PENDAHULUAN
2.1.1.2 Epidemiologi
Dermatitis seboroik terjadi pada 1-3% populasi dewasa. Studi kasus yang
dilakukan di Rumah Sakit Greek pada tahun 1995-2002 dilaporkan terdapat 4%
kasus secara keseluruhan. Dandruff terjadi pada lebih dari setengah populasi di
dunia setelah pubertas. Dermatitis seboroik lebih banyak terjadi pada laki-laki,
sama halnya dengan penelitian yang dilakukan di Belanda, dimana laki-laki dua
kali lebih sering mengalami dermatitis seboroik dibandingkan dengan
perempuan.16,19 Insidensi akan meningkat tajam pada umur diatas 20 tahun.16
2.1.1.3 Etiopatogenesis
Penyebab dermatitis seboroik ini belum diketahui secara pasti. Dermatitis
seboroik dikaitkan denngan tiga faktor yaitu, metabolisme mikroba (Malassezia),
peningkatan produksi sebum dan pengaruh kerentanan individu.10
a. Metabolisme mikroba
Malassezia merupakan flora normal di kulit yang bersifat lipofilik.
Jumlah Malassezia meningkat pada orang-orang dengan ketombe dan penderita
dermatitis seboroik.2 Malassezia globosa dan Malassezia restricta adalah jenis
Malassezia yang sering ditemukan pada penderita dermatitis seboroik.21
Malassezia awalnya ditemukan pada infundibulum kelenjar sebasea,
dimana lemak, sumber energi tersedia secara bebas. Hal ini mendukung
pertumbuhan Malassezia. Dermatitis seboroik dapat terjadi akibat sekresi lipase
dan fosfolipase oleh Malassezia. Enzim lipase yang disekresikan akan
menghidrolisis trigliserida menjadi asam lemak tersaturasi dan tidak tersaturasi
serta gliserol. Malassezia dapat menginduksi reaksi imun melalui pengeluaran
sitokin, meliputi Interleukin (IL)-1, IL-2, IL-4, IL-6, Interferon-γ dan tumor
necrosis factor-α, dimana sistem imun memiliki peran yang besar terhadap
mekanisme terjadinya dermatitis seboroik.22 Proses ini akan menginduksi
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 7
terjadinya inflamasi. Asam lemak tersaturasi berperan dalam proliferasi
Malassezia, sedangkan asam lemak tidak tersaturasi digunakan untuk mengiritasi
kulit. Iritasi pada kulit dilakukan dengan merusak barrier kulit sehingga terjadi
proses deskuamasi yang tampak sebagai pengelupasan kulit pada manifestasi
klinis dermatitis seboroik.6,16,23
Gambar 2.3: Lesi difus mencapai dahi, alis mata dan garis batas rambut16
2.1.1.7 Diagnosis
Dermatitis seboroik dapat diketahui dengan jelas melalui temuan klinis.16
Diagnosis dermatitis seboroik ditegakkan berdasarkan temuan morfologi eksema
dengan skuama kuning berminyak yang terdapat pada tempat-tempat predileksi.3
Dermoskopi dapat membantu dalam membedakan lesi dermatitis
seboroik dengan psoriasis. Dimana, pada dermatitis seboroik tampak pembuluh
yang atipikal dan tidak ditemukan bintik-bintik merah serta globula yang
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 13
merupakan ciri dari psoriasis.16 Dermoskopi atau trikoskopi dapat menampilkan
kulit kepala yang lebih tajam. Pemeriksaan ini merupakan prosedur non invasif
untuk diagnosis dan dapat digunakan dalam pemantauan pengobatan yang telah
terbukti berguna pada beberapa gangguan kulit kepala.33
Beberapa pemeriksaan lain juga dapat dilakukan pada penderita
dermatitis seboroik. Pada kasus-kasus yang sulit dapat dilakukakn pemeriksaan
histopatologi.3 Tes HIV juga dilakukan pada semua kasus.16
2.1.1.8 Tatalaksana
Pengobatan dermatitis seboroik untuk remaja identik juga dengan
pengobatan pada dewasa. Tujuan utama dilakukan pengobatan adalah untuk
menghilangkan lesi yang muncul serta mengurangi rasa gatal dan eritema.
Pengobatan yang diberikan dapat berupa shampo dan antijamur topical,
calcineurin inhibitors dan kortikosteroid. Dermatitis seboroik merupakan suatu
kondisi yang kronis, sehingga sangat dibutuhkan pemeliharaan terapi yang
berkelanjutan dalam jangka panjang.4
Anti jamur topikal atau kortikosteroid topikal merupakan terapi lini
pertama pada dermatitis seboroik dan tidak jarang digunakan secara kombinasi.
Antijamur topikal ini digunakan oleh karena kemampuannya dalam mengurangi
proliferasi Malassezia dan memiliki efek anti inflamasi. Anti jamur topikal juga
aman digunakan bagi semua jenis kulit dan bayi. Penggunaan dengan cara
kombinasi bersama kortikosteroid topikal memberikan respon lebih baik pada
penderita dermatitis seboroik dibandingkan dengan monoterapi.27
Kombinasi terapi shampo clobetasol propionate 0,05% dua kali dalam
satu minggu dan shampo ketokonazol 2% dua kali dalam satu minggu selama 4
minggu lebih efektif daripada ketokonazol monoterapi. Pengobatan dengan
golongan azol topikal lainnya juga efektif dan memiliki toleransi yang baik
seperti, bifonazol 1% ointment, ketokonazol 2% krim atau shampo dan flukonazol
2% shampo.27
Pirithione dapat memfasilitasi transportasi zinc melewati membrane. Zinc
piriothine ini akan menghambat pertumbuhan jamur. Ciclopirox olamine 1%
dalam bentuk shampo, krim ataupun gel merupakan agen antijamur spektrum luas
Imobilisasi, anomali
neurotransmitter, pengobatan
Aktivitas kelenjar
Sebum
Metabolisme
Malassezia
Kekambuhan
Dermatitis Seboroik
Keterangan :
= Variabel bebas
= Variabel tergantung
Tabel 5.1 Distribusi Dermatitis Seboroik Berdasarkan Usia di Poliklinik Kulit dan
Kelamin RSUP Dr. M. Djamil Padang
Usia f %
18-27 tahun 1 3,2
28-37 tahun 0 0,0
38-47 tahun 2 6,5
48-57 tahun 3 9,7
58-67 tahun 5 16,1
68-77 tahun 14 45,2
78-87 tahun 6 19,4
Total 31 100,0
Jenis Kelamin f %
Laki-laki 18 58,1
Perempuan 13 41,9
Total 31 100,0
Lokasi Lesi f %
Kulit kepala 14 45,2
Wajah 5 16,1
Badan 5 16,1
Tangan 2 6,5
Kaki 5 16,1
Total 31 100,0
Frekuensi Kekambuhan f %
Jarang 11 35,5
Kadang-kadang 8 25,8
Sering 12 38,7
Total 31 100,0
Berdasarkan Tabel 5.4 didapatkan bahwa sampel dalam penelitian ini sering
mengalami kekambuhan dermatitis seboroik. Sejumlah 12 orang sampel (38,7%)
mengalami kekambuhan yang dikategorikan sering.
Kualitas Hidup f %
Tidak berpengaruh 2 6,5
Sedikit berpengaruh 13 41,9
Berpengaruh sedang 8 25,8
Sangat berpengaruh 6 19,4
Amat sangat berpengaruh 2 6,5
Total 31 100,0
Kualitas Hidup
Frekuensi
p
Kekambuh Total
Tidak Sedikit Berpengaruh Sangat Amat Sangat value
an
Dermatitis Berpengaruh Berpengaruh Sedang Berpengaruh Berpengaruh
Seboroik
f % f % f % f % f % f %
Jarang
0 0,0 9 81,8 2 18,2 0 0,0 0 0,0 11 100,0
Kadang-
1 12,5 2 25,0 3 37,5 2 25,0 0 0,0 8 100,0 0,031
kadang
1 8,3 2 16,7 3 25,0 4 33,3 2 16,7 12 100,0
Sering
Total 2 6,5 13 41,9 8 25,8 6 19,4 2 6,5 31 100,0
7.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian tentang hubungan frekuensi kekambuhan
dermatitis seboroik dengan kualitas hidup pada pasien di Poliklinik Kulit dan
Kelamin RSUP Dr. M. Djamil Padang, maka dapat diambil kesimpulan sebagai
berikut :
1. Frekuensi kekambuhan dermatitis seboroik tertinggi pada responden
adalah kategori sering. Dermatitis seboroik paling sering terjadi pada
kelompok usia 68 – 77 tahun dan lebih banyak terjadi pada laki-laki.
Kulit kepala merupakan lokasi lesi tersering pada dermatitis seboroik.
2. Hampir semua responden merasakan dermatitis seboroik memberikan
pengaruh terhadap kualitas hidupnya, dengan kategori tertinggi adalah
sedikit mempengaruhi kualitas hidup pasien.
3. Terdapat hubungan yang bermakna antara frekuensi kekambuhan
dermatitis seboroik dengan kualitas hidup pada pasien di Poliklinik
Kulit dan Kelamin RSUP Dr. M. Djamil Padang.
7.2 Saran
1. Diharapkan penelitian selanjutnya dapat menggunakan jumlah sampel
yang lebih banyak agar didapatkan data yang lebih akurat.
2. Diharapkan dapat dilakukan penelitian tentang hubungan frekuensi
kekambuhan dermatitis seboroik dengan kualitas hidup pasien pada
populasi kelompok usia dewasa (18 – 60 tahun) agar meminimalisir
bias dalam pengisian kuesioner DLQI.