Anda di halaman 1dari 35

MANAJEMEN ASUHAN KEBIDANAN PADA BAYI BARU LAHIR ATRESIA

ANI DENGAN FISTULA REKTOVESTIBULAR


DI PUSKESMAS JAYANTI TAHUN 2021

Laporan Refleksi Kasus

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Stase Bayi Baru Lahir

Disusun Oleh :

Nama : Vini Novitasari

NPM : 205491517014

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI BIDAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS NASIONAL
JAKARTA
2021

i

KATA PENGANTAR

Dengan mengucap puji syukur, penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang

Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan tugas Stase Bayi Baru Lahir dengan judul “Manajemen Asuhan

Kebidanan Pada Bayi Baru Lahir Atresia Ani dengan Fistula Rektovestibular di

Puskesmas Jayanti Tahun 2021”.

Dalam penyusunan tugas Stase Bayi Baru Lahir ini, penulis banyak

mendapatkan bantuan dari berbagai pihak, sehingga pada kesempatan ini penulis

mengucapkan terimakasih yang sebesar - besarnya kepada :

1. Dr. Retno Widowati, selaku Dekan FIKES Universitas Nasional.


2. Dr. Rukmaini, S.ST, M.Keb, selaku Wakil Dekan, Koordinator dan Dosen
Pembimbing Stase Persalinan FIKES Universitas Nasional.
3. Sri Dinengsih, S.SiT, M.Kes, selaku Ketua Prodi Profesi Kebidanan Universitas
Nasional dan Koordinator Stase Bayi Baru Lahir
4. Jenny Siauta, S.ST, M.Keb, selaku Sekretaris Prodi Profesi Kebidanan
Universitas Nasional
5. Triana Indrayani, S.ST, M.Kes, selaku Dosen Pembimbing Stase Bayi Baru
Lahir
6. Teman - teman seangkatan dan pihak lain yang tidak bisa disebutkan satu
persatu yang telah memberikan semangat dan masukkan dalam penyelesaian
tugas Stase Bayi Baru Lahir.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tugas Stase Bayi Baru Lahir ini
masih jauh dari sempurna. Pada kesempatan ini penulis mengharapkan kritik dan
saran yang bersifat membangun guna kesempurnaan tugas Stase Bayi Baru Lahir
ini. Akhir kata penulis berharap semoga tugas Stase Bayi Baru Lahir dapat
memberikan manfaat maupun inpirasi bagi pembaca umumnya, dan bagi penulis
khususnya.
Jakarta, 02 Februari 2021
Penulis
ii

DAFTAR ISI

Halaman Judul ………………………………………………… i


Kata Pengantar ………………………………………………… ii
Daftar Isi ………………………………………………… iii

BAB I
PENDAHULUAN ………………………………………………… 1
1.1 Latar Belakang ………………………………………………… 1
1.2 Tujuan ………………………………………………… 2
1.3 Manfaat ………………………………………………... 2
1.4 Waktu dan Tempat ………………………………………………… 3
BAB II
KAJIAN PUSTAKA ………………………………………………… 4
2.1 Bayi Baru Lahir ………………………………………………… 4
2.2 Atresia Ani ………………………………………………… 10
BAB III
TINJAUAN KASUS ………………………………………………… 18
BAB IV
PEMBAHASAN ………………………………………………… 26
BAB V

PENUTUP ………………………………………………… 30

5.1 Simpulan ………………………………………………… 30

5.2 Saran ………………………………………………… 30

DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………… 31

LAMPIRAN

iii

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Neonatus adalah masa sejak lahir sampai dengan 4 minggu (28 hari) sesudah
kelahiran. Neonatus adalah bayi berumur 0 (baru lahir) sampai dengan usia 1 bulan
sesudah lahir. Neonatus dini adalah bayi berusia 0–7 hari. Neonatus lanjut adalah bayi
berusia 7–28 hari (Dewi, 2014).
Menurut WHO (World Healt Organization) diperkirakan bahwa sekitar 7% dari
seluruh kematian bayi di dunia disebabkan oleh kelainan kongenital. Di Eropa, sekitar
25% kematian neonatal disebabkan oleh kelainan kongenital. Di Asia Tenggara
kejadian kelainan kongenital mencapai 5% dari jumlah bayi yang lahir, sementara di
Indonesia prevalansi kelainan kongenital mencapai 5 per 1.000 kelahiran hidup. Riset
Kesehatan Dasar tahun 2007 mencatat salah satu penyebab kematian bayi adalah
kelainan kongenital pada usia 0-6 hari sebesar 1% dan pada usia 7-28 hari sebesar
19%. (Haryono, 2012)
Atresia ani atau anus imperporata adalah malformasi kongenital dimana rektum
tidak mempunyai lubang ke luar (Wong, 2009)
Angka kejadian atresia ani di dunia adalah 1:5.000 kelahiran hidup (Maryunani,
2013). Populasi masyarakat Indonesia sebanyak 200 juta lebih, yang memiliki standar
angka kelahiran 35 per mil, diperkirakan akan lahir setiap tahun dengan penyakit
atresia ani sebanyak 1.400 kelahiran (Haryono, 2012).
Atresia ani terjadi pada 1 dari setiap 4000-5000 kelainan hidup. Secara umum
atresia ani lebih banyak ditemukan pada laki-laki daripada perempuan. Fistula
rektouretra merupakan kelainan yang paling banyak ditemuai pada bayi laki-laki,
diikuti oleh fistula perineal. Sedangkan pada bayi perempuan jenis atresia ani yang
paling banyak ditemukan adalah atresia ani diikuti fistula rektovestibular dan fistula
perineal (Oldham, 2008).

1
1.2 Tujuan
1. Tujuan umum
Mampu memahami dan menerapkan manajemen asuhan kebidanan pada bayi baru
lahir natresia ani dengan fistula rektovestibular di Puskesmas Jayanti Tahun 2021
2. Tujuan khusus
a. Mampu melaksanakan pengkajian manajemen asuhan kebidanan pada bayi
baru lahir atresia ani dengan fistula rektovestibular di Puskesmas Jayanti
Tahun 2021
b. Mampu melakukan interpretasi data pada bayi baru lahir atresia ani dengan
fistula rektovestibular di Puskesmas Jayanti Tahun 2021
c. Mampu merumuskan diagnosa dan masalah potensial pada bayi baru lahir
atresia ani dengan fistula rektovestibular di Puskesmas Jayanti Tahun 2021
d. Mampu melaksanakan identifikasi kebutuhan akan tindakan segera pada bayi
baru lahir atresia ani dengan fistula rektovestibular di Puskesmas Jayanti
Tahun 2021
e. Mampu merencanakan asuhan yang menyeluruh pada bayi baru lahir atresia
ani dengan fistula rektovestibular di Puskesmas Jayanti Tahun 2021
f. Mampu melaksanakan atau implementasi manajemen asuhan kebidanan yang
telah disusun pada bayi baru lahir atresia ani dengan fistula rektovestibular di
Puskesmas Jayanti Tahun 2021
g. Mampu mengevaluasi manajemen asuhan kebidanan yang telah dilaksanakan
pada bayi baru lahir atresia ani dengan fistula rektovestibular di Puskesmas
Jayanti Tahun 2021
1.3 Manfaat
1. Manfaat Bagi Puskesmas
Dapat menjadi sumber informasi bagi penentu kebijakan dan pengelola program
kesehatan dalam menangani kasus bayi baru lahir atresia ani dengan fistula
rektovestibular
2. Manfaat Bagi Profesi Bidan
Laporan refleksi ini merupakan pengalaman yang sangat berharga karena
meningkatkan pengetahuan dan menambah wawasan tentang kasus bayi baru
lahir atresia ani dengan fistula rektovestibular

2

1.4 Waktu dan Tempat
Pada tanggal 02 Februari 2021 di Puskesmas Jayanti

3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Bayi Baru Lahir (Neonatus)


1. Pengertian Neonatus
Neonatus adalah masa sejak lahir sampai dengan 4 minggu (28 hari) sesudah
kelahiran. Neonatus adalah bayi berumur 0 (baru lahir) sampai dengan usia 1 bulan
sesudah lahir. Neonatus dini adalah bayi berusia 0 – 7 hari. Neonatus lanjut adalah bayi
berusia 7 – 28 hari. Neonatus adalah individu yang baru saja mengalami proses
kelahiran dan harus menyesuaikan diri dari kehidupan di dalam rahim maupun di luar
rahim (Dewi, 2014). 


2. Ciri – Ciri Neonatus

Berat badan 2.500–4000 gram, panjang badan 48–52 cm, lingkar dada 30– 38 cm,
lingkar kepala 33–35 cm, lingkar lengan 11–12 cm, frekuensi jantung 120–160
kali/menit, pernafasan 40–60 kali/menit, kulit kemerah – merahan dan licin karena
jaringan subkutan cukup, rambut lanugo tidak terlihat, rambut kepala biasanya telah
sempurna, kuku agak panjang dan lemas, genetalia: pada perempuan labia mayora
sudah menutupi labia minora, pada laki–laki testis sudah turun skrotum sudah ada,
reflek isap dan menelan sudah terbentuk dengan baik, reflek moro atau gerak memeluk
jika dikagetkan sudah baik, reflek graps atau menggenggam sudah baik, eliminasi baik,
mekonium keluar dalam 24 jam pertama, mekonium berwarna hitam kecokelatan
(Dewi, 2014).

3. Kebutuhan Neonatus
a. Kebutuhan Nutrisi

Rencana asuhan untuk memenuhi kebutuhan minum/ makan ASI eksklusif.
ASI merupakan makanan yang terbaik bagi bayi. ASI diketahui mengandung zat
gizi yang paling banyak sesuai kualitas dan kuantitasnya untuk pertumbuhan dan
perkembangan bayi. Menyusui secara dini antara lain :
1) Bayi harus disusui sesegera mungkin setelah lahir (terutama dalam 1 jam
pertama) dan dilanjutkan selama 6 bulan pertama kehidupan
2) Colostrum harus diberikan, tidak boleh dibuang karena untuk menambah
kekebalan tubuh bayi
3) Bayi harus disusui kapan saja ia mau (on demand), siang atau malam yang akan
4

merangsang payudara memproduksi ASI secara adekuat (Wahyuni, 2012). 

b. Kebutuhan Eliminasi


Bayi BAK sebanyak minimal 6 kali sehari.Semakin banyak cairan yang


masuk maka semakin sering bayi miksi.Defekasi pertama berwarna hijau
kehitaman.Pada hari ke 3–5 kotoran berubah warna menjadi kuning kecokelatan.
4–6 hari kotoran bayi yang biasanya minum susu biasanya cair. Bayi yang
mendapat ASI kotorannya kuning dan agak cair dan berbiji. Bayi yang minum susu
botol, kotorannya cokelat muda, lebih padat dan berbau (Wahyuni, 2012).

4. Tanda Bahaya Neonatus


Beberapa tanda bahaya pada neonatus yang harus diwaspadai dan segera dilakukan
penanganan agar tidak mengancam nyawa, yaitu seperti :
a) Neonatus tidak mau menyusu

b) Bergerak hanya jika dirangsang

c) Frekuensi napas < 30 kali permenit/ > 60 kali permenit
d
d) Suhu tubuh < 35,3 0C dan > 37,5 0C

e) Riwayat kejang

f) Merintih

g) Keluar nanah pada bagian mata

h) Tali pusat kemerahan, berbau busuk dan bengkak

i) Mata cekung dan cubitan kulit perut kembali sangat lambat
j) Kulit kuning atau tinja berwarna pucat

k) Berat badan menurut umur rendah (Maryunani, 2014).

5. Perawatan Fisik Pada Neonatus

Pemeriksaan fisik pada neonatus dilakukan untuk menilai status kesehatan. Waktu
pemeriksaan fisik dapat dilakukan saat bayi baru lahir, 24 jam setelah lahir (Maryunani,
2014).


Sebelum melakukan pemeriksaan fisik pada neonatus, ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan, antara lain sebagai berikut :

5

4 Bayi sebaiknya dalam keadaan telanjang di bawah lampu terang sehingga bayi tidak
mudah kehilangan panas atau lepaskan pakaian hanya pada daerah yang diperiksa.
Lakukan prosedur secara berurutan dari kepala sampai kekaki atau lakukan prosedur
yang memerlukan observasi ketat lebih dahulu, sperti paru–paru, jantung dan
abdomen.
5 Lakukan prosedur yang mengganggu bayi, seperti pemeriksaan refleks pada tahap
akhir.
6 Bicara lembut, pegang tangan bayi di atas dadanya atau lainnya. 


Hal–hal yang harus diperiksa :

a) Keadaan umum 

Yang dinilai secara umum seperti kepala, badan, ekstermitas, tonus otot, 
tingkat
aktivitas, tangisan bayi, warna kulit dan bibir.
b) Pemeriksaan fisik khusus
1) Hitung frekuensi napas

Periksa frekuensi napas dilakukan dengan menghitung pernapasan dalam satu
menit penuh, tanpa adanya retraksi dada dan suara merintih saat ekspirasi. Laju
napas normalnya 40 – 60 kali per menit.
2) Hitung frekuensi jantung

Periksa frekuensi jantung dengan menggunakan stetoskop dan dihitung selama
satu menit penuh, laju jantung normalnya 120 – 160 denyut per menit.
3) Suhu tubuh

Suhu tubuh BBL normalnya 36,5 – 37,5 0C diukur di daerah ketiak dengan
menggunakan thermometer.
4) Kepala
Periksa ubun – ubun besar dan ubun – ubun kecil dengan palpasi untuk
mengetahui apakah ada sutura, molase, kaput suksedaneum, sefalhematoma dan
hidrosefalus
5) Mata

Periksa mata bayi dengan cara inspeksi untuk mengetahui ukuran, bentuk dan
kesimetrisan mata


6

a. Pemeriksaan sklera bertujuan untuk menilai warna sklera, yang 
dalam
keadaan normal berwarna putih

b. Pemeriksaan pupil secara normal pupil berbentuk bulat dan 
simetris, apabila
diberikan sinar pupil akan mengecil
6) Telinga 

Jumlah, posisi dan kesimetrisan telinga dihubungkan dengan mata dan kepala
serta ada tidaknya gangguan pendengaran. Periksa daun telinga untuk
menentukan bentuk, besar dan posisinya
7) Hidung dan mulut

Pertama yang kita lihat apakah bayi dapat bernapas dengan lancar tanpa
hambatan, kemudian lakukan pemeriksaan inspeksi mulut untuk mengetahui
bentuk dan kesimetrisan mulut lalu masukkan satu jari ke dalam mulut untuk
merasakan hisapan bayi dan perhatikan apakah ada kelainan congenital seperti
labiopalatokisis
8) Leher

Periksa bentuk dan kesimetrisan leher, adanya pembengkakan atau benjolan.
Pastikan untuk melihat apakah kelenjar tyroid bengkak
9) Dada

Periksa bentuk dada, puting apakah normal dan simetris, bunyi napas dan bunyi
jantung
10) Bahu lengan dan tangan

Yang dilakukan adalah menghitung jumlah jari apakah ada kelainan dan
pergerakannya aktif atau tidak
11) Abdomen

Yang dilihat dari perut bayi bentuk dari perut, penonjolan disekitar tali pusat
pada saat bayi menangis, perdarahan tali pusat
12) Jenis kelamin

Pada bayi laki – laki yang harus diperiksa adalah panjang penis, testis sudah
turun dan berada dalam skrotum dan ujung penis berlubang. Pada bayi
perempuan yang harus diperiksa adalah normalnya labia mayora dan labia
minora, pada vagina terdapat lubang, pada uretra terdapat lubang dan terdapat
klitoris.
7


13) Kulit

Periksa apakah kulit bayi terdapat lanugo, edema, bercak, tanda lahir dan memar.
14) Punggung dan anus

Periksa punggung bayi apakah ada kelainan atau benjolan, apakah anus
berlubang atau tidak.
15) Tungkai dan kaki

Periksa apakah kedua kaki bayi sejajar dan normal, periksa jumlah jari dan
gerakan kaki
(Tando, 2016). 


6. Refleks Pada Neonatus

1) Refleks Moro diperiksa dengan cara bertepuk tangan. Jika bayi terkejut bayi
membuka telapak tangannya seperti mengambil sesuatu.
2) Refleks Rooting mengusap pipi atau area disekitar mulut bayi dan kepala bayi ke
arah sumber sentuhan dan mencari puting dengan mulutnya, bayi menggunakan
refleks ini untuk mencari makanan.
3) Refleks Sucking setelah puting susu masuk kedalam mulut bayi kemudian bayi
menghisap ASI.
4) Refleks Swallowing, bayi akan menelan. 

5) Refleks Tonicneck, baringkan bayi terlentang kepala bayi akan menoleh 
ke samping
pada saat berbaring. Lengan yang sejajar arah kepala menoleh akan direntangkan
lurus.
6) Refleks graps, jari – jari tangan bayi akan menggenggam jika disentuh.
7) Refleks glabellar, kelopak mata akan membuka dan menutup dengan 
cepat atau
berkedip apabila menyentuh mata.
8) Refleks babinsky, jari–jari kaki akan melengkung atau mengkerut jika disentuh
(Kelly, 2010).
7. Perawatan Neonatus Sehari - Hari
a) Memandikan

Memandikan bayi sebaiknya ditunda sampai 6 jam kelahiran agar tidak terjadi
hipotermi.
Tujuan : untuk menjaga bayi tetap bersih, hangat, kering, menjaga

8

kebersihan tali pusat dan memberikan rasa nyaman pada bayi (Maryunani, 2014). 

b) Mengganti popok

Popok bayi harus diganti setiap kali basah atau kotor.Rata–rata bayi baru lahir
memerlukan sepuluh sampai dua belas kali mengganti popok setiap hari. Meskipun
jika mengganti popok bayi ternyata tidak kotor setidaknya dengan sering
mengganti popok tidak akan menambah masalah yang berpotensi menimbulkan
ruam popok (Kelly, 2010). 

c) Menggendong

Menyentuh dan berbicara kepada bayi memberi bayi rasa aman secara fisik dan
emosional. Menggendong bayi sering menjadi bagian dari proses pelekatan yang
akan membuat ibu dan bayinya merasa nyaman satu sama lain, sehingga tidak
perlu khawatir akan memanjakannya untuk beberapa bulan awal (Kelly, 2010).
d) Menggunting kuku

Menjaga agar kuku bayi tetap pendek untuk perlindungan bayi itu sendiri.Selama
bayi bermain dengan jarinya dengan mudah dapat mencakar wajahnya sendiri jika
kuku jarinya tidak pendek dan dipotong rata.Seiring dengan makin besarnya bayi,
kuku jari yang pendek adalah untuk perlindungan ibu (Kelly, 2010). 

e) Menidurkan

Memposisikan bayi dengan tidur terlentang, usahakan suhu ruangan bayi dapat
dipertahankan 210C, gunakan kasur atau matras yang agak keras letakkan perlak di
atas matras dan dihamparkan sesuai dengan lebar kain pelapis di atasnya, bantal
tidak perlu digunakan karena hanya akan menyebabkan bayi tercekik (Kelly,
2010).
f) Perawatan tali pusat

Perawatan tali pusat ialah menjaga agar tali pusat tetap kering dan bersih. Cuci
tangan dengan sabun dan air bersih sebelum merawat tali pusat. Bersihkan dengan
lembut kulit di sekitar tali pusat dengan kapas basah, kemudian bungkus dengan
longgar/ tidak terlalu rapat dengan kasa bersih/ steril. Popok atau celana bayi diikat
di bawah tali pusat, tidak menutupi tali pusat untuk menghindari kontak dengan
feses atau urin. Hindari pengguna kancing, koin atau uang logam untuk membalut
tekan tali pusat (Prawirohardjo, 2014).

9


8. Kunjungan Neonatal

Kunjungan Neonatus dilaksanakan minimal 3 kali yaitu :

a) Kunjungan pertama 6 – 48 jam setelah lahir yaitu : mempertahankan suhu tubuh


bayi, memandikan bayi setelah 6 jam, melakukan pemeriksaan 
fisik pada bayi,
memberikan vitamin K dan imunisasi HB0
b) Kunjungan dua 3 – 7 hari setelah lahir yaitu : perawatan tali pusat, pemeriksaan
tanda bahaya seperti infeksi, bakteri, ikterus, diare dan berat badan rendah, konseling
terhadap ibu dan keluarga untuk memberikan ASI eksklusif, pencegahan hipotermi
dan melaksanakan perawatan bayi baru lahir di rumah dengan menggunakan buku
KIA, penanganan dan rujukan kasus bila diperlukan. 

c) Kunjungan tiga 8 – 28 hari setelah lahir yaitu : menjaga kebersihan bayi, 
konseling
terhadap ibu dan keluarga untuk memberikan ASI eksklusif, pencegahan hipotermi
dan melaksanakan perawatan bayi baru lahir di rumah dengan menggunakan buku
KIA, memberitahu tanda bahaya bayi baru lahir (Walyani, 2015).
2.2 Bayi Baru Lahir dengan Atresia Ani
1. Pengertian Atresia Ani
Atresia ani merupakan salah satu kelainan kongenital yang terjadi pada bayi baru
lahir. Atresia ani (anus Imperforata) merupakan suatu keadaan lubang anus tidak
berlubang. Atresia berasal dari bahasa Yunani, yaitu berarti tidak ada, dan trepsis yang
artinya nutrisi atau makanan. Menurut istilah kedokteran, atresia ani adalah suatu
keadaan tidak adanya atau tertutupnya lubang badan yang normal (Rizema, 2012).
Atresia ani atau anus imperforata adalah malformasi kongenital dimana rektum
tidak mempunyai lubang ke luar (Wong, 2009).
2. Etiologi Atresia Ani

Penyebab dari atresia ani masih belum diketahui pasti. Pada beberapa penelitian,
atresia ani dapat disebabkan oleh kelainan genetik maupun faktor lingkungan yang
terpapar oleh zat - zat beracun, lingkungan yang kumuh dan pola nutrisi bayi selama
dalam kandungan.

10

Atresia ani dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu :
a. Putusnya saluran pencernaan atas dengan daerah dubur, sehingga bayi lahir tanpa
lubang dubur.
b. Adanya kegagalan pembentukan septum urorektal secara sempurna karena
gangguan pertumbuhan, fusi, atau pembentukan anus dari tonjolan embrionik.
c. Gangguan organogenesis dalam kandungan dimana terjadi kegagalan pertumbuhan
saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu atau 3 bulan.
d. Kelainan bawaan yang diturunkan dari orang tua. Jika kedua orang tua menjadi
carier maka 25% - 30% menjadi peluang untuk terjadinya atresia ani, kemudian
adanya kelainan sindrom genetik, kromosom yang tidak normal dan kelainan
congenital lainnya juga dapat beresiko menderita atresia ani.
e. Terjadinya gangguan pemisahan kloaka menjadi rektum dan sinus urogenital,
biasanya karena gangguan perkembangan septum urogenital pada minggu ke-5
sampai ke-7 pada usia kehamilan (Vivian, 2014).
3. Klasifikasi Atresia Ani
Terdapat beberapa pengelompokkan yang di kutip oleh (Maryunani, dkk, 2013)
yaitu antara lain :
1) Menurut klasifikasi Wingspread (1984) dijelaskan bahwa, atresia ani dibagi 2
golongan yang dikelompokkan menurut jenis kelamin.
a. Golongan I yaitu berjenis kelamin laki-laki dibagi menjadi 4 kelainan yaitu
1. Kelainan pada fistelurin
2. Atresia rectum,
3. Perineum yang datar
4. Tidak adanya Fistel.
Namun jika ada fistelurin, tampak mekonium keluar dari orifisium eksternum
uretra, mungkin terdapat fistel ke uretra maupun ke vesika urinaria. Cara
menentukan letak fistelnya adalah dengan memasang kateter urin. Dan jika kateter
telah terpasang kemudian urin yang keluar jernih, itu pertanda bahwa fistel terletak
di uretra karena fistel tersebut tertutup kateter. Bila dengan kateter urin
mengandung mekonuim maka fistel ke vesika urinaria kemudian pengeluaran feses
tersebut tidak lancar, itu pertanda penderita memerlukan kolostomi segera agar
fases keluar dengan semestinya. Pada perempuan penderita atresia rectum,
tindakannya sama seperti laki-laki yaitu harus dibuat kolostomi dan Jika fistel tidak
11

ada dan udara > 1 cm dari kulit pada invertogram, maka perlu segera dilakukan
kolostomi juga.
b. Golongan II yaitu pada penderita berjenis kelamin laki-laki dibagi 4
kelainan yaitu
1. Kelainan pada fistel perineum
2. Membran anal
3. Stenosis anus
4. Fisteltidakada.
Fistel perineum yang ada pada laki-laki ini sama dengan pada wanita yaitu
lubangnya terdapat anterior dari letak anus yang normal. Sedangkan pada membran
anal, biasanya terlihat bayangan mekonium di bawah selaput. Saat evakuasi feses
sedang tidak ada sebaiknya dilakukan terapi definit secepat mungkin. Pada stenosis
anus, sama dengan perempuan yaitu tindakan definitive harus dilakukan. Bila tidak
ada fistel dan udara.
c. Golongan I pada perempuang dibagi 5 kelainan yaitu :
1. Kelainan kloaka
2. Fistel vagina
3. Fistel rektovestibular
4. Atresia rectum
5. Fistel tidak ada
6. Invertogram : udara >1 cm dari kulit
Pada fistel vagina, mekonium tampak keluar dari vagina. Evakuasi
fecesnya menjadi tidak lancar sehingga sebaiknya dilakukan kolostomi. Pada fistel
vestibulum, muara fistel terdapat di vulva. Umumnya evakuasi feses lancar selama
penderita hanya minum susu. Evakuasi mulai terhambat saat penderita mulai
makan makanan padat. Kolostomi dapat direncanakan bila penderita dalam
keadaan optimal. Bila terdapat kloaka maka tidak perlu ada pemisahan antara
traktus urinarius, traktus genetalis dan jalan cernanya. Evakuasi pengeluaran feses
yang umumnya tidak sempurna sehingga perlu segera dilakukan kolostomi. Pada
atresia rectum, anus tampak normal tetapi pada pemerikasaan dubur, jari tidak
dapat masuk lebih dari 1-2 cm. Dan tidak ada evakuasi mekonium sehingga perlu
juga segera dilakukan kolostomi. Bila tidak ada fistel, dibuatin vertogram.

12

d. Golongan II pada perempuan dibagi 3 kelainan yaitu
• Kelainan pada fistel perineum,
• Stenosis anus
• Fistel tidak ada
• Invertogram : udara <1 cm dari kulit.
Lubang fistel perineum biasanya terdapat diantara vulva dan tempat letak
anus normal, tetapi tanda timah anus yang buntu menimbulkan obstipasi. Pada
stenosis anus, lubang anus terletak di tempat yang seharusnya, tetapi sangat sempit.
Evakuasi feses tidal lancar sehingga biasanya harus segera dilakukan terapi
definitive. Bila tidak ada fistel dan pada invertogram udara.

Selanjutnya klasifikasi atresia ani juga dibagi menjadi 4 yaitu :


1. Anal stenosis yaitu terjadinya penyempitan anus sehingga feses tidak dapat
keluar pada semestinya.
2. Membranosus atresia adalah terdapat membrane pada anus.
3. Anal agenesis yaitu penderita masih memiliki anus tetapi ada daging diantara
rectum dengan anus.
4. Rectal atresia adalah penderita yang tidak memiliki rektum.
Kemudian Kalsifikasi pasien penderita Atresia ani diklasifikasikan lebih lanjut
menjadi 3 sub kelompok anatomi yaitu :
1. Anomali rendah / infralevator
Pada anomaly rendah, rektum mempunyai jalur desenden yang normal melalui otot
puborektalis, terdapat sfingter internal dan eksternal yang berkembang baik dengan
fungsi normal dan tidak terdapat hubungan dengan saluran genitourinarius.
2. Anomali intermediet
Pada anomaly intermediet, rektum berada pada atau di bawah tingkat otot
puborectalis, lesung anal dan sfingter eksternal berada pada posisi yang normal.
3. Anomali tinggi / supralevator
Pada anomaly tinggi ujung rectum di atas otot puborectalis dan sfingter internal
tidak ada. Hal ini biasanya berhubungan dengan fistula genitourinarius –
retrouretral (pria) atau rectovagina (perempuan). Jarak antara ujung buntu rectum
sampai kulit perineum lebih dari 1 cm.

13




Gambar 2.1 Malformasi Anorektal Pada Laki – Laki

Gambar 2.2 Malformasi Anorektal Pada Perempuan

4. Tanda dan Gejala Atresia Ani

a. Selama 24-28 jam pertama kelahiran, bayi mengalami muntah-muntah dan tidak
ada defekasi mekonium. Selain itu anus tampak merah.
b. Perut kembung baru kemudian disusul muntah.
c. Tampak gambaran gerak usus dan bising usus meningkat ( hiperperistaltik ) pada
auskultasi.
d. Tidak ada lubang anus.
e. Invertogram dilakukan setelah bayi berusia 12 jam untuk menentukan tingginya
atresia.
f. Terkadang tampak ileus obstruktif. Dapat Terjadi fistel. Pada bayi perempuan
sering terjadi fistel rektovaginal, sedangkan pada bayi laki-laki sering terjadi fistel
rektourinal (Vivian, 2014).

5. Patofisiologi Atresia Ani


Menurut (Maryunani, dkk, 2013) Atresia ani dapat terjadi karena kelainan
kongenital, dimana pada saat proses perkembangan embrionik, proses

14

perkembangan anus dan rektum Tidak lengkap. Anus dan rektum berkembang dari
embrionik bagian belakang. Ujung ekor dari bagian belakang berkembang menjadi
kloaka yang merupakan bakal genitourinaria dan struktur anorektal. Terjadinya
stenosis anal karena penyempitan pada kanal anorektal. Atresia anal ini terjadi
karena ketidak sempurnaannya migrasi dan perkembang struktur kolon antara 7-10
minggu selama perkembangan janin. Kegagalan migrasi tersebut juga karena
gagalnya agenesis sakral dan abnormalis pada daerah uretra dan vagina atau juga
pada proses obstruksi. Tidak adanya pembukaan usus besar yang keluar anus
menyebabkan feses tidak dapat dikeluarkan sehingga intestinal mengalami
obstruksi.
6. Komplikasi Atresia Ani
a. Obstruksi intestinal atau tersumbatannya saluran pencernaan.
b. Bowel ineontinence atau konstipasi (Sudarti, 2010).

7. Pemeriksaan Penunjang Atresia Ani


Untuk memperkuat diagnosis dapat di lakukan pemeriksaan penunjang
sebagai berikut :
a. Pemeriksaan radiologis, yang brtujuan untuk mengetahui ada tidaknya obstruksi
intestinal atau menentukan letak ujung rektum yang buntu setelah bayi berumur
24 jam. Pada saat pemeriksaan, bayi harus diletakkan dalam keadaan posisi
terbalik selama 3 menit, sendi panggul bayi dalam keadaan sedikit ekstensi,
kemudian dibuat foto pandangan anteroposterior dan lateral setelah petanda
diletakkan pada daerah lekukan anus.
b. Sinar –X terhadap abdomen yang bertujuan untuk menentukan kejelasan
keseluruhan bowel/usus dan untuk mengetahui jarak pemanjangan kantung
rektum dari sfrinternya.
c. Ultrasonografi (USG) abdomen, yang bertujuan untuk melihat fungsi organ
internal terutama dalam sistem pencernaan dan mencari adanya faktor reversibel
seperti obstruksi massa tumor.
d. CT scan, yang bertujuan untuk menentukan lesi.
e. Pyelografi intrevena, yang bertujuan untuk menilai pelviokalises dan ureter.
f. Rontgenogram pada abdomen dan pelvis, yang bertujuan untuk mengkonfirmasi
adanya yang berhubungan dengan saluran urinaria (Maryunani, dkk, 2013).

15

8. Penanganan Atresia Ani
Penatalaksanaan atresia ani ini berbeda, tergantung pada letak ketinggian
akhiran rektum dan ada tidaknya fistula.
a. Atresia letak tinggi dan intermediet dilakukan sigmoid kolostomi atau TCD
dahulu, setelah 6 –12 bulan baru dikerjakan tindakan definitif (PSARP)
b. Atresia letak rendah dilakukan perineal anoplasti, dimana sebelumnya
dilakukan tes provokasi dengan stimulator otot untuk identifikasi batas otot
sfingter ani ekternus
c. Bila terdapat fistula dilakukan cut back incicion yaitu tindakan pembedahan
untuk membuat lubang anus pada anus malformasi fistel rendah misalnya pada
anocutan fistel, anus vestibular yang tidak adekuat dan pada anus
membranaseus
d. Pada stenosis ani cukup dilakukan dilatasi rutin

Pelaksanaan dalam tindakan atresia ani yaitu sebagai berikut:


a. Kolostomi
Kolostomi adalah suatu tindakan membuat lubang pada dinding abdomen
untuk mengeluarkan feses. Pembuatan lubang biasanya sementara atau
permanen dari usus besar atau colon iliaka. Saat ini tatalaksana atresia ani
yang paling ideal adalah divided descending colostomy karena kolostomi ini
memungkinkan terjadinya dekompresi yang adekuat, dan segmen kolon distal
non-fungsional yang pendek namun tidak mengganggu proses pull-through
pada tahap terapi definitive. Kolostomi pada sigmoid juga dianggap lebih
menguntungkan dibanding dengan kolostomi transversal, karena proses
pembersihan kolon distal pada proses kolostomi menjadi lebih mudah. Loop
colostomy memungkinkan masuknya feses dari stoma proksimal ke distal, dan
dapat menyebabkan terjadinya infeksi, dilatasi rektal, dan impaksi feses.
Kolostomi pada rektosigmoid bagian bawah sering terjadi kesalahan karena
proses ini membuat segmen distal menjadi terlalu pendek dan sulit untuk
dimobilisasi pada proses pull through.
b. PSARP (Posterio Sagital Ano Rectal Plasty)
PSARP adalah suatu tindakan membelah muskulus sfingter eksternus dan
muskulus levator ani untuk memudahkan mobilisasi kantong rectum dan
16

pemotongan fistel. PSARP umumnya ditunda 9 sampai 12 bulan untuk
memberi waktu pelvis untuk membesar dan pada otot-otot untuk berkembang.
Tindakan ini juga memungkinkan bayi untuk menambah berat badannya dan
bertambah baik status nutrisinya.
c. Tutup kolostomi
Tindakan yang terakhir dari atresia ani. Biasanya beberapa hari setelah
operasi, anak akan mulai BAB melalui anus. Awalnya BAB akan sering tetapi
seminggu setelah operasi BAB berkurang frekuensinya dan agak padat.
d. Perawatan Postoperasi
Setelah menjalani operasi, dua minggu kemudian pasien menjalani anal
dilatasi dua kali setiap hari sampai ukuran busi sesuai dengan umur pasien dan
saat businasi terasa lancar dan tidak terasa sakit. Kemudian dilakukan
tappering businasi dengan menurunkan frekuensi sampai beberapa bulan,
biasanya sekitar 6 bulan. Orang tua pasien harus diikutsertakan dalam program
ini karena orang tua yang menjalankan dan orang yang paling dekat dengan
anak.

17

BAB III
TINJAUAN KASUS

MANAJEMEN ASUHAN KEBIDANAN PADA BAYI NY. A SMK USIA 6 JAM


DENGAN ATRESIA ANI DENGAN FISTULA REKTOVESTIBULAR
DI PUSKESMAS JAYANTI TAHUN 2021

Nama Mahasiswa : Vini Novitasari


NIRM : 205491517014
Tempat : Puskesmas Jayanti
Pembimbing : Triana Indrayani, S.ST, M.Kes

Tanggal Masuk : 02 Februari 2021


No. Register : 0042210

I. PENGUMPULAN DATA
A. IDENTITAS (Biodata)
Nama Bayi : By. Ny. A
Umur Bayi : 6 Jam
Tgl/Jam/Lahir : 02 Februari 2021 Pukul 03.00 WIB
Jenis Kelamin : Perempuan
No.Status Reg. : 0042210
Berat Badan : 3000 gram
Panjang Badan : 49 cm

Nama Ibu : Ny. A Nama Ayah : Tn. D


Umur : 24 Tahun Umur : 25 Tahun
Suku/Bangsa : Sunda / Indonesia Suku Bangsa : Jawa / Indonesia
Agama : Islam Agama : Islam
Pekerjaan : Karyawan Pekerjaan : Karyawan
Alamat Rumah : Pabuaran Alamat Rumah : Pabuaran
Telp. : 082125862021 Telp. : 081372631029
Alamat Kantor : Cikande Alamat Kantor : Balaraja

18

B. ANAMNESA (DATA SUBYEKTIF)
Pada tanggal 02 Februari 2021 Pukul 09.00 WIB
1. Riwayat Penyakit Kehamilan :
• Perdarahan : Tidak Ada
• Pre eklamsia : Tidak Ada
• Eklampsia : Tidak Ada
• Penyakit Kelamin : Tidak Ada
• Lain – Lain : Tidak Ada

2. Kebiasaan Waktu Hamil :


• Makanan : Selama hamil makan 3 kali sehari dengan menu
nasi, sayur, tahu, tempe dan daging
• Obat-Obatan/Jamu : Pernah meminum jamu sewaktu baru hamil
sampai kehamilan berusia 2 bulan
• Merokok : Tidak
• Lain – Lain : Tidak Ada

3. Riwayat Persalinan Sekarang :


a. Jenis Persalinan : Normal
b. Ditolong Oleh : Bidan
c. Lama Persalinan :
• Kala I : 2 Jam 20 Menit
• Kala II : 40 Menit
d. Ketuban Pecah : Spontan, Warna : Jernih, Tidak Berbau, Jumlah
200 cc
e. Komplikasi Persalinan :
• Ibu : Tidak Ada
• Bayi : Tidak Ada
f. Keadaan Bayi Baru Lahir :
• Nilai Apgar : 8/9

19

Tanda 0 1 2 Jumlah
Nilai
Frekuensi [ ] Tak ada [ ] < 100 [√] > 100 8
Menit jantung [ ] Tak ada [ ] Lambat tak teratur [√]Menangis kuat
Ke-1 Usaha bernafas [ ] Lumpuh [√] Ext. Flexi sedikit [ ] Gerakan aktif

Tonus otot [ ] Tak bereaksi [√] Gerakan sedikit [ ] Menangis

Reflex [ ]Biru / pucat [ ] Tumbuh kemerahan [√ ] Kemerahan


tangan & kaki
Warna
Frekuensi [ ] Tak ada [ ] < 100 [√] > 100 9
Menit jantung [ ] Tak ada [ ] Lambat tak teratur [√]Menangis kuat
Ke-5 Usaha bernafas [ ] Lumpuh [√ ] Ext. Flexi sedikit [ ] Gerakan aktif

Tonus otot [ ] Tak bereaksi [ ] Gerakan sedikit [√] Menangis

Reflex [ ]Biru / pucat [ ] Tumbuh kemerahan [√] Kemerahan


tangan & kaki
Warna

RESUSITASI :
Pengisapan Lendir : Ya Rangsangan : Ya
Ambu : Tidak Lamanya : -
Massage Jantung : Tidak Lamanya : -
Intubasi : Tidak Nomor : -
Oksigen : Tidak Lamanya : -
Therapi : Tidak Ada

C. PEMERIKSAAN FISIK (DATA OBYEKTIF)


• Keadaan Umum : Baik
• Suhu : 36,7 0C
• Pernafasan : Baik
• Nadi : 120 x/menit
• Berat Badan Sekarang : 3000 gram

20

Pemeriksaan Fisik Secara Sistematis :
• Kepala : normal, tidak ada caput succadenium, tidak ada cephal
hematoma, tidak ada kelainan
• Ubun – Ubun : normal, belum menutup, tidak ada kelainan, tidak ada
pencekungan dan pencembungan, sutura tidak saling
tumpang tindih
• Muka : normal, tidak ada benjolan, tidak ada kelainan
• Mata : normal, simetris, tidak ada kelainan, sklera tidak
ikterik, konjungtiva tidak anemis, tidak ada tanda
infeksi, refleks glabellar +
• Telinga : normal, simetris, tidak ada kelainan, tidak ada
pengeluaran cairan
• Mulut : normal, tidak ada kelainan, tidak ada labioskizis, tidak
ada labiopalatoskizis, refleks rooting +, refleks sucking
+
• Hidung : normal, tidak ada pengeluaran cairan
• Leher : normal, tidak kaku, tidak ada pembesaran kelenjar
tiroid, tidak ada kelainan, tidak ada benjolan, refleks
swallowing +, refleks tonic neck +
• Dada : normal, simetris, tidak ada retraksi dada, tidak ada
wheezing, tidak ada stridor, tidak ada ronchi, pada
payudara simetris kiri dan kanan, tidak ada gallop,
tidak ada benjolan, tidak ada kelainan
• Tali Pusat : bersih, tidak berbau, tidak kemerahan, tidak ada
perdarahan, tidak ada tanda infeksi
• Punggung : normal, tidak ada benjolan, tidak ada scoliosis, tidak
ada lordosis, tidak ada kifosis, tidak ada spina bifida,
tidak ada kelainan
• Ekstremitas : normal, simetris, tidak sianosis, tidak ada kelainan,
refleks graphs +, refleks walking +, refleks moro +
• Genitalia : normal, terdapat labia mayora sudah menutupi labia
minora, terdapat lubang vagina, terdapat lubang uretra,

21

tidak ada kelainan. Terlihat mekonium keluar sedikit
dari sebuah lubang di belakang genetalia.
• Anus : Tidak Ada
Refleks :
• Refleks Moro : +
• Refleks Rooting : +
• Refleks Walking : +/+
• Refleks Graphs/Plantar : +
• Refleks Sucking : +
• Refleks Tonic Neck : +
Antropometri :
• Lingkar Kepala : DMO 35 cm
DFO 34 cm
SOB 32 cm
• Lingkar Dada : 32 cm
• Lingkar Lengan Atas : 12 cm
Eliminasi :
• Miksi : Sudah, Warna : Kuning Jernih, Tgl 02 Februari 2021
Pukul 03.00 WIB
• Meconium : Sudah, Warna : Hijau Kehitaman, Tgl 02 Februari 2021
Pukul 09.00 WIB

II. INTERPRESTASI DATA


Identifikasi Diagnosa, masalah dan kebutuhan :
A. Diagnosa : Bayi Ny. A SMK Usia 6 Jam dengan Atresia Ani dengan Fistula
Rektovestibular
B. Masalah : Terlihat mekonium keluar sedikit dari sebuah lubang di belakang
genetalia.
C. Kebutuhan : Rujuk

22

III. IDENTIFIKASI DIAGNOSA DAN MASALAH POTENSIAL
A. Diagnosa : Bayi Ny. A SMK Usia 6 Jam dengan Atresia Ani dengan
Fistula Rektovestibular
B. Masalah Potensial : Obstruksi Intestinal
IV. IDENTIFIKASI KEBUTUHAN AKAN TINDAKAN SEGERA ATAU
KOLABORASI
Merujuk Bayi Ke Rumah Sakit

V. MERENCANAKAN ASUHAN YANG MENYELURUH


1. Lakukan Informed Consent kepada orang tuanya untuk melakukan pemeriksaan
fisik dan perawatan bayi baru lahir
2. Lakukan Pemeriksaan Fisik dan Perawatan Bayi Baru Lahir
3. Beritahu hasil pemeriksaan kepada orang tua bahwa keadaan bayi mengalami
atresia ani dengan fistula rektovestibular
4. Mandikan Bayi
5. Lakukan perawatan tali pusat
6. Lakukan penyuntikkan HB0 sebanyak 0,5 cc di paha sebelah kanan bagian luar
bayi secara IM
7. Beritahu ibu dan keluarga agar selalu menjaga kehangatan bayi agar terhindar dari
hipotermi seperti memakai selimut, mengganti pakaian dan popok jika basah
8. Beritahu ibu agar menyusui bayinya sesering mungkin
9. Beritahu ibu dan keluarga untuk memberikan ASI eksklusif selama 6 bulan tanpa
makanan pendamping dikarenakan dapat membantu menjaga kesehatan dan
kekebalan tubuh bayi terhadap berbagai macam jenis penyakit yang mungkin dapat
menyerang saat usia bayi masih rawan terkena penyakit, selain untuk kekebalan
tubuh, ASI eksklusif juga bisa membuat perasaan bayi menjadi nyaman, aman dan
meningkatkan tingkat emosional antara ibu dan bayi
10. Beritahu ibu dan keluarga cara merawat tali pusat bayi agar tetap kering yaitu
selesai mandi dikeringkan dengan kain bersih atau kasa steril, tidak diberikan
bedak atau minyak dan pastikan saat memakaikan popok tali pusat tidak tertutup
pastikan tidak terkena kencing atau feses bayi agar tali pusat cepat kering.
11. Beritahu ibu dan keluarga tanda bahaya bayi baru lahir yaitu seperti tidak mau
menyusu, demam tinggi, sulit bernafas, mata bengkak atau mengeluarkan cairan,

23

bayi merintih atau menangis terus menerus, tali pusat kemerahan dan berbau, kulit
dan mata bayi kuning dan feses bayi saat BAB berwarna pucat
12. Lakukan Informed Consent untuk dilakukan rujukan agar mendapat penanganan
lebih lanjut di rumah sakit
13. Berikan dukungan moril kepada orang tua dan keluarga bayi
14. Lakukan rujukan ke rumah sakit
15. Lakukan pendokumentasian 


VI. PELAKSANAAN / IMPLEMENTASI


1. Melakukan Informed Consent kepada orang tuanya untuk melakukan pemeriksaan
fisik dan perawatan bayi baru lahir
2. Melakukan Pemeriksaan Fisik dan Perawatan Bayi Baru Lahir
3. Memberitahukan hasil pemeriksaan kepada orang tua bahwa keadaan bayi
mengalami atresia ani dengan fistula rektovestibular
4. Memandikan Bayi
5. Melakukan perawatan tali pusat
6. Melakukan penyuntikkan HB0 sebanyak 0,5 cc di paha sebelah kanan bagian luar
bayi secara IM
7. Memberitahu ibu dan keluarga agar selalu menjaga kehangatan bayi agar terhindar
dari hipotermi seperti memakai selimut, mengganti pakaian dan popok jika basah
8. Memberitahu ibu agar menyusui bayinya sesering mungkin
9. Memberitahu ibu dan keluarga untuk memberikan ASI eksklusif selama 6 bulan
tanpa makanan pendamping dikarenakan dapat membantu menjaga kesehatan dan
kekebalan tubuh bayi terhadap berbagai macam jenis penyakit yang mungkin dapat
menyerang saat usia bayi masih rawan terkena penyakit, selain untuk kekebalan
tubuh, ASI eksklusif juga bisa membuat perasaan bayi menjadi nyaman, aman dan
meningkatkan tingkat emosional antara ibu dan bayi
10. Memberitahu ibu dan keluarga cara merawat tali pusat bayi agar tetap kering yaitu
selesai mandi dikeringkan dengan kain bersih atau kasa steril, tidak diberikan
bedak atau minyak dan pastikan saat memakaikan popok tali pusat tidak tertutup
pastikan tidak terkena kencing atau feses bayi agar tali pusat cepat kering.
11. Memberitahu ibu dan keluarga tanda bahaya bayi baru lahir yaitu seperti tidak mau
menyusu, demam tinggi, sulit bernafas, mata bengkak atau mengeluarkan cairan,

24

bayi merintih atau menangis terus menerus, tali pusat kemerahan dan berbau, kulit
dan mata bayi kuning dan feses bayi saat BAB berwarna pucat
12. Melakukan Informed Consent untuk dilakukan rujukan agar mendapat penanganan
lebih lanjut di rumah sakit
13. Memberikan dukungan moril kepada orang tua dan keluarga bayi
14. Melakukan rujukan ke rumah sakit
15. Melakukan pendokumentasian 


VII. EVALUASI
1. Orang tua bersedia dilakukan pemeriksaan fisik dan perawatan sesuai asuhan pada
bayinya
2. Telah dilakukan Pemeriksaan Fisik dan Perawatan Bayi Baru Lahir
3. Orang tua telah mengetahui bahwa keadaan bayinya mengalami atresia ani dengan
fistula rektovestibular
4. Bayi telah dimandikan
5. Bayi telah dilakukan perawatan tali pusat
6. Bayi telah diberikkan imunisasi HB0
7. Ibu dan keluarga mengerti agar selalu menjaga kehangatan bayi agar terhindar dari
hipotermi seperti memakai selimut, mengganti pakaian dan popok jika basah
8. Ibu telah mengerti anjuran yang diberikan oleh Bidan dan bersedia menyusui
bayinya sesering mungkin
9. Ibu dan keluarga telah mengerti penjelasan yang diberikan oleh Bidan dan akan
memberikan ASI eksklusif selama 6 bulan
10. Ibu dan keluarga telah mengerti penjelasan yang diberikan oleh Bidan tentang cara
melakukan perawatan tali pusat
11. Ibu dan keluarga telah mengerti penjelasan yang diberikan oleh Bidan tentang
tanda bahaya bayi baru lahir
12. Orang tua bersedia dilakukan rujukan terhadap bayinya
13. Orang tua dan keluarga sudah dapat menerima keadaan bayinya dan sudah merasa
tenang
14. Dilakukan rujukan ke Rumah Sakit
15. Telah dilakukan pendokumentasian

25

BAB IV
PEMBAHASAN

Pada bab ini akan di bahas tentang kesenjangan antara teori dan tinjauan kasus
pada pelaksanan “Manajemen Asuhan Kebidanan Pada Bayi Baru Lahir Atresia Ani
dengan Fistula Rektovestibular di Puskesmas Jayanti Tahun 2021”. Pembahasan ini
penulis akan membahas berdasarkan pendekatan manajemen asuhan kebidanan dengan
tujuh langkah varney, yaitu pengumpulan data dasar, merumuskan diagnosis atau masalah
aktual, merumuskan diagnosis atau masalah potensial, melaksanakan tindakan segera atau
kolaborasi, merencanakan tindakan asuhan kebidanan, melakukan tindakan asuhan
kebidanan, dan mengevaluasi asuhan kebidanan.


A. Langkah I : Pengkajian Data Dasar dan Analisa Data

Tahap ini dilakukan identifikasi data dasar (pengkajian) merupakan proses


manajemen asuhan kebidanan yang ditujukan untuk mengumpulkan secara anamnesa serta
data - data yang dapat ditemukan saat melakukan anamnese yang dapat mendukung
terjadinya kasus tersebut. Setelah dilakukan anamnesa dilakukan pemeriksaan fisik berupa
inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi.
Bayi Ny. A lahir normal dan spontan pada tanggal 02 Februari 2021, pukul 03.00
Wib dengan bugar, menangis kuat, warna kulit kemerahan, tonus otot aktif dan pernafasan
baik. Jenis kelamin perempuan, berat badan 3000 gram, panjang badan 49 cm, ekstremitas
lengkap, reflek bagus, pergerakan aktif. Hal ini sesuai dengan teori dimana bayi baru lahir
normal dan sehat apabila warna kulit merah, denyut jantung >100 x/m, menangis kuat,
tonus otot bergerak aktif, pernafasan baik dan tidak ada komplikasi pada bayi tersebut
(Tando, 2016). Namun pada Bayi Ny. A didapatkan mekonium yang keluar melalui
lubang dibelakang genetalia dan didapatkan tidak memiliki anus. Menurut (Wong, 2009)
malformasi kongenital dimana rektum tidak mempunyai lubang ke luar biasanya disebut
dengan atresia ani.
Hasil dari data yang ditemukan oleh penulis tidak ditemukan kesenjangan antara
teori dengan kasus.

26

B. Langkah II. Identifikasi Diagnosa / Masalah Aktual

Pada langkah ini dilakukan interpretasi yang benar terhadap diagnosis atau masalah
dan kebutuhan klien berdasarkan interpretasi yang benar atas data - data yang
dikumpulkan. Data dasar yang telah dikumpulkan diinterpretasikan sehingga ditemukan
masalah atau diagnosis yang spesifik. Kata masalah dan diagnosis keduanya digunakan
karena beberapa masalah tidak dapat diselesaikan seperti diagnosis, tetapi sesungguhnya
membutuhkan penanganan yang dituangkan kedalam sejumlah rencana asuhan terhadap
klien. Masalah sering diidentifikasikan oleh bidan sesuai dengan pengarahan, masalah ini
sering menyertai diagnosis.

Berdasarkan hasil analisa dan interpretasi data diperoleh diagnosa yaitu “Bayi Ny.
A SMK Usia 6 Jam dengan Atresia Ani dengan Fistula Rektovestibular”.

Menurut (Wong, 2009) Fistula Rektovestibular merupakan kelainan yang sering


terjadi pada perempuan dan mempunyai prognosis fungsional yang baik. Diagnosis
berdasarkan pemeriksaan klinis. Inspeksi pada genitalia neonatus dapat ditemukan meatus
uretra dan vagina yang normal dengan adanya lubang ketiga di vestibular (fistula
rektovestibular). Umumnya evakuasi feses lancar selama penderita hanya minum susu.
Evakuasi mulai terhambat saat penderita mulai makan makanan padat. Kolostomi dapat
dilakukan bila penderita dalam keadaan optimal.

Dengan demikian penerapan tinjauan pustaka dan studi kasus pada Bayi Ny ”A”
secara garis besar tampak ada persamaan dalam diagnosa aktual yang ditegakkan sehingga
memperlihatkan tidak ada kesenjangan antara tinjauan pustaka dan studi kasus.

C. Langkah III. Identifikasi Diagnosa / Masalah Potensial

Dalam merumuskan diagnosa atau masalah potensial dengan manajemen asuhan


kebidanan adalah pengambilan keputusan untuk mempersiapkan segala sesuatu yang
mungkin terjadi dan membahayakan klien.
Diagnosa yang dapat terjadi pada atresia ani salah satunya adalah Obstruksi
Intestinal. Menurut (Sudarti, 2010) obstruksi intestinal itu sendiri merupakan penyumbatan
yang terjadi di dalam usus baik usus halus maupun besar, kondisi ini dapat menimbulkan
gangguan penyerapan makanan atau cairan di dalam saluran pencernaan.

27

Dengan demikian penerapan tinjauan pustaka dan studi kasus tidak ada
kesenjangan.

D. Langkah IV.Tindakan Emergency / Kolaborasi

Adanya data yang memberikan indikasi untuk tindakan segera dan harus
menyelamatkan jiwa ibu serta kolaborasi dengan tenaga kesehatan yang lebih profesional
sesuai dengan keadaan yang dialami oleh klien ataupun konsultasi dengan dokter.

Pada kasus atresia ani dengan fistula rektovestibular yang ditemukan di puskesmas
langsung dirujuk agar mendapat tindakan lebih lanjut lagi.
Dengan demikian tindakan yang di lakukan antara tinjauan pustaka dan manajemen
asuhan kebidanan pada studi kasus di lahan praktek sesuai.

E. Langkah V. Intervensi Asuhan Kebidanan

Pada manajemen kebidanan suatu rencana tindakan yang komprehensif termasuk


indikasi apa yang timbul berdasarkan kondisi klien serta hubungannya dengan masalah
yang dialami klien, dan juga meliputi antisipasi dengan bimbingan terhadap klien, serta
konseling. Rencana tindakan harus disetujui klien dan semua tindakan, diambil harus
berdasarkan rasional yang relevan dan diakui kebenarannya.

Pada tinjauan pustaka bahwa rencana tindakan pada kasus atresia ani dengan
fistula rektovestibular melakukan rujukan ke rumah sakit. Setelah di puskesmas
mendapatkan perawatan bayi baru lahir.
Dengan demikian penerapan tinjauan pustaka dan studi kasus tidak terdapat
kesenjangan.

F. Langkah VI. Implementasi Asuhan Kebidanan

Sesuai tinjauan manjemen kebidanan bahwa melaksanakan rencana tindakan harus


efisien dan menjalin rasa aman klien, implementasi dapat dikerjakan oleh bidan.

Pada studi kasus Bayi Ny. A atresia ani dengan fistula rektovestibular sudah
dilakukan asuhan pada bayi baru lahir 6 jam yaitu bayi dimandikan dengan air hangat,
melakukan perawatan tali pusat dimana tali pusat dibungkus dengan kassa kering steril,
membedong bayi untuk menjaga kehangatan bayi dan asuhan ini sudah sesuai dengan teori
28

yang menyatakan bahwa bayi baru lahir jangan langsung dimandikan, bayi boleh
dimandikan 6 jam setelah lahir dengan keadaan bayi tidak hipotermi. Setelah itu diberikan
kepada ibu untuk segera disusui. Memberikan penyuluhan kepada ibu tentang posisi dan
cara menyusui yang baik dan cara perawatan tali pusat yaitu dengan mengganti kassa steril
yang sudah basah dengan kassa yang baru, hal ini dilakukan untuk menjaga dan mencegah
agar tali pusat bayi tidak infeksi. Hal ini sesuai dengan teori Maryunani (2014) sehingga
antara teori dan kasus tidak ada kesenjangan. Setelah itu melakukan rujukan ke rumah
sakit agar segera tertangani.
G. Langkah VII. Evaluasi Asuhan Kebidanan

Pada tinjauan kebidanan evaluasi merupakan tingkat akhir dari proses manajemen
asuhan kebidanan. Mengevaluasi pencapaian tujuan, membandingkan data yang
dikumpulkan dengan kriteria yang diidentifikasikan, memutuskan apakah tujuan tercapai
atau belum tercapai.

Pada studi kasus rencana tindakan yang sudah dibuat pada Bayi Ny. A atresia ani
dengan fistula rektovestibular sudah dilaksanakan sesuai dengan prosedur yang berlaku
dan telah dirujuk ke rumah sakit untuk tindakan selanjutnya juga telah dilakukan
pendokumentasian.
Dengan demikian penerapan tinjauan pustaka dan studi kasus tidak terdapat
kesenjangan.

29

BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Asuhan bayi baru lahir 6 jam pada Bayi Ny. A atresia ani dengan fistula
rektovestibular jenis kelamin perempuan, BB 3000 gram, PB 49 cm sudah diberikan
asuhan kebidanan dan sudah dilakukan tatalaksana rujukan ke rumah sakit agar
mendapat tindakan lebih lanjut. Sehingga dalam penatalaksanaan kasus ini tidak ada
kesenjangan antara teori dan kasus.

B. Saran
1. Bagi Tenaga Kesehatan
Dapat meningkatkan pengetahuan serta kemampuan dalam penatalaksanaan
Asuhan Bayi Baru Lahir Atresia Ani dengan Fistula Rektovestibular secara baik
dan benar
2. Bagi Mahasiswa
Dapat melakukan asuhan yang baik dan benar pada bayi baru lahir atresia ani
dengan fistula rektovestibular.

30

DAFTAR PUSTAKA

Dewi, Vivian. 2014. Asuhan Neonatus dan Bayi. Jakarta: Salemba Medika.

Haryono, Rudi. 2012. Keperawatan Medikal Bedah Kelainan Bawaan Sistem Pencernaan.
Yogyakarta: Goysen Publishing

Kelly, Paula. 2010. Buku Saku Asuhan Neonatus & Bayi. Jakarta: EGC

Kementrian Kesehatan RI. 2015. Profil Kesehatan Indonesia tahun 2015. Jakarta:
Kemenkes RI.

Kementrian Kesehatan RI. 2017. Profil Kesehatan Indonesia tahun 2017. Jakarta:
Kemenkes RI.

Maryunani, A. 2013. Asuhan Kegawatdaruratan dan Penyulit Pada Neonatus. Jakarta:


CV. Trans Info Media
Maryunani, A. 2014. Asuhan Neonatus, Bayi, Balita & Anak Pra – Sekolah. Tajurhalang:
In Media
Oldham K, Colombani P, Foglia R, Skinner M. 2008. Principles and Practice of Pediatric
Surgery Vol.2. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins

Prawirohardjo. 2014. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo

Rizema, Setiatava P, 2012. Asuhan Neonatus Bayi dan Balita untuk Keperawatan dan
Kebidanan. Yogyakarta: D-Medika
Sudarti, 2010. Kelainan Dan Penyakit Pada Bayi dan Anak. Yogyakarta: Nuha Medika
Tando. 2016. Asuhan Kebidanan Neonatus, Bayi, dan Anak Balita. Jakarta: EGC Wong,
Wong, Donna. 2009. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC.

31

LAMPIRAN

32

Anda mungkin juga menyukai