Tuberkulosis
Oleh:
Preseptor :
2.1 Tuberkulosis
2.1.1 Definisi
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi kuman
Mycobacterium tuberculosis. Tuberkulosis sebagian besar terjadi pada paru yyang
mencakup 80% dari keseluruhan kejadian penyakit tuberkulosis, sedangkan 20%
selebihnya merupakan tuberkulosis ekstrapulmonar.2
2.1.2 Epidemiologi
Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting
di dunia ini. Pada tahun 1992 World Health Organization (WHO) telah
mencanangkan tuberkulosis sebagai Global Emergency. Sepertiga penduduk dunia
telah terinfeksi kuman TB dan menurut regional WHO jumlah terbesar kasus TB
terjadi di Asia tenggara yaitu 33% dari seluruh kasus TB di dunia.3
WHO melaporkan pada tahun 2013 bahwa diperkirakan terdapat 8,6 juta
kasus TB pada tahun 2012 dimana 1,1 juta orang (13%) diantaranya adalah pasien
TB dengan HIV positif. Sekitar 75% dari pasien tersebut berada diwilayah Afrika.
Pada tahun 2012, diperkirakan terdapat 450.000 orang yang menderita TBMDR
dan 170.000 orang diantaranya meninggal dunia. Pada tahun 2012, kasus TB pada
anak diantara seluruh kasus TB secara global menacapai 6% (530.000 pasien TB
anak/ tahun), sedangkan kematian anak yang menderita TB mencapai 74.000
kematian/ tahun.4
Di Indonesia berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun
2001 didapatkan bahwa penyakit pada sistem pernapasan merupakan penyebab
kematian kedua setelah sistem sirkulasi. Pada SKRT 1992 disebutkan bahwa
penyakit TB merupakan penyebab kematian kedua, sementara SKRT 2001
menyebutkan bahwa tuberkulosis adalah penyebab kematian pertama pada
golongan penyakit infeksi. Sementara itu dari hasil laporan yang masuk ke subdit
TB P2MPL Departemen Kesehatan tahun 2001 terdapat 50.443 penderita BTA
positif yang diobati (23% dari jumlah perkiraan penderita BTA positif ). Tiga
perempat dari kasus TB ini berusia 15 – 49 tahun.4
2.1.3 Faktor Risiko
Faktor Risiko TB dibagi atas tiga, yaitu1
1. Faktor individu (host)
• Usia. Usia mempengaruhi kerentanan seseorang terhadap penyakit TB.
Anak-anak hingga usia lima tahun memiliki kerentanan yang tinggi. Anak
dengan usia antara lima tahun hingga awal pubertas relatif tahan terhadap
infeksi TB.
• Jenis kelamin. Survei di beberapa negara menunjukkan bahwa lebih banyak
terjadi pada anak laki-laki daripada perempuan. Akan tetapi penyebab pasti
belum diketahui, apakah disebabkan karena perbedaan gen terkait atau
faktor gaya hidup seperti merokok, atau kemampuan untuk mengakses
layanan kesehatan.
• Daya tahan tubuh. Seseorang dengan daya tahan tubuh yang rendah,
diantaranya infeksi HIV/AIDS dan malnutrisi (gizi buruk) akan
memudahkan berkembangnya TB aktif (sakit TB). Beberapa faktor lain
yang dapat menurunkan daya tahan tubuh, yaitu ketergantungan alkohol,
penggunaan narkoba suntik, merokok, diabetes melitus, orang-orang
dengan terapi kortikosteroid, gastrektomi, dan stadium akhir penyakit
ginjal.
2. Faktor kuman (agent)
Konsentrasi kuman yang terhirup dan lamanya waktu kontak seseorang
dengan sumber penularan mempengaruhi kejadian tuberkulosis.
3. Faktor lingkungan (environment)
Ventilasi, pencahayaan, dan kepadatan hunian rumah berhubungan dengan
kejadian tuberkulosis.
2.1.4 Patogenesis
1.TUBERKULOSIS PRIMER
Kuman tuberkulosis yang masuk melalui saluran napas akan bersarang di
jaringan paru, dimana ia akan membentuk suatu sarang pneumonik, yang disebut
sarang primer atau afek primer. Sarang primer ini mugkin timbul di bagian mana
saja dalam paru, berbeda dengan sarang reaktivasi. Dari sarang primer akan
kelihatan peradangan saluran getah bening menuju hilus (limfangitis lokal).
Peradangan tersebut diikuti oleh pembesaran kelenjar getah bening di hilus
(limfadenitis regional). Afek primer bersama-sama dengan limfangitis regional
dikenal sebagai kompleks primer.3
Kompleks primer ini akan mengalami salah satu nasib sebagai berikut:
a. Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali (restitution ad
integrum)
b. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (antara lain sarang Ghon, garis
fibrotik, sarang perkapuran di hilus)
c. Menyebar dengan cara :
a) Perkontinuitatum, menyebar kesekitarnya. Salah satu contoh adalah
epituberkulosis, yaitu suatu kejadian dimana terdapat penekanan bronkus,
biasanya bronkus lobus medius oleh kelenjar hilus yang membesar sehingga
menimbulkan obstruksi pada saluran napas bersangkutan, dengan akibat
atelektasis. Kuman tuberkulosis akan menjalar sepanjang bronkus yang
tersumbat ini ke lobus yang atelektasis dan menimbulkan peradangan pada
lobus yang atelektasis tersebut, yang dikenal sebagai epituberkulosis.
b) Penyebaran secara bronkogen, baik di paru bersangkutan maupun ke paru
sebelahnya. Penyebaran ini juga terjadi ke dalam usus
c) Penyebaran secara hematogen dan limfogen. Kejadian penyebaran ini sangat
bersangkutan dengan daya tahan tubuh, jumlah dan virulensi basil. Sarang
yang ditimbulkan dapat sembuh secara spontan, akan tetapi bila tidak
terdapat imuniti yang adekuat, penyebaran ini akan menimbulkan keadaan
cukup gawat seperti tuberkulosis milier, meningitis tuberkulosa,
typhobacillosis Landouzy. Penyebaran ini juga dapat menimbulkan
tuberkulosis pada alat tubuh lainnya, misalnya tulang, ginjal, anak ginjal,
genitalia dan sebagainya. Komplikasi dan penyebaran ini mungkin berakhir
dengan cara yaitu sembuh dengan meninggalkan sekuele (misalnya
pertumbuhan terbelakang pada anak setelah mendapat ensefalomeningitis,
tuberkuloma ) atau meninggal Semua kejadian diatas adalah perjalanan
tuberkulosis primer.
2. TUBERKULOSIS POST-PRIMER
Dari tuberkulosis primer ini akan muncul bertahun-tahun kemudian
tuberkulosis post-primer, biasanya pada usia 15-40 tahun. Tuberkulosis post
primer mempunyai nama yang bermacam macam yaitu tuberkulosis bentuk
dewasa, localized tuberculosis, tuberkulosis menahun, dan sebagainya. Bentuk
tuberkulosis inilah yang terutama menjadi problem kesehatan rakyat, karena dapat
menjadi sumber penularan. Tuberkulosis post-primer dimulai dengan sarang dini,
yang umumnya terletak di segmen apikal dari lobus superior maupun lobus
inferior. Sarang dini ini awalnya berbentuk suatu sarang pneumonik kecil.3
Nasib sarang pneumonik ini akan mengikuti salah satu jalan sebagai
berikut :
a. Diresopsi kembali, dan sembuh kembali dengan tidak meninggalkan cacat
b. Sarang tadi mula mula meluas, tapi segera terjadi proses penyembuhan dengan
penyebukan jaringan fibrosis. Selanjutnya akan membungkus diri menjadi
lebih keras, terjadi perkapuran, dan akan sembuh dalam bentuk perkapuran.
Sebaliknya dapat juga sarang tersebut menjadi aktif kembali, membentuk
jaringan keju dan menimbulkan kaviti bila jaringan keju dibatukkan keluar.
c. Sarang pneumonik meluas, membentuk jaringan keju (jaringan kaseosa).
Kaviti akan muncul dengan dibatukkannya jaringan keju keluar. Kaviti
awalnya berdinding tipis, kemudian dindingnya akan menjadi tebal (kaviti
sklerotik). Nasib kaviti ini:
• Mungkin meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumonik baru. Sarang
pneumonik ini akan mengikuti pola perjalanan seperti yang disebutkan diatas
• Dapat pula memadat dan membungkus diri (encapsulated), dan disebut
tuberkuloma. Tuberkuloma dapat mengapur dan menyembuh, tapi mungkin pula
aktif kembali, mencair lagi dan menjadi kaviti lagi
• Kaviti bisa pula menjadi bersih dan menyembuh yang disebut open healed
cavity, atau kaviti menyembuh dengan membungkus diri, akhirnya mengecil.
Kemungkinan berakhir sebagai kaviti yang terbungkus, dan menciut sehingga
kelihatan seperti bintang (stellate shaped).
2.1.5 Klasifikasi
1. TUBERKULOSIS PARU
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan paru,
tidak termasuk pleura (selaput paru) 3
a. Berdasar hasil pemeriksaan dahak (BTA)
TB paru dibagi dalam:
a) Tuberkulosis Paru BTA (+)
• Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan hasil BTA
positif
• Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan
kelainan radiologik menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif
• Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan
biakan positif
b) Tuberkulosis Paru BTA (-)
• Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif, gambaran
klinik dan kelainan radiologik menunjukkan tuberkulosis aktif serta tidak
respons dengan pemberian antibiotik spektrum luas
• Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif dan biakan
M.tuberculosis positif
• Jika belum ada hasil pemeriksaan dahak, tulis BTA belum diperiksa
b. Berdasarkan Tipe Penderita
Tipe penderita ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya.
Ada beberapa tipe penderita yaitu :
a) Kasus baru Adalah penderita yang belum pernah mendapat pengobatan
dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (30
dosis harian)
b) Kasus kambuh (relaps) Adalah penderita tuberkulosis yang sebelumnya
pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau
pengobatan lengkap, kemudian kembali lagi berobat dengan hasil
pemeriksaan dahak BTA positif atau biakan positif. Bila hanya
menunjukkan perubahan pada gambaran radiologik sehingga dicurigai lesi
aktif kembali, harus dipikirkan beberapa kemungkinan berupa Infeksi
sekunder, Infeksi jamur, TB paru kambuh
c) Kasus pindahan (Transfer In) Adalah penderita yang sedang mendapatkan
pengobatan di suatu kabupaten dan kemudian pindah berobat ke kabupaten
lain. Penderita pindahan tersebut harus membawa surat rujukan/pindah
d) Kasus lalai berobat Adalah penderita yang sudah berobat paling kurang 1
bulan, dan berhenti 2 minggu atau lebih, kemudian datang kembali berobat.
Umumnya penderita tersebut kembali dengan hasil pemeriksaan dahak BTA
positif.
e) Kasus Gagal adalah penderita BTA positif yang masih tetap positif atau
kembali menjadi positif pada akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir
pengobatan) atau penderita dengan hasil BTA negatif gambaran radiologik
positif menjadi BTA positif pada akhir bulan ke-2 pengobatan dan atau
gambaran radiologik ulang hasilnya perburukan.
f) Kasus kronik Adalah penderita dengan hasil pemeriksaan dahak BTA masih
positif setelah selesai pengobatan ulang kategori 2 dengan pengawasan yang
baik
g) Kasus bekas TB
• Hasil pemeriksaan dahak mikroskopik (biakan jika ada fasilitas) negatif
dan gambaran radiologik paru menunjukkan lesi TB inaktif, terlebih
gambaran radiologik serial menunjukkan gambaran yang menetap. Riwayat
pengobatan OAT yang adekuat akan lebih mendukung
• Pada kasus dengan gambaran radiologik meragukan lesi TB aktif, namun
setelah mendapat pengobatan OAT selama 2 bulan ternyata tidak ada
perubahan gambaran radiologik
1. Hasil Pengobatan TB
Hasil pengobatan TB dapat dilihat pada table berikut
2. Pemantauan Kemajuan dan Hasil Pengobatan TB
Pemantauan kemajuan dan hasil pengbatan pada dewasa dilaksanakan
dengan pemeriksaan ulang dahak secara mikroskopis pada akhir bulan ke-2 dan
ke-5. Untuk pemantauan kemajuan pengobatan dilakukan pemriksaan dahak dua
kali yaitu sewaktu dan pagi, dinyatakan hasil dahak negatif bila keduanya
menunjukkan hasil negatif. Bila pemeriksaan menunjukkan hasil negatif, maka
pengobatan dapat dilanjutkan ke fase lanjutan dan kembali memeriksa dahak pada
akhir bulan ke-5 dan akhir pengobatan. Bila hasil dahak positif, tetap lanjutkan
pengobatan tanpa pemberian sisipan seperti program sebelumnya. Pasien kemudian
kembali memeriksakan dahak pada 1 bulan setelah fase lanjutan. Bila hasil tetap
masih positif, lakukan uji kepekaan obat. Bila fasilitas tidak mendukung untuk
dilakukannya uji kepekaan obat, maka obat fase lanjutan tetap dilanjutkan dan
kembali melakukan pemeriksaan pada akhir bulan ke-5.6
2.1.9 Komplikasi
Pada pasien tuberkulosis dapat terjadi beberapa komplikasi, baik sebelum pengobatan atau
dalam masa pengobatan maupun setelah selesai pengobatan.
Beberapa komplikasi yang mungikin timbul adalah batuk darah, pneumotoraks, gagal napas,
gagal jantung, efusi Pleura.7
Mekanisme terjadinya efusi pleura TB bisa dengan beberapa cara:
1. Efusi pleura TB dapat terjadi dengan tanpa dijumpainya kelainan radiologi toraks. Ini
merupakan sekuele dari infeksi primer dimana efusi pleura TB biasanya terjadi 6-12
minggu setelah infeksi primer, pada anak-anak dan orang dewasa muda.
Efusi pleura TB ini diduga akibat pecahnya fokus perkijuan subpleura paru
sehingga bahan perkijuan dan kuman M. TB masuk ke rongga pleura dan terjadi
interaksi dengan Limfosit T yang akan menghasilkan suatu reaksi hipersensitiviti tipe
lambat. Limfosit akan melepaskan limfokin yang akan menyebabkan peningkatan
permeabilitas dari kapiler pleura terhadap protein yang akan menghasilkan akumulasi
cairan pleura. Cairan efusi umumnya diserap kembali dengan mudah. Namun
terkadang bila terdapat banyak kuman di dalamnya, cairan efusi tersebut dapat
menjadi purulen, sehingga membentuk empiema TB.
2. Cairan yang dibentuk akibat penyakit paru pada orang dengan usia lebih lanjut. Jarang,
keadaan seperti ini bisa berlanjut menjadi nanah (empiema). Efusi pleura ini terjadi
akibat proses reaktivasi yang mungkin terjadi jika penderita mengalami imuniti
rendah.
3. Efusi yang terjadi akibat pecahnya kavitas TB dan keluarnya udara ke dalam rongga
pleura. Keadaan ini memungkinkan udara masuk ke dalam ruang antara paru dan
dinding dada. TB dari kavitas yang memecah mengeluarkan efusi nanah (empiema).
Udara dengan nanah bersamaan disebut piopneumotoraks.
2.1.10 Prognosis
Prognosis TB paru umumnya baik dengan pengobatan yang tepat,
ketersediaan obat dan pengawasan minum obat yang baik. Namun apabila pasien
dengan tb paru tidak diobati setelah lima tahun akan memiliki prognosis :8
50% meninggal
25% sembuh sendiri dengan daya tahan tubuh yang tinggi
25% manjadi kasus kronis yang tetap menular
2.2 Pneumotorak
2.2.1 Definisi Pneumotorak
Pneumotorak adalah suatu keadaan terdapatnya akumulasi udara di rongga
pleura yang dapat menyebabkan kolaps paru. Biasanya, udara yang masuk ke
rongga pleura berasal dari kebocoran paru yang sudah ada kelainan sebelumnya,
dan jarang yang berasal dari luar akibat trauma dinding dada. Pneumotorak
diklasifikasikan menjadi pneumotorak spontan dan pneumotorak traumatik.9
Pneumotorak spontan dikelompokkan menjadi pneumotorak spontan
primer dan pneumotorak spontan sekunder. Pneumotorak spontan primer terjadi
tanpa adanya faktor pencetus pada pasien yang tidak menunjukkan klinis kelainan
pada paru. Sebagian besar dari pasien ini terdapat kelainan berupa pecahnya
alveolus subpleura yang tampak pada CT scan. Sedangkan pneumotorak spontan
sekunder terjadi akibat komplikasi dari penyakit paru yang mendasari, yang
paling sering adalah PPOK. Pneumotorak traumatik terjadi akibat trauma tumpul
atau trauma tembus yang merusak paru , bronkus, atau esofagus.9,10
2.2.2 Epidemiologi
Pneumotorak spontan primer biasanya terjadi pada laki-laki perokok
dengan usia 20-40 tahun. Insidennya sekitar 18-28 kasus dari 100,000 penduduk
laki-laki dan 1,2-6 kasus dari 100,000 penduduk perempuan, dengan rasio antara
laki-laki dengan perempuan adalah 5:1. Walaupun perempuan lebih jarang
menderita pneumotorak dibanding laki-laki, namun pneumotorak spontan
sekunder pada perempuan terjadi 2-5 tahun lebih cepat dibanding laki-laki.9
Pneumotorak spontan sekunder biasanya lebih parah dari pneumotorak
spontan primer, karena sesuai pengertiannya pada pasien tersebut sudah ada
kelainan yang mendasari pada parunya. Insiden pneumotorak spontan sekunder
adalah sekitar 6,3/100.000 penduduk setiap tahun pada laki-laki dan 2.0/100.000
pada perempuan. Umur rata-rata pasiennya adalah 15-20 tahun lebih tua
dibanding pasien pneumotorak spontan primer.9
2.2.3 Etiologi dan Faktor Risiko
Pneumotorak spontan primer (PSP) terjadi tanpa adanya kelainan primer
pada paru, mungkin saja terdapat patologi pada paru yang mendasari. Pengertian
yang lebih tepatnya adalah PSP terjadi pada pasien yang tidak ada kelainan pada
paru yang terdeteksi. Hal ini karena PSP sering berkaitan dengan pecahnya blep
atau bula subpleural dibagian apikal lobus superior.9
Faktor yang menyebabkan munculnya bleb atau bula subpleura masih
belum diketahui pasti, namun diperkirakan berkaitan dengan inflamasi saluran
napas. Inflamasi saluran napas akibat merokok berkontribusi dalam menyebabkan
munculnya bleb subpleura. Bronkiolitis pada perokok juga berkontribusi dalam
menyebabkan terjadinya PSP. Beberapa etiologi lainnya adalah abnormalitas
jaringan ikat (seperti sindroma marfan), abnormalitas bronkial dan overdistensi
alveoli.9
Tekanan pleura lebih negatif dibagian apeks. Tingkat kenegatifan ini juga
berkaitan dengan tinggi atau panjang paru seseorang, semakin tinggi seseorang
maka semakin panjang parunya dan tekanan dibagian apeks semakin negatif.
Udara akan mengalir dari tekanan tinggi ke tekanan rendah, sehingga orang yang
lebih tinggi memiliki risiko PSP.9
PSP dilaporkan juga berkaitan dengan genetik, yaitu diturunkan melalui
gen autosom dominan namun beberapa penelitian lain melaporkan PSP
diturunkan melalui autosom resesif atau X-linked.
Pneumotorak spontan sekunder (PSS) dapat disebabkan oleh berbagai
penyakit paru, namun yang paling sering adalah PPOK. Etiologi PSS adalah
sebagai berikut:
1. Penyakit paru obstruktif
- PPOK
- Asma
2. Penyakit interstisial paru
- Fibrosis paru idiopatik
- Pneumonitis interstisial non spesifik
- Granuloma eosinofilik
- Sarcoidosis
- Granulomatosis sel langerhan
- Fibrosis atau pneumonitis radiasi
3. Infeksi
- Pneumonia jerovici
- Tuberkulosis
- Pneumonia bakterial akut
4. Keganasan
- Karsinoma primer paru
- Tumor metastasis
- Komplikasi kemoterapi
5. Kelainan jaringan ikat
- Artritis reumatoid
- Ankilosing spondilitis
- Sindroma Ehler-Danlos
- Polimiositis
- Skleroderma
Pneumotorak spontan sekunder akibat TB lebih banyak terjadi bila
terdapatnya cavitas, namun sedikit terjadi pada TB aktif.
2.2.4 Patogenesis dan Patofisiologi
Tekanan dalam rongga pleura lebih negatif dibanding tekanan alvoli.
Tekanan intrapleura yang negatif tidak sama pada semua rongga pleura, terdapat
gradien sebesar 0,25 cmH2O untuk setiap 1 cm jarak vertikal. Pada bagian apeks,
tekanan lebih negatif dari bagian basal. Perbedaan tekanan inilah yang
menyebabkan distensi alveoli yang berada di apeks secara berlebihan. Apabila
terdapat penghubung antara alveoli dengan rongga pleura, maka udara akan
mengalir menuju rongga pleura sampai tekanan alveoli dan intrapleura sama.9,10
Udara yang berada di rongga pleura akan dikeluarkan melalui proses difusi
dari rongga pleura menuju aliran vena. Laju absorbsi ini tergantung pada beberapa
variabel yaitu; gradien tekanan antara rongga pleura dengan aliran vena,
permiabilitas permukaan pleura, luas kontak antara udara dengan permukaan
pleura, dan properti untuk difusi.9
PSP terjadi karena pecahnya bleb atau bula yang diperkirakan karena over
distensi alveoli. Udara dapat merobek selaput bronkovaskular dibagian medial,
sehingga menyebabkan pneumomediastinum yang akan diikutidengan emfisema
dan pneumotorak. Udara juga dapat merobek bagian perifer dari paru, diseksi
perifer ini akan menyebabkan udara masuk ke rongga pleura.9
Konsekuensi dari pneumotorak adalah berkurangnya kapasitas vital paru
dan berkurangnya PaO2. Kapasitas paru total, kapasitas residual fungsional dan
kapasitas difusi juga berkurang namun tidak sebanyak penurunan kapasitas vital.
Udara yang berada di rongga pleura menyebabkan hilangnya gradien pada
tekanan intrapleura dan volume paru regional, sehingga ventilasi didaerah tersebut
seragam.9,10
Pada orang sehat, penurunan kapasitas vital dan PaO2 dapat ditoleransi
dengan baik. Pada pasien yang disertai kelainan yang mendasari pada paru,
penurunan kapasitas vital akan menyebabkan hipoksemia yang signifika,
hipoventilasi alveoli, dan asidosis respiratorik. Ketika udara dalam rongga pleura
dikeluarkan maka PaO2 akan meningkat lagi.9,10
Pada pneumotorak spontan sekunder akibat TB, terjadi ruptur lesi paru
yang berada dekat dengan pleura, sehingga terdapat akses antara paru dan rongga
pleura. Sehingga udara saat inspirasi dapat masuk ke rongga pleura. Berbeda
dengan PSP, pada PSS keadaan pasien tampak serius dan dapat mengancam
nyawa.10
2.2.5 Diagnosis
1. Anamnesis
Biasanya ditemukan anamnesis yang khas, yaitu rasa nyeri pada dada seperti
ditusuk, disertai sesak nafas dan kadang-kadang disertai dengan batuk batuk. Rasa
nyeri dan sesak nafas ini makin lama dapat berkurang atau bertambah hebat. Berat
ringannya perasaan sesak nafas ini tergantung dari derajat penguncupan paru, dan
apakah paru dalam keadaan sakit atau tidak. Pada penderita dengan COPD,
pneumotoraks yang minimal sekali pun akan menimbulkan sesak nafas yang hebat.
Sakit dada biasanya datang tiba-tiba seperti ditusuk-tusuk setempat pada sisi paru
yang terkena, kadang-kadang menyebar ke arah bahu, hipokondrium dan skapula.
Rasa sakit bertambah waktu bernafas dan batuk. Sakit dada biasanya akan
berangsur-angsur hilang dalam waktu satu sampai empat hari.11,12
Batuk-batuk biasanya merupakan keluhan yang jarang bila tidak disertai
penyakit paru lain; biasanya tidak berlangsung lama dan tidak produktif.
Keluhan.keluhan tersebut di atas dapat terjadi bersama-sama atau sendiri sendiri,
bahkan ada penderita pneumotoraks yang tidak mempunyai keluhan sama sekali.
Pada penderita pneumotoraks ventil, rasa nyeri dan sesak nafas ini makin lama makin
hebat, penderita gelisah, sianosis, akhirnya dapat mengalami syok karena gangguan
aliran darah akibat penekanan udara pada pembuluh darah dimediastinum. 11,12,13
4.Diagnosis Banding
1. Emfisema pulmonum
2.Kavitas raksasa
3. Kista paru
4. Infarkjantung
5. Infark paru
6. Pleuritis
7. Abses paru dengan kavitas
5. Komplikasi
1. Infeksi sekunder sehingga dapat menimbulkan pleuritis, empiema,
hidropneumotoraks.
2. Gangguan hemodinamika
Pada pneumotoraks yang hebat, seluruh mediastinum dan jantung dapat
tergeser ke arah yang sehat dan mengakibatkan penurunan kardiak "output", sehingga
dengan demikian dapat menimbulkan syok kardiogenik.
3. Emfisema, dapat berupa emfisema kutis atau emfisema mediastinalis
2.2.6 Penatalaksanaan
Setelah diagnosis pneumotoraks dapat ditegakkan, langkah selanjutnya
yang terpenting adalah melakukan observasi yang cermat. Oleh karena itu
penderita sebaiknya dirawat di rumah sakit, mengingat sifat fistula pneumotorak
dapat berubah sewaktu-waktu yaitu dari pneumotoraks terbuka menjadi tertutup
ataupun ventil. Sehingga tidak jarang penderita yang tampaknya tidak apa-apa
tiba-tiba menjadi gawat karena terjadi pneumotoraks ventil atau perdarahan yang
hebat. Kalau kita mempunyai alat pneumotoraks, dengan mudah kita dapat
menentukan jenis pneumotoraks apakah terbuka, tertutup, atau ventil. Apabila
penderita datang dengan sesak nafas, apalagi kalau sesak nafas makin lama makin
bertambah kita harus segera mengambil tindakan. Tindakan yang lazim dikerjakan
ialah pemasangan WSD (Water Seal Drainage). Apabila penderita sesak sekali
sebelum WSD dapat dipasang, kita harus segera menusukkan jarum ke dalam
rongga pleura. Tindakan sederhana ini akan dapat menolong dan menyelamatkan
jiwa penderita. Bila alat-alat WSD tidak ada, dapat kita gunakan infus set, dimana
jarumnya ditusukkan ke dalam rongga pleura ditempat yang paling sonor waktu
diperkusi. Sedangkan ujung selang infus yang lainnya dimasukkan ke dalam botol
yang berisi air.
Pneumotoraks tertutup yang tidak terlalu luas (Kurang dari 20% paru yang
kolaps) dapat dirawat secara konservatif, tetapi pada umumnya untuk
mempercepat pengembangan paru lebih baik dipasang WSD.11 Pneumotoraks
terbuka dapat dirawat secara konservatif dengan mengusahakan penutupan fistula
dengan cara memasukkan darah atau glukosa hipertonis kedalam rongga pleura
sebagai pleurodesi. Ada juga para ahli yang mengobati pneumotoraks terbuka
dengan memasang WSD disertai penghisap terus menerus.11,12
DAFTAR PUSTAKA