Anda di halaman 1dari 25

Grand Case

NEFROLITHIASIS

Oleh:
Khairunnisa Salsabila 1840312262

Preseptor:
Dr. dr. H. Yefri Zulfikar Sp.B Sp.U

BAGIAN ILMU BEDAH

RSUP DR. M. DJAMIL PADANG

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

PADANG

2019

1
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Nefrolitiasis (batu ginjal) merupakan salah satu penyakit ginjal, dimana
terdapat satu atau lebih batu di dalam pelvis atau kaliks dari ginjal. 1 Lokasi batu
ginjal khas dijumpai di kaliks, atau pelvis dan bila keluar akan terhenti dan
menyumbat pada daerah ureter (batu ureter) dan kandung kemih (batu kandung
kemih). Batu ginjal dapat terbentuk dari kalsium, batu oksalat, kalsium oksalat,
atau kalsium fosfat, namun yang paling sering terjadi pada batu ginjal adalah batu
kalsium. Penyebab pasti yang membentuk batu ginjal belum diketahui, oleh
karena banyak faktor yang dilibatkannya. Diduga dua proses yang terlibat dalam
batu ginjal yakni supersaturasi dan nukleasi. Supersaturasi terjadi jika substansi
yang menyusun batu terdapat dalam jumlah besar dalam urin, yaitu ketika volume
urin dan kimia urin yang menekan pembentukan batu menurun. Pada proses
nukleasi, natrium hidrogen urat, asam urat dan kristal hidroksipatit membentuk
inti. Ion kalsium dan oksalat kemudian merekat (adhesi) di inti untuk membentuk
campuran batu. Proses ini dinamakan nukleasi heterogen. Prevalensi penyakit ini
diperkirakan sebesar 7% pada perempuan dewasa dan 13% pada laki-laki dewasa.
Empat dari lima pasien adalah laki-laki, sedangkan usia puncak adalah dekade
ketiga sampai ke empat . 2 Di Indonesia sendiri, penyakit ginjal yang paling sering
ditemui adalah gagal ginjal dan nefrolitiasis. Prevalensi tertinggi penyakit
nefrolitiasis yaitu di daerah DI Yogyakarta (1,2%), diikuti Aceh (0,9%), Jawa
Barat, Jawa Tengah , dan Sulawesi Tengah masing-masing (0,8%).3
1.2 Tujuan Penulisan

Penulisan grand case ini bertujuan untuk memahami serta menambah


pengetahuan tentang nefrolithiasis
1.3 Batasan Masalah
Batasan penulisan case ini membahas mengenai anatomi, definisi,
epidemiologi, etiologi dan patogenesis, manifestasi klinis, diagnosis, diagnosis
banding, penatalaksanaan, dan prognosis nefrolithiasis.

2
1.4 Metode Penulisan
Penulisan case ini menggunakan metode penulisan tinjauan kepustakaan
merujuk pada berbagai literatur.

3
BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Anatomi Ginjal


Ginjal terletak dibagian belakang abdomen atas, dibelakang peritonium
(retroperitoneal), didepan dua kosta terakhir dan tiga otot-otot besar (transversus
abdominis, kuadratus lumborum dan psoas mayor) di bawah hati dan limpa. Di
bagian atas (superior) ginjal terdapat kelenjar adrenal (juga disebut kelenjar
suprarenal). Kedua ginjal terletak di sekitar vertebra T12 hingga L3. Ginjal pada
orang dewasa berukuran panjang 11-12 cm, lebar 5-7 cm, tebal 2,3-3 cm, kira-kira
sebesar kepalan tangan manusia dewasa. Berat kedua ginjal kurang dari 1% berat
seluruh tubuh. 4
Ginjal berjumlah dua yaitu kiri dan kanan, ginjal kiri lebih besar dari
ginjal kanan dan pada umumnya ginjal laki-laki lebih panjang dari pada ginjal
wanita. Ginjal kanan biasanya terletak sedikit ke bawah dibandingkan ginjal kiri
untuk memberi tempat lobus hepatis dexter yang besar. Kutub atas ginjal kiri
adalah tepi atas iga 11 (vertebra T12), sedangkan kutub atas ginjal kanan adalah
tepi bawah iga 11 atau iga 12. Adapun kutub bawah ginjal kiri adalah processus
transversus vertebra L2 (kira-kira 5 cm dari krista iliaka) sedangkan kutub bawah
ginjal kanan adalah pertengahan vertebra L3. Bila diaphragma berkontraksi pada
waktu respirasi, kedua ren turun dengan arah vertikal sampai sejauh 1 inci (2,5
cm). 4
Ginjal dipertahankan dalam posisinya di dinding posterior abdomen oleh
bantalan lemak yang tebal. Kedua ginjal dibungkus oleh dua lapisan lemak (lemak
perirenal dan lemak pararenal) yang membantu meredam guncangan. Lapisan
permukaan ginjal dari dalam keluar: Capsula fibrosa meliputi ginjal dan melekat
dengan erat pada permukaan luar ginjal. Capsula adiposa, merupakan lemak yang
meliputi capsula fibrosa. Fascia renalis atau facia gerota merupakan kondensasi
dari jaringan ikat yang terletak di luar capsula adiposa dan meliputi ginjal serta
glandula suprarenalis. Di lateral fascia ini melanjutkan diri sebagai fascia
transversalis. Corpus adiposum pararenale, terletak di luar fascia renalis dan

4
sering didapatkan dalam jumlah besar. Lemak ini membentuk sebagian iemak
retroperitoneal.4
Ginjal terbentuk oleh unit yang disebut nephron yang berjumlah 1-1,2 juta
buah pada tiap ginjal. Nefron adalah unit fungsional ginjal. Setiap nefron terdiri
dari kapsula bowman, kapiler glomerulus, tubulus kontortus proksimal, lengkung
henle dan tubulus kontortus distal, yang mengosongkan diri keduktus pengumpul.
Unit nephron dimulai dari pembuluh darah halus / kapiler, bersifat sebagai
saringan disebut Glomerulus, darah melewati glomerulus/ kapiler tersebut dan
disaring sehingga terbentuk filtrat (urin yang masih encer) yang berjumlah kira-
kira 170 liter per hari, kemudian dialirkan melalui pipa/saluran yang disebut
Tubulus. Urin ini dialirkan keluar ke saluran Ureter, kandung kencing, kemudian
ke luar melalui Uretra. Nefron berfungsi sebagai regulator air dan zat terlarut
(terutama elektrolit) dalam tubuh dengan cara menyaring darah, kemudian
mereabsorpsi cairan dan molekul yang masih diperlukan tubuh. Molekul dan sisa
cairan lainnya akan dibuang. Reabsorpsi dan pembuangan dilakukan
menggunakan mekanisme osmosis dan difusi. Hasil akhir yang kemudian
diekskresikan disebut urin.5,6

5
Setiap ginjal memiliki sisi medial cekung, yaitu hilus tempat masuknya
syaraf, masuk dan keluarnya pembuluh darah dan pembuluh limfe, serta keluarnya
ureter dan memiliki permukaan lateral yang cembung. Sistem pelvikalises ginjal
terdiri atas kaliks minor, infundibulum, kaliks major, dan pielum/pelvis renalis
Ginjal mendapatkan aliran darah dari arteri renalis yang merupakan cabang
langsung dari aorta abdominalis, sedangkan darah vena dialirkan melalui vena
renalis yang bermuara ke dalam vena kava inferior. Sistem arteri ginjal adalah end
arteries yaitu arteri yang tidak mempunyai anastomosis dengan cabang–cabang
dari arteri lain, sehingga jika terdapat kerusakan salah satu cabang arteri ini,
berakibat timbulnya iskemia/nekrosis pada daerah yang dilayaninya.7

2.2 Teori Pembentukan Batu


Secara teoritis batu dapat terbentuk diseluruh saluran kemih terutama pada
tempat tempat yang sering mengalami hambatan aliran urine (stasis urin), yaitu
pada sistem kalises ginjal atau buli-buli. Adanya kelainan bawaan pada
pelvikalices (stenosis uretero-pelvis), divertikel, obstruksi infravesika kronis
seperti pada hyperplasia prostat benigna, striktura dan buli-buli neurogenik
merupakan keadaan-keadaan yang memudahkan terjadinya pembentukan batu. 8
A. Teori Presipitasi
Batu terdiri atas kristal-kristal yang tersusun oleh bahan-bahan organik
maupun anorganik yang terdapat dalam urine. Kristal-kristal ini tetap dalam
keadaan metastable/tetap telarut dalam urine jika tidak ada keadaan–keadaan
tertentu yang menyebabkan terjadinya presipitasi kristal. Kristal-kristal yang
saling mengadakan presipitasi membentuk inti batu/nukleasi yang kemudian akan
mengadakan agregasi, dan menarik bahan-bahan lain sehingga menjadi kristal
yang agak besar, tapi agregat kristal ini masih rapuh dan belum cukup mampu
membuat buntu atau sumbatan saluran kemih.
Agregat kristal menempel pada epitel saluran kemih atau membentuk
retensi kristal, dan dari sini bahan-bahan lain diendapkan pada agregat itu
sehingga membentuk batu yang cukup besar untuk menyumbat saluran kemih.

6
B. Matriks Core
Kondisi metastable dipngaruhi oleh suhu, PH larutan, adanya koloid
didalam urine, konsentrasi solute dalam urine, laju aliran urine, atau adanya
korpus alienum di dalam saluran kemih yang bertindak sebagai inti batu. Lebih
dari 80% batu saluran kemih terdiri atas batu calsium, meskipun patogenesis
pembentukan batu hampir sama,tetapi suasana di dalam saluran kemih yang
memungkinkan terbentuknya jenis batu itu tidak sama, misal batu asam urat
mudah terbentuk dalam suasana asam, sedangkan batu magnesium ammonium
fosfat terbentuk karena urine bersifat basa. 8,9

C. Faktor Penghambat Terbentuknya Batu9


Adapun zat-zat yang menghambat terbentuknya batu adalah:
A. Ion Magnesium (Mg), karena jika berikatan dengan oksalat maka akan
membentuk garam magnesium oksalat sehingga jumlah oksalat yang
akan berikatan dengan kalsium (Ca) untuk membentuk kalsium oksalat
menurun.
B. Sitrat, jika berikatan dengan ion kalsium maka akan membentuk garam
kalsium sitrat dan mengurangi jumlah kalsium yang berikatan dengan
oksalat ataupun fosfat, sehingga Kristal kalsium oksalat atau kalsium
fosfat jumlahnnya berkurang.
C. Beberapa jenis protein atau senyawa organik mampu bertindak sebagai
inhibitor dengan menghambat pertumbuhan kristal, menghambat
agregasi kristal dan menghambat retensi kristal, antara lain
glikosaminoglikan (GAG), protein Tamm Horsfall (THP) atau
Uromukoid, nefrokalsin, dan osteopontin. Defisiensi zat-zat yang
berfungsi sebagai inhibitor batu merupakan salah satu faktor penyebab
timbulnya batu saluran kemih.

2.3 Jenis Jenis Batu berdasarkan etiologi10


Batu Non Infeksi Kalsium Oksalat
Kalsium Fosfat

7
Asam Urat
Batu Infeksi Magnesium Amonium Fosfat
Karbonat Apatit
Amonium urat
Penyebab Genetik Sistin
Xantin
2,8-Dihydroxyadenine
Batu obat-obatan Indinavir

2.4 Klasifikasi Batu Ginjal10


Berdasarkan ukuran : 0-5 mm, 5-10 mm, 10-20 mm, >20 mm
Berdasarkan lokasi : di ginjal yaitu Pelvic, kaliks atas tengah
atau bawah.
Berdasarkan karakteristik x ray:
Radioopak Radioopak lemah Radiolusen
Kalsium oksalat dihidrat Magnesium amonium Fosfat Asam Urat
Kalsium oksalat monohidrat (MAP) Amonium urat
Kalsium Fosfat Apatit Xantin
Sistin 2,8 diidroxyadenine

2.5 Etiologi dan Faktor Risiko 10


1. Diet : defisiensi vitamin A bisa menimbulkan deskuamasi epitelium
sehingga epitel yang terlepas bisa menjadi nidus atau inti batu.
2. Peningkatan kandungan urin dan koloid urin
3. Penurunan faktor inhibitor dari pembentukan batu
4. Infeksi ginjal, terutama akibat bakteri pemecah urea
5. Drainase urin yang tidak adekuat dan stasis
6. Imobilisasi yang lama sehingga meningkatkan kalsium urin
7. Metabolik : Hiperparatiroid dan Kadar asam urat yang tinggi dalam
darah

2.6 Manifestasi Klinis

8
Batu pada kaliks ginjal memberikan rada nyeri ringan sampai berat karena
distensi dari kapsul ginjal. Begitu juga baru pada pelvis renalis, dapat
bermanifestasi tanpa gejala sampai dengan gejala berat. Umumnya gejala batu
saluran kemih merupakan akibat obstruksi aliran kemih dan infeksi. Keluhan yang
disampaikan oleh pasien tergantung pada posisi atau letak batu, besar batu, dan
penyulit yang telah terjadi.9
Keluhan yang paling dirasakan oleh pasien adalah nyeri pada pinggang.
Nyeri ini mungkin bisa merupakan nyeri kolik ataupun bukan kolik. Nyeri kolik
terjadi karena aktivitas peristaltik otot polos sistem kalises ataupun ureter
meningkat dalam usaha untuk mengeluarkan batu dari saluran kemih. Peningkatan
peristaltik itu menyebabkan tekanan intraluminalnya meningkat sehingga terjadi
peregangan dari terminal saraf yang memberikan sensasi nyeri. Nyeri ini
disebabkan oleh karena adanya batu yang menyumbat saluran kemih, biasanya
pada pertemuan pelvis ren dengan ureter (ureteropelvic junction), dan ureter.
Nyeri bersifat tajam dan episodik di daerah pinggang (flank) yang sering
menjalar ke perut, atau lipat paha, bahkan pada batu ureter distal sering ke
kemaluan. Mual dan muntah sering menyertai keadaan ini.7 Nyeri non kolik
terjadi akibat peregangan kapsul ginjal karena terjadi hidronefrosis atau infeksi
pada ginjal. Pada pemeriksaan fisik mungkin didapatkan nyeri ketok pada daerah
kosto-vertebra, teraba ginjal pada sisi sakit akibat hidronefrosis, terlihat tanda
tanda gagal ginjal, retensi urine, dan jika disertai infeksi didapatkan demam-
menggigil.7
2.7 Diagnosis
2.7.1 Anamnesis
Keluhan utama bervariasi mulai dari tanpa adanya keluhan aau
asimptomatik, sakit pinggang ringan sampai kolik, disuria, hematuria,
retensio urin, anuria. Keluhan dapat juga disertai penyulit dan tanda
tanda komplikasi seperti infeksi dan gagal ginjal.11
2.7.2 Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik meliputi status generalis dan status lokalis. Untuk
pemeriksaan khusus urologi:

9
A. Pemeriksaan sudut kosto vertebra : meliputi nyeri tekan, nyeri
ketok dan pembesaran ginjal
B. Pemeriksaan ballotement ginjal
C. Pemeriksaan supra simpisis: nyeri tekan, teraba batu, buli-buli
penuh
2.7.3 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Penunjang dilakukan untuk mengkonfirmasi anamnesis dan
pemeriksaan fisik serta menentukan rencana terapi. Pemeriksaan
penunjang yang bisa dilakukan adalah laboratorium dan pencitraan.
Pemeriksaan Laboratorium yang direkomendasikan EAU ( European
Association of Urology ) Urolithiasis guidelines 2016.10

Urin Darah

Pemeriksaan eritrosit Darah Lengkap


Leukosit urin Kreatinin
Nitrit Asam urat
pH urin Kalsium
Mikroskopis urin Natrium
Kultur urin Kalium
Hitung jenis
CRP
PT/APTT untuk persiapan intervensi

Pemeriksaan berupa pencitraan yang dapat dilakukan berupa12:

1. Foto Polos Abdomen


Pemeriksaan foto polos abdomen pada ginjal di istilahkan dengan BNO
atau Blass Nier Overzicht yang artinya adalah Ginjal, Ureter, Buli-buli.
Pembuatan foto polos abdomen bertujuan untuk melihat kemungkinan
adanya batu radio opak di saluran kemih. Batu-batu jenis kalsium oksalat
dan kalsium fosfat bersifat radio opak dan paling sering dijumpai diantara
batu lain, sedangkan batu asam urat bersifat non opak (radio lusen).
2. Pielografi Intra Vena (PIV)
Pemeriksaan ini bertujuan menilai keadaan anatomi dan fungsi ginjal.
Selain itu PIV dapat mendeteksi adanya batu semi-opak ataupun batu non

10
opak yang tidak dapat terlihat oleh foto polos abdomen. Jika PIV belum
dapat menjelaskan keadaan sistem saluran kemih akibat adanya penurunan
fungsi ginjal, sebagai penggantinya adalah pemeriksaan pielografi
retrograd.
Pada pemeriksaan PIV digunakan kontras untuk membantu melihat
keadaan anatomi dan fungsi ginjal. Pasien dipersiapkan lalu di suntik
kontras, pengambilan foto dilakukan pada waktu waktu tertentu setelah
penyntikan kontras, seperti menit ke-5, ke-15, ke-30, hingga ke -90 serta
setelah pasien berkemih.
Pada menit ke 5 mulai dinilai fungsi ekskresi pada ginjal dilihat dari
kontras yang mulai terlihat, setelah 30 menit dapat dinilai adanya
hidronefrosis atau tidak pada ginjal, pelebaran ureter, pengisian buli. Dapat
dinilai apakah ada additional shadow pada buli atau feeling defect.
Kemudian dinilai keadaan setelah pasien berkemih untuk melihatfase
sistogram
3. Ultrasonografi USG
Dahulu pemeriksaan USG dikerjakan bila pasien tidak mungkin menjalani
pemeriksaan PIV, yaitu pada keadaan-keadaan: alergi terhadap bahan
kontras, faal ginjal yang menurun, dan pada wanita yang sedang hamil.
Namun kini pemeriksaan USG mulai menjadi modalitas utama dikarenakan
harga yang murah, mudah dilakukan dan tidak invasif. Pemeriksaan USG
dapat menilai adanya batu di ginjal atau di buli-buli yang ditunjukkan
sebagai echoic shadow), hidronefrosis, pionefrosis, atau pengkerutan ginjal.
4. Pemeriksaan CT-Scan
Pemeriksaan ini bisa dilakukan untuk melihat lebih jelas lokasi dari batu
jika diperlukan.
2.8 Diagnosis Banding
Kolik ginjal dan ureter dapat disertai dengan akibat yang lebih lanjut,
misalnya distensi usus dan pionefrosis dengan demam. Oleh karena itu, jika
dicurigai terjadi kolik ureter maupun ginjal, khususnya yang kanan, perlu
dipertimbangkan kemungkinan kolik saluran cerna, kandung empedu, atau

11
apendisitis akut. Selain itu pada perempuan perlu juga dipertimbangkan
adneksitis. Bila terjadi hematuria, perlu dipertimbangkan kemungkinan keganasan
apalagi bila hematuria terjadi tanpa nyeri. Selain itu, perlu juga diingat bahwa
batu saluran kemih yang bertahun-tahun dapat menyebabkan terjadinya tumor
yang umumnya karsinoma epidermoid, akibat rangsangan dan inflamasi. Pada
batu ginjal dengan hidronefrosis, perlu dipertimbangkan kemungkinan tumor
ginjal mulai dari jenis ginjal polikistik hingga tumor Grawitz.13
2.9 Penatalaksanaan 10,11,13
Penatalaksanaan pada nefrolithiasis bisa dilakukan secara konservatif dan
aktif. Secara konservatif dilakukan pada batu di kaliks yang asimptomatik, kurang
dari 10 mm. Dilakukan pemantauan setiap 6 bulan sampai satu tahun dengan
BNO, IVP atau USG untuk melihat perkembangan batu. Namun, jika ada
pertambahan ukuran dari batu maka interval follow up perlu diperketat dan
intervensi dilakukan jika batu tumbuh lebih dari 5 mm.
Terapi Konservatif atau Terapi Ekspulsif Medikamentosa (TEM) Terapi
dengan mengunakan medikamentosa ini ditujukan pada kasus dengan batu yang
ukuranya masih kurang dari 5mm, dapat juga diberikan pada pasien yang belum
memiliki indikasi pengeluaran batu secara aktif. Terapi konservatif terdiri dari
peningkatan asupan minum dan pemberian diuretik; pemberian nifedipin atau
agen alfa blocker, seperti tamsulosin; manajemen rasa nyeri pasien, khusunya
pada kolik, dapat dilakukan dengan pemberian simpatolitik, atau
antiprostaglandin, analgesik; pemantauan berkala setiap 1- 14 hari sekali selama 6
minggu untuk menilai posisi batu dan derajat hidronefrosis. 10, 15

Batu yang sudah menimbulkan masalah pada saluran kemih secepatnya


harus dikeluarkan agar tidak menimbulkan penyulit yang lebih berat. Indikasi
untuk melakukan tindakan atau terapi pada batu saluran kemih adalah jika batu
telah menimbulkan obstruksi, infeksi, atau harus diambil karena suatu indikasi
sosial. Obstruksi karena batu saluran kemih yang telah menimbulkan hidroureter
atau hidronefrosis dan batu yang sudah menimbulkan infeksi saluran kemih, harus
segera dikeluarkan.

12
Indikasi untuk pengeluaran batu secara aktif:
- Batu pada pasien risiko tinggi.
- Obstruksi yang timbul akibat batu
- Infeksi
- Batu yang simptomatik ( adanya nyeri, hematuria)
- Batu lebih dari 15 mm
- Batu kurang dari 15 mm jika observasi bukan pilihan
- Pilihan Pasien
- Komorbidiitas

Penatalaksanaan pada nefrolithiasis:


1. ESWL (Extracorporeal Shockwave Lithotripsy)
Alat ini ditemukan pertama kali pada tahun 1980 oleh Caussy. Bekerja
dengan menggunakan gelombang kejut yang dihasilkan di luar tubuh untuk
menghancurkan batu di dalam tubuh. Batu akan dipecah menjadi bagian-
bagian yang kecil sehingga mudah dikeluarkan melalui saluran kemih.15 Pasien
akan berbaring di suatu alat dan akan dikenakan gelombang kejut untuk
memecahkan batu. Posisi pasien sendiri bisa telentang atau telungkup sesuai
posisi batu ginjal. Batu ginjal yang sudah pecah akan keluar bersama air seni.
Biasanya pasien tidak perlu dirawat dan dapat langsung pulang. Pembangkit
(generator) gelombang kejut dalam ESWL ada tiga jenis yaitu elektrohidrolik,
piezoelektrik dan elektromagnetik. Masing masing generator mempunyai cara
kerja yang berbeda, tapi sama-sama menggunakan air atau gelatin sebagai
medium untuk merambatkan gelombang kejut. Air dan gelatin mempunyai
sifat akustik paling mendekati sifat akustik tubuh sehingga tidak akan
menimbulkan rasa sakit pada saat gelombang kejut masuk tubuh. ESWL
merupakan alat pemecah batu ginjal dengan menggunakan gelombang kejut
antara 15-22 kilowatt. ESWL hanya sesuai untuk menghancurkan batu ginjal
dengan ukuran kurang dari 3 cm serta terletak di ginjal atau saluran kemih
antara ginjal dan kandung kemih (kecuali yang terhalang oleh tulang panggul).
Batu yang keras (misalnya kalsium oksalat monohidrat) sulit pecah dan perlu

13
beberapa kali tindakan. ESWL tidak boleh digunakan oleh penderita darah
tinggi, kencing manis, gangguan pembekuan darah dan fungsi ginjal, wanita
hamil dan anak anak, serta berat badan berlebih (obesitas). 16
2. Endourologi
Tindakan Endourologi adalah tindakan invasif minimal untuk
mengeluarkan batu saluran kemih yang terdiri atas memecah batu, dan
kemudian mengeluarkannya dari saluran kemih melalui alat yang dimasukkan
langsung ke dalam saluran kemih. Alat itu dimasukkan melalui uretra atau
melalui insisi kecil pada kulit (perkutan). Proses pemecahan batu dapat
dilakukan secara mekanik, dengan memakai energi hidraulik, energi
gelombang suara, atau dengan energi laser. Tindakan endourologi yaitu PNL
(Percutaneous Nephro Lithotripsy). pada PNL dilakukan pengeluaran batu
yang berada di dalam saluran ginjal dengan cara memasukkan alat endoskopi
ke sistem kalises melalui insisi pada kulit. Batu kemudian dikeluarkan atau
dipecah terlebih dahulu menjadi fragmen-fragmen kecil.15
European Urology Association tentang urolithiasis merekomendasikan
PNL sebagai pengobatan utama untuk batu ginjal berukuran >20mm,10
sementara ESWL lebih disukai sebagai lini kedua pengobatan, karena ESWL
sering membutuhkan beberapa perawatan, dan memiliki risiko obstruksi
ureter, serta kebutuhan adanya prosedur tambahan. Ini adalah alasan utama
untuk merekomendasikan bahwa PNL adalah baris pertama untuk mengobati
pasien nefrolitiasis.
3. Bedah Terbuka Di klinik-klinik yang belum mempunyai fasilitas yang
memadai untuk tindakan tindakan endourologi, laparoskopi, maupun
ESWL,pengambilan batu masih dilakukan melalui pembedahan terbuka.
Pembedahan terbuka itu antara lain adalah: pielolitotomi atau nefrolitotomi
untuk mengambil batu pada saluran ginjal, dan ureterolitotomi untuk batu di
ureter. Tidak jarang pasien harus menjalani tindakan nefrektomi atau
pengambilan ginjal karena ginjalnya sudah tidak berfungsi dan berisi nanah
(pionefrosis), korteksnya sudah sangat tipis, atau mengalami pengkerutan

14
akibat batu saluran kemih yang menimbulkan obstruksi atau infeksi yang
menahun. 15
2.10 Prognosis
Prognosis Prognosis batu ginjal tergantung dari faktor-faktor ukuran batu,
letak batu, dan adanya infeksi serta obstruksi. Makin besar ukuran suatu
batu, makin buruk prognosisnya. Letak batu yang dapat menyebabkan
obstruksi dapat mempermudah terjadinya infeksi. Makin besar kerusakan
jaringan dan adanya infeksi karena faktor obstruksi akan dapat
menyebabkan penurunan fungsi Ginjal.15

2.11 Pencegahan Nefrolithiasis 10


Pencegahan terutama dilakukan pada orang-orang beresiko tinggi untuk
batu ginjal.
Intake cairan (anjuran minum) Jumlah cairan : 2.5 - 3 liter per hari air
putih/ cairan pH netral
Diuresis: 2.0-2.5 L/hari
Anjuran nutrisi dan gizi seimbang Diet seimbang
Diet tinggi sayur dan serat
Kalsium : 1-1.2 g/hari
NaCl : 4-5 g/hari
Protein Hewani: 0.8-1.0 g/kg/day
Anjuran Gaya hidup Capai BMI normal
Aktivitas fisik adekuat
Keseimbangan asupan dan kehilangan
cairan

BAB 3

15
ILUSTRASI KASUS

3.1 Identitas Pasien


Nama : Ny. HH
Usia : 41 tahun
Alamat : Sungai Penuh, Kerinci

3.2 Anamnesa
Keluhan Utama
Nyeri punggung kanan sejak enam bulan yang lalu
Riwayat Penyakit Sekarang
- Nyeri punggung kanan sejak enam bulan yang lalu. Nyeri dirasakan
hilang timbul dan menjalar dari punggung ke bagian depan. Nyeri
semakin terasa ketika sedang istirahat.
- Mual (-) Muntah (-)
- Riwayat buang air kecil berdarah (-) keruh (+) keluar batu dalam enam
bulan ini (-) Jumlah BAK sedikit dan pekat. Nyeri saat BAK (-)
- Riwayat demam (+) tidak terlalu tinggi hilang timbul sejak 3 bulan,
menggigil (+)
Riwayat Penyakit Dahulu
- Riwayat pernah keluar batu 20 tahun yang lalu
- Riwayat penyakit asam urat tidak ada
- Riwayat DM dan HT tidak ada
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga yang mengalami penyakit yang sama seperti pasien.
Riwayat Kebiasaan
- Pasien bekerja sebagai ibu rumah tangga.
- Pasien menyatakan kebiasaan minum air putih kurang dari 2 Liter
sehari nya.
- Riwayat konsumsi protein yang tinggi tidak ada

3.3 Pemeriksaan Fisik


Pemeriksaan Fisik Umum
- Keadaan Umum : Sakit ringan
- Kesadaran : Komposmentis kooperatif
- TekananDarah : 130/80 mmHg
- Nadi : 80 kali/menit

16
- Nafas : 18 kali/menit
- Suhu : Afebris
- VAS :2
Status Internus
- Rambut : Hitam, tidak mudah dicabut
- Kulit dan kuku : Turgor kulit baik, tidak sianosis
- Kelenjer Getah Bening : Tidak ditemukan pembesaran
- Kepala : Tidak ditemukan kelainan
- Mata : Konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik.
- Hidung : Tidak ditemukan kelainan
- Telinga : Tidak ditemukan kelainan
- Leher : JVP 5-2 cmH2O
- Paru :
Inspeksi : Simetris, kiri = kanan
Palpasi : Fremitus kiri = kanan
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-
- Jantung :
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis teraba 1 jari medial línea mid
clavicula sinistra RIC V
Perkusi : Batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : Bunyi jantung 1 dan 2 normal, murmur (-),
Gallop (-)
- Regio Abdomen :
Inspeksi : Distensi (-)

Palpasi : Muscle rigid (-), nyeri tekan (-), nyeri lepas (-)

Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) normal.
Status Lokalis (Regio Flank)

17
Pasien duduk: Nyeri tekan sudut murphy : +/-
Nyeri Ketok CVA : +/-
Pasien berbaring : Ballotement +/-
Nyeri tekan Supra simfisis : (-)
Teraba batu : (-)
Buli- buli penuh : (-)

3.4 Hasil Pemeriksaan Laboratorium


Darah
Hb : 11,0 gr%
Leukosit : 16.990 /mm3
Trombosit : 874.000/mm3
Hematokrit : 35%
PT : 11,7 detik (kontrol 11,5)
APTT : 39.9 detik (kontrol 35,9)
Gula darah puasa : 89 mg/dl
Gula darah 2 jam PP : 87 mg/dl
Ureum darah : 18 mg/dl
Kreatinin darah : 1,7 mg/dl
Natrium : 138 Mmol/L
Kalium : 3,6 Mmol/L
Klorida serum : 104 Mml/L
Total protein : 7.4 g/dl
Albumin : 3.5 g/dl
Globulin : 3.9 g/dl
SGOT : 18 u/l
SGPT : 14 u/l
Kesan : Anemia ringan, Leukositosis, Trombositosis Reaktif
Urinalisa
Warna : Kuning
Kekeruhan : positif
Berat Jenis : 1.005
pH :5
Leukosit : 40 - 60/ LPB

18
Eritrosit : 0-1 / LPB
Silinder : negatif /LPK
Kristal : negatif /LPK
Epitel gepeng : Positif /LPK
Protein : Negatif
Glukosa : Negatif
Bilirubin : Negatif
Urobilinogen : Positif
Kesan : Lukosituria

3.5 Hasil Pemeriksaan Radiologi (BNO/IVP)

19
Gambar 1. Gambaran BNO
BNO: Tampak gambaran radioopaq di paravertebra dextra setinggi proyeksi L2-
L4 dengan ukuran 6 cm x 8 cm

Gambar 2. Gambaran IVP


5 Menit : Fungsi sekresi dan eksresi renal sinistra sudah tampak pada menit ke
5.
Bentuk ukuran dan kontur renal sinistra baik. Sistem pelvicocalices
sinistra normal. Bentuk calices sinistra cupping.
Sistem pelvicocalices dextra belum terisi kontras.
15 Menit : Tampak kontras mengisi ureter sinistra dan vesica urinaria. Tidak
tampak pelebaran calices, bentuk dan kaliber ureter sinistra proksimal
baik, tak tampak dilatasi.
Sistem pelvicocalices dextra belum terisi kontras
45 Menit : Tampak kontras mengisi ureter sinistra distal sampai vesica urinaria.
Bentuk ureter sinistra baik, tak tampak dilatasi. Sistem pelvicocalices
dextra belum terisi kontras.
90 Menit : Sistem pelvicocalices dextra belum terisi kontras
Vesika urinaria dinding licin tak tampak filling defect, tak tampak
batu, dinding licin
Post Void: residu urin minimal

3.6 Diagnosis kerja

20
Nefrolithiasis Dextra
Pionefrosis
3.7 Tatalaksana
Rencana Nefrektomi Dextra
3.8 Prognosis
Dubia ad Bonam.

21
BAB 4

DISKUSI

Telah dirawat seorang pasien wanita usia 41 tahun di bangsal bedah RSUP
DR M Djamil Padang dengan diagnosis Nefrolithiasis dextra dan Pionefrosis
Dextra yang direncakan untuk Nefrektomi. Diagnosis ditegakan berdasarkan hasil
anamnesis dan pemeriksaan fisik dan dikonfirmasi dengan pemeriksaan
penunjang.
Dari hasil anamnesis ditemukan keluhan utama nyeri pada punggung
kanan sejak enam bulan yang lalu. Nyeri punggung tersebut menjalar ke depan
dan tidak ada penjalaran nyeri ke perut bagian bawah ataupun kemaluan
menunjukan bahwa kemungkinan kelainan yang terjadi berada pada bagian
proksimal. Nyeri punggung khas pada gangguan ginjal, namun hal tersebut harus
dibedakan dengan nyeri perut kanan bawah untuk menyingkirkan diagnosis lain
pada abdomen contohnya apendisitis. Nyeri bersifat difus, adanya referred pain,
dan nyeri dikatakan bersifat hilang timbul dan semakin terasa ketika beristirahat
menunjukkan khas nyeri visceral akibat gangguan organ visceral.
Nyeri yang timbul pada pasien ini bisa merupakan nyeri kolik ataupun
bukan nyeri kolik. Nyeri kolik timbul akibat dari usaha dinding otot polos di
organ untuk mengeluarkan batu, sedangkan nyeri non kolik timbul akibat adanya
peregangan kapsul ginjal dan respon inflamasi. Pasien tidak mengeluhkan adanya
mual dan muntah.
Selanjutnya dilakukan anamnesis mengenai perubahan pada buang air
kecil. Pasien menyatakan tidak ada keluar darah pada urin, tidak ada nyeri ketika
berkemih, namun ada riwayat keluar batu sebanyak dua buah pada saat pasien
berumur 21 tahun.
Pasien mengeluhkan jumlah BAK yang sedikit, keruh dan berwarna pekat.
Dari BAK yang sedikit dan pekat dicurigai adanya diuresis yang kurang baik itu
akibat intake yang kurang ataupun ekskresi yang sedikit. Keruh pada BAK
mengarahkan kepada kecurigaan Piuria atau leukosituria. Pasien juga merasakan
demam yang hilang timbul, tidak terlalu tinggi, dan disertai rasa menggigil sejak

22
tiga bulan yang lalu. Hal ini mengarahkan kecurigaan adanya infeksi akibat
obstruksi yang terjadi yaitu pionefrosis.
Faktor risiko berupa genetik, penyakit metabolik yaitu asam urat dan
hiperparatiroid tidak ditemukan pada pasien, juga tidak ada komorbid seperti
hipertensi dan diabetes. Dari gaya hidup pasien tidak ditemukan adanya konsumsi
protein hewani yang tinggi, namun pasien mengakui kurangnya intake cairan
sebelum pasien mengetahui penyakit yang dialaminya.
Pada pemeriksaan fisik status generalis pasien merasakan nyeri yang tidak
terlalu megganggu, dan dari status lokalis ditemukan adanya nyeri tekan sudut
murphy kanan yaitu sudut yang dibentuk antara costa 12 dengan musculus erector
spina dan nyeri ketok pada costovertebra angle. Pada pemeriksaan ballotement
juga ditemukan perabaan pantulan ginjal yang kenyal padat. Penemuan
pemeriksaan fisik ini mengkonfirmasi adanya peradangan pada ginjal dan
hidronefrosis pada ginjal kanan.
Selanjutnya dilakukan pemeriksaan penunjang untuk menegakkan
diagnosis pasti. Dilakukan pemeriksaan labor darah yang menunjukkan danya
leukositosis sebagai tanda infeksi dan juga leukosituria 40-60 per lapangan
pandang yang menandakan adanya piuria sehingga pasien ditegakkan diagnosis
adanya Pionefrosis akibat obstruksi pada ginjal. Dilakukan BNO dan IVP pada
pasien untuk melihat batu pada ginjal apakah bersifat radioopak atau radiolusen.
Dari BNO ditemukan adanya gambaran radioopak setinggi paravertebra lumbal
kanan dua hingga empat, berbentuk segi empat dengan ukuran enam sentimeter
kali delapan sentimeter. Dari IVP dapat dilihat adanya gangguan pada ginjal
kanan, yaitu berupa tidak adanya sekresi kontras oleh ginjal sehingga di dapatkan
diagnosis batu ginjal dextra dengan pionefrosis dan juga non fuctioning ginjal
kanan.
Rencana terapi yang diberikan adalah Nefrektomi. Indikasi dilakukan
nefrektomi adalah batu yang besar dan ginjal kanan yang sudah tidak bisa
dipertahankan, serta ginjal kontralateral yang masih berfungsi dengan baik
sehingga perlu dilakukan nefrektomi pada ginjal dextra.

23
DAFTAR PUSTAKA

1. Hanley JM, Saigal CS, Scales CD, Smith AC. Prevalences of kidney stone in
the United States. Journal European Association of Urology[internet].
2012[diakses tanggal 15 Jan 2019]; 62(1):160-5.Tersedia dari:
http://journal.unnes.ac.id/index.php/kem as

2. Depkes. Laporan riset kesehatan dasar 2013. Jakarta: Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia;2013.

3. Krisna DNP. Faktor risiko kejadian penyakit batu ginjal di wilayah kerja
Puskesmas Margasari kabupaten Tegal tahun 2010 [skripsi]. Semarang:
Universitas Negeri Semarang; 2011.

4. Snell, R. S. 2012. Anatomi Klinis Berdasarkan Sistem. Dialih bahasakan oleh


Sugarto L. Jakarta:EGC.

5. Robbins SL, Kumar V, Cotran RS, penyunting. Ginjal dan Sistem Penyalurnya.
Dalam: Robbins Buku Ajar Patologi. Edisi ke-7. New York: Elsevier; 2007.
hlm.602-3.

6. Longo DL, Kasper DL, Hauser SL, Loscalzo J, Fauci AS, Jameson JL
penyunting. Neprhrolithiasis. Dalam: Harrison’s Principles of Internal
Medicine. Edisi ke-18. USA: The McGraw-Hill Companies; 2012.

7. Moore KL, Dalley AF, Agur AMR, penyunting. Abdomen. Dalam: Clinically
Oriented Anatomy. Edisi ke-6.USA: Lippincott Williams & Wilkins, Wolters
Kluwer business; 2010. hlm. 292-300.

8. Basuki B. Dasar-dasar urologi.Malang: Sagung seto; 2015.hlm.93-100.

9. Hasiana L, Chaidir A. Batu saluran kemih. Dalam: Chris T, Frans L, Sonia H,


Eka A, Editor. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi keempat jilid I.Jakarta: Media
Aesculapius; 2014.hlm. 277-280.

24
10. Turk, C., et al. EAU Guidelines on Diagnosis and Conservative Management
of Urolithiasis. Eur Urol, 2017. 69: 468. Diakses pada 15 Januari 2018. Tersedia
dari: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/26318710

11. Worcester EM, Coe FL. Nephrolithiasis. Prim Care. 2008;3(2):369–391.

12. Mochammad S. Batu saluran kemih. Dalam: Aru W, Bambang S,Idrus A,


Marcellus S, Siti S, editors. Ilmu Penyakit Dalam. Edisi kelima jilid II. Jakarta:
Interna Publishing; 2014. hlm. 1025-1027.

13. Martha.E.B.T. Angka kejadian batu ginjal di RSUP Prof Dr.R.D. Kandou
Manado periode januari 2010-desember 2012. Eclinic [internet]. 2014 [diakses
tanggal 26 Marco Manza Adi Putra dan Ahmad Fauzi | Nefrolitiasis Majority |
Volume 5 | Nomor 2 | April 2016 ]. Tersedia dari:
http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/ecli nic/article/view/3722

14. David S. Goldfarb,MD.In the clinic nephrolithiasis.American College of


Physicians [internet]. 2009 [diakses tanggal 15 Januari 2019]. Tersedia dari:
https://www.med.unc.edu/medselect/resources/course%20reading/ITC
%20nephrol ithiasis.full.pdf

15. Margaret Sue, David S, Dean G, Gary Curhan, Cynthia J, Brian R, et al.
Medical management of kidney stone: AUA guideline [internet]. USA:
American Urological Association; 2014 [diakses tanggal 14 Jan 2019]. Tersedia
dari: https://www.auanet.org/common/pdf/education/clinical-guidance/Medical
Management-of-Kidney-Stones.pdf

16. Penggunaan extracorporeal shockwave lithotripsy pada batu saluran kemih.


Jakarta: Health Technology Assasement Indonesia; 2005.

25

Anda mungkin juga menyukai