesuaian antara tingkat kepentingan sebelumnya dan kinerja

aktual yang dirasakannya setelah pemakaian. Persepsi pelanggan mengenai mutu

31
jasa adalah salah satu faktor yang menentukan tingkat kepuasan pelanggan.22

Terdapat lima hal yang mempengaruhi persepsi pelanggan mengenai mutu jasa,

yaitu:23

1. Tangible, merupakan penampilan fisik dari jasa yang ditawarkan, peralatan,

personil dan fasilitas komunikasi.

2. Reliability, yaitu dimensi yang mengukur kehandalan dari perusahaan dalam

memberikan pelayanan kepada pelanggannya. Dibandingkan dengan empat

dimensi kualitas pelayanan lainnya, dimensi ini sering dipersepsi paling

penting bagi pelanggan dari berbagai industri jasa.

3. Emphaty, yaitu kepedulian terhadap orang lain.

4. Assurance, berhubungan dengan kemampuan perusahaan dan perilaku front-

line staf dalam menanamkan rasa percaya dan keyakinan kepada para

pelanggannya.

5. Responsiveness, adalah dimensi kualitas pelayanan yang paling dinamis.

Harapan pelanggan terhadap kecepatan pelayanan hampir dapat dipastikan

akan berubah dengan kecenderungan naik dari waktu ke waktu. Sama

seperti dimensi pelayana lainnya, maka kepuasan terhadap dimensi

responsiviness adalah berdasarkan persepsi dan bukan aktualnya.

2.5.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan

Faktor yang mempengaruhi kepuasan pasien yaitu:24

a. Kualitas produk atau jasa, pasien akan merasa puas bila hasil evaluasi

mereka menunjukkan bahwa produk atau jasa yang digunakan berkualitas.

Persepsi pasien terhadap kualitas produk atau jasa dipengaruhi oleh dua hal

32
yaitu kenyataan kualitas produk atau jasa dan komunikasi perusahaan,

dalam hal ini rumah sakit dalam mengiklankan tempatnya.

b. Kualitas pelayanan, pasien akan merasa puas jika mereka memperoleh

pelayanan yang baik atau sesuai dengan yang diharapkan.

c. Faktor emosional, pasien merasa bangga, puas dan kagum terhadap rumah

sakit yang dipandang “rumah sakit mahal”.

d. Biaya, pasien yang tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan atau tidak

perlu membuang waktu untuk mendapatkan jasa pelayanan, maka pasien

cenderung puas terhadap jasa pelayanan tersebut.

Selain itu, menurut Moison, Walter dan White menyebutkan faktor-faktor

yang mempengaruhi kepuasan pasien, yaitu:25

a. Karakteristik produk, karakteristik produk rumah sakit meliputi penampilan

bangunan, kebersihan dan tipe kelas kamar yang disediakan beserta

kelengkapannya.

b. Harga, semakin mahal harga perawatan maka pasien mempunyai harapan

yang lebih besar.

c. Pelayanan, meliputi pelayanan keramahan petugas, kecepatan dalam

pelayanan. Puskesmas dianggap baik apabila dalam memberikan pelayanan

lebih memperhatikan kebutuhan pasien maupun orang lain yang berkunjung

di Puskesmas tersebut.

d. Lokasi, meliputi letak Puskesmas, letak kamar dan lingkungannya. Lokasi

merupakan salah satu aspek yang menentukan pertimbangan dalam memilih

fasilitas kesehatan. Umumnya semakin dekat fasilitas kesehatan dengan pusat

perkotaan atau yang mudah dijangkau, mudahnya transportasi dan lingkungan

33
yang baik akan semakin menjadi pilihan bagi pasien untuk datang ke

pelayanan kesehatan tersebut.

e. Fasilitas, kelengkapan fasilitas Puskesmas turut menentukan penilaian

kepuasan pasien, misalnya fasilitas kesehatan baik sarana dan prasarana,

tempat parkir, ruang tunggu yang nyaman.

f. Image, yaitu citra, reputasi dan kepedulian perawat terhadap lingkungan

g. Desain visual, tata ruang dan dekorasi ikut menentukan kenyamanan suatu

fasilitas kesehatan, oleh karena itu desain dan visual harus diikutsertakan

dalam penyusunan strategi terhadap kepuasan pasien atau konsumen.

h. Suasana, suasana Puskesmas yang tenang, nyaman, sejuk dan indah akan

sangat mempengaruhi kepuasan pasien dalam proses penyembuhannya.

Selain itu tidak hanya bagi pasien saja yang menikmati itu akan tetapi orang

lain yang berkunjung ke Puskesmas akan sangat senang dan memberikan

pendapat yang positif sehingga akan terkesan bagi pengunjung Puskesmas

tersebut.

i. Komunikasi, bagaimana keluhan-keluhan dari pasien dengan cepat diterima

oleh perawat.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa faktor yang dapat

mempengaruhi kepuasan pasien adalah kualitas pelayanan, biaya perawatan,

lokasi, fasilitas, citra, desain visual, suasana dan komunikasi.

2.5.3 Pengukuran Kepuasan Konsumen

Dalam mengukur kepuasan konsumen dapat mengunakan cara sebagai

berikut :21

a. Survei Berkala

34
Perusahaan dapat menelusuri kepuasan pelanggan secara langsung. Dalam

hal ini para responden dapat diberi pertanyaan tambahan mengukur maksud

pembelian ulang dan kemungkinan atau keinginan merekomendasikan

perusahaan dan merek kepada orang lain.

b. Ghost Shoping

Perusahaan dapat memperkerjakan pembelanja siluman sebagai pembelanja

potensial dan melaporkan tentang hal-hal kuat dan lemah yang dialami

dalam membeli produk perusahaan dan produk pesaing.

c. Lost Customer Analysis

Perusahaan dapat memantau angka kehilangan pelanggan dan mengontak

pelanggan yang telah berhenti membeli atau yang sudah beralih ke pemasok

lain untuk mempelajari mengapa ini terjadi.

d. Sistem Keluhan dan Saran

Perusahaan menyediakan beberapa media untuk menerima saran, kritik dan

keluhan untuk kebaikan perusahaan di masa mendatang.

35
BAB 3
ANALISIS SITUASI

3.1 Gambaran Umum Puskesmas Pauh

Puskesmas Pauh terletak di kelurahan Cupak Tangah dengan wilayah kerja

meliputi 9 kelurahan dengan luas ±146,2 Km2. Puskesmas Pauh memiliki batas

wilayah sebagai berikut :

1. Sebelah Timur berbatas dengan Kabupaten Solok

2. Sebelah Barat berbatas dengan Wilayah kerja Puskesmas Andalas

(Padang Timur).

3. Sebelah Utara berbatas dengan Wilayah Kerja Puskesmas

Kecamatan Koto Tangah

4. Sebelah Selatan berbatas dengan sebagian Wilayah kerja Puskesmas

Lubuk Kilangan.

Jumlah distribusi sasaran penduduk di Puskesmas Pauh pada tahun 2015

yaitu sebanyak 65.515 penduduk dengan 1.234 bayi, 5.966 balita, 1.344 ibu

hamil, dan 6.346 lansia.

Gambar 3.1 Peta Batas-batas Wilayah Kerja Puskesmas Pauh Tahun 2015
(Sumber : Profil Puskesmas Pauh Tahun 2015)

36
Keterangan:
Puskesmas pembatu
Puskeskel

3.2 Sarana dan Prasarana

Pembangunan kesehatan diarahkan untuk makin meningkatkan kualitas

dan pemerataan jangkauan pelayanan kesehatan. Dalam upaya mencapai tujuan

tersebut penyediaan sarana dan prasarana kesehatan yang bermutu merupakan hal

yang penting.

Wilayah Kerja Puskesmas Pauh sangat luas, oleh karena itu untuk

melayani masyarakat, Puskesmas Pauh memiliki 1 buah Puskesmas induk, dan 5

buah Puskesmas pembantu dan 4 buah Poskeskel yang tersebar di wilayah kerja

Puskesmas Pauh, yaitu :

a. Puskesmas Pembantu Jawa Gadut

b. Puskesmas Pembantu Pisang

c. Puskesmas Pembantu Ulo Gadut

d. Puskesmas Pembantu Batu Busuk

e. Puskesmas Pembantu Piai Tangah

f. Poskeskel Limau Manis Selatan

g. Poskeskel Cupak Tangah

h. Poskeskel Kapalo Koto

i. Poskeskel Koto Lua

Untuk kelancaran tugas pelayanan terhadap masyarakat, Puskesmas Pauh

mempunyai 1 kendaraan roda empat (Puskel) dan 7 buah kendaraan roda dua.

37
Daftar sarana dan tenaga kesehatan lain yang ada di wilayah kerja

Puskesmas Pauh adalah:

1. Rumah Sakit Pemerintah : 1 buah

2. Rumah Sakit Swasta : 1 buah

3. Klinik Bersalin : 5 buah

4. Dokter Praktek Umum : 5 orang

5. Dokter Praktek Spesialis : 3 orang

6. Bidan Praktek Swasta (BPS) : 5 buah

7. Posyandu Balita : 70 buah

8. Posyandu Lansia : 13 buah

9. Praktek Swasta Dokter Gigi : 2 orang

38
3.3 Jumlah Penduduk Wilayah Kerja Puskesmas Pauh

Tabel 3.1 Jumlah Prakiraan Penduduk Sasaran Kesehatan Puskesmas Pauh


2015
No Kelurahan Jumlah
Pddk Bayi Balita Bumil Bulin Buteki Lansia
1 Pisang 7.924 141 730 167 154 154 767
2 BinuangKp. 6.026 134 640 146 139 139 583
Dalam
3 PiaiTangah 5.047 119 614 124 126 126 491
4 CupakTangah 7.917 159 804 175 173 173 767

5 Kapalo Koto 7.577 135 667 151 134 134 734

6 Koto Lua 8.362 161 698 168 170 170 810


7 Lambuangbuk 3.579 79 354 91 86 86 347
it
8 Limau M 13.005 191 829 194 179 179 1.260
Selatan
9 LimauManis 6.061 115 630 128 122 122 587
Jumlah 65.515 1.234 5.966 1.344 1.283 1.283 6.346

(Sumber:Laporan Tahunan Puskesmas Pauh Tahun 2015)

39
3.4 Tenaga Kesehatan dan Struktur Organisasi Puskesmas Pauh

Tabel 3.2 Data Ketenagaan di Puskesmas Puah Tahun 2015


No Jenis Ketenagaan Jumlah Status Kepegawaian
1 Dokter 3 PNS
2 Dokter Gigi 3 PNS
3 Sarjana Kesmas 2 PNS
4 Sarjana Keperawatan 1 PNS
5 Rekam Medik 2 PNS
6 D3 Keperawatan 14 10 PNS, 4 volunter
7 LCPK 1 PNS
8 D3 Kebidanan 21 15 PNS, 6 PTT
9 D3 Gizi 4 2 PNS, 2 volunter
10 Perawat Gigi 2 PNS
11 Perawat (SPK) 4 PNS
12 Bidan (D1) 3 2 PNS, 1 PTT
13 Ass. Apoteker 3 PNS
14 Pekarya Kesehatan 3 PNS
15 SMA 4 PNS
16 AAK 3 PNS
JUMLAH 73

Sumber daya manusia dalam sistem kesehatan terdiri atas tenaga

kesehatan dan non kesehatan. Tenaga kesehatan merupakan orang yang

mengabdikan diri dalam bidang kesehatan. Tenaga kesehatan dan non kesehatan

dalam memberikan pelayanan kepada pasien yang berobat di Puskesmas Pauh

berjumlah 73 orang.4 Enam orang tenaga medis yang terdiri dari tiga orang dokter

umum, tiga orang tenaga medis dokter gigi. Dokter umum memiliki tugas

tambahan sebagai kepala puskesmas, sedangakan tenaga paramedis berjumlah 63

orang dan 4 orang tenaga non medi

40
Gambar 3.2 Struktur Organisasi Puskesmas Pauh
Kepala Puskesmas
dr.Dessy Susanty

KA Tata Usaha
Rheynce Primaria, SKM

 Umum Kepegawaian : Nurbaini


Ismed
 Perencanaan, data dan infokes :Rolly Meirdhania Amd.PK
 Aset dan Logistik :Darmila, AMKG
 Keuangan
- Bendahara BOX : Rika Mulyani, Amd. Kep
- Bendahara APBD : Evi Susanti, AMS
- Bendahara BPJS :Rolly Meirdhania Amd.PK

Koordinator UKM Koordinator Upaya Kes. Koordinator Upaya Kes.


Perorangan Pengembangan
dr. Dessy Susanty Dr. Febrina dr. Yenni

 UGD dan Rawat Inap:  UKS/UKGS: Ririn Amd.Keb


 Promkes : Yesri Yulianti, Amd Keb
Ns. Rita Syurianti S.kep  Kesehatan Lansia: Rafniati,
 KB : Afris, Amd .Keb
Amd.Kep
 KIA: Emilda, Amd. Keb
 VK dan Rawat Inap: Dr. Febrina  Perkesmas: Winda P, Amd.Kep
 Kesling : Fadhly Agma, AMKL
 Poliklinik Umum: dr. Febrina  Kesehatan Jiwa: Rafniati,
Evi Susanti, AMS
 Poliklinik Anak dan MTBS: Amd.Kep
Sri Wahyuni, Amd. Keb  Kesehatan Mata: Prima Uswarti
 Gizi : Lely Guslina, AMG
 Usaha Kesehatan Kerja:
Faldaneli, AMG
 Poliklinik Gigi: drg Fahmil Khalisha Yusmaini Amd. Kep
 Poli KIA: Emilda, Amd. Keb  Kesehatan Remaja : Yesri
Dewi Febriani, SKM
 Poliklinik KB: Afris, Amd.Keb Yulianti, Amd. Keb
 Koordinator P2PM,HIV,IMS:  Apotek: Irma Bayu
Yuliza Reni  Gudang Obat: Retno Handayani,
S.Farm
 Surveilans : Destia Ningrum, Amd. Kep  Rekam Medik:Dewi flora Amd.PK
 Imunisasi: Beta ohkta Ariani, Amd. Kep Rolly M, Amd.Pk
 P2 Kusta, Rabies, Campak dan Malaria:
Koordinator Jaringan Pelayanan Puskesmas
Rani, AMK  Labor: Fitradr.Yanti
Dessy Susanty

 P2 Diare: Indah Permata Sari, Amd Keb


 TBC: Winda Permata Sari, Amd Kep  Pustu :
- Piai Tangah : Eka Matrisia, Amd.Keb
Febriani Erita Marini MS, Amd Kep
- Batu Busuk :Desi Delvita
 PTM, DBD: Nofiani, Amd. Keb - Limau Manis : Resi Delvita, Amd. Kep
- Pisang : Weni Yesra
Telmaini, AMK
Hera Novita
- Jawa Gadut : Roslina Rosa, Amd.Keb
 Puskeskel :
- LM Selatan : Sonya Faliyan, Amd.Keb
- Koto Luar : Nopriani, Amd.Keb
:
- Koto Lalang : Yuarleng Yusmaita
- Batu Gadang : Fitriani, Amd.Keb
- Baringin : Desi Dafrillina, Amd.Keb
- Tarantang : Fani Sufrina, Amd.Keb

41
BAB 4
PEMBAHASAN

4.1 Identifikasi Masalah

Proses identifikasi masalah dilakukan melalui kegiatan observasi dan

wawancara dengan pimpinan puskesmas, pemegang program, petugas yang

menjalankan program, dan analisis laporan tahunan Puskesmas Pauh. Proses ini

dilakukan dengan melihat data sekunder berupa laporan tahunan Puskesmas Pauh

pada tahun 2015. Beberapa potensi masalah yang berhasil diidentifikasi di

Puskesmas Pauh adalah :

Tabel 4.1 Daftar Masalah Kesehatan di Puskesmas Pauh


No Program Permasalahan Target Pencapai GAP
an
1 Kesling Jamban sehat 75 43,9 -31,1
2 Kesling Rujuk ke klinik 10 0,03 -9,97
sanitasi
3 KIA Komplikasi ibu 80 57,67 -22,33
bersalin
4 Penyakit Penemuan suspek 100 40 -60
Menular TB
5 - Pengendalian mutu Terbentukn 0 -100
pelayanan ya buku
Puskesmas kendali
mutu
pelayanan
dan tim
pengendali
mutu

4.2 Penentuan Prioritas Masalah

Berdasarkan proses identifikasi masalah, didapatkan beberapa masalah

yang memerlukan penyelesaian. Akan tetapi, tidak semua masalah dalam program

puskesmas dapat diselesaikan sekaligus, sehingga perlu dilakukan penentuan

prioritas masalah yang merupakan masalah terbesar dan mungkin untuk

42
diselesaikan. Dalam hal menentukan prioritas masalah, metode yang digunakan

adalah Metode Hanlon. Setelah ditetapkan satu masalah yang menjadi prioritas,

dilanjutkan dengan pembuatan Plan of Action untuk mengatasi masalah tersebut.

Kriteria skoring yang digunakan dalam Metode Hanlon adalah sebagai berikut:

1. Urgensi : Merupakan masalah yang penting untuk dilaksanakan

a. Nilai 1 = Tidak penting

b. Nilai 2 = Kurang penting

c. Nilai 3 = Cukup penting

d. Nilai 4 = Penting

e. Nilai 5 = Sangat penting

2. Kemungkinan intervensi

a. Nilai 1 = Tidak mudah

b. Nilai 2 = Kurang mudah

c. Nilai 3 = Cukup mudah

d. Nilai 4 = Mudah

e. Nilai 5 = Sangat mudah

3. Biaya

a. Nilai 1 = Sangat mahal

b. Nilai 2 = Mahal

c. Nilai 3 = Cukup mahal

d. Nilai 4 = Murah

e. Nilai 5 = Sangat murah

4. Kemungkinan meningkatkan mutu

43
a. Nilai 1 = Sangat rendah

b. Nilai 2 = Rendah

c. Nilai 3 = Sedang

d. Nilai 4 = Tinggi

e. Nilai 5 = Sangat tinggi

Tabel 4.2 Penilaian Prioritas Masalah di Puskesmas Pauh

No Masalah Urgensi Intervensi Biaya Mutu Total Ranking

1 Indikator jamban
sehat tidak 2 2 2 3 11 V
tercapai

2 Angka rujukan ke
klinik sanitasi 4 4 5 4 17 II
rendah

3 Komplikasi ibu
bersalin tinggi 4 2 2 4 12 IV

4 Penemuan suspek
TB rendah 5 2 4 2 13 III

5 Pembentukan
buku kendali mutu
pelayanan dan tim 5 4 4 5 18 I
kendali mutu
pelayanan

Keterangan:

1. Kriteria jamban sehat tidak tercapai

Urgensi : 2 (kurang penting)

Penggunaan jamban sehat dalam wilayah kerja puskesmas Pauh belum

mencapai target, dikarenakan belum semua rumah memiliki jamban. Apabila

masyarakat tidak menggunakan jamban sehat sesuai dengan kriterianya, maka

akan memudahkan penularan penyakit seperti diare dan penyakit lainnya.

44
Penyakit water born di wilayah kerja puskesmas pauh masih tinggi, tetapi tidak

terdapat peningkatan. Ketidaktersediaan jamban sehat bukan merupakan penyabab

utama penyakit ini karena masih banyak faktor lain yang mempengaruhi. Waktu

tidak mendesak karena bukan KLB.

Intervensi : 2 ( kurang mudah)

Intervensi yang dapat dilakukan berupa penyuluhan dan ketersediaan

jamban yang layak untuk masyarakat guna meningkatkan perilaku hidup sehat.

Hal ini kurang mudah dilakukan karena pengadaan jamban sulit, misalnya dari

segi lahan dan kebiasaan penduduk setempat. Selain itu waktu yang diperlukan

dalam intervensi masalah ini cukup lama.

Biaya : 2 (mahal)

Biaya yang dikeluarkan untuk jamban sehat termasuk mahal. Pengadaan

peralatan seperti jamban, septic tank, dan semen membutuhkan biaya yang tidak

sedikit. Selain itu tidak adanya anggaran dana untuk pembuatan jamban sehat.

Mutu : 3 (sedang)

Penggunaan jamban sehat dapat menurunkan angka penyakit diare di daerah

puskesmas Pauh. Akan tetapi walaupun sudah tersedia jamban sehat, angka diare

akan tetap ada apabila faktor lain yang mempengaruhi seperti PHBS tidak

diterapkan.

2. Angka rujukan ke klinik sanitasi rendah

Urgensi : 4 (penting)

Angka rujukan ke klinik sanitasi Puskesmas Pauh masih rendah karena

sering terjadi kealpaan petugas kesehatan dalam mengarahkan pasien ke klinik

tersebut. Rujukan ke klinik sanitasi dapat mempengaruhi angka penyakit menular.

45
Edukasi di klinik sanitasi dapat membuka wawasan warga dalam berperilaku

sehat sehingga mengurangi kejadian penyakit menular terkait sanitasi.

Intervensi : 4 (mudah)

Intervensi yang dapat dilakukan dengan membiasakan mengarahkan

pasien dengan resiko tinggi terkait sanitasi ke klinik sanitasi sebelum mengambil

obat ke apotek.

Biaya : 5 (sangat murah)

Tidak membutuhkan biaya karena intervensi hanya dengan mengarahkan

pasien ke klinik sanitasi.

Mutu : 4 (Tinggi)

Rujukan ke klinik sanitasi sebagai upaya edukasi kepada pasien tentang

penyakitnya terutama penyakit berbasis lingkungan dapat mempengaruhi derajat

kesehatan.

3. Komplikasi ibu bersalin tinggi

Urgensi : 4 (penting)

Komplikasi ibu bersalin meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas

pada ibu. Komplikasi ibu bersalin seperti perdarahan postpartum, infeksi

postpartum, trauma perineum, rupture uteri, dan lain-lain. Dalam wilayah kerja

Puskesmas Pauh, komplikasi ibu bersalin masih tinggi. Dampak terburuk dari

komplikasi ibu bersalin adalah kematian.

Intervensi : 2 ( Kurang mudah)

Intervensi yang dapat dilakukan tergolong kurang mudah karena

komplikasi ibu bersalin terkait dengan riwayat ibu dari awal kehamilan. Intervensi

juga terkait dengan kesiapan puskesmas secara sarana dan prasarana serta sumber

46
daya manusia dalam menangani kasus komplikasi pada ibu bersalin. Waktu yang

dibutuhkan dalam intervensi lama.

Biaya : 2 (Mahal)

Jumlah dana yang dibutuhkan untuk penanganan angka komplikasi ibu

bersalin yang tinggi mahal karena intervensi yang dilakukan terkait dengan sarana

dan prasarana.

Mutu : 4 (Tinggi)

Penurunan angka komplikasi ibu bersalin akan menurunkan angka

mortalitas dan morbiditas ibu sehingga akan meningkatkan derajat kesehatan

masyarakat.

4. Penemuan suspek TB rendah

Urgensi : 5 (Sangat penting)

Indonesia merupakan negara dengan penyaki TB nomor dua di dunia

setelah India. Kasus TB yang banyak di Indonesia mengharuskan tindakan

proaktif pada penemuan kasus sehingga penderita bisa diobati dan mencegah

penyebaran penyakit lebih luas.

Intervensi : 2 (kurang mudah)

Intervensi yang dapat dilakukan yaitu penyuluhan kepada warga agar

memeriksakan diri jika terdapat gejala dantanda terinfeksi TB. Akan tetapi kurang

mudah dilaksanakan karena cakupan wilayah kerja Puskesmas Pauh yang cukup

luas serta kesadaran masyarakat yang masih rendah.

Biaya : 4 (murah)

Biaya yang dibutuhkan murah yaitu untuk pembuatan pamphlet dan

kebutuhan alat tulis lainnya untuk penyuluhan

47
Mutu : 2 (rendah)

Paradigma masyarakat terhadap TB sebagai penyakit kutukan yang tak

dapat disembuhkan dan kesadaran masyarakat yang masih rendah untuk

memeriksakan diri membuat intervensi tidak mempengaruhi derajat kesehatan .

5. Pembentukan buku pedoman kendali mutu pelayanan dan tim kendali

mutu pelayanan

Urgensi : 5 (Sangat penting)

Puskesmas Pauh belum pernah melaksanakan penilaian terhadap mutu

pelayanan kesehatan baik secara subjektif maupun objektif. Penilaian secara

objektif perlu dilakukan agar hasil penilaian lebih konkrit dan dapat dipercaya.

Intervensi: 4 (mudah)

Intervensi terhadap mutu pelayanan kesehatan di Puskesmas Pauh mudah

untuk dilakukan, yaitu dengan cara mengidentifikasi hal-hal yang memberikan

pengaruh terhadap mutu pelayanan dan mengadakan advokasi dengan pimpinan

uskesmas untuk dibentuknya tim kendali mutu sebagai tim yang bekerja untuk

mengevaluasi kinerja tenaga kesehatan setiap tahunnya.

Biaya: 4 (murah)

Biaya yang diperlukan untuk melakukan intervensi ini murah, yaitu dengan

penyuluhan melalui berbagai media dan melakukan pembentukan tim kendali

mutu di Puskesmas Pauh.

Mutu: 5 (sangat tinggi)

Pelaksanaan kegiatan ini diharapkan dapat membantu pimpinan puskesmas

dalam melakukan penilaian mutu di Pauh dan sebagai acuan dalam penilaian

setiap tahunnya secara objektif.

48
4.3 Analisis Sebab Masalah

Berdasarkan penilaian prioritas, maka didapatkan prioritas masalah yaitu

belum adanya penilaian mutu pelayanan kesehatan di wilayah kerja Puskesmas

Pauh yang berfungsi untuk penilaian kinerja Puskesmas. Untuk mengetahui

penyebab dari timbulnya masalah maka dilakukan survei mengenai kepuasaan

pengguna jasa layanan Puskesamas Pauh. Survei dilakukan dengan

mengumpulkan data primer yang didapatkan dari hasil wawancara menggunakan

kuesioner kepada pengguna jasa layanan Puskesmas yang dilakukan pada tanggal

4 dan 6 Februari 2017. Sampel diambil dari pasien yang berkunjung hari tersebut

secara acak, dan didapatkan jumlah pasien yang dijadikan sampel sebanyak 48

responden.

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner

Importance-Performance Analysis atau Analisis Tingkat Kepentingan dan Kinerja

Pelanggan (Parasuraman dan Zeithm). Analisis tingkat kepuasaan tersebut

menggunakan kuesioner yang berisikan 18 buah pertanyaan yang menggambarkan

5 hal yang mempengaruhi persepsi pengguna jasa mengenai mutu jasa.

Sampel penelitian merupakan bagian dari populasi yang ada. Sampel


diambil dengan menggunakan metode simple random sampling. Rumus besar
sampel untuk survei cross sectional adalah
𝑍∝2 𝑥 𝑝 𝑥 𝑞
N=
𝑑2
Keterangan :
N = jumlah sampel minimal yang diperlukan
Zα = nilai distribusi normal baku = 1,96
P = nilai proporsi di populasi = 0,5
Q = 1-p = 0,5
D = kesalahan (absolut) yang dapat ditolerir = 0,15

49
𝑍∝2 𝑥 𝑝 𝑥 𝑞 (1,96)2 𝑥 0,5 𝑥 0,5
N= = = 43 orang + 10% = 48 orang
𝑑2 (0,15)2

Jumlah sampel yang digunakan untuk survei adalah 48 orang.


Berdasarkan survei didapatkan dua variabel yang diwakilkan dengan huruf

X dan Y. X merupakan tingkat persepsi responden terhadap kinerja Puskesmas

dan Y merupakan tingkat harapan responden terhadap pelayanan Puskesmas. Nilai

minimal indikator yang digunakan adalah 90%, jika nilai indikator ≥90% maka

"Puas", sedangkan jika <90% dikategorikan "Kurang Puas".22

Penilaian dari tiap atribut dimensi dilakukan dengan mencari jumlah yang

diperoleh dari perhitungan setiap atribut dimensi kualitas pelayanan/kepuasan

pasien dinilai dalam total nilai dengan menggunakan cara:

1. Penilaian tingkat kepentingan (harapan) pasien, yaitu dengan mengalikan

poin STP (x1), TP (x2), BB (x3), P (x4) dan SP (x5).

2. Penilaian kinerja (persepsi) pelayanan yang diterima oleh pasien yaitu

dengan mengalikan point STS (x1), TS (x2), BB (x3), S (x4) dan SS (x5).

50
Tabel 4.3 Karakteristik Responden
Variabel F %

Jenis Kelamin
Laki-laki 18 37,5
Perempuan 30 62,5
Umur
≤20 3 6,2
21-40 19 39,6
41-60 19 39,6
>60 7 14,6
Pekerjaan
PNS 2 4,2
Wiraswasta 3 6,3
Swasta 4 8,3
Ibu Rumah Tangga 25 52,1
Pensiunan 4 8,3
Pelajar 6 12,5
Dll 4 8,3

Berdasarakan tabel 1 didapatkan bahwa responden dalam penlitian ini

terdiri dari 18 orang laki-laki dan 30 orang perempuan. Usia responden terbanyak

adalah 21-60 tahun dan pekerjaan terbanyak adalah Ibu Rumah Tangga.

Analisis Kuesioner

Berdasakan pengolahan kuesioner maka didapatkan hasil sebagai berikut :

Tabel 4.4 Analisis Kuesioner Persepsi dan Harapan


Penilaian Penilaian
Pelaksanaan Kepentingan
No. Dimensi x Y Tki Interpretasi
(X) (Y)

Realibility / Kehandalan

Prosedur
penerimaan Kurang
194 236 4,04 4,92 82%
pasien yang puas
1. cepat dan tepat

Pelayananan
pemeriksaan, Kurang
198 236 4,12 4,92 83,7%
pengobatan dan puas
perawatan yang

51
cepat dan tepat

Jadwal
pelayanan Kurang
204 233 4,25 4,86 87,5%
dijalankan puas
dengan tepat

Prosedur
Kurang
pelayanan tidak 213 237 4,44 4,94 89,8%
puas
berbelit-belit

Responsiveness / Daya Tanggap

Kemampuan
dokter, perawat
dan petugas
Kurang
untuk cepat 201 237 4,19 4,94 84,7%
puas
tanggap
menyelesaikan
keluhan pasien

2. Petugas
memberikan
informasi yang Kurang
194 238 4,04 4,96 81,4%
jelas dan puas
mudah
dimengerti

Tindakan yang
cepat pada saat Kurang
195 237 4,06 4,94 82,2%
pasien puas
membutuhkan

Assurance / Jaminan Kepastian

Pengetahuan
dan
kemampuan
Kurang
3. para dokter 203 234 4,23 4,88 86,7%
puas
menetapkan
diagnosis
penyakit

Keterampilan 195 233 4,06 4,86 83,5% Kurang


dokter, perawat

52
dan petugas puas
lainnya dalam
bekerja

Pelayanan yang
Kurang
sopan dan 205 238 4,27 4,96 86,1 %
puas
ramah

Jaminan
keamanan
pelayanan dan Kurang
193 234 4,02 4,88 82,4 %
kepercayaan puas
terhadap
pelayanan

Emphaty / Empati

Memberikan
perhatian
Kurang
secara khusus 190 237 3,96 4,94 80,1%
puas
kepada setiap
pasien

Perhatian
4. terhadap
Kurang
keluhan pasien 195 234 4,06 4,88 83,2 %
puas
dan
keluarganya

Perhatian
terhadap
Kurang
keluhan pasien 199 238 4,14 4,96 83,6%
puas
dan
keluarganya

Tangibles / Fasilitas Fisik4,98

Kebersihan,
kerapian dan Kurang
207 239 4,31 4,98 86,6 %
5. kenyamanan puas
ruangan

Penataan Kurang
eksterior dan 195 233 4,66 4,86 83,5%
puas
interior

53
ruangan

Kelengkapan,
kesiapan dan
Kurang
kebersihan alat- 190 236 3,96 4,92 80,2 %
puas
alat yang
dipakai

Kerapian dan
kebersihan
penampilan
Kurang
petugas 202 235 4,21 4,9 88 %
puas
(dokter,
perawat,
karyawan)

Berdasarkan tabel di atas didapatkan semua dimensi memiliki tingkat

kepuasan bernilai < 90%. Nilai <90% menyatakan bahwa pengguna jasa layanan

Puskesmas Pauh masih kurang puas terhadap pelayanan Puskesmas saat ini.

Tabel 4.5 Hasil Analisis Tingkat Kepuasan Pasien di Puskesmas Pauh


No Dimensi Tingkat Kepuasan Interpretasi
1. Reliability/Kehandalan 85,75 % Kurang puas
2. Responsiveness/ Daya 82,77 % Kurang puas
3. Assurance/ Jaminan 84, 68 % Kurang puas
tanggap
4. Emphaty/ Empati 82,3 % Kurang puas
kepastian
5. Tangibles/ Fasilitas 84,58 % Kurang puas
Jumlah 84 % Kurang puas
fisik

Secara keseluruhan tingkat kepuasan pasien yaitu 84 % (Kurang puas).

Kemudian dilakukan analisis data sekunder melalui wawancara dan diskusi

dengan pimpinan puskesmas didapatkan beberapa sebab dari masalah yang

terjadi, yaitu sebagai berikut;

1. Manusia

- Kurangnya pemahaman petugas Puskesmas mengenai indikator mutu

pelayanan Puskesmas.

54
- Pelayanan yang kurang ramah dan kurangnya perhatian petugas

Puskesmas terhadap keluhan yang dirasakan pasien.

2. Metode

- Belum terkareditasinya Puskesmas Pauh.

- Prosedur penerimaan pasien yang kurang cepat dan tepat.

- Jadwal Puskesmas yang kurang dijalankan dengan tepat.

- Prosedur pelayanan yang masih berbelit-belit.

- Pelayanan pemeriksaan, pengobatan dan perawatan yang kurang cepat

dan tepat.

- Belum terbentuknya tim kendali mutu pelayanan kesehatan Puskesmas.

3. Material

- Belum adanya buku pedoman mengenai kendali mutu pelayanan

Puskesmas.

4. Lingkungan

- Kurangnya kebersihan, kerapian, kenyamanan lingkungan ruangan

Puskesmas Pauh.

55
Dari hasil analisis sebab akibat masalah tersebut, maka dapat disimpulkan dalam diagram Ischikawa (diagram tulang ikan/fishbone)

sebagai berikut:
METODE
MANUSIA Pelayanan yang
kurang ramah Puskesmas belum
Prosedur terakreditasi
dan kurangnya
penerimaan Prosedur
perhatian petugas
pasien yang pelayanan
Puskesmas
kurang cepat dan Jadwal
berbelit-belit yang
terhadap keluhan
tepat.
Pelayanan kurang Belum
yang dirasakan
Kurangnya pemahaman
pemeriksaan, dijalankan terbentuknya
pasien
petugas Puskesmas pengobatan, dan dengan tepat buku
mengenai indikator mutu perawatan yang kurang pedoman
pelayanan Puskesmas. tepat dan cepat kendali mutu
pelayanan dan
tim kendali
mutu di
Belum adanya buku Puskesmas
Kurangnya pedoman mengenai Pauh
kebersihan, kerapian, kendali mutu pelayanan
kenyamanan Puskesmas
lingkungan

LINGKUNGAN MATERIAL

Gambar 4.1 Diagram Ischikawa

56
4.4 Alternatif Pemecahan Masalah

4.4.1 Manusia

Masalah : - Petugas Puskesmas kurang memahami indikator mutu pelayanan

kesehatan Puskesmas

- Pelayanan kurang ramah dan petugas kurang perhatian terhadap

keluhan pasien

Rencana : Memberikan sosialisasi mengenai mutu pelayanan kesehatan kepada

petugas Puskesmas Pauh

Pelaksana : Dokter muda Puskesmas Pauh dan Kepala Puskesmas Pauh

Sasaran : Petugas Puskesmas

Waktu : 7-8 Maret 2017

Tempat : Puskesmas Pauh

Target : Peningkatan pemahaman petugas Puskesmas mengenai mutu

pelayanan kesehatan Puskesmas

4.4.2 Metode

Masalah : - Belum adanya akreditasi Puskesmas Pauh

- Prosedur pelayanan berbelit-belit

- Prosedur penerimaan dan pelayanan pasien yang kurang cepat dan

tepat

- Waktu pelayanan Puskesmas dijalankan kurang tepat

- Belum terbentuknya tim kendali mutu

Rencana : Sosialisasi mengenai mutu pelayanan Puskesmas

Pelaksana : Dokter Muda Puskesmas Pauh dan Kepala Puskesmas Pauh

Sasaran : Petugas Puskesmas

57
Waktu : 7-8 Maret 2017

Target : Petugas Puskesmas Pauh memahami mengenai mutu pelayanan

Puskesmas dan siap menghadapi akreditasi tahun 2017

Masalah : Tim evaluasi mutu pelayanan Puskesmas belum terbentuk

Rencana : Membentuk tim evaluasi mutu pelayanan Puskesmas Pauh

Pelaksana : Dokter muda Puskesmas Pauh dan Kepala Puskesmas Pauh

Sasaran : Petugas Puskesmas

Waktu : 7-8 Maret 2017

Tempat : Puskesmas Pauh

Target : Terbentuknya tim evaluasi mutu pelayanan Puskesmas Pauh

4.4.3 Material

Masalah : Belum adanya buku pedoman mengenai kendali mutu pelayanan

Puskesmas.

Rencana : Merancang dan mengesahkan buku pedoman kendali mutu

pelayanan

Pelaksana : Dokter Muda Puskesmas Pauh dan Kepala Puskesmas Pauh

Sasaran : Petugas Puskesmas

Waktu : 7-8 Maret 2017

Tempat : Puskesmas Pauh

Target : Buku pedoman kendali mutu pelayanan disahkan dan dilaksanakan

4.4.4 Lingkungan

Masalah : Kurangnya kebersihan, kerapian, kenyamanan lingkungan dan

ruangan

58
Rencana : Mengajukan kepada kepala puskesmas agar diadakannya goro

bersama semua petugas puskesmas setiap satu bulan

Pelaksana : Dokter Muda Puskesmas Pauh

Sasaran : Petugas Puskesmas

Waktu : 10 Maret 2017

Tempat : Puskesmas Pauh

Target : Kebersihan, kerapian, kenyamanan lingkungan dan ruangan

puskesmas meningkat.

59
BAB 5

RENCANA PELAKSANAAN PROGRAM PDCA

5.1. Plan (Tahap Persiapan)

Pada tahap awal dilakukan identifikasi permasalahan dari program-

program yang ada di Puskesmas Pauh pada tanggal 25 Januari - 1 Februari 2017.

Dari masalah-masalah tersebut dilakukan penentuan prioritas (skoring) melalui

diskusi bersama pimpinan puskesmas pada tanggal 1 Februari 2017 dan program

yang memiliki skoring tertinggi dari segi urgensi, intervensi, biaya, dan mutu

adalah pembentukan buku pedoman kendali mutu pelayanan dan tim kendali mutu

pelayanan puskesmas. Hasil skoring permasalahan tersebut didiskusikan kembali

bersama preseptor. Kemudian pada tanggal 4 – 6 Februari 2017 dilakukan survei

awal kepada pasien yang berkunjung mengenai tingkat kepuasan pasien dengan

menggunakan kuisoner.

5.2 Do (Tahap Pelaksanaan)

5.2.1 Penyebaran Kuisoner kepada Responden

Pada tahap ini dilakukan penyebaran kuisoner kepada pengunjung yang

dimasukkan ke dalam daftar sampel. Penyebaran kuisoner dilakukan selama 2

hari sampai jumlah sampel terpenuhi. Kuisioner yang disebarkan menggunakan

metode Servqual.

5.2.2 Pengumpulan dan Pengolahan Data

Pada tahap ini dilakukan pengumpulan data setelah dilakukan survei awal

dan kemudian dilakukan pengolahan data, sehingga dapat dinilai tingkat kepuasan

pasien.

60
5.2.3 Peningkatan Mutu Pelayanan Puskesmas

Melalui data yang diperoleh mengenai tingkat kepuasan pasien, dapat

dinilai mutu pelayanan puskesmas. Apabila didapatkan mutu pelayanan masih

kurang, maka dilakukan peningkatan mutu pelayanan berdasarkan indikator mana

dari kepuasan pasien yanb belum terpenuhi. Beberapa kegiatan yang akan

dilakukan antara lain:

 Memberikan sosialisasi mengenai mutu pelayanan Puskesmas kepada

Petugas Puskesmas.

 Membantu Kepala Puskesmas dalam pembentukan tim evaluasi

Puskesmas.

 Membantu merancang dan mengesahkan buku kendali mutu pelayanan

Puskesmas.

5.3 Check (Tahap Evaluasi)

Pada tahap ini dilakukan evaluasi terhadap data yang terkumpul mengenai

tingkat kepuasan pasien. Indikator keberhasilannya antara lain :

1. Meningkatnya pengetahuan tenaga kesehatan mengenai mutu pelayanan

setelah sosialisasi.

2. Diketahuinya penyebab kurangnya kepuasan pasien dan mencarikan

solusinya.

5.4 Action (Rencana Berkelanjutan)

5.4.1 Evaluasi Kegiatan

Evaluasi dapat dilakukan dengan melakukan penilaian terhadap

pengetahuan petugas Puskesmas mengenai indikator mutu pelayanan Puskesmas

61
setelah dilakukan intervensi melalui penyuluhan dan sudah terbentuknya tim

evaluasi kinerja Puskesmas.

5.5 Matriks Kegiatan

Tabel 5.1 Matriks Kegiatan


No Kegiatan Januari 2017 Februari 2017 Maret 2017

I II III IV I II III IV I II III IV

PERSIAPAN

1 Rapat internal dokter


muda dan Kepala
Puskesmas

2 Survei Awal Tingkat


Kepuasan Pengguna
Jasa Pelayanan
Kesehatan Puskesmas
Pauh

PELAKSANAAN

1 Penyebaran
Kuisioner

2 Pengumpulan dan
Pengolahan Data

3 Peningkatan Mutu
Pelayanan
Puskesmas Pauh

62
 Sosialisasi
kepada Petugas
Puskesmas
Ambacang

 Pembentuka
n tim evaluasi
mutu pelayanana
kesehatan
Puskesmas
Ambacang

EVALUASI

1 Penilaian Mutu
Pelayanan
Puskesmas Pauh

RENCANA BERKELANJUTAN

1 Evaluasi terhadap
pengetahuan petugas
puskesmas
mengenai indikator
mutu pelayanan
puskesmas

DAFTAR PUSTAKA

63
1. Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan. Jakarta: Sekretaris Negara; 2009.
2. International NGO Forum on Indonesian Development. Panduan SDG’s
untuk Pemerintah Daerah (Kota dan Kabupaten) dan Pemangku
Kepentingan Daerah. 2005.
3. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 46 Tahun 2015 tentang Akreditasi Puskesmas,
Klinik Pratama, Tempat Praktik Mandiri Dokter, Dan Tempat Praktik
Mandiri Dokter Gigi. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI; 2015.
4. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 2014 tentang Puskesmas. Jakarta:
Kementrian Kesehatan RI; 2014.
5. Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2000 tentang
Program Pembangunan Nasional. Jakarta: Sekretaris Negara; 2000.
6. Pohan, I S. Jaminan Mutu Layanan Kesehatan. 2007. ECG: Jakarta
7. International NGO Forum on Indonesian Development. Panduan SDG’s
untuk Pemerintah Daerah (Kota dan Kabupaten) dan Pemangku
Kepentingan Daerah. 2005.
8. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 128 Tahun 2004 tentang Kebijakan Dasar
Pusat Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI; 2004.
9. Satianegara, Fais M, dan Saleha S. Buku Ajar Organisasi dan Manajemen
Pelayanan Kesehatan serta Kebidanan. Jakarta: Salemba Medika; 2009.
10. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman penyelenggaraan
Puskesmas Mampu PONED. Jakarta : Menkes RI; 2014.
11. Pohan, Imbalo S. Jaminan Mutu Pelayanan Kesehatan, Dasar-dasar
Pengertian. Jakarta: Kesaint Blanc; 2006.
12. Nursalam. Manajemen Keperawatan: Aplikasi dalam Praktik
Keperawatan Profesional Edisi 4. Jakarta : Salemba Medika; 2014.
13. Mosadeghrad, Mohammad A. Factors influencing healthcare service
quaity. 2014; 3(2):77-89.
14. Bustami. Penjamin Mutu Pelayanan Kesehatan dan Akseptabilitasnya.
Jakarta: Erlangga; 2011.
15. Koentjoro T. Regulasi Kesehatan di Indonesia. Yogyakarta; 2007.
16. Djoko Wiyono. Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan. Airlangga
University Press; 2000.

64
17. AA Gede Muninjaya. Manajemen Kesehatan. Ed 2. EGC; 2004
18. Ali Ghufron Mukti. Strategi Terkini Peningkatan Mutu Pelayanan
Kesehatan: Konsep dan Implementasi, Pusat Pengembangan Sistem
Pembiayaan dan Manajemen Asuransi/ Jaminan Kesehatan. Yogyakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada; 2007.
19. Machmud R. Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan. Jurnal Kesehatan
Masyarakat; 2008.
20. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 46 Tahun 2015 Tentang Akreditasi Puskesmas,
Klinik Pratama, Tempat Praktik Mandiri Dokter, Dan Tempat Praktik
Mandiri Dokter Gigi. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI; 2015
21. Kotler P. Manajemen Pemasaran (Terjemahan). Jakarta: Prenhallindo;
2006.
22. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 129 Tahun 2008 tentang Standar
Pelayanan Minimal di Rumah Sakit. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI;
2008.

65
Lampiran
Kuesioner Persepsi dan Harapan
KUESIONER KEPUASAN PENGGUNA JASA PELAYANAN PUSKESMAS
PAUH
Jawablah pertanyaan di bawah ini yang menyangkut Harapan serta Pelayanan
yang Anda terima dalam pelayanan di Unit Pelayanan Puskesmas ini dengan
memberi tanda silang pada kolom yang sesuai
Pada kolom Harapan : SPg : Sangat Penting (=5)
Pg : Penting (=4)
Bb : Biasa biasa (=3)
TPg : Tidak Penting (=2)
STPg : Sangat Tidak Penting (=1)

Pada kolom Kenyataan : SPs : Sangat Puas (=5)


Ps : Puas (=4)
Bb : Biasa Biasa (=3)
TPs : Tidak Puas (=2)
STPs : Sangat Tidak Puas (=1)

No. DAFTAR HARAPAN KENYATAAN


PERTANYAAN SPg Pg Bb TPg STPg SPs Ps Bb TPs STPs
1. Prosedur penerimaan
pasien yang cepat dan
tepat
2. Pelayananan
pemeriksaan,
pengobatan dan
perawatan yang cepat
dan tepat
3. Jadwal pelayanan
dijalankan dengan tepat
4. Prosedur pelayanan
tidak berbelit-belit
5. Kemampuan dokter,
perawat dan petugas
untuk cepat tanggap
menyelesaikan keluhan
pasien
6. Petugas memberikan
informasi yang jelas
dan mudah dimengerti
7. Tindakan yang cepat
pada saat pasien
membutuhkan
8. Pengetahuan dan
kemampuan para dokter

66
menetapkan diagnosis
penyakit
9. Keterampilan dokter,
perawat dan petugas
lainnya dalam bekerja
10. Pelayanan yang sopan
dan ramah
11. Jaminan keamanan
pelayanan dan
kepercayaan terhadap
pelayanan
12. Memberikan perhatian
secara khusus kepada
setiap pasien
13. Perhatian terhadap
keluhan pasien dan
keluarganya
14. Pelayanan kepada
semua pasien tanpa
memandang status
sosial dan lain-lain
15. Kebersihan, kerapian
dan kenyamanan
ruangan
16. Penataan eksterior dan
interior ruangan
17. Kelengkapan, kesiapan
dan kebersihan alat-alat
yang dipakai
18. Kerapian dan
kebersihan penampilan
petugas (dokter,
perawat, karyawan)

67

Anda mungkin juga menyukai