Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Stroke merupakan penyakit atau gangguan fungsional otak berupa kelumpuhan saraf
(deficit neurologic) akibat terhambatnya aliran darah ke otak (Junaidi, 2011). Stroke
merupakan salah satu penyakit kardiovaskuler yang berpengaruh terhadap arteri utama
menuju dan berada di otak (National Stroke Association, 2012). Stroke juga bisa diartikan
sebagai gejala–gejala defisit fungsi susunan saraf yang diakibatkan penyakit pembuluh
darah otak dan bukan oleh lainnya (Adib, 2009) Stroke dibagi menjadi stroke iskemik dan
stroke hemoragik. Umumnya sekitar 50% kasus stroke hemoragik akan berujung kematian,
sedangkan stroke iskemik hanya 20% yang berakibat kematian. Stroke hemoragik
disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah arteri ke otak sehingga terhalangnya suplai
darah menuju otak. Penyebab arteri pecah tersebut misalnya tekanan darah yang mendadak
tinggi dan atau oleh stress psikis berat (Junaidi, 2011). Tekanan darah tinggi / hipertensi
merupakan faktor risiko paling penting berdasarkan derajat risiko terjadinya stroke.
Menurut Tarwoto (2013), 50- 70% kasus stroke disebabkan karena hipertensi. Faktor lain
nya seperti merokok, hiperlipidemia, fibrilasi atrium, penyakit jantung iskemik, penyakit
katup jantung dan diabetes (Goldszmith, 2013). Berdasarkan data prevalensi hipertensi
sebagai faktor risiko utama yang makin meningkat di Indonesia yaitu sekitar 95%, maka
para ahli epidemiologi meramalkan bahwa saat ini dan masa yang akan datang sekitar 12
juta penduduk Indonesia yang berumur diatas 35 tahun mempunyai potensi terkena stroke
(Yastroki dalam Sikawin 2013). Stroke berdampak pada kecacatan bahkan kematian
tergantung pada lokasi dimana terjadi gangguan suplai darah ke otak. Suplai darah yang
berkurang menyebabkan kematian sel neuron, jika berlangsung hingga 72 jam dapat terjadi
kerusakan otak (Corwin, 2009). Menurut Junaidi (2011), terdapat beberapa perubahan pada
pasien stroke seperti : perubahan pikiran, perubahan emosi, perubahan kepribadian, hilang
rasa hingga epilepsi. Banyak penderita pasca stroke menjadi penyandang cacat yang cukup
berat sedang umurnya masih panjang. Dampak stroke tidak hanya terhadap penderita tetapi
juga terhadap keluarga. Menurut penelitian Pambudi (2010), keluarga umumnya akan
mengalami perubahan perilaku dan emosional yang lebih luas diantaranya ansietas, syok,
penolakan, marah. Hal tersebut merupakan respon umum yang disebabkan oleh stress. Bila
dibiarkan, ini akan berlanjut pada depresi (Sutrisno, 2007) Stroke hemoragik yang
disebabkan oleh hipertensi harus segera diatasi agar tidak terjadi edema serebri yang akan
menyebabkan gejala seperti : sakit kepala, kebingungan, pusing, mual, muntah, ngantuk
berlebihan, kelemahan, apatis, kejang, kehilangan kesadaran bahkan sampai koma (Aminoff
dan Josephson, 2014). Edema serebri sangat berbahaya bagi penderita stroke sehingga harus

1
diatasi dalam 6 jam pertama yang disebut dengan “golden periode”. Apabila penderita
stroke dapat ditangani dalam 6 jam , maka sebesar 30-40 % penderita stroke dapat sembuh
sempurna, namun apabila dalam waktu tersebut pasien stroke tidak mendapatkan
penanganan yang maksimal maka akan terjadi kecacatan / kelemahan fisik (Levine, 2008).
Sedangkan penurunan tekanan darah diastole 5-6 mmHg dan systole 10-12 mmHg selama 2
sampai 3 tahun akan menurunkan risiko stroke antara 4,5- 7% (Rudd dalam Tarwoto 2013).
Badan kesehatan dunia (WHO) mencatat dalam Ghani (2015) bahwa peningkatan jumlah
pasien stroke di beberapa negara Eropa sebesar 1,1 juta pertahun pada tahun 2000 menjadi
1,5 juta pertahun pada tahun 2025. American Heart Association (AHA) menyebutkan
bahwa setiap 45 menit ada satu orang di Amerika yang terkena serangan stroke. Stroke
menduduki peringkat ke-3 setelah penyakit jantung dan kanker (Sikawin, 2013). Suatu saat
5,8 juta orang di Amerika Serikat mengalami stroke, yang mengakibatkan biaya kesehatan
berkenaan dengan stroke mendekati 70 milyar dolar per tahun. Pada tahun 2010, Amerika
telah menghabiskan $ 73,7 juta untuk membiayai tanggungan medis dan rehabilitasi akibat
stroke. Sedangkan menurut National Health Services (NHS) Inggris menghabiskan sekitar
4% total anggarannya untuk menyediakan perawatan bagi penderita stroke. Lembaga-
lembaga pelayanan sosial juga menghabiskan biaya yang besar untuk menyediakan
pelayanan yang berkesinambungan bagi penderita stroke, baik yang di rawat di rumah
maupun di pelayanan kesehatan (Rudd 2010 dalam Yudha 2014) Berdasarkan data 10 besar
penyakit terbanyak di Indonesia tahun 2013, prevalensi kasus stroke tertinggi terdapat di
Provinsi Sulawesi Utara (10,8%) dan terendah di Provinsi Papua (2,3%), sedangkan
Provinsi Jawa Tengah sebesar 7,7%. Prevalensi stroke antara laki-laki dengan perempuan
hampir sama (Kemenkes, 2013) Menurut Rikesdas tahun 2013, dalam laporannya
mendapatkan bahwa di Indonesia, setiap 1000 orang, 8 orang diantaranya terkena stroke.
Stroke merupakan penyebab utama kematian pada semua umur, dengan proporsi 15,4%.
Setiap 7 orang yang meninggal di Indonesia, 1 diantaranya karena stroke. Sumatera Barat
dalam prevelansi penyakit stroke menempati urutan ke 6 (enam) dari 33 provinsi setelah
provinsi Nangroe Aceh Darussalam, Kepulauan Riau, Gorontalo, DKI Jakarta, NTB,
dengan presentase 10,6% (BPS, 2011). Menurut Junaidi (2011) dalam 6-12 bulan setelah
stroke, 1 dari 10 orang bisa terserang stroke kedua. Terjadinya stroke ulangan bergantung
pada jenis stroke awal, usia, penyakit terkait, dan faktor risikonya, serta kurun waktu
kejadian stroke. Menurut Tarwoto (2013), mobilisasi sangat penting untuk meningkatkan
kekuatan otot, jantung dan pengembangan paru pada pasien pasca stroke. Sehingga latihan
gerak pada pasien stroke setelah stroke pertama dapat meminimalkan terjadinya stroke
kedua. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ariyanti (2010) bahwa kekuatan otot
dan kemampuan fungsional meningkat secara signifikan setelah diberikan latihan. Menurut
Tarwoto (2013), masalah keperawatan yang biasanya muncul pada pasien stroke hemoragik
diantaranya ketidakefektifan perfusi jaringan serebral, hambatan mobilitas fisik, hambatan

2
komunikasi verbal, gangguan perawatan diri (ADL), hingga gangguan eliminasi. Peran
perawat yang paling utama menurut Junaidi (2011) diantaranya memastikan kepatenan ABC
(Airway, Breathing, Circulation), serta memantau tekanan darah tiap jam dan bagi pasien
yang mengalami penumpukan saliva dilakukan suction serta perubahan posisi miring setiap
2-4 jam.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Stroke Hemoragik

1. Pengertian Stroke Hemoragik

Stroke merupakan penyakit atau gangguan fungsional otak berupa kelumpuhan saraf
(deficit neurologic) akibat terhambatnya aliran darah ke otak. Secara sederhana stroke
didefinisikan sebagai penyakit otak akibat terhentinya suplai darah ke otak karena
sumbatan (stroke iskemik) atau perdarahan (stroke hemoragik) (Junaidi, 2011). Mulanya
stroke ini dikenal dengan nama apoplexy, kata ini berasal dari bahasa Yunani yag berarti
“memukul jatuh” atau to strike down. Dalam perkembangannya lalu dipakai istilah CVA
atau cerebrovascular accident yang berarti suatu kecelakaan pada pembuluh darah dan
otak.

Menurut Misbach (2011) stroke adalah salah satu syndrome neurologi yang dapat
menimbulkan kecacatan dalam kehidupan manusia. Stroke Hemoragik adalah pembuluh
darah otak yang pecah sehingga menghambat aliran darah yang normal dan darah
merembes ke dalam suatu daerah di otak dan kemudian merusaknya (Adib, 2009)

2. Klasifikasi Stroke Hemoragik


a. Perdarahan intra serebral (PIS)
Perdarahan Intra Serebral diakibatkan oleh pecahnya pembuluh darah intraserebral
sehingga darah keluar dari pembuluh darah dan kemudian masuk ke dalam jaringan
otak (Junaidi, 2011). Penyebab PIS biasanya karena hipertensi yang berlangsung
lama lalu terjadi kerusakan dinding pembuluh darah dan salah satunya adalah
terjadinya mikroaneurisma. Faktor pencetus lain adalah stress fisik, emosi,
peningkatan tekanan darah mendadak yang mengakibatkan pecahnya pembuluh
darah. Sekitar 60-70% PIS disebabkan oleh hipertensi. Penyebab lainnya adalah
deformitas pembuluh darah bawaan, kelainan koagulasi. Bahkan, 70% kasus
berakibat fatal, terutama apabila perdarahannya luas (masif) (Junaidi, 2011).
b. Perdarahan ekstra serebral / perdarahan sub arachnoid (PSA)
Perdarahan sub arachnoid adalah masuknya darah ke ruang subarachnoid baik dari
tempat lain (perdarahan subarachnoid sekunder) dan sumber perdarahan berasal dari
rongga subarachnoid itu sendiri (perdarahan subarachnoid primer) (Junaidi, 2011)
Penyebab yang paling sering dari PSA primer adalah robeknya aneurisma (51-75%)
dan sekitar 90% aneurisma penyebab PSA berupa aneurisma sakuler congenital,
angioma (6-20%), gangguan koagulasi (iatronik/obat anti koagulan), kelainan

4
hematologic (misalnya trombositopenia, leukemia, anemia aplastik), tumor, infeksi
(missal vaskulitis, sifilis, ensefalitis, herpes simpleks, mikosis, TBC), idiopatik atau
tidak diketahui (25%), serta trauma kepala (Junaidi, 2011) Sebagian kasus PSA
terjadi tanpa sebab dari luar tetapi sepertiga kasus terkait dengan stress mental dan
fisik. Kegiatan fisik yang menonjol seperti : mengangkat beban, menekuk, batuk
atau bersin yang terlalu keras, mengejan dan hubungan intim (koitus) kadang bisa
jadi penyebab (Junaidi, 2011).

3. Penyebab Stroke Hemoragik


Terhalangnya suplai darah ke otak pada stroke perdarahan (stroke hemoragik)
disebabkan oleh arteri yang mensuplai darah ke otak pecah. Penyebabnya misalnya
tekanan darah yang mendadak tinggi dan atau oleh stress psikis berat. Peningkatan
tekanan darah yang mendadak tinggi juga dapat disebabkan oleh trauma kepala atau
peningkatan tekanan lainnya, seperti mengedan, batuk keras, mengangkat beban, dan
sebagainya. Pembuluh darah pecah umumnya karena arteri tersebut berdinding tipis
berbentuk balon yang disebut aneurisma atau arteri yang lecet bekas plak aterosklerotik
(Junaidi, 2011).
Selain hal-hal yang disebutkan diatas, ada faktor-faktor lain yang menyebabkan stroke
(Arum, 2015) diantaranya :
a. Faktor risiko medis
Faktor risiko medis yang memperparah stroke adalah:
1) Arteriosklerosis (pengerasan pembuluh darah)
2) Adanya riwayat stroke dalam keluarga (factor keturunan)
3) Migraine (sakit kepala sebelah)
b. Faktor risiko pelaku
Stroke sendiri bisa terjadi karena faktor risiko pelaku. Pelaku menerapkan gaya
hidup dan pola makan yang tidak sehat. Hal ini terlihat pada :
1) Kebiasaan merokok
2) Mengosumsi minuman bersoda dan beralkhohol
3) Suka menyantap makanan siap saji (fast food/junkfood)
4) Kurangnya aktifitas gerak/olahraga
5) Suasana hati yang tidak nyaman, seperti sering marah tanpa alasan yang jelas
c. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi
1) Hipertensi (tekanan darah tinggi)
Tekanan darah tinggi merupakan peluang terbesar terjadinya stroke.
Hipertensi mengakibatkan adanya gangguan aliran darah yang mana diameter
pembuluh darah akan mengecil sehingga darah yang mengalir ke otak pun

5
berkurang. Dengan pengurangan aliran darah ke otak, maka otak kekurangan
suplai oksigen dan glukosa, lamakelamaan jaringan otak akan mati
2) Penyakit jantung
Penyakit jantung seperti koroner dan infark miokard (kematian otot jantung)
menjadi factor terbesar terjadinya stroke. Jantung merupakan pusat aliran
darah tubuh. Jika pusat pengaturan mengalami kerusakan, maka aliran darah
tubuh pun menjadi terganggu, termasuk aliran darah menuju otak. Gangguan
aliran darah itu dapat mematikan jaringan otak secara mendadak ataupun
bertahap.
3) Diabetes mellitus
Pembuluh darah pada penderita diabetes melltus umumnya lebih kaku atau
tidak lentur. Hal ini terjadi karena adanya peningkatan atau oenurunan kadar
glukosa darah secara tiba-tiba sehingga dapat menyebabkan kematian otak.
4) Hiperkolesterlemia
Hiperkolesterolemia adalah kondisi dimana kadar kolesterol dalam darah
berlebih. LDL yang berlebih akan mengakibatkan terbentuknya plak pada
pembuluh darah. Kondisi seperti ini lama-kelamaan akan menganggu aliran
darah, termasuk aliran darah ke otak.
5) Obesitas
Obesitas atau overweight (kegemukan) merupakan salah satu faktor
terjadinya stroke. Hal itu terkait dengan tingginya kadar kolesterol dalam
darah. Pada orang dengan obesitas, biasanya kadar LDL (LowDensity
Lipoprotein) lebih tinggi disbanding kadar HDL (HighDensity Lipoprotein).
Untuk standar Indonesia,seseorang dikatakan obes jika indeks massa
tubuhnya melebihi 25 kg/m. sebenarnya ada dua jenis obesitas atau
kegemukan yaitu obesitas abdominal dan obesitas perifer. Obesitas
abdominal ditandai dengan lingkar pinggang lebih dari 102 cm bagi pria dan
88 cm bagi wanita
6) Merokok
Menurut berbagai penelitian diketahui bahwa orang-orang yang merokok
mempunyai kadar fibrinogen darah yang lebih tinggi dibanding orang-orang
yang tidak merokok. Peningkatan kadar fibrinogen mempermudah terjadinya
penebalan pembuluh darah sehingga pembuluh darah menjadi sempit dan
kaku. Karena pembuluh darah menjadi sempit dan kaku, maka dapat
menyebabkan gangguan aliran darah.

6
d. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi
1) Usia
Semakin bertambahnya usia, semakin besar resiko terjadinya stroke. Hal ini
terkait dengan degenerasi (penuaan) yang terjadi secara alamiah. Pada orang-
orang lanjut usia, pembuluh darah lebih kaku karena banyak penimbunan
plak. Penimbunan plak yang berlebih akan mengakibatkan berkurangnya
aliran darah ke tubuh, termasuk otak.
2) Jenis kelamin
Dibanding dengan perempuan, laki-laki cenderung beresiko lebih besar
mengalami stroke. Ini terkait bahwa laki-laki cenderung merokok. Bahaya
terbesar dari rokok adalah merusak lapisan pembuluh darah pada tubuh.
3) Riwayat keluarga
Jika salah satu anggota keluarga menderita stroke, maka kemungkinan
dari keturunan keluarga tersebut dapat mengalami stroke. Orang dengan
riwayat stroke pada keluarga memiliki resiko lebih besar untuk terkena
stroke disbanding dengan orang yang tanpa riwayat stroke pada
keluarganya.
4) Perbedaan ras
Fakta terbaru menunjukkan bahwa stroke pada orang Afrika-Karibia
sekitar dua kali lebih tinggi daripada orang non-Karibia. Hal ini
dimungkinkan karena tekanan darah tinggi dan diabetes lebih sering
terjadi pada orang afrika-karibia daripada orang non-Afrika Karibia. Hal
ini dipengaruhi juga oleh factor genetic dan faktor lingkungan.

4. Patofisiologi Stroke Hemoragik


Otak merupakan bagian tubuh yang sangat sensisitif oksigen dan glukosa karena jaringan
otak tidak dapat menyimpan kelebihan oksigen dan glukosa seperti halnya pada otot.
Meskipun berat otak sekitar 2% dari seluruh badan, namun menggunakan sekitar 25%
suplay oksigen dan 70%glukosa. Jika aliran darah ke otak terhambat maka akan terjadi
iskemia dan terjadi gangguan metabolism otak yang kemudian terjadi gangguan perfusi
serebral. Area otak disekitar yang mengalami hipoperfusi disebut penumbra. Jika aliran
darah ke otak terganggu, lebih dari 30 detik pasien dapat mengalami tidak sadar dan
dapat terjadi kerusakan jaringan otak yang permanen jika aliran darah ke otak terganggu
lebih dari 4 menit. (Tarwoto, 2013) Untuk mempertahankan aliran darah ke otak maka
tubuh akan melakukan dua mekanisme tubuh yaitu mekanisme anastomis dan
mekanisme autoregulasi. Mekanisme anastomis berhubungan dengan suplai darah ke
otak untuk pemenuhan kebutuhan oksigen dan glukosa. Sedangkan mekanisme
autoregulasi adalah bagaimana otak melakukan mekanisme/usaha sendiri dalam menjaga

7
keseimbangan. Misalnya jika terjadi hipoksemia otak maka pembuluh darah otak akan
mengalami vasodilatasi (Tarwoto, 2013)
a. Mekanisme anastomis
Otak diperdarahi melalui 2 arteri karotis dan 2 arteri vertebralis. Arteri karotis terbagi
manejadi karotis interna dan karotis eksterna. Karotis interna memperdarahi langsung
ke dalam otak dan bercabang kira-kira setinggi kiasma optikum menjadi arteri serebri
anterior dan media. Karotis eksterna memperdarahi wajah, lidah dna faring,
meningens. Arteri vertebralis berasal dari arteri subclavia. Arteri vertebralis
mencapai dasar tengkorak melalui jalan tembus dari tulang yang dibentuk oleh
prosesus tranverse dari vertebra servikal mulai dari c6 sampai dengan c1. Masuk ke
ruang cranial melalui foramen magnum, dimana arteri-arteri vertebra bergabung
menjadi arteri basilar. Arteri basilar bercabang menjadi 2 arteri serebral posterior
yang memenuhi kebutuhan permukaan medial dan inferior arteri baik bagian lateral
lobus temporal dan occipital. Meskipun arteri karotis interna dan vertebrabasilaris
merupakan 2 sistem arteri yang terpisah yang mengaliran darah ke otak, tapi ke
duanya disatukan oleh pembuluh dan anastomosis yang membentuk sirkulasi wilisi.
Arteri serebri posterior dihubungkan dengan arteri serebri media dan arteri serebri
anterior dihubungkan oleh arteri komunikan anterior sehingga terbentuk lingkaran
yang lengkap. Normalnya aliran darah dalam arteri komunikans hanyalah sedikit.
Arteri ini merupakan penyelamat bilamana terjadi perubahan tekanan darah arteri
yang dramatis.
b. Mekanisme autoregulasi
Oksigen dan glukosa adalah dua elemen yang penting untuk metabolisme serebral
yang dipenuhi oleh aliran darah secara terus-menerus. Aliran darah serebral
dipertahankan dengan kecepatan konstan 750ml/menit. Kecepatan serebral konstan
ini dipertahankan oleh suatu mekanisme homeostasis sistemik dan local dalam
rangka mempertahankan kebutuhan nutrisi dan darah secara adekuat. Terjadinya
stroke sangat erat hubungannya dengan perubahan aliran darah otak, baik karena
sumbatan/oklusi pembuluh darah otak maupun perdarahan pada otak menimbulkan
tidak adekuatnya suplai oksigen dan glukosa. Berkurangnya oksigen atau
meningkatnya karbondioksida merangsang pembuluh darah untuk berdilatasi sebagai
kompensasi tubuh untuk meningkatkan aliran darah lebih banyak. Sebalikya keadaan
vasodilatasi memberi efek pada tekanan intracranial. Kekurangan oksigen dalam otak
(hipoksia) akan menimbulkan iskemia. Keadaan iskemia yang relative pendek/cepat
dan dapat pulih kembali disebut transient ischemic attacks (TIAs). Selama periode
anoxia (tidak ada oksigen) metabolism otak cepat terganggu. Sel otak akan mati dan
terjadi perubahan permanen antara 3-10 menit anoksia.

8
5. WOC

9
6. Manifestasi Klinis Stroke Hemoragik
Menurut Tarwoto (2013), manifestasi klinis stroke tergantung dari sisi atau bagian mana
yang terkena, rata-rata serangan, ukuran lesi dan adanya sirkulasi kolateral. Pada stroke
hemoragik, gejala klinis meliputi:
a. Kelumpuhan wajah atau anggota badan sebelah (hemiparise) atau hemiplegia
(paralisis) yang timbul secara mendadak. Kelumpuhan terjadi akibat adanya
kerusakan pada area motorik di korteks bagian frontal, kerusakan ini bersifat
kontralateral artinya jika terjadi kerusakan pada hemisfer kanan maka
kelumpuhan otot pada sebelah kiri. Pasien juga akan kehilangan kontrol otot
vulenter dan sensorik sehingga pasien tidak dapat melakukan ekstensi maupun
fleksi.
b. Gangguan sensibilitas pada satu atau lebih anggota badan Gangguan sensibilitas
terjadi karena kerusakan system saraf otonom dan gangguan saraf sensorik.
c. Penurunan kesadaran (konfusi, delirium, letargi, stupor, atau koma), terjadi akibat
perdarahan, kerusakan otak kemudian menekan batang otak atau terjadinya
gangguan metabolik otak akibat hipoksia.
d. Afasia (kesulitan dalam bicara) Afasia adalah defisit kemampuan komunikasi
bicara, termasuk dalam membaca, menulis dan memahami bahasa. Afasia terjadi
jika terdapat kerusakan pada area pusat bicara primer yang berada pada hemisfer
kiri dan biasanya terjadi pada stroke dengan gangguan pada arteri middle sebelah
kiri. Afasia dibagi menjadi 3 yaitu afasia motorik, sensorik dan afasia global.
Afasia motorik atau ekspresif terjadi jika area pada area Broca, yang terletak pada
lobus frontal otak. Pada afasia jenis ini pasien dapat memahami lawan bicara
tetapi pasien tidak dapat mengungkapkan dan kesulitan dalam mengungkapkan
bicara. Afasia sensorik terjadi karena kerusakan pada area Wernicke, yang
terletak pada lobus temporal. Pada afasia sensori pasien tidak dapat menerima
stimulasi pendengaran tetapi pasien mampu mengungkapkan pembicaraan.
Sehingga respon pembicaraan pasien tidak nyambung atau koheren. Pada afasia
global pasien dapat merespon pembicaraan baik menerima maupun
mengungkapkan pembicaraan.
e. Disatria (bicara cedel atau pelo) Merupakan kesulitan bicara terutama dalam
artikulasi sehingga ucapannya menjadi tidak jelas. Namun demikian, pasien dapat
memahami pembicaraan, menulis, mendengarkan maupun membaca. Disartria
terjadi karena kerusakan nervus cranial sehingga terjadi kelemahan dari otot
bibir, lidah dan laring. Pasien juga terdapat kesulitan dalam mengunyah dan
menelan.
f. Gangguan penglihatan, diplopia Pasien dapat kehilangan penglihatan atau juga
pandangan menjadi ganda, gangguan lapang pandang pada salah satu sisi. Hal ini

10
terjadi karena kerusakan pada lobus temporal atau parietal yang dapat
menghambat serat saraf optik pada korteks oksipital. Gangguan penglihatan juga
dapat disebabkan karena kerusakan pada saraf cranial III, IV dan VI.
g. Disfagia Disfagia atau kesulitan menelan terjadi karena kerusakan nervus cranial
IX. Selama menelan bolus didorong oleh lidah dan glottis menutup kemudian
makanan masuk ke esophagus
h. Inkontinensia Inkontinensia baik bowel maupun badder sering terjadi karena
terganggunya saraf yang mensarafi bladder dan bowel.
i. Vertigo, mual, muntah, nyeri kepala, terjadi karena peningkatan tekanan
intrakranial, edema serebri

Table 2.1
Tabel tanda dan gejala stroke berdasarkan lokasi

Lokasi Syndrome

Arteri Karotis Interna (ICA) a. Kelumpuhan pada tangan, kaki dan


wajah yang berlawanan dengan
kerusakan otak
b. Gangguan sensori pada kaki, wajah,
dan tangan yang berlawanan dengan
kerusakan otak
c. Afasia, apraksia, agnosia

Middle Cerebral Arteri a. Hemiplegi kontralateral


(MCA) b. Gangguan sensori kontralateral
c. Afasia

Anterior Cerebral Arteri a. Paralisis kontralateral


(ACA) b. Gangguan berjalan
c. Kehilangan sensoris
d. Kerusakan kognitif
e. Inkontinensia urine

Arteri Vertebra a. Pusing


b. Nistagmus
c. Dispagia
d. Disatria

11
e. Nyeri pada muka, hidung, atau mata
f. Kelemahan pada wajah
g. Gangguan pergerakan

Arteri basiler a. Quadriplegia


b. Kelemahan otot wajah, lidah, dan
faringeal

Sumber : Tarwoto (2013)

Table 2.2
Tabel perbedaan PIS dan PSA

Gejala dan tanda PIS PSA

Kelainan / defisit Hebat Ringan

Sakit kepala Hebat Sangan Hebat

Kaku kuduk Jarang Biasanya ada

Kesadaran Terganggu Terganggu sebentar

Hipertensi Selalu ada Biasanya tidak ada

Lemah sebelah tubuh Ada sejak awal Awalnya tak ada

LCS Erotrosit > Eritrosit .


5000/mm3 25.000/mm3

Angiografi Shift ada Shift tidak ada

CT-Scan Area putih Kadang normal

Sumber: Junaidi, 2011

7. Respon tubuh terhadap perubahan fisiologis


a. Fase akut
1) Hipoksia serebral dan menurunnya aliran darah otak
Pada area otak yang infark atau terjadi kerusakan karena perdarahan maka
terjadi gangguan perfusi jaringan akibat terhambatnya aliran darah otak. Tidak
adekuatnya aliran darah dan oksigen mengakibatkan hipoksia jaringan otak.
Fungsi otak akan sangat tergantung pada derajat kerusakan dan lokasinya.
Aliran darah ke otak snagat tergantung pada tekanan darah, fungsi jantung atau
12
kardiak output, keutuhan pembuluh darah. Sehingga pada pasien dengan stroke
keadekuatan aliran darah sangat dibutuhkan untuk menjamin perfusi jaringan
yang baik untuk menghindari terjadinya hipoksia serebral.
2) Edema serebri
Merupakan respon fisiologis terhadap adanya trauma jaringan. Edema terjadi
jika pada area yang mengalami hipoksia atau iskemik maka tubuh akan
meningkatkan aliran darah pada lokasi tersebut dengan cara vasodilatasi
pembuluh darah dan meningkatkan tekanan sehingga cairan interstresial akan
berpindah ke ekstraseluler sehingga terjadi edema jaringan otak.
3) Peningkatan Tekanan Intrakranial (TIK)
Bertambahnya massa pada otak seperti adanya perdarahan atau edema otak akan
meningkatkan tekanan intrakranial yang ditandai adanya defisit neurologi
seperti adanya gangguan motorik, sensorik, nyeri kepala, gangguan kesadaran.
Peningkatan tekanan intrakranial yang tinggi dapat mengakibatkan herniasi
serebral yang dapat mengancam kehidupan.
4) Aspirasi
Pasien stroke dengan gangguan kesadaran atau koma sangat rentan terhadap
adanya aspirasi karena tidak adanya reflek batuk dan menelan.
b. Komplikasi pada masa pemulihan atau lanjut
1) Komplikasi yang sering terjadi pada masa lanjut atau pemulihan biasanya terjadi
akibat immobilisasi seperti pneumonia, dekubitus, kontraktur, thrombosis vena
dalam, atropi, inkontinensia urine dan bowl.
2) Kejang, terjadi akibat kerusakan atau gangguan pada aktifitas listrik otak.
3) Nyeri kepala kronis seperti migraine, nyeri kepala tension, nyeri kepala clauster.
4) Malnutrisi, karena intake yang tidak adekuat.

8. Penatalaksanaan
Menurut Tarwoto (2013), penatalaksanaan stroke terbagi atas :
a. Penatalaksanaan umum
1) Pada fase akut
a) Terapi cairan, stroke beresiko terjadinya dehidrasi karena penurunan
kesadaran atau mengalami disfagia. Terapi cairan ini penting untuk
mempertahankan sirkulasi darah dan tekanan darah. The American Heart
Association sudah menganjurkan normal saline 50 ml/jam selama jam-jam
pertama dari stroke iskemik akut. Segera setelah stroke hemodinamik stabil,
terapi cairan rumatan bisa diberikan sebagai KAEN 3B/KAEN 3A. Kedua
larutan ini lebih baik pada dehidrasi hipertonik serta memenuhi kebutuhan
hemoestasis kalium dan natrium. Setelah fase akut stroke, larutan rumatan

13
bisa diberikan untuk memelihara hemoestasis elektrolit, khususnya kalium
dan natrium.
b) Terapi oksigen, pasien stroke iskemik dan hemoragik mangalami gangguan
aliran darah ke otak. Sehingga kebutuhan oksigen sangat penting untuk
mengurangi hipoksia dan juga untuk mempertahankan metabolism otak.
Pertahankan jalan napas, pemberian oksigen, penggunaan ventilator,
merupakan tindakan yang dapat dilakukan sesuai hasil pemeriksaan analisa
gas darah atau oksimetri.
c) Penatalaksanaan peningkatan Tekanan Intra Kranial (TIK) Peningkatan
intra cranial biasanya disebabkan karena edema serebri, oleh karena itu
pengurangan edema penting dilakukan misalnya dengan pemberian manitol,
control atau pengendalian tekanan darah.
d) Monitor fungsi pernapasan : Analisa Gas Darah.
e) Monitor jantung dan tanda-tanda vital, pemeriksaan EKG.
f) Evaluasi status cairan dan elektrolit.
g) Kontrol kejang jika ada dengan pemberian antikonvulsan, dan cegah resiko
injuri.
h) Lakukan pemasangan NGT untuk mengurangi kompresi labung dan
pemberian makanan .
i) Cegah emboli paru dan tromboplebitis dengan antikoagulan.
j) Monitor tanda-tanda neurologi seperti tingkat kesadaran, keadaan pupil,
fungsi sensorik dan motorik, nervus cranial dan reflex
2) Fase rehabilitasi
a) Pertahankan nutrisi yang adekuat.
b) Program manajemen bladder dan bowel.
c) Mempertahankan keseimbangan tubuh dan rentang gerak sendi (ROM) .
d) Pertahankan integritas kulit.
e) Pertahankan komunikasi yang efektif.
f) Pemenuhan kebutuhan sehari-hari.
g) Persiapan pasien pulang
3) Pembedahan
Dilakukan jika perdarahan serebrum diameter lebih dari 3 cm atau volume lebih
dari 50 ml untuk dekompresi atau pemasangan pintasan ventrikuloperitoneal
bila ada hidrosefalus obstrukis akut.
4) Terapi obat-obatan
a) Antihipertensi : Katropil, antagonis kalsium.
b) Diuretic : manitol 20%, furosemid.
c) Antikolvusan : fenitoin

14
B. Asuhan Keperawatan Teoritis
Menurut Tarwoto (2013) pengkajian keperawatan pada pasien stroke meliputi :
1. Pengkajian
a. Identitas pasien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin, pendidikan,
alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register,
diagnose medis.
b. Keluhan utama
Keluhan yang didapatkan biasanya gangguan motorik kelemahan anggota gerak
sebelah badan, bicara pelo, dan tidak dapat berkomunikasi, nyeri kepala, gangguan
sensorik, kejang, penurunan kesadaran.
c. Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke infark biasanya didahului dengan serangan awal yang tidak
disadari oleh pasien, biasanya ditemukan gejala awal sering kesemutan, rasa lemah
pada salah satu anggota gerak. Pada serangan stroke hemoragik seringkali
berlangsung sangat mendadak, pada saat pasien melakukan aktifitas. Biasanya
terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, disamping
gejala kelumpuhan separoh badan atau gangguan fungsi otak yang lain.
d. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes mellitus, penyakit jantung, anemia, riwayat
trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat anti koagulan,
aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan.
e. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes
mellitus.
f. Riwayat psikososial
Stroke memang suatu penyakit yang sangat mahal. Biaya untuk pemeriksaan,
pengobatan dan perawatan dapat mengacaukan keuangan keluarga sehingga faktor
biaya ini dapat mempengaruhi stabilitas emosi dan pikiran pasien dan keluarga
g. Pemeriksaan fisik
1) Kesadaran
Biasanya pada pasien stroke mengalami tingkat kesadaran samnolen, apatis,
sopor, soporos coma, hingga coma dengan GCS < 12 pada awal terserang
stroke. Sedangkan pada saat pemulihan biasanya memiliki tingkat kesadaran
letargi dan compos metis dengan GCS 13-15
2) Tanda-tanda Vital

15
a) Tekanan darah Biasanya pasien dengan stroke hemoragik memiliki
riwayat tekanan darah tinggi dengan tekanan systole > 140 dan diastole >
80.
b) Nadi Biasanya nadi normal.
c) Pernafasan Biasanya pasien stroke hemoragik mengalami gangguan pada
bersihan jalan napas.
d) Suhu Biasanya tidak ada masalah suhu pada pasien dengan stroke
hemoragik
3) Rambut
Biasanya tidak ditemukan masalah
4) Wajah
Biasanya simetris, wajah pucat. Pada pemeriksaan Nervus V (Trigeminal) :
biasanya pasien bisa menyebutkan lokasi usapan dan pada pasien koma, ketika
diusap kornea mata dengan kapas halus, klien akan menutup kelopak mata.
Sedangkan pada Nervus VII (facialis) : biasanya alis mata simetris, dapat
mengangkat alis, mengernyitkan dahi, mengernyitkan hidung,
menggembungkan pipi, saat pasien menggembungkan pipi tidak simetris kiri
dan kanan tergantung lokasi lemah dan saat diminta mengunyah pasien
kesulitan untuk mengunyah.
5) Mata
Biasanya konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik, pupil isokor, kelopak
mata tidak oedema. Pada pemeriksaan nervus II (optikus) : biasanya luas
pandang baik 90°, visus 6/6. Pada nervus III (okulomotoris) : biasanya
diameter pupil 2mm/2mm, pupil kadang isokor dan anisokor, palpebra dan
reflek kedip dapat dinilai jika pasien bisa membuka mata . Nervus IV
(troklearis) : biasanya pasien dapat mengikuti arah tangan perawat ke atas dan
bawah. Nervus VI (abdusen) : biasanya hasil nya pasien dapat mengikuti arah
tangan perawat ke kiri dan kanan
6) Hidung
Biasanya simetris kiri dan kanan, terpasang oksigen, tidak ada pernapasan
cuping hidung. Pada pemeriksan nervus I (olfaktorius) : kadang ada yang bisa
menyebutkan bau yang diberikan perawat namun ada juga yang tidak, dan
biasanya ketajaman penciuman antara kiri dan kanan berbeda dan pada nervus
VIII (akustikus) : biasanya pada pasien yang tidak lemah anggota gerak atas,
dapat melakukan keseimbangan gerak tangan-hidung .
7) Mulut dan gigi
Biasanya pada pasien apatis, sopor, soporos coma hingga coma akan
mengalami masalah bau mulut, gigi kotor, mukosa bibir kering. Pada

16
pemeriksaan nervus VII (facialis) : biasanya lidah dapat mendorong pipi kiri
dan kanan, bibir simetris, dan dapat menyebutkan rasa manis dan asin. Pada
nervus IX (glossofaringeal) : biasanya ovule yang terangkat tidak simetris,
mencong kearah bagian tubuh yang lemah dan pasien dapat merasakan rasa
asam dan pahit. Pada nervus XII (hipoglasus) : biasanya pasien dapat
menjulurkan lidah dan dapat dipencongkan ke kiri dan kanan namun artikulasi
kurang jelas saat bicara.
8) Telinga
Biasanya sejajar daun telinga kiri dan kanan. Pada pemeriksaan nervus VIII
(akustikus) : biasanya pasien kurang bisa mendengarkan gesekan jari dari
perawat tergantung dimana lokasi kelemahan dan pasien hanya dapat
mendengar jika suara keras dan dengan artikulasi yang jelas.
9) Leher
Pada pemeriksaan nervus X (vagus) : biasanya pasien stroke hemragik
mengalami gangguan menelan. Pada peemeriksaan kaku kuduku biasanya (+)
dan bludzensky 1 (+)
10) Thorak
a) Paru-paru
Inspeksi : biasanya simetris kiri dan kanan
Palpasi : biasanya fremitus sam aantara kiri dan kanan
Perkusi : biasanya bunyi normal (sonor)
Auskultasi : biasanya suara normal (vesikuler)
b) Jantung
Inspeksi : biasanya iktus cordis tidak terlihat.
Palpasi : biasanya ictus cordis teraba.
Perkusi : biasanya batas jantung normal.
Auskultasi : biasanya suara vesikuler
11) Abdomen
Inspeksi : biasanya simetris, tidak ada asites.
Palpasi : biasanya tidak ada pembesaran hepar.
Perkusi : biasanya terdapat suara tympani.
Auskultasi : biasanya biasanya bising usus pasien tidak terdengar. Pada
pemeriksaan reflek dinding perut, pada saat perut pasien digores biasanya
pasien tidak merasakan apa-apa.
12) Ekstremitas
a) Atas
Biasanya terpasang infuse bagian dextra / sinistra. CRT biasanya normal
yaitu < 2 detik. Pada pemeriksaan nervus XI (aksesorius) : biasanya pasien

17
stroke hemoragik tidak dapat melawan tahanan pada bahu yang diberikan
perawat. Pada pemeriksaan reflek, biasanya saat siku diketuk tidak ada
respon apa-apa dari siku, tidak fleksi maupun ekstensi (reflek bicep (-))
dan pada pemeriksaan tricep respon tidak ada fleksi dan supinasi (reflek
bicep (-)). Sedangkan pada pemeriksaan reflek hoffman tromer biasanya
jari tidak mengembang ketika diberi reflek (reflek Hoffman tromer (+)).
b) Bawah
Pada pemeriksaan reflek, biasanya saat pemeriksaan bluedzensky I kaki
kiri pasien fleksi ( bluedzensky (+)). Pada saat telapak kaki digores
biasanya jari tidak mengembang (reflek babinsky (+)). Pada saat dorsum
pedis digores biasanya jari kaki juga tidak beresponn (reflek caddok (+)).
Pada saat tulang kering digurut dari atas ke bawah biasanya tidak ada
respon fleksi atau ekstensi (reflek openheim (+)) dan pada saat betis
diremas dengan kuat biasanya pasien tidak merasakan apa-apa (reflek
gordon (+)). Pada saat dilakukan reflek patella biasanya femur tidak
bereaksi saat di ketukkan (reflek patella (+)).

Tabel 2.3 Nilai kekuatan otot


Skala Nilai Keterangan
Normal Mampu menggerakkan persendian dalam lingkup gerak
5/5 penuh, mampu melawan gaya gravitasi, mampu melawan
dengan tahan penuh
Baik 4/5 Mampu menggerakkan persendian dengan gaya gravitasi,
mampu melawan dengan tahan sedang
Sedang 3/5 Hanya mampu melawan gaya gravitasi
Buruk 2/5 Tidak mampu melawan gaya gravitas {gerakkan pasif}i
Sedikit 1/5 Kontraksi otot dapat di palpasi tampa gerakkan persendian
Tidak ada 0/5 Tidak ada kontraksi otot

h. Test diagnostik
1) Radiologi
a) Angiografi serebri
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik sperti stroke
perdarahan arteriovena atau adanya ruptur. Biasanya pada stroke
perdarahan akan ditemukan adanya aneurisma.
b) Lumbal pungsi Biasanya pada pasien stroke hemoragik, saat pemeriksaan
cairan lumbal maka terdapat tekanan yang meningkat disertai bercak
darah. Hal itu akan menunjukkkan adanya hemoragik pada subarachnoid
atau pada intrakranial.
c) CT-Scan Memperhatikan secara spesifik letak edema, posisi hematoma,
adanya jaringan otak yang infark atau iskemia, serta posisinya secara

18
pasti. Hasil pemerksaan biasanya didapatkan hiperdens fokal, kadang
masuk ke ventrikel atau menyebar ke permukaan otak.
d) Macnetic Resonance Imaging (MRI) Menentukan posisi serta besar/luas
terjadinya perdarahan otak. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan area
yang mengalami lesi dan infark akibat dari heemoragik.
e) USG Doppler Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena
(masalah sistem karotis).
f) EEG Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan
dampak dari jaringan yang infark sehingga menurunnya impuls listrik
dalam jaringan otak.
2) Laboratorium
a) Pemeriksaan darah lengkap seperti Hb, Leukosit, Trombosit, Eritrosit. Hal
ini berguna untuk mengetahui apakah pasien menderita anemia.
Sedangkan leukosit untuk melihat sistem imun pasien. Bila kadar leukosit
diatas normal, berarti ada penyakit infeksi yang sedang menyerang pasien.
b) Test darah koagulasi Test darah ini terdiri dari 4 pemeriksaan, yaitu:
prothrombin time, partial thromboplastin (PTT), International Normalized
Ratio (INR) dan agregasi trombosit. Keempat test ini gunanya mengukur
seberapa cepat darah pasien menggumpal. Gangguan penggumpalan bisa
menyebabkan perdarahan atau pembekuan darah. Jika pasien sebelumnya
sudah menerima obat pengencer darah seperti warfarin, INR digunakan
untuk mengecek apakah obat itu diberikan dalam dosis yang benar. Begitu
pun bila sebelumnya sudah diobati heparin, PTT bermanfaat untuk melihat
dosis yang diberikan benar atau tidak.
c) Test kimia darah Cek darah ini untuk melihat kandungan gula darah,
kolesterol, asam urat, dll. Apabila kadar gula darah atau kolesterol
berlebih, bisa menjadi pertanda pasien sudah menderita diabetes dan
jantung. Kedua penyakit ini termasuk ke dalam salah satu pemicu stroke
(Robinson, 2014)
i. Pola kebiasaan sehari-hari
1) Pola kebiasaan Biasanya pada pasien yang pria, adanya kebiasaan merokok
dan penggunaan minumana beralkhohol.
2) Pola makan Biasanya terjadi gangguan nutrisi karena adanya gangguan
menelan pada pasien stroke hemoragik sehingga menyebabkan penurunan
berat badan.
3) Pola tidur dan istirahat Biasanya pasien mengalami kesukaran untuk istirahat
karena adanya kejang otot/ nyeri otot.

19
4) Pola aktivitas dan latihan Biasanya pasien tidak dapat beraktifitas karena
mengalami kelemahan, kehilangan sensori , hemiplegi atau kelumpuhan.
5) Pola eliminasi Biasanya terjadi inkontinensia urin dan pada pola defekasi
biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus.
6) Pola hubungan dan peran Biasanya adanya perubahan hubungan dan peran
karena pasien mengalami kesukaran untuk berkomunikasi akibat gangguan
bicara.
7) Pola persepsi dan konsep diri Biasanya pasien merasa tidak berdaya, tidak ada
harapan, mudah marah, dan tidak kooperatif. (Batticaca, 2008)

2. Diagnosis Keperawatan yang mungkin muncul menurut NANDA (2010) dan


Tarwoto: Asuhan Keperawatan Sistem Persarafan (2013)
a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan obstruksi jalan napas,
reflek batuk yang tidak adekuat
b. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan infark jaringan
otak, vasospasme serebral, edema serebral
c. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan depresi pusat pernapasan
d. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskuler,
kelemahan anggota gerak.
e. Risiko jatuh berhubungan dengan penurunan kekuatan ekstremitas bawah
f. Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan
kardiak output
g. Risiko aspirasi berhubungan dengan penurunan kesadaran, disfungsi otak global
h. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan Tekanan Intra Kranial (TIK)
i. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan fungsi bicara, afasia
j. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
depresi pusat pencernaan
k. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan

20
3. Rencana keperawatan
Tabel 2.4 Rencana Keperawatan

21
22
23
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah tahap ketika perawat mengaplikasikan rencana asuhan
keperawatan dalam bentuk intervensi keperawatan guna membantu pasien mencapai
tujuan yang telah ditetapkan (Asmadi, 2008). Implementasi keperawatan terdiri dari
beberapa komponen:
a. Tanggal dan waktu dilakukan implementasi keperawatan
b. Diagnosis keperawatan
c. Tindakan keperawatan berdasarkan intervensi keperawatan
d. Tanda tangan perawat pelaksana

5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan adalah penilaian terakhir keperawatan yang didasarkan pada
tujuan keperawatan yang ditetapkan. Penetapan keberhasilan suatu asuhan keperawatan
didasarkan pada perubahan perilaku dan kriteria hasil yang telah ditetapkan, yaitu
terjadinya adaptasi ada individu (Nursalam, 2008). Evaluasi keperawatan dilakukan
dalam bentuk pendekatan SOAP. Evaluasi keperawatan terdiri dari beberapa komponen
yaitu:
a. Tanggal dan waktu dilakukan evaluasi keperawatan
b. Diagnosis keperawatan
c. Evaluasi keperawatan

24

Anda mungkin juga menyukai