Anda di halaman 1dari 40

BAB I

PENDAHULUAN

Salah satu masalah penting dalam bidang obsetri dan ginekologi adalah masalah
perdarahan. Walaupun angka kematian maternal telah menurun secara dramatis dengan
adanya pemeriksaan-pemeriksaan dan perawatan kehamilan dan persalinan di rumah sakit dan
adanya fasilitas transfusi darah, namun kematian ibu akibat perdarahan masih tetap merupakan
faktor utama dalam kematian maternal.1
Kasus perdarahan sebagai sebab utama kematian maternal dapat terjadi pada masa
kehamilan, persalinan dan masa nifas. Perdarahan pada kehamilan harus selalu dianggap sebagai
kelainan yang berbahaya.2,3
Pada umumnya, 80-90% kehamilan akan berlangsung normal dan hanya 10-12%
kehamilan yang disertai dengan penyulit atau berkembang menjadi kehamilan patologis.
Kehamilan patologis sendiri tidak terjadi secara mendadak karena kehamilan dan efeknya
terhadap organ tubuh berlangsung secara bertahap dan berangsur-angsur. Deteksi dini dari gejala
dan tanda bahaya selama kehamilan merupakan upaya terbaik untuk mencegah terjadinya
gangguan yang serius terhadap kehamilan maupun keselamatan ibu hamil. Faktor predisposisi
dan adanya penyakit penyerta sebaiknya juga dikenali sejak awal sehingga dapat dilakukan
berbagai upaya maksimal untuk mencegah gangguan yang berat terhadap kehamilan dan
keselamatan ibu maupun bayi yang dikandungnya.4
Penyebab terjadinya perdarahan ini sangat beragam. Yang paling fisiologis adalah karena
proses perlekatan embrio ke rahim. Perubahan hormonal pada kehamilan dan infeksi juga dapat
menyebabkan perdarahan ringan. Bisa juga karena trauma, misalnya perdarahan pasca
berhubungan seksual, adanya tumor jalan lahir baik ringan maupun ganas dapat juga memberi
kontribusi terjadinya perdarahan pada kehamilan. Selain itu, dapat pula disebabkan oleh adanya
permasalahan pada kehamilan itu sendiri, misalnya suatu proses ancaman keguguran atau bahkan
sudah terjadi keguguran, kematian (janin yang tidak menunjukkan tanda-tanda kehidupan),
blighted ovum (kehamilan tanpa janin) atau kehamilan di luar kandungan (kehamilan ektopik)

dan hamil anggur (kehamilan mola), plasenta previa, solusio plasenta, .egara. uteri.
Perdarahan ini .ega saja terjadi pada trimester 1, 2 ataupun 3.4
Perdarahan hamil muda adalah perdarahan yang terjadi pada usia kehamilan dibawah 22
minggu. Perdarahan yang terjadi saat hamil muda disebabkan oleh beberapa hal, antara lain
keguguran (abortus), kehamilan di luar kandungan (kehamilan ektopik terganggu), ataupun mola
hidatidosa.5
World Health organization (2008) melaporkan pada tahun 2005 terdapat 536.000 wanita
meninggal akibat dari komplikasi kehamilan dan persalinan, dan 400 ibu meninggal per 100.000
kelahiran hidup (Maternal Mortality Ratio). Indonesia sebagai .egara berkembang mempunyai
AKI yang .egara.e lebih tinggi dibandingkan dengan .egara-negara di ASEAN. Pada tahun
2005, terdapat AKI sebesar 420/100.000 kelahiran hidup di Indonesia.5

BAB II
PEMBAHASAN
A. Abortus
1. Definisi
Abortus adalah pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin mampu hidup luar
kandungan. Batasan abortus adalah umur kehamilan kuran g dari 20 minggu dan
berat janin kurang dari 500 gram.
Sedang menurut WHO /FIGO adalah jika kehamilan kurang dari 22
minggu, bila berat janin tidak diketahui.
Di Indonesia umumnya batasan untuk abortus adalah sesuai dengan definisi
Greenhill yaitu jika umur kehamilan kurang dari 20 minggu dan berat janin kurang
dari 500 gram. Abortus spontan dibagi menjadi abortus awal dan abortus yang
terlambat. Abortus awal terjadi sebelum usia kehamilan mencapai 12 minggu.
Abortus yang terlambat terjadi pada usia kehamilan 12 sampai 20 minggu.
2. Epidemiologi
Abortus spontan 60-80% terjadi pada trimester pertama, yakni disebabkan
kelainan kromosom 50%, gangguan fungsi endokrin 23%, kelainan rahim 15% dan
gangguan pada perkembangan embrio 12%. Resiko abortus spontan meningkat
didukung oleh karena paritas yang banyak, umur ibu dan umur ayah dan jarak
kehamilan terlalu dekat. Angka kejadian ibu hamil yang mengalami abortus lebih
cenderung terjadi pada multipara dibandingkan primipara. Hal ini disebabkan karena
pada multipara uterus sudah terlalu sering dibuahi sehingga keadaan uterus melemah.
Hasil penelitian Juliana menyatakan paritas yang mengalami abortus yaitu nullipara
13,6%, primipara 27,2%, secundipara 33,6% dan multipara 25,6%. Wanita yang
telah mengalami keguguran 2 kali bahkan sampai 3 kali berturut-turut, mempunyai
kemungkinan untuk kembali keguguran menjadi lebih besar.3
3. Etiologi
Abortus dapat disebabkan oleh faktor intrinsik yaitu umur, tingkat pendidikan,
paritas, interval kehamilan, penyakit dan kelainan uterus dan ekstrinsik yaitu status

pekerjaan dan ekonomi. Penyebab abortus (early pregnancy loss) bervariasi dan sering
diperdebatkan. Umumnya lebih dari satu penyebab.3
a. Penyebab Genetik
Sebagian besar abortus spontan disebabkan oleh kelainan kariotip embrio.
Paling sedikit 50% angka kejadian abortus pada trimester pertama merupakan
kelainan sitogenetik. Bagaimanapun, gambaran ini belum termasuk kelainan yang
disebabkan oleh gangguan gen tunggal (misalnya kelainan Mendelian) atau mutasi
pada beberapa lokus (misalnya gangguan poligenik atau multifaktor) yang tidak
terdeteksi dengan pemeriksaan kariotip. Kejadian tertinggi kelainan sitogenik
konsepsi terjadi pada awal kehamilan.Kelainan sitogenik embrio biasanya berupa
aneuploidi yang disebabkan oleh kejadian sporadik misalnya non disjunction meiosis
atau poliploidi dari fertilitas abnormal. Kelainan juga sering berupa gen yang
abnormal, mungkin karena adanya mutasi gen yang bisa mengganggu proses
implantasi bahkan menyebabkan abortus.5
b. Penyebab Anatomik
Defek anatomik uterus diketahui sebagai penyebab komplikasi obstetrik
seperti abortus berulang, prematuritas serta malpresentasi janin. Insiden kelainan
bentuk uterus berkisar 1/200 sampai 1/600 perempuan.Pada perempuan dengan
riwayat abortus ditemukan anomali uterus pada 27% pasien. Penyebab terbanyak
abortus karena kelainan anatomik uterus adalah septum uterus (40-80%) kemudian
uterus bikornis atau uterus didelfis atau unikornis (10-30%).5
c. Penyebab Autoimun

Terdapat hubungan yang nyata antara abortus yang berulang dan penyakit
autoimun. Misalnya pada systemic lupus erithematous dan antiphospholipid
antibodies.5
d. Penyebab infeksi
Teori peran mikroba infeksi terhadap kejadian abortus mulai diduga sejak
1917, ketika De Forest dan kawan-kawan melakukan pengamatan kejadian abortus
berulang pada perempuan yang nyata terpapar brucellosis. Beberapa jenis organisme
tertentu diduga berdampak pada kejadian abortus antara lain:5

Bakteri
- Listeria monositogenes
- Klamidia trakomatis
- Ureaplasma urealitikum
- Mikoplasma hominis
- Bakterial vaginosis
Virus
- Sitomegalovirus
- Rubella
- Herpes simpleks virus
- Human immunodeficiency virus
- Parvovirus
Parasit
- Toksoplasmosis gondii
- Plasmodium falsiparum
Spirokaeta
- Treponema pallidum
Beberapa teori diajukan untuk mencoba menerangkan peran infeksi terhadap

risiko abortus diantaranya sebagai berikut :5

Adanya metabolik toksik, endotoksin, eksotoksin atau sitokin yang berdampak

langsung pada janin atau unit fetoplasenta


Infeksi janin yang bisa berakibat kematian janin atau cacat berat sehingga janin
sulit bertahan hidup
5

Infeksi plasenta yang berakibat insufisiensi plasenta dan bisa berlanjut kematian

janin
Infeksi kronis endometrium dari penyebaran kuman genital bawah yang bisa

mengganggu proses implantasi


Amnionitis
Memacu perubahan genetik dan anatomik embrio umumnya oleh karena virus
selama kehamilan awal.

e.

Faktor lingkungan
Diperkirakan 1-10% malformasi janin akibat dari paparan obat, bahan kimia

atau radiasi dan umumnya berakhir dengan abortus misalnya paparan terhadap
buangan gas anestesi dan tembakau. Sigaret rokok diketahui mengandung ratusan
unsur toksik antara lain nikotin yang telah diketahui mempunyai efek vasoaktif
sehingga menghambat sirkulasi uteroplasenta. Karbon monoksida juga menurunkan
pasokann oksigen ibu dan janin serta memacun neurotoksin. Dengan adanya gangguan
pada sistem sirkulasi fetoplasenta dapat terjadi gangguan pertumbuhan janin yang
berakibat terjadinya abortus.5
f.

Faktor hormonal
Progesteron mempunyai peran yang sangat penting dalam mempengaruhi

reseptivitas endometrium terhadap implantasi embrio. Pada tahun 1929, Allen dan
Corner mempublikasikan tentang proses fisiologis korpus luteum dan sejak itu diduga
bahwa kadar progesteron yang rendah berhubungan dengan risiko abortus. Fase luteal
punya peran yang kritis pada kehamilan sekitar 7 minggu yaitu saat dimana trofoblas

harus menghasilkan cukup steroid untuk menunjang kehamilan. Pengangkatan korpus


luteum sebelum usia 7 minggu akan menyebabkan abortus. Dan bila progesteron
diberikan pada pasien ini kehamilan bisa diselamatkan.5
Perubahan endometrium jadi desidua mengubah semua sel pada mukosa
uterus. Perubahan morfologi dan fungsional ini mendukung proses implantasi dan juga
proses migrasi trofoblas dan mencegah invasi yang berlebihan pada jaringan ibu.
Disini berperan penting interaksi antara trofoblas ekstravillous dan infiltrasi leukosit
pada mukosa uterus. Sebagian besar sel ini berupa large Granular lymphocyte dan
makrofag dengan sedikit sel T dan sel B.Sel Nk dijumpai dalam jumlah yang banyak
terutama pada endometrium yang terpapar oleh progesteron. Peningkatan sel Nk pada
implantasi saat trimester pertama mempunyai peran yang sangat penting dalam
kelangsungan proses kehamilan karena ia akan mendahului membunuh sel target
dengan sedikit atau tanpa ekspresi HLA. Trofoblas ekstravillous tidak bisa
dihancurkan oleh sel Nk desidua, sehingga memungkinkan terjadinya invasi optimal
untuk plasentasi yang normal.5
g. Faktor hematologik
Beberapa kasus abortus berulang ditandai dengan defek plasentasi dan adanya
mikro trombi pada pembuluh darah plasenta. Beberapa komponen koagulasi dan
fibrinolitik memegang peran penting pada implantasi embrio, invasi trofoblas dan
plasentasi. Pada kehamilan terjadi keadaan hiperkoagulasi dikarenakan :5

Peningkatan kadar fator prokoagulan


Penurunan famtor antikoagulan
Penurunan aktivitas fibrinolitik.

4. Patogenesis

Adanya etiologi baik karena dari faktor fetus maupun dari faktor ibu maka terjadi
pendarahan dalam desidua basalis, kemudian diikuti oleh nekrosis jaringan disekitarnya
yang menyebabkan hasil konsepsi terlepas dan dianggap benda asing dalam uterus.
Kemudian uterus berkontraksi untuk mengeluarkan benda asing tersebut. Pada kehamilan
kurang dari 8 minggu vilikorialis belum menembus desidua secara dalam, jadi hasil
konsepsi dapat dikeluarkan seluruhnya. Pada kehamilan 8 sampai 14 minggu penembusan
sudah lebih dalam hingga plasenta tidak dilepaskan sempurna dan menimbulkan banyak
pendarahan. Pada kehamilan lebih 14 minggu, janin dikeluarkan lebih dahulu dari pada
plasenta. Pendarahan tidak banyak jika plasenta segera dilepas dengan lengkap. Peristiwa
abortus ini menyerupai persalinan dalam bentuk miniatur. Hasil konsepsi pada abortus
dapat dikeluarkan dalam berbagai bentuk. Ada kalanya kantong amnion kosong atau
tampak kecil tanpa bentuk yang jelas, mungkin pula janin telah mati lama, mola kruenta,
maserasi, fetus kompresus.5
5. Klasifikasi
Abortus yang terjadi dengan sengaja dilakukan tindakan disebut abortus
provokatus. Abortus provokatus ini dibagi 2 kelompok yaitu abortus provokatus
medisinalis dan abortus provokatus kriminalis. Abortus provokatus medisinalis yaitu
abortus yang dibuat atas dasar alasan kesehatan ibu. Abortus provokatus kriminalis yaitu
abortus dilakukan tanpa alasan medik dan biasanya dilakukan secara sembunyi-sembunyi
oleh tenaga tradisional.4
Abortus yang berlangsung tanpa tindakan disebut abortus spontan.
Menurut gambaran klinis abortus dibagi menjadi :
a. Abortus Iminens
8

Abortus tingkat permulaan dan merupakan ancaman terjadinya abortus yang


ditandai oleh perdarahan pervaginam, ostium uteri masih tertutup dan hasil konsepsi
masih baik dalam kandungan. 4
Diagnosis abortus imminens diduga bila perdarahan berasal dari intrauteri muncul
selama pertengahan pertama kehamilan, dengan atau tanpa kolik uterus, tanpa pengeluaran
hasil konsepsi dan tanpa dilatasi serviks. Menurut Taber (1994), umumnya kira-kira 50 %
wanita dengan gejala abortus imminens kehilangan kehamilannya, persentase kecil lahir
prematur dan lainnya berlanjut ke kelahiran cukup bulan.5
b. Abortus insipiens
Abortus yang sedang mengancam yang ditandai dengan serviks telah mendatar dan
ostium uteri telah membuka tetapi hasil konsepsi masih dalam kavum uteri dan dalam
proses pengeluaran. Penderita akan merasa mulas karena kontraksi yang sering dan kuat,
perdarahannya bertambah sesuai dengan pembukaan serviks uterus dan umur kehamilan.
Besar uterus masih sesuai dengan umur kehmailan dengan tes urin kehamilan masih
positif. Pada pemeriksaan USG akan didapati pembesaran uterus yang masih sesuai
dengan umur kehamilan, gerak janin dan gerak jantung janin masih jelas walau mungkin
sudah mulai tidak normal, biasanya terlihat penipisan serviks uterus atau pembukaannya.
Perhatikan pula ada tidaknya pelepasan plasenta dari dinding uterus.4,5
Pengelolaan penderita ini harus memperhatikan keadaan umum dengan perubahan
keadaan hemodinamik yang terjadi dan segera dilakukan tindakan evakuasi/pengeluaran
hasil konsepsi disusul dengan kuretase bila perdarahan yang banyak. Pada umur
kehamilan diatas 12 minggu uterus biasanya sudah melebihi telur angsa tindakan evakuasi
dan kuretase harus hati-hati kalau perlu dilakukan evakuasi dengan cara digital yang

kemudian disusul dengan tindakan kuretase sambil diberikan uterotonika. Hal ini
diperlukan untuk mencegah terjadinya perforasi pada dinding uterus. Pasca tindakan pelu
perbaikan keadaan umum, pemberian uterotonika dan antibiotika profilaksis.4
c. Abortus kompletus
Seluruh hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri pada kehamilan kurang dari
20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram. Semua hasil

konsepsi telah

dikeluarkan ostium uteri telah menutup, uterus sudah mengecil sehingga perdarahan
sedikit. Besar uterus tidak sesuai dengan umur kehamilan. Pemeriksaan USG tidak perlu
dilakukan bila pemeriksaan secara klinis sudah memadai. Pada pemeriksaan tes urin
biasanya masih positif sampai 7-10 hari setelah abortus. Pengelolaan penderita tidak
memerlukan tindakan khusus ataupun pengobatan. Biasanya hanya diberi roboransia atau
hematenik bila keadaan pasien memerlukan. Uterotonika tidak perlu diberikan.4,5
d. Abortus inkompletus
Sebagian hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri dan masih ada yang
tertinggal. Batasan ini juga masih terpancang pada umur kehamilan kurang dari 20
minggu atau berat janin kurang dari 500 gram. Sebagian jaringan hasil konsepsi masih
tertinggal didalam uterus dimana pada pemeriksaan vagina, kanalis servikalis masih
terbuka dan teraba jaringan dalam kavum uteri atau menonjol pada ostium uteri
eksternum. Perdarahan biasanya masih terjadi jumlahnya pun bisa banyak atau sedikit
tergantung pada jaringan yang tersisa yang menyebabkan sebagian placental site masih
terbuka sehingga perdarahan berjalan terus. Pasien dapat jauh dalam keadaan anemia atau
syok hemoragik sebelum sisa jaringan konsepsi dikeluarkan. Pengelolaan pasien harus
diawali dengan perhatian terhadap keadaan umum dan mengatasi gangguan hemodinamik
yang terjadi untuk disiapkan dilakukan tindakan kuretase. Pemeriksaan USG hanya
dilakukan bila kita ragu dengan diagnosis secara klinis. Besar uterus sudah lebih kecil
10

dari umur kehamilan dan kantong gestasi sudah sulit dikenali, di kavum uteri tampak
masa hiperekoik yang bentuknya tidak beraturan.4
Bila terjadi perdarahan yang hebat dianjurkan segera dilakukan pengeluaran sisa
hasil konsepsi secara manual agar jaringan yang mengganjal terjadinya kontraksi uterus
segera dikeluarkan, kontraksi uterus dapat berlangsung baik dan perdarahan bisa berhenti.
Selanjutnya dilakukan tindakan kuretase. Tindakan kuretase harus dilakukan secara hatihati sesuai dengan keadaan umum ibu dan besarnya uterus. Tindakan yang dilakukan
adalah dengan kuret vakum menggunakan kanula dari plastik. Pasca tindakan perlu
diberikan uterotonika parenteral ataupun peroral dan antibiotik.4
e. Missed Abortion
Abortus yang ditandai dengan embrio atau fetus telah meninggal dalam
kandungan sebelum kehamilan 20 minggu dan hasil konsepsi seluruhnya masih tertahan
dalam kandungan. Bila kehamilan diatas 14 minggu sampai 20 minggu penderita justru
merasakan rahimnya makin mengecil dengan tanda-tanda kehamilan sekunder pada
payudara mulai menghilang. Kadangkala missed abortion juga diawali dengan abortus
iminens yang kemudian merasa sembuh tetapi pertumbuhan janin terhenti. Pada
pemeriksaan tes urin kehamilan biasanya negatif setelah satu minggu dari terhentinya
pertumbuhan kehamilan. Pada pemeriksaan USG akan didapatkan uterus yang mengecil
dan bentuknya tidak beraturan disertai gambaran fetus yang tidak ada tanda-tanda
kehidupan.4
Pada umur kehamilan kurang dari 12 minggu tindakan evakuasi dapat dilakukan
secara langsung dengan melakukan dilatasi atau kuretase bila serviks uterus
memungkinkan. Bila umur kehamilan lebih dari 12 minggu atau kurang dari 20 minggu
dengan keadaan serviks uterus yang masih kaku dianjurkan untuk melakukan tindakan

11

induksi terlebih dahulu untuk mengeluarkan janin atau mematangkan kanalis servikalis.
Beberapa cara dapat dilakukan antara lain dengan pemberian infus secara intravena
cairan oksitosin dimulai dari dosis 10 unit dalam 500 cc dextrose 5% tetesan 20 tetes
permenit dan dapat diulangi sampai total oksitosin 50 unit dengan tetesan dipertahankan
untuk mencegah terjadinya retensi cairan tubuh. Jika tidak berhasil penderita
diistirahatkan satu hari dan kemudian induksi diulangi biasanya maksimal 3 kali. Setelah
janin atau jaringan konsepsi berhasil keluar dengan induksi ini dilanjutkan dengan
tindakan kuretase sebersih mungkin.Salah satu cara yang banyak disebutkan adalah
dengan pemberian mesoprostol secara sublingual sebanyak 400 mg yang dapat diulangi 2
kali dengan jarak enam jam.4
f. Abortus Habitualis
Abortus habitualis ialah abortus spontan yang terjadi 3 kali atau lebih berturut-turut.
Penyebab abortus habitualis selain faktor anatomik banyak yang mengaitkannya dengan
reaksi imunologik kegagalan reaksi akibat antigen lymphocyte trophoblast cros reactive
(TLX). Salah satu penyebab yang sering dijumpai ialah inkompetensia serviks yaitu
keadaan dimana serviks uterus tidak dapat menerima beban untuk tetap bertahan menutup
setelah kehamilan melewati trimester pertama dimana ostium serviks akan membuka tanpa
disertai rasa mulas atau kontraksi rahim dan akhirnya terjadi pengeluaran janin.4
Diagnosis inkompetensia serviks tidak sulit dengan anamnesis yang cermat. Dengan
pemeriksaan dalam/inspekulo kita bisa menilai diameter kanalis servikalis dan didapati
selaput ketuban yang mulai menonjol pada saat mulai memasuki trimester kedua.
Diameter ini melebihi 8 mm. untuk itu, pengelolaan penderita inkompetensia serviks
dianjurkan untuk periksa hamil awal mungkin dan bila dicurigai adanya inkompetensia
serviks harus dilakukan tindakan untuk memberikan fiksasi pada serviks agar dapat
12

menerima beban dengan berkembangnya umur kehamilan.Operasi dilakukan pada umur


kehamilan 12-14 minggu dengan cara SHIRODKAR atau Mc DONALD dengan
melingkari kanalis servikalis dengan benang sutera/MERSILENE yang tebal dan simpul
baru dibuka setelah umur kehamilan aterm dan bayi siap dilahirkan.6
g. Abortus Infeksiosus, Abortus Septik
Abortus infeksiosus ialah abortus yang disertai infeksi pada alat genitalia.Abortus
septik ialah abortus yang disertai penyebaran infeksi pada peredaran darah tubuh atau
peritoneum (septisemia atau peritonitis).4
Diagnosis ditegakan dengan anamnesis yang cermat tentang upaya tindakan abortus
yang tidak menggunakan peralatan yang asepsis dengan didapat gejala dan tanda panas
tinggi, tampak sakit dan lelah, takikardi, perdarahan pervaginam yang berbau, uterus yang
membesar dan lembut serta nyeri tekan. Pada laboratorium didapatkan tanda infeksi
dengan leukositosis. Bila terjadi sepsis dan syok penderita akan tampak lelah, panas
tinggi, menggigil dan tekanan darah menurun.4
Pengelolaan pasien ini harus mempertimbangkan keseimbangan cairan tubuh dan
perlunya pemberian antibiotik yang adekuat sesuai dengan hasil kultur dengan sensitivitas
kuman yang diambil dari darah atau cairan fluksus/fluor yang keluar pervaginam. Untuk
tahap pertama dapat diberikan penisilin 4x1,2 juta unit atau ampisilin 4x1 gram ditambah
gentamisin 2x80 mg dan metronidazole 2x1 gram selanjutnya antibiotik disesuaikan
dengan hasil kultur. Tindakan kuretase dilaksankan bila keadaan tubuh sudah membaik
minimal 6 jam setelah antibiotik adekuat.4
h. Kehamilan Anembrionik (Blighted Ovum)

13

Kehamilan anembrionik merupakan kehamilan patologik dimana mudigah tidak


terbentuk sejak awal walaupun kantong gestasi tetap terbentuk.Disamping mudigah,
kantong kuning juga tidak ikut terbentuk.Kelainan ini juga suatu kelainan kehamilan yang
baru terdeteksi setelah berkembangnya USG. Bila tidak dilakukan tindakan, kehamilan ini
akan berkembang terus walaupun tanpa adanya janin didalamnya. Biasanya sampai sekitar
14-16 minggu akan terjadi abortus spontan. Sebelum alat USG ditemukan kelainan
kehamilan ini mungkin banyak dianggap sebagai abortus biasa. Diagnosis kehamilan
anembrionik ini ditegakan pada usia kehamilan 7-8 minggu bila pada pemeriksaan
kantong gestasi tidak berkembang atau pada diameter 2,5 cm yang tidak disertai adanya
gambar mudigah. Untuk itu bila pada saat USG pertama kita mendapatkan gambaran
seperti ini perlu dilakukan evaluasi USG 2 minggu kemudian. Bila tetap tidak dijumpai
struktur mudigah atau kantong kuning telur dan diameter kantong gestasi sudah mencapai
25 mm maka dapat dinyatakan sebagai kehamilan anembrionik. Pengelolaan kehamilan
anembrioik dilakukan terminasi kehamilan dengan dilatasi dan kuretase secara elektif.4
6. Pemeriksaan Penunjang Diagnostik
a. Laboratorium
Darah Lengkap
-Kadar haemoglobih rendah akibat anemia haemorrhagik.
-LED dan jumlah leukosit meningkat tanpa adanya infeksi.
Tes Kehamilan
-Penurunan atau level plasma yang rendah dari -hCG adalah prediktif.
terjadinya kehamilan abnormal (blighted ovum, abortus spontan atau
kehamilan ektopik).
b. USG
USG transvaginal dapat digunakan untuk deteksi kehamilan 4 5 minggu.
Detik jantung janin terlihat pada kehamilan dengan CRL > 5 mm (usia kehamilan
5 6 minggu). Dengan melakukan dan menginterpretasi secara cermat,

14

pemeriksaan. USG dapat digunakan untuk menentukan apakah kehamilan viabel


atau non-viabel.
Pada abortus imimnen, mungkin terlihat adanya kantung kehamilan
(gestational sac GS) dan embrio yang normal.
Pada abortus inkompletus, kantung kehamilan umumnya pipih dan iregular
serta terlihat adanya jaringan plasenta sebagai masa yang echogenik dalam cavum
uteri.
Pada abortus kompletus, endometrium nampak saling mendekat tanpa
visualisasi adanya hasil konsepsi.
Pada missed abortion, terlihat adanya embrio atau janin tanpa ada detik
jantung janin.
Pada blighted ovum, terlihat adanya kantung kehamilan abnormal tanpa
yolk sac atau embrio.

Gambar 1. Kehamilan intrauterine 8 minggu. Terlihat gambaran embrio (E) dan yolk sac (YS).6

15

Gambar 2.Blighted ovum. Kantung Gestasi (Gestational Sac) yang kosong.6

Gambar 3. Kehamilan embrio pada kehamilan 8 minggu.. Terlihat dinding kantung kehamilan (GS) yang
ireguler dan Yolk sac yang mengempis.6

B. Kehamilan Ektopik
1. Definisi
Kehamilan ektopik adalah kehamilan di mana sel telur yang dibuahi berimplantasi
dan tumbuh di luar endometrium kavum uterus.Kehamilan ektopik dapat terjadi di luar
rahim misalnya dalam tuba, ovarium atau rongga perut, tetapi dapat juga terjadi di dalam
16

rahim di tempat yang luar biasa misalnya dalam serviks, pars intertistialis atau dalam
tanduk rudimeter rahim.1
2. Epidemiologi
Penelitian Cunningham tahun 2001: berdasarkan data dari Badan Kesehatan
Dunia (WHO), pada tahun 2003 terdapat satu dari 250 (0,04%) kelahiran di dunia
menderita kehamilan ektopik, dengan jenis kehamilan ektopik adalah kehamilan tuba
fallopi, yang sebagian besar (80%) dialami oleh wanita pada usia 35 tahun keatas serta
dilaporkan bahwa 60 % dialami oleh wanita dengan paritas pertama dan kedua.Insiden
kehamilan ektopik meningkat pada semua wanita terutama pada mereka yang berumur 20
sampai 40 tahun dengan umur rata-rata 30 tahun. Kehamilan ektopik paling sering terjadi
di daerah tuba falopi (98%), meskipun begitu kehamilan ektopik juga dapat terjadi di
ovarium (indung telur), rongga abdomen (perut),atau serviks (leher rahim).7
Kehamilan ektopik masih merupakan suatu penyebab utama dari kematian ibu,
yang meliputi sekitar 4% dari 20 kematian yang berkaitan dengan kehamilan setiap
tahunnya. Meskipun insidens dari kehamilan ektopik pada populasi umum sekitar 2%,
prevalensinya di antara pasien-pasien hamil yang datang ke instalasi gawat darurat
dengan perdarahan atau nyeri trimester pertama, atau keduanya, adalah 6% hingga 16%.8
3. Klasifikasi
Berdasarkan lokasi terjadinya kehamilan ektopik dapat dibagi menjadi 5 yaitu :
-

Kehamilan tuba adalah kehamilan ektopik pada setiap bagian dari


tuba fallopi. Sebagian besar kehamilan ektopik berlokasi di tuba
(95%). Konseptus dapat berimplantasi pada ampulla (55%),
isthmus (25%), fimbria (17%), ataupun pada interstisial (2%) dari

tuba.1
Kehamilan ovarial merupakan bentuk yang jarang (0,5%) dari seluruh kehamilan
ektopik dimana sel telur yang dibuahi bernidasi di ovarium.1

Kehamilan servikal adalah bentuk dari kehamilan ektopik yang jarang sekali terjadi.

Kehamilan serviks jarang melewati usia gestasi 20 minggu.1


Kehamilan Abdominal terjadi satu dalam 15.000 kehamilan, atau kurang dari 0,1%
dari seluruh kehamilan ektopik.1
17

Kehamilan Heterotopik adalah kehamilan ektopik yang dapat terjadi bersama


dengan kehamilan intrauterin. Kehamilan heterotipik ini sangat langka, terjadi satu

dalam 17.000-30.000 kehamilan ektopik.1


Kehamilan interstisial yaitu implantasi telur terjadi dalam pars interstitialis tuba.
Kehamilan ini juga disebut sebagai kehamilan kornual (kahamilan intrauteri, tetapi
implantasi plasentanya di daerah kornu, yang kaya akan pembuluh darah). Karena
lapisan myometrium di sini lebih tebal maka ruptur terjadi lebih lambat kira-kira
pada bulan ke 3 atau ke 4. Kehamilan interstisial merupakan penyebab kematian

utama dari kehamilan ektopik yang pecah.1


Kehamilan intraligamenter berasal dari kehamilan ektopik dalam tuba yang pecah.
Konseptus yang terjatuh ke dalam ruangan ekstra peritoneal ini apabila lapisan
korionnya melekat dengan baik dan memperoleh vaskularisasi di situ fetusnya

dapat hidup dan berkembang dan tumbuh membesar.1


Kehamilan tubouterina merupakan kehamilan yang semula mengadakan implantasi
pada tuba pars interstitialis, kemudian mengadakan ekstensi secara perlahan-lahan

ke dalam kavum uteri.1


Kehamilan tuboabdominal berasal dari tuba, dimana zigot yang semula megadakan
implantasi di sekitar bagian fimbria tuba, secara beangsur mengadakan ekstensi ke

kavum peritoneal.1
Kehamilan tuboovarial digunakan bila kantung janin sebagian melekat pada tuba
dan sebagian pada jaringan ovarium.1

4. Etiologi
Etiologi kehamilan ektopik sudah banyak disebutkan karena secara patofisiologi
mudah dimengerti sesuai dengan proses awal kehamilan sejak pembuahan sampai nidasi.
Bila nidasi terjadi diluar kavum uteri atau diluar endometrium maka terjadilah kehamilan
ektopik. Dengan demikian faktor-faktor yang disebutkan adalah :4

Faktor tuba
Adanya peradangan atau infeksi pada tuba menyebabkan lumen tuba menyempit

atau buntu. Faktor tuba lain adalah adanya kelainan endometriosis tuba atau divertikel
saluran tuba yang bersifat kongenital.4
Faktor abnormalitas dari zigot
18

Apabila tumbuh terlalu cepat atau tumbuh dengan ukuran yang besar maka zigot
akan tersendat dalam perjalanan pada saat melalui tuba kemudian terhenti dan tumbuh
disaluran tuba.4
Faktor ovarium
Bila ovarium memproduksi ovum dan ditangkap oleh tuba yang kontralateral dan
dapat membutuhkan proses khusus atau waktu yang lebih panjang sehingga kemungkinan
terjadinya kehamilan ektopik lebih besar.4
Faktor hormonal
Pada akseptor pil KB yang hanya mengandung progesteron dapat mengakibatkan
gerakan tuba melambat. Apabila terjadi pembuahan dapat menyebabkan terjadinya
kehamilan ektopik.4
Faktor lain
Termasuk disini antara lain adalah pemakaian IUD dimana proses peradangan
yang dapat timbul pada endometrium dan endosalping dapat menyebabkan terjadinya
kehamilan ektopik. Faktor umur penderita yang sudah menua dan faktor perokok juga
sering dihubungkan dengan kejadian kehamilan ektopik.4
5. Patologi
Pada proses awal kehamilan apabila embrio tidak bisa mencapai endometrium
untuk proses nidasi maka embrio dapat tumbuh disaluran tuba dan kemudian dapat
mengalami beberapa proses seperti pada kehamilan pada umumnya. Karena tuba bukan
merupakan suatu media yang baik untuk pertumbuhan embrio atau janin, maka
pertumbuhan dapat mengalami beberapa perubahan bentuk yaitu :4,7

Pengaruh Faktor Mekanik


Faktor-faktor mekanis yang menyebabkan kehamilan ektopik antara lain: riwayat

operasi tuba, salpingitis, perlekatan tuba akibat operasi non-ginekologis seperti


apendektomi, pajanan terhadap diethylstilbestrol, salpingitis isthmica nodosum
(penonjolan-penonjolan kecil ke dalam lumen tuba yang menyerupai divertikula), dan
alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR). Hal-hal tersebut secara umum menyebabkan
perlengketan intra maupun ekstraluminal pada tuba, sehingga menghambat perjalanan
zigot menuju kavum uteri. Faktor mekanik lain adalah pernah menderita kehamilan
ektopik, pernah mengalami operasi pada saluran telur seperti rekanalisasi atau tubektomi
parsial, induksi abortus berulang, tumor yang mengganggu keutuhan saluran telur.1
Pengaruh faktor fungsional
19

Faktor fungsional yaitu perubahan motilitas tuba yang berhubungan dengan faktor
hormonal. Dalam hal ini gerakan peristaltiktuba menjadi lamban, sehingga implantasi
zigot terjadi sebelum zigot mencapai kavum uteri. Gangguan motilitas tuba dapat
disebabkan oleh perubahan keseimbangan kadar serum estrogen dan progesteron. Dalam
hal ini terjadi perubahan jumlah dan afinitas reseptor adrenergik yang terdapat dalam
utrus dan otot polos dari saluran telur. Ini berlaku untuk kehamilan ektopik yang terjadi
pada akseptor kontrasepsi oral yang mengandung hanya progestagen saja, setelah
memakai estrogen dosis tinggi pascaovulasi untuk mencegah kehamilan. Merokok pada
waktu terjadi konsepsi dilaporkan meningkatkan insiden kehamilan ektopik yang
diperkirakan sebagai akibat perubahan jumlah dan afinitas reseptor adrenergik dalam
tuba.1
Kegagalan kontrasepsi
Sebenarnya insiden sesungguhnya kehamilan ektopik berkurang karena
kontrasepsi sendiri mengurangi insidensi kehamilan. Akan tetapi dikalangan para
akseptor bisa terjadi kenaikan insiden kehamilan ektopik apabila terjadi kegagalan pada
teknik sterilisasi. Alat kontrasepsi dalam rahim selama ini dianggap sebagai penyebab
kehamilan ektopik. Namun ternyata hanya AKDR yang mengandung progesteron yang
meningkatkan

frekuensi

kehamilan

ektopik.

AKDR

tanpa

progesteron

tidak

meningkatkan risiko kehamilan ektopik, tetapi bila terjadi kehamilan pada wanita yang
menggunakan AKDR, besar kemungkinan kehamilan tersebut adalah kehamilan ektopik.1
Abortus kedalam lumen tuba
Perdarahan yang terjadi karena pembukaan pembuluh-pembuluh darah oleh vili
korialis pada dinding tuba ditempat implantasi dapat melepaskan mudigah dari dinding
tersebut bersama-sama dengan robeknya dinding pseudokapsularis.Pelepasan ini dapat
terjadi sebagian atau seluruhnya, bergantung pada derajat perdarahan yang timbul. Bila
pelepasan menyeluruh mudigah dengan selaputnya dikeluarkan dalam lumen tuba dan
didorong oleh darah kearah ostium tuba pars abdominalis. Frekuensi abortus dalam tuba
bergantung pada implantasi telur yang dibuahi. Abortus ke lumen tuba sering terjadi pada
kehamilan pars ampularis sedangkan penembusan dinding tuba oleh vili korialis kearah
peritoneum biasanya terjadi pada kehamilan pars ismika. Perbedaan ini disebabkan oleh
lumen pars ampularis yang lebih luas sehingga dapat mengikuti lebih mudah
pertumbuhan hasil konsepsi jika dibandingkan dengan bagian isthmus dengan lumen
20

sempit.Pada pelepasan hasil konsepsi yang tidak sempurna pada abortus, perdarahan akan
terus berlangsung dari sedikit-sedikit oleh darah sehingga berubah menjadi mola kruenta.
Perdarahan yang berlangsung terus menyebabkan tuba membesar dan kebiru-biruan dan
selanjutnya darah mengalir ke rongga perut melalui ostium tuba. Darah ini akan
berkumpul di kavum douglas dan akan membentuk hematokel retrouterina.4,7
Ruptur dinding tuba
Faktor utama yang menyebabkan ruptur ialah penembusan vili korialis kedalam
lapisan muskularis tuba terus ke peritoneum. Bila pada abortus dalam ostium tuba
terhambat, ruptur sekunder dapat terjadi. Dalam hal ini dinding tuba yang telah menipis
oleh invasi trofoblas pecah karena tekanan darah dalam tuba. Pada ruptur ke rongga perut
seluruh janin dapat keluar dari tuba tetapi bila robekan tuba kecil, perdarahan terjadi
tanpa hasil konsepsi akan cepat jatuh dalam keadaan anemia atau syok oleh karena
hemoragik. Darah tertampung pada rongga perut akan mengalir ke kavum douglasi yang
makin lama makin banyak dan akhirnya dapat memenuhi rongga abdomen.4,7

6. Gambaran Klinik
Pada awalnya penderita mengalami gejala-gejala kehamilan muda dan mungkin
merasa sedikit nyeri pada perut bagian bawah dan tidak seberapa dihiraukan. Pada
pemeriksaan vaginal uterus membesar dan lembek walaupun mungkin tidak sebesar
tuannya kehamilan. Tuba yang mengandung hasil konsepsi karena lembeknya sukar
diraba pada pemeriksaan bimanual. Pada pemeriksaan USG sangat membantu dalam
menegakan diagnosis kehamilan ini apakah intrauterin atau kehamilan ektopik. Untuk itu
setiap ibu yang memeriksa kehamilan muda sebaiknya dilakukan pemeriksaan USG.1,4
Nyeri merupakan keluhan utama pada kehamilan ektopik yang terganggu. Pada
ruptur tuba nyeri perut bagian bawah terjadi secara tiba-tiba dan intensitasnya dengan
21

perdarahan yang menyebabkan penderita pingsan dan masuk kedalam syok. Nyeri mulamula dirasakan hanya satu sisi tetapi bila darah telah masuk kedalam rongga perut rasa
nyeri menjalar kebagian tengah atau keseluruh perut bawah. Perdarahan pervaginam
merupakan tanda penting kedua pada kehamilan ektopik yang terganggu. Perdarahan
yang berasal dari uterus biasanya tidak banyak dan berwarna coklat tua. Frekuensi
perdarahan dikemukakan dari 50% hingga 93%. Amenorea juga merupakan tanda yang
penting pada kehamilan ektopik yang terganggu walaupun penderita sering menyebutkan
tidak jelas ada amenorea karena gejala dan tanda kehamilan ektopik terganggu bisa
langsung terjadi beberapa saat setelah terjadinya nidasi pada saluran tuba yang kemudian
disusul dengan ruptur tuba karena tidak bisa menampung pertumbuhan janin
selanjutnya.1,4,7

7. Diagnosis
Diagnosis kehamilan ektopik yang terganggu pada jenis mendadak tidak banyak
mengalami kesukaran tetapi pada jenis menahun atau atipik bisa sulit sekali. Untuk
mempertajam diagnosis maka pada tiap perempuan dalam masa reproduksi dengan
keluhan nyeri perut bagian bawah atau kelainan haid, kemungkinan kehamilan ektopik
harus dipikirkan. Pada umumnya dengan anamnesis yang teliti dan pemeriksaan yang
cermat diagnosis dapat ditegakan walaupun biasanya alat bantu diagnostik seperti
kuldosentesis, ultrasonografi dan laparoskopi masih diperlukan anamnesis. Haid biasanya
terlambat untuk beberapa waktu dan kadang-kadang terdapat gejala subjektif kehamilan
muda. Nyeri perut bagian bawah, nyeri bahu, tenesmus dapat dinyatakan. Perdarahan
pervaginam terjadi setelah nyeri perut bagian bawah.1
Pada kehamilan ektopik terganggu ditemukan pada pemeriksaan vaginal bahwa
usaha menggerakan serviks uteri menimbulkan rasa nyeri yang disebut nyeri goyang (+)
atau slinger pijn. Demikian pula kavum douglas menonjol dan nyeri pada perabaan oleh
karena terisi oleh darah.8
Pemeriksaan laboratorium dilakukan dengan pemeriksaan hemoglobin dan jumlah
sel darah merah berguna dalam menegakan diagnosis kehamilan ektopik tergangggu
terutama bila ada tanda-tanda perdarahan dalam rongga perut. Pemeriksaan hemoglobin
22

dan hematokrit dapat dilakukan secara serial dengan jarak satu jam selama 3 kali
berturut-turut. Bila ada penurunan hemoglobin dan hematokrit dapat mendukung
diagnosis kehamilan ektopik terganggu. Pada kasus jenis tidak mendadak biasanya
ditemukan anemia tetapi harus diingat bahwa penurunan hemoglobin baru terlihat setelah
24 jam.4
Perhitungan leukosit secara berturut menunjukan adanya perdarahan bila leukosit
meningkat.Untuk membedakan kehamilan ektopik dari infeksi pelvik dapat diperhatikan
jumlah leukosit. Jumlah leukosit yang melebihi 20.000 biasanya menunjukan pada
kehamilan yang terakhir. Akan tetapi, tes negatif tidak menyingkirkan kemungkinan
kehamilan ektopik terganggu karena kematian hasil konsepsi dan degenerasi trofoblas
menyebabkan HCG menurun dan menyebabkan tes negatif. Kuldosintesis adalah suatu
cara pemeriksaan untuk mengetahui apakah dalam kavum douglasi ada darah.4
Ultrasonografi transvaginal telah mengubah penilaian tentang kehamilan dini
yang bermasalah, dengan memungkinkan visualisasi yang lebih dini, lebih jelas baik
tentang embrio yang berkembang secara normal maupun abnormal. Suatu kantong gestasi
yang normal, suatu kumpulan ovoid dari cairan yang berdekatan dengan endometrial line,
dapat divisualisasikan dengan probe transvaginal pada usia kehamilan sekitar 5 minggu.8
Sering dapat dilihat ketika diameter 2 atau 3 mm dan harus dilihat secara
konsisten pada 5 mm. Karena lingkungan hormonal pada KE dapat menghasilkan suatu
kumpulan cairan intrauterin yang menyerupai suatu kantung gestasi (kantung gestasi
palsu) maka suatu kantung semata belum memastikan kehamilan intrauterin. Temuan
ultrasonografi pada KE adalah luas. Identifikasi adanya kantung gestasi ekstrauterin yang
mengandung yolk sac (dengan atau tanpa embrio) menegaskan diagnosis KE.8
Pada kehamilan normal struktur kantong gestasi intrauterine dapat dideteksi mulai
kehamilan 5 minggu dimana diameternya sudah mencapai 5-10 mm, bila dihubungkan
dengan kadar HCG pada saat itu kadarnya sudah mencapai 6.000-6500 mIU/ml tidak
dijumpai adanya kantong gestasi intrauterin maka kemungkinan kehamilan ektopik harus
dipikirkan.4
Sebagian besar kehamilan ektopik tidak memberikan gambaran yang spesifik.
Uterus mungkin besarnya normal atau mengalami sedikit pembesaran yang tidak sesuai
dengan usia kehamilan. Endometrium menebal ekogenik sebagai akibat reaksi desidua.
23

Kavum uteri yang sering berisi cairan eksudat yang diproduksi sel-sel desidua, yang pada
pemeriksaan terlihat sebagai struktur cincin anekoik yang disebut kantong gestasi palsu.
Berbeda dengan kantong gestasi yang sebenarnya, kantong gestasi palsu letaknya simetris
dikavum uteri dan tidak menunjukan struktur cincin ganda.4

Gambar 4. Intradecidual sign. Diambil dengan transvaginal USG posisi


sagital pada uterus. Gambar ini merupakan kantung kehamilan dengan
echogenic rim (tanda panah) .9

24

Gambar 5. Hematoperitoneum berupa free fluid (FF) akibat ruptur tuba


pada pasien kehamilan ektopik. Gambar ini dapat dibuktikan dengan
culdosintesis pada daerah cavum Douglas.10

Gambar 6. Embrio pada kehamilan ektopik.( USG transvaginal). Embrio yang


terbentuk pada ectopic pregnancy ini telah mengalami ovulasi selama 3 minggu. 10

25

Gambar 7. Double Decidual Sign. Gambar ini diambil melalui transvaginal USG. Terdapat yolk salk
yang dikelilingi oleh 2 garis kurva hiperechoic. Lingkaran dalam atau inner line (panah panjang)
merupakan deciduas capsularis dan lingkaran luar atau outer line (panah pedek) mewakili deciduas vera.9

Laparoskopi hanya digunakan sebagai alat bantu diagnostik terakhir untuk


kehamilan ektopik apabila hasil penilaian prosedur diagnostik yang lain meragukan.
Melalui prosedur laparoskopik alat kandungan bagian dalam dapat dinilai.Secara
sistematis dinilai keadaan uterus, ovarium, tuba, kavum douglasi dan ligamentum latum.
Adanya darah dalam rongga pelvis mungkin mempersulit visualisasi alat kandungan
tetapi hal ini menjadi indikasi untuk dilakukan laparotomi.4

8. Diagnosis Banding
Yang perlu dipikirkan sebagai diagnosis diferensial ialah infeksi
pelvic, abortus iminens atau abortus inkomplit dan tumor ovarium.
Biasanya

anamnesis,

gambaran

klinik

dan

beberapa

metode

pemeriksaan dapat menegakkan diagnosis kehamilan ektopik.


Ruptura korpus luteum dapat menimbulkan

gejala yang

menyerupai kehamilan ektopik terganggu. Ananmnesis yang cermat


mengenai siklus haid penderita dapat menduga rupture korpus
leuteum.
diperoleh

Jika

keadaan

kepastian

mengizinkan,dengan
apa

yang

laporoskopi

menyebabkan

dapat

perdarahan
26

intraperitoneal.

Jika

perdarahan

banyak,

maka

perlu

dilakukan

laparotomi dan keadaan sebenarnya dapat diketahui.11

9. Penatalaksanaan
Bila pasien datang dengan pendarahan, yang segera harus
dilakukan adalah:

12

a. Bila wanita dalam keadaan syok, perbaiki keadaan umumnya


dengan
pemberian cairan yang cukup (dekstrosa 5%, glukosa 5%,
garam fisiologis dan
transfusi darah).
b. Setelah diagnosa jelas, dan keadaan umum baik, segera
lakukan laparotomi untuk menghilangkan sumber pendarahan:
dicari, diklem, dan dieksisi sebersih mungkin (salpiektomi),
kemudian diikat sebaik-baiknya,
c. Sisa darah dikeluarkan dan dibersihkan sedapat mungkin
supaya penyembuhan lebih cepat,
d. Berikan antibiotik yang cukup dan obat antiinflamasi,
e. Penderita yang dicurigai kehamilan ektopik harus dirawat inap
di rumah sakit untuk penanggulangannya.
Pada beberapa referensi penanganan kasus non-emergensi
setelah ditegakkan diagnosis dibagi atas 2, yaitu penanganan
dengan operasi maupun obat-obatan sistemik
a. Operasi
(1). Salpingostomy
Prosedur ini digunakan pada kehamilan dengan
panjang kurang dari 2 cm dan berlokasi sepertiga distal
27

tuba fallopi. Insisi secara linier, dengan panjang 10-15 mm


atau kurang, yang dibuat sesuai dengan ukuran kehamilan
ektopik

berdasarkan

hasil

USG

yang

didapatkan.

Pendarahan kecil yang terjadi sewaktu operasi yang terjadi


dapat dihentikan dengan menggunakan eletrokauter atau
laser. Semua prosedur ini dilakukan melalui laparaskopi.13
(2). Salpingectomy
Pada salpingectomy dilakukan proses eksisi tuba.
Proses ini biasa dilakukan pada tuba unruptur maupun
yang

telah

ruptur.

menghilangkan

Operasi

resiko

ini

terjadinya

dilakukan
kembali

untuk

kehamilan

ektopik pada daerah tuba yang sama.13


(3). Segmental Resection and Anastomosis
Reseksi massa ektopik dan anastomosis tuba kadang
dilakukan pada kehamilan ektopik yang tidak disertai
dengan ruptur daerah isthmus tuba karena salpingostomy
dapat menyebabkan rusaknya lumen isthmus yang kecil
akibat adanya pembentukan jaringan kolagen berupa scar
yang menutup lumen tuba sehingga dihilangkan sebagian
dan disambung kembali.13
(4). Laparotomi
Dilakukan pada pasien dengan rupture tuba. Pada
laparotomi perdarahan selekas mungkin dihentikan dengan
menjepit bagian dari adneksa yang menjadi sumber
pendarahan. Keadaan umum penderita terus diperbaiki
dan

darah

di

rongga

perut

sebanyak

mungkin

dikeluarkan.11

28

b. Pengobatan Sistemik
Metotrexat

ialah

obat

yang

bekerja

menghambat

pembentukan asam folat yang akan menghambat proliferasi dari


sel tropoblas. Pengobatan ini tidak dapat dilakukan pada wanita
yang konsentrasi hCG (>5000mIU/ml) karena akan megalami
kegagalan terapi. Kestabilan hemodinamik dan kadar HCG
kurang dari 15.000 IU merupakan faktor yang mendukung
keberhasilan terapi.

14

Biasanya diberikan secara intramuskular dengan dosis


tunggal (50mg per m2) dengan dilanjutkan B-hCG.

15

10. Prognosis
Kematian karena kehamilan ektopik cenderung turun dengan
diagnosis dini dan persediaan darah yang cukup walaupun gejalanya
belum timbul. Tetapi, bila pertolongan terlambat, angka kematian
dapat tinggi. Kehamilan ini merupakan salah satu kegawatdaruratan
yang tidak selalu dihiraukan di UGD akibat adanya pendarahan masif
dan merupakan insiden yang terus meningkat serta membutuhkan
diagnosis yang pasti dalam penanganannya. Dokter harus memiliki
pengetahuan tentang riwayat, pemeriksaan fisik, dan kadar B-hCG
dalam penanganan kehamilan ektopik. Angka kehamilan ektopik yang
berulang dilaporkan antara 7% sampai 15%.

13

C. Molahilatidosa
1. Definisi
Mola hidatidosa komplit dan mola hidatidosa parsial adalah kehamilan yang
abnormal yang mana dapat ditegakan diagnosisnya dengan gejala klinis, ultrasonografi,
29

histologi dan kriteria genetic. Yang dimaksud mola hidatidosa adalah suatu kehamilan
yang berkembang tidak wajar dimana tidak ditemukan janin dan hampir seluruh vili
korialis mengalami perubahan degenerasi hidropik. Secara makroskopik, mola hidatidosa
mudah dikenal yaitu berupa gelembung-gelembung putih, tembus pandang, berisi cairan
jernih dengan ukuran bervariasi dari beberapa millimeter sampai 1 dan 2 cm. Gambaran
histopatologik yang khas dari mola hidatidosa adalah edema stroma vili, tidak ada
pembuluh darah pada vili/degenerasi hidropik dan proliferasi sel-sel trofoblas.16
2. Etiologi
Penyebab mola hidatidosa tidak diketahui, faktor yang dapat menyebabkan antara
lain :1
1. Faktor ovum : ovum memang sudah patologik sehingga mati, tetapi terlambat
dikeluarkan.
2. Imunoselektif dari Trofoblast
3. keadaan sosioekonomi yang rendah
4. paritas tinggi
5. kekurangan protein
6. infeksi virus dan faktor kromosom yang belum jelas.

3. Patologi
Sebagian dari villi berubah menjadi gelembung gelembung berisi cairan jernih
merupakan kista kista kecil seperti anggur dan dapat mengisi seluruh cavum uteri.
Secara histopatologik kadang kadang ditemukan jaringan mola pada plasenta dengan
bayi normal. Bisa juga terjadi kehamilan ganda mola adalah satu jenis tumbuh dan yang
satu lagi menjadi mola hidatidosa. Gelembung mola besarnya bervariasi, mulai dari yang
kecil sampai yang berdiameter lebih dari 1 cm. Mola hidatidosa terbagi menjadi :1
a. Mola Hidatidosa Sempurna
Villi korionik berubah menjadi suatu massa vesikel vesikel jernih.
Ukuran vesikel bervariasi dari yang sulit dilihat, berdiameter sampai beberapa

30

sentimeter dan sering berkelompok kelompok menggantung pada tangkai kecil.


Temuan Histologik ditandai oleh:1
- Degenerasi hidrofobik dan pembengkakan Stroma Vilus
- Tidak adanya pembuluh darah di vilus yang membengkak
- Proliferasi epitel trofoblas dengan derajat bervariasi
- Tidak adanya janin dan amnion.
b. Mola Hidatidosa Parsial
Apabila perubahan hidatidosa bersifat fokal dan kurang berkembang, dan
mungkin tampak sebagai jaringan janin. Terjadi perkembangan hidatidosa yang
berlangsung lambat pada sebagian villi yang biasanya avaskular, sementara villi
villi berpembuluh lainnya dengan sirkulasi janin plasenta yang masih berfungsi
tidak terkena.1

4. Gejala dan tanda


Pada permulaannya gejala mola hidatidosa tidak seberapa berbeda dengan
kehamilan biasa yaitu mual, muntah, pusing dan lain-lain hanya saja derajat keluhannya
sering lebih hebat. Selanjutnya perkembangan lebih pesat sehingga pada umumnya besar
uterus lebih besar dari umur kehamilan. Ada pula kasus-kasus yang uterusnya lebih kecil
atau sama besar walaupun jaringannya belum dikeluarkan. Dalam hal ini perkembangan
jaringan trofoblas tidak begitu aktif sehingga perlu dipikirkan kemungkinan adanya jenis
dying mole.4
Perdarahan merupakan gejala utama mola. Biasanya keluhan perdarahan inilah
yang menyebabkan mereka datang kerumah sakit. Gejala perdarahan ini biasanya terjadi
antara bulan pertama sampai ketujuh dengan rata-rata 12-14 minggu. Sifat perdarahan
bisa intermitten sedikit-sedikit atau sekaligus banyak sehingga menyebabkan syok atau
kematian. Karena perdarahan ini umumnya pasien mola masuk dalam keadaan anemia.4
Seperti juga pada kehamilan biasa mola hidatidosa bisa disertai dengan
preeklampsia hanya perbedaannya adalah bahwa preeklampsia pada mola terjadinya lebih
muda daripada kehamilan biasa. Penyulit lain akhir-akhir ini banyak dipermasalahkan
adalah tirotoksikosis. Maka, Marta adisoebrata menganjurkan agar tiap kasus mola

31

hidatidosa dicari tanda-tanda tirotoksikosis secara aktif seperti kita selalu mencari tandatanda preeklampsia pada tiap kehamilan biasa. Biasanya penderita meninggal karena
krisis tiroid.4
Penyulit lain yang mungkin terjadi ialah emboli sel trofoblas ke paru-paru.
Sebetulnya pada tiap kehamilan selalu ada migrasi sel trofoblas ke paru-paru tanpa
memberikan gejala apa-apa. Akan tetapi, pada mola kadang-kadang jumlah sel trofoblas
ini sedemikian banyak sehingga dapat menimbulkan emboli paru-paru akut yang biasa
menyebabkan kematian.4
Mola hidatidosa sering disertai dengan kista lutein baik unilateral maupun
bilateral. Umumnya kista ini menghilang setelah jaringan mola dikeluarkan, tetapi ada
juga kasus-kasus dimana kista lutein baru ditemukan pada waktu follow up. Dengan
demikian klinis insiden kista lutein lebih kurang 10,2% tetapi bila menggunakan USG
angkanya meningkat hingga 50%. Kasus mola dengan kista lutein mempunyai risiko 4
kali lebih besar untuk mendapat degenerasi keganasan dikemudian hari daripada kasuskasus tanpa kista.4
Gejala yang biasanya terjadi adalah : Amenore dan tanda tanda kehamilan.
Perdarahan pervaginam dari bercak sampai perdarahan berat. Merupakan gejala utama
dari mola hidatidosa, sifat perdarahan bisa intermiten selama berapa minggu sampai
beberapa bulan sehingga dapat menyebabkan anemia defisiensi besi. Uterus sering
membesar lebih cepat dari biasanya tidak sesuai dengan usia kehamilan. Tidak dirasakan
tanda tanda adanya gerakan janin maupun ballottement. Hiperemesis, Pasien dapat
mengalami mual dan muntah cukup berat.Preeklampsia dan eklampsia sebelum minggu
ke 24. Keluar jaringan mola seperti buah anggur, yang merupakan diagnosa pasti dan
Tirotoksikosis.1

5. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
(1). Quantitative beta-HCG
Kadar HCG lebih dari 100,000 mIU/mL mengindikasikan

32

pertumbuhan trofoblas yang berlebihan (exuberant trophoblastic


growth) dan dugaan adanya kehamilan mola haruslah disingkirkan.
Kadar HCG pada kehamilan mola biasanya normal.1
(2). Hitung darah lengkap dengan trombosit (complete blood cell count
with platelets)
Anemia merupakan komplikasi medis yang umum terjadi, sebagai
perkembangan (development) dari proses koagulopati.1
(3). Fungsi pembekuan (clotting function)
Tes ini dilakukan untuk menyingkirkan dugaan adanya komplikasi
akibat proses perkembangan koagulopati.1
(4). Tes fungsi hati (Liver function test)
(5). Blood urea nitrogen (BUN) dan kreatinin
(6). Thyroxin
Meskipun wanita dengan kehamilan mola secara klinis biasanya
euthyroid, namun kadar plasma thyroxin biasanya naik di atas nilai
normal wanita dengan kehamilan normal. Di samping itu, gejala
hyperthyroidism dapat terjadi. Serum inhibin A dan activin A.1
b. Pencitraan (Imaging Studies)
Ultrasonography (USG) merupakan baku emas (criterion standard) untuk
mengidentifikasi kehamilan mola, baik lengkap maupun parsial. Gambaran klasik
mola adalah adanya pola badai salju (snowstorm pattern) yang mengindikasikan
vili korionik hidrofik.
Sementara USG yang high-resolution mampu menunjukkan suatu massa
intrauterine complex yang berisi banyak kista kecil (small cysts). Sekali diagnosis
kehamilan mola (molar pregnancy) ditegakkan, maka suatu tindakan baseline
chest radiograph seperti rontgen dada haruslah dilakukan. Paru-paru merupakan
tempat metastasis (penyebaran) primer untuk tumor trofoblas ganas (malignant
trophoblastic tumor).

33

Gambar 8. USG menunjukkan pembesaran yang berisi massa echogenic luas (lingkaran kuning) dengan
ruang anechoic luas (kistik) yang ditunjuk oleh (garis hijau). 17

Gambar 9. USG menunjukkan complete hydratiform mole(CHM) pada kehamilan 7 minggu. 18

34

Gambar 10. USG transversal dari kehamilan trimester dua menunjukkan complete
hydratiform mole(CHM) dimana kavum endometrial distensi dengan kista anechoic berukuran
bervariasi.18

Gambar 11. USG transversal dari kehamilan trimester dua menunjukkan complete
hydratiform mole(CHM). Ditandai penahanan massa konsepsi yang meniru mola hilatidosa. 18

35

Gambar 12. USG transversal menunjukkan partial hydratiform mole (PHM) pada kehamilan 16 minggu. Gambar
menunjukkan jaringan fetus di bagian kiri serta jaringan plsenta disekitar dinding posterior uterus di garis tengah
dan banyak kista kecil yang menggantinkan jaringan plasenta di sebelah kanan. 18

c. Penemuan Histologis (Histologic Findings)


(1). Mola lengkap (complete mole)
Tidak tampak jaringan janin (fetal tissue), namun terlihat jelas
proliferasi trofoblas yang berat (severe trophoblastic proliferation),
hydropic villi, dan kromosom 46,XX atau 46,XY. Sebagai tambahan,
mola lengkap menunjukkan overexpression dari beberapa faktor
pertumbuhan (growth factors), termasuk cmyc, faktor pertumbuhan
epidermal, dan c-erb B-2. Hal itu tidak dijumpai pada plasenta
normal.1
(2). Mola parsial (partial mole)
Terlihat jaringan janin (fetal tissue), amnion, sel-sel darah merah janin,
vili hidrofik, dan proliferasi trofoblas. Gambaran khas mola hidatidosa
parsial memiliki empat gambaran khas:
36

(a) Vili korialis dari berbagai ukuran dengan degenerasi hidropik,


kavitasi, dan hiperplasi trofoblas.
(b) Scalloping yang berlebihan dari vili.
(c) Inklusi stroma trofoblas yang menonjol.
(d) Ditemukan jaringan embrionik atau janin.1
6. Penatalaksanaan
Pengelolaan mola hidatidosa dapat terditi atas 4 tahap berikut ini yaitu :
a. Perbaikan keadaan umum
Yang termasuk usaha ini misalnya pemberian transfusi darah untuk
memperbaiki syok atau anemia dan menghilangkan atau mengurangi penyulit
seperti preeklampsia atau tiroksikokosis.4
b. Pengeluaran jaringan mola
Ada 2 cara yaitu :
o Vakum kuretase
Setelah keadaan umum diperbaiki dilakukan vakum kuretase tanpa
pembiusan.Untuk memperbaiki kontraksi diberikan pula uterotonika.Vakum
kuretase dilanjutkan dengan kuretase dengan menggunakan sendok kuretase
biasa yang tumpul.Tindakan kuret cukup dilakukan 1 kali saja asal
bersih.Kuret kedua hanya dilakukan bila ada indikasi.Sebelum tindakan kuret
sebaiknya disediakan darah untuk menjaga bila terjadi perdarahan yang
banyak.4
o Histerektomi
Tindakan ini dilakukan pada perempuan yang telah cukup umur dan
cukup mempunyai anak.Alasan untuk melakukan histerektomi adalah karena
umur tua dan paritas tinggi merupakan faktor predisposisi untuk terjadinya
keganasan.Batasan yang dipakai adalah umur 35 tahun dengan anak hidup
tiga. Tidak jarang bahwa pada sediaan histerektomi bila dilakukan
pemeriksaan histopatologik sudah tampak adanya tanda-tanda kegansan
berupa mola invasif/kariokarsinoma.4
c. Pengawasan Lanjutan
Untuk mencegah dan mengobati

sedini

mungkin

bila

terjadi

choriocarcinoma, maka seseorang pasien pasca evakuasi mola masih harus


melakukan follow up ketat, biasanya sampai 1 tahun. Setelah ada hasil patologi
37

anatomi, pasien diperiksa darahnya 4-6 minggu pasca kuret. Bila kadar beta HCG
pasca kuret sudah normal atau pasca suntik metotreksat kadar kembali normal maka
cukup dilakukan follow dengan pemeriksaan kadar beta HCG secara berkala,
periodenya makin lama makin jarang sampai 1 tahun dengan kadar normal barulah
pasien tersebut dinyatakan sembuh dan diijinkan hamil lagi bila pasien mau.10
Pemeriksaan kadar HCG diselenggarakan setiap minggu sampai kadar
menjadi negatif selama 3 minggu dan selanjutnya setiap bulan selama 6 bulan
sampai kadar HCG menjadi negatif. Apabila kadar HCG tidak turun dalam 3
minggu berturut-turut atau malah naik maka dapat diberi kontrasepsi kecuali jika
penderita menghendaki dilakukan histerektomi.10

38

DAFTAR PUSTAKA
1. Djakobus, Prof. Dr. 2004. Perdarahan Selama Kehamilan. Medan: Bagian
Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
2. Bangun R. Karakteristik Ibu Penderita Kehamilan Ektopik Terganggu (KET) di
Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan. [cited 27 Agustus 2015].
Available at : www.repository.usu.ac.id/.../1/09E00840.pdf
3. Sinaga E. Hubungan Karakteristik Ibu Hamil dengan Kejadian Abortus di Puskesmas
Jorlang Huluan Kecamatan Pematang Sidamanik Kabupaten Simalungun. [cited 27
Agustus 2015]. Available at :www.uda.ac.id/jurnal/.../elvipson%20sinaga
4. Mochtar, Prof. Dr. Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri; Obstetri Fisiologi Obstetri
Patologi Edisi 2. Jakarta: EGC.
5. Winkjosastro, H. Saifuddin AB. Rachimhadhi T. 2005. Ilmu Kandungan Edisi 2.
Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
6. Chan.P, Johnson.S.Current clinical strategies in gynecology and
obstetrics.2004 Edition. New York ; 2004.
7. Cynthia SL. Wagey FW. Loho MF. Tinjauan Kasus Kehamilan Ektopik di BLU RSUP
Manado.

[cited

27

Agustus

2015].

Available

at

www.ejournal.unsrat.ac.id/index.php/.../935
8. Hadisaputra W. Cornual Ectopic Pregnancy Case : Diagnosis, Etiology and its
Management.

[cited

27

Agustus

2015].

Available

at :www.mji.ui.ac.id/jurnal/index.php/mji/327
9. Vicken P Sepilian,. Ectopic Pregnancy . ( jurnal on internet ) 2014.
citied

on

27

Agustus

2015

Availabe

on

http://emedicine.medscape.com/article/2041923overview#aw2aab6b2b2
10. Cunninghan FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, , Gilstrap LC, ,
Wenstrom KD. Wiliiams obstetrics. 22nd Edition. United State Of
America: Medical Publishing Division_2006.
11. Cunningham, F Gary. et all. 2007. Obstetri Williams 23rd ed. USA :
The McGraw-Hill Companies, Inc
12. Barnhart, Kurt T. Ectopic pregnancy. [jurnal on internet] 2009.
[citied

on

Agustus

2015]:

[379-387].

Available

from:

URL:http://www.nejmcp0810384.pdf
39

13. Chan.P, Johnson.S.Current clinical strategies in gynecology and


obstetrics.2004 Edition. New York ; 2004. pg180-184
14. Murth N.A, Bhat. A. Kalynpur,. Ectopic pregnancy.[jurnal on
internet] 2008. [citied on 27 Agustus 2015]: [132-137]. Available
from: URL: http://www.jhk-collradiol.com
15. Chudleigh T, Thilaganathan B. Obstetric ultrasound.3rd Edition.
Elesevier Churchill Livingstone: Los Angles; 2006. Chapter 4 pg 5157.
16. Petignant P. Billieux MH. Blouin JL. Dahoun S. Vassilakos P. is Genetic Analysis
Useful in the Routine Management of Hydatidiform Mole. [cited on Agustus 2015].
Available at : www.humrep.oxfordjurnals.org/.../2/243.lama
17. Mae pianna, Peachy MSIV. Hydatiform Molle. [article on internet]
2010.

[cited

on

27

Agustus

2015].

Available

from:

http//www.learningradiology.com/archives.2010/
18. D Mott, MD, FRCPC, Daniel. .[jurnal on internet] 2015. [citied on 28
Agustus 2015]:
Available from : http://emedicine.medscape.com/article/405778overtime#a1

40

Anda mungkin juga menyukai