Anda di halaman 1dari 14

REFERAT

MATA

Oleh :

Irma Aulia

201610330311072

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

FAKULTAS KEDOKTERAN

2020
BAB I

PENDAHULUAN

Dry eye syondrome atau penyakit mata kering merupakan penyakit


multifactorial air mata dan permukaan okular yang biasanya ditandai dengan
pengelihatan tidak nyaman, pengelihatan kabur dan instabilitas lapisan ari mata
yang memiliki potensi mengakibarkan kerusakan permkaan okular. Menurut
The definition and classification of dry eye disease: report of the definition and
Clasification subcommittrr of the international dry eye workshop (DEWS)
2007, SMK dapat dibagi menjadi 2 kategori yaitu aqueous deficient dan
evaporative dry eye. SMK tipe aqueous tear deficient adalah kelompok mata
kering yang disebabkan oleh karena kurangnya produksi air mata walaupun
proses evaporasi tetap berjalan normal, sedangkan tipe evaporatif adalah
kelompok mata kering yang disebabkan karena penguapan berlebihan air mata
walaupun tidak terjadi gangguan pada proses produksinya.

Gejala yang biasanya terjadi pada sindrom mata kering adalah mata
terasa gatal, mata seperti berpasir, silaum dan pengelihatan kabur. Mata juga
akan memberikan gejala seperti sekresi mukus yang berlebihan, sukar
menggerakkan kelopak mata, mata tampak kering, terdapat erosi kornea,
konjungtia bulbi edema, hiperemi, menebal dan kusam, terkadang terdapa
benang mukus kekuning-kuningan pada forniks konjungtiva bagian bawah

Kejadian sindrom mata kering dipengaruhi oleh beberapa hal,


diantaranya idiopatik, gaya hidup yang kurang benar,penyakit jaringan ika,
luka di konjungtiva, obat-obatan, infiltasi kelenjar lakrimal, defisiensi vitamin
A, dan penggunaan kontrasepsi tetapi apakah benar tidaknya masih menjadi
perdebatan.

Prevalensi sindrom mata kering semakin meningkat seiring tahunnya.


Didapatkan bahwa sindrom mata kering merupakan masalah dari 35% dari
populasi dan dua pertiga penderita merupakan wanita dengan risiko tertinggi
terdapat pada wanita pada masa menopause. Women’s Health Study dan
Physician Health Study memperkirakan sebesar 3,23 juta wanita dan 1,68 juta
pria dari total 4.91 juta masyarakat Amerika berusia 50 tahun ke atas mengeluh
sindroma mata kering. Penelitian di Iran pada tahun 2014 melaporkan
prevalensi SMK sebesar 8.7% dan prevalensi perempuan mengalami sindrom
mata kering ditemukan lebih tinggi dibandingkan kejadian sindrom mata kering
pada pria.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

DEFINISI

Penyakit mata kering merupakan penyakit multifaktorial pada air mata


dan permukaan mata yang menimbulkan gejala tidak nyaman, gangguan
penglihatan, dan ketidakstabilan tear film dengan potensial merusak permukaan
mata. Keadaan ini bisa diikuti dengan peningkatan osmolaritas tear film dan
inflamasi permukaan mata.

Air mata terdiri atas tiga lapisan yang membentuk tear film. Lapisan
mucin merupakan lapisan paling dalam dan tipis yang diproduksi oleh
konjungtiva. Mucin membantu melapisi seluruh permukaan lapisan aqueous di
permukaan mata. Lapisan tengah atau lapisan aquos merupakan lapisan paling
tebal, diproduksi oleh kelenjar air mata dan mengandung larutan garam.
Lapisan ini menjaga kelembapan permukaan mata dan membersihkan debu,
fibrin, atau benda asing. Lapisan paling atas adalah lapisan lipid yang
dihasilkan oleh kelenjar meibomian dan kelenjar Zeis. Lapisan ini mencegah
evaporasi lapisan aquos. Air mata juga mengandung protein, imunoglobulin,
elektrolit, sitokin, laktoferin, lisozim, dan faktor pertumbuhan; pH rata-rata
7,25 dan osmolaritas 309 mOsm/L.

EPIDEMILOGI

Diperkirakan 1 dari 7 individu diatas usia 65 – 84 tahun mengalami


gejala sindrom mata kering. Moss et al mengatakan bahwa prevalensi penderita
sindrom mata kering 14,4% dari 3722 subjek dengan umur 48-91 tahun dan
tercatat bahwa prevalensi dari penyakit ini meningat dua kali lipat setelah umur
59 tahun. Sebuah studi pada 926 subjek berusia 40 tahun dan lebih tua,
menemukan prevalensi mata kering terjadi lebih tinggi pada wanita yang juga
lebih mungkin memiliki diagnosis atau prosedur terkait sidrom mata
kering.berdasarkan studi yang lain didaptkan bahwa wanita mengalmai
peningkatan jumlah penderita yang tajam tekait sindrom mata kering
dibandingan pria. Biasanya dimulai pada usia sekiatar 45 tahun, setelah onset
dari menopause dimulai.

Studi epidemiologis pada sindrom mata kering menunjukkan perbedaan


besar dalam prevalensi. Kesulitan dalam menentukan sejauh mana penyakit
berasal sebagian dari terbatasnya pemahaman mengenai patofisiologi mata
kering. Dengan demikian, definisi sindrom mata kering berbeda dari satu
penelitian ke penelitian lain, membuat hasil sulit untuk dibandingkan. Ini
menjadi lebih rumit dengan kurangnya protokol uji klinis standar untuk
mendiagnosis kondisi tersebut.

ETIOLOGI

Sindrom mata kering berhubungan dengan daftar panjang dari


penyebabnya, bisa dibedakan menjadi penybab primer dan sekunder. Sindrom
mata kering bisa berkembang sekunder seralah penyakit inflamasi contohnya
vascular alergi. Kondisi lingkungan (asap rokok, iklim kering),
ketidakseimbangan hormon ( wanita perimenopause dan pasien yang menjalani
terapi penggantian hormon), dan pemakaian lensa kontak. Gangguan sistemik,
seperti diabetes mellitus,

Penyakit tiroid, rheumatoid arthritis dan systemic lupus erythematosus


juga dapat menyebabkan mata kering. Selain itu, defisiensi neurotrofik, operasi
mata sebelumnya (seperti transplantasi kornea, prosedur katarak ekstrasapsular
dan bedah refraktif), atau penggunaan obat jangka panjang yang membuat
hiper-sensitivitas atau toksisitas pada mata dapat menyebabkan mata kering.
Banyak obat sistemik, seperti diuretik, antihistamin, antidepresan, psikotropika,
agen penurun kolesterol, beta-blocker dan kontrasepsi oral juga dapat dikaitkan
dengan mata kering.

Wanita postmenopausal mungkin berda bagai kelompok dengan faktor


resiko terbesar, ini diakibitkan oleh karena penurunan level hormone yang
mengakibatkakn kehilangan anti-inflammatory protection dan mengakibatkan
terjadinya penuruna sekresi lakrimal.

PATOFISIOLOGI

Studi menyebutkan pada sindrom mata kering terdapat penurunan


laktoferin dan growth factor. Protein yang ditemukan di sel acinar pada
kelenjar lakrimal, AQP-5, menunjukkan peningkatan pada tipe sjorgen dry
eyes mengindikasikan kemungkinan kebocoran protein tersebut kedalam air
mata katena kelenjar lakrimal mengalami infiltasi limfositik.

Solomon et al menemukan peningkatan sitokin inflamasi interleukin 1


(IL-1) alfa dan IL-1 beta pada kedua MGD dan Sjogren syndrome,
menunjukkan peningkatan aktivitas protease pada permukaan okular, terutama
di epitel konjungtiva. Terlepas dari IL-1, IL-6 juga meningkat pada sindrom
Sjogren, menunjukkan proses inflamasi pada subkelompok mata kering ini.
Studi lain menyelidiki asam sialic, komponen musin dalam air mata,
menemukan tingkat yang lebih rendah pada pasien mata kering dibandingkan
dengan kontrol, menunjukkan perubahan dalam jumlah dan kualitas
glikoprotein film air mata pada penyakit mata kering. 12 Perubahan profil
protein air mata dalam kering sindrom mata, terutama pada penyakit Sjogren,
telah menjelaskan mekanisme mata kering
KLASIFIKASI

Sindrom mata kering dapat terjadi sendiri ataupun bersama dengan


penyakit lain. Berdasarkan etiopatologi, Sindrom mata kering dikelompokkan
menjadi dua, yaitu mata kering defisiensi aqueous (ADDE) dan mata kering
evaporasi (EDE).

1. Mata Kering Defisiensi Aqueous (MKDA)


Disebabkan oleh kegagalan sekresi air mata lakrimal akibat
disfungsi kelenjar lakrimal asinar atau penurunan volume sekresi air
mata. Keadaan ini menyebabkan hiperosmolaritas karena evaporasi
tetap berlangsung normal. Hiperosmolaritas menstimulasi mediator
inflamasi (IL-1α, IL-1β, TNF α, matriks metaloproteinase 9, MAP
kinase, dan NFkβ pathway). MKDA dikelompokkan menjadi dua sub-
kelas, yaitu mata kering sindrom Sjogren (MKSS) dan mata kering
bukan sindrom Sjogren (MKBSS)
MKSS merupakan penyakit autoimun yang menyerang kelenjar
lakrimal, kelenjar saliva, dan beberapa organ lain. Infiltrasi sel T pada
kelenjar saliva dan lakrimal menyebabkan kematian sel asinar dan
duktus serta hiposekresi air mata atau saliva. Aktivasi mediator
inflamasi memicu ekspresi autoantigen di permukaan sel epitel (fodrin,
Ro, dan La) dan retensi sel T CD4 dan CD8. Detail kriteria klasifikasi
sindrom Sjogren berdasarkan American European Consensus Group.
MKBSS merupakan kelompok MKDA akibat disfungsi
kelenjar lakrimal yang bukan bagian dari autoimun sistemik. Keadaan
yang paling sering ditemukan adalah mata kering berkaitan dengan
usia. Defisiensi kelenjar lakrimal juga dapat terjadi akibat penyakit lain
seperti sarkoidosis, AIDS, Graft vs Host Disease (GVHD) atau keadaan
obstruksi duktus kelenjar lakrimal akibat trakoma juga berperan dalam
MKBSS.1,4 Pada Beave Dam study ditemukan angka kejadian mata
kering pasien DM 18,1% dibandingkan dengan pasien non-DM
(14,1%).
2. Mata Kering Evaporasi (MKE).
MKE terjadi dikarenakan kehilangan ari mata di permukaan mata,
sedangka kelenjar lakrimasi berfungsi normal. Keadaan ini dapat
diperngaruhi oleh faktor instrinsik (struktur kelopak mata) dan
ekstrinsik (penyakit permukaan mata atau pengaruh obat topikal),
keterkaitan kedua faktor masih sulit dibedakan.

GEJALA KLINIS

Gejala yang berhbungandengan sindrom mata kering bisa terbasik mata


terasa terakar, sensasi benda asingm sensasi tersengat, fotofobia dan bisa
terjadi pengelihatan kabur.

DIAGNOSIS

Urutan pemeriksaaan sindrom mata kering antara lain :

1. Riwayat pasien menggunakan kuisioner.


2. Tear film break-up time dengan fluerosein.
3. Pewarnaan permukaan mata menggunakan fluoresein atau lissamine
green.
4. Tes Schirmer I dengan atau tanpa anestesi/ tes Schirmer II dengan
stimulasi nasal.
5. Pemeriksaan kelopak mata dan kelenjar meibomian.

Diagnosis sindroma mata kering bisa ditegakkan dengan


mengkombinasikan gejala dan penuruunan hasil tear break-up tiem (TBUT).
Juga dari informasi gejala, riwayat tindakan operasi mata, penggunaan obat
topikal atau sistemik, dan penyakit penyerta (blefaritis atau alergi) Beberapa
kuesioner yang bisa digunakan antara lain Ocular Surface Disease Index
(OSDI), Impact of Dry Eye on Everyday Life (IDEEL), McMonnies, dan
Womens’s Health Study Questionnaire.6 OSDI merupakan kuesioner yang
paling sering digunakan untuk diagnosis penyakit mata kering jika nilainya di
atas 30.7.

Tear film breakup time (TBUT) merupakan waktu yang dibutuhkan oleh
tear film untuk pecah mengikuti kedipan mata. Pemeriksaan kuantitatif ini
berguna untuk menilai kestabilan tear film, dan waktu normal TBUT adalah
15-20 detik, sedangkan pada mata kering nilai TBUT adalah 5-10 detik.6 Tes
Schirmer I untuk menilai produksi air mata oleh kelenjar lakrimal selama 5
menit. Kertas filter fluoresein diletakkan pada cul-de-sac kelopak mata bawah
dan mata pasien tertutup selama 5 menit kemudian dinilai panjang kertas yang
basah, ambang batas diagnostik adalah kurang dari 5 mm dalam 5 menit.
Pewarnaan permukaan mata menggunakan fluoresein lebih digunakan untuk
menilai derajat keparahan epitel kornea dan dinilai menggunakan skema
Oxford nilai ≥3 menunjukkan indikasi penyakit mata kering yang berat.
Pewarnaan hijau lissamin untuk menilai konjungtiva.

Pemeriksaan tepi kelopak mata untuk meilhat apakah inflamasi atau


disfunsgi kelenjar meinomian yang berkaitan dengan sindrom mata kering.
Meniscus air mata kurang dari 0,2 mm dan hasil tes Schirmer I yang tidak
normal dapat digunakan sebagai indikator ADDE.5 Pada EDE, biasanya
ditemukan kelopak mata yang tidak normal atau disfungsi kelenjar meibomian
dan TBUT rendah. Gangguan permukaan mata dan peningkatan osmolaritas
tear film dapat ditemukan pada keadaan ADDE dan EDE.4 Pemeriksaan
biomarker serologi dilakukan pada gangguan kelenjar lakrimal dan kelenjar
saliva.
TATALAKSANA

Manajemen dari mata kering bergantung pada penyebab dan keparahan


dari kondisi pasien. Air mata buatan diigunakan sebahai pengganti kekurangan
lapisan air mata dari air mata dan untuk melarutkan inflamasi sitokin. Air mata
buatan tersedia dalam berbagai viskositas dan preparat yang diawetkan atau
yang tidak diawetkan. Jika kekurangan air mata parah, agen yang lebih kental
seperti gel atau salep dapat digunakan untuk perlindungan lebih lama. Karena
KCS, termasuk sindrom Sjogren, dikaitkan dengan peradangan, penggunaan
steroid topikal atau obat anti-inflamasi non-steroid kadang-kadang bermanfaat.
Antibiotik topikal mungkin diperlukan jika sindrom mata kering dikaitkan
dengan komplikasi kornea. Penyakit kelenjar Meibomian menjamin resep
kebersihan kelopak mata dan kompres kelopak mata hangat, bersama dengan
antibiotik topikal atau bahkan sistemik seperti doksisiklin. Penelitian telah
menunjukkan peningkatan tanda dan gejala mata kering, bersama dengan
pengurangan infiltrasi sel T konjungtiva dan kadar sitokin air mata setelah
penggunaan tetes siklosporin

Pada kasus yang sangat parah, lubrikan topical sering tidak


berpengaruh. Penelitian menilai penggunaan serum autologous sebagai tetes
mata topikal untuk mata yang sangat kering dengan perbaikan yang dilaporkan
setelah rejimen pengobatan jangka panjang mulai dari 4 hingga 6 minggu.
Faktor pertumbuhan yang terdapat di serum autologous penting untuk
penyembuhan epitel. Serum autologous dapat dibuat dengan meensentrifuge
darah vena dan mengencerkannya dengan larutan garam seimbang hingga 20%.

Agonis kolinergik, pilokarpin, dan cevilemine dapat digunakan sebagai


secretogogeus oral pasien sindrom Sjogren. Pilokarpin 5 mg malam hari
menunjukkan perbaikan dibandingkan plasebo, tetapi efek samping keringat
berlebihan terjadi pada 40% pasien. Cevilemine merupakan agonis kolinergik
yang memiliki efek samping sistemik lebih sedikit daripada pilokarpin dan
menunjukkan perbaikan gejala mata kering dibandingkan plasebo.

Oklusi punctal menggunakan punctal plug untuk mencegah aliran air


mata masuk ke sistem nasolakrimal. Sekitar 74-86% pasien mengalami
perbaikan gejala, TBUT yang memanjang, dan penurunan osmolaritas air mata.
Kontraindikasi penggunaan plug pada pasien dengan riwayat gangguan
anatomi sistem lakrimasi, infeksi atau peradangan kelopak mata, dan alergi.

Gangguan kelenjar sekresi air mata dapat memicu perubahan


komposisi air mata seperti hiperosmolaritas, sehingga menstimulasi inflamasi
permukaan mata.1 Berdasarkan patogenesis inflamasi, maka anti-inflamasi
dapat menjadi salah satu pilihan terapi.1 Pada penelitian fase III, siklosporin
0,05% topikal secara signifikan meningkatkan skor Schirmer dan densitas sel
goblet konjungtiva.

Kortikosteroid topikal dosis rendah dapat menurunkan gejala iritasi,


pewarnaan kornea dan keratitis filamen; penggunaan jangka panjang perlu
pemantauan tekanan intraokuler, keadaan kornea, dan risiko katarak.
Loteprednol 0,5% dan fluorometholone merupakan steroid tetes mata topikal
berisiko rendah meningkatkan tekanan intra-okuler.8 Asam lemak omega 3
(biasa ditemukan pada minyak ikan) menghambat sintesis mediator lipid dan
menghambat produksi Il-1 dan TNF alfa.1,5 DEWS tahun 2007
merekomendasikan nutrisi tambahan omega 3 sebagai salah satu pilihan terapi
blefaritis atau disfungsi kelenjar meibomian.

Pada kasus disfungsi kelenjar meibom, tujuan pengobatan adalah untuk


memperbaiki aliran sekresi meibom dan menurunkan paparan terhadap
antibiotik. Kompres hangat untuk memperlebar orifisium kelenjar meibom,
sabun dan scrub untuk membersihkan debris serta koloni bakteri, dan pijatan
pada kelopak mata untuk memperlancar sekresi meibom yang mengental.
Lipiflow merupakan terapi termodinamik pada kelenjar meibomian yang
tersumbat, alat sekali pakai ini diletakkan pada kelopak mata dan menyalurkan
panas pada kelenjar sehingga terjadi sekresi meibom.8 Pemeriksaan
selanjutnya perlu dilakukan untuk menilai respons terapi dan kerusakan
struktur permukaan mata. Frekuensi evaluasi tergantung pada derajat
keparahan penyakit dan pendekatan terapi. Pasien mata kering disertai ulkus
kornea membutuhkan evaluasi setiap hari.

Pasien dengan sindrom mata kering mempunyai banyak faktor yang


berpengaruh. Penting untuk mengobati semya faktor penyebab yang bisa
diobati. Penggantian air mata sering gagal ketikadigunakan sebagai satu-
satunya pengobatan jika faktor-faktor penyebab tambahan tidak ditangani
secara bersamaan.Dokter mata harus mendidik pasien penyebab sindrom mata
kering dan bahwa penyakit ini bersifat kornis. Harapan realistis untuk tujuan
terapeutik harus ditetapkan dan didiskusikan dengan pasien. Pendidikan pada
pasiem adalah aspek penting dari keberhasilan pengelolaan kondisi ini.

Perawatan, yang sangat efektif untuk defisiensi penguapan air mata


termasuk modifikasi lingkungan , terapi kelopak mata untuk kondisi seperti
blepharitis atau meibomianitis, air mata buatan pengganti, dan / atau operasi
seperti tarsorrhaphy. Rekomendasi pengobatan khusus tergantung pada
keparahan dan penyebabnya. Urutan dan kombinasi dari terapi harus
ditentukan berdasarkan kebutuhan dan preferensi pasien dan
perawatannyapenilaian medis dokter mata. tingkat keparahan penyakit,
tergantung pada pengalaman dokter dan preferensi pasien.

BAB III
KESIMPULAN

Sindrom mata kering adalah penyakit yang kompleks dengan penyebab


yang multifactorial. Dokter harus lebih sadar mengenai luasnya gejala sindrom
mata kering. Anamnesis yang meneyeluruh mengenai bagaimana perjalanan
penyakit pada pasien penting untuk mengidentifikasi timbulnya penyakit.
Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan pennunjang pengelompokan klasifikasi
berdasarkan etiopatogenensis membantu penegekan diagnosis.

Manajemen bergenatung pada keakuratan diagnosis dan keparahan dari


pasien. Air mata buatan,gel dan salep digunkan pada sindrom mata kering yang
ringan atau sedang. Pengobatan yang lain seperti kortikoteroid, antibiotic,
bandage contact lens, serum autologous, dan transplantasi membran amnion
digunakan pada penyakit yang lebih parah. Pada sindrom mata kering yang
sudah parah intervasi bedah seperti onklusi punctual bisa digunakan untuk
meminimalkam drainase air mata.

DAFTAR PUSTAKA
Elvira, Wijaya VN. Penyakit Mata kering. Ikatan Dokter Indonesia. 2018.192
196
Jawadi MA, Feizi S. Dry Eye Syndrome. Journal Of Ophtalmic and Vision

Research. 2011;6(3): 192-195


Phadatare SP, Momin M, Nighojkar P, Askarkar S, Singh KK. A
comprehensive review on dry eye disease: Diagnosis, medical
management, recent developments, and future challenges. Advances in
Pharmaceutics 2015;1-13.
Tear Film & Ocular Surface Society. 2007 Report of the international dry eye
syndrome.Ocular Surface 2007;5(2):59-200.
Stapleton F, Garrett Q, Chan C, Craig JP. The epidemiology of dry eye disease.
In: Chan C, editor. Dry eye: A practical approach, essentials in
ophthalmology. Berlin: Springer-Verlag; 2015.

Anda mungkin juga menyukai