Anda di halaman 1dari 44

MAKALAH ASKEP STROKE

Dosen Pengampu: Dr. Rosnani, S. Kep., Ns., M.Kep, Sp. Mat

Disusun Oleh : Kelompok 6


Dinda Nabilah R (PO7120123006)
Jiriansyah (PO7120123015)
Demandia Yona (PO7120123023)
Aprianti Dewi S (PO7120123024)
Utri Indana (PO7120123040)
Meisy Wulandari (PO7120123043)

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PALEMBANG


PROGRAM STUDI DIPOMA III KEPERAWATAN
JURUSAN KEPERAWATAN
TAHUN 2024
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Stroke merupakan penyakit atau gangguan fungsional otak berupa


kelumpuhan saraf (deficit neurologic) akibat terhambatnya aliran darah ke otak
(Junaidi, 2011). Stroke merupakan salah satu penyakit kardiovaskuler yang
berpengaruh terhadap arteri utama menuju dan berada di otak (National Stroke
Association, 2012). Stroke juga bisa diartikan sebagai gejala–gejala defisit fungsi
susunan saraf yang diakibatkan penyakit pembuluh darah otak dan bukan oleh
lainnya (Adib, 2009).

Stroke dibagi menjadi stroke iskemik dan stroke hemoragik. Umumnya sekitar
50% kasus stroke hemoragik akan berujung kematian, sedangkan stroke iskemik
hanya 20% yang berakibat kematian. Stroke hemoragik disebabkan oleh pecahnya
pembuluh darah arteri ke otak sehingga terhalangnya suplai darah menuju otak.
Penyebab arteri pecah tersebut misalnya tekanan darah yang mendadak tinggi dan
atau oleh stress psikis berat (Junaidi, 2011).

Tekanan darah tinggi / hipertensi merupakan faktor risiko paling penting


berdasarkan derajat risiko terjadinya stroke. Menurut Tarwoto (2013), 50- 70%
kasus stroke disebabkan karena hipertensi. Faktor lain nya seperti merokok,
hiperlipidemia, fibrilasi atrium, penyakit jantung iskemik, penyakit katup jantung
dan diabetes (Goldszmith, 2013). Berdasarkan data prevalensi hipertensi sebagai
faktor risiko utama yang makin meningkat di Indonesia yaitu sekitar 95%, maka
para ahli epidemiologi meramalkan bahwa saat ini dan masa yang akan datang
sekitar 12 juta penduduk Indonesia yang berumur diatas 35 tahun mempunyai
potensi terkena stroke (Yastroki dalam Sikawin 2013).

Stroke berdampak pada kecacatan bahkan kematian tergantung pada lokasi


dimana terjadi gangguan suplai darah ke otak. Suplai darah yang berkurang
menyebabkan kematian sel neuron, jika berlangsung hingga 72 jam dapat terjadi
2
kerusakan otak (Corwin, 2009). Menurut Junaidi (2011), terdapat beberapa
perubahan pada pasien stroke seperti : perubahan pikiran, perubahan emosi,
perubahan kepribadian, hilang rasa hingga epilepsi. Banyak penderita pasca stroke
menjadi penyandang cacat yang cukup berat sedang umurnya masih panjang.
Dampak stroke tidak hanya terhadap penderita tetapi juga terhadap keluarga.
Menurut penelitian Pambudi (2010), keluarga umumnya akan mengalami
perubahan perilaku dan emosional yang lebih luas diantaranya ansietas, syok,
penolakan, marah. Hal tersebut merupakan respon umum yang disebabkan oleh
stress. Bila dibiarkan, ini akan berlanjut pada depresi (Sutrisno, 2007).

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu stroke hemoragik?
2. Asuhan keperawatan apa yang dibeikan pada pasien stroke hemoragik?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa itu stroke hemoragik
2. Untuk mengetahui asuhan keperawatan yang tepat untuk pasien stroke
hemoragik?

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Stroke Hemoragik


1. Pengertian Stroke Hemoragik

Stroke merupakan penyakit atau gangguan fungsional otak berupa


kelumpuhan saraf (deficit neurologic) akibat terhambatnya aliran darah ke otak.
Secara sederhana stroke didefinisikan sebagai penyakit otak akibat terhentinya
suplai darah ke otak karena sumbatan (stroke iskemik) atau perdarahan (stroke
hemoragik) (Junaidi, 2011). Mulanya stroke ini dikenal dengan nama apoplexy,
kata ini berasal dari bahasa Yunani yag berarti “memukul jatuh” atau to strike
down. Dalam perkembangannya lalu dipakai istilah CVA atau cerebrovascular
accident yang berarti suatu kecelakaan pada pembuluh darah dan otak. Menurut
Misbach (2011) stroke adalah salah satu syndrome neurologi yang dapat
menimbulkan kecacatan dalam kehidupan manusia. Stroke Hemoragik adalah
pembuluh darah otak yang pecah sehingga menghambat aliran darah yang normal
dan darah merembes ke dalam suatu daerah di otak dan kemudian merusaknya
(Adib, 2009)

2. Klasifikasi Stroke Hemoragik


a. Perdarahan intra serebral (PIS) Perdarahan Intra Serebral diakibatkan
oleh pecahnya pembuluh darah intraserebral sehingga darah keluar dari
pembuluh darah dan kemudian masuk ke dalam jaringan otak (Junaidi,
2011). Penyebab PIS biasanya karena hipertensi yang berlangsung
lama lalu terjadi kerusakan dinding pembuluh darah dan salah satunya
adalah terjadinya mikroaneurisma. Faktor pencetus lain adalah stress
fisik, emosi, peningkatan tekanan darah mendadak yang
mengakibatkan pecahnya pembuluh darah. Sekitar 60-70% PIS
disebabkan oleh hipertensi. Penyebab lainnya adalah deformitas
pembuluh darah bawaan, kelainan koagulasi. Bahkan, 70% kasus

4
berakibat fatal, terutama apabila perdarahannya luas (masif) (Junaidi,
2011).
b. Perdarahan ekstra serebral / perdarahan sub arachnoid (PSA)
Perdarahan sub arachnoid adalah masuknya darah ke ruang
subarachnoid baik dari tempat lain (perdarahan subarachnoid
sekunder) dan sumber perdarahan berasal dari rongga subarachnoid itu
sendiri (perdarahan subarachnoid primer) (Junaidi, 2011) Penyebab
yang paling sering dari PSA primer adalah robeknya aneurisma (51-
75%) dan sekitar 90% aneurisma penyebab PSA berupa aneurisma
sakuler congenital, angioma (6-20%), gangguan koagulasi
(iatronik/obat anti koagulan), kelainan hematologic (misalnya
trombositopenia leukemia, anemia aplastik), tumor, infeksi (missal
vaskulitis, sifilis, ensefalitis, herpes simpleks, mikosis, TBC), idiopatik
atau tidak diketahui (25%), serta trauma kepala (Junaidi, 2011)
Sebagian kasus PSA terjadi tanpa sebab dari luar tetapi sepertiga kasus
terkait dengan stress mental dan fisik. Kegiatan fisik yang menonjol
seperti : mengangkat beban, menekuk, batuk atau bersin yang terlalu
keras, mengejan dan hubungan intim (koitus) kadang bisa jadi
penyebab (Junaidi, 2011).
3. Penyebab Stroke Hemoragik

Terhalangnya suplai darah ke otak pada stroke perdarahan (stroke


hemoragik) disebabkan oleh arteri yang mensuplai darah ke otak pecah.
Penyebabnya misalnya tekanan darah yang mendadak tinggi dan atau oleh
stress psikis berat. Peningkatan tekanan darah yang mendadak tinggi juga
dapat disebabkan oleh trauma kepala atau peningkatan tekanan lainnya, seperti
mengedan, batuk keras, mengangkat beban, dan sebagainya. Pembuluh darah
pecah umumnya karena arteri tersebut berdinding tipis berbentuk balon yang
disebut aneurisma atau arteri yang lecet bekas plak aterosklerotik (Junaidi,
2011). Selain hal-hal yang disebutkan diatas, ada faktor-faktor lain yang
menyebabkan stroke (Arum, 2015) diantaranya :

5
a. Faktor risiko medis
Faktor risiko medis yang memperparah stroke adalah:
1) Arteriosklerosis (pengerasan pembuluh darah)
2) Adanya riwayat stroke dalam keluarga (factor keturunan)
3) Migraine (sakit kepala sebelah)
b. Faktor risiko pelaku
Stroke sendiri bisa terjadi karena faktor risiko pelaku. Pelaku
menerapkan gaya hidup dan pola makan yang tidak sehat. Hal ini terlihat
pada :
1) Kebiasaan merokok
2) Mengosumsi minuman bersoda dan beralkhohol
3) Suka menyantap makanan siap saji (fast food/junkfood)
4) Kurangnya aktifitas gerak/olahrag
5) Suasana hati yang tidak nyaman, seperti sering marah tanpa alasan
yang jelas
c. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi
1) Hipertensi (tekanan darah tinggi)
Tekanan darah tinggi merupakan peluang terbesar terjadinya
stroke. Hipertensi mengakibatkan adanya gangguan aliran darah yang
mana diameter pembuluh darah akan mengecil sehingga darah yang
mengalir ke otak pun berkurang. Dengan pengurangan aliran darah ke
otak, maka otak kekurangan suplai oksigen dan glukosa, lamakelamaan
jaringan otak akan mati
2) Penyakit jantung
Penyakit jantung seperti koroner dan infark miokard (kematian otot
jantung) menjadi factor terbesar terjadinya stroke. Jantung merupakan
pusat aliran darah tubuh. Jika pusat pengaturan mengalami kerusakan,
maka aliran darah tubuh pun menjadi terganggu, termasuk aliran darah
menuju otak. Gangguan aliran darah itu dapat mematikan jaringan otak
secara mendadak ataupun bertahap.
3) Diabetes mellitus
6
Pembuluh darah pada penderita diabetes melltus umumnya lebih
kaku atau tidak lentur. Hal ini terjadi karena adanya peningkatan atau
oenurunan kadar glukosa darah secara tiba-tiba sehingga dapat
menyebabkan kematian otak.
4) Hiperkolesterlemia
Hiperkolesterolemia adalah kondisi dimana kadar kolesterol dalam
darah berlebih. LDL yang berlebih akan mengakibatkan terbentuknya
plak pada pembuluh darah. Kondisi seperti ini lama-kelamaan akan
menganggu aliran darah, termasuk aliran darah ke otak.
5) Obesitas
Obesitas atau overweight (kegemukan) merupakan salah satu
faktor terjadinya stroke. Hal itu terkait dengan tingginya kadar
kolesterol dalam darah. Pada orang dengan obesitas, biasanya kadar
LDL (LowDensity Lipoprotein) lebih tinggi disbanding kadar HDL
(HighDensity Lipoprotein). Untuk standar Indonesia,seseorang
dikatakan obes jika indeks massa tubuhnya melebihi 25 kg/m.
sebenarnya ada dua jenis obesitas atau kegemukan yaitu obesitas
abdominal dan obesitas perifer. Obesitas abdominal ditandai dengan
lingkar pinggang lebih dari 102 cm bagi pria dan 88 cm bagi wanita
6) Merokok
Menurut berbagai penelitian diketahui bahwa orang-orang yang
merokok mempunyai kadar fibrinogen darah yang lebih tinggi
dibanding orang-orang yang tidak merokok. Peningkatan kadar
fibrinogen mempermudah terjadinya penebalan pembuluh darah
sehingga pembuluh darah menjadi sempit dan kaku. Karena pembuluh
darah menjadi sempit dan kaku, maka dapat menyebabkan gangguan
aliran darah.
d. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi
1) Usia
Semakin bertambahnya usia, semakin besar resiko terjadinya
stroke. Hal ini terkait dengan degenerasi (penuaan) yang terjadi secara
7
alamiah. Pada orang-orang lanjut usia, pembuluh darah lebih kaku
karena banyak penimbunan plak. Penimbunan plak yang berlebih akan
mengakibatkan berkurangnya aliran darah ke tubuh, termasuk otak.
2) Jenis kelamin
Dibanding dengan perempuan, laki-laki cenderung beresiko lebih
besar mengalami stroke. Ini terkait bahwa laki-laki cenderung
merokok. Bahaya terbesar dari rokok adalah merusak lapisan
pembuluh darah pada tubuh.
3) Riwayat keluarga
Jika salah satu anggota keluarga menderita stroke, maka
kemungkinan dari keturunan keluarga tersebut dapat mengalami
stroke. Orang dengan riwayat stroke pada keluarga memiliki resiko
lebih besar untuk terkena stroke disbanding dengan orang yang tanpa
riwayat stroke pada keluarganya.
4) Perbedaan ras
Fakta terbaru menunjukkan bahwa stroke pada orang Afrika-
Karibia sekitar dua kali lebih tinggi daripada orang non-Karibia. Hal
ini dimungkinkan karena tekanan darah tinggi dan diabetes lebih sering
terjadi pada orang afrika-karibia daripada orang non-Afrika Karibia.
Hal ini dipengaruhi juga oleh factor genetic dan faktor lingkungan.
4. Patofisiologi Stroke Hemoragik

Otak merupakan bagian tubuh yang sangat sensisitif oksigen dan glukosa
karena jaringan otak tidak dapat menyimpan kelebihan oksigen dan glukosa
seperti halnya pada otot. Meskipun berat otak sekitar 2% dari seluruh badan,
namun menggunakan sekitar 25% suplay oksigen dan 70%glukosa. Jika aliran
darah ke otak terhambat maka akan terjadi iskemia dan terjadi gangguan
metabolism otak yang kemudian terjadi gangguan perfusi serebral. Area otak
disekitar yang mengalami hipoperfusi disebut penumbra. Jika aliran darah ke otak
terganggu, lebih dari 30 detik pasien dapat mengalami tidak sadar dan dapat
terjadi kerusakan jaringan otak yang permanen jika aliran darah ke otak terganggu

8
lebih dari 4 menit. (Tarwoto, 2013) Untuk mempertahankan aliran darah ke otak
maka tubuh akan melakukan dua mekanisme tubuh yaitu mekanisme anastomis
dan mekanisme autoregulasi. Mekanisme anastomis berhubungan dengan suplai
darah ke otak untuk pemenuhan kebutuhan oksigen dan glukosa. Sedangkan
mekanisme autoregulasi adalah bagaimana otak melakukan mekanisme/usaha
sendiri dalam menjaga keseimbangan. Misalnya jika terjadi hipoksemia otak maka
pembuluh darah otak akan mengalami vasodilatasi (Tarwoto, 2013)

a. Mekanisme anastomis
Otak diperdarahi melalui 2 arteri karotis dan 2 arteri vertebralis. Arteri
karotis terbagi manejadi karotis interna dan karotis eksterna. Karotis
interna memperdarahi langsung ke dalam otak dan bercabang kira-kira
setinggi kiasma optikum menjadi arteri serebri anterior dan media. Karotis
eksterna memperdarahi wajah, lidah dna faring, meningens. Arteri
vertebralis berasal dari arteri subclavia. Arteri vertebralis mencapai dasar
tengkorak melalui jalan tembus dari tulang yang dibentuk oleh prosesus
tranverse dari vertebra servikal mulai dari c6 sampai dengan c1. Masuk ke
ruang cranial melalui foramen magnum, dimana arteri-arteri vertebra
bergabung menjadi arteri basilar. Arteri basilar bercabang menjadi 2 arteri
serebral posterior yang memenuhi kebutuhan permukaan medial dan
inferior arteri baik bagian lateral lobus temporal dan occipital. Meskipun
arteri karotis interna dan vertebrabasilaris merupakan 2 sistem arteri yang
terpisah yang mengaliran darah ke otak, tapi ke duanya disatukan oleh
pembuluh dan anastomosis yang membentuk sirkulasi wilisi. Arteri serebri
posterior dihubungkan dengan arteri serebri media dan arteri serebri
anterior dihubungkan oleh arteri komunikan anterior sehingga terbentuk
lingkaran yang lengkap. Normalnya aliran darah dalam arteri komunikans
hanyalah sedikit. Arteri ini merupakan penyelamat bilamana terjadi
perubahan tekanan darah arteri yang dramatis.
b. Mekanisme autoregulasi

9
Oksigen dan glukosa adalah dua elemen yang penting untuk
metabolisme serebral yang dipenuhi oleh aliran darah secara terus-
menerus. Aliran darah serebral dipertahankan dengan kecepatan konstan
750ml/menit. Kecepatan serebral konstan ini dipertahankan oleh suatu
mekanisme homeostasis sistemik dan local dalam rangka mempertahankan
kebutuhan nutrisi dan darah secara adekuat. Terjadinya stroke sangat erat
hubungannya dengan perubahan aliran darah otak, baik karena
sumbatan/oklusi pembuluh darah otak maupun perdarahan pada otak
menimbulkan tidak adekuatnya suplai oksigen dan glukosa. Berkurangnya
oksigen atau meningkatnya karbondioksida merangsang pembuluh darah
untuk berdilatasi sebagai kompensasi tubuh untuk meningkatkan aliran
darah lebih banyak. Sebalikya keadaan vasodilatasi memberi efek pada
tekanan intracranial. Kekurangan oksigen dalam otak (hipoksia) akan
menimbulkan iskemia. Keadaan iskemia yang relative pendek/cepat dan
dapat pulih kembali disebut transient ischemic attacks (TIAs). Selama
periode anoxia (tidak ada oksigen) metabolism otak cepat terganggu. Sel
otak akan mati dan terjadi perubahan permanen antara 3-10 menit anoksia

10
5. Manifestasi Klinis Stroke Hemoragik
Menurut Tarwoto (2013), manifestasi klinis stroke tergantung dari sisi
atau bagian mana yang terkena, rata-rata serangan, ukuran lesi dan adanya
sirkulasi kolateral. Pada stroke hemoragik, gejala klinis meliputi:
a. Kelumpuhan wajah atau anggota badan sebelah (hemiparise) atau
hemiplegia (paralisis) yang timbul secara mendadak. Kelumpuhan
terjadi akibat adanya kerusakan pada area motorik di korteks
bagian frontal, kerusakan ini bersifat kontralateral artinya jika
terjadi kerusakan pada hemisfer kanan maka kelumpuhan otot pada
sebelah kiri. Pasien juga akan kehilangan kontrol otot vulenter dan
sensorik sehingga pasien tidak dapat melakukan ekstensi maupun
fleksi.
b. Gangguan sensibilitas pada satu atau lebih anggota badan
Gangguan sensibilitas terjadi karena kerusakan system saraf
otonom dan gangguan saraf sensorik.
c. Penurunan kesadaran (konfusi, delirium, letargi, stupor, atau
koma), terjadi akibat perdarahan, kerusakan otak kemudian
menekan batang otak atau terjadinya gangguan metabolik otak
akibat hipoksia
d. Afasia (kesulitan dalam bicara) Afasia adalah defisit kemampuan
komunikasi bicara, termasuk dalam membaca, menulis dan
memahami bahasa. Afasia terjadi jika terdapat kerusakan pada area
pusat bicara primer yang berada pada hemisfer kiri dan biasanya
terjadi pada stroke dengan gangguan pada arteri middle sebelah
kiri. Afasia dibagi menjadi 3 yaitu afasia motorik, sensorik dan
afasia global. Afasia motorik atau ekspresif terjadi jika area pada
area Broca, yang terletak pada lobus frontal otak. Pada afasia jenis
ini pasien dapat memahami lawan bicara tetapi pasien tidak dapat
mengungkapkan dan kesulitan dalam mengungkapkan bicara.
Afasia sensorik terjadi karena kerusakan pada area Wernicke,
yang terletak pada lobus temporal. Pada afasia sensori pasien tidak
11
dapat menerima stimulasi pendengaran tetapi pasien mampu
mengungkapkan pembicaraan. Sehingga respon pembicaraan
pasien tidak nyambung atau koheren. Pada afasia global pasien
dapat merespon pembicaraan baik menerima maupun
mengungkapkan pembicaraan.
e. Disatria (bicara cedel atau pelo) Merupakan kesulitan bicara
terutama dalam artikulasi sehingga ucapannya menjadi tidak jelas.
Namun demikian, pasien dapatmemahami pembicaraan, menulis,
mendengarkan maupun membaca. Disartria terjadi karena
kerusakan nervus cranial sehingga terjadi kelemahan dari otot
bibir, lidah dan laring. Pasien juga terdapat kesulitan dalam
mengunyah dan menelan.
f. Gangguan penglihatan, diplopia Pasien dapat kehilangan
penglihatan atau juga pandangan menjadi ganda, gangguan lapang
pandang pada salah satu sisi. Hal ini terjadi karena kerusakan pada
lobus temporal atau parietal yang dapat menghambat serat saraf
optik pada korteks oksipital. Gangguan penglihatan juga dapat
disebabkan karena kerusakan pada saraf cranial III, IV dan VI.

g. Disfagia Disfagia atau kesulitan menelan terjadi karena kerusakan


nervus cranial IX. Selama menelan bolus didorong oleh lidah dan
glottis menutup kemudian makanan masuk ke esophagus

h. Inkontinensia Inkontinensia baik bowel maupun badder sering


terjadi karena terganggunya saraf yang mensarafi bladder dan
bowel.

i. Vertigo, mual, muntah, nyeri kepala, terjadi karena peningkatan


tekanan intrakranial, edema serebri.

12
6. Respon tubuh terhadap perubahan fisiologis

a. Fase akut

1) Hipoksia serebral dan menurunnya aliran darah otak

Pada area otak yang infark atau terjadi kerusakan karena


perdarahan maka terjadi gangguan perfusi jaringan akibat
terhambatnya aliran darah otak. Tidak adekuatnya aliran darah dan
oksigen mengakibatkan hipoksia jaringan otak. Fungsi otak akan
sangat tergantung pada derajat kerusakan dan lokasinya. Aliran
darah ke otak snagat tergantung pada tekanan darah, fungsi jantung
atau kardiak output, keutuhan pembuluh darah. Sehingga pada
pasien dengan stroke keadekuatan aliran darah sangat dibutuhkan
untuk menjamin perfusi jaringan yang baik untuk menghindari
terjadinya hipoksia serebral.

2) Edema serebri

Merupakan respon fisiologis terhadap adanya trauma jaringan.


Edema terjadi jika pada area yang mengalami hipoksia atau
iskemik maka tubuh akan meningkatkan aliran darah pada lokasi
tersebut dengan cara vasodilatasi pembuluh darah dan
meningkatkan tekanan sehingga cairan interstresial akan berpindah
ke ekstraseluler sehingga terjadi edema jaringan otak.

3) Peningkatan Tekanan Intrakranial (TIK)

Bertambahnya massa pada otak seperti adanya perdarahan atau


edema otak akan meningkatkan tekanan intrakranial yang ditandai
adanya defisit neurologi seperti adanya gangguan motorik,
sensorik, nyeri kepala, gangguan kesadaran. Peningkatan tekanan
intrakranial yang tinggi dapat mengakibatkan herniasi serebral
yang dapat mengancam kehidupan.

13
4) Aspirasi Pasien stroke dengan gangguan kesadaran atau koma
sangat rentan terhadap adanya aspirasi karena tidak adanya reflek
batuk dan menelan

b. Komplikasi pada masa pemulihan atau lanjut

1) Komplikasi yang sering terjadi pada masa lanjut atau pemulihan


biasanya terjadi akibat immobilisasi seperti pneumonia, dekubitus,
kontraktur, thrombosis vena dalam, atropi,
inkontinensia urine dan bowl.

2) Kejang, terjadi akibat kerusakan atau gangguan pada aktifitas


listrik otak

3) Nyeri kepala kronis seperti migraine, nyeri kepala tension, nyeri


kepala clauster

4) Malnutrisi, karena intake yang tidak adekuat.

14
7. Penatalaksanaan
Menurut Tarwoto (2013), penatalaksanaan stroke terbagi atas :
a. Penatalaksanaan umum
1) Pada fase akut

a) Terapi cairan, stroke beresiko terjadinya dehidrasi karena


penurunan kesadaran atau mengalami disfagia. Terapi cairan ini penting
untuk mempertahankan sirkulasi darah dan tekanan darah. The American
Heart Association sudah menganjurkan normal saline 50 ml/jam selama
jam-jam pertama dari stroke iskemik akut. Segera setelah stroke
hemodinamik stabil, terapi cairan rumatan bisa diberikan sebagai KAEN
3B/KAEN 3A. Kedua larutan ini lebih baik pada dehidrasi hipertonik serta
memenuhi kebutuhan hemoestasis kalium dan natrium. Setelah fase akut
stroke, larutan rumatan bisa diberikan untuk memelihara hemoestasis
elektrolit, khususnya kalium dan natrium.

b) Terapi oksigen, pasien stroke iskemik dan hemoragik


mangalami gangguan aliran darah ke otak. Sehingga kebutuhan oksigen
sangat penting untuk mengurangi hipoksia dan juga untuk
mempertahankan metabolism otak. Pertahankan jalan napas, pemberian
oksigen, penggunaan ventilator, merupakan tindakan yang dapat dilakukan
sesuai hasil pemeriksaan analisa gas darah atau oksimetri

c) Penatalaksanaan peningkatan Tekanan Intra Kranial (TIK)

Peningkatan intra cranial biasanya disebabkan karena edema serebri, oleh


karena itu pengurangan edema penting dilakukan misalnya dengan
pemberian manitol, control atau pengendalian tekanan darah

d) Monitor fungsi pernapasan : Analisa Gas Darah

e) Monitor jantung dan tanda-tanda vital, pemeriksaan EKG

f) Evaluasi status cairan dan elektrolit

15
g) Kontrol kejang jika ada dengan pemberian antikonvulsan, dan
cegah resiko injuri

h) Lakukan pemasangan NGT untuk mengurangi kompresi


labung dan pemberian makanan

i) Cegah emboli paru dan tromboplebitis dengan antikoagulan

j) Monitor tanda-tanda neurologi seperti tingkat kesadaran,


keadaan pupil, fungsi sensorik dan motorik, nervus cranial dan
reflex

2) Fase rehabilitasi

a) Pertahankan nutrisi yang adekuat

b) Program manajemen bladder dan bowel

c) Mempertahankan keseimbangan tubuh dan rentang gerak


sendi (ROM)

d) Pertahankan integritas kulit

e) Pertahankan komunikasi yang efektif

f) Pemenuhan kebutuhan sehari-hari

g) Persiapan pasien pulang

3) Pembedahan

Dilakukan jika perdarahan serebrum diameter lebih dari 3 cm atau


volume lebih dari 50 ml untuk dekompresi atau pemasangan pintasan
ventrikulo-peritoneal bila ada hidrosefalus obstrukis akut.

4) Terapi obat-obatan

a) Antihipertensi : Katropil, antagonis kalsium

b) Diuretic : manitol 20%, furosemid

16
c) Antikolvusan : fenitoin

Sedangkan menurut Batticaca (2008), terapi perdarahan dan


perawatan pembuluh darah pada pasien stroke perdarahan adalah :
a) Antifibrinolitik untuk meningkatkan mikrosirkulasi dosis kecil

(1) Aminocaproic acid 100-150 ml% dalama cairan


isotonic 2 kali selama 3-5 hari, kemudian 1 kali
selama 1-3 hari

(2) Antagonis untuk pencegahan permanen : Gordox


dosis pertama 300.000 IU kemudian 100.000 IU 4
kali perhar i IV ; Contricaldosis pertama 30.000
ATU, kemudaian 10.000 ATU 2 kali per hari
selama 5-10 hari

b) Natrii Etamsylate (Dynone) 250 mg x 4 hari IV sampai 10 hari

c) Kalsium mengandung obat ; Rutinium, Vicasolum, Ascorbicum


d) Profilaksis Vasospasme

(1) Calcium-channel antagonis (Nimotop 50 ml [10 mg


per hari IV diberikan 2 mg per jam selama 10-14
hari])

(2) Berikan dexason 8 4 4 4 mg IV (pada kasus tanpa


DM, perdarahan internal, hipertensi maligna) atau
osmotic diuretic (dua hari sekali Rheugloman
(Manitol) 15% 200 ml IV diikuti oleh 20 mg Lasix
minimal 10-15 hari kemudian.

8. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Tarwoto (2018) pemeriksaan diagnostik pada pasien
stroke hemoragik terbagi dua yaitu:

17
a. Radiologi
1) Computerized Tomografi Scaning (CT Scan): mengetahui
area infark, edema, hematoma, struktur dan sistem ventrikel
otak.
2) Magnetic Resonance Imaging (MRI): Menunjukkan daerah
yang mengalami infark, hemoragik, malformasi arteriovena
3) Electro Encephalografi (EEG): Mengidentifikasi masalah
didasarkan pada gelombang otak dan mungkin
memperlihatkan daerah lesi yang spesifik
.4) Angiografi serebral : Membantu menentukan penyebab
stroke secara spesifik seperti perdarahan, obstruksi arteri,
adanya titik oklusi atau rupture.
5) Sinar x tengkorak: Mengetahui adanya kalsifikasi karotis
interna pada thrombosis cerebral.
6) Pungsi Lumbal: Menunjukkan adanya tekanan normal, jika
tekanan meningkat dan cairan mengandung darah
menunjukkan hemoragik subaracnoid atau perdarahan
intracranial. Kontraindikasi pada peningkatan tekanan
intrakranial.
7) Electro kardiogram: Mengetahui adanya kelainan jantung
yang juga menjadi faktor penyebab stroke.26

b. Laboratorium

1) Pemeriksaan darah lengkap seperti hb, leukosit, Trombosit,


Eristrosit, LED

2) Pemeriksaan gula darah sewaktu

3) Kolesterol, lipid

4) Asam urat

5) Elektrolit

18
6) Masa pembekuan dan masa perdarahan

9. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi menurut Haryono & Utami (2019)
antara lain:
a. Pneumonia
Pasien hemoragik stroke tidak bisa batuk dan menelan dengan
sempurna, hal ini menyebabkan cairan terkumpul di paruparu dan
selanjutnya menimbulkan pneumonia.
b. Gagal napasDalam keadaan tidak sadar, harus tetap dim pertahankan
jalan napas, karena salah satu gejala dari stroke yaitu penurunan
kesadaran yang dapat mengakibatkan obstruksi jalan napas karena
lidah mungkin rileks dan menyumbat orofaring sehingga terjadi gagal
napas.
c. Peningkatan TIKPeningkatan Tekanan Intrakranial (TIK)
bertambahnya massa pada otak seperti adanya perdarahan atau edema
otak akan meningkatkan tekana intrakranial yang ditandai adanya
defisit neurologi seperti adanya gangguan motorik, sensorik, nyeri
29kepala, dan gangguan kesadaran. Peningkatan tekanan intrakranial
yang tinggi dapat mengakibatkan herniasi serebral. Aspirasi pasien
stroke hemoragik dengan gangguan kesadaran atau koma sangat rentan
terhadap aspirasi karena tidak ada refleks batuk dan menelan.
d. Kejang, terjadi akibat kerusakan atau gangguan pada aktivitas listrik
otak.
e. Edema cerebriEdema cerebri merupakan respon fisiologis terhadap
adanya trauma jaringan. Edema terjadi jika pada area mengalami
hipoksia atau iske mik maka tubuh akan meningkatkan aliran darah
pada lokasi tersebut dengan cara vasodilatasi pembuluh darah dan
meningkatkan tekanan sehingga cairan interstresial akan berpindah ke
ekstraseluler sehingga terjadi edema jaringan otak
19
f. Penurunan kesadaran
g. Dekubitus Bagian tubuh yang sering mengalami memar adalah
pinggul,pantat, sendi kaki dan tumit. Bila memar ini tidak di rawat
dengan baik maka akan terjadi ulkus dekubitus dan infeksi.
h. Atrofi dan kekakuan sendi (kontraktur)Hal ini disebabkan karena
kurang gerak dan immobilisasi.
i. Malnutrisi, karena intake tidak adekuat.

20
BAB III

PENGKAJIAN

A. Pengkajian keperawatan

Pengkajian dilakukan pada tanggal 11 Mei 2023 didapatkan gambaran seperti


berikut:

1. Data umum
a. Identitas klien
Nama pasien : Tn. R
Umur : 56 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Tanggal/jam MRS : 11 Mei 2023/ jam 19.05
Tanggal/jam pngkajian : 11 Mei 2023/ jam 19.06
Diagnosa medis : hemoragik stroke
b. Pengkajian
a) Kesadaran umum: Pasien tampak lemah, tampak tidak sadar,
tampak sesak napas, dan masuk ke IGD menggunakan brankar.
b) Triase:
 Prioritas 1  Prioritas 2  Prioritas 3  Prioritas 4 
Prioritas 5
Alasan (kondisi pada saat masuk):
Pasien mengalami penurunan kesadaran GCS 8 dan defisit
neurologis akut (hemiparesis).
c) Penanganan yang telah dilakukan di pre-hospital
 Tidak ada  Neck collar  Bidai  Oksisgen  Infus 
RJP  lainnya
d) Keluhan utama: Penurunan kesadaran
Riwanyat keluhan utama:
Keluarga pasien mengatakan sebelumnya pasien mengeluh
tegang pada leher, disertai nyeri kepala hebat, sesak napas,
21
gelisah, lemas, disertai muntah ±2 kali, dan penurunan nafsu
makan. Lalu ± 7 jam yang lalu pasien mulai mengalami
penurunan kesadaran sehingga keluarga memutuskan untuk
membawa pasien ke IGD RS Bhayangkara.
e) Riwayat penyakit dahulu:
keluarga mengatakan pasien memiliki riwayat penyakit
hipertensi sejak ± 5 tahun yang lalu, diabetes ± 3 tahun yang 50
lalu dan tuberculosis 2 tahun yang lalu, tetapi pasien tidak
pernah mengkonsumsi obat-obat hipertensi dan diabetes.
Pasien hanya mengkonsumsi obat tuberculosis yaitu
Rifampicin tuntas.
f) Survey primer
1) Airway dan control cervikal

 Tidak paten Suara Napas:


 Tidak paten  Normal
 Benda asing  Stridor
 Cairan/ darah  Tidak ada suara napas
 Lidah jatuh  Tidak ada suara napas
 Lainnya  Lainnya

Fraktur servikal
 Ya
 Tidak
Data lainnya:
2) Breathing
Frekuensi : 14 x/menit
Saturasi oksingen : 80 %
 Napas Spontan
 Apnea
 Orthopnea
 Sesak
Tanda distress pernapasan: Suara tambahan

22
 Retraksi dada/interkosta  Wheezing
☑ Penggunaan otot bantu napas  Rhonci
 Cuping hidung  Rales
 Lainnya

Irama pernapasan
 Teratur Perkusi
☑Tidak teratur ☑ Sonor
☑ Dalam  Pekak
 Dangkal  Redup
Lokasi

Pengembangan dada
☑ Simetris Krepitasi
 Tidak simetris  ya
☑ Tidak

Suara napas
☑ Vesikuler Distensi vena jugularis
 Broncho-vesikuler  Ya
 Bronkhial ☑ Tidak

Vocal Fremitus: Jejas


Tidak dapat dikaji  Ya
☑Tidak Lokasi:

Luka/Fraktur
 Ya, sebutkan
☑ Tidak

23
Data lainnya: keluarga pasien mengatakan pasien sesak sejak ± 7
jam yang lalu, keluhan sesak dialami memberat sejak ± 2 jam
yang lalu, terutama saat pasien setelah meminum kopi dan
merokok.

3) Circulation
Tekanan darah : 157/54 mmHg Suhu : 36,9°c
Nadi : 57x/menit Kulit dan
ekstremitas Frekuensi : 14x/menit
 Hangat
 Tidak teraba ☑ Dingin
 Kuat  Sianosis
☑ Lemah ☑ Pucat
 Teratur  CRT>2 detik
 Tidak teratur  Edema
 Lainnya :

Mata cekung Diaphoresis


☑ Ya  Ya
 Tidak ☑ Tidak

Turgor kulit Perdarahan


 Elastis Ya,jumlah: cc
☑ Menurun Warna
 Buruk Melalui
☑ Tidak

Bibir
 Lembab
☑ Kering

Nyeri dada
☑ Tidak
 Ya (Jelaskan PQRST) Data lainnya:
24
4) Disability
Tingkat kesadaran GCS Refleks
Kualitatif : Sopor ☑ Positif
Kuantitatif : M: 4  Negatif
V: 2
E: 2 Test babinsky
∑: 8 ☑ Positif
 Negatif
Pupil
☑ Isokor Kaku kuduk
 Anisokor ☑ Ya
 Midriasis  Tidak

Uji Kekuatan Otot


Kesimpulan: hemiparese sinistra

5) Exposure (dikaji khusus pasien trauma), lakukan log roll:


☑ Tidak ditemukan masalah
 Luka
 Jejas Jelaskan:
Data lainnya:

6) Foley chateter
☑ Terpasang, Output: 200 cc/jam
Warna: Kuning pekat Lainnya:
 Tidak Terpasang

7) Gastric tube
 Terpasang, Output: cc/jam
Warna:
Lainnya:

25
☑ Tidak terpasang

8) Heart Monitor
☑ Terpasang, Gambaran: Sinus Bradikardi (Frekuensi: 57
x/menit)
Lainnya :
 Tidak terpasang
g) Survey sekunder (dilakukan jika survey primer telah stabil):
Riwayat Kesehatan SAMPLE
1) Symptomp: Tegang pada leher, nyeri kepala hebat, sesak
napas, gelisah, disertai muntah ±2 kali, lemas dan nafsu
makan menurun.
2) Alergi: Keluarga pasien mengatakan pasien tidak memiliki
alergi terhadap makanan atau obat-obatan.
3) Medikasi: Keluarga pasien mengatakan tidak ada obat yang
dikomsumsi oleh pasien sebelumnya, kecuali 2 tahun lalu
mengkonsumsi rifampicin selama 6 bulan
4) Past medical history: Keluarga mengatakan pasien memiliki
riwanyat hipertensi ± 5 tahun yang lalu, diabetes ± 3 tahun
yang lalu dan tuberculosis sejak 2 tahun yang lalu.
5) Last oral intake: Keluarga mengatakan pasien terakhir kali
minum kopi 2 gelas ± 7 jam yang lalu.
6) Events: Keluarga pasien mengatakan awalnya pasien
mengalami tengang pada leher, nyeri kepala hebat, sesak
napas, gelisah, disertai muntah ±2 kali, lemas dan nafsu
makan menurun, setelah minum kopi dan merokok.
Tanda-tanda vital:
TD : 140/61mmHg
FP : 17 x/menit Nadi : 54 x/menit
Suhu : 36,8°c Saturasi: 94%
Pengkajian psikososial: Tidak dapat dikaji karena pasien
mengalami penurunan kesadaran
 Tidak ada masalah  Merasa
bersalah
 Cemas  Merasa
putus asa
 Panik  Perilaku
agresif
26
 Marah 
Mencederai diri
 sulit berkonsentrasi 
Mencederai orang lain
 Tengang 
Keinginan bunuh diri
 Takut  Lainnya
 Merasa sedih

Pengkajian head to toe :

1. Kebersihan rambut: Tampak bersih, tidak ada ketombe, tampak


ada uban
2. Kulit kepala: Tampak kulit kepala bersih dan lembab
3. Hygiene rongga mulut: Tampak tidak ada sariawan, tampak
ada karang gigi, dan tampak pasien tidak memakai gigi palsu
4. Kornea: Tampak jernih
5. Pupil: Tampak isokor pada kedua mata
6. Lensa mata: Tampak jernih
7. TIO: Teraba tekanan yang sama pada kedua mata
8. Palpebra/kongjungtiva: Tidak tampak edema/ tidak tampak
anemis
9. Sclera: Tampak tidak ikterik
10. Pina: Tampak simetris
11. Kanalis: Tampak ada serumen
12. Membrane timpani: Tampak utuh
13. Hidrasi kulit: Kembali ≤ 3 detik
14. Hidung: Tampak septum berada di tengah, tampak tidak ada
secret atau lesi maupun perdarahan pada hidung.
15. Lidah: Tampak bersih
16. Pharing: Tampak tidak ada perdarahan
17. Kelenjar getah bening: Tidak teraba adanya kelenjar getah
bening
18. Kelenjar parotis: Tampak tidak ada pembesaran
19. Kulit:
27
a. Edema : Negatif
b. Ikterik : Negatif
c. Tanda-tanda radang: Tidak tampak adanya peradangan
20. Abdomen:
a. Inspeksi : Tampak datar, tidak ada bayangan vena
b. Auskultasi : Peristaltik usus 15x/menit
c. Palpasi : Tidak ada nyeri tekan lepas
d. Perkusi : Terdengar bunyi tympani
21. Perkusi ginjal : Tidak dapat dikaji
22. Palpasi kandung kemih: Teraba kosong
23. Jantung
a. Inspeksi : Tidak tampak ictus cordis
b. Palpasi : Ictus cordis teraba pada ICS
V

linea midclavicularis sinistra


c. Perkusi:
Batas atas jantung
Batas kanan jantung : Linea sternalis dextra
Batas kiri jantung : Linea axilaris anterio sinistra
d. Auskultasi:
Bunyi jantung II A : Tunggal ICS linea
sternalis dextra Bunyi jantung II P :
Tunggal ICS II sternalis sinistra
Bunyi jantung IT : Tunggal ICS IV linea sternalis
sinistra Bunyi jantung IM : Tunggal
ICS V linea midclavicularis sinistra Bunyi jantung III irama
gallop: Tidak terdengar
Murmur: Tidak terdengar
24. Lengan dan tungkai
a. Inspeksi : Tampak tidak terdapat edema
b. Atrofi : Negatif
28
c. Rentang gerak
1) Kaku sendi : Tidak dapat dikaji
2) Nyeri sendi : Tidak dapat dikaji
3) Fraktur : Tampak tidak ada fraktur
4) Parese : Sisi tubuh sebelah kiri
5) Paralisis : Tidak dapat digaji
25. Uji saraf kranial tidak dapat dikaji karena pasien
mengalami penurunan kesadaran
a. Pemeriksaan penunjang
1. Elektorkardiogram (Tanggal, 11 Mei 2023, Pukul: 19:30
WITA) Kesan: Sinus bradikardi
2. Foto rontgen (Tanggal, 11 Mei 2023, Pukul:
20:40) Kesan: TB dextra lama aktif dengan
emfisema paru
3. CT-Scan (Tanggal, 11 Mei 2023, Pukul: 20:40)
Kesan: Hematoma intracerebral dextra,
intraventrikel dan subarachnoid
4. Laboratarium
Darah Rutin (Tanggal, 11 Mei 2023, Pukul 19:50)
Parameter Hasil Satuan Nilai Rujukan
WBC 12.90 10^3/ul 4.0 - 10.0
RBC 4.11 10^6/ul 4.0 – 5.50
HGB 12.4 g/dl 11.0 – 16.0
HCT 37.6 % 37.0 – 54.0
MCV 91.5 Fl 80.0 – 100.0
MCH 30.2 Pg 27.0 – 34.0
MCHC 33.0 g/dl 30.0 – 36.0
PLT 227 10^3/ul 150.0 – 400.0
RDW-SD 47.2 Fl 35.0 – 56.0
RDW-CV 13.2 11.0 – 16.0

b. Farmakologi (nama obat/dosis/waktu/jalur pemberian)


1. Tranexamet 500 mg /8 jam/ IV
2. Citicolin 500 mg / 24 jam / IV

29
3. Ranitidine 50 mg / 8 jam/ IV
4. Ketorolac 30 mg / 8 jam / IV
5. Monitol 125 cc / 8 jam / IV

Terapi lainnya (jika ada)


1. Cairan RL 15 tetes / menit
2. Oksingen NRM 10 liter 56

30
IDENTIFIKASI MASALAH

Nama/ Umur : Tn. R / 58 tahun

Ruang/ Kamar : IGD

Hari Data Etiologi Masalah


ke-
1 Penurunan kapasitas Hipertensi&Diabetesmilitus Penurunan
intrakarnial b/d edema ⬇ kapasitas
serebral(stroke aterosklerosis adaptif
hemorogik) di tandai ⬇ intrakarnial
dengan penurunan sumbatan aliran darah dan
kesadaran, mengeluh oksigen serebral
tegang pada leher disertai ⬇
nyeri kepala hebat infrak jaringan serebral

Ds: Keluarga pasien gangguan perfusi jaringan
mengatakan sebelumnya ⬇
pasien mengeluh penurunan kapasitas adaptif
tegang pada leher, disertai intrakarnial
nyeri kepala hebat, sesak
napas, gelisah, lemas,
disertai muntah ±2 kali,
dan penurunan nafsu
makan
- Keluarga pasien
mengatakan pasien
mengalami penurunan
kesadaran sejak ±7 jam
yang lalu
- Keluarga pasien
mengatakan memiliki
riwanyat penyakit
hipertensi sejak ± 5 tahun
yang lalu, diabetes ± 3
tahun yang lalu dan
tuberculosis 2 tahun yang
lalu
Do: Pasien mengalami
penurunan kesadaran,
pasien terpasang infus Rl
500 cc 15 tpm
KU: lemah
GCS: 8
31
M:4,E:2,V:2(sopor)
•Pasien tampak sesak
•tampak penggunaan otot
bantu nafas
•kulit teraba dingin
•tampak pucat
•tugor kulit menurun
•nadi teraba lemah
•mata cekung(+),kaku
kuduk(+)
TD= 157/54mmHg
N=57×/m
RR= 14×/m
S= 36,9°c
Hasil pemeriksaan CT
Scan
kepala: Hematoma
intracerebral dextra,
intraventrikel dan
subarachnoid
2 Penurunan kapasitas Hipertensi&Diabetesmilitus Penurunan
intrakarnial b/d edema ⬇ kapasitas
serebral(stroke aterosklerosis adaptif
hemorogik) di tandai ⬇ intrakarnial
dengan penurunan sumbatan aliran darah dan
kesadaran, mengeluh oksigen serebral
tegang pada leher disertai ⬇
nyeri kepala hebat infrak jaringan serebral

Ds: Keluarga pasien gangguan perfusi jaringan
mengatakan pasien sudah ⬇
perlahan sadar, nyeri penurunan kapasitas adaptif
kepala sudah berkurang, intrakarnial
sesak nafas sudah
berkurang, keluarga
pasien mengatakan pasien
masih muntah dan lemah
Do: Pasien sudah perlahan
sadar, pasien terpasang
infus Rl 500 cc 15 tpm
KU: lemah
GCS: 11 (samnolen)
•Pasien tampak masih
sesak
•tampak tidak
menggunakan alat bantu
32
nafas
•kulit teraba hangat
•tampak pucat
•tugor kulit tidak elastis
•nadi teraba lemah
•mata cekung(+),kaku
kuduk(-)
TD= 140/60mmHg
N=65×/m
RR= 16×/m
S= 36,9°c
Hasil pemeriksaan CT
Scan
kepala: Hematoma
intracerebral dextra,
intraventrikel dan
subarachnoid

B. Diagnosa keperawatan

Nama/ Umur : Tn. R / 58 tahun

Ruang/ Kamar : IGD

No Diagnosa Keperawatan
1 Penurunan kapasitas intrakarnial b/d edema serebral(stroke
hemorogik) ditandai dengan penurunan kesadaran, mengeluh tegang
pada leher disertai nyeri kepala hebat

C. Rencana Keperawatan

Nama/ Umur : Tn. R / 58 tahun

Ruang/ Kamar : IGD

Hari Prioritas Diagnosa Hasil yang Intervensi Keperawatan


ke- Keperawatan diharapkan (SIKI)
1 Penurunan Setelah dilakukan Manajemen
kapasitas intervensi peningkatan tekanan
intrakarnial b/d keperawatan selama intrakranial (I.06194)
edema 6 jam maka Observasi
serebral(stroke diharapkan kapasitas - Monitor tanda dan
hemorogik) di adaptif intrakranial gejala peningkatan TIK
33
tandai dengan meningkat dengan (mis, tekanan
penurunan kriteria hasil: darahmeningkat,
kesadaran, - Tingkat kesadaraan tekanan nadi melebar,
mengeluh tegang cukup meningkat bradikardi, kesadaran
pada leher disertai - Tekanan darah menurun)
nyeri kepala hebat cukup membaik - Mengidentifikasi
- Bradikardi cukup penyebab TIK (mis, lesi
Ds: Keluarga membaik gangguan metabolisme,
pasien mengatakan - Refleks neurologis edema serebral)
sebelumnya pasien cukup membaik Terapeutik
mengeluh - Berikan posisi semi
tegang pada leher, fowler atau fowler
disertai - Hindari manuver
nyeri kepala hebat, valsava
sesak - Meminimalkan
napas, gelisah, stimulus dengan
lemas, disertai menyediakan
muntah ±2 kali, lingkungan yang tenang
dan penurunan - Kolaborasi pemberian
nafsu makan obat termasuk diuretik
- Keluarga pasien osmotik
mengatakan
pasien mengalami
penurunan
kesadaran sejak ±7
jam yang
lalu
- Keluarga pasien
mengatakan
memiliki riwanyat
penyakit
hipertensi sejak ± 5
tahun yang
lalu, diabetes ± 3
tahun yang
lalu dan
tuberculosis 2
tahun
yang lalu
Do: Pasien
mengalami
penurunan
kesadaran, pasien
terpasang infus Rl
500 cc 15 tpm
KU: lemah
34
GCS: 8
M:4,E:2,V:2(sopor)
•Pasien tampak
sesak
•tampak
penggunaan otot
bantu nafas
•kulit teraba dingin
•tampak pucat
•tugor kulit
menurun
•nadi teraba lemah
•mata
cekung(+),kaku
kuduk(+)
TD= 157/54mmHg
N=57×/m
RR= 14×/m
S= 36,9°c
Hasil pemeriksaan
CT Scan
kepala: Hematoma
intracerebral
dextra,
intraventrikel dan
subarachnoid
2 Penurunan Setelah dilakukan Manajemen
kapasitas intervensi peningkatan tekanan
intrakarnial b/d keperawatan selama intrakranial (I.06194)
edema 6 jam maka Observasi
serebral(stroke diharapkan kapasitas - Monitor tanda dan
hemorogik) di adaptif intrakranial gejala peningkatan TIK
tandai dengan meningkat dengan (mis, tekanan darah
penurunan kriteria hasil: meningkat, tekanan
kesadaran, - Tingkat kesadaraan nadi melebar,
mengeluh tegang cukup meningkat bradikardi, kesadaran)
pada leher disertai - Tekanan darah - Mengidentifikasi
nyeri kepala hebat cukup membaik penyebab TIK (mis, lesi
- Bradikardi cukup gangguan metabolisme,
Ds: Keluarga membaik edema serebral)
pasien mengatakan - Refleks neurologis Terapeutik
pasien sudah cukup membaik - Berikan posisi semi
perlahan sadar, - Sesak nafas normal fowler atau fowler
nyeri kepala sudah - Togor kulit - Hindari manuver
berkurang, sesak membaik valsava
nafas masih terasa, - Meminimalkan
35
keluarga pasien stimulus dengan
mengatakan pasien menyediakan
masih muntah dan lingkungan yang tenang
lemah dan aman
Do: Pasien sudah - Ajarkan teknik
perlahan sadar, relaksasi nafas dalam
pasien terpasang - berikan makan dalam
infus Rl 500 cc 15 porsi kecil tapi sering
tpm - Berikan air putih
KU: lemah - bantu pasien untuk
GCS: 11 memposisikan diri
(samnolen) senyaman mungkin
•Pasien tampak untuk menghindari
masih sesak dokubitus(tira baring)
•tampak tidak - Kolaborasi pemberian
menggunakan alat obat termasuk diuretik
bantu nafas osmotik
•kulit teraba hangat
•tampak pucat
•tugor kulit tidak
elastis
•nadi teraba lemah
•mata
cekung(+),kaku
kuduk(-)
TD= 140/60mmHg
N=65×/m
RR= 15×/m
S= 36,9°c
Hasil pemeriksaan
CT Scan
kepala: Hematoma
intracerebral
dextra,
intraventrikel dan
subarachnoid

36
DAFTAR OBAT

a. Asam Tanexamat

1. Klasifikasi/golongan obat: Anti-fibrinolitik

2. Dosis umum : 0,5-1 gram

3. Dosis untuk pasien yang bersangkutan : 500 mg /8 jam/ IV

4. Cara pemberian obat : diberikan melalui intravena

5. Mekanisme kerja dan fungsi obat : asam tranexamat adalah obat golongan
Anti-fibrinolitik yang digunakan untuk membantu menghentikan perdarahan
pada sejulah kondisi, misalnya mimisan, cedera, perdarahan akibat menstruasi
berlebihan, dan perdarahan pada penderita angio-edema turunan.

6. Kontra indikasi : kontra indikasi asam traneksamat yaitu berdasarkan


riwanyat penyakit sebelumnya, seperti hipersensitivitas, tromboemboli,
trombosis dan perdarahan.

7. Efek samping obat : obat asam traneksamat menimbulkan efek samping


sakit kepala, nyeri otot, atau nyeri sendi, mual dan muntah, lemas dan pusing.

b. Citicoline

1. Klasifikasi/golongan obat : Golongan obat neuroprotektan

2. Dosis umum : Dosis 500-1000 mg IV/IM / 24 jam

3. Dosis untuk pasien yang bersangkutan : 500 mg /24 jam / IV

4. Cara pemberian obat : Citicoline diberikan melalui injeksi intravena pada


bolus selang infus.

5. Mekanisme kerja dan fungsi obat: mekanisme kerja dari citicolin yaitu
memperbaaiki membrane sel saraf melalui peningkatan sintesis
phosphatidycoline, kemudian memperbaiki neuron kolinergik, yang rusak
37
melalui potensial dari produksi asektikolin, lalu mengurangi penumpukan
asam lemak bebas pada kerusakan sphingomyelin setelah suatu keadaan
ischemia. Citicoline digunakan untuk mengobati penyakit alzheimer dan jenis
dimensia lainnya, luka dikepala, stroke, penyakit parkinson serta glaucoma.
Selain itu fungsi obat citicolin adalah untuk meningkatkan metabolisme
glukosa di otak serta meningkatkan jumlah oksingen ke otak.

6. Alasan pemberian obat pada pasien yang bersangkutan : untuk


meningkatkan jumlah oksigen ke otak.

7. Kontra indikasi : tidak boleh diberikan pada orang dengan hypertonia


system saraf parasimpatis.

8. Efek samping obat: sakit kepala, diare, nyeri dada, kostipasi, mual, dan
muntah.

c. Ranitidine

1. Klasifikasi atau golongan obat : golongan antasida, antirefluks,


antituleserasi.

2. Dosis umum : pada orang dewasa 50 mg yang diberikan melalui intravena


sebagai dosis utama, dengan dosis lanjutan 0,125-0,25 mg/kg BB/jam melalui
infus. Lalu diberikan secara oral 150mg, sebanyak 2x/hari.

3. Dosis untuk pasien yang bersangkutan : 50 mg / 8 jam/ IV

4. Cara pemberian obat : ranitidine dapat diberikan lewat oral, injeksi,


intramuscolar dan intravena.

5. Mekanisme kerja dan fungsi obat : ranitidine bekerja dengan cara


mengurangi produksi asam lambung, sehingga asam yang dilepaskan kedalam
sistem pencernaan akan berkurang yang membuat sekresi asam lambung
menurun. Ranitidine merupakan antagonis kompetif reversible respons
histamin pada sel parietal mukosa lambung yang berfungsi untuk mengsekresi
asam lambung.

38
6. Alasan pemberian obat pada pasien yang bersangkutan : ranitidine diberikan
untuk mengurangi indikasi peningkatan asam lambung pada pasien yang
mengalami penurunan kesadaran.

7. Kontra indikasi : hindari penggunaan ranitidine pada pasien dengan kondisi


medis seperti : alergi terhadap ranitidine, riwanyat porfiria akut yang yaitu
kelainan pembentukan heme ( salah satu bagian hemoglobin) yang tidak
sempurna.

8. Efek samping obat : efek samping yang mungkin terjadi seperti sakit
kepala, diare, mual, nyeri perut, dan rasa tidak nyaman pada perut.

d. Ketorolac

1. Klasifikasi atau golongan obat : golongan antiinflamasi nonsteroid


(OAINS).

2. Dosisi umum : 10-30 mg setiap 4-6 jam, jika diperlukan pemberian


ketorolac bisa dilakukan seriap 2 jam. Dosis maksimal 90 mg/hari dan dosis
tablet adalah 10-20 mg setiap 4-6 jam. Dosis maksimal 40 mg/hari.

3. Dosis untuk pasien yang bersangkutan : 30 mg / 8 jam / IV.

4. Cara pemberian obat : dapat melalui inntravena.

5. Mekanisme kerja dan fungsi obat : ketorolac bekerja dengan cara


menghambat produksi senyawa kimia yang bisa menyebabkan peradangan dan
rasa nyeri.

6. Alasan pemberian obat pada pasien yang bersangkutan : untuk meredakan


rasa nyeri yang dialami pasien.

7. Kontraindikasi : alergi terhadap obat ketorolac, memili riwanyat luka atau


tukak lambung dan perdarahan disaluran pencernaan, penderita gagal ginjal
dan penderita gagal jantung.

39
8. Efek samping obat : nyeri perut, mual dan muntah, tekanan darah
meningkat, diare, sakit kepala, rasa terbakar atau nyeri pada lokasi injeksi.

e. Monitol

1. Klasifikasi atau golongan obat : golongan diuretik osmotik.

2. Dosis umum: dewasa 1,5-2 gram/kgBB diberikan melalui infus ke


pembuluh darah vena (intravena/IV) selama 30-60 menit.

3. Dosis untuk pasien yang bersangkutan: 125 cc / 8 jam / IV.

4. Cara pemberian obatcara pemberian obata melalui intravena (IV).


Pemberian melalui infus dapat membantu mempercepat penyerapan obat.

5. Cara pemberian obat: monitol adalah cairan infus yang digunkan untuk
mengurangi tekanan dalam otak (tekanan intrakranial) tekanan dalam bola
mata (tekanan intraokular) dan pembengkakan otot (cerebral edema).
Mekanisme kerja monitol untuk menurunkan tekanan intrakranial adalah
dengan cara meningkatkan osmolalitas plasma sehingga aliran cairan dari
jaringan menuju ke dalam plasma meningkat, terjadi penurunan viskositas
darah. Penurunan viskositas darah mengakibatkan penurunan tahanan dalam
pembuluh darah otak hal ini menyebabkan aliran darah ke otak meningkat,
diikuti dengan vaonkontriksi dari pembuluh darah otak dan terjadi penurunan
tekanan intrakranial.

6. Alasan pemberian obat pada pasien yang bersangkutan : untuk mengurangi


tekanan intrakranial.

7. Kontra indikasI: tidak boleh digunakan untuk pasien dengan hipersensivitas


terhadap obat ini, kondisi anuria, edema paru berat, gagal ginjal, dehidrasi
berat.

8. Efek samping obat: efek samping yang mungkin dapat timbul seperti
demam, pusing, mual, muntah dan sakit kepala.

f. Terapi cairan (RL 500 cc)


40
Ringer laktat adalah cairan yang isotonis dengan darah dan dimaksudkan
untuk cairan pengganti. Ringer laktat merupakan cairan kristaloid digunakan
antaranya luka bakar, syok, dan cairan preload pada operasi. Ringer laktat
merupakan cairan komposisi elektrolit, satu lier cairan ringer laktat memiliki
kandungan 130 mEq ion natrium setara dengan 130 mmol/L, 3 mEq ion kalsium
setara dengan 1,5 mmol/L. Anion laktat yang terdapat dalam ringer laktat akan
dimetabolisme di hati dan diubah menjaadi bikarbonat untuk mengkoreksi
keadaan asidosis, sehingga ringer laktat baik untuk mengkoreksi asidosis. Laktat
dalam ringer laktat sebangian besar dimetabolisme melalui proses
glukoneugenesis. Setiap satu mol laktat akan menghasilkan satu mol bikarbionat.

g. Terapi oksingen Non Rebreathing Mask (NRM)


Alat untuk mengalirkan oksigen kecepatan rendah pada pasien yang
bisa bernapas spontan. Non Rebreathing Mask mengalirkan oksigen konsentrasi
oksigen sampai 80- 100% dengan kecepatan aliran 10-12 liter/menit. Terapi
oksigen menggunakan NRM dapat menurunkan tekanan sebagian Co2 darah
sehingga dapat digunakan untuk menurunkan tekanan intrakranial. Sungkup muka
non breathing memberikan konsentrasi oksigen sampai 99% dengan aliran yang
sama pada kantong rebreathing.

41
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan

kesimpulannya adalah bahwa penurunan kapasitas adaptif intakarnial yang


dirasakan oleh pasien kemungkinan disebabkan oleh sumbatan aliran darah dan
oksigen serebral. Intervensi keperawatan yang diberikan berhasil meningkatkan
kapasitas adaptif intakarnial , sehingga pasien dapat melakukan aktivitas seperti
biasanya dengan lebih nyaman. Dalam hal ini, penurunan kapasitas adaptif
intakarnial yang dialami oleh pasien merupakan gejala dari stroke yang
disebabkan oleh hipertensi dan diabetes melitus.

4.2 Saran

1. Bagi instalasi Rumah Sakit


Meningkatkan mutu pelanyanan seperti tenaga kesehatan yang profesional
dan pengalaman serta fasilitas yang memadai khususnya untuk menangani
pasien hemoragik stroke di Instalasi gawat Darurat agar pasien
mendapatkan penanganan dengan cepat dan tepat sehingga tidak terjadi
komplikasi pada pasien, serta pasien dan keluarga merasa puas dengan
pelanyanan yang ada di rumah sakit.
2. Bagi profesi keperawatan
Mengaplikasikan ilmu dan pengetahuan mengenai tindakan keperawatan
gawat darurat bagi pasien hemoragik stroke dengan cepat dan tanggap
sesuai dengan evidence based nursing agar tidak terjadi komplikasi.
3. Bagi Institusi Pendidikan
Diharapkan institusi meningkatkan mutu pendidikan dalam bentuk
memperbanyak penyediaan buku serta sumber tentang sistem
kardiovaskuler terutama dalam penanganan gawat darurat bagi pasien
hemoragis stroke baik dalam teori maupun dalam praktik langsung
dilapangan guna menghasilkan lulusan yang profesional.

42
DAFTAR PUSTAKA

Sholichin. (2021). Keperawatan Gawat Darurat. Samarinda: Universitas


Mulawarman.
43
Tarwoto. (2018). Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Sistem Persarafan.
Sagung Seto.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2018). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia
Definisi dan Indikator. Persatuan Perawat Indonesia.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
(SDKI). Persatuan Perawat Indonesia.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia
Definisi dan Kriteria (SLKI). Persatuan Perawat Indonesia.

44

Anda mungkin juga menyukai