Anda di halaman 1dari 5

Hormon dan Homeostatis

Konsep homeostasis dikembangkan oleh Claude Bernard yang menyatakan bahwa organime
hidup dipengaruhi oleh lingkungan eksternal dan internal. Komponen internal penting
dipenuhi oleh cairan tubuh yang diproduksi dan dikontrol oleh organisme sehingga
organisme tersebut menjadi lebih independen dari segala perubahan lingkungan luar dengan
cara memelihara lingkungan interior secara konstan. Kebutuhan pemeliharaan keseimbangan
‘internal milieu’ diperoleh dari suplai makanan yang terus menerus.

Tubuh memelihara diri secara presisi terhadap perubahan komponen-komponen cairan tubuh
seperti ion-ion Ca2+, Na+, K+, oleh karena itu sel-sel sensoris dan endokrin berfungsi sebagai
pengatur untuk memonitor konsentrasi senyawa-senyawa atau ion-ion. Jika konsentrasi
metabolit tubuh berkurang / mengalami penurunan (seperti kehilangan cairan tubuh yang
disebabkan oleh pengeluaran urin atau proses penguapan).

Proses monitoring berlangsung saat sel-sel sensoris/endokrin mengeluarkan senyawa


(hormon) yang selanjutnya akan mempengaruhi sel-sel tubuh lainnya untuk melepaskan
metabolit yang disimpannya untuk mencegah kehilangan cairan tubuh yang lebih banyak.
Stimulasi hormon yang mampu mempengaruhi peningkatan ion-ion atau glukosa pada suatu
titik tertentu (set point) merupakan suatu contoh dari sistem umpan balik negatif (negative
feedback systems) terhadap stimulus (Gambar 1).

Gambar 1. Sistem umpan balik negatif

Adapun sistem umpan balik positif (positive feedback systems) muncul saat terjadi
peningkatan suatu hormon (Contoh: Hormon I) yang akan mempengaruhi kelenjar untuk
melepaskan hormon lain (contoh: Hormon II) yang kemudian justru dapat menstimulasi
peningkatan produksi hormon I. Sistim umpan balik positif memiliki beberapa mekanisme
pemberhentian pelepasan hormon I atau bila tidak sistem akan berkerja terus tanpa henti
(Gambar 2).
Gambar 2. Sistem umpan balik positif

Sebagai contoh siklus ovarium hewan primata. Sekresi hormon estradiol (estrogen) oleh
kelenjar gonad betina akan mempengaruhi sekresi hormon hipofise yang kemudian akan
menstimulasi kembali ovarium untuk mensekresi sehingga kadar hormon estrogen dan
gonadotropin meningkat. Saat folikel-folikel ovarium ‘mengecil’ menyebabkan penurunan
kadar estrogen dan gonadotropin.

Sistem umpan balik dua hormon (two hormone feedback systems) pada beberapa sistem
umpan balik dapat muncul saat terjadi peningkatan kadar plasma suatu hormon (contoh:.
hormon I) yang mungkin menstimulasi pula pelepasan suatu metabolit (contoh: glukosa) dari
suatu jaringan/organ target A. Peningkatan kadar metabolit tersebut selanjutnya akan
menstimulasi pelepasan hormon II dari jaringan/organ target B yang akan menurunkan kadar
metabolit (glukosa). Penurunan metabolit tersebut akan mampu menstimulasi kembali
jaringan/organ target A untuk melepaskan hormon I (Gambar 3).

Gambar 3. Sistem umpan balik dua hormon


Homeostasis Glukosa

Glukosa darah manusia dijaga pada konsentrasi yang tepat. Beberapa faktor yang
mempengaruhi kadar glukosa darah adalah asupan makanan, kecepatan proses pencernaan,
proses metabolisme, ekskresi, latihan fisik, status fisiologis dan status reproduksi.

Semua faktor tersebut mempengaruhi proses faal secara terus menerus dan kadar glukosa
plasma darah. Pada saat-saat tertentu kadar glukosa akan menurun sesuai dengan aktivitas
otot terutama saat terjadi penurunan asupan makanan. Berkurangnya glukosa darah akan
terdeteksi oleh sel-sel α pankreas (sel-sel pulo-pulo Langerhans). Sel-sel α akan mensekresi
hormon glukagon yaitu hormon yang akan mempengaruhi sel-sel hati (hepatocyte) untuk
mensekresi glukosa sehingga yang akan menaikkan kadar glukosa dalam darah.

Sebaliknya, saat kadar glukosa darah meningkat, terutama sesudah ada asupan makanan, akan
terdeteksi oleh sel-sel β pankreas untuk melepaskan hormon insulin. Insulin tersebut akan
menginduksi pengambilan glukosa dari darah menuju hati dan sel-sel lainnya sehingga kadar
glukosa darah akan menurun hingga mencapai konsentrasi yang normal dalam darah.
Kekurangan hormon insulin mengakibatkan ketidakmampuan penurunan kadar glukosa darah
yang menyebabkan diabetes mellitus (Gambar 4).

Gambar. 4. Homeostasis Glukosa


Homeostasis Kalsium

Dalam tubuh ion Ca2+ dibutuhkan untuk proses pembekuan darah, sekresi proses seluler dan
kontraksi otot. Pada mamalia konsentrasi Ca2+ dijaga dalam jumlah terbatas, namun
perubahan sedikit saja dari titik tertentu (set point) akan mempengaruhi mekanisme
homeostasis untuk membawa kembali konsentrasi Ca2+ ke kondisi nilai semula. Jika terjadi
penurunan konsentrasi Ca2+ maka sel-sel kelenjar paratiroid akan mendeteksi kondisi tersebut
sehingga mensekresi parathormon yang selanjutnya akan:
(1) beraksi untuk mempengaruhi aktivitas tulang melepaskan simpanan kalsium
(2) menstimulasi absorpsi Ca2+ dari usus dan
(3) meningkatkan resorpsi/pencegahan hilangnya Ca2+ dari urin oleh ginjal
Semua proses tersebut di atas cenderung mengembalikan konsentrasi Ca2+ kembali ke
kadar normal.

Sebaliknya, kekurangan parathormon menyebabkan penurunan kadar Ca2+ yang dapat


menyebabkan konvulsi tetanik (kejang-kejang) dan kematian. Jika konsentrasi
Ca2+ meningkat (terutama setelah ada asupan makanan), akan mempengaruhi hormon lain
yakni Calcitonin yang mampu menurunkan kadar sirkulasi Ca2+.

Pada mamalia, hormon calcitonin dilepaskan oleh sel-sel parafollikular dalam kelenjar tiroid
yang mampu mendeteksi terjadinya peningkatan konsentrasi Ca2+. Fungsi hormon Calcitonin
antara lain menyebabkan terjadinya proses deposisi/penyimpanan Ca2+ ke dalam tulang, serta
mencegah pengambilan dan resorpsi Ca2+ di usus dan ginjal (Gambar 5).

Gambar 5. Homeostasis kalsium


Homeostasis Sodium

Ion-ion Na+ merupakan elektrolit utama cairan tubuh yang secara kontinyu hilang dari tubuh
melalui urin dan keringat. Pada dinding pembuluh darah ginjal terdapat beberapa sel yang
bertindak sebagai osmoreseptor yang mampu memonitor konsentrasi Na+ dalam darah.

Jika diketahui terjadi penurunan osmolaritas, sel-sel tersebut akan melepaskan senyawa renin
yang berfungsi sebagai enzim dan mampu memisahkan protein plasma darah menjadi
senyawa peptida yang lebih kecil yang selanjutnya akan mempengaruhi enzim lain untuk
melepaskan hormon peptide lainnya yakni Angiotensin II. Angiotensin II akan menstimulasi
sel-sel adrenal bagian korteks untuk mensekresi aldosteron. Aldosteron kemudian akan
mempengaruhi beberapa kumpulan sel-sel tubulus ginjal menyerap Na+ dari urin.

Jantung sebagai Kelenjar Endokrin

Saat darah masuk ke dalam jantung maka akan terjadi pembesaran atrium yang menjadi
stimulus bagi diuresis air dan garam ginjal. Diketahui bahwa ekstrak ANF (atrial natriuretic
factor) atrium (disebut hormon atriopeptin) yang disuntikkan pada tikus mampu
menimbulkan peningkatan garam-garaman di urin (natriuresis) dan ekskresi air (diuresis).

Integrasi Neuroendokrin dalam Homeostasis

Perubahan faktor-faktor extrinsic dan intrinsic (seperti konsentrasi elekrolit, senyawa


metabolit) dimonitor dan dideteksi oleh berbagai macam reseptor (seperti mekanoreseptor,
kemoreseptor, osmoreseptor, termoreseptor, baroreseptor). Elemen-elemen sensoris dapat
berupa komponen-komponen seluler kelenjar yang merespons berbagai stimuli dengan
melepaskan hormon ke dalam sirkulasi darah atau memancarkan impuls saraf ke sel saraf
atau elemen-elemen seluler lainnya yang selanjutnya juga akan menginduksi pelepasan satu
atau lebih senyawa kimia (chemical messenger/hormon).

Salah satu contoh dari integrasi neuroendokrin dalam homeostasis adalah kontrol
keseimbangan air. Jika tubuh mengalami kekurangan air yang tidak diperbaiki maka akan
mengakibatkan dehidrasi. Perubahan elektrolit Na+ dalam darah akan dimonitor oleh
osmoreseptor (sel sensoris yang mendeteksi kondisi ‘hyperosmolality’) dan baroreseptor (sel
sensoris yang mendeteksi kondisi ‘hypovolemia’).

Kedua informasi akan disampaikan ke- dan diintegrasi oleh hipotalamus yang akan
mensekresikan hormon ADH (Antidiuretic Hormone/ADH atau Arginine Vasopressin/AVP
disebut vasopressin) ke dalam darah yang selanjutnya akan mempengaruhi sel-sel tubulus
ginjal yang mampu mereabsorpsi air.

Vasopressin juga menyebabkan kontraksi otot pembuluh darah yang mampu memperbaiki
sebagian tekanan darah. Selain itu, neuron sensoris dalam otak juga memonitor osmolalitas
cairan tubuh yang pada keadaan dehidrasi akan mensekresi neurohormon yang mampu
menstimulasi perilaku minum (dipsogenik).

Anda mungkin juga menyukai