Anda di halaman 1dari 14

REFERAT

SINUSITIS MAKSILARIS
Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Kepaniteraan Program Klinik Bagian Ilmu THT
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun Oleh:
Aziz Akhmad
Muslim
20120310104

Diajukan Kepada:
Dr. Bakti Setio
Gutomo, Sp.THT

BAGIAN ILMU THT


RSUD KRT SETJONEGORO WONOSOBO
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2016
LEMBAR PENGESAHAN
SINUSITIS MAKSILARIS

Telah dipresentasikan pada :


Oktober 2016
Oleh :
Aziz Akhmad Muslim

Disetujui oleh
Dosen Pembimbing Kepaniteraan Klinik
Bagian Ilmu THT
RSUD KRT Setjonegoro Wonosobo

(dr. Bakti Setio Gutomo, Sp.THT)

KATA PENGANTAR

II

Puji dan syukur penulis panjatkan ke Khadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan karunia dan hidayah-Nya sehingga pembuatan REFERAT dapat selesai
sebagaimana yang diharapkan. Dalam laporan ini, penulis menyajikan informasi yang
diharapkan dapat menambah wawasan para pembaca.
REFERAT ini niscaya tidak akan selesai tanpa bimbingan, bantuan dan dorongan
serta petunjuk dari berbagai pihak. Sehingga pada kesempatan ini perkenankanlah
penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada dosen pembimbing dan orang tua
dan keluarga yang telah memberi bantuan baik moral maupun materil sehingga
penulisan REFERAT ini dapat selesai sesuai dengan yang diharapkan.
Dengan selesainya REFERAT ini, maka penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Allah SWT yang telah memberikan karunia, rahmat dan hidayah sehingga
penulis dapat melaksanakan penelitian dan menyelesaikan karya tulis ini.
2. Kedua orang tua tercinta dan yang selalu mendoakan mendoakan dan
memberikan motivasi yang besar dalam setiap langkah. Semoga Allah
menyertai kalian, Aamiin
3.

dr. Bakti Setio Gutomo, Sp.THT selaku pembimbing yang telah banyak
memberikan

masukan,

kritikan

dan

semangat

sehingga

peneliti

dapat

menyelesaikan REFERAT ini dengan baik.


4. Teman-teman dokter muda dan seluruh tenaga medis RSUD KRT Setjonegoro
Wonosobo.
Penulis sadar bahwa laporan REFERAT ini masih jauh dari sempurna, untuk itu
kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan untuk perbaikan dimasa yang
akan datang. Akhir kata semoga laporan REFERAT ini dapat bermanfaat khususnya
bagi penulis umumnya bagi para pembaca yang budiman, Amin.

Wonosobo,

Oktober 2016

Penulis

DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN REFERAT

ii

III

KATA PENGANTAR
iii
DAFTAR ISIiv
BAB I PENDAHULUAN1
BAB 11 TINJAUAN PUSTAKA2
DAFTAR PUSTAKA10

IV

BAB I
PENDAHULUAN
Kepala manusia terdiri dari berbagai macam penyusunnya salah satunya adalah
tulang tengkorak yang dilapisi oleh muskulus,syaraf, dan lain sebagainya. Kepala
manusia memiliki ruang berisi udara yang disebut sinus. Ruang ini memberikan
perlindungan dan memberikan resonansi suara. Terdapat empat pasang sinus yaitu
sinus frontalis (daerah dahi), sinus maksilaris (belakang tulang pipi), sinus etmoidalis
(diantara kedua mata), dan sinus sphenoidalis (belakang bola mata)
Sinusitis merupakan salah satu penyakit di bidang THT sebagai peradangan pada
membran mukosa pada sinus paranaslis dan kavum nasal. Sesuai anatomi sinus yang
terkena, dapat dibagi menjadi sinusitis maksila, sinusitis etmoid, sinus frontal, dan
sinus sfenoid. Sinusitis dianggap salah satu masalah kesehatan yang sering terjadi di
seluruh dunia dan merupakan penyakit yang paling sering ditemukan di praktek
dokter sehari-hari terutama sinus maksliaris dan sinus etmoid.
Sinus maksilaris merupakan sinus yang sering terinfeksi oleh karena sinus
maksilaris merupakan sinus terbesar dan letak anatominya lebih tinggi dari dasar,
sehingga aliran sekret atau drainase dari sinus maksila hanya bergantung pada gerakan
dasar silia. Sinusitis maksila dapat terjadi akut, berulang/kronis. Sinusitis maksilaris
akut dapat sembuh sempurna jika diterapi dengan baik tanpa adanya residu kerusakan
jaringan mukosa.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi
Sinusitis adalah proses peradangan atau infeksi dari satu atau lebih pada
membran mukosa sinus paranasal dan terjadi obstruksi dari mekanisme drainase
normal.9,15 Secara tradisional terbagi dalam akut (simptoms kurang dari 3
minggu), subakut (simptoms 3 minggu sampai 3 bulan), dan kronik.
Sinus paranasal adalah rongga di dalam tulang kepala yang terletak disekitar
hidung dan mempunyai hubungan dengan rongga hidung melalui ostiumnya.
Ada 4 pasang sinus yang terbesar yaitu sinus maksila, sinus frontalis dan
sfenoid kanan dan kiri dan beberapa sel-sel kecil yang merupakan sinus etmoid
anterior dan posterior.
2. Anatomi
Sinus paranasal merupakan salah satu organ tubuh manusia yang
terdapat pada bagian kepala dan sangat bervariasi pada setiap individu. Ada
empat pasang sinus paranasal yaitu sinus maxilla, sinus etmoid, sinus frontal
dan sinus sfenoid. Seluruh sinus dilapisi oleh epitel saluran pernafasan yang
menghasilkan mukus dan silia, sekret disalurkan kedalam rongga hidung
melalui ostium masing-masing sinus.
Sinus paranasal dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok anterior yang
terdiri sinus frontalis, sinus maksila dan sinus etmoid anterior dengan muara
sinus ini bermuara di meatus media, sedangkan kelompok posterior terdiri
dari sinus etmoid posterior dan sphenoid, ostiumnya terletak di meatus
superior.
Sinus maksila adalah suatu rongga pneumatic berbentuk segitiga yang
tidak teratur dengan dasarnya menghadap ke fosanasalis dan puncaknya ke
arah apeks prosesus zigomatikus os maksila. Sinus ini merupakan sinus yang
terbesar diantara sinus paranasal.. Pada saat lahir volume sinus maksila dan

sekitarnya berukuran 6 8 ml dan penuh dengan cairan, sedangkan volume


sinus maksila orang dewasa kira -kira 15 ml. Tidak ada perbedaan kapasitas
antara laki-laki dan perempuan.
Ukuran kedua sinus maksila kanan dan kiri tidak selalu sama, tetapi
diantara sinus paranasal yang lain, sinus maksila yang paling simetris antara
kanan dan kiri serta paling sedikit mengalami variasi dalam perkembangan..
Sinus mempunyai beberapa dinding, anterior dibentuk oleh permukaan
maksila os maksila, yang disebut fosa kanina. Dinding posterior dibentuk oleh
permukaan infratemporal maksila. Dinding medial dibentuk oleh dinding
lateral rongga hidung. Dinding superior dibentuk oleh dasar orbita dan
dinding inferior oleh prosesus alveolaris dan palatum.
3. Patofisiologi
Beberapa teori yang dikemukakan sebagai fungsi sinus paranasal antara lain
(1) sebagai pengatur kondisi udara, (2) sebagai penahan suhu, (3) membantu
keseimbangan kepala, (4) membantu resonansi suara, (5) peredam perubahan
tekanan udara dan (6) membantu produksi mukus untuk membersihkan rongga
hidung.
Fungsi sinus paranasal dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti pertahanan
mukosilier, ostium sinus yang tetap terbuka dan pertahanan tubuh baik lokal
maupun sistemik.
Seperti pada mukosa hidung, di dalam sinus juga terdapat mukosa bersilia
dan palut lendir di atasnya. Di dalam sinus silia bergerak secara teratur untuk
mengalirkan lendir menuju ostium alamiahnya mengikuti jalur-jalur yang sudah
tertentu polanya
Inlamasi

mukosa hidung -> pembengkakan (udem) dan eksudasi -> obstruksi

(blokade) ostium sinus - gangguan ventilasi & drainase, resorpsi oksigen yang ada di
rongga sinus -> hipoksi (oksigen menurun, pH menurun, tekanan negatif) ->
permeabilitas

kapiler

meningkat,

sekresi

kelenjar

meningkat

-Mransudasi,

peningkatan eksudasi serus, penurunan fungsi silia -> retensi sekresi di sinus a
pertumbuhan kuman.
Bila terjadi

edema di

kompleks osteomeatal,

mukosa yang letaknya

berhadapan akan saling bertemu, sehingga silia tidak dapat bergerak dan lendir
tidak dapat dialirkan. Maka terjadi gangguan drainase dan ventilasi didalam sinus,
sehingga silia menjadi kurang aktif dan lendir yang di produksi mukosa sinus
menjadi lebih kental dan merupakan media yang baik untuk tumbuhnya bakteri
patogen. Bila sumbatan berlangsung terus, akan terjadi hipoksia dan retensi
lendir sehingga timbul infeksi oleh bakteri anaerob.
Bakteri yang sering ditemukan pada sinusitis kronik adalah Streptococcus
pneumoniae, Haemophilus influenzae, Moraxella catarrhalis, Streptococcus B
hemoliticus, Staphylococcus aureus, kuman anaerob jarang
ditemukan.
Selanjutnya terjadi perubahan jaringan menjadi hipertrofi, polipoid atau
pembentukan polip dan kista. Reaksi peradangan berjalan menurut tahap-tahap
tertentu yang khas Pelebaran kapiler darah akan memperlambat aliran darah
sehingga akan mengeluarkan fibrin dan eksudat serta migrasi leukosit menembus
dinding pembuluh darah membentuk sel-sel nanah dalam eksudat. Tetapi
bilamana terjadi pada selaput lendir, maka pada saat permulaan vasodilatasi
terjadi peningkatan produksi mukus dari kelenjar mukus sehingga nanah yang
terjadi bukan murni sebagai nanah, tetapi mukopus.

4. Etiologi
Infeksi virus.
Sinusitis akut bisa terjadi setelah suatu infeksi virus pada saluran pernafasan
bagian atas (misalnya pilek).
Bakteri.
Di dalam tubuh manusia terdapat beberapa jenis bakteri yang dalam keadaan
normal tidak menimbulkan penyakit (misalnya Streptococcus pneumoniae,

Haemophilus influenzae). Jika sistem pertahanan tubuh menurun atau drainase


dari sinus tersumbat akibat pilek atau infeksi virus lainnya, maka bakteri yang
sebelumnya tidak berbahaya akan berkembang biak dan menyusup ke dalam
sinus, sehingga terjadi infeksi sinus akut.
Infeksi jamur.
Kadang infeksi jamur bisa menyebabkan sinusitis akut. Aspergillus
merupakan jamur yang bisa menyebabkan sinusitis pada penderita gangguan
sistem kekebalan.. Pada orang-orang tertentu, sinusitis jamur merupakan sejenis
reaksi alergi terhadap jamur.
Peradangan menahun pada saluran hidung.
Pada penderita rinitis alergika bisa terjadi sinusitis akut. Demikian pula
halnya pada penderita rinitis vasomotor.
Penyakit tertentu.
Sinusitis akut lebih sering terjadi pada penderita gangguan sistem kekebalan
dan penderita kelainan sekresi lendir (misalnya fibrosis kistik).

5. Gejala klinis
Sinusitis akut dan kronis memiliki gejala yang sama, yaitu nyeri tekan dan
pembengkakan pada sinus yang terkena, tetapi ada gejala tertentu yang timbul
berdasarkan sinus yang terkena:
Sinusitis maksilaris menyebabkan nyeri pipi tepat di bawah mata,
sakit gigi dan sakit kepala.
Gangguan penciuman dan pengecapan

tidak enak badan


Pembengkakan pada bagian wajah
demam (demam dan menggigil menunjukkan bahwa infeksi telah
menyebar ke luar sinus)
Lemas
hidung kemerahan dan mungkin keluar nanah berwarna kuning atau
hijau
6. Pemeriksaan penunjang
CT scan

sinus

paranasal

setting ketebalan 3 mm tanpa


1.

infeksi

koronal aksial

minggu tidak

risiko

bakteri dan atau

rinitis alergi atau

jika diperlukan pemeriksaan alergi: dapat


pemeriksaan eosinofil
diagnosis

faktor

darah

risiko

tissue

memberikan

setelah pengobatan medikamentosa maksimalselama 6


terdapat faktor

soft

kontras dilakukan jika:

setelah pemberian antibiotika selama 2


perbaikan terhadap

2.

potongan

tepi untuk

rinitis

8 minggu jika

refluks laringofaringeal
dilakukan

tes cukit kulit dan

menentukan tipe inflamasi

dan

alergi

Jika diperlukan pemeriksaan rinofaringolaringoskopi serat

optik

sebagai pemeriksaan menilai refluks finding Score (RFS) untuk

menegakkan

diagnosis faktor risiko refluks laringofaringeal (RLF)


Jika diperlukan dilakukan
dari sekret

pemeriksaan kultur

bakteri dan tesresistensi

hidung

Bila terdapat kecurigaan komplikasi

konsultasi

(mata/neurologi)

ke

bidang

terkait

Bilaterdapat tanda

infeksi bakteri, dilakukan

pemeriksaan laju endap darah

(LED) dan C-reactive protein (CRP)


Untuk

persiapan

operasi : disesuaikan dengan PPK tindakan operasi yang

dilakukan
Pada pemeriksaan transluminasi, sinus yang sakit akan menjadi suram atau gelap.
Transluminasi bermakna bila salah satu sinus yang sakit, sehingga tampak lebih
suram dibandingkan dengan sisi yang normal.
Pemeriksaan radiologik yang dibuat adalah posisi waters. Akan tampak
perselubungan atau penebalan mukosa atau batas cairan-udara (air fluid level) pada
sinus yang sakit.
7. Pengobatan
Pengobatan umum
1. Istirahat
Penderita dengan sinusitis akut yang disertai demam dan kelemahan
sebaiknya beristirahat ditempat tidur. Diusahakan agar kamar tidur mempunyai
suhu dan kelembaban udara tetap.

2. Higiene
Harus tersedia sapu tangan kertas untuk mengeluarkan sekrat hidung. Perlu
diperhatikan pada mulut yang cenderung mengering , sehingga setiap selesai
makan dianjurkan menggosok gigi.
3. Medikamentosa
Diberikan terapi medikamentosa berupa antibiotik selam 10-14 hari,
meskipun gejala klinik telah hilang. Antibiotik yang diberikan ialah golongan

penisilin. Diberikan juga obat dekongestan lokal berupa tetes hidung, untuk
memperlancar drainase sinus. Boleh diberikan analgetik untuk menghilangkan
rasa nyeri.
Pengobatan lokal
1. Inhalasi
Inhalasi banyak menolong penderita dewasa karena mukosa hidung dapat
istirahat dengan menghirup udara yang sudah dihangatkan dan lembab.
2. Pungsi percobaan dan pencucian
Apabila cara diatas tak banyak menolong mengurangi gejala dan
menyembuhkan penyakitnya dengan cepat, mungkin karena drainase sinus kurang
baik atau adanya kuman yang resisten. Kedua hal tersebut dapat diketahui dengan
pungsi percobaan dan pencucian. Dengan anestesi lokal, trokar dan kanula
dimasukkan melalui meatus inferior dan ditusukkan menembus dinding nasoantral. Kemudian dimasukkan cairan garam faal steril ke dalam antrum dan
selanjutnya isi antrum dihisap kembali kedalam tabung suntikan. Apabila setelah
dua sampai tiga kali pencucian infeksi belum sirna, maka mungkin diperlukan
tindakan antrostomi intranasal.

3. Pembedahan : Bedah Sinus Endoskopik Fungsional (BSEF):


Intranasal antrotomy (ICD 9CM: 22.2)
Frontal sinusectomy (ICD 9CM: 22.42)
Ethmoidectomy (ICD 9CM: 22.63)
Sphenoidectomy (ICD 9CM: 22.64)

DAFTAR PUSTAKA

Bhaya, Mahesh S. (2011). nyeri kepala dan wajah Ilmu THT esensial. Edisi 5.
Jakarta: EGC.
Mangunkusumo, Endang. (1998). sinusitis Buku Ajar Ilmu Penyakit Teliga Hidung
Tenggorokan. Edisi 3. Jakarta: Gaya Baru.

Trimartani. Panduan Praktik Klinis Panduan Praktik Klinis tindakan Clinical


Pathway. 2015
Widodo. Kentjono. (2004). Rhinosinusitis: Etiologi dan gejala. Surabaya: Airlangga

10

Anda mungkin juga menyukai