Anda di halaman 1dari 44

LAPORAN PENDAHULUAN

STROKE HEMORAGIK

SEPTIANI RAHMANIATUN ZAINI


202014110

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ‘AISYIYAH SURAKARTA
2020/2021
1. Pendahuluan
a. Latar Belakang
Stroke merupakan penyakit atau gangguan fungsional otak berupa
kelumpuhan saraf (deficit neurologic) akibat terhambatnya aliran darah ke
otak (Junaidi, 2011). Stroke merupakan salah satu penyakit kardiovaskuler
yang berpengaruh terhadap arteri utama menuju dan berada di otak
(National Stroke Association, 2012). Stroke juga bisa diartikan sebagai
gejala–gejala defisit fungsi susunan saraf yang diakibatkan penyakit
pembuluh darah otak dan bukan oleh lainnya (Adib, 2009)
Stroke dibagi menjadi stroke iskemik dan stroke hemoragik. Umumnya
sekitar 50% kasus stroke hemoragik akan berujung kematian, sedangkan
stroke iskemik hanya 20% yang berakibat kematian. Stroke hemoragik
disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah arteri ke otak sehingga
terhalangnya suplai darah menuju otak. Penyebab arteri pecah tersebut
misalnya tekanan darah yang mendadak tinggi dan atau oleh stress psikis
berat (Junaidi, 2011).
Tekanan darah tinggi / hipertensi merupakan faktor risiko paling
penting berdasarkan derajat risiko terjadinya stroke. Menurut Tarwoto
(2013), 50- 70% kasus stroke disebabkan karena hipertensi. Faktor lain
nya seperti merokok, hiperlipidemia, fibrilasi atrium, penyakit jantung
iskemik, penyakit katup jantung dan diabetes (Goldszmith, 2013).
Berdasarkan data prevalensi hipertensi sebagai faktor risiko utama yang
makin meningkat di Indonesia yaitu sekitar 95%, maka para ahli
epidemiologi meramalkan bahwa saat ini dan masa yang akan datang
sekitar 12 juta penduduk Indonesia yang berumur diatas 35 tahun
mempunyai potensi terkena stroke (Sikawin, 2013).
Stroke berdampak pada kecacatan bahkan kematian tergantung pada
lokasi dimana terjadi gangguan suplai darah ke otak. Suplai darah yang
berkurang menyebabkan kematian sel neuron, jika berlangsung hingga 72
jam dapat terjadi kerusakan otak (Corwin, 2009). Menurut Junaidi (2011),
terdapat beberapa perubahan pada pasien stroke seperti : perubahan
pikiran, perubahan emosi, perubahan kepribadian, hilang rasa hingga
epilepsi. Banyak penderita pasca stroke menjadi penyandang cacat yang
cukup berat sedang umurnya masih panjang. Dampak stroke tidak hanya
terhadap penderita tetapi juga terhadap keluarga. Menurut penelitian
Pambudi (2010), keluarga umumnya akan mengalami perubahan perilaku
dan emosional yang lebih luas diantaranya ansietas, syok, penolakan,
marah. Hal tersebut merupakan respon umum yang disebabkan oleh stress.
Bila dibiarkan, ini akan berlanjut pada depresi (Sutrisno, 2007)
Stroke hemoragik yang disebabkan oleh hipertensi harus segera diatasi
agar tidak terjadi edema serebri yang akan menyebabkan gejala seperti :
sakit kepala, kebingungan, pusing, mual, muntah, ngantuk berlebihan,
kelemahan, apatis, kejang, kehilangan kesadaran bahkan sampai koma
(Aminoff dan Josephson, 2014). Edema serebri sangat berbahaya bagi
penderita stroke sehingga harus diatasi dalam 6 jam pertama yang disebut
dengan “golden periode”. Apabila penderita stroke dapat ditangani dalam
6 jam , maka sebesar 30-40 % penderita stroke dapat sembuh sempurna,
namun apabila dalam waktu tersebut pasien stroke tidak mendapatkan
penanganan yang maksimal maka akan terjadi kecacatan / kelemahan fisik
(Levine, 2008). Sedangkan penurunan tekanan darah diastole 5-6 mmHg
dan systole 10-12 mmHg selama 2 sampai 3 tahun akan menurunkan risiko
stroke antara 4,5- 7% (Tarwoto, 2013).
Badan kesehatan dunia (WHO) mencatat dalam Ghani (2015) bahwa
peningkatan jumlah pasien stroke di beberapa negara Eropa sebesar 1,1
juta pertahun pada tahun 2000 menjadi 1,5 juta pertahun pada tahun 2025.
American Heart Association (AHA) menyebutkan bahwa setiap 45 menit
ada satu orang di Amerika yang terkena serangan stroke. Stroke
menduduki peringkat ke-3 setelah penyakit jantung dan kanker (Sikawin,
2013). Suatu saat 5,8 juta orang di Amerika Serikat mengalami stroke,
yang mengakibatkan biaya kesehatan berkenaan dengan stroke mendekati
70 milyar dolar per tahun. Pada tahun 2010, Amerika telah menghabiskan
$ 73,7 juta untuk membiayai tanggungan medis dan rehabilitasi akibat
stroke. Sedangkan menurut National Health Services (NHS) Inggris
menghabiskan sekitar 4% total anggarannya untuk menyediakan
perawatan bagi penderita stroke. Lembaga-lembaga pelayanan sosial juga
menghabiskan biaya yang besar untuk menyediakan pelayanan yang
berkesinambungan bagi penderita stroke, baik yang di rawat di rumah
maupun di pelayanan kesehatan (Yudha, 2014)
Berdasarkan data 10 besar penyakit terbanyak di Indonesia tahun 2013,
prevalensi kasus stroke tertinggi terdapat di Provinsi Sulawesi Utara
(10,8%) dan terendah di Provinsi Papua (2,3%), sedangkan Provinsi Jawa
Tengah sebesar 7,7%. Prevalensi stroke antara laki-laki dengan perempuan
hampir sama (Kemenkes, 2013)
Menurut Rikesdas tahun 2013, dalam laporannya mendapatkan bahwa
di Indonesia, setiap 1000 orang, 8 orang diantaranya terkena stroke. Stroke
merupakan penyebab utama kematian pada semua umur, dengan proporsi
15,4%. Setiap 7 orang yang meninggal di Indonesia, 1 diantaranya karena
stroke.
Pada pasien yang di rawat di ruangan HCU keadaan bed rest, belum
bisa membalas respon yang diberikan perawat dan mengalami tekanan
darah tinggi. Pasien juga mengeluarkan saliva yang banyak. Sedangkan
yang di rawat di ruangan pemulihan, pasien banyak mengeluh masih
merasakan nyeri kepala hebat dan lemah anggota gerak sehingga belum
bisa memenuhi kebutuhan dasar secara mandiri. Masalah keperawatan
pada pasien di ruangan HCU diantaranya ketidakefektifan perfusi jaringan
serebral, ketidakefektifan bersihan jalan napas dan ketidakefektifan pola
napas. Sedangkan masalah keperawatan yang muncul di ruang pemulihan
yaitu ketidakefektifan perfusi jaringan serebral, nyeri akut, hambatan
mobilitas fisik dan risiko jatuh. Menurut Tarwoto (2013), masalah
keperawatan yang biasanya muncul pada pasien stroke hemoragik
diantaranya ketidakefektifan perfusi jaringan serebral, hambatan mobilitas
fisik, hambatan komunikasi verbal, gangguan perawatan diri (ADL),
hingga gangguan eliminasi.
Peran perawat yang paling utama di ruang HCU bangsal syaraf
menurut Junaidi (2011) diantaranya memastikan kepatenan ABC (Airway,
Breathing, Circulation), serta memantau tekanan darah tiap jam dan bagi
pasien yang mengalami penumpukan saliva dilakukan suction serta
perubahan posisi miring setiap 2-4 jam. Setelah dilakukan observasi di
ruangan HCU bangsal syaraf, tekanan darah pasien hanya dipantau per
shift kerja (setiap 8 jam) dengan menggunakan tensimeter manual dan
pasien tidak terpasang monitor. Selain itu, pada saat pemberian obat dan
perubahan posisi, perawat kurang berkomunikasi dengan keluarga
sehingga keluarga tidak mendapatkan informasi / edukasi atas tindakan
keperawatan yang dilakukan.
b. Tujuan
1) Untuk mengetahui definisi stroke hemoragik
2) Untuk mengetahui klasifikais stroke hemoragik
3) Untuk mengetahui etiologi stroke hemoragik
4) Untuk mengetahui mnifestasi klinis stroke hemoragik
5) Untuk mengetahui komplikasi stroke hemoragik
6) Untuk mengetahui patofisiologi stroke hemoragik
7) Untuk mengetahui pathway stroke hemoragik
8) Unutk mengetahui pemeriksaan penunjang stroke hemoragik
c. Manfaat
1) Sebagai pedoman penerapan asuhan keperawatan pada pasein dengan
stroke hemoragik
2) Sebagai pengetahuan dan wawasan dalam melakukan asuhan
keperawatan pad pasien dengan stroke hemoragik
2. Tinjauan Teori
a. Definisi
CVA atau cedera serebrovaskular adalah gangguan suplai darah otak
secara mendadak sebagai akibat oklusi pembuluh darah parsial atau total,
atau akibat pecahnya pembuluh darah otak. Gangguan pada aliran darah
ini aka menguramgi suplai oksigen, glukosa, dan nutrien lain kebagian
otak yang disuplai oleh pembuluh darah yang terkena dan mengakibatkan
gangguan pada sejumlah fungsi otak (Hartono, 2010).
Stroke merupakan kelainan fungsi otak yang timbul mendadak yang
disebabkan terjadinya gangguan peredaran darah otak dan bisa terjadi pada
siapa saja dan kapan saja. Stroke merupakan penyakit yang paling sering
menyebabkan cacat berupa kelumpuhan anggota gerak, gangguan bicara,
proses berfikir, daya ingat dan bentuk-bentuk kecacatan yang lain sebagai
akibat gangguan fungsi otak (Adib, 2009).
Stroke adalah gangguan fungsi syaraf yang disebabkan oleh gangguan
aliran darah dalam otak yang timbul secara mendadak dan akut dalam
beberapa detik atau secara tepat dalam beberapa jam yang berlangsung
lebih dari 24 jam dengan gejala atau tanda tanda sesuai daerah yang
terganggu (Aminoff, 2014).
Stroke adalah penyakit serebrovaskular (pembuluh darah otak) yang
ditandai dengan gangguan fungsi otak karena adanya kerusakan atau
kematian jaringan otak akibat berkurang atau tersumbatnya aliran darah
dan oksigen ke otak. Aliran darah ke otak dapat berkurang karena
pembuluh darah otak mengalami penyempitan, penyumbatan, atau
perdarahan karena pecahnya pembuluh darah tersebut (Junaidi, 2011)
Stroke atau serangan otak adalah suatu bentuk kerusakan neurologis
yang disebabkan oleh sumbatan atau interupsi sirkulasi darah normal ke
otak.Dua tipe stroke yaitu stroke iskemik dan stroke hemoragik. Stroke
hemoragik lebih jauh dibagi menjadi hemoragik intrasrebral dan
hemoragik subaraknoid (Sutrisno, 2007)
b. Klasifikasi
1) Perdarahan intra serebral (PIS)
Perdarahan Intra Serebral diakibatkan oleh pecahnya pembuluh darah
intraserebral sehingga darah keluar dari pembuluh darah dan kemudian
masuk ke dalam jaringan otak (Junaidi, 2011).
Penyebab PIS biasanya karena hipertensi yang berlangsung lama lalu
terjadi kerusakan dinding pembuluh darah dan salah satunya adalah
terjadinya mikroaneurisma. Faktor pencetus lain adalah stress fisik,
emosi, peningkatan tekanan darah mendadak yang mengakibatkan
pecahnya pembuluh darah. Sekitar 60-70% PIS disebabkan oleh
hipertensi. Penyebab lainnya adalah deformitas pembuluh darah
bawaan, kelainan koagulasi. Bahkan, 70% kasus berakibat fatal,
terutama apabila perdarahannya luas (masif) (Junaidi, 2011).
2) Perdarahan ekstra serebral / perdarahan sub arachnoid (PSA)
Perdarahan sub arachnoid adalah masuknya darah ke ruang
subarachnoid baik dari tempat lain (perdarahan subarachnoid
sekunder) dan sumber perdarahan berasal dari rongga subarachnoid itu
sendiri (perdarahan subarachnoid primer) (Junaidi, 2011)
Penyebab yang paling sering dari PSA primer adalah robeknya
aneurisma (51-75%) dan sekitar 90% aneurisma penyebab PSA berupa
aneurisma sakuler congenital, angioma (6-20%), gangguan koagulasi
(iatronik/obat anti koagulan), kelainan hematologic (misalnya
trombositopenia,
c. Etiologi
Terhalangnya suplai darah ke otak pada stroke perdarahan (stroke
hemoragik) disebabkan oleh arteri yang mensuplai darah ke otak pecah.
Penyebabnya misalnya tekanan darah yang mendadak tinggi dan atau oleh
stress psikis berat. Peningkatan tekanan darah yang mendadak tinggi juga
dapat disebabkan oleh trauma kepala atau peningkatan tekanan lainnya,
seperti mengedan, batuk keras, mengangkat beban, dan sebagainya.
Pembuluh darah pecah umumnya karena arteri tersebut berdinding tipis
berbentuk balon yang disebut aneurisma atau arteri yang lecet bekas plak
aterosklerotik (Junaidi, 2011).
Selain hal-hal yang disebutkan diatas, ada faktor-faktor lain yang
menyebabkan stroke (Arum, 2015) diantaranya :
1) Faktor risiko medis
Faktor risiko medis yang memperparah stroke adalah:

 Arteriosklerosis (pengerasan pembuluh darah)

 Adanya riwayat stroke dalam keluarga (factor keturunan)

 Migraine (sakit kepala sebelah)

2) Faktor risiko pelaku


Stroke sendiri bisa terjadi karena faktor risiko pelaku. Pelaku
menerapkan gaya hidup dan pola makan yang tidak sehat. Hal ini
terlihat pada :
 Kebiasaan merokok

 Mengosumsi minuman bersoda dan beralkhohol

 Suka menyantap makanan siap saji (fast food/junkfood)

 Kurangnya aktifitas gerak/olahrag

 Suasana hati yang tidak nyaman, seperti sering marah


tanpa alasan yang jelas

3) Faktor risiko yang dapat dimodifikasi


 Hipertensi (tekanan darah tinggi)
Tekanan darah tinggi merupakan peluang terbesar terjadinya
stroke. Hipertensi mengakibatkan adanya gangguan aliran darah
yang mana diameter pembuluh darah akan mengecil sehingga
darah yang mengalir ke otak pun berkurang. Dengan pengurangan
aliran darah ke otak, maka otak kekurangan suplai oksigen dan
glukosa, lama- kelamaan jaringan otak akan mati
 Penyakit jantung
Penyakit jantung seperti koroner dan infark miokard (kematian
otot jantung) menjadi factor terbesar terjadinya stroke. Jantung
merupakan pusat aliran darah tubuh. Jika pusat pengaturan
mengalami kerusakan, maka aliran darah tubuh pun menjadi
terganggu, termasuk aliran darah menuju otak. Gangguan aliran
darah itu dapat mematikan jaringan otak secara mendadak ataupun
bertahap.
 Diabetes mellitus
Pembuluh darah pada penderita diabetes melltus umumnya lebih
kaku atau tidak lentur. Hal ini terjadi karena adanya peningkatan
atau oenurunan kadar glukosa darah secara tiba-tiba sehingga dapat
menyebabkan kematian otak.
 Hiperkolesterlemia
Hiperkolesterolemia adalah kondisi dimana kadar kolesterol dalam
darah berlebih. LDL yang berlebih akan mengakibatkan
terbentuknya plak pada pembuluh darah. Kondisi seperti ini lama-
kelamaan akan menganggu aliran darah, termasuk aliran darah ke
otak.
 Obesitas
Obesitas atau overweight (kegemukan) merupakan salah satu faktor
terjadinya stroke. Hal itu terkait dengan tingginya kadar kolesterol
dalam darah. Pada orang dengan obesitas, biasanya kadar LDL
(Low- Density Lipoprotein) lebih tinggi disbanding kadar HDL
(High- Density Lipoprotein). Untuk standar Indonesia,seseorang
dikatakan obes jika indeks massa tubuhnya melebihi 25 kg/m.
sebenarnya ada dua jenis obesitas atau kegemukan yaitu obesitas
abdominal dan obesitas perifer. Obesitas abdominal ditandai
dengan lingkar pinggang lebih dari 102 cm bagi pria dan 88 cm
bagi wanita
 Merokok
Menurut berbagai penelitian diketahui bahwa orang-orang yang
merokok mempunyai kadar fibrinogen darah yang lebih tinggi
dibanding orang-orang yang tidak merokok. Peningkatan kadar
fibrinogen mempermudah terjadinya penebalan pembuluh darah
sehingga pembuluh darah menjadi sempit dan kaku. Karena
pembuluh darah menjadi sempit dan kaku, maka dapat
menyebabkan gangguan aliran darah.
d. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi
 Usia
Semakin bertambahnya usia, semakin besar resiko terjadinya
stroke. Hal ini terkait dengan degenerasi (penuaan) yang terjadi
secara alamiah. Pada orang-orang lanjut usia, pembuluh darah lebih
kaku karena banyak penimbunan plak. Penimbunan plak yang
berlebih akan mengakibatkan berkurangnya aliran darah ke tubuh,
termasuk otak.
 Jenis kelamin
Dibanding dengan perempuan, laki-laki cenderung beresiko lebih
besar mengalami stroke. Ini terkait bahwa laki-laki cenderung
merokok. Bahaya terbesar dari rokok adalah merusak lapisan
pembuluh darah pada tubuh.
 Riwayat keluarga
Jika salah satu anggota keluarga menderita stroke, maka
kemungkinan dari keturunan keluarga tersebut dapat mengalami
stroke. Orang dengan riwayat stroke pada keluarga memiliki resiko
lebih besar untuk terkena stroke disbanding dengan orang yang
tanpa riwayat stroke pada keluarganya.
 Perbedaan ras
Fakta terbaru menunjukkan bahwa stroke pada orang Afrika-
Karibia sekitar dua kali lebih tinggi daripada orang non-Karibia.
Hal ini dimungkinkan karena tekanan darah tinggi dan diabetes
lebih sering terjadi pada orang afrika-karibia daripada orang non-
Afrika Karibia. Hal ini dipengaruhi juga oleh factor genetic dan
faktor lingkungan.
e. Manifestasi klinis
Menurut Tarwoto (2013), manifestasi klinis stroke tergantung dari sisi atau
bagian mana yang terkena, rata-rata serangan, ukuran lesi dan adanya
sirkulasi kolateral. Pada stroke hemoragik, gejala klinis meliputi:

1) Kelumpuhan wajah atau anggota badan sebelah (hemiparise) atau


hemiplegia (paralisis) yang timbul secara mendadak. Kelumpuhan
terjadi akibat adanya kerusakan pada area motorik di korteks bagian
frontal, kerusakan ini bersifat kontralateral artinya jika terjadi
kerusakan pada hemisfer kanan maka kelumpuhan otot pada sebelah
kiri. Pasien juga akan kehilangan kontrol otot vulenter dan sensorik
sehingga pasien tidak dapat melakukan ekstensi maupun fleksi.
2) Gangguan sensibilitas pada satu atau lebih anggota badan

Gangguan sensibilitas terjadi karena kerusakan system saraf otonom


dan gangguan saraf sensorik.

3) Penurunan kesadaran (konfusi, delirium, letargi, stupor, atau koma),


terjadi akibat perdarahan, kerusakan otak kemudian menekan batang
otak atau terjadinya gangguan metabolik otak akibat hipoksia
4) Afasia (kesulitan dalam bicara)

Afasia adalah defisit kemampuan komunikasi bicara, termasuk dalam


membaca, menulis dan memahami bahasa. Afasia terjadi jika terdapat
kerusakan pada area pusat bicara primer yang berada pada hemisfer
kiri dan biasanya terjadi pada stroke dengan gangguan pada arteri
middle sebelah kiri. Afasia dibagi menjadi 3 yaitu afasia motorik,
sensorik dan afasia global. Afasia motorik atau ekspresif terjadi jika
area pada area Broca, yang terletak pada lobus frontal otak. Pada
afasia jenis ini pasien dapat memahami lawan bicara tetapi pasien
tidak dapat mengungkapkan dan kesulitan dalam mengungkapkan
bicara. Afasia sensorik terjadi karena kerusakan pada area Wernicke,
yang terletak pada lobus temporal. Pada afasia sensori pasien tidak
dapat menerima stimulasi pendengaran tetapi pasien mampu
mengungkapkan pembicaraan. Sehingga respon pembicaraan pasien
tidak nyambung atau koheren. Pada afasia global pasien dapat
merespon pembicaraan baik menerima maupun mengungkapkan
pembicaraan.

5) Disatria (bicara cedel atau pelo)

memahami pembicaraan, menulis, mendengarkan maupun membaca.


Disartria terjadi karena kerusakan nervus cranial sehingga terjadi
kelemahan dari otot bibir, lidah dan laring. Pasien juga terdapat
kesulitan dalam mengunyah dan menelan.
6) Gangguan penglihatan, diplopia

Pasien dapat kehilangan penglihatan atau juga pandangan menjadi


ganda, gangguan lapang pandang pada salah satu sisi. Hal ini terjadi
karena kerusakan pada lobus temporal atau parietal yang dapat
menghambat serat saraf optik pada korteks oksipital. Gangguan
penglihatan juga dapat disebabkan karena kerusakan pada saraf cranial
III, IV dan VI.
7) Disfagia

Disfagia atau kesulitan menelan terjadi karena kerusakan nervus


cranial IX. Selama menelan bolus didorong oleh lidah dan glottis
menutup kemudian makanan masuk ke esophagus
8) Inkontinensia
Inkontinensia baik bowel maupun badder sering terjadi karena
terganggunya saraf yang mensarafi bladder dan bowel.
9) Vertigo, mual, muntah, nyeri kepala, terjadi karena peningkatan
tekanan intrakranial, edema serebri
f. Komplikasi
Komplikasi stroke dapat dibagi menjadi komplikasi akut, biasanya dalam
72 jam, dan komplikasi yang muncul dikemudian hari
1) Komplikasi akut erupa edema serebri, peningkatan TIK, dan
kemungkinan herniasi, pneumonia aspirasi dan kejang
2) Komplikasi postfibrinolitik disekeliling pusat perdarahan. Pada
perdarahan intraserebral yang luas biasanya muncul dalam 12 jam
setelah penanganan. Perdarahan potensial yang lain juga dapat muncul
di traktus gastrointestinal, traktus genitourinarius dan kulit terutama
disekitar pemasangan intravenous line
3) Komplikasi subakut yaitu pneumonia, thrombosis vena dalam dan
emboli pulmonal, infeksi traktus urinarius, ulkus decubitus, kontraktur,
spasme, masalah sendir dan nutrisi
4) Beberapa orang yang selamat dari stroke juga mengalami depresi. Hal
ini dapar diatasi dengan identifikasi dan penanganan dini depresi pada
pasien untuk meningkatkan kualitas hidup penderita stroke
g. Patofisiologi
Otak merupakan bagian tubuh yang sangat sensisitif oksigen dan
glukosa karena jaringan otak tidak dapat menyimpan kelebihan oksigen
dan glukosa seperti halnya pada otot. Meskipun berat otak sekitar 2% dari
seluruh badan, namun menggunakan sekitar 25% suplay oksigen dan
70%glukosa. Jika aliran darah ke otak terhambat maka akan terjadi
iskemia dan terjadi gangguan metabolism otak yang kemudian terjadi
gangguan perfusi serebral. Area otak disekitar yang mengalami
hipoperfusi disebut penumbra. Jika aliran darah ke otak terganggu, lebih
dari 30 detik pasien dapat mengalami tidak sadar dan dapat terjadi
kerusakan jaringan otak yang permanen jika aliran darah ke otak terganggu
lebih dari 4 menit. (Tarwoto, 2013)
Untuk mempertahankan aliran darah ke otak maka tubuh akan
melakukan dua mekanisme tubuh yaitu mekanisme anastomis dan
mekanisme autoregulasi. Mekanisme anastomis berhubungan dengan
suplai darah ke otak untuk pemenuhan kebutuhan oksigen dan glukosa.
Sedangkan mekanisme autoregulasi adalah bagaimana otak melakukan
mekanisme/usaha sendiri dalam menjaga keseimbangan. Misalnya jika
terjadi hipoksemia otak maka pembuluh darah otak akan mengalami
vasodilatasi (Tarwoto, 2013)
1) Mekanisme anastomis
Otak diperdarahi melalui 2 arteri karotis dan 2 arteri vertebralis. Arteri
karotis terbagi manejadi karotis interna dan karotis eksterna. Karotis
interna memperdarahi langsung ke dalam otak dan bercabang kira-kira
setinggi kiasma optikum menjadi arteri serebri anterior dan media.
Karotis eksterna memperdarahi wajah, lidah dna faring, meningens.
Arteri vertebralis berasal dari arteri subclavia. Arteri vertebralis
mencapai dasar tengkorak melalui jalan tembus dari tulang yang
dibentuk oleh prosesus tranverse dari vertebra servikal mulai dari c6
sampai dengan c1. Masuk ke ruang cranial melalui foramen magnum,
dimana arteri-arteri vertebra bergabung menjadi arteri basilar. Arteri
basilar bercabang menjadi 2 arteri serebral posterior yang memenuhi
kebutuhan permukaan medial dan inferior arteri baik bagian lateral
lobus temporal dan occipital. Meskipun arteri karotis interna dan
vertebrabasilaris merupakan 2 sistem arteri yang terpisah yang
mengaliran darah ke otak, tapi ke duanya disatukan oleh pembuluh dan
anastomosis yang membentuk sirkulasi wilisi. Arteri serebri posterior
dihubungkan dengan arteri serebri media dan arteri serebri anterior
dihubungkan oleh arteri komunikan anterior sehingga terbentuk
lingkaran yang lengkap. Normalnya aliran darah dalam arteri
komunikans hanyalah sedikit. Arteri ini merupakan penyelamat
bilamana terjadi perubahan tekanan darah arteri yang dramatis.
2) Mekanisme autoregulasi
Oksigen dan glukosa adalah dua elemen yang penting untuk
metabolisme serebral yang dipenuhi oleh aliran darah secara terus-
menerus. Aliran darah serebral dipertahankan dengan kecepatan
konstan 750ml/menit. Kecepatan serebral konstan ini dipertahankan
oleh suatu mekanisme homeostasis sistemik dan local dalam rangka
mempertahankan kebutuhan nutrisi dan darah secara adekuat.
Terjadinya stroke sangat erat hubungannya dengan perubahan aliran
darah otak, baik karena sumbatan/oklusi pembuluh darah otak maupun
perdarahan pada otak menimbulkan tidak adekuatnya suplai oksigen
dan glukosa. Berkurangnya oksigen atau meningkatnya karbondioksida
merangsang pembuluh darah untuk berdilatasi sebagai kompensasi
tubuh untuk meningkatkan aliran darah lebih banyak. Sebalikya
keadaan vasodilatasi memberi efek pada tekanan intracranial.
Kekurangan oksigen dalam otak (hipoksia) akan menimbulkan
iskemia. Keadaan iskemia yang relative pendek/cepat dan dapat pulih
kembali disebut transient ischemic attacks (TIAs). Selama periode
anoxia (tidak ada oksigen) metabolism otak cepat terganggu. Sel otak
akan mati dan terjadi perubahan permanen antara 3-10 menit anoksia.
h. Pathway
(Junaidi, 2011)

i. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk memastikan jenis serangan
stroke, letak sumbatan atau penyempitan pembuluh darah, letak
perdarahan, serta luas jaringan otak yang mengalami kerusakan (Tarwoto,
2013) :
1) CT-Scan
Memperlihatkan adanya edema, hematoma, iskemia dan adanya infark
2) Pemeriksaan magnetic resonance imaging (MRI)
Pemeriksaan MRI menunjukkan daerah yang mengalami infark atau
hemoragik (Oktavianus, 2014). MRI mempunyai banyak keunggulan
dibanding CT dalam mengevaluasi stroke, MRI lebih sensitif dalam
mendeteksi infark, terutama yang berlokasi dibatang otak dan
serebelum
3) Pemeriksaan magnetic resonance angiography (MRA) Merupakan
metode non-infasif yang memperlihatkan arteri karotis dan sirkulasi
serebral serta dapat menunjukan adanya oklusi

4) Pemeriksaan ultrasonografi karotis dan dopler transkranial Mengukur


aliran darah serebral dan mendeteksi penurunan aliran darah stenosis
didalam arteri karotis dan arter vetebrobasilaris selain menunjukan
luasnya sirkulasi kolateral.Kedua pemeriksaan ini dapat digunakan
untuk mengkaji perburukkan penyakit vaskular dan mengevaluasi
efek terapi yang ditimbulkan pada vasospasme, seperti yang terjadi
pada perdarahan subaraknoid.Angiografi serebral merupakan
prosedur invasif yang menggunakan media kontras untuk
menunjukan pembuluh darah serebral, kepatenan, dan lokasi stenosis,
oklusi atau aneurisma.Pemeriksaan aliran darah serebral membantu
menentukan derajat vasopasme
5) Pemeriksaan lumbal pungsi
Pemeriksaan fungsi lumbal menunjukkan adanya tekanan (Oktavianus,
2014). Tekanan normal biasanya ada trombosis, emboli dan TIA,
sedangkan tekanan yang meningkat dan cairan yang mengandung
darah menunjukkan adanya perdarahan subarachnoid atau intrakranial
6) Pemeriksaan EKG
Dapat membantu mengidentifikasi penyebab kardiak jika stroke
emboli dicurigai terjadi
7) Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah lengkap, pemeriksaan elektrolit, fungsi ginjal,
kadar glukosa, lipid, kolestrol, dan trigliserida dilakukan untuk
membantu menegakan diagnose
8) EEG (Electro Enchepalografi)
Mengidentifikasi masalah didasarkan pada gelombang otak atau
mungkin memperlihatkan daerah lesi yang spesifik
9) Angiografi serebral
Membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti
perdarahan, obtruksi arteri, oklusi/ruptur
10) Sinar X tengkorak
Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah yang
berlawanan dari masa yang luas, klasifikasi karotis interna terdapat
pada trobus serebral. Klasifikasi parsial dinding, aneurisma pada
perdarahan sub arachnoid
11) Pemeriksaan foto thorax
Dapat memperlihatkan keadaan jantung, apakah terdapat pembesaran
ventrikel kiri yang merupakan salah satu tanda hipertensi kronis pada
penderita stroke, menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal
daerah berlawanan dari masa yang meluas
j. Pengkajian
Menurut Tarwoto (2013) pengkajian keperawatan pada pasien stroke
meliputi :

1) Identitas pasien

Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin,
pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam
MRS, nomor register, diagnose medis.
2) Keluhan utama
Keluhan yang didapatkan biasanya gangguan motorik kelemahan
anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, dan tidak dapat
berkomunikasi, nyeri kepala, gangguan sensorik, kejang, penurunan
kesadaran.
3) Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke infark biasanya didahului dengan serangan awal yang
tidak disadari oleh pasien, biasanya ditemukan gejala awal sering
kesemutan, rasa lemah pada salah satu anggota gerak. Pada serangan
stroke hemoragik seringkali berlangsung sangat mendadak, pada saat
pasien melakukan aktifitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah
bahkan kejang sampai tidak sadar, disamping gejala kelumpuhan
separoh badan atau gangguan fungsi otak yang lain.
4) Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes mellitus, penyakit jantung, anemia,
riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-
obat
anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan.
5) Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun
diabetes mellitus.
6) Riwayat psikososial
Stroke memang suatu penyakit yang sangat mahal. Biaya untuk
pemeriksaan, pengobatan dan perawatan dapat mengacaukan keuangan
keluarga sehingga faktor biaya ini dapat mempengaruhi stabilitas emosi
dan pikiran pasien dan keluarga
7) Pemeriksaan fisik

a) Kesadaran

Biasanya pada pasien stroke mengalami tingkat kesadaran


samnolen, apatis, sopor, soporos coma, hingga coma dengan GCS
< 12 pada awal terserang stroke. Sedangkan pada saat pemulihan
biasanya memiliki tingkat kesadaran letargi dan compos metis
dengan GCS 13-15
b) Tanda-tanda Vital
 Tekanan darah
Biasanya pasien dengan stroke hemoragik memiliki
riwayat tekanan darah tinggi dengan tekanan systole >
140 dan diastole > 80
 Nadi
Biasanya nadi normal
 Pernafasan
 Biasanya pasien stroke hemoragik mengalami gangguan
pada bersihan jalan napas
 Suhu
Biasanya tidak ada masalah suhu pada pasien dengan
stroke hemoragik
c) Rambut
Biasanya tidak ditemukan masalah
d) Wajah
Biasanya simetris, wajah pucat. Pada pemeriksaan Nervus V
(Trigeminal) : biasanya pasien bisa menyebutkan lokasi usapan dan
pada pasien koma, ketika diusap kornea mata dengan kapas halus,
klien akan menutup kelopak mata. Sedangkan pada Nervus VII
(facialis) : biasanya alis mata simetris, dapat mengangkat alis,
mengernyitkan dahi, mengernyitkan hidung, menggembungkan
pipi, saat pasien menggembungkan pipi tidak simetris kiri dan
kanan tergantung lokasi lemah dan saat diminta mengunyah pasien
kesulitan untuk mengunyah.
e) Mata
Biasanya konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik, pupil
isokor, kelopak mata tidak oedema. Pada pemeriksaan nervus II
(optikus) : biasanya luas pandang baik 90°, visus 6/6. Pada nervus
III (okulomotoris) : biasanya diameter pupil 2mm/2mm, pupil
kadang isokor dan anisokor, palpebra dan reflek kedip dapat dinilai
jika pasien bisa membuka mata . Nervus IV (troklearis) : biasanya
pasien dapat mengikuti arah tangan perawat ke atas dan bawah.
Nervus VI (abdusen) : biasanya hasil nya pasien dapat mengikuti
arah tangan perawat ke kiri dan kanan
f) Hidung
Biasanya simetris kiri dan kanan, terpasang oksigen, tidak ada
pernapasan cuping hidung. Pada pemeriksan nervus I (olfaktorius) :
kadang ada yang bisa menyebutkan bau yang diberikan perawat
namun ada juga yang tidak, dan biasanya ketajaman penciuman
antara kiri dan kanan berbeda dan pada nervus VIII (akustikus) :
biasanya pada pasien yang tidak lemah anggota gerak atas, dapat
melakukan keseimbangan gerak tangan-hidung
g) Mulut dan gigi
Biasanya pada pasien apatis, sopor, soporos coma hingga coma
akan mengalami masalah bau mulut, gigi kotor, mukosa bibir
kering. Pada pemeriksaan nervus VII (facialis) : biasanya lidah
dapat mendoron pipi kiri dan kanan, bibir simetris, dan dapat
menyebutkan rasa manis dan asin. Pada nervus IX
(glossofaringeal) : biasanya ovule yang terangkat tidak simetris,
mencong kearah bagian tubuh yang lemah dan pasien dapat
merasakan rasa asam dan pahit. Pada nervus XII (hipoglasus) :
biasanya pasien dapat menjulurkan lidah dan dapat dipencongkan
ke kiri dan kanan namun artikulasi kurang jelas saat bicara
h) Telinga
Biasanya sejajar daun telinga kiri dan kanan. Pada pemeriksaan
nervus VIII (akustikus) : biasanya pasien kurang bisa
mendengarkan gesekan jari dari perawat tergantung dimana lokasi
kelemahan dan pasien hanya dapat mendengar jika suara keras dan
dengan artikulasi yang jelas
i) Leher
Pada pemeriksaan nervus X (vagus) : biasanya pasien stroke
hemragik mengalami gangguan menelan. Pada peemeriksaan kaku
kuduku biasanya (+) dan bludzensky 1 (+)

j) Thorak

 Paru-paru

 Inspeksi : biasanya simetris kiri dan kanan

 Palpasi : biasanya fremitus sam aantara kiri dan kanan

 Perkusi : biasanya bunyi normal (sonor)

 Auskultasi : biasanya suara normal (vesikuler)


k) Jantung

 Isnpeksi : biasanya iktus cordis tidak terlihat

 Palpasi : biasanya ictus cordis teraba

 Perkusi : biasanya batas jantung normal

 Auskultasi : biasanya suara vesikuler


l) Abdomen
 Inspeksi : biasanya simetris, tidak ada asites
 Palpasi : biasanya tidak ada pembesaran hepar
 Perkusi : biasanya terdapat suara tympani
 Auskultasi :biasanya biasanya bising usus pasien tidak
terdengar.
Pada pemeriksaan reflek dinding perut, pada saat perut pasien
digores biasanya pasien tidak merasakan apa-apa.
m) Ekstremitas
 Atas
Biasanya terpasang infuse bagian dextra / sinistra. CRT
biasanya normal yaitu < 2 detik.Pada pemeriksaan nervus XI
(aksesorius) : biasanya pasien stroke hemoragik tidak dapat
melawan tahanan pada bahu yang diberikan perawat. Pada
pemeriksaan reflek, biasanya saat siku diketuk tidak ada respon
apa-apa dari siku, tidak fleksi maupun ekstensi (reflek bicep
(-)) dan pada pemeriksaan tricep respon tidak ada fleksi dan
supinasi (reflek bicep (-)). Sedangkan pada pemeriksaan reflek
hoffman tromer biasanya jari tidak mengembang ketika diberi
reflek (reflek Hoffman tromer (+)).
 Bawah
Pada pemeriksaan reflek, biasanya saat pemeriksaan
bluedzensky I kaki kiri pasien fleksi ( bluedzensky (+)). Pada
saat telapak kaki digores biasanya jari tidak mengembang
(reflek babinsky (+)). Pada saat dorsum pedis digores biasanya
jari kaki juga tidak beresponn (reflek caddok (+)). Pada saat
tulang kering digurut dari atas ke bawah biasanya tidak ada
respon fleksi atau ekstensi (reflek openheim (+)) dan pada saat
betis diremas dengan kuat biasanya pasien tidak merasakan
apa-apa (reflek gordon (+)). Pada saat dilakukan reflek patella
biasanya femur tidak bereaksi saat di ketukkan (reflek patella
(+)).
Nilai kekuatan otot

Respon Nilai
Tidak dapat sedikitpun kontraksi otot, 0

lumpuh total
Terdapat sedikit kontraksi otot, namun tidak 1
didapatkan gerakan pada persendian yang
harus digerakkan
oleh otot tersebut
Didapatkan gerakan , tapi gerakan 2
tidak mampu melawan gaya berat (gravitasi)

Dapat mengadakan gerakan melawan 3

gaya berat
Disamping dapat melawan gaya berat 4
ia dapat pula mengatasi sedikit
tahanan yang diberikan
Tidak ada kelumpuhan (normal) 5
n) Pola kebiasaan sehari-hari
 Pola kebiasaan
Biasanya pada pasien yang pria, adanya kebiasaan merokok
dan penggunaan minumana beralkhohol
 Pola makan
Biasanya terjadi gangguan nutrisi karena adanya gangguan
menelan pada pasien stroke hemoragik sehingga menyebabkan
penurunan berat badan.
 Pola tidur dan istirahat
Biasanya pasien mengalami kesukaran untuk istirahat karena
adanya kejang otot/ nyeri otot
 Pola aktivitas dan latihan
Biasanya pasien tidak dapat beraktifitas karena mengalami
kelemahan, kehilangan sensori , hemiplegi atau kelumpuhan
 Pola eliminasi
Biasanya terjadi inkontinensia urin dan pada pola defekasi
biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus
 Pola hubungan dan peran
Biasanya adanya perubahan hubungan dan peran karena pasien
mengalami kesukaran untuk berkomunikasi akibat gangguan
bicara
 Pola persepsi dan konsep diri
Biasanya pasien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan,
mudah marah, dan tidak kooperatif
(Batticaca, 2008)
k. Diagnosa keperawatan secara teori
1) Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan
obstruksi jalan napas, reflek batuk yang tidak adekuat
2) Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan infark
jaringan otak, vasospasme serebral, edema serebral
3) Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan depresi pusat
pernapasan
4) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan
neuromuskuler, kelemahan anggota gerak
5) Risiko jatuh berhubungan dengan penurunan kekuatan ekstremitas
bawah
6) Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan
penurunan kardiak output
7) Risiko aspirasiberhubungan dengan penurunan kesadaran,
disfungsi otak global
8) Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan Tekanan Intra Kranial
(TIK)
9) Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan fungsi
bicara, afasia
10) Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan dengan depresi pusat pencernaan
11) Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan
l. Intervensi
1) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
Definisi : Ketidakmampuan membersihkan sekresi atau obstruksi dari
saluran napas untuk mempertahankan bersihan jalan nafas
Batasan karakteristik :
a) Batuk yang tidak efektif
b) Dispnea
c) Gelisah
d) Perubahan frekuensi nafas

Faktor yang berhubungan :


a) Benda asing dalam jalan nafas
b) Sekresi yang tertahan
Observation : Setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan
bersihan jalan menjadi efektif dengan kriteria hasil
a) Status pernafasan :
 Frekuensi pernafasan normal (16-25x/menit)
 Irama pernafasan teratur
 Kemampuan untuk mengeluarkan sekret
b) Tanda-tanda Vital
 Irama pernafasan teratur
 Tekanan darah normal (120/80mmHg)
 Tekanan nadi normal (60-100 x/menit)

Intervention :
Manajemen jalan nafas

a) Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi


b) Identifikasi kebutuhan aktual/potensial pasien untuk
memasukkan alat membuka jalan nafas
c) Buang sekret dengan memotivasi pasien untuk melakukan batuk
atau menyedot lender
d) Instruksikan bagaimana agar bias melakukan batuk efektif
e) Auskultasi suara nafas
f) Posisikan untuk meringankan sesak nafas

Monitor pernafasan

a) Monitor kecepatan, irama, kedalaman dan kesulitan bernafas


b) Catat pergerakan dada, catat ketidaksimetrisan, penggunaan otot
bantu pernafasan dan retraksi otot
c) Monitor suara nafas tambahan
d) Monitor pola nafas
e) Auskultasi suara nafas, catat area dimana terjadi penurunan atau
tidak adanya ventilasi dan keberadaan suara nafas tambahan
f) Kaji perlunya penyedotan pada jalan nafas dengan auskultasi suara
nafas ronki di paru
g) Monitor kemampuan batuk efektif pasien
h) Berikan bantuan terapi nafas jika diperlukan (misalnya nebulizer)
2) Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral
Definisi : rentan mengalami oenurunan sirkulasi jaringan otak yang
dapat menganggu kesehatan
Batasan karaketristik :
a) Tanda-tanda vital
b) Status
c) Sirkulasi
Faktor yang berhubungan :
a) Hipertensi
b) Embolisme
c) Tumor otak (missal: gangguan serebrovaskul ar, penyakit
neurologis, trauma, tumor)
Observation : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan
perfusi jaringan serebral pasien menjadi efektif dengan kriteria hasil :
a) Tanda-tanda vital normal
b) Status sirkulasi lancer
c) Pasien mengatakan nyaman dan tidak sakit kepala
d) Peningkatan kerja pupil
e) Kemampuan komunikasi baik
Intervention :
a) Kaji status neurologic setiap jam
b) Kaji tingkat kesadaran dengan GCS
c) Kaji pupil, ukuran, respon terhadap cahaya, gerakan mata
d) Kaji reflek kornea
e) Evaluasi keadaan motorik dan sensori pasien
f) Monitor tanda vital setiap 1 jam
g) Hitung irama denyut nadi, auskultasi adanya murmur
h) Pertahankan pasien bedrest, beri lingkungan tenang, batasi
pengunjung, atur waktu istirahat dan aktifitas
i) Pertahankan kepala tempat tidur 30-45° dengan posisi leher tidak
menekuk/fleksi
j) Anjurkan pasien agar tidak menekuk lutut/fleksi, batuk, bersin,
feses yang keras atau mengedan
k) Pertahankan suhu normal
l) Pertahankan kepatenan jalan napas, suction jika perlu, berikan
oksigen 100% sebelum suction dan suction tidak lebih dari 15
detik
m) Monitor AGD, PaCO2 antara 35- 45mmHg dan PaO2 >80 mmHg
n) Bantu pasien dalam pemeriksaan diagnostic
o) Berikan obat sesuai program dan monitor efek samping
 Antikoagulan:heparin
 Antihipertensi
 Antifibrolitik :
 Amicar
 Steroid,
 dexametason
 Fenitoin,fenobarbital
 Pelunak feses
3) Ketidakefektifan Pola Nafas
Definisi : inspirasi atau ekspirasi yang tidak memberi
ventilasi adekuat
Batasan karaketristik :
a) Dispnea
b) Pola nafas abnormal (irama, frekuensi, kedalaman)
Faktor yang berhubungan :
a) Disfungsi Neuromuskular
b) Gangguan neurologis (misal: elektroensefalog ram [EEG]
positif, trauma kepala, gangguan kejang)
Observation : Setelah dilakukan tindakan keperawatan
diharapkan pola nafas pasien menjadi efektif dengan kriteria
hasil:
a) Status pernafasan
 Frekuensi pernafasan normal (16-25x/menit)
 Irama pernafasan teratur
 Suara auskultasi nafas normal
 Kepatenan jalan nafas
 Retraksi dinding dada tidak ada
b) Tingkat kelelahan berkurang dengan kriteria hasil :
 Kelelahan tidak ada
 Nyeri otot tidak ada
 Kualitas istirahat cukup
 Kualitas tidur cukup
Intervention :
Manajemen jalan nafas
a) Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
b) Identifikasi kebutuhan aktual/potensial pasien untuk
memasukkan alat membuka jalan nafas
c) Instruksikan bagaimana agar bias melakukan batuk efektif
d) Auskultasi suara nafas
e) Posisikan untuk meringankan sesak nafas
Terapi oksigen
a) Siapkan peralatan oksigen dan berikan melalui system
humidifier
b) Berikan oksigen tambahan seperti yang diperintahkan
c) Monitor aliran oksigen
d) Monitor efektifitas terapi oksigen
e) Amati tanda-tanda hipoventialsi induksi oksigen
f) Konsultasi dengan tenaga kesehatan lain mengenai penggunaan
oksigen tambahan selama kegiatan dan atau tidur

Monitor tanda-tanda vital


a) Monitor tekanan darah, nadi, suhu dan status pernafasan dengan
tepat
b) Monitor tekanan darah saat pasien berbaring, duduk dan berdiri
sebelum dan setelah perubahan posisi
c) Monitor dan laporkan tanda dan gejala hipotermia dan hipertermia
d) Monitor keberadaan nadi dan kualitas nadi
e) Monitor irama dan tekanan jantung
f) Monitor suara paru- paru
g) Monitor warna kulit, suhu dan kelembaban
h) Identifikasi kemungkinan penyebab perubahan tanda-tanda vital
4) Hambatan mobilitas fisik
Definisi : keterbatasan dalam gerakan fisik atau satu atau lebih
ekstremitas secara mandiri dan terarah
Batasan karakteristik :
a) Penurunan kemampuan melakukan keterampilan motorik halus
b) Penurunan kemampuan melakukan keterampilan motorik kasar
Faktor yang berhubungan :
a) Gangguan neuromuskular
b) Gangguan sensoriporseptual
Observation : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan
mobilitas fisik tidak terganggu kriteria hasil :
a) Peningkatan aktifitas fisik
b) Tidak ada kontraktur otot
c) Tidak ada ankilosis pada sendi
d) Tidak terjadi penyusutan otot
Intervention :
a) Kaji kemampuan motorik
b) Ajarkan pasien untuk melakukan ROM minimal 4x perhari bila
mungkin
c) Bila pasien di tempat tidur, lakukan tindakan untuk meluruskan
postur tubuh
 Gunakan papan kaki
 Ubah posisi sendi bahu tiap 2-4 jam
 Sanggah tangan dan pergelangan pada kelurusan alamiah
d) Observasi daerah yang tertekan, termasuk warna, edema atau
tanda lain gangguan sirkulasi
e) Inspeksi kulit terutama pada daerah tertekan, beri bantalan lunak
f) Lakukan massage pada daerah tertekan
g) Konsultasikan dengan ahli fisioterapi
h) Kolaborasi stimulasi elektrik
i) Kolaborasi dalam
i. penggunaan tempat tidur anti dekubitus
DAFTAR PUSTAKA

Adib, M. 2009. Cara mudah memahami & menghindari hipertensi jantung dan
stroke. Yogyakarta: Dianloka

Aminoff, M.J., & Josephson, S.A. 2014. Aminoff’s Neurology and General
Medicine. Elsevier

Arum, S.P. 2015. Stroke kenali, cegah dan obati. Yogyakarta: EGC
Corwin, E.J. 2009. Buku saku patofisiologi. Jakarta: EGC

Ghani, L., Mihardja, L.K., & Delima. 2015. Faktor Risiko Dominan Penderita
Stroke di Indonesia. Puslitbang Sumber Daya dan Pelayanan
Kesehatan. http://ejournal.litbang.depkes.go.id. Diakses pada tanggal
10 mei 2021 pukul 16.00 wib

Goldszmith, Adrian, dkk. 2013. Stroke esensial edisi 2. Jakarta: PT.Indeks

Junaidi, I. 2011. Stroke waspadai ancamannya. Yogyakarta: PT.Andi

Kemenkes RI. 2013. Riset kesehatan dasar. Jakarta: Kemenkes RI


Levine, P.G. 2009. Strongger after stroke: panduan lengkap dan efektif terapi
pemulihan stroke. Alih bahasa: Rika Iffati Farihah. Jakarta: Etera

Pambudi, Hubertus Agung. 2008. Studi Fenomenologis: Kecemasan Keluarga


Pada Pasien Stroke . Jurnal Keperawatan Universitas Diponegoro
Semarang. http://digilib.esaunggul.ac.id/public/UEU-Journal-3642- ari
%20pambudi.pdf . Diakses pada tanggal 10 mei pukul 19.00 wib

Sikawin, C.A., Mulyadi., & Palendeng, H. 2013. Pengaruh Latihan Range Of


Motion (ROM) Terhadap Kekuatan Otot Pada Pasien Stroke. Jurnal
Keperawatan Universitas Sam Ratulangi Manado.
http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jkp/article/view/2174. Diakses
pada tanggal 10 mei 2021 pukul 11.00 WIB

Sutrisno, A. 2007. Stroke sebaiknya anda tau sebelum anda terserang


stroke.
Jakarta: PT.Gramedia Utama

Tarwoto. 2013. Keperawatan Medikal Bedah, gangguan sistem persarafan.


Jakarta: CV.Sagung Seto.

Yudha, Fajar. 2014. Pengaruh range of motion (rom) terhadap kekuatan otot
dan rentang gerak pasien pasca perawatan stroke.
https://www.academia.edu/8462846/Pengaruh_Range_Of_Motion_RO
M_t erhadap_kekuatan_otot_dan_rentang_gerak_pasien_pasca_stroke.
Diakses pada tanggal 11 mei 2021 pukul 05.00 WIB
LAPORAN KASUS
ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS
PADA PASIEN NY.Y DENGAN STROKE HEMORAGIK

SEPTIANI RAHMANIATUN ZAINI


202014110

PROGRAM PROFESI NERS


UNIVERSITAS ‘AISYIYAH SURAKARTA
2021
EMERGENCY DEPARTEMENT UNIVERSITAS ‘AISYIYAH SURAKARTA
Nama : Tn X KELUHAN UTAMA : Pasien PAIN: No TRIAGE Alloanamnesa □
Umur : 45 tahun Dibawa ke UGD dengan QUALITY : □ □ □ □ Autoanamnesa □
Tgl Pengkajian : 24 mei 2021 keluhan pusing, Pasien REGION :
mengalami kelemahan pada
Jam: 09.00 SKALA (0-10):
ekstrimitas kanan, Hanya bisa
Dx Medis: Stroke Hemoragik TIME :
beraktifitas ditempat tidur,
Kemampuan pergerakan sendi
terbatas

INNITIAL ASSESMENT ( PRIMARY SURVEY)


AIRWAY BREATHING CIRCULATION DISABILITY EXPOSURE
TIDAK ADA KELUHAN Sesak : TIDAK Nadi : Teraba Respon :□ A □V □P □U Hipotermia □ Ya □ No
Cuping Hidung No Irama : Reguler Kesadaran: somnolen Deformitas □ Ya □ No
Pursed Lip : □ Ya □ No Denyut : Kuat Pupil : □ Isokor Hematoma □ Ya □ No
Pola Nafas : Tidak Akral :□ Hangat Reflek Cahaya : + │+ Penetrasi □ Ya □ No
Irama : Cepat Warna kulit : normal GCS : E 4, V : 2, M : 6 Laserasi □ Ya □ No
Retraksi dada : □ Ya □ No Edema : - Contusio □ Ya □ No
Sianosis : No CRT : < 3 dtk Abrasi □ Ya □ No
Bunyi Nafas tambahan : No Edema □ Ya □ No
Penggunaan otot bantu Nafas Nyeri □ Ya □ No
Ya
Suhu : 36,2 C

RR : 24 x/m HR : 64x/m
TD : 163/92 mmHg

Dx : Dx Dx : Dx Dx

PEMERIKSAAN SISTEM TUBUH


BRAIN BLODD BREATH BOWEL BONE BLADDER
I : bentuk simetris, I : ictus cordis tidak tampak I : tidak tedapat otot bantu I : tidak terdapat - Terpasang Infus - Urine keluar
rambut kusam, tidak pernafasan, nafas dalam dan oedema, tidak terdapat RL 20 tpm pada 400ml/7 jam
P : tidak terdapat
terdapat lesi cepat hemoroid tangan kiri
pembesaran jantung
P : tidak terdapat P : terdapat retraksi dinding A : bising usus
benjolan, tidak P : suara pekak dada 16x/mnt - Kekuatan otot
terdapat
A : terdapat suara vesikuler P: suara sonor P : suara timpani 0 5
pembengkakakn
typoid pada leher A : terdapar suara ronkhi P : tidak ada nyeri 3 5
tekan dan distensi
abdomen
\
PEMERIKSAAN PENUNJANG
RONGTEN EKG LAB DARAH MRI USG LAINNYA
Leukosit 10,79/ul, eritrosit Pemeriksaan CT SCAN
4,22/ul, hemoglobin 12,4 kepala tanpa kontras:
gr/dl, hematocrit 34,5%,
MCV 81.8 Fl, MCH 29.4 - Cyrus kortikalis dan
pg, MCHC 35.9 gr/dl, fisura silvii
trombosit 272 /ul, glukosa
hemihemesfer kiri
98 mg/dl, cholesterol total
231.0 mg/dl, trigliserida menyempit
118.8 mg/dl, Cholestrol - Sisterna dan sistem
HDL 33 mg/dl, Cholestrol
LDL 174 mg/dl, Ureum ventrikel normal
25.0 mg/dl, creatinine 1.10 - Tampak lesi
mg/dl, asam urat 5.0 mg/dl,
hiperdens pada lobus
natrium 135.0 mmol/l,
kalium 4.0 mmol/l, kalsium parietal kiri dengan
8.90 mg/dl, chloride 103.0 volume 20,1ml
mmol/l, neutrophil 81.3%,
limfosit 13.8%, monosit - Tak ada midline
4.7%, eusinofil 0.0%, shifting
basophil 0,2%, limfosit
absolut 1.49/ul - Pons dan cerebelum
baik
TERAPI

a. Infus RL 20 tpm
b. Injeksi :
 Tamoliv infus 4 x 500mg/IV (bila panas)
 Plasminex 4 x 1gr/IV
 Brainact 3 x 250mg/IV
 Neurotam 12gr/IV (selama 3 hari)
 Ranitidine 2 x 50mg/IV
 Ceftriaxone 2 x 1gr/IV
c. Oral
 Amlodipin 1 x 10mg
 Captopril 3 x 25mg
TTD PERAWAT
ANALISIS DATA

No Data Fokus Kemungkinan Penyebab Masalah


Keperawatan
1 Ds : Pasien mengangguk Stroke Hemaragik Gangguan perfusi
saat ditanya pusing serebral
Do :
- Pasien mngalami Tekanan Sistemik
penurunan
kesadaran
- Tekakan darah Pendarahan
179/96 mmhg Arachnoid/ventrikal
- Pasien mengalami
kesulitan berbicara
dengan bibir PTIK/Herniaris serebral
- Pasien mengalami
penurunan
ketajaman Suplai darah kejaringan serebral

penglihatan tidak adekuat

- Hasil CT – scan
ICH ganglia
basalis sinistra
- GSC = E4 M6V2
2 Ds : - Stroke Hemoragik Gangguan mobilitas
Do : fisik
- Pasien mengalami
kelemahan pada Tekanan Sistemik
ekstrimitas kanan
- Hanya bisa
beraktifitas Pendarahan
ditempat tidur
- Kemampuan Arachnoid/ventrikel
pergerakan sendi
terbatas
- Kekuatan otot Hematama serebral
- 0 5
3 5
Vasopasme arteri serebral/saraf
serebral

Iskemik/infark

Defisit neurologi

Hemister kiri

Hemiparase/plegi kanan

3 Ds : - Stroke Hemoragik Defisit perawatan


Do : diri
- Pasien tampak
lemah Peningkatan Tekanan Sistemik
- Pasien tampak
mengalami
penurunan Pendarahan
kesadaran Arachnoid/ventrikel
- Pasien tidak dapat
melakukan
personal hygiene Hematama serebral
sendiri karena
mengalami
kelemahan Vasoparhe anteri serebral/saraf
anggota gerak serebral
- seluruh aktifitas
pasien dibantu
perawat Iskemik/infark

Defisit neurologi

Hemistes kiri

hemiparase/plegi kanan

DIAGNOSA KEPERWATAN
1. Gangguan perfusi jaringan serebral b/d suplai darah kejaringan serebral tidak adekuat
2. Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan neuromuskuler
3. Defisit perawatan diri b/d imobilitas fisik
INTERVENSI

No Tujuan No px Rencana tindakan Rasional TTD


pp
1 Setelah dilakukan I 1. Kaji tingkat 1. Mengetahui Rengga
tindakan keperawatan kesadaran pasien keadaan umum
1 x 24 jam diharapkan 2. Monitor TTV pasien
refusi jaringan otak pasien 2. TTV dalam batas
dapat efektif kembali 08.00 3. Posisikan klien normal
dengan KH Supinasi menunjukan
4. Monitor adanya perbaikan kondisi
- TTV dalam
tanda-tanda PTIK 3. Mengurangi
batas normal
5. Berikan obat terjadinya PTIK
- Tingkat
sesuai dengan 4. Mengetahui
kesadaran
advis dokter keadaan umum
membaik
pasien
- Tidak ada
5. Dapat digunakan
tanda-tanda 09.00
untuk mencegah
PTIK
pendarahan serta
memperbaiki
aliran darah
serebral
2 Setelah dilakukan II 1. Monitor TTV 1. TTV menunjukan Rengga
tindakan keperawatan 2. Kaji kemampuan perubahan kondisi
1 x 24 jam diharapkan pasien dalam 2. Mengetahui
pasien tidak Mobilisasi kemampuan
mengalami gangguan 09.00 3. Kaji kekuatan otot mobilisasi pasien
mobilitas fisik dengan pasien 3. Mengetahui
KH 4. Latih rentang kekuatan otot
gerak rom pasien
- Nilai
5. Ubah posisi klien 4. Melatih
kekuatan otot
pergerakan otot
meningkat
- Dapat 09.00 agar tidak kaku
menggerakan 5. Mencegah
Ekstremitar kekakuan
tangan kanan
dan kaki
kanan
3 Setelah dilakukan III 1. Kaji kemampuan 1. Melihat Rengga
tindakan keperawatan klien dalam kemampuan klien
1 x 24 jam diharapkan perawatan diri dalam perawatan
kebutuhan perawatan 2. Bantu klien dalam diri
diri pasien terpenuhi personal hygie 2. Membantu
dengan KH 3. Rapihkan tempat memenuhi
tidur klien jika kebutuhan
- Klien bersih
kotor / berantakan personal hygie
rapi dan tidak
4. Libatkan keluarga klien
bau
dalam melakukan 3. Menjaga
- Dapat
perawatan diri kerapiahn klien
melakukan
pasien 4. Mengajarkan
personal
keluarga
hygiene
melakukan
sendiri
perwatan diri
ketika dirumah

IMPLEMENTASI

No Hari/tgl/jam No Tindakan Respon / hasil TTD


pp px
1 24 mei 2021 I - Mengkaji tingkat Ds : - Rengga
kesadaran pasien
Do : Tingkat kesadaran
09.00 pasien Komposmentis

GCS : E4 M6 V5

- Memonitor TTV Ds : -
Pasien
Do : TD = 163/92 mmhg

N = 64 x / menit

RR = 24 x / menit

S = 362 0C
- Memposisikan klien
supinasi

Ds : -
- Inj. piracetam 1gr
Do : pasien dalam posisi
supinasi
- Memonitor adanya
tanda-tanda PTIK - Obat masuk

Ds : -

Do : Pasien mengalami
penurunan kesadaran

- Pasien
mengalami
kesulitan bicara
- Kelemahan
ekstremitas
tangan kanan
2 24 mei 2021 II - Memonitor TIV Ds : - Rengga
09.00 Do : Pasien mengalami
kelemahan ekstreminitas
- Mengkaji
tangan kanan
kemampuan pasien
dalam mobilisasi - Aktivitas hanya
ditempat tidur
- Mengkaji kekuatan
otot pasien
Ds : -

Do : Kekuatan otot
- Melatih gerak rom
0 5

3 5

- Mengubah posisi
klien
Ds : -

Do : Ekstremitas tangan
kanan mengalami
kelemahan

Ds : -

Do : Pasien posisi
supinasi pada tepi bed
3 24 mei 2021 III - Mengkaji Ds : - Rengga
kemampuan klien
09.00 Do : Pasien tampak
dalam perawatan
lemah
diri
- Pasien
mengalami
penurunan
kesadaran
- Pasien tidak
dapat melakukan
PH

Ds : -
- Membantu klien
Do : Pasien tampak
dalam personal
bersih dan rajin
hygiene

- Merapikan tempat Ds : -
tidur
Do : Tempat tidur
tampak rapih dan bersih

EVALUASI

No Hari/tgl/jam Perkembangan TTD


1 Senin 24 mei S= Rengga
2021
O=
Jam 09.30
- Tingkat kesadaran compasmetis
- GCS = E4 M6 V5
- TD = 164/100
N = 60
RR = 15
S = 366

A = Masalah teratasi sebagian

P = Lanjutkan intervensi 1, 2, 3, 4
2 Senin 24 mei S=- Rengga
2021
O=
Jam 09.30
- Pasien mengalami kelemahan ekstremitas
tangan sebelah kanan
- Gerakan terbatas, hanya tidur ditempat tidur
- Kekuatan otot 0 5
- 3 5
A = Masalah belum teratasi

P = Lanjutkan intervensi 1, 2, 3, 4
3 Senin 24 mei S= Rengga
2021
O = Pasien tampak lemah, mengalami penurunan
Jam 09.30 kesadaran, tidak melakukan PH sendiri. Seluruh
aktivitas bergantung pada perawat. Lemah ekstremitas
kanan

A = Masalah belum teratasi

P = Lanjutkan intervensi 1, 2, 3, 4

Anda mungkin juga menyukai