Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA DENGAN PASIEN


HALUSINASI DI RUMAH SAKIT JIWA MENUR SURABAYA

ANIK FATIMATUR RUSDIYAH


1120021012

PRODI PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA
2021
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan pendahuluan dan asuhan keperawatan ini dibuat dan disusun sebagai bukti
bahwa mahasiswa di bawah ini telah mengikuti Praktikum Profesi Ners :
Nama Mahasiswa :
NPM :
Kompetensi :
Waktu Pelaksanaan :
Tempat :
Ruang :

Surabaya,

NPM.

Mengetahui,

Kepala Ruangan Pembimbing Klinik

NPP. NPP.

Pembimbing Akademik

NPP.
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Konsep Halusinasi
1. Definisi
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana klien mengalami
perubahan sensori persepsi: merasakan sensori palsu berupa suara, penglihatan,
pengecapan, perabaan atau penghidu (Direja, 2011). Halusinasi adalah gangguan
persepsi sensori tentang suatu objek atau gambaran dan pikiran yang sering terjadi tanpa
adanya rangsangan dari luar yang dapat meliputi semua sistem penginderaan (Dalami,
dkk, 2014). Halusinasi hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan rangsangan
internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia luar). Klien memberi persepsi atau
pendapat tentang lingkungan tanpa ada objek atau rangsangan yang nyata (Kusumawati,
2012).
2. Etiologi
Menurut Stuart (2007) proses terjadinya halusinasi dapat dilihat dari faktor
predisposisi dan faktor presipitasi (Dalami, dkk, 2014):
a. Faktor Predisposisi
Menurut Stuart dan Sudeen faktor presipitasi dapat meliputi (Dalami, dkk, 2014):
1) Biologis
Hal yang dikaji dalam faktor biologis meliputi: Adanya faktor herediter
mengalami gangguan jiwa, adanya resiko bunuh diri, riwayat penyakit atau
trauma kepala, dan riwayat penggunaan Napza. Abnormalitas perkembangan
sistem saraf yang berhubungan dengan respon neurobiologis yang maladaptif
baru mulai dipahami. Ini ditunjukkan oleh penelitian-penelitian berikut:
a) Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak yang lebih
luas dalam perkembangan skizofrenia. Lesi pada daerah frontal, temporal
dan limbik berhubungan dengan perilaku psikotik.
b) Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter yang
berlebihan dan masalah-masalah pada sistem reseptor dopamin dikaitkan
dengan terjadinya skizofrenia.
c) Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukkan
terjadinya atropi yang signifikan pada otak manusia. Pada anatomi otak
klien dengan skizofrenia kronis, ditemukan pelebaran lateral ventrikel,
atropi korteks bagian depan dan atropi otak kecil (cerebellum). Temuan
kelainan anatomi otak tersebut didukung oleh otopsi (post-mortem).
2) Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon dan
kondisi psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan yang dapat
mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah penolakan atau tindakan
kekerasan dalam rentang hidup klien adanya kegagalan yang berulang,
kurangnya kasih sayang, atau overprotektif.
3) Sosial Budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti:
kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana alam) dan
kehidupan yang terisolasi disertai stress.
b. Faktor Presipitasi
Menurut Stuart dan Sudeen faktor presipitasi dapat meliputi (Prabowo, 2014):
1) Biologis Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur
proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak
yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi
stimulus yang diterima oleh otak untuk diinterpretasikan.
2) Stress lingkungan Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap
stressor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
3) Sumber koping Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam
menanggapi stressor.
3. Mekanisme Koping
Perilaku yang mewakili upaya untuk melindungi diri sendiri dari pengalaman yang
menakutkan berhubungan dengan respon neurobiologi termasuk (Dalami, dkk, 2014 ) :
a. Regresi, menghindari stress, kecemasan dan menampilkan perilaku kembali seperti
pada perilaku perkembangan anak atau berhubungan dengan masalah proses
informasi dan upaya untuk menanggulangi ansietas.
b. Proyeksi, keinginan yang tidak dapat ditoleransi, mencurahkan emosi pada orang
lain karena kesalahan yang dilakukan diri sendiri (sebagai upaya untuk menjelaskan
keracunan persepsi).
c. Menarik diri, reaksi yang ditampilkan dapat berupa reaksi fisik maupun psikologis,
reaksi fisik yaitu individu pergi atau lari menghindar sumber stressor, misalnya
menjauhi polusi, sumber infeksi, gas beracun dan lain-lain, sedangkan reaksi
psikologis individu menunjukkan perilaku apatis, mengisolasi diri, tidak berminat,
sering disertai rasa takut dan bermusuhan.

Halusinasi berkembang melalui empat fase, yaitu sebagai berikut (Kusumawati,


2012) :
a. Fase pertama
Disebut juga dengan fase comforting yaitu fase menyenangkan. Pada tahap ini
masuk dalam golongan nonpsikotik.
Karakteristik: klien mengalami stress, cemas, perasaan perpisahan, rasa bersalah,
kesepian yang memuncak, dan tidak dapat diselesaikan. Klien mulai melamun dan
memikirkan hal-hal yang menyenangkan, cari ini hanya menolong sementara.
Perilaku klien: tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan bibir tanpa
suara, pergerakan mata cepat, respon verbal yang lambat jika sedang asyik dengan
halusinasinya dan suka menyendiri.
b. Fase kedua
Disebut dengan fase condemming atau ansietas berat yaitu halusinasi menjadi
menjijikkan. Termasuk dalam psikotik ringan.
Karakteristik: pengalaman sensori menjijikkan dan menakutkan, kecemasan
meningkat, melamun dan berpikir sendiri jadi dominan. Mulai dirasakan ada bisikan
yang tidak jelas. Klien tidak ingin orang lain tahu, dan ia tetap dapat
mengontrolnya.
Perilaku klien : meningkatnya tanda-tanda sistem saraf otonom seperti peningkatan
denyut jantung dan tekanan darah. Klien asyik dengan halusinasinya dan tidak bisa
membedakan realitas.
c. Fase ketiga
Disebut dengan fase controlling atau ansietas berat yaitu pengalaman sensori
menjadi berkuasa. Termasuk dalam gangguan psikotik.
Karakteristik: bisikan, suara, isi halusinasi semakin menonjol, menguasai dan
mengontrol klien. Klien menjadi terbiasa dan tidak berdaya terhadap halusinasinya.
Perilaku klien: kemauan dikendalikan halusinasi, rentang perhatian hanya beberapa
menit atau detik. Tanda-tanda fisik berupa klien berkeringat, tremor dan tidak
mampu mematuhi perintah.
d. Fase keempat
Adalah conquering atau panik yaitu klien lebur dengan halusinasinya. Termasuk
dalam psikotik berat.
Karakteristik: halusinasinya berubah menjadi mengancam, memerintah, dan
memarahi klien. Klien menjadi takut, tidak berdaya, hilang kontrol dan tidak dapat
berhubungan secara nyata dengan orang lain di lingkungan.
Perilaku klien : perilaku teror akibat panik, potensi bunuh diri, perilaku kekerasan,
agitasi, menarik diri atau katakonik, tidak mampu merespon terhadap perintah
kompleks, dan tidak mampu berespon lebih dari satu orang.
4. Rentang Respon
Menurut Stuart dan Laraia (2005, dalam Muhith 2015) halusinasi merupakan salah
satu respon maladaptif individu yang berada dalan rentang respon neurobiologis. Ini
merupakan respon persepsi paling maladaptif. Jika klien sehat, persepsinya akurat
mampu mengidentifikasi dan menginterpretasikan stimulus berdasarkan informasi yang
diterima melalui pancaindra (pendengaran, penglihatan, penghidu, pengecapan,
peraban), klien dengan halusinasi mempersepsikan suatu stimulus pancaindra walaupun
sebenarnya stimulus tersebut tidak ada. Rentang respon tersebut dapat digambarkan
seperti dibawah ini (Muhith, 2015)

Keterangan:
a. Respon adaptif adalah respon yang dapat diterima oleh norma-norma sosial
budaya yang berlaku. Dengan kata lain individu tersebut dalam batas normal jika
menghadapi suatu akan dapat memecahkan masalah tersebut. Respon adaptif
meliputi:
1) Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada kenyataan,
2) Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyataan,
3) Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang timbul dari
pengalaman ahli,
4) Perilaku sesuai adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam batas
kewajaran,
5) Hubungan sosial adalah proses suatu interaksi dengan orang lain dan
lingkungan.
b. Respon psikososial meliputi:
1) Proses pikir terganggu yang menimbulkan gangguan
2) Ilusi adalah miss interprestasi atau penilaian yang salah tentang yang benar-
benar terjadi (objek nyata) karena gangguan panca indra,
3) Emosi berlebihan atau kurang,
4) Perilaku tidak biasa adalah sikap dan tingkah laku yang melebihi batas untuk
menghindari interaksi dengan orang lain,
5) Menarik diri adalah percobaan untuk menghindari interkasi dengan orang
lain, menghindari hubungan dengan orang lain.
c. Respon maladaptif adalah respon indikasi dalam menyelesaikan masalah yang
menyimpang dari norma-norma sosial dan budaya dan lingkungan, adapun respon
maladaptif ini meliputi:
1) Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh dipertahankan
walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan kenyataan
sosial,
2) Halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah atau persepsi eksternal
yang tidak realita atau tidak ada,
3) Kerusakan proses emosi adalah perubahan sesuatu yang timbul dari hati,
4) Perilaku tak terorganisir merupakan perilaku yang tidak teratur,
5) Isolasi sosial adalah kondisi kesendirian yang dialami oleh individu dan
diterima sebagai ketentuan oleh orang lain dan sebagai suatu kecelakaan
yang negatif mengancam.
5. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala gangguan persepsi sensori halusinasi yang dapat teramati sebagai
berikut (Dalami, dkk, 2014) :
a. Halusinasi penglihatan
1) Melirikkan mata ke kiri dan ke kanan seperti mencari siapa atau apasaja
yang sedang dibicarakan.
2) Mendengarkan dengan penuh perhatian pada orang lain yang sedang tidak
berbicara atau pada benda seperti mebel.
3) Terlihat percakapan dengan benda mati atau dengan seseorang yang tidak
tampak.
4) Menggerakan-gerakan mulut seperti sedang berbicara atau sedang menjawab
suara.
b. Halusinasi pendengaran
Adapun perilaku yang dapat teramati yakni:
1) Tiba-tiba tampak tanggap, ketakutan atau ditakutkan oleh orang lain, benda
mati atau stimulus yang tidak tampak.
2) Tiba-tiba berlari keruangan lain.
c. Halusinasi penciuman
Perilaku yang dapat teramati pada klien gangguan halusinasi penciuman adalah:
1) Hidung yang dikerutkan seperti mencium bau yang tidak enak.
2) Mencium bau tubuh.
3) Mencium bau udara ketika sedang berjalan ke arah orang lain.
4) Merespon terhadap bau dengan panik seperti mencium bau api atau darah.
5) Melempar selimut atau menuang air pada orang lain seakan sedang
memadamkan api.
d. Halusinasi pengecapan
Adapun perilaku yang terlihat pada klien yang mengalami gangguan halusinasi
pengecapan adalah:
1) Meludahkan makanan atau minuman.
2) Menolak untuk makan, minum dan minum obat.
3) Tiba-tiba meninggalkan meja makan.
e. Halusinasi perabaan
Perilaku yang tampak pada klien yang mengalami halusinasi perabaan adalah:
1) Tampak menggaruk-garuk permukaan kulit.

Menurut Pusdiklatnakes (2012), tanda dan gejala halusinasi dinilai dari hasil
observasi terhadap klien serta ungkapan klien. Adapun tanda dan gejala klien halusinasi
adalah sebagai berikut :
a. Data Subjektif
Klien mengatakan:
1) Mendengar suara-suara atau kegaduhan,
2) Mendengar suara yang mengajak bercakap-cakap,
3) Mendengar suara menyuruh melakukan sesuatu yang berbahaya,
4) Melihat bayangan, sinar, bentuk geometris, bentuk kartun, melihat hantu dan
monster,
5) Mencium bau-bauan seperti bau darah, urin, feses, kadang-kadang bau itu
menyenangkan,
6) Merasakan rasa seperti darah, urin dan feses,
7) Merasa takutan atau senang dengan halusinasinya.
b. Data Objektif
1) Bicara atau tertawa sendiri,
2) Marah marah tanpa sebab,
3) Mengarahkan telinga kearah tertentu,
4) Menutup telinga,
5) Menunjuk kearah tertentu,
6) Ketakutan kepada sesuatu yang tidak jelas,
7) Mencium sesuatu seperti sedang membaui bau-bauan tertentu,
8) Menutup hidung,
9) Sering meludah,
10) Menggaruk garuk permukaan kulit
6. Penatalaksanaan
Menurut Prabowo (2014) Pengobatan harus secepat mungkin diberikan, disini peran
keluarga sangat penting karena setelah mendapatkan perawatan di RSJ klien dinyatakan
boleh pulang sehingga keluarga mempunyai peranan yang sangat penting didalam hal
merawat klien, menciptakan lingkungan keluarga yang kondusif dan sebagai pengawas
minum obat.
a. Penatalaksanaan Medis
Menurut Muhith (2015) Penatalaksanaan klien skizofrenia yang mengalami
halusinasi adalah dengan pemberian obat-obatan dan tindakan lain.
1) Psikofarmakologis, obat yang lazim digunakan pada gejala halusinasi
pendengaran yang merupakan gejala psikosis pada klien skizofrenia adalah
obat anti psikosis. Adapun kelompok yang umum digunakan adalah:
Kelas Kimia Nama Generik Dosis Harian
Fenotazin Tiodazin (Mellaril) 2-40 mg
Tioksanten Kloprotiksen (Tarctan) 75-600 mg
Tiotiksen (Navane) 8-30 mg
Butirofenon Haloperidol (Haldol) 1-100
Dibenzodiasepi Klozapin (Clorazil) 300-900
n

2) Terapi kejang listrik


Terapi kejang listrik adalah pengobatan untuk menimbulkan kejang
grandmall secara artificial dengan melewatkan aliran listrik melalui electrode
yang dipasang pada satu atau dua temples, terapi kejang listrik dapat diberikan
pada skizofrenia yang tidak mempan dengan terapi neuroleptika oral atau
injeksi dosis terapi kejang listrik 4-5 joule/detik.
b. Penatalaksanaan Keperawatan
1) Penerapan Strategi Pelaksanaan
Menurut Keliat (2007) tindakan keperawatan yang dilakukan adalah:
a) Melatih klien mengontrol halusinasi:
 Strategi Pelaksanaan 1 : menghardik halusinasi
 Strategi Pelaksanaan 2 : menggunakan obat secara teratur
 Strategi Pelaksanaan 3: bercakap-cakap dengan orang lain
 Strategi Pelaksanaan 4 : melakukan aktivitas yang terjadwal
b) Menurut Pusdiklatnakes (2012) tindakan keperawatan tidak hanya
ditujukan untuk klien tetapi juga diberikan kepada keluarga, sehingga
keluarga mampu mengarahkan klien dalam mengontrol halusinasi.
 Strategi Pelaksanaan 1 keluarga: mengenal masalah dalam merawat
klien halusinasi dan melatih mengontrol halusinasi klien dengan
menghardik,
 Strategi Pelaksanaan 2 keluarga: melatih keluarga merawat klien
halusinasi dengan enam benar minum obat,
 Strategi Pelaksanaan 3 keluarga: melatih keluarga merawat klien
halusinasi dengan bercakap-cakap dan melakukan kegiatan,
 Strategi Pelaksanaan 4 keluarga: melatih keluarag memnafaatkan
fasilitas kesehatan untuk follow up klien halusinasi.
2) Psikoterapi dan rehabilitasi
Psikoterapi suportif individual atau kelompok sangat membantu karena
klien kembali ke masyarakat, selain itu terapi kerja sangat baik untuk
mendorong klien bergaul dengan orang lain, klien lain, perawat dan dokter.
Maksudnya supaya klien tidak mengasingkan diri karena dapat membentuk
kebiasaan yang kurang baik, dianjurkan untuk mengadakan permainan atau
latihan bersama, seperti terapi modalitas yang terdiri dari :
a) Terapi Aktivitas
Meliputi : terapi musik, terapi seni, terapi menari, terapi relaksasi,
terapi sosial, terapi kelompok , terapi lingkungan.
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian adalah proses untuk tahap awal dan dasar utama dari proes keperawatan
terdiri drai pengumpulan data dan perumusan kebutuhan atau masalah klien. Data yang
dikumpulkan melalui data biologis, psikologis, sosial dan spiritual. Pengelompokkan
data pengkajian kesehatan jiwa, dapat berupa faktor presipitasi, penilaian terhadap
stressor, sumber koping, dan kemampuan yang dimiliki (Afnuhazi, 2015) :
a. Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelmain, tanggal pengkajian, tanggal dirawat, nomor
rekam medis.
b. Alasan masuk
Alasan klien datang ke RSJ, biasanya klien sering berbicara sendiri, mendengar
atau melihat sesuatu, suka berjalan tanpa tujuan, membanting peralatan dirumah,
menarik diri.
c. Faktor predisposisi
1) Biasanya klien pernah mengalami gangguan jiwa dan kurang berhasil dalam
pengobatan,
2) Pernah mengalami aniaya fisik, penolakan dan kekerasan dalam keluarga,
3) Klien dengan gangguan orientasi besifat herediter,
4) Pernah mengalami trauma masa lalu yang sangat menganggu.
d. Faktor Presipitasi
Stresor presipitasi pada klien dengan halusinasi ditemukan adanya riwayat
penyakit infeksi, penyakt kronis atau kelaina stuktur otak, kekerasan dalam
keluarga, atau adanya kegagalan kegagalan dalam hidup, kemiskinan, adanya
aturan atau tuntutan dalam keluarga atau masyarakat yang sering tidak sesuai
dengan klien serta konflik antar masyarakat.
e. Fisik Tidak mengalami keluhan fisik.
f. Psikososial
1) Genogram
Pada genogram biasanya terlihat ada anggota keluarga yang mengalami
kelainan jiwa, pola komunikasi klien terganggu begitupun dengan
pengambilan keputusan dan pola asuh.
2) Konsep diri
Gambaran diri klien biasanya mengeluh dengan keadaan tubuhnya, ada bagian
tubuh yang disukai dan tidak disukai, identifikasi diri : klien biasanya mampu
menilai identitasnya, peran diri klien menyadari peran sebelum sakit, saat
dirawat peran klien terganggu, ideal diri tidak menilai diri, harga diri klien
memilki harga diri yang rendah sehubungan dengan sakitnya.
3) Hubungan sosial : klien kurang dihargai di lingkungan dan keluarga.
4) Spiritual
Nilai dan keyakinan biasanya klien dengan sakit jiwa dipandang tidak sesuai
dengan agama dan budaya, kegiatan ibadah klien biasanya menjalankan
ibadah di rumah sebelumnya, saat sakit ibadah terganggu atau sangat
berlebihan.
g. Mental
1) Penampilan
Biasanya penampilan diri yang tidak rapi, tidak serasi atau cocok dan berubah
dari biasanya
2) Pembicaraan
Tidak terorganisir dan bentuk yang maladaptif seperti kehilangan, tidak logis,
berbelit-belit.
3) Aktifitas motorik
Meningkat atau menurun, impulsif, kataton dan beberapa gerakan yang
abnormal.
4) Alam perasaan
5) Berupa suasana emosi yang memanjang akibat dari faktor presipitasi misalnya
sedih dan putus asa disertai apatis.
6) Afek : afek sering tumpul, datar, tidak sesuai dan ambivalen. f) Interaksi
selama wawancara Selama berinteraksi dapat dideteksi sikap klien yang
tampak komat-kamit, tertawa sendiri, tidak terkait dengan pembicaraan.
7) Persepsi
Halusinasi apa yang terjadi dengan klien. Data yang terkait tentang halusinasi
lainnya yaitu berbicara sendiri dan tertawa sendiri, menarik diri dan
menghindar dari orang lain, tidak dapat membedakan nyata atau tidak nyata,
tidak dapat memusatkan perhatian, curiga, bermusuhan, merusak, takut,
ekspresi muka tegang, dan mudah tersinggung.
8) Proses pikir
Biasanya klien tidak mampu mengorganisir dan menyusun pembicaraan logis
dan koheren, tidak berhubungan, berbelit. Ketidakmampuan klien ini sering
membuat lingkungan takut dan merasa aneh terhadap klien.
9) Isi pikir
Keyakinan klien tidak konsisten dengan tingkat intelektual dan latar belakang
budaya klien. Ketidakmampuan memproses stimulus internal dan eksternal
melalui proses informasi dapat menimbulkan waham.
10) Tingkat kesadaran
Biasanya klien akan mengalami disorientasi terhadap orang, tempat dan
waktu.
11) Memori
Terjadi gangguan daya ingat jangka panjang maupun jangka pendek, mudah
lupa, klien kurang mampu menjalankan peraturan yang telah disepakati, tidak
mudah tertarik. Klien berulang kali menanyakan waktu, menanyakan apakah
tugasnya sudah dikerjakan dengan baik, permisi untuk satu hal.
12) Tingkat konsentrasi dan berhitung
Kemampuan mengorganisir dan konsentrasi terhadap realitas eksternal, sukar
menyelesaikan tugas, sukar berkonsentrasi pada kegiatan atau pekerjaan dan
mudah mengalihkan perhatian, mengalami masalah dalam memberikan
perhatian.
13) Kemampuan penilaian
Klien mengalami ketidakmampuan dalam mengambil keputusan, menilai, dan
mengevaluasi diri sendiri dan juga tidak mampu melaksanakan keputusan
yang telah disepakati. Sering tidak merasa yang dipikirkan dan diucapkan
adalah salah.
14) Daya tilik diri
Klien mengalami ketidakmampuan dalam mengambil keputusan. Menilai dan
mengevaluasi diri sendiri, penilaian terhadap lingkungan dan stimulus,
membuat rencana termasuk memutuskan, melaksanakan keputusan yang telah
disepakati. Klien yang sama seklai tidak dapat mengambil keputusan merasa
kehidupan sangat sulit, situasi ini sering mempengaruhi motivasi dan insiatif
klien.
h. Kebutuhan persiapan klien pulang
1) Makan
Keadaan berat, klien sibuk dengan halusinasi dan cenderung tidak
memperhatikan diri termasuk tidak peduli makanan karena tidak memiliki
minat dan kepedulian.
2) BAB atau BAK
3) Observasi kemampuan klien untuk BAK atau BAK serta kemampuan klien
untuk membersihkan diri.
4) Mandi : biasanya klien mandi berulang-ulang atau tidak mandi sama sekali.
5) Berpakaian : biasanya tidak rapi, tidak sesuai dan tidak diganti.
6) Observasi tentang lama dan waktu tidur siang dan malam : biasanya istirahat
klien terganggu bila halusinasinya datang.
7) Pemeliharaan kesehatan
Pemeliharaan kesehatan klien selanjutnya, peran keluarga dan sistem
pendukung sangat menentukan.
8) Aktifitas dalam rumah
Klien tidak mampu melakukan aktivitas di dalam rumah seperti menyapu.
i. Aspek medis
1) Diagnosa medis : Skizofrenia
2) Terapi yang diberikan
Obat yang diberikan pada klien dengan halusinasi biasanya diberikan
antipsikotik seperti haloperidol (HLP), chlorpromazine (CPZ), Triflnu perazin
(TFZ), dan anti parkinson trihenski phenidol (THP), triplofrazine arkine.
j. Skema Masalah
k. Pohon Masalah
Menurut Prabowo, (2014) Pohon masalah pada masalah halusinasi dapat
diuraikan sebagai berikut:

l. Diagnosa Keperawatan
Masalah keperawatan yang terdapat pada klien dengan gangguan persepsi
sensori halusinasi adalah sebagai berikut (Dalami, dkk, 2014):
1) Resiko perilaku kekerasan
2) Gangguan persepsi sensori halusinasi
3) Isolasi sosial
m. Intervensi Keperawatan
1) Tindakan keperawatan untuk pasien halusinasi
Tujuan tindakan untuk klien meliputi (Dermawan & Rusdi, 2013):
a) Klien mengenali halusinasi yang dialaminya,
b) Klien dapat mengontrol halusinasinya,
c) Klien mengikuti progam pengobatan secara optimal.
Menurut Keliat (2007) tindakan keperawatan yang dilakukan adalah:
a) Membantu klien mengenali halusinasi
Membantu klien mengenali halusinasi dapat melakukan dengan cara
berdiskusi dengan klien tentang isi halusinasi (apa yang di dengar Effect
Perubahan sensori persepsi : Halusinasi Core problem Cause atau dilihat),
waktu terjadi halusinasi, frekuensi terjadinya halusinasi, situasi yang
menyebabkan halusinasi muncul dan respon klien saat halusiansi muncul
b) Melatih klien mengontrol halusinasi
 Strategi Pelaksanaan 1 : Menghardik halusinasi
Upaya mengendalikan diri terhadap halusinasi dengan cara menolak
halusinasi yang muncul. Klien dilatih untuk mengatakan tidak terhadap
halusinasi yang muncul atau tidak mempedulikan halusinasinya, ini
dapat dilakukan klien dan mampu mengendalikan diri dan tidak
mengikuti halusinasi yang muncul, mungkin halusinasi tetap ada namun
dengan kemampuan ini klien tidak akan larut untuk menuruti apa yang
ada dalam halusinasinya.
Tahapan tindakan meliputi : menjelaskan cara meghardik halusinasi,
memperagakan cara menghardik, meminta klien memperagakan ulang,
memantau penerapan cara ini, menguatkan perilaku klien.
 Strategi Pelaksanaan 2 : menggunakan obat secara teratur
 Mampu mengontrol halusinasi klien juga harus dilatih untuk
menggunakan obat secara teratur sesuai dengan progam. Klien gangguan
jiwa yang dirawat di rumah seringkali mengalami putus obat sehingga
akibatnya klien mengalami kekambuhan. Bila kekambuhan terjadi maka
untuk itu klien perlu dilatih menggunakan obat sesuai progam dan
berkelanjutan.
 Strategi Pelaksanaan 3: bercakap-cakap dengan orang lain
Mengontrol halusinasi dapat juga dengan bercakap-cakap dengan orang
lain. Ketika klien bercakap-cakap dengan orang lain maka terjadi
distraksi fokus perhatian klien akan beralih dari halusinasi ke percakapan
yang dilakukan dengan orang lain tersebut, sehingga salah satu cara yang
efektif untuk mengontrol halusinasi adalah dengan bercakap-cakap
dengan orang lain.
 Strategi Pelaksanaan 4: melakukan aktivitas yang terjadwal Mengurangi
risiko halusinasi muncul lagi adalah dengan menyibukkan diri dengan
aktivitas yang teratur. Beraktivitas secara terjadwal klien tidak akan
mengalami banyak waktu luang sendiri yangseringkali mencetuskan
halusinasi. Untuk itu klien yang mengalmai halusinasi bisa dibantu untuk
mengatasi halusinasi dengan cara beraktivitas secara teratur dari bangun
pagi sampai tidur malam, tujuh hari dalam seminggu.
2) Tindakan keperawatan untuk keluarga klien halusinasi
Menurut Pusdiklatnakes (2012) tindakan keperawatan tidak hanya ditujukan
untuk klien tetapi juga diberikan kepada keluarga, sehingga keluarga mampu
mengarahkan klien dalam mengontrol halusinasi. Tujuan : keluarga mampu :
a) Merawat masalah halusinasi dan masalah yang dirasakan dalam merawat
klien,
b) Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala, proses terjadinya halusinasi,
c) Merawat klien halusinasi,
d) Menciptakan suasana keluarga dan lingkungan untuk mengontrol
halusinasi,
e) Mengenal tanda dan gejala kekambuhan yang memerlukan rujukan segera
ke fasilitas kesehatan,
f) Memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan untuk follow up klien secara
teratur.
Tindakan keperawatan :
a) Strategi Pelaksanaan 1 keluarga : mengenal masalah dalam merawat klien
halusinasi dan melatih mengontrol halusinasi klien dengan menghardik.
Tahapan sebagai berikut :
 Diskusikan masalah yang dirasakan dalam merawat klien.
 Jelaskan pengertian, tanda dan gejala, proses terjadinya halusinasi
(gunakan booklet).
 Jelaskan cara mengontrol halusinasi dengan melatih cara menghardik.
 Anjurkan membantu klien sesuai jadwal dan beri pujian
b) Strategi Pelaksanaan 2 keluarga : melatih keluarga merawat klien
halusinasi dengan enam benar minum oba.
Tahapan tindakan sebagai berikut :
 Evaluasi kemampuan keluarga mengidentifikasi gejala halusinasi
klien, merawat klien dalam mengontrol halusinasi dengan menghardik.
 Berikan pujian.
 Jelaskan 6 benar cara memberikan obat.
 Latih cara memberikan/membimbing minum obat.
 Anjurkan membantu klien sesuai jadwal.
c) Strategi Pelaksanaan 3 keluarga : melatih keluarga merawat klien
halusinasi dengan bercakap-cakap dan melakukan kegiatan.
Tahapan tindakan sebagai berikut :
 Evaluasi kemampuan keluarga mengidentifikasi halusinasi klien dan
merawat/melatih klien menghardik, dan memberikan obat.
 Berikan pujian atas upaya yang telah dilakukan keluarga.
 Jelaskan cara bercakap-cakap dan melakukan kegiatan untuk
mengontrol halusinasi.
 Latih dan sediakan waktu bercakap-cakap dengan klien terutama saat
halusinasi.
 Anjurkan membantu klien sesuai jadwal dan memberikan pujian.
d) Strategi Pelaksanaan 4 keluarga : melatih keluarga memanfaatkan fasilitas
kesehatan untuk follow up klien halusinasi.
Tahapan tindakan sebagai berikut :
 Evaluasi kemampuan keluarga mengidentifikasi gejala halusinasi
pasien, merawat/melatih pasien mengahrdik, memberikan obat,
bercakap-cakap.
 Berikan pujian atas upaya yang telah dilakukan keluraga.
 Jelaskan follow up ke pelayanan kesehatan, tanda kekambuhan,
rujukan.
 Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal dan memberikan pujian.
n. Implementasi
Implementasi adalah pelaksanaan keperawatan oleh klien. Hal yang harus
diperhatikan ketika melakukan implementasi adalah tindakan keperawatan yang
akan dilakukan implementasi pada klien dengan halusinasi dilakukan secara
interaksi dalam melaksanakan tindakan keperawatan, perawat harus lebih dulu
melakukan (Afnuhazi, 2015):
1) Bina hubungan saling percaya
2) Identifikasi waktu, frekuensi, situasi, respon klien terhadap halusinasi
3) Melatih klien mengontrol halusinasi dengan cara menghardik
4) Melatih klien mengontrol halusinasi dengan cara patuh minum obat
5) Melatih klien mengontrol halusinasi dengan cara bercakap-cakap
6) Melatih klien mengontrol halusinasi dengan cara melaksanakan kegiatan
terjadwal Implementasi disesuaikan dengan rencana tindakan keperawatan.

Pada situasi nyata sering pelaksanaan jauh berbeda dengan rencana. Sebelum
melaksanakan tindakan keperawatan yang sudah direncanakan, perawat perlu
memvalidasi dengan singkat apakah rencana tindakan masih sesuai dan dibutuhkan
klien sesuai dengan kondisinya (here and now). Perawat juga menilai diri sendiri,
apakah kemampuan interpersonal, intelektual, teknikal sesuai dengan tindakan
yang akan dilaksanakan (Dalami, dkk, 2014).

o. Evaluasi
Evaluasi adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan
keperawatan pada klien. Evaluasi dilakukan sesuai dengan tindakan keperawatan
yang telah dilaksanakan. Evaluasi dapat dibagi dua yaitu evaluasi proses dan
evaluasi formatif, dilakukan setiap selesai melaksanakan tindakan evaluasi hasil
atau sumatif dilakukan dengan membandingkan respon klien pada tujuan yang telah
ditentukan (Afnuhazi, 2015).
DAFTAR PUSTAKA

Afnuhazi, Ridhyalla. 2015. Komunikasi Terapeutik Dalam Keperawatan Jiwa.Yogyakarta:


Gosyen Publishing.

Anggraini, dkk. 2013. Pengaruh Menghardik Terhadap Penurunan Tingkat Halusinasi


Dengar Pada Pasien Skizofrenia Di RSJD Dr.
AminogondohutomoSemarang.http://Download.Portalgaruda.Org.

Dalami E, dkk. 2014. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Jiwa. Jakarta: CV. Trans Info
Media.

Kusumawati, Farida dan Yudi Hartono. 2012. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba
Medika.

Muhith, Abdul. 2015. Pendidikan Keperawatan Jiwa. Jakarta: Penerbit ANDI.

Nasir A dan Muhith A. 2011. Dasar-Dasar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika.

Potter & Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental : konsep, proses, dan praktik vol 2 edisi 4. Jakarta:
EGC.

Prabowo, Eko. 2014. Konsep & Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha Medika.

Pusdiklatnakes. 2012. Modul Pelatihan Keperawatan Kesehatan Jiwa Masyarakat. Jakarta: Badan
PPSDM Kesehatan.

Undang Undang No. 18 Tahun 2014 Tentang Kesehatan Jiwa.

Anda mungkin juga menyukai