Anda di halaman 1dari 45

BAGIAN BEDAH

LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN

MARET 2016

UNIV. MUHAMMADIYAH MAKASSAR

KOLELITIASIS DAN KOLEDOKOLITIASIS

OLEH :
ST.MAHDIAH ANDINI S., S.Ked

PEMBIMBING :
dr. Lukman Yasta, Sp.B

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU BEDAH FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
MAKASSAR
2016
1

HALAMAN PENGESAHAN
Yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama

: ST.MAHDIAH ANDINI S.

NIM

: 10542 0237 10

Laporan kasus : KOLELITIASIS DAN KOLEDOKOLITIASIS

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada Bagian Bedah Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Makassar.

Makassar, Maret 2016

Pembimbing

dr.Lukman Yasta,Sp.B

Mahasiswa

St.Mahdiah Andini S.Ked

Kata Pengantar

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan hidayahnya
sehingga saya dapat menyelesaikan karya tulis ini. Karya tulis berjudul Kolelitiasis dan
Koledokolitiasis ini dibuat dengan tujuan sebagai salah satu syarat kelulusan dalam
Kepaniteraan Klinik Bedah. Dalam pembuatan karya tulis ini, saya mengambil referensi dari
literatur dan jaringan internet.
Saya mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada pembimbing saya,
dr.Lukman Yasta Sp,B yang telah memberikan bimbingannya dalam proses penyelesaian
karya tulis ini, juga untuk dukungannya baik dalam bentuk moril dalam mencari referensi
yang lebih baik.
Selain itu, saya juga mengucapkan terimakasih kepada teman-teman saya yang berada
dalam satu kelompok kepaniteraan yang sama, atas dukungan dan bantuan mereka selama
saya menjalani kepaniteraan ini. Pengalaman saya dalam kepaniteraan ini akan selalu menjadi
suatu inspirasi yang unik. Saya juga mengucapkan rasa terimakasih yang mendalam kepada
kedua orangtua saya atas bantuan, dukungan baik secara moril maupun materil, dan kasihnya.
Semoga karya tulis ini dapat bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya.

Penulis,

St.Mahdiah Andini S., S.Ked

DAFTAR ISI
3

Halaman Juduli
Lembar Pengesahan...........................................................................................................ii
Kata Pengantar.................................................................................................................iii
Daftar Isi...........................................................................................................................iv
Laporan Kasus...................................................................................................................1
Resume

....................................................................................................................14

Diskusi

....................................................................................................................16

Daftar Pustaka..................................................................................................................38

LAPORAN KASUS
4

A. IDENTITAS PASIEN :
- Nama
: Tn.H
- No. RM
: 31 49 77
- Tanggal Lahir : 14 05 1969
- Umur
: 47 tahun
- Jenis Kelamin : Laki-laki
- Alamat
: BTN.Jenetalassa Kec.Palangga
- St. Perkawinan: Menikah
- Ruangan
: Perawatan Tulip
- Masuk RS
: 22 - 01 - 2016

B. ANAMNESIS :
- Tipe Anamnesis
: Autoanamnesis
- Keluhan utama
: Nyeri ulu hati
- Riwayat penyakit sekarang :
Pasien masuk RS dengan keluhan nyeri ulu hati sejak kurang lebih 3 bulan yang
lalu. Nyeri dirasakan memberat 2 minggu sebelum masuk rumah sakit. Nyeri
dirasakan hilang timbul, timbul terutama saat pasien batuk. Pasien mengeluh mual
(+), muntah (-). Riwayat demam hilang timbul selama seminggu terakhir. Pasien juga
mengeluh batuk sesekali.
Pasien pernah memeriksakan dirinya ke dokter 2 bulan lalu dengan keluhan nyeri
perut kanan atas dan didiagnosa cholelitiasis.
Riwayat penyakit dahulu

Diabetes melitus
: disangkal
Hipertensi
: disangkal
Alergi
: disangkal
Riwayat penyakit keluarga : tidak ada yang mengalami hal serupa

C. PEMERIKSAAN FISIK :
- Keadaan umum
: Tidak sakit sedang, kesadaran composmentis
- Tanda vital
:
o T : 110/80 mmHg
oN
: 80x/ menit
o P : 20 x/m
oS
: 36,2 OC
- Status Generalis
:
Kepala

Normosefali, tidak ada tanda trauma atau benjolan, muka simetris,

Mata

rambut warna hitam, lurus dan tidak mudah dicabut.


Konjungtiva kiri dan kanan tidak anemis, sclera tidak ikterik pada

Telinga

kedua mata, reflex cahaya +/+.


Bentuk normal, tidak ada secret, cairan. Luka maupun perdarahan,

Hidung

fungsi pendengaran baik.


Bentuk normal, deviasi septum (-) , tidak ada secret pada kedua

Mulut

lubang hidung.
dan Bibir tidak kering dan tidak sianosis, tonsil T1/T1, hiperemis (-)

Tenggorokan
Leher

Tidak tampak benjolan pada leher, Pembesaran KGB (-), deviasi

Thoraks

trakea (-)
Inspeksi :
pada keadaan statis dan dinamis pergerakan dinding dada terlihat
simetris kanan dan kiri, tidak ada yang tertinggal, tidak retraksi.
Pulsasi ictus cordis tidak terlihat.
Palpasi :
massa tumor (-), nyeri tekan (-), krepitasi (-), ictus cordis tidak
teraba.
Perkusi :
Pada lapangan paru didapatkan bunyi sonor kiri dan kanan. Batas
paru belakang kiri Th XI, batas paru belakang kanan TH X, batas
paru hepar di ICS V kanan.
Batas jantung :
Batas atas ICS III kiri
Batas kanan linea parasternalis kanan
Batas kiri linea midclavicularis kiri
Auskultasi :
Bunyi pernapasan vesicular, bunyi tambahan Wh -/- , Rh _+/-,

Abdomen

Bunyi jantung I / II murni regular, bising (-), shouffle (-), thrill (-).
Inspeksi : Abdomen datar, tidak tampak adanya massa.
Auskultasi : Peristaltik usus normal
Palpasi : Teraba lemas, tidak ada defence muscular, hepar dan lien
tidak teraba

Punggung

Perkusi
: Tympani (+)
Tidak terlihat kelainan bentuk tulang belakang, scoliosis (-), dan

Ekstremitas
Alat kelamin

gibbus (-)
Tidak ada kelainan
Tidak dilakukan pemeriksaan
6

Status Lokalisata
Regio Hypochondrium Dextra
- Inspeksi
: Tidak tampak kelainan
- Palpasi
: Nyeri tekan hypochondrium dextra (+)
Murphy sign (+)

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium
Tgl. 22/1/2016
Jenis Pemerikaan
RBC
HGB
HCT

Hasil
4.75x106/uL
15 g/dL
43.3%

MCV

91 pl

MCH
MCHC
PLT
WBC
Glukosa Sewaktu
SGOT
SGPT
Ureum
Kreatinin

31.7 pg
34.7 g/dl
193x 103/uL
6.8 103/mm3
77 mg/dl
207 U/L
286 U/L
22 mg/dl
0.7 mg/dl

Nilai Rujukan
4.505.50 x 106/uL
11 - 17 g/dL
42 52%
84-96 pl
28 34 pg
32 36 g/dl
150-400x 103/uL
5-10 103/mm3
70-140 mg/dl
<37 U/L
< 42 U/L
10-50 mg/dl
0.7-1.3 mg/dl

Tgl 23/1/2016
Jenis Pemerikaan
RBC
HGB
HCT
MCV
MCH
MCHC
PLT
WBC
Alkali Fosfatase
Bilirubun Total
Bilirubin Direct
Bilirubin Indirect
CT/BT

Hasil
6

4.67x10 /uL
14.9 g/dL
42.2%
90 pl
31.8 pg
35.2 g/dl
173x 103/uL
6.1 103/mm3
133 U/L
4.97 mg/dl
4.54 mg/dl
0.43 mg/dl
730/130

Nilai Rujukan
4.505.50 x 106/uL
11 - 17 g/dL
42 52%
84-96 pl
28 34 pg
32 36 g/dl
150-400x 103/uL
5-10 103/mm3
<270 U/L
0-1.10 mg/dl
0-0.25 mg/dl
0-0.75 mg/dl

Tgl 28/1/2016

Jenis Pemerikaan
SGOT
SGPT
HbSAg (Rapid)

Hasil
318 U/L
169 U/L
Non Reaktif

Nilai Rujukan
<37 U/L
< 42 U/L
Non Reaktif

Tgl 30/1/2016
Jenis Pemerikaan
RBC
HGB
HCT

Hasil

MCV

3.69x10 /uL
11.2 g/dL
32.8%
89 pl

MCH
MCHC
PLT
WBC

30.3 pg
34.1 g/dl
148x 103/uL
39 x103/mm3

Nilai Rujukan
4.505.50 x 106/uL
11 - 17 g/dL
42 52%
84-96 pl
28 34 pg
32 36 g/dl
150-400x 103/uL
5-10 x103/mm3

2. Pemeriksaan Radiologi
a. Foto Thorax PA tgl 22/1/2016
-

Corakan bronchovaskular pada kedua paru tampak kasar


Cor, sinus dan diafragma normal
Kesan : Bronchitis

b. USG abdomen Tgl 24/2/2016


- Kesan : Cholelitiasis e.c batu pada CBD
- Usul : CT-Scan abdomen

c. CT Scan Abdomen Tgl 25/1/2016


- Batu pada GB dan CBD disertai dilatasi ductus bilier

E. FOLLOW UP
Tanggal
22-01-

Perjalanan penyakit
Instruksi dokter
S : Pasien masuk RS dengan keluhan nyeri - IVFD RL 20 tpm

2016

ulu hati sejak 3 bulan yang lalu namun baru -Ranitidin 1 amp/12 jm/IV
dirasakan memberat 2 minggu terakhir. -Antrain 1amp/drips/KP
Nyeri dirasakan hilang timbul.

Mual (+). -Curcuma 3x1

Demam hilang timbuh sejak 1 minggu. -EKG, USG abdomen, cek


Batuk sesekali.

alkali fosfatase, BIl.I dan

Riw. Dirawat di RS Poso dengan diagnosa II, CT/BT


cholelitiasis 2 bln yang lalu.
O : TD: 110/80 mmHg, N: 80 xpm
S: 36,2 oC, P: 20 x/m
A : - Pneumonia
- Cholelitiasis
P : -Analgetik
23-01-

-Konsul Bedah
S : Batuk (+), nyeri perut kanan atas (+), - IVFD RL 20 tpm

2016

demam (-), mual (-).

-Ranitidin 1 amp/12 jm/IV

O : TD: 110/80 mmHg, N: 80 xpm,

-Curcuma 3x1

S: 36,5 oC, P: 20 x/m


A : - Pneumonia
- Cholelitiasis
P : Konsul bedah

10

24-01-

S: nyeri perut kanan atas (+), mual (+)

- IVFD RL 20 tpm

2016

O: TD: 120/80 mmHg, N: 80 xpm,

-Ranitidin 1 amp/12 jm/IV

S: 36,4 oC, P: 20 x/m


A: - Pneumonia
- Cholelitiasis

-Curcuma 3x1
-USG abdomen
-Periksa BTA

P: Analgetik, Antiemetik
Konsul bedah

25-01-

S: nyeri perut kanan atas (+), mual (+)

- IVFD RL 20 tpm

2016

O: TD: 120/80 mmHg, N: 80 xpm,

-Ranitidin 1 amp/12 jm/IV

S: 36,4 oC, P: 20 x/m

-Antrain 1 amp/drips/12jm

Regio Hypocondrium Dextra

-Ulsafat 250mg 2x1

Inspeksi : Tidak Tampak kelainan

-Domperidone 10mg 2x1

Palpasi : Tidak teraba hepar, nyeri tekan

-Curcuma 3x1

(+)
A: - Cholelitiasis
P: Cholesistektomy + Choledokolitiasis

26-01-

S: nyeri perut kanan atas (+), mual (-)

- IVFD RL 20 tpm

2016

O: TD: 120/80 mmHg, N: 80 xpm,

- Ceftriaxone 1 amp/12

S: 36,4 oC, P: 20 x/m

jm/IV

Regio Hypocondrium Dextra

-Puasakan

Inspeksi : Tidak Tampak kelainan

-Lapor OK

Palpasi : Tidak teraba hepar, nyeri tekan

-Co.anastesi

(+)

-Informed consent

A: - Cholelitiasis

-Siapkan PRC 2 bag

P: Rencana Cholesistektomy +

-Ranitidin 1 amp/12 jm/IV

Choledokolitiasis tgl 27/1/2016

-Antrain 1 amp/drips/12jm

11

27-01-

S: nyeri perut kanan atas (+), mual (-)

- IVFD RL 20 tpm

2016

O: TD: 140/80 mmHg, N: 80 xpm,

- Ceftriaxone 1 amp/12

S: 36,7 oC, P: 20 x/m

jm/IV

Regio Hypocondrium Dextra

-Puasakan

Inspeksi : Tidak Tampak kelainan

-Lapor OK

Palpasi : Tidak teraba hepar, nyeri tekan

-Co.anastesi

(+)

-Informed consent

A: - Cholelitiasis

-metilprednisolon 3x1

P: Rencana Cholesistektomy +

-Nebulizer combivent

Choledokolitiasis+ T-Tube tgl 28/1/2016

-Curcuma 3x1
-Amlodipin 10mg 1x1
-Candesartan 1x1
-Ranitidin 1 amp/12 jm/IV
-Antrain 1 amp/drips/12jm

28-01-

S: nyeri perut kanan atas (+), mual (+)

- IVFD RL 20 tpm

2016

O: TD: 130/80 mmHg, N: 80 xpm,

- Ceftriaxone 1 amp/12

S: 36,7 oC, P: 20 x/m

jm/IV

Regio Hypocondrium Dextra

-Puasakan

Inspeksi : Tidak Tampak kelainan

-Lapor OK

Palpasi : Tidak teraba hepar, nyeri tekan

-Co.anastesi

(+)

-Informed consent

A: - Cholelitiasis

-Curcuma 3x1

P: Rencana Cholesistektomy +

-Amlodipin 10mg 1x1

Choledokolitiasis + T-Tube tgl 29/1/2016

-Candesartan 1x1

29-01-

S: nyeri post op (+)

- IVFD RL 20 tpm

2016

O: Keadaan umum lemah

- Ceftriaxone 1 amp/12

Terpasang ventilator
TD: 90/60 mmHg, N: 80 xpm,
S: 37,5 oC, P: 20 x/m

jm/IV
-Metrodinazole 1 amp/12
jm/IV

Drain : 5 cc

-Ranitidin 1 amp/12 jm/IV

NGT : 300 cc, hitam

-Ketorolac 1 amp/12

A: - Post op cholesistectomi +

jm/IV
12

Choledokosistectomy +
Choledokoduduostomi
P: -Antibiotik + Analgetik
30-01-

Observasi tanda vital


S: nyeri post op (+)

- IVFD RL 20 tpm

2016

O: Keadaan umum lemah

- Ceftriaxone 1 amp/12

Terpasang ventilator
TD: 110/80 mmHg, N: 80 xpm,
S: 37 oC, P: 20 x/m

jm/IV
-Metrodinazole 1 amp/12
jm/IV

Drain : 5 cc

-Ranitidin 1 amp/12 jm/IV

NGT : 300 cc, hitam

-Ketorolac 1 amp/12

A: -Post op cholesistectomi +

jm/IV

Choledokosistectomy +
Choledokoduduostomi
P: -Antibiotik + Analgetik
31-01-

Observasi tanda vital


S: nyeri post op (+), batuk (+)

- IVFD RL:NaCl

2016

O: Keadaan umum lemah

:D5%(1:1:1)

TD: 130/80 mmHg, N: 80 xpm,

- Ceftriaxone 1 amp/12

S: 36,5 oC, P: 20 x/m

jm/IV

Drain : 5 cc

-Metrodinazole 1 amp/12

NGT : 50 cc, hitam

jm/IV

A: -Post op cholesistectomi +

-Ranitidin 1 amp/12 jm/IV

Choledokosistectomy +

-Ketorolac 1 amp/12

Choledokoduduostomi

jm/IV

P: -Antibiotik + Analgetik

-Lanzoprazole 1 amp/12

Awasi hemodinamik

jm/IV

Rawat luka

-Puasa
-Mobilisasi

13

1-02-

S: nyeri post op (+), batuk (+)

- IVFD RL:NaCl

2016

O: Keadaan umum lemah

:D5%(1:1:1)

TD: 120/80 mmHg, N: 80 xpm,

- Ceftriaxone 1 amp/12

S: 36 oC, P: 20 x/m

jm/IV

Drain : 3 cc

-Metrodinazole 1 amp/12

NGT : 50 cc, hitam

jm/IV

A: -Post op cholesistectomi +

-Ranitidin 1 amp/12 jm/IV

Choledokosistectomy +

-Ketorolac 1 amp/12

Choledokoduduostomi

jm/IV

P: -Antibiotik + Analgetik

-Lanzoprazole 1 amp/12

Awasi hemodinamik

jm/IV

Rawat luka

-Puasa

2-02-

S: nyeri post op (+), batuk (+)

-Mobilisasi
- IVFD RL:NaCl

2016

O: Keadaan umum lemah

:D5%(1:1:1)

TD: 120/80 mmHg, N: 80 xpm,

- Ceftriaxone 1 amp/12

S: 36,3 oC, P: 20 x/m


Drain : 2 cc

jm/IV
-Metrodinazole 1 amp/12

A: -Post op cholesistectomi +

jm/IV

Choledokosistectomy +

-Ranitidin 1 amp/12 jm/IV

Choledokoduduostomi

-Ketorolac 1 amp/12

P: -Antibiotik + Analgetik

jm/IV

Awasi tanda vital

-Lanzoprazole 1 amp/12

Diet bubur saring

jm/IV
-Meropenem 1 gr/12
jam/IV
-Mobilisasi

14

3-02-

S: nyeri post op (+)

- IVFD RL:NaCl

2016

O: Keadaan umum baik

:D5%(1:1:1)

TD: 120/70 mmHg, N: 84 xpm,

- Ceftriaxone 1 amp/12

S: 36,6 oC, P: 20 x/m

jm/IV

Drain : 2 cc

-Metrodinazole 1 amp/12

A: -Post op cholesistectomi +

jm/IV

Choledokosistectomy +

-Ranitidin 1 amp/12 jm/IV

Choledokoduduostomi

-Ketorolac 1 amp/12

P: -Antibiotik + Analgetik

jm/IV

Awasi tanda vital

-Lanzoprazole 1 amp/12

Diet bubur saring

jm/IV
-Meropenem 1 gr/12
jam/IV
-Mobilisasi
-Aff NGT
-Dulcolax supp II

4-02-

S: nyeri post op (+)

-Pindah ruangan
-Aff infus

2016

O: Keadaan umum baik

-obat oral

TD: 120/70 mmHg, N: 84 xpm,

-Levofloxacin 2x500mg

S: 36,5 oC, P: 20 x/m

-Asam mefenamat 3x1

Drain : 2 cc

-Metrodinazole 3x500 mg

A: -Post op cholesistectomi +

-Ranitidin 3x1

Choledokosistectomy +

-Mobilisasi

Choledokoduduostomi

-Aff kateter

P: -Antibiotik + Analgetik
Diet bubur saring

15

5-02-

S: nyeri post op (+)

-Levofloxacin 2x500mg

2016

O: Keadaan umum baik

-Asam mefenamat 3x1

TD: 120/80 mmHg, N: 74 xpm,

-Metrodinazole 3x500 mg

S: 36,2 oC, P: 20 x/m

-Ranitidin 3x1

Drain : 2 cc

-Mobilisasi

A: -Post op cholesistectomi +

-Aff drain

Choledokosistectomy +
Choledokoduduostomi
P: -Antibiotik + Analgetik
6-02-

Diet bubur biasa


S: nyeri post op (+)

-Levofloxacin 2x500mg

2016

O: Keadaan umum baik

-Asam mefenamat 3x1

TD: 120/70 mmHg, N: 78 xpm,

-Metrodinazole 3x500 mg

S: 36 oC, P: 18 x/m

-Ranitidin 3x1

Regio Hypocondrium Dextra

-Mobilisasi

Inspeksi : Tampak verban

-Boleh pulang

Palpasi : Nyeri tekan (+)


A: -Post op cholesistectomi +
Choledokosistectomy +
Choledokoduduostomi
P: -Antibiotik + Analgetik
Diet bubur biasa
F. RESUME
Pasien masuk RS dengan keluhan nyeri ulu hati sejak kurang lebih 3 bulan yang
lalu. Nyeri dirasakan memberat 2 minggu sebelum masuk rumah sakit. Nyeri dirasakan
hilang timbul, timbul terutama saat pasien batuk. Pasien mengeluh mual (+), muntah (-).
Riwayat demam hilang timbul selama seminggu terakhir. Pasien juga mengeluh batuk
sesekali.
Pasien pernah memeriksakan dirinya ke dokter 2 bulan lalu dengan keluhan nyeri
perut kanan atas dan didiagnosa cholelitiasis.
Pada pemeriksaan lokalisata regio hypochondrium kanan tidak tampak adanya
kelainan, pada palpasi tidak terdapat pembesaran hepar, nyeri tekan (+), murphy sign (-).
Pada pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan SGOT,SGPT, bilirubin total dan
bilirubin direct. Pada pemeriksaan radiologi, USG didapatkan kesan batu pada GB dan
16

CBD begitu pula pada pemeriksaan CT Scan didapatkan kesan batu pada GB dan CBD
disertai dilatasi ductus bilier.

G. DIAGNOSIS
- Diagnosis Kerja
Cholelitiasis + choledokolitiasis.
H. LAPORAN OPERASI
Nama

: Tn.H

Umur

: 47 thn

Tgl Operasi

: 24 / 1/ 2016

Operator

: dr.Lukman yasta Sp.B

Diagnosa pre operatif

: Cholelitiasis + Choledocolitiasis

Diagnosa post operatif

: Cholelitiasis + Choledocolitiasis

Tindakan operasi

: Cholesistectomi + Choledokosistectomy+
Choledokoduduostomi

Laporan operasi
-

Posisi supine dengan GA


Desinfeksi
Drapping
Insisi kulit ke mediana satu jari dibawah xyphoid sampai umbilikus, perdalam

sampai peritoneum
Buka peritoneum
Eksplorasi organ intra abdominal
Teraba batu di vesica fellea dan distal CBD
Dilakukan Cholesistektomi secara retrograde
Ductus choledocus dibuka, spoeling dengan NaCl keluar batu dari CBD dan batu

agak besar tertahan di CBD


Insisi di CBD diperlebar ke distal, ternyata arteri gastroduodenal terjadi robekan,

preservasi perdarahan dan dilakukan ligase.


Spoeling dilanjutkan, batu di CBD dapat diangkat
Kemudian dilakukan bypass choledocoduodenostomy
Kontrol perdarahan
Cuci NaCl rongga peritoneum sampai bersih
Pasang drain
Tutup luka operasi
Operasi selesai dengan penyulit perdarahan.

17

Komplikasi Pasca Operasi


-

Perdarahan
Infeksi (cholangitis)
Striktur
Bocornya anastomose

Instruksi pasca bedah


-

IVFD RL 20 tpm
Ceftriaxone 1 gr/ 12 jam/ IV
Metrodinazole 500 mg/ 8 jam/IV
Kalnex 1 amp/ 8 jam/IV
Ranitidin 1 amp/ 8 jam/IV
Awasi tanda-tanda vital
Puasa 2 x24 jam
Rawat ICU

DISKUSI
PENDAHULUAN
Penyakit batu kandung empedu merupakan penyakit yang sudah
dikenal lama.. Batu empedu awalnya merupakan penyakit yang sering
dijumpai di negara barat dan jarang di negara berkembang. Tetapi
dengan membaiknya keadaan sosial ekonomi, perubahan menu diet
ala Barat, serta perbaikan sarana diagnosis khususnya ultrasonografi,
prevalensi

penyakit

empedu

di

negara

berkembang

termasuk

Indonesia cenderung meningkat.1


Kolelitiasis merupakan adanya batu empedu atau batu yang terdapat dalam
kandung empedu disebut kolelitiasis dan batu yang terdapat dalam saluran empedu
(ductus choledochus) disebut koledokolitiasis.1
Sinonim kolelitiasis adalah batu empedu, gallstones, biliary calculus. Namun istilah
kolelitiasis lebih dimaksudkan untuk pembentukan batu di dalam kandung empedu. Batu
kandung empedu merupakan gabungan beberapa unsur yang membentuk suatu material
mirip batu yang terbentuk di dalam kandung empedu.1
Prevalensi penyakit batu kandung empedu pada suku Indian di
Amerika Serikat mencapai tingkat yang tinggi yaitu sekitar 40-70%. Di
Amerika Serikat insiden batu empedu diperkirakan 20 juta orang,
18

dengan 70% diantaranya didominasi oleh batu kolesterol dan 30%


sisanya terdiri dari batu pigmen dan komposisi yang bervariasi,
sedangkan di Asia prevalensi berkisar antara 3-15%.1
Di Indonesia angka kejadian penyakit batu kandung empedu
diduga tidak berbeda jauh dengan angka di Negara lain yang ada di
Asia Tenggara. Berdasarkan penelitian di RSCM Jakarta dari 51 pasien
dibagian Hepatologi ditemukan 73% pasien yang menderita penyakit
batu empedu pigmen dan batu kolesterol pada 275 pasien.1
Prevalensi penderita penyakit batu kandung empedu meningkat
sehubungan dengan usia dan dua kali lebih tinggi pada wanita
dibanding pria. Perbedaan gender ini karena faktor hormone estrogen
yang meningkatkan sekresi kolesterol empedu. Proses kehamilan
meningkatkan resiko batu empedu karena terjadinya gangguan pada
proses pengosongan kandung empedu. Gangguan pada proses ini
disebabkan oleh penggabungan pengaruh antar hormone estrogen
dan hormone progesterone. Akibat penggabungan ini meningkatkan
hipersekresi

kolesterol

ke

dalam

empedu

yang

mempengaruhi

pembentukan batu empedu.1


Batu empedu yang mengandung material kristal atau amorf
dapat mempunyai berbagai macam bentuk. Batu ini dibentuk di dalam
vesika felea. Empedu terdiri dari larutan netral dari garam empedu
yang terikat (conjugated bile salts) dalam bentuk batrium, kolesterol,
fosfolipid dan pigmen empedu.2,3
A. Anatomi
Kandung empedu (Vesica fellea) adalah kantong berbentuk buah pear yang
terletak pada permukaan visceral hepar, panjangnya sekitar 46 cm. Kapasitasnya sekitar
30-60 cc dan dalam keadaan terobstruksi dapat menggembung sampai 300 cc. Vesica
fellea dibagi menjadi fundus, corpus dan collum. Bagian fundus umumnya menonjol
sedikit keluar tepi hati, dibawah lengkung iga kanan, ditepi lateral m.rectus abdominis.
Sebagian besar korpus menempel dan tertanam didalam jaringan hati. Kandung empedu
tertutup seluruhnya oleh peritoneum visceral, tetapi infundibulum kandung empedu tidak
terfiksasi kepermukaan hati oleh lapisan peritoneum. Apabila kandung empedu
19

mengalami distensi akibat bendungan oleh batu, bagian infundubulum menonjol seperti
kantong yang disebut kantong Hartmann.4
Duktus sistikus panjangnya 1-2 cm dengan diameter 2-3 mm. dinding lumennya
mengandung katup berbentuk spiral disebut katup spiral Heister, yang memudahkan
cairan empedu mengalir masuk kedalam kandung empedu, tetapi menahan aliran
keluarnya.4
Saluran empedu ekstrahepatik terletak didalam ligamentum hepatoduodenale
yang bats atasnya porta hepatis, sedangkan batas bawahnya distal papilla Vater. Bagian
hulu saluran empedu intrahepatik berpangkal dari saluran paling kecil yang disebut
kanalikulus empedu yang meneruskan curahan sekresi empedu melalui duktus
interlobaris keduktus lobaris, dan selanjutnya keduktus hepatikus dihilus.4
Panjang duktus hepatikus kanan dan kiri masing-masing antara 1-4 cm. panjang
duktus hepatikus komunis sangat bervariasi, bergantung pada letak muara duktus
sistikus. Duktus koledokus berjalan dibelakang duodenum menembus jaringan pancreas
dan dinding duodenum membentuk papilla Vater yang terletak disebelah medial dinding
duodenum. Ujung distalnya dikelilingi oleh otot sfingter Oddi, yang mengatur aliran
empedu kedalam duodenum. Duktus pankreatikus umumnya bermuara ditempat yang
sama dengan duktus koledokus didalam papilla Vater, tetapi dapat juga terpisah.4
Pembuluh arteri kandung empedu adalah arteri cystica, cabang arteri hepatica
kanan. Vena cystica mengalirkan darah lengsung kedalam vena porta. Sejumlah arteri
yang sangat kecil dan venavena juga berjalan antara hati dan kandung empedu.4
Pembuluh limfe berjalan menuju ke nodi lymphatici cysticae yang terletak dekat
collum vesica fellea. Dari sini, pembuluh limfe berjalan melalui nodi lymphatici
hepaticum sepanjang perjalanan arteri hepatica menuju ke nodi lymphatici coeliacus.
Saraf yang menuju kekandung empedu berasal dari plexus coeliacus.4
Sering ditemukan variasi kandung empedu, saluram empedu, dan pembuluh arteri
yang memperdarahi kandung empedu dan hati. Variasi yang kadang ditemukan dalam
bentuk luas ini, perlu diperhatikan para ahli bedah untuk menghindari komplikasi

20

pembedahan, seperti perdarahan atau cedera pada duktus hepatikus atau duktus
koledokus.4

B. Fisiologi
Fungsi kandung empedu, yaitu:

21

a. Tempat menyimpan cairan empedu dan memekatkan cairan


empedu yang ada di dalamnya dengan cara mengabsorpsi air dan
elektrolit.

Cairan

empedu

ini

adalah

cairan

elektrolit

yang

dihasilkan oleh sel hati.6


b. Garam empedu menyebabkan meningkatnya kelarutan kolesterol,
lemak dan vitamin yang larut dalam lemak, sehingga membantu
penyerapannya

dari

usus.

Hemoglobin

yang

berasal

dari

penghancuran sel darah merah diubah menjadi bilirubin (pigmen


utama dalam empedu) dan dibuang ke dalam empedu.6
Kandung empedu mampu menyimpan 40-60 ml empedu.
Diluar waktu makan, empedu disimpan sementara di dalam
kandung empedu. Empedu hati tidak dapat segera masuk ke
duodenum,

akan

tetapi

setelah

melewati

duktus

hepatikus,

empedu masuk ke duktus sistikus dan ke kandung empedu. Dalam


kandung

empedu,

pembuluh

limfe

dan

pembuluh

darah

mengabsorpsi air dari garam-garam anorganik, sehingga empedu


dalam

kandung

empedu

kira-kira

lima

kali

lebih

pekat

dibandingkan empedu hati. Empedu disimpan dalam kandung


empedu selama periode interdigestif dan diantarkan ke duodenum
setelah rangsangan makanan. Pengaliran cairan empedu diatur
oleh 3 faktor, yaitu sekresi empedu oleh hati, kontraksi kandung
empedu, dantahanan sfingter koledokus. Dalam keadaan puasa,
empedu yang diproduksi akan dialih-alirkan ke dalam kandung
empedu. Setelah makan, kandung empedu berkontraksi, sfingter
relaksasi, dan empedu mengalir ke duodenum.6,7
Memakan makanan akan menimbulkan pelepasan hormon
duodenum, yaitu kolesistokinin (CCK), yang merupakan stimulus
utama bagi pengosongan kandung empedu, lemak merupakan
stimulus yang lebih kuat. Reseptor CCK telah dikenal terletak
dalam otot polos dari dinding kandung empedu. Pengosongan
maksimum terjadi dalam waktu 90-120 menit setelah konsumsi
makanan. Empedu secara primer terdiri dari air, lemak, organik,

22

dan elektrolit, yang normalnya disekresi oleh hepatosit. Zat terlarut


organik adalah garam empedu, kolesterol, dan fosfolipid.6,7
Sebelum makan, garam-garam empedu menumpuk di dalam
kandung empedu dan hanya sedikit empedu yang mengalir dari
hati. Makanan di dalam duodenum memicu serangkaian sinyal
hormonal dan sinyal saraf sehingga kandung empedu berkontraksi.
Sebagai akibatnya, empedu mengalir ke dalam duodenum dan
bercampur dengan makanan. Empedu memiliki fungsi, yaitu
membantu pencernaan dan penyerapan lemak, berperan dalam
pembuangan limbah tertentu dari tubuh, terutama hemoglobin
yang berasal dari penghancuran sel darah merah dan kelebihan
kolesterol, garam empedu meningkatkan kelarutan kolesterol,
lemak dan vitamin yang larut dalam lemak untuk membantu
proses penyerapan, garam empedu merangsang pelepasan air
oleh usus besar untuk membantu menggerakkan isinya, bilirubin
(pigmen utama dari empedu) dibuang ke dalam empedu sebagai
limbah dari sel darah merah yang dihancurkan.6
C. Epidemiologi dan Faktor Resiko
Insiden kolelitiasis di negara barat adalah 20% dan banyak
menyerang orang dewasa dan usia lanjut. Angka kejadian di
Indonesia diduga tidak berbeda jauh dengan angka di negara lain di
Asia Tenggara dan sejak tahun 1980-an agaknya berkaitan erat
dengan cara diagnosis dengan ultrasonografi.5
Kolelitiasis dapat terjadi dengan atau tanpa faktor resiko
dibawah ini. Namun, semakin banyak faktor resiko yang dimiliki
seseorang, semakin besar kemungkinan untuk terjadinya kolelitiasis.
Faktor resiko tersebut antara lain:5,7
a. Jenis Kelamin
Wanita mempunyai resiko 3 kali lipat untuk terkena kolelitiasis
dibandingkan dengan pria. Ini dikarenakan oleh hormon esterogen
berpengaruh terhadap peningkatan eskresi kolesterol oleh kandung
empedu. Kehamilan, yang menigkatkan kadar esterogen juga
23

meningkatkan

resiko

terkena

kolelitiasis.

Penggunaan

pil

kontrasepsi dan terapi hormon (esterogen) dapat meningkatkan


kolesterol

dalam

kandung

empedu

dan

penurunan

aktivitas

pengosongan kandung empedu.


b. Usia
Resiko

untuk

bertambahnya

terkena

kolelitiasis

meningkat

usia. Orang dengan usia

>

sejalan

dengan

40 tahun lebih

cenderung untuk terkena kolelitiasis dibandingkan dengan orang


dengan usia yang lebih muda.
c. Berat badan (BMI)
Orang dengan Body Mass Index (BMI) tinggi, mempunyai resiko
lebih tinggi untuk terjadi kolelitiasis. Ini karenakan dengan
tingginya BMI maka kadar kolesterol dalam kandung empedu pun
tinggi, dan juga mengurasi garam empedu serta mengurangi
kontraksi / pengosongan kandung empedu.
d. Makanan
Intake rendah klorida, kehilangan berat badan yang cepat (seperti
setelah operasi gatrointestinal) mengakibatkan gangguan terhadap
unsur kimia dari empedu dan dapat menyebabkan penurunan
kontraksi kandung empedu.
e. Riwayat keluarga
Orang dengan riwayat keluarga kolelitiasis mempunyai resiko lebih
besar dibandingn dengan tanpa riwayat keluarga.
f. Aktifitas fisik
Kurangnya aktifitas fisik berhubungan dengan peningkatan resiko
terjadinya kolelitiasis. Ini mungkin disebabkan oleh kandung
empedu lebih sedikit berkontraksi.
D. Etiologi
Secara pasti penyebab dari batu empedu belum dapat diketahui
secara pasti, namun beberapa pendapat mengemukakan bahwa
faktor kolesterol berpengaruh dalam pembentukan batu empedu.5

24

E. Klasifikasi
Menurut gambaran makroskopis dan komposisi kimianya, batu
empedu di golongkankan atas 3 (tiga) golongan, yaitu:5
a) Batu kolesterol
Berbentuk oval, multifokal atau mulberry dan mengandung lebih
dari 70% kolesterol.
b) Batu kalsium bilirubinan (pigmen coklat)
Berwarna coklat atau coklat tua, lunak, mudah dihancurkan dan
mengandung kalsium-bilirubinat sebagai komponen utama.
c) Batu pigmen hitam
Berwarna hitam atau hitam kecoklatan, tidak berbentuk, seperti
bubuk dan kaya akan sisa zat hitam yang tak terekstraksi.
Batu duktus koledokus diklasifikasikan sebagai primer dan sekunder.
Koledokolitiasis primer adalah batu empedu yang terbentuk di dalam saluran
empedu sedangkan koledokolitiasis sekunder merupakan batu kandung empedu yang
bermigrasi masuk ke duktus koledokus melalui duktus sistikus.5
F. Patofisiologi
a. Batu Kolesterol
Pembentukan batu Kolesterol melalui tiga fase yaitu:5
1. Fase Supersaturasi
Kolesterol, phospolipid (lecithin) dan garam empedu adalah
komponen yang tak larut dalam air. Ketiga zat ini dalam
perbandingan tertentu membentuk micelle yang mudah larut. Di
dalam kandung empedu ketiganya dikonsentrasikan menjadi lima
sampai tujuh kali lipat. Pelarutan kolesterol tergantung dari rasio
kolesterol terhadap lecithin dan garam empedu, dalam keadaan
normal antara 1 : 20 sampai 1 : 30. Pada keadaan supersaturasi
25

dimana kolesterol akan relatif tinggi rasio ini bisa mencapai 1 : 13.
Pada rasio seperti ini kolesterol akan mengendap.
Kadar kolesterol akan relatif tinggi pada keadaan sebagai berikut:

Peradangan dinding kandung empedu, absorbsi air, garam


empedu dan lecithin jauh lebih banyak.

Orang-orang gemuk dimana sekresi kolesterol lebih tinggi


sehingga terjadi supersaturasi.

Diet tinggi kalori dan tinggi kolesterol (western diet).

Pemakaian obat anti kolesterol sehingga mobilitas kolesterol


jaringan tinggi.

Pool asam empedu dan sekresi asam empedu turun misalnya


pada gangguan ileum terminale akibat peradangan atau
reseksi (gangguan sirkulasi enterohepatik).

Pemakaian tablet KB (estrogen) sekresi kolesterol meningkat


dan

kadar

chenodeoxycholat

rendah,

padahal

chenodeoxycholat efeknya melarutkan batu kolesterol dan


menurunkan saturasi kolesterol. Penelitian lain menyatakan
bahwa tablet KB pengaruhnya hanya sampai tiga tahun.
2. Fase Pembentukan inti batu
Inti batu yang terjadi pada fase II bisa homogen atau
heterogen. Inti batu heterogen bisa berasal dari garam empedu,
calcium bilirubinat atau sel-sel yang lepas pada peradangan. Inti
batu yang homogen berasal dari kristal kolesterol sendiri yang
menghadap karena perubahan rasio dengan asam empedu.
3. Fase Pertumbuhan batu menjadi besar

26

Untuk menjadi batu, inti batu yang sudah terbentuk harus


cukup waktu untuk bisa berkembang menjadi besar. Pada
keadaan normal dimana kontraksi kandung empedu cukup kuat
dan sirkulasi empedu normal, inti batu yang sudah terbentuk akan
dipompa keluar ke dalam usus halus. Bila konstruksi kandung
empedu lemah, kristal kolesterol yang terjadi akibat supersaturasi
akan melekat pada inti batu tersebut. Hal ini mudah terjadi pada
penderita Diabetes Mellitus, kehamilan, pada pemberian total
parental nutrisi yang lama, setelah operasi trunkal vagotomi,
karena pada keadaan tersebut kontraksi kandung empedu kurang
baik. Sekresi mucus yang berlebihan dari mukosa kandung
empedu akan mengikat kristal kolesterol dan sukar dipompa
keluar.
Kolesterol normalnya tidak akan mengendap di empedu karena
empedu

mengandung

garam

empedu

terkonjugasi

dan

fosfatidilkolin dalam jumlah cukup agar kolesterol berada di dalam


larutan misel. Jika rasio konsentrasi meningkat, kolesterol dalam
kisaran yang kecil akan tetap berada di dalam larutan misel yang
sangat jenuh. Kondisi yang sangat jenuh ini juga mungkin karena
hati juga menyekresi kolesterol dalam bentuk konsentrasi tinggi di
dalam nucleus vesikel yang berdiameter 50-100 nm. Jika kandungan
kolesterol relative semakin meningkat, akan dibentuk vesikel
multimisel (hingga 1000 nm). Zat ini kurang stabil dan akan
melepaskan kolesterol dan kemudian diendapkan pada lingkungan
cairan dalam bentuk Kristal kolesterol. Penyebab peningkatan rasio
yang penting yaitu :

Peningkatan sekresi kolesterol


Hal

ini

terjadi

(peningkatan

karena

aktifitas

peningkatan

sintesis

3-hidroksi-3-metilglutaril

kolesterol
[HMG]-KoA-

kolesterol reduktase) atau penghambatan esterifikasi kolesterol,

27

misalnya oleh progesteron selama kehamilan (penghambat


asetil-KoA-kolesterol-asetil tranferase [ACAT].

Penurunan sekresi garam empedu


Hal ini terjadi karena penurunan simpanan garam empedu,
seperti pada penyakit Crohn atau setelah reseksi usus atau
karna sekuestrasi garam empedu yang memanjang di kandung
empedu, seperti pada puasa (bahkan pada puasa yang hanya
berlangsung semalam) atau pada pemberian nutrisi parenteral
yang dapat menurunkan sirkulasi enterohepatika garam empedu
sehingga sekresinya ke dalam empedu berkurang.

Penurunan sekresi fosfatidilkolin


Sebagai

penyebab

batu

kolesterol

telah

ditemukan

pada

perempuan chili, yang hidupnya hampir hanya dengan memakan


sayur-sayuran.

28

b. Batu bilirubin/Batu pigmen


29

Batu bilirubin dibagi menjadi dua kelompok yaitu:5,8


1. Batu Calcium bilirubinat (batu infeksi).
2. Batu pigmen murni (batu non infeksi).
Pembentukan batu bilirubin terdiri dari 2 fase yaitu :
(a). Saturasi bilirubin
Pada keadaan non infeksi, saturasi bilirubin terjadi karena
pemecahan eritrosit yang berlebihan, misalnya pada malaria dan
penyakit Sicklecell. Pada keadaan infeksi saturasi bilirubin terjadi
karena konversi konjugasi bilirubin menjadi unkonjugasi yang
sukar

larut.

Konversi

terjadi

karena

adanya

enzim

glukuronidase yang dihasilkan oleh Escherichia Coli. Pada


keadaan normal cairan empedu mengandung glokaro 1,4 lakton
yang menghambat kerja glukuronidase.
(b). Pembentukan inti batu
Pembentukan inti batu selain oleh garam-garam calcium
dan sel bisa juga oleh bakteri, bagian dari parasit dan telur
cacing. Tatsuo Maki melaporkan bahwa 55 % batu pigmen
dengan inti telur atau bagian badan dari cacing ascaris
lumbricoides. Sedangkan Tung dari Vietnam mendapatkan 70 %
inti batu adalah dari cacing tambang.
Sebagian besar terdiri atas kalsium bilirubinat (sekitar 50%)
yang akan memberikan warna hitam atau coklat. Batu hitam juga
mengandung kalsium karbonat dan fosfat, sedangkan batu coklat
juga mengandung stearat, palmitat dan kolesterol. Peningkatan
jumlah bilirubin tidak terkonjugasi dalam empedu, yang hanya larut
dalam misel, merupakan penyebab utama pembentukan pigmen
batu; normalnya empedu hanya mengandung 1-2%. Penyebab
meningkatnya konsentrasi bilirubin tidak terkonjugasi adalah :
30

Peningkatan

pelepasan

hemoglobin,

missal

pada

anemia

hemolitik. Karena jumlah bilirubin yang sangat banyak, proses


konjugasi yang diperantarai oleh glukuronidase di hati tidak

dapat memenuhi kebutuhan.


Penurunan kemampuan konjugasi di hati, misalnya pada sirosis

hati.
Dekonjugasi bilirubin non-enzimatik (terutama monoglukuronat)

di empedu
Dekonjugasi enzimatik (-glukosidase) oleh bakteri.
Dekonjugasi enzimatik hampir selalu merupakan penyebab

batu pigmen coklat. Bakteri juga mendekonjugasi garam empedu


secara

enzimatik

(penurunan

pembentukan

misel

dengan

pengendapan kolesterol) dan melepaskannya melalui fosfolipase A 2,


palmitat dan stearat (dari fosfatidilkolin) yang akan mengendap
sebagai garam kalsium. Batu hitam, terutama dibentuk oleh tiga
mekanisme pertama yang telah disebutkan di atas, disamping
komponen lain juga mengandung kalsium karbonat dan fosfat.
Kalsium karbonat dan fosfat diduga terbentuk karena kemampuan
kandung empedu untuk melakukan pengasaman menurun.

31

Sebagian besar batu dalam duktus koledukus berasal dari batu kandung empedu
yang bermigrasi. Migrasi berhubungan dengan ukuran batu, duktus sitikus dan
koledokus. Batu tersebut dapat terus ke dudenum bila berukuran kecil. Batu yang tinggal
di koledokus akan menumbulkan komplikasi. Pada saat kolesistektomi sekitar 10%
pasien dengan batu kandung empedu juga memiliki batu disaluran empedu, umumnya
pada duktus koledokus atau ductus hepatikus komunis tetapi dapat juga didapatkan di
saluran empedu intrahepatik.5
Di Negara barat, batu di saluran empedu biasanya berasal dari pasase batu daru
kandung empedu. Ukuran duktus sistikus dan ukuran dari batu empedu berpengaruh pada
insiden migrasi batu tersebut. Pada kasus-kasus ini batu di kandung empedu dan di
saluran empedu berasal dari jenis yang sama yakni batu kolesterol atau batu pigmen
hitam, batu ini disebut batu sekunder saluran empedu. Selain dari dari batu yang
bermigrasi dari kandung empedu, batu koledokus dapat pula terbentuk dari awal di
saluran empedu, batu ini disebut batu primer saluran empedu. Biasanya batu ini
terbentuk akibat dari obstruksi bilier parsial karena batu tersisa, striktur traumatic,
kolangitis sklerosing atau kelainan bilier congenital. Infeksi dapat merupakan kejadian
awal.5
Batu ini berwarna coklat, tunggal atau multiple, oval dan menyesuaikan diri
dengan sumbu memanjang dari saluran empedu. Batu ini cenderung terjepit di ampulla

32

Vater. Di asia, terutama asia timur, terdapat insiden batu saluran empedu dan batu
intrahepatik (batu pigmen coklat) yang jauh lebih tinggi dari Negara barat.5

G. Manifestasi Klinis
Penderita batu kandung empedu baru memberi keluhan bila batu tersebut
bermigrasi menyumbat duktus sistikus atau duktus koledokus, sehingga gambaran
klinisnya bervariasi dari yang tanpa gejala (asimptomatik), ringan sampai berat karena
adanya komplikasi.1,2,8
Dijumpai nyeri di daerah hipokondrium kanan, yang kadang-kadang disertai kolik
bilier yang timbul menetap/konstan. Rasa nyeri kadang-kadang dijalarkan sampai di
daerah subkapula disertai nausea, vomitus dan dyspepsia, flatulen dan lain-lain. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan nyeri tekan hipokondrium kanan, dapat teraba pembesaran
kandung empedu dan tanda Murphy positif. Dapat juga timbul ikterus. Ikterus dijumpai
pada 20 % kasus, umumnya derajat ringan (bilirubin < 4,0 mg/dl). Apabila kadar
bilirubin tinggi, perlu dipikirkan adanya batu di saluran empedu ekstra hepatik.2,8
Kolik bilier merupakan keluhan utama pada sebagian besar pasien. Nyeri viseral
ini berasal dari spasmetonik akibat obstruksi transient duktus sistikus oleh batu. Dengan
istilah kolik bilier tersirat pengertian bahwa mukosa kandung empedu tidak
memperlihatkan inflamasi akut.8
Kolik bilier biasanya timbul malam hari atau dini hari, berlangsung lama antara
3060 menit, menetap, dan nyeri terutama timbul di daerah epigastrium. Nyeri dapat
menjalar ke abdomen kanan, ke pundak, punggung, jarang ke abdomen kiri dan dapat
menyerupai angina pektoris. Kolik bilier harus dibedakan dengan gejala dispepsia yang
merupakan gejala umum pada banyak pasien dengan atau tanpa kolelitiasis.8
Batu saluran empedu (BSE) kecil dapat masuk ke duodenum spontan tanpa
menimbulkan gejala atau menyebabkan obstruksi temporer di ampula vateri sehingga
timbul pankreatitis akut dan lalu masuk ke duodenum (gallstone pancreatitis). BSE yang
tidak keluar spontan akan tetap berada dalam saluran empedu dan dapat membesar.
Gambaran klinis koledokolitiasis didominasi penyulitnya seperti ikterus obstruktif,
kolangitis dan pankreatitis.2,8
33

H. Penegakan Diagnosis
Anamnesis
Setengah sampai duapertiga penderita kolelitiasis adalah
asimtomatis. Keluhan yang mungkin timbul adalah dispepsia yang
kadang disertai intoleran terhadap makanan berlemak. Pada yang
simtomatis, keluhan utama berupa nyeri di daerah epigastrium,
kuadran kanan atas atau perikomdrium. Rasa nyeri lainnya adalah
kolik bilier yang mungkin berlangsung lebih dari 15 menit, dan
kadang baru menghilang beberapa jam kemudian. Timbulnya nyeri
kebanyakan perlahan-lahan tetapi pada 30% kasus timbul tiba-tiba.8
Penyebaran nyeri pada punggung bagian tengah, skapula,
atau ke puncak bahu, disertai mual dan muntah. Lebih kurang
seperempat penderita melaporkan bahwa nyeri berkurang setelah
menggunakan antasida. Kalau terjadi kolelitiasis, keluhan nyeri
menetap dan bertambah pada waktu menarik nafas dalam.2,8
Batu duktus koledokus bisa berjalan asimtomatik ke dalam duodenum atau
bisa tetap di dalam batang saluran empedu selama beberapa bulan atau tahun tanpa
menyebabkan gejala. Tetapi koledokolitiasis sering merupakan sumber masalah yang
sangat serius karena kompliaksi mekanik dan infeksi yang mungkin mengancam jiwa.
34

Batu duktus koledokus disertai dengan bakterobiliia dalam lebih dari 75 persen pasien
serta dengan adanya obstruksi saluran empedu, dapat timbul kolangitis akuta.
Walaupun koledokolitiasis sering asimptomatik, sewaktu gejala timbul sering kolik
empedu koledokolitiasis tak dapat dibedakan dari koleslitiasis. Tetapi demam yang
memuncak, kedinginan, dan ikterus menggambarkan adanya batu duktus koledokus
dan kolangitis akuta.8
Pemeriksaan Fisik
Batu kandung empedu
Apabila ditemukan kelainan, biasanya berhubungan dengan
komplikasi, seperti kolesistitis akut dengan peritonitis lokal atau
umum, hidrop kandung empedu, empiema kandung empedu, atau
pankretitis. Pada pemeriksaan ditemukan nyeri tekan dengan
punktum maksimum didaerah letak anatomis kandung empedu.
Tanda Murphy positif apabila nyeri tekan bertambah sewaktu
penderita menarik nafas panjang karena kandung empedu yang
meradang tersentuh ujung jari tangan pemeriksa dan pasien
berhenti menarik nafas..7
Batu saluran empedu
Baru saluran empedu tidak menimbulkan gejala dalam fase
tenang. Kadang teraba hati dan sklera ikterik. Perlu diktahui
bahwa bila kadar bilirubin darah kurang dari 4 mg/dl, gejala
ikterik tidak jelas. Apabila sumbatan saluran empedu bertambah
berat, akan timbul ikterus klinis.7

I. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium

35

Batu kandung empedu yang asimtomatik umumnya tidak


menunjukkan kelainan pada pemeriksaan laboratorium. Apabila
terjadi

peradangan

akut,

dapat

terjadi

leukositosis.. Kadar

bilirubin serum yang tinggi mungkin disebabkan oleh batu di


dalam duktus koledukus. Kadar fosfatase alkali serum dan
mungkin juga kadar amilase serum serta faal hati biasanya
meningkat.7

b. Pemeriksaan radiologis
Foto polos Abdomen
Foto polos abdomen biasanya tidak memberikan gambaran
yang khas karena hanya sekitar 10-15% batu kandung empedu
yang

bersifat

radioopak.

Kadang

kandung

empedu

yang

mengandung cairan empedu berkadar kalsium tinggi dapat dilihat


dengan foto polos. Pada peradangan akut dengan kandung
empedu yang membesar atau hidrops, kandung empedu kadang
terlihat sebagai massa jaringan lunak di kuadran kanan atas yang
menekan gambaran udara dalam usus besar, di fleksura hepatica.7

36

Ultrasonografi (USG)
Ultrasonografi

mempunyai

derajat

spesifisitas

dan

sensitifitas yang tinggi untuk mendeteksi batu kandung empedu


dan pelebaran saluran empedu intrahepatik

maupun ekstra

hepatik. Dengan USG juga dapat dilihat dinding kandung empedu


yang menebal karena fibrosis atau udem yang diakibatkan oleh
peradangan maupun sebab lain. Batu yang terdapat pada duktus
koledukus distal kadang sulit dideteksi karena terhalang oleh udara
di dalam usus. Dengan USG punktum maksimum rasa nyeri pada
batu kandung empedu yang ganggren lebih jelas daripada dengan
palpasi biasa.7

Kolesistografi
Untuk penderita tertentu, kolesistografi dengan kontras
cukup baik karena relatif murah, sederhana, dan cukup akurat
untuk melihat batu radiolusen sehingga dapat dihitung jumlah dan
ukuran batu. Kolesistografi oral akan gagal pada keadaan ileus
paralitik, muntah, kadar bilirubun serum diatas 2 mg/dl, okstruksi
pilorus, dan hepatitis karena pada keadaan-keadaan tersebut
kontras tidak dapat mencapai hati. Pemeriksaan kolesitografi oral
lebih bermakna pada penilaian fungsi kandung empedu.7

37

CT Scan
Menunjukan batu empedu dan dilatasi saluran empedu.7
Magnetic Resonance Cholangio-pancreatography (MRCP)
Magnetic

resonance

cholangio-pancreatography

atau

MRCP adalah modifikasi dari Magnetic Resonance Imaging (MRI),


yang memungkinkan untuk mengamati duktus biliaris dan duktus
pankreatikus. MRCP dapat mendeteksi batu empedu di duktus
biliaris dan juga bila terdapat obstruksi duktus.7

ERCP (endoscopic retrograde cholangiopancreatography)


Merupakan

teknik

yang

menggabungkan

penggunaan

endoskopi dan fluoroskopi untuk mendiagnosa dan mengobati


masalah tertentu dari empedu atau system duktus pancreas,
termasuk batu empedu, penyempitan inflamasi (bekas luka),
kebocoran (dari trauma dan operasi) dan kanker.7

J. Penatalaksanaan
a. Non bedah
Jika tidak ditemukan gejala, maka tidak perlu dilakukan pengobatan. Nyeri
yang hilang-timbul bisa dihindari atau dikurangi dengan menghindari atau
mengurangi makanan berlemak. Selain itu tatalaksana non bedah dapat dilakukan.
Selain itu dapat dilakukan pencegahan kolelitiasis pada orang yang cenderung
memiliki empedu litogenik dengan mencegah infeksi dan menurunkan kadar
kolesterol serum dengan cara mengurangi asupan atau menghambat sintesis
kolesterol. Obat golongan statin dikenal dapat menghambat enzim HMG-CoA
reductase.8

38

1. Disolusi Medis
Disolusi medis sebelumnya harus memenuhi kriteria terapi
non operatif diantaranya batu kolesterol diameternya <20mm
dan batu kurang dari 4 batu, fungsi kandung empedu baik, dan
duktus sistik paten. Meskipun pengalaman masih terbatas, infus pelarut
kolesterol yang poten (Metil-Ter-Butil-Eter (MTBE)) ke dalam kandung
empedu melalui kateter yang diletakkan per kutan telah terlihat efektif dalam
melarutkan batu empedu pada pasien-pasien tertentu. Prosedur ini invasif dan
kerugian utamanya adalah angka kekambuhan yang tinggi (50% dalam 5
tahun).8
2.

Endoscopic

Retrograde

Cholangio

Pancreatography

(ERCP)
Untuk mengangkat batu saluran empedu dapat dilakukan
ERCP terapeutik dengan melakukan sfingterektomi endoskopik.
Teknik ini mulai berkembang sejak tahun 1974 hingga sekarang
sebagai standar baku terapi non-operatif untuk batu saluran
empedu.

Selanjutnya

batu

di

dalam

saluran

empedu

dikeluarkan dengan basket kawat atau balon ekstraksi melalui


muara yang sudah besar tersebut menuju lumen duodenum
sehingga batu dapat keluar bersama tinja. Untuk batu saluran
empedu sulit (batu besar, batu yang terjepit di saluran empedu
atau batu yang terletak di atas saluran empedu yang sempit)
diperlukan beberapa prosedur endoskopik tambahan sesudah
sfingterotomi

seperti

pemecahan

batu

dengan

litotripsi

mekanik dan litotripsi laser.8


3. Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy (ESWL)
ESWL merupakan litotripsi untuk batu empedu dimana dasar terapinya
adalah disintegrasi batu dengan gelombang kejut sehingga menjadi partikel
yang lebih kecil. Pemecahan batu menjadi partikel kecil bertujuan agar
kelarutannya dalam asam empedu menjadi meningkat saat pengeluarannya
melalui duktus sistikus dengan kontraksi kandung empedu juga menjadi lebih
39

mudah. ESWL Sangat populer digunakan beberapa tahun yang


lalu, analisis biaya manfaat pada saat ini memperlihatkan
bahwa prosedur ini hanya terbatas pada pasien yang telah
benar-benar dipertimbangkan untuk menjalani terapi ini.8
b. Bedah
1. Kolesistektomi terbuka
Operasi ini merupakan standar terbaik untuk penanganan pasien dengan
kolelitiasis simptomatik. Komplikasi yang paling bermakna yang dapat terjadi
adalah cedera duktus biliaris yang terjadi pada 0,2% pasien. Angka mortalitas yang
dilaporkan untuk prosedur ini kurang dari 0,5%. Indikasi yang paling umum untuk
kolesistektomi adalah kolik biliaris rekuren, diikuti oleh kolesistitis akut.
Pada kolesistektomi terbuka, insisi dilakukan di daerah subcostal, biasanya
pada kolesistektomi terbuka dilakukan intraoperatif kolangiogram dengan cara
memasukkan kontras lewat kateter kedalam duktus sistikus untuk mengetahui
outline dari saluran bilier, alasan dilakukannya intraoperatif kolangiogram adalah
karena ada kemungkinan 10% terdapat batu pada saluran empedu.5,7

2. Kolesistektomi laparoskopik

40

Kolesistektomi laparoskopik mulai diperkenalkan pada tahun


1990 dan sekarang ini sekitar 90% kolesistektomi dilakukan
secara laparoskopik. Delapan puluh sampai sembilan puluh
persen batu empedu di Inggris dibuang dengan cara ini. Kandung
empedu diangkat melalui selang yang dimasukkan lewat sayatan
kecil di dinding perut. Indikasi pembedahan batu kandung
empedu adalah bila simptomatik, adanya keluhan bilier yang
mengganggu atau semakin sering atau berat. Indikasi lain adalah
yang menandakan stadium lanjut, atau kandung empedu dengan
batu besar, berdiameter lebih dari 2 cm, sebab lebih sering
menimbulkan kolesistitis akut dibanding dengan batu yang lebih
kecil. Kolesistektomi laparoskopik telah menjadi prosedur baku
untuk

pengangkatan

batu

kandung

empedu

simtomatik.

Kelebihan yang diperoleh pasien dengan teknik ini meliputi luka


operasi kecil (2-10 mm) sehingga nyeri pasca bedah minimal.5,7

3. Koledokostomy

41

Dalam koledokostomi, insisi dilakukan pada duktus koledokus


untuk mengeluarkan batu. Setelah batmuu dikeluarkan, biasanya
dipasang sebuah kateter ke dalam duktus tersebut, untuk
drainase getah empedu sampai edema mereda. Kateter ini
dihubungkan dengan selang drainase gravitas. Kandung empedu
yang juga biasanya mengandung batu sehingga koledokostomi
sering dilakukan bersama-sama kolesistektomi.8
4. Kolangiography
Pada pasien dengan batu kandung empedu yang diduga
bersamaan dengan batu duktus biliaris komunis, dapat dilakukan
cholangiography intraoperative pada saat kolesistektomi. Saluran
empedu dieksplorasi menggunakan choledochoscope. Jika batu
duktus

biliaris

komunis

ditemukan,

batu

biasanya

dapat

diekstraksi intraoperative atau dapat dibuat fistula antara saluran


empedu

yang

berdekatan

(choledochoduodenostomy)

yang

memungkinkan batu untuk melewati usus.8


K. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita kolelitiasis:7
a. Obstruksi duktus sistikus
b. Kolik bilier
c. Kolesistitis akut

Empiema

Perikolesistitis

Perforasi

d. Kolesistitis kronis

Hidrop kandung empedu


Empiema kandung empedu
Fistel kolesistoenterik
Ileus batu empedu (gallstone ileus)

42

L. Pencegahan
Pencegahan primer adalah usaha mencegah timbulnya kolelitiasis pada orang sehat
yang memiliki risiko untuk terkena kolelitiasis. Pencegahan primer yang dilakukan
terhadap individu yang memiliki risiko untuk terkena kolelitiasi adalah dengan menjaga
kebersihan makanan untuk mencegah infeksi, misalnya S.Thyposa, menurunkan kadar
kolesterol dengan mengurangi asupan lemak jenuh, meningkatkan asupan sayuran, buahbuahan, dan serat makanan lain yang akan mengikat sebagian kecil empedu di usus
sehingga menurunkan risiko stagnasi cairan empedu di kandung empedu , minum sekitar 8
gelas air setiap hari untuk menjaga kadar air yang tepat dari cairan empedu.7

Lampiran

43

DAFTAR PUSTAKA
1. Ginting S. A description characteristic risk factor of the kolelitiasis
disease in the Colombia asia medan hospital. 2011.p.38-45.
2. Hadi S. Gastrienterologi. Edisi ke-7. Bandung : PT.Alumni
Bandung.2002. hal.402.
3. Sadler TW. Embriologi kedokteran langman. Edisi ke-7. Jakarta :
EGC.1997. hal.255-259.
4. Dharma Adji. Richard Snell. Anatomi Klinik. Edisi ke-3. Jakarta :
EGC.1997.hal. 264-6.

44

5. Schwartz S, Shires G, Spencer F. 2000. Prinsip-prinsip ilmu bedah


(principles of surgery). Edisi 6. Jakarta: EGC
6. Guyton, Hall, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 11, Jakarta :
EGC.2008. hal. 908.
7. Lesmana, L. 2000. Batu empedu. Buku ajar penyakit dalam. Edisi 3.
Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
8. Sjamsuhidajat R, de Jong W. 2005. Buku ajar ilmu bedah. Edisi 2.
Jakarta: EGC.

45

Anda mungkin juga menyukai