Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN PROFESI NERS KEPERAWATAN

MEDIKAL BEDAH SISTEM MUSKULOSKELETAL PADA PASIEN


CLOSE FRAKTUR ANTEBRACHII

DI RUANG MAKKAH RSI A.YANI SURABAYA

Disusun Oleh :
Lintang Rahma Vera 1120021105

Pembimbing Akademik:

Siti Nur Hasinah, S.Kep.,Ns.M.Tr.Kep


Pembimbing Ruangan :

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN

UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA


2021-2022
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan pendahuluan dan Asuhan keperawatan ini dibuat dan disusun sebagai
bukti bahwa mahasiswa dibawah ini telah mengikuti praktikum Profesi Ners :

Nama Mahasiswa : Lintang Rahma Vera

NIM : 1120021105

Kompetensi : Keperawatan Medikal Bedah

Waktu Pelaksanaan : 11 Oktober – 07 November 2021

Surabaya, 15 Oktober 2021

Mahasiswa

Lintang Rahma Vera

1120021105
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Konsep Penyakit Fraktur


1.1.1 Definisi
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontuitas jaringan tulang
atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer,
2007).
Menurut Helmi (2013) Fraktur merupakan istilah hilangnya kontuitas
tulang, tulang rawan, baik yang bersifat total maupun sebagian. Secara
ringkas dan umum, fraktur adalah patah tulang yang disebabkan oleh
trauma atau tenaga fisik. Kekuatan dan sudut tenaga fisik, keadaan tulang
itu sendiri, serta jaringan lunak disekitar tulang akan menentukan apakah
fraktur yang terjadi lengkap atau tidak lengkap (Nurchairiah. dkk, 2013).
1.1.2 Etiologi
Etiologi fraktur adalah sebagai berikut :
1. Traumatik : cedera langsung, cedera tidak langsung, dan tarikan otot.
2. Patologis : tumor tulang (jinak atau ganas), infeksi seperti
osteomielitis, rakhitas (Deni dkk, 2016).

1. Berdasarkan klasifikasi secara umum fraktur dibedakan menjadi :


a. Fraktur lengkap : terjadinya frakur pada tulang secara lengkap
b. Fraktur tidak lengkap : fraktur yang tidak melibatkan keseluruhan
ketebalan tulang
2. Berdasarkan jenisnya, fraktur dibedakan menjadi :
a. Fraktur terbuka : patah tulang yang menembus jaringan otot dan
kulit. Tulang terkontaminasi dengan dunia luar
b. Fraktur tertutup : patah tulang yang tidak sampai menembus
jaringan kulit beserta dunia luar.
3. Berdasarkan tipe ditinjau dari sudut patah fraktur dibedakan menjadi :
a. Fraktur transversal : fraktur yang garis patahnya tegak lurus
b. Fraktur oblik : fraktur yang garis patahnya berbentuk sudut atau
miring
c. Fraktur spiral : fraktur yang berbentuk spiral (Hariyanto &
Sulistyowati, 2015)
1.1.4 Manifestasi Klinis
Mendiagnosis fraktur harus berdasarkan manifestasi klinis klien,
riwayat, pemeriksaan fisik, dan temuan radiologis. Beberapa fraktur sering
tampak jelas, beberapa lainnya terdeteksi hanya dengan rontgen (sinar-x).
Pengkajian fisik dapat menemukan beberapa hal berikut :
1. Deformitas : pembengkakan dari perdarahan lokal dapat menyebabkan
deformitas pada lokasi fraktur. Spasme otot dapat menyebabkan
pemendekan tungkai, deformitas rotasional, atau angulasi.
Dibandingkan sisi yang sehat, lokasi fraktur dapat memiliki deformitas
nyata.
2. Pembengkakan : edema dapat muncul segera, sebagai akibat dari
akumulasi cairan serosa pada lokasi fraktur serta ekstravasasi darah ke
jaringan sekitar.
3. Memar (ekimosis) : memar terjadi karena perdarahan subkutan pada
lokasi fraktur
4. Spasme otot : sering mengiringi fraktur, spasme otot involuntary
sebenarnya berfungsi sebagai bidai alami untuk mengurangi gerakan
lebih lanjut dari fragmen fraktur.
5. Nyeri : jika klien secara neurologis masih baik, nyeri akan selalu
mengiringi fraktur, intensitas dan keparahan dari nyeri akan berbeda
pada masing-masing klien. Nyeri biasanya terus-menerus, meningkat
jika fraktur tidak di mobilisasi. Hal ini terjadi karena spasme otot,
fragmen fraktur yang bertindihan, atau cedera pada struktur sekitarnya.
6. Ketegangan : ketegangan diatas lokasi fraktur disebabkan oleh cedera
yang terjadi
7. Kehilangan fungsi : hilangnya fungsi terjadi karena nyeri yang
disebabkan fraktur atau karena hilangnya fungsi pengungkit-lengan
pada tungkai yang terkena. Kelumpuhan juga dapat terjadi dari cedera
saraf.
8. Gerakan abnormal atau krepitasi : manifestasi ini terjadi atau tidak
karena gerakan dari bagian tengah tulang atau gesekan fraktur yang
menciptakan sensasi dan suara deritan.
9. Perubahan neurovascular : cedera neurovascular terjadi kerusakan
saraf perifer atau struktur vascular yang terkait. Klien dapat
mengeluhkan rasa kebas atau kesemutan atau tidak teraba nadi pada
daerah distal dari fraktur.
10. Syok : fragmen tulang dapat merobek pembuluh darah. Perdarahan
besar tersembunyi dapat menyebabkan syok
(Joyce & Jane, 2014).
1.1.5 Patofisiologi
Sejumlah 206 tulang dalam tubuh dapat mengalami fraktur. Fraktur terjadi
ketika tulang terpajan ke energi kinetik yang lebih besar daripada yang dapat
diabsorsi. Fraktur dapat terjadi akibat pukulan langsung, kekuatan tabrakan
(kompresi), gerakan memutar tiba-tiba (puntiran), kontraksi otot berat, atau
penyakit yang melemahkan tulang (disebut fraktur stress atau fraktur
patologis). Dua mekanisme dasar yang menghasilkan fraktur : kekuatan
langsung dan kekuatan tidak langsung. Dengan kekuatan langusung, energi
kinetik diberikan pada atau dekat tempat fraktur. Tulang tidak dapat menahan
kekuatan. Dengan kekuatan tidak langsung, energi kinetik ditransmisikan dari
titik dampak ke tempat tulang yang lemah. Fraktur ini terjadi pada titik yang
lemah (Priscilla LeMone dkk, 2012).
1.1.6 Pathway

Trauma langsung Trauma langsung Trauma langsung

Fraktur

Diskontinuitas tulang Pergeseran fragmen tulang Nyeri akut

Perubahan jaringan Kerusakan fragmen


sekitar tulang

Tk. Sumsum tulang lebih


Pergeseran fragmen tulang Spasme Otot
tinggi dari kapiler

Deformitas Peningkatan tekanan


Melepaskan katekolamin
kapiler
Gangguan fungsi Metabolisme asam lemak
Pelepasan histamin
ekstremitas
Bergabung dengan trombosit
Hambatan mobilitas Protein plasma
fisik hilang
emboli
Edema
Laserasi kulit
Menyumbat pembuluh darah
Penekanan Pembuluh
darah

Ketidakefektifan perfusi
Putus vena/arteri Kerusakan integritas kulit risiko
jaringan perifer

Perdarahan Kehilangan volume cairan Risiko Syok (hipovolemik)

Sumber : Nuratif & Kusuma, 2015


1.1.7 Penatalaksanaan (Medis dan Keperawatan )
Menurut Mansjoer (2003) penatalaksanaan keperawatan sebagai berikut
:
1. Terlebih dahulu perhatikan adanya perdarahan, syok dan penurunan
kesadaran, baru pemeriksaan patah tulang
2. Atur posisi tujuannya untuk menimbulkan rasa nyaman, mencegah
komplikasi
3. Pemantauan neurocirculatory yang dilakukan setiap jam secara dini,
dan pemantauan neurocirculatory pada daerah yang cedera adalah :
a. Meraba lokasi apakah masih hangat
b. Observasi warna
c. Menekan pada akar kuku dan perhatikan pengisian kembali pada
kapiler
d. Tanyakan pada pasien mengenai rasa nyeri atau hilang sensasi pada
lokasi cedera
e. Meraba lokasi cedera apakah pasien bisa membedakan rasa sensasi
nyeri
f. Observasi apakah daerah fraktur bisa digerakkan
4. Pertahankan kekuatan dan pergerakan
5. Meningkatkan gizi, makan-makanan yang tinggi serat, anjurkan intake
protein 150-300 gr/hari
6. Mempertahankan imobilisasi fraktur yang telah direduksi dengan tujuan
untuk mempertahankan fragmen yang telah dihubungkan tetap pada
tempatnya sampai sembuh (Andra & Yessie, 2013).

Faktor yang terjadi dapat menimbulkan komplikasi yaitu :


1. Syok dan perdarahan
2. Sindrom emboli lemak
3. Compartment syndrome
4. Infeksi
(Hardisman, 2014).
1.1.9 Asuhan Keperawatan Teori
1. Pengkajian
Menurut Hidayat (2012), pengkajian adalah langkah awal dari
tahap proses keperawatan, kemudian dalam mengkaji harus
memperhatikan data dasar dari pasien, untuk informasi yang
diharapkan dari pasien. a. Identitas klien
Meliputi nama,umur, pendidikan, suku/bangsa, pekerjaan,
agama, alamat, status perkawinan, nomor rekam medis, diagnosa
medis, tanggal MRS, dan tanggal dikaji (Nugroho et al, 2014).
b. Identitas penanggung jawab
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan,
alamat, serta hubungan dengan klien.
c. Keluhan utama
Pada umumnya keluhan utama pada pasien fraktur adalah rasa
nyeri. Nyeri tersebut bisa akut atau kronik tergantung dan lama
serangan. Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap tentang
rasa nyeri, digunakan :
1) Provoking Incident : Apakah ada peristiwa yang menjadi faktor
presitasi nyeri
2) Quality of paint : Seperti apa rasa nyeri yang dirasakan, apakah
seperti terbakar, berdenyut atau menusuk
3) Region : Apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit
menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi
4) Severty (scale) of paint : Seberapa jauh rasa nyeri yang
dirasakan klien, bisa berdasarkan skala nyeri atau menerangkan
seberapa jauh rasa sakit mempengaruhi fungsinya
5) Time : Berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah
bertambah buruk pada malam hari atau siang hari
d. Riwayat penyakit sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menemukan sebab dari
fraktur, yang nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan
terhadap klien. Ini biasa kronologi terjadinya penyakit tersebut
sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan yang terjadi dan bagian
tubuh mana yang terkena.
e. Riwayat penyakit terdahulu
Pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan
memberi petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung.
Penyakit-penyakit tersebut seperti kanker tulang dan penyakit
pagets yang menyebabkan fraktur patologis yang sulit untuk
menyambung.
f. Riwayat penyakit keluarga
Riwayat ini diperlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya
pengaruh penyakit keluarga terhadap gangguan kesehatan klien
(Ambarwati & Wulandari, 2010).
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang
merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti
diabetes, osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa keturunan
dan kanker tulang yang cenderung diturunkan secara genetik.
g. Pemeriksaan fisik
1) Keluhan utama : dikaji GCS klien
2) Sistem integumen : kaji ada tidaknya eritema, bengkak,
oedema, nyeri tekan
3) Kepala : kaji bentuk kepala, apakah terdapat benjolan, apakah
ada nyeri kepala
4) Leher : kaji ada tidaknya benjolan kelenjar tiroid, dan reflek
menelan
5) Muka : kaji ekspresi wajah klien, ada tidaknya perubahan fungsi
maupun bentuk. Ada atau tidak lesi, ada tidaknya oedema
6) Mata : kaji konjungtiva anemis atau tidak (karena tidak terjadi
perdarahan)
7) Telinga : kaji ada tidaknya lesi, nyeri tekan, dan penggunaan
alat bantu dengar
8) Hidung : kaji ada tidaknya deformitas, dan pernapasan cuping
hidung
9) Mulut dan faring: kaji ada atau tidak pembesaran tonsil,
perdarahan gusi, kaji mukosa bibir pucat atau tidak
10) Paru-paru :
a) Inspeksi : kaji ada tidaknya pernafasan meningkat
b) Palpasi : kaji pergerakan sama atau simetris, fermitus raba
sama
c) Perkusi : kaji ada tidaknya redup atau suara tambahan
d) Auskultasi : kaji ada tidaknya suara nafas tambahan
11) Jantung
a) Inspeksi : ada tidaknya iktus jantung
b) Palpasi : kaji ada tidaknya nadi meningkat, iktus terapa atau
tidak
c) Perkusi : kaji suara perkusi pada jantung
d) Auskultasi : kaji adanya suara tambahan
12) Abdomen
a) Inspeksi : kaji kesimetrisan, ada atau tidak hernia
b) Auskultasi : kaji suara peristaltik usus klien
c) Perkusi : kaji adanya suara
d) Palpasi : ada atau tidak nyeri tekan
13) Ekstremitas
a) Atas : kaji kekuatan otot, rom kanan dan kiri, capillary
refile, perubahan bentuk tulang
b) Bawah : kaji kekuatan otot, rom kanan dan kiri, capillary
refile, perubahan bentuk tulang
14) Data penunjang
a) Pemeriksaan rontgen
Untuk menentukan lokasi atau luasnya fraktur
b) CT Scan/MRI
Untuk memperhatikan fraktur juga dapat digunakan
mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak
c) Pemeriksaan laboratorium
- Hb (Hemoglobin) mungkin meningkat
(Hemokonsentrasi) atau juga dapat menurun
(perdarahan)
- Leukosit : meningkat sebagai respon stress normal
setelah trauma
- Kreatinin : trauma meningkat beban kreatinin untuk
ginjal klien
- Arteriogram : dilakukan bila kerusakan vaskuler
dicurigai (Nurkholis, 2013)
2. Analisa Keperawatan
Tahap akhir dari pengkajian adalah analisa data untuk menentukan
diagnosa keperawatan. Analisa data dilakukan melalui pengesahan
data, pengelompokan data, menafsirkan adanya kesenjangan serta
kesimpulan tentang masalah yang ada (Green, 2012).

Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis tentang respon


individu, keluarga atau komunitas terhadap proses kehidupan/masalah
kesehatan. Menurut SDKI (Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia)
2016, bahwa diagnosa keperawatan yang dapat muncul pada pasien
fraktur adalah :
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (mis. Abses,
amputasi, terbakar, terpotong, mengangkat berat, prosedur operasi,
trauma, latihan fisik berlebihan)
b. Gangguan integritas kulit/jaringan yang berhubungan dengan
faktor mekanis (mis. Penekanan pada tonjolan tulang, gesekan)
c. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan integritas
strukstur tulang
4. Intervensi Keperawatan
Menurut SLKI (2016), rencana keperawatan pada diagnosa yang
muncul pada pasien fraktur adalah :
Diagnosa SLKI
1. Nyeri akut Tujuan dan Kriteria Hasil
Definisi : SLKI :
Pengalaman sensorik atau 1. Tingkat nyeri
emosional yang berkaitan dengan 2. Kontrol nyeri
kerusakan jaringan aktual atau Kriteria Hasil :
fungsional, dengan onset 1. Keluhan nyeri dari skala 2
mendadak atau lambat dan (meningkat) menjadi
berintensitas ringan hingga berat skala 4 (cukup menurun)
yang berlangsung kurang dari 3 2. Meringis dari skala 3
bulan. (sedang) menjadi skala 4
Penyebab : (cukup menurun)
a. Agen pencedera fisik 3. Kemampuan
(mis. Abses, amputasi, menggunakan teknik non
terbakar, terpotong, farmakologis dari skala 3
mengangkat berat, (sedang) menjadi skala 4
prosedur operasi, trauma, (cukup meningkat)
latihan fisik berlebihan) 4. Penggunaan analgesik
dari skala 2 (cukup
meningkat) menjadi skala
4 (cukup menurun).
2. Gangguan integritas Tujuan dan Kriteria Hasil
kulit/jaringan SLKI
Definisi : 1. Kerusakan jaringan dari
Kerusakan kulit (dermis skala 2 (cukup
dan/atau epidermis) atau meningkat) menjadi skala
jaringan (membran 3 (sedang)
mukosa, kornea, fasia, 2. Kerusakan lapisan kulit
otot, tendon, tulang, dari skala 2 (cukup
kartilago, kapsul sendi meningkat) menjadi skala
dan/atau ligamen) 3 (sedang)
Penyebab : 3. Nyeri dari skala 2 (cukup
a. Faktor mekanis (mis. meningkat) menjadi skala
Penekanan pada 4 (cukup menurun)
tonjolan tulang,
gesekan)
3. Gangguan mobilitas fisik Tujuan dan Kriteria Hasil
Definisi : SLKI
Keterbatasan dalam 1. Kekuatan otot dari skala 3
gerakan fisik dari satu (sedang) menjadi skala 4
atau lebih ekstremitas (cukup meningkat)
secara mandiri 2. Kontrol gerakan dari
Penyebab : skala 3 (sedang) menjadi
a. Kerusakan integritas skala 4 (cukup
strukstur tulang meningkat)
3. Kehalusan gerakan dari
skala 2 (cukup menurun)
menjadi skala 3 (sedang)
4. Gerakan terbatas dari
skala 2 (cukup
meningkat) menjadi skala
3 (sedang)
5. Kemudahan dalam
melakukan aktivitas
sehari-hari dari skala 2
(cukup menurun) menjadi
skala 3 (sedang)

5. Implementasi Keperawatan
Menurut Bobak (2005) dalam Wahyuningsing (2019) untuk
melaksanakan implementasi seorang tenaga kesehatan harus
mempunyai kemampuan kognitif dalam proses implementasi
yaitu mencakup melakukan pengkajian ulang kondisi klien,
memvalidasi rencana keperawatan yang telah disusun,
menentukan kebutuhan yang tepat untuk memberikan bantuan,
melaksanakan strategi keperawatan dan mengkomunikasikan
kegiatan baik dalam bentuk lisan maupun tulisan dan dilakukan
juga tindakan kerja sama antara tenaga kesehatan dengan klien,
beserta keluarga klien sehingga asuhan keperawatan yang
diberikan dapat optimal dan komprehensif.
6. Evaluasi
Menurut Dongoes (2005) dalam Wahyuningsing (2019) evaluasi yang
merupakan tahap akhir dari proses keperawatan bertujuan untuk menilai
hasil akhir dari seluruh tindakan keperawatan yang telah dilakukan.
Evaluasi pada ibu post partum meliputi : dimulainya ikatan keluarga,
berkurangnya nyeri, terpenuhi kebutuhan psikologis, bebas infeksi,
komplikasi tercegah.
DAFTAR PUSTAKA
Awan Hariyanto & Rini Sulistyowati. 2015. Buku Ajar : Keperawatan
Medikal Bedah. Jakarta : EGC
Deni dkk. 2016. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta :
EGC
Helmi, Z. N. 2013. Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal. Jakarta : Salemba
Medika
Hardisman. 2014. Gawat Darurat Medis Praktis. Yogyakarta : Gosyen
Publishing
Joyce M, Black & Jane Hokanson Hawks. 2014. Keperawatan Medikal
Bedah : Manajemen klinis untuk hasil yang diharapkan. Edisi 8 buku
1. Jakarta : EGC
Nurchairiah. A. dkk. 2013. Efektifitas Kompres Dingin Terhadap
Intensitas Nyeri Pada Pasien Fraktur Tertutup Di Ruang Dahlia
RSUD Arifin Achmad. Jurnal Keperawatan.
Nurkholis. 2013. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan
Fraktur.
Priscilla LeMone dkk. 2012. Buku Ajar : Keperawatan Medikal Bedah.
Jakarta : EGC

Tim Pokja SDKI. 2016. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. Jakarta:


DPP PPNI

Tim Pokja SLKI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta:


DPP PPNI

Tim Pokja SIKI. 2018.Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta:


DPP PPNI

Anda mungkin juga menyukai