NO KRITERIA PEMBENARAN
1. P (Patient/Clinical Problem) Konstipasi adalah salah satu masalah yang
sering dialami pasien kritis yang sedang
diruang ICU, hal ini sesuai dengan
penelitian Estri, dkk (2016). Menurut
Estri, dkk (2016) kejadian konstipasi di
ICU RS Panti Rapih terjadi setelah 3-4
hari perawatan dan setelah pemasangan
alat bantu pernafasan ventilasi mekanik
dan banyak terjadi pada usia lebih dari 40
tahun. Konstipasi adalah defekasi jarang
atau defekasi dua kali per minggu dan
kesulitan mengeluarkan feses (Lemone,
et.al., 2016; Priscilla, dkk; Smeltzer,
2013).
2. I (Intervention) Ada banyak cara yang dapat dilakukan
untuk penatalaksanaan pencegahan atau
penanganan masalah konstipasi, baik yang
bersifat farmakologi ataupun non
farmakologi. Salah satu tindakan non
farmakologi yang dapat dilakukan untuk
pencegahan konstipasi adalah massage
abdominal. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa massage abdominal
dapatdigunakan sebagai terapi
komplementer untuk pencegahan
konstipasi.
3. C (Comparasion) Menurut Sinclair (2010), massage
abdominal dapat mencegah terjadinya
konstipasi dengan cara menstimulasi
sistem saraf parasimpatis sehingga
menurunkan tegangan otot abdomen
sehingga meningkatkan motilitas sistem
gastrointestinal, meningkatkan sekresi
gastrointestinal dan merelaksasi sfingter
sehingga melalui mekanisme kerja
tersebut akan mempermudah dan
memperlancar pengeluaran feses.
Menurut penelitian Ikaristi, Setyani dan
Estri (2014), massage abdominal
merupakan salah satu terapi komplementer
yang dapat dilakukan untuk mencegah
terjadinya konstipasi tanpa menimbulkan
efek samping. Dalam penelitian Estri, dkk
(2016) mengatakan bahwa massage
abdominal dengan tehnik efflurage selama
7 menit tebukti efektif dalam mengatasi
konstipasi yang disertai distensi abdomen.
Menurut Lamas et al(2011), massage
abdominal dengan tehnik efflurage
merupakan terapi komplementer yang
lebih efektif dan menimbulkan sensasi
relaksasi dan meningkatkan kenyamanan
bagi pasien. Menurut Kahraman dan
Ozdemir (2015), mengatakan bahwa
massage abdominal yang diberikan kepada
pasien yang terintubasi di ICU dapat
secara efektif dapat mengurangi volume
sisa lambung dan distensi perut.
4. O (Outcome) Hasil penelitian ini rata-rata skor pola
defekasi pada kelompok intervensi yaitu
sebesar 1,33 lebih tinggi dibandingkan
dengan pola defekasi pada kelompok
kontrol, yaitu sebesar 0,67. Hasil analisis
data perbedaan skor pola defekasi pada
kelompok kontrol dan intervensi
menunjukkan p value 0,025, hal ini
menunjukkan bahwa ada pengaruh
pemberian massage abdominal terhadap
rata-rata pola defekasi pasien yang sedang
dirawat di Ruang ICU, hal tersebut
membuktikan bahwa tindakan
komplementer berupa massage abdominal
efektif untuk mengatasi masalah
konstipasi pada pasien yang sedang
dirawat di ICU.
PENGARUH RESUSITASI CAIRAN TERHADAP STATUS HEMODINAMIK
MEAN ARTERIAL PRESSURE (MAP) PADA PASIEN SYOK HIPOVOLEMIK
DI IGD RSUD BALARAJA
NO KRITERIA PEMBENARAN
1. P (Patient/Clinical Problem) Syok hipovolemik sampai saat ini
merupakan salah satu penyebab kematian
di negara-negara dengan mobilitas
penduduk yang tinggi. Angka kematian
pada pasien trauma yang mengalami syok
hipovolemik di rumah sakit dengan tingkat
pelayanan yang lengkap mencapai 94%.
Sedangkan angka kematian akibat trauma
yang mengalami syok hipovolemik di
rumah sakit dengan peralatan yang kurang
memadai mencapai 64% (Diantoro, 2014).
2. I (Intervention) Mean Arterial Pressure (MAP) adalah
tekanan rata-rata di arteri pasien selama
satu siklus jantung. Hal ini dianggap
sebagai indikator yang lebih baik perfusi
ke organ vital dari tekanan darah sistolik.
Selain sebagai salah satu penanda
hemodinamik, fungsi lainnya adalah
sebagai salah satu penentu berhasilnya
resusitasi cairan. Penghitungan nilai ini
didapatkan dari rata-rata cardiac output
(CO) dikalikan dengan tahanan vaskuler
(SVR), yang dihitung dengan rumus MAP
= [(TD × 2) + TS]/3 dimana TD yaitu
Tekanan Diastole dan TS yaitu Tekanan
Sistole (Perman, 2015).
3. C (Comparasion) Berdasarkan hasil penelitian terdahulu
yang dilakukan oleh Hidayatulloh (2015)
menunjukkan bahwa nilai rata-rata MAP
sebelum resusitasi cairan sebesar 64.43
mmHg, sesudah resusitasi cairan nilai rata-
rata MAP sebesar 72.65 mmHg. Hasil uji
Wilcoxcon didapatkan nilai signifikansi
(p) 0.000 (<0.05), maka dapat disimpulkan
bahwa ada pengaruh resusitasi cairan
terhadap peningkatan MAP pada pasien
syok hipovolemik di IGD RSUD Dr.
Moewardi Surakarta. Begitu juga dengan
hasil penelitian Hastuti (2016) didapatkan
hasil pemberian cairan dapat
meningkatkan nilai MAP.
4. O (Outcome) Berdasarkan penelitian yang telah
dilakukan diperoleh hasil bahwa seluruh
responden memiliki nilai Mean Arterial
Pressure (MAP) dibawah normal (<70
mmHg) sebelum dilakukan resusitasi
cairan dan mengalami peningkatan nilai
Mean Arterial Pressure (MAP) setelah
dilakukan resusitasi cairan. Hasil
penelitian didapatkan bahwa resusitasi
cairan berpengaruh terhadap perubahan
status hemodinamik Mean Arterial
Pressure (MAP). Hasil ini menunjukkan
bahwa resusitasi cairan memiliki peran
kontribusi yang sangat penting dalam
upaya meningkatkan status hemodinamik
pada pasien syok hipovolemik.
PENGARUH KONSENTRASI EKSTRAK ETANOL BONGGOL NANAS
(Ananas Comosus (L.) Merr) TERHADAP APOPTOSIS KARSINOMA SEL
SKUAMOSA LIDAH MANUSIA
TABEL PICO