Disusun Oleh :
NPM : 205491517014
i
KATA PENGANTAR
Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan tugas Stase Bayi Baru Lahir dengan judul “Manajemen Asuhan
Kebidanan Pada Bayi Baru Lahir Atresia Ani dengan Fistula Rektovestibular di
Dalam penyusunan tugas Stase Bayi Baru Lahir ini, penulis banyak
mendapatkan bantuan dari berbagai pihak, sehingga pada kesempatan ini penulis
BAB I
PENDAHULUAN ………………………………………………… 1
1.1 Latar Belakang ………………………………………………… 1
1.2 Tujuan ………………………………………………… 2
1.3 Manfaat ………………………………………………... 2
1.4 Waktu dan Tempat ………………………………………………… 3
BAB II
KAJIAN PUSTAKA ………………………………………………… 4
2.1 Bayi Baru Lahir ………………………………………………… 4
2.2 Atresia Ani ………………………………………………… 10
BAB III
TINJAUAN KASUS ………………………………………………… 18
BAB IV
PEMBAHASAN ………………………………………………… 26
BAB V
PENUTUP ………………………………………………… 30
LAMPIRAN
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.2 Tujuan
1. Tujuan umum
Mampu memahami dan menerapkan manajemen asuhan kebidanan pada bayi baru
lahir natresia ani dengan fistula rektovestibular di Puskesmas Jayanti Tahun 2021
2. Tujuan khusus
a. Mampu melaksanakan pengkajian manajemen asuhan kebidanan pada bayi
baru lahir atresia ani dengan fistula rektovestibular di Puskesmas Jayanti
Tahun 2021
b. Mampu melakukan interpretasi data pada bayi baru lahir atresia ani dengan
fistula rektovestibular di Puskesmas Jayanti Tahun 2021
c. Mampu merumuskan diagnosa dan masalah potensial pada bayi baru lahir
atresia ani dengan fistula rektovestibular di Puskesmas Jayanti Tahun 2021
d. Mampu melaksanakan identifikasi kebutuhan akan tindakan segera pada bayi
baru lahir atresia ani dengan fistula rektovestibular di Puskesmas Jayanti
Tahun 2021
e. Mampu merencanakan asuhan yang menyeluruh pada bayi baru lahir atresia
ani dengan fistula rektovestibular di Puskesmas Jayanti Tahun 2021
f. Mampu melaksanakan atau implementasi manajemen asuhan kebidanan yang
telah disusun pada bayi baru lahir atresia ani dengan fistula rektovestibular di
Puskesmas Jayanti Tahun 2021
g. Mampu mengevaluasi manajemen asuhan kebidanan yang telah dilaksanakan
pada bayi baru lahir atresia ani dengan fistula rektovestibular di Puskesmas
Jayanti Tahun 2021
1.3 Manfaat
1. Manfaat Bagi Puskesmas
Dapat menjadi sumber informasi bagi penentu kebijakan dan pengelola program
kesehatan dalam menangani kasus bayi baru lahir atresia ani dengan fistula
rektovestibular
2. Manfaat Bagi Profesi Bidan
Laporan refleksi ini merupakan pengalaman yang sangat berharga karena
meningkatkan pengetahuan dan menambah wawasan tentang kasus bayi baru
lahir atresia ani dengan fistula rektovestibular
2
1.4 Waktu dan Tempat
Pada tanggal 02 Februari 2021 di Puskesmas Jayanti
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Berat badan 2.500–4000 gram, panjang badan 48–52 cm, lingkar dada 30– 38 cm,
lingkar kepala 33–35 cm, lingkar lengan 11–12 cm, frekuensi jantung 120–160
kali/menit, pernafasan 40–60 kali/menit, kulit kemerah – merahan dan licin karena
jaringan subkutan cukup, rambut lanugo tidak terlihat, rambut kepala biasanya telah
sempurna, kuku agak panjang dan lemas, genetalia: pada perempuan labia mayora
sudah menutupi labia minora, pada laki–laki testis sudah turun skrotum sudah ada,
reflek isap dan menelan sudah terbentuk dengan baik, reflek moro atau gerak memeluk
jika dikagetkan sudah baik, reflek graps atau menggenggam sudah baik, eliminasi baik,
mekonium keluar dalam 24 jam pertama, mekonium berwarna hitam kecokelatan
(Dewi, 2014).
3. Kebutuhan Neonatus
a. Kebutuhan Nutrisi
Rencana asuhan untuk memenuhi kebutuhan minum/ makan ASI eksklusif.
ASI merupakan makanan yang terbaik bagi bayi. ASI diketahui mengandung zat
gizi yang paling banyak sesuai kualitas dan kuantitasnya untuk pertumbuhan dan
perkembangan bayi. Menyusui secara dini antara lain :
1) Bayi harus disusui sesegera mungkin setelah lahir (terutama dalam 1 jam
pertama) dan dilanjutkan selama 6 bulan pertama kehidupan
2) Colostrum harus diberikan, tidak boleh dibuang karena untuk menambah
kekebalan tubuh bayi
3) Bayi harus disusui kapan saja ia mau (on demand), siang atau malam yang akan
4
merangsang payudara memproduksi ASI secara adekuat (Wahyuni, 2012).
b. Kebutuhan Eliminasi
Pemeriksaan fisik pada neonatus dilakukan untuk menilai status kesehatan. Waktu
pemeriksaan fisik dapat dilakukan saat bayi baru lahir, 24 jam setelah lahir (Maryunani,
2014).
Sebelum melakukan pemeriksaan fisik pada neonatus, ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan, antara lain sebagai berikut :
5
4 Bayi sebaiknya dalam keadaan telanjang di bawah lampu terang sehingga bayi tidak
mudah kehilangan panas atau lepaskan pakaian hanya pada daerah yang diperiksa.
Lakukan prosedur secara berurutan dari kepala sampai kekaki atau lakukan prosedur
yang memerlukan observasi ketat lebih dahulu, sperti paru–paru, jantung dan
abdomen.
5 Lakukan prosedur yang mengganggu bayi, seperti pemeriksaan refleks pada tahap
akhir.
6 Bicara lembut, pegang tangan bayi di atas dadanya atau lainnya.
a) Keadaan umum
Yang dinilai secara umum seperti kepala, badan, ekstermitas, tonus otot,
tingkat
aktivitas, tangisan bayi, warna kulit dan bibir.
b) Pemeriksaan fisik khusus
1) Hitung frekuensi napas
Periksa frekuensi napas dilakukan dengan menghitung pernapasan dalam satu
menit penuh, tanpa adanya retraksi dada dan suara merintih saat ekspirasi. Laju
napas normalnya 40 – 60 kali per menit.
2) Hitung frekuensi jantung
Periksa frekuensi jantung dengan menggunakan stetoskop dan dihitung selama
satu menit penuh, laju jantung normalnya 120 – 160 denyut per menit.
3) Suhu tubuh
Suhu tubuh BBL normalnya 36,5 – 37,5 0C diukur di daerah ketiak dengan
menggunakan thermometer.
4) Kepala
Periksa ubun – ubun besar dan ubun – ubun kecil dengan palpasi untuk
mengetahui apakah ada sutura, molase, kaput suksedaneum, sefalhematoma dan
hidrosefalus
5) Mata
Periksa mata bayi dengan cara inspeksi untuk mengetahui ukuran, bentuk dan
kesimetrisan mata
6
a. Pemeriksaan sklera bertujuan untuk menilai warna sklera, yang
dalam
keadaan normal berwarna putih
b. Pemeriksaan pupil secara normal pupil berbentuk bulat dan
simetris, apabila
diberikan sinar pupil akan mengecil
6) Telinga
Jumlah, posisi dan kesimetrisan telinga dihubungkan dengan mata dan kepala
serta ada tidaknya gangguan pendengaran. Periksa daun telinga untuk
menentukan bentuk, besar dan posisinya
7) Hidung dan mulut
Pertama yang kita lihat apakah bayi dapat bernapas dengan lancar tanpa
hambatan, kemudian lakukan pemeriksaan inspeksi mulut untuk mengetahui
bentuk dan kesimetrisan mulut lalu masukkan satu jari ke dalam mulut untuk
merasakan hisapan bayi dan perhatikan apakah ada kelainan congenital seperti
labiopalatokisis
8) Leher
Periksa bentuk dan kesimetrisan leher, adanya pembengkakan atau benjolan.
Pastikan untuk melihat apakah kelenjar tyroid bengkak
9) Dada
Periksa bentuk dada, puting apakah normal dan simetris, bunyi napas dan bunyi
jantung
10) Bahu lengan dan tangan
Yang dilakukan adalah menghitung jumlah jari apakah ada kelainan dan
pergerakannya aktif atau tidak
11) Abdomen
Yang dilihat dari perut bayi bentuk dari perut, penonjolan disekitar tali pusat
pada saat bayi menangis, perdarahan tali pusat
12) Jenis kelamin
Pada bayi laki – laki yang harus diperiksa adalah panjang penis, testis sudah
turun dan berada dalam skrotum dan ujung penis berlubang. Pada bayi
perempuan yang harus diperiksa adalah normalnya labia mayora dan labia
minora, pada vagina terdapat lubang, pada uretra terdapat lubang dan terdapat
klitoris.
7
13) Kulit
Periksa apakah kulit bayi terdapat lanugo, edema, bercak, tanda lahir dan memar.
14) Punggung dan anus
Periksa punggung bayi apakah ada kelainan atau benjolan, apakah anus
berlubang atau tidak.
15) Tungkai dan kaki
Periksa apakah kedua kaki bayi sejajar dan normal, periksa jumlah jari dan
gerakan kaki
(Tando, 2016).
1) Refleks Moro diperiksa dengan cara bertepuk tangan. Jika bayi terkejut bayi
membuka telapak tangannya seperti mengambil sesuatu.
2) Refleks Rooting mengusap pipi atau area disekitar mulut bayi dan kepala bayi ke
arah sumber sentuhan dan mencari puting dengan mulutnya, bayi menggunakan
refleks ini untuk mencari makanan.
3) Refleks Sucking setelah puting susu masuk kedalam mulut bayi kemudian bayi
menghisap ASI.
4) Refleks Swallowing, bayi akan menelan.
5) Refleks Tonicneck, baringkan bayi terlentang kepala bayi akan menoleh
ke samping
pada saat berbaring. Lengan yang sejajar arah kepala menoleh akan direntangkan
lurus.
6) Refleks graps, jari – jari tangan bayi akan menggenggam jika disentuh.
7) Refleks glabellar, kelopak mata akan membuka dan menutup dengan
cepat atau
berkedip apabila menyentuh mata.
8) Refleks babinsky, jari–jari kaki akan melengkung atau mengkerut jika disentuh
(Kelly, 2010).
7. Perawatan Neonatus Sehari - Hari
a) Memandikan
Memandikan bayi sebaiknya ditunda sampai 6 jam kelahiran agar tidak terjadi
hipotermi.
Tujuan : untuk menjaga bayi tetap bersih, hangat, kering, menjaga
8
kebersihan tali pusat dan memberikan rasa nyaman pada bayi (Maryunani, 2014).
b) Mengganti popok
Popok bayi harus diganti setiap kali basah atau kotor.Rata–rata bayi baru lahir
memerlukan sepuluh sampai dua belas kali mengganti popok setiap hari. Meskipun
jika mengganti popok bayi ternyata tidak kotor setidaknya dengan sering
mengganti popok tidak akan menambah masalah yang berpotensi menimbulkan
ruam popok (Kelly, 2010).
c) Menggendong
Menyentuh dan berbicara kepada bayi memberi bayi rasa aman secara fisik dan
emosional. Menggendong bayi sering menjadi bagian dari proses pelekatan yang
akan membuat ibu dan bayinya merasa nyaman satu sama lain, sehingga tidak
perlu khawatir akan memanjakannya untuk beberapa bulan awal (Kelly, 2010).
d) Menggunting kuku
Menjaga agar kuku bayi tetap pendek untuk perlindungan bayi itu sendiri.Selama
bayi bermain dengan jarinya dengan mudah dapat mencakar wajahnya sendiri jika
kuku jarinya tidak pendek dan dipotong rata.Seiring dengan makin besarnya bayi,
kuku jari yang pendek adalah untuk perlindungan ibu (Kelly, 2010).
e) Menidurkan
Memposisikan bayi dengan tidur terlentang, usahakan suhu ruangan bayi dapat
dipertahankan 210C, gunakan kasur atau matras yang agak keras letakkan perlak di
atas matras dan dihamparkan sesuai dengan lebar kain pelapis di atasnya, bantal
tidak perlu digunakan karena hanya akan menyebabkan bayi tercekik (Kelly,
2010).
f) Perawatan tali pusat
Perawatan tali pusat ialah menjaga agar tali pusat tetap kering dan bersih. Cuci
tangan dengan sabun dan air bersih sebelum merawat tali pusat. Bersihkan dengan
lembut kulit di sekitar tali pusat dengan kapas basah, kemudian bungkus dengan
longgar/ tidak terlalu rapat dengan kasa bersih/ steril. Popok atau celana bayi diikat
di bawah tali pusat, tidak menutupi tali pusat untuk menghindari kontak dengan
feses atau urin. Hindari pengguna kancing, koin atau uang logam untuk membalut
tekan tali pusat (Prawirohardjo, 2014).
9
8. Kunjungan Neonatal
Penyebab dari atresia ani masih belum diketahui pasti. Pada beberapa penelitian,
atresia ani dapat disebabkan oleh kelainan genetik maupun faktor lingkungan yang
terpapar oleh zat - zat beracun, lingkungan yang kumuh dan pola nutrisi bayi selama
dalam kandungan.
10
Atresia ani dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu :
a. Putusnya saluran pencernaan atas dengan daerah dubur, sehingga bayi lahir tanpa
lubang dubur.
b. Adanya kegagalan pembentukan septum urorektal secara sempurna karena
gangguan pertumbuhan, fusi, atau pembentukan anus dari tonjolan embrionik.
c. Gangguan organogenesis dalam kandungan dimana terjadi kegagalan pertumbuhan
saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu atau 3 bulan.
d. Kelainan bawaan yang diturunkan dari orang tua. Jika kedua orang tua menjadi
carier maka 25% - 30% menjadi peluang untuk terjadinya atresia ani, kemudian
adanya kelainan sindrom genetik, kromosom yang tidak normal dan kelainan
congenital lainnya juga dapat beresiko menderita atresia ani.
e. Terjadinya gangguan pemisahan kloaka menjadi rektum dan sinus urogenital,
biasanya karena gangguan perkembangan septum urogenital pada minggu ke-5
sampai ke-7 pada usia kehamilan (Vivian, 2014).
3. Klasifikasi Atresia Ani
Terdapat beberapa pengelompokkan yang di kutip oleh (Maryunani, dkk, 2013)
yaitu antara lain :
1) Menurut klasifikasi Wingspread (1984) dijelaskan bahwa, atresia ani dibagi 2
golongan yang dikelompokkan menurut jenis kelamin.
a. Golongan I yaitu berjenis kelamin laki-laki dibagi menjadi 4 kelainan yaitu
1. Kelainan pada fistelurin
2. Atresia rectum,
3. Perineum yang datar
4. Tidak adanya Fistel.
Namun jika ada fistelurin, tampak mekonium keluar dari orifisium eksternum
uretra, mungkin terdapat fistel ke uretra maupun ke vesika urinaria. Cara
menentukan letak fistelnya adalah dengan memasang kateter urin. Dan jika kateter
telah terpasang kemudian urin yang keluar jernih, itu pertanda bahwa fistel terletak
di uretra karena fistel tersebut tertutup kateter. Bila dengan kateter urin
mengandung mekonuim maka fistel ke vesika urinaria kemudian pengeluaran feses
tersebut tidak lancar, itu pertanda penderita memerlukan kolostomi segera agar
fases keluar dengan semestinya. Pada perempuan penderita atresia rectum,
tindakannya sama seperti laki-laki yaitu harus dibuat kolostomi dan Jika fistel tidak
11
ada dan udara > 1 cm dari kulit pada invertogram, maka perlu segera dilakukan
kolostomi juga.
b. Golongan II yaitu pada penderita berjenis kelamin laki-laki dibagi 4
kelainan yaitu
1. Kelainan pada fistel perineum
2. Membran anal
3. Stenosis anus
4. Fisteltidakada.
Fistel perineum yang ada pada laki-laki ini sama dengan pada wanita yaitu
lubangnya terdapat anterior dari letak anus yang normal. Sedangkan pada membran
anal, biasanya terlihat bayangan mekonium di bawah selaput. Saat evakuasi feses
sedang tidak ada sebaiknya dilakukan terapi definit secepat mungkin. Pada stenosis
anus, sama dengan perempuan yaitu tindakan definitive harus dilakukan. Bila tidak
ada fistel dan udara.
c. Golongan I pada perempuang dibagi 5 kelainan yaitu :
1. Kelainan kloaka
2. Fistel vagina
3. Fistel rektovestibular
4. Atresia rectum
5. Fistel tidak ada
6. Invertogram : udara >1 cm dari kulit
Pada fistel vagina, mekonium tampak keluar dari vagina. Evakuasi
fecesnya menjadi tidak lancar sehingga sebaiknya dilakukan kolostomi. Pada fistel
vestibulum, muara fistel terdapat di vulva. Umumnya evakuasi feses lancar selama
penderita hanya minum susu. Evakuasi mulai terhambat saat penderita mulai
makan makanan padat. Kolostomi dapat direncanakan bila penderita dalam
keadaan optimal. Bila terdapat kloaka maka tidak perlu ada pemisahan antara
traktus urinarius, traktus genetalis dan jalan cernanya. Evakuasi pengeluaran feses
yang umumnya tidak sempurna sehingga perlu segera dilakukan kolostomi. Pada
atresia rectum, anus tampak normal tetapi pada pemerikasaan dubur, jari tidak
dapat masuk lebih dari 1-2 cm. Dan tidak ada evakuasi mekonium sehingga perlu
juga segera dilakukan kolostomi. Bila tidak ada fistel, dibuatin vertogram.
12
d. Golongan II pada perempuan dibagi 3 kelainan yaitu
• Kelainan pada fistel perineum,
• Stenosis anus
• Fistel tidak ada
• Invertogram : udara <1 cm dari kulit.
Lubang fistel perineum biasanya terdapat diantara vulva dan tempat letak
anus normal, tetapi tanda timah anus yang buntu menimbulkan obstipasi. Pada
stenosis anus, lubang anus terletak di tempat yang seharusnya, tetapi sangat sempit.
Evakuasi feses tidal lancar sehingga biasanya harus segera dilakukan terapi
definitive. Bila tidak ada fistel dan pada invertogram udara.
13
Gambar 2.1 Malformasi Anorektal Pada Laki – Laki
a. Selama 24-28 jam pertama kelahiran, bayi mengalami muntah-muntah dan tidak
ada defekasi mekonium. Selain itu anus tampak merah.
b. Perut kembung baru kemudian disusul muntah.
c. Tampak gambaran gerak usus dan bising usus meningkat ( hiperperistaltik ) pada
auskultasi.
d. Tidak ada lubang anus.
e. Invertogram dilakukan setelah bayi berusia 12 jam untuk menentukan tingginya
atresia.
f. Terkadang tampak ileus obstruktif. Dapat Terjadi fistel. Pada bayi perempuan
sering terjadi fistel rektovaginal, sedangkan pada bayi laki-laki sering terjadi fistel
rektourinal (Vivian, 2014).
14
perkembangan anus dan rektum Tidak lengkap. Anus dan rektum berkembang dari
embrionik bagian belakang. Ujung ekor dari bagian belakang berkembang menjadi
kloaka yang merupakan bakal genitourinaria dan struktur anorektal. Terjadinya
stenosis anal karena penyempitan pada kanal anorektal. Atresia anal ini terjadi
karena ketidak sempurnaannya migrasi dan perkembang struktur kolon antara 7-10
minggu selama perkembangan janin. Kegagalan migrasi tersebut juga karena
gagalnya agenesis sakral dan abnormalis pada daerah uretra dan vagina atau juga
pada proses obstruksi. Tidak adanya pembukaan usus besar yang keluar anus
menyebabkan feses tidak dapat dikeluarkan sehingga intestinal mengalami
obstruksi.
6. Komplikasi Atresia Ani
a. Obstruksi intestinal atau tersumbatannya saluran pencernaan.
b. Bowel ineontinence atau konstipasi (Sudarti, 2010).
15
8. Penanganan Atresia Ani
Penatalaksanaan atresia ani ini berbeda, tergantung pada letak ketinggian
akhiran rektum dan ada tidaknya fistula.
a. Atresia letak tinggi dan intermediet dilakukan sigmoid kolostomi atau TCD
dahulu, setelah 6 –12 bulan baru dikerjakan tindakan definitif (PSARP)
b. Atresia letak rendah dilakukan perineal anoplasti, dimana sebelumnya
dilakukan tes provokasi dengan stimulator otot untuk identifikasi batas otot
sfingter ani ekternus
c. Bila terdapat fistula dilakukan cut back incicion yaitu tindakan pembedahan
untuk membuat lubang anus pada anus malformasi fistel rendah misalnya pada
anocutan fistel, anus vestibular yang tidak adekuat dan pada anus
membranaseus
d. Pada stenosis ani cukup dilakukan dilatasi rutin
17
BAB III
TINJAUAN KASUS
I. PENGUMPULAN DATA
A. IDENTITAS (Biodata)
Nama Bayi : By. Ny. A
Umur Bayi : 6 Jam
Tgl/Jam/Lahir : 02 Februari 2021 Pukul 03.00 WIB
Jenis Kelamin : Perempuan
No.Status Reg. : 0042210
Berat Badan : 3000 gram
Panjang Badan : 49 cm
18
B. ANAMNESA (DATA SUBYEKTIF)
Pada tanggal 02 Februari 2021 Pukul 09.00 WIB
1. Riwayat Penyakit Kehamilan :
• Perdarahan : Tidak Ada
• Pre eklamsia : Tidak Ada
• Eklampsia : Tidak Ada
• Penyakit Kelamin : Tidak Ada
• Lain – Lain : Tidak Ada
19
Tanda 0 1 2 Jumlah
Nilai
Frekuensi [ ] Tak ada [ ] < 100 [√] > 100 8
Menit jantung [ ] Tak ada [ ] Lambat tak teratur [√]Menangis kuat
Ke-1 Usaha bernafas [ ] Lumpuh [√] Ext. Flexi sedikit [ ] Gerakan aktif
RESUSITASI :
Pengisapan Lendir : Ya Rangsangan : Ya
Ambu : Tidak Lamanya : -
Massage Jantung : Tidak Lamanya : -
Intubasi : Tidak Nomor : -
Oksigen : Tidak Lamanya : -
Therapi : Tidak Ada
20
Pemeriksaan Fisik Secara Sistematis :
• Kepala : normal, tidak ada caput succadenium, tidak ada cephal
hematoma, tidak ada kelainan
• Ubun – Ubun : normal, belum menutup, tidak ada kelainan, tidak ada
pencekungan dan pencembungan, sutura tidak saling
tumpang tindih
• Muka : normal, tidak ada benjolan, tidak ada kelainan
• Mata : normal, simetris, tidak ada kelainan, sklera tidak
ikterik, konjungtiva tidak anemis, tidak ada tanda
infeksi, refleks glabellar +
• Telinga : normal, simetris, tidak ada kelainan, tidak ada
pengeluaran cairan
• Mulut : normal, tidak ada kelainan, tidak ada labioskizis, tidak
ada labiopalatoskizis, refleks rooting +, refleks sucking
+
• Hidung : normal, tidak ada pengeluaran cairan
• Leher : normal, tidak kaku, tidak ada pembesaran kelenjar
tiroid, tidak ada kelainan, tidak ada benjolan, refleks
swallowing +, refleks tonic neck +
• Dada : normal, simetris, tidak ada retraksi dada, tidak ada
wheezing, tidak ada stridor, tidak ada ronchi, pada
payudara simetris kiri dan kanan, tidak ada gallop,
tidak ada benjolan, tidak ada kelainan
• Tali Pusat : bersih, tidak berbau, tidak kemerahan, tidak ada
perdarahan, tidak ada tanda infeksi
• Punggung : normal, tidak ada benjolan, tidak ada scoliosis, tidak
ada lordosis, tidak ada kifosis, tidak ada spina bifida,
tidak ada kelainan
• Ekstremitas : normal, simetris, tidak sianosis, tidak ada kelainan,
refleks graphs +, refleks walking +, refleks moro +
• Genitalia : normal, terdapat labia mayora sudah menutupi labia
minora, terdapat lubang vagina, terdapat lubang uretra,
21
tidak ada kelainan. Terlihat mekonium keluar sedikit
dari sebuah lubang di belakang genetalia.
• Anus : Tidak Ada
Refleks :
• Refleks Moro : +
• Refleks Rooting : +
• Refleks Walking : +/+
• Refleks Graphs/Plantar : +
• Refleks Sucking : +
• Refleks Tonic Neck : +
Antropometri :
• Lingkar Kepala : DMO 35 cm
DFO 34 cm
SOB 32 cm
• Lingkar Dada : 32 cm
• Lingkar Lengan Atas : 12 cm
Eliminasi :
• Miksi : Sudah, Warna : Kuning Jernih, Tgl 02 Februari 2021
Pukul 03.00 WIB
• Meconium : Sudah, Warna : Hijau Kehitaman, Tgl 02 Februari 2021
Pukul 09.00 WIB
22
III. IDENTIFIKASI DIAGNOSA DAN MASALAH POTENSIAL
A. Diagnosa : Bayi Ny. A SMK Usia 6 Jam dengan Atresia Ani dengan
Fistula Rektovestibular
B. Masalah Potensial : Obstruksi Intestinal
IV. IDENTIFIKASI KEBUTUHAN AKAN TINDAKAN SEGERA ATAU
KOLABORASI
Merujuk Bayi Ke Rumah Sakit
23
bayi merintih atau menangis terus menerus, tali pusat kemerahan dan berbau, kulit
dan mata bayi kuning dan feses bayi saat BAB berwarna pucat
12. Lakukan Informed Consent untuk dilakukan rujukan agar mendapat penanganan
lebih lanjut di rumah sakit
13. Berikan dukungan moril kepada orang tua dan keluarga bayi
14. Lakukan rujukan ke rumah sakit
15. Lakukan pendokumentasian
24
bayi merintih atau menangis terus menerus, tali pusat kemerahan dan berbau, kulit
dan mata bayi kuning dan feses bayi saat BAB berwarna pucat
12. Melakukan Informed Consent untuk dilakukan rujukan agar mendapat penanganan
lebih lanjut di rumah sakit
13. Memberikan dukungan moril kepada orang tua dan keluarga bayi
14. Melakukan rujukan ke rumah sakit
15. Melakukan pendokumentasian
VII. EVALUASI
1. Orang tua bersedia dilakukan pemeriksaan fisik dan perawatan sesuai asuhan pada
bayinya
2. Telah dilakukan Pemeriksaan Fisik dan Perawatan Bayi Baru Lahir
3. Orang tua telah mengetahui bahwa keadaan bayinya mengalami atresia ani dengan
fistula rektovestibular
4. Bayi telah dimandikan
5. Bayi telah dilakukan perawatan tali pusat
6. Bayi telah diberikkan imunisasi HB0
7. Ibu dan keluarga mengerti agar selalu menjaga kehangatan bayi agar terhindar dari
hipotermi seperti memakai selimut, mengganti pakaian dan popok jika basah
8. Ibu telah mengerti anjuran yang diberikan oleh Bidan dan bersedia menyusui
bayinya sesering mungkin
9. Ibu dan keluarga telah mengerti penjelasan yang diberikan oleh Bidan dan akan
memberikan ASI eksklusif selama 6 bulan
10. Ibu dan keluarga telah mengerti penjelasan yang diberikan oleh Bidan tentang cara
melakukan perawatan tali pusat
11. Ibu dan keluarga telah mengerti penjelasan yang diberikan oleh Bidan tentang
tanda bahaya bayi baru lahir
12. Orang tua bersedia dilakukan rujukan terhadap bayinya
13. Orang tua dan keluarga sudah dapat menerima keadaan bayinya dan sudah merasa
tenang
14. Dilakukan rujukan ke Rumah Sakit
15. Telah dilakukan pendokumentasian
25
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada bab ini akan di bahas tentang kesenjangan antara teori dan tinjauan kasus
pada pelaksanan “Manajemen Asuhan Kebidanan Pada Bayi Baru Lahir Atresia Ani
dengan Fistula Rektovestibular di Puskesmas Jayanti Tahun 2021”. Pembahasan ini
penulis akan membahas berdasarkan pendekatan manajemen asuhan kebidanan dengan
tujuh langkah varney, yaitu pengumpulan data dasar, merumuskan diagnosis atau masalah
aktual, merumuskan diagnosis atau masalah potensial, melaksanakan tindakan segera atau
kolaborasi, merencanakan tindakan asuhan kebidanan, melakukan tindakan asuhan
kebidanan, dan mengevaluasi asuhan kebidanan.
26
B. Langkah II. Identifikasi Diagnosa / Masalah Aktual
Pada langkah ini dilakukan interpretasi yang benar terhadap diagnosis atau masalah
dan kebutuhan klien berdasarkan interpretasi yang benar atas data - data yang
dikumpulkan. Data dasar yang telah dikumpulkan diinterpretasikan sehingga ditemukan
masalah atau diagnosis yang spesifik. Kata masalah dan diagnosis keduanya digunakan
karena beberapa masalah tidak dapat diselesaikan seperti diagnosis, tetapi sesungguhnya
membutuhkan penanganan yang dituangkan kedalam sejumlah rencana asuhan terhadap
klien. Masalah sering diidentifikasikan oleh bidan sesuai dengan pengarahan, masalah ini
sering menyertai diagnosis.
Berdasarkan hasil analisa dan interpretasi data diperoleh diagnosa yaitu “Bayi Ny.
A SMK Usia 6 Jam dengan Atresia Ani dengan Fistula Rektovestibular”.
Dengan demikian penerapan tinjauan pustaka dan studi kasus pada Bayi Ny ”A”
secara garis besar tampak ada persamaan dalam diagnosa aktual yang ditegakkan sehingga
memperlihatkan tidak ada kesenjangan antara tinjauan pustaka dan studi kasus.
27
Dengan demikian penerapan tinjauan pustaka dan studi kasus tidak ada
kesenjangan.
Adanya data yang memberikan indikasi untuk tindakan segera dan harus
menyelamatkan jiwa ibu serta kolaborasi dengan tenaga kesehatan yang lebih profesional
sesuai dengan keadaan yang dialami oleh klien ataupun konsultasi dengan dokter.
Pada kasus atresia ani dengan fistula rektovestibular yang ditemukan di puskesmas
langsung dirujuk agar mendapat tindakan lebih lanjut lagi.
Dengan demikian tindakan yang di lakukan antara tinjauan pustaka dan manajemen
asuhan kebidanan pada studi kasus di lahan praktek sesuai.
Pada tinjauan pustaka bahwa rencana tindakan pada kasus atresia ani dengan
fistula rektovestibular melakukan rujukan ke rumah sakit. Setelah di puskesmas
mendapatkan perawatan bayi baru lahir.
Dengan demikian penerapan tinjauan pustaka dan studi kasus tidak terdapat
kesenjangan.
Pada studi kasus Bayi Ny. A atresia ani dengan fistula rektovestibular sudah
dilakukan asuhan pada bayi baru lahir 6 jam yaitu bayi dimandikan dengan air hangat,
melakukan perawatan tali pusat dimana tali pusat dibungkus dengan kassa kering steril,
membedong bayi untuk menjaga kehangatan bayi dan asuhan ini sudah sesuai dengan teori
28
yang menyatakan bahwa bayi baru lahir jangan langsung dimandikan, bayi boleh
dimandikan 6 jam setelah lahir dengan keadaan bayi tidak hipotermi. Setelah itu diberikan
kepada ibu untuk segera disusui. Memberikan penyuluhan kepada ibu tentang posisi dan
cara menyusui yang baik dan cara perawatan tali pusat yaitu dengan mengganti kassa steril
yang sudah basah dengan kassa yang baru, hal ini dilakukan untuk menjaga dan mencegah
agar tali pusat bayi tidak infeksi. Hal ini sesuai dengan teori Maryunani (2014) sehingga
antara teori dan kasus tidak ada kesenjangan. Setelah itu melakukan rujukan ke rumah
sakit agar segera tertangani.
G. Langkah VII. Evaluasi Asuhan Kebidanan
Pada tinjauan kebidanan evaluasi merupakan tingkat akhir dari proses manajemen
asuhan kebidanan. Mengevaluasi pencapaian tujuan, membandingkan data yang
dikumpulkan dengan kriteria yang diidentifikasikan, memutuskan apakah tujuan tercapai
atau belum tercapai.
Pada studi kasus rencana tindakan yang sudah dibuat pada Bayi Ny. A atresia ani
dengan fistula rektovestibular sudah dilaksanakan sesuai dengan prosedur yang berlaku
dan telah dirujuk ke rumah sakit untuk tindakan selanjutnya juga telah dilakukan
pendokumentasian.
Dengan demikian penerapan tinjauan pustaka dan studi kasus tidak terdapat
kesenjangan.
29
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Asuhan bayi baru lahir 6 jam pada Bayi Ny. A atresia ani dengan fistula
rektovestibular jenis kelamin perempuan, BB 3000 gram, PB 49 cm sudah diberikan
asuhan kebidanan dan sudah dilakukan tatalaksana rujukan ke rumah sakit agar
mendapat tindakan lebih lanjut. Sehingga dalam penatalaksanaan kasus ini tidak ada
kesenjangan antara teori dan kasus.
B. Saran
1. Bagi Tenaga Kesehatan
Dapat meningkatkan pengetahuan serta kemampuan dalam penatalaksanaan
Asuhan Bayi Baru Lahir Atresia Ani dengan Fistula Rektovestibular secara baik
dan benar
2. Bagi Mahasiswa
Dapat melakukan asuhan yang baik dan benar pada bayi baru lahir atresia ani
dengan fistula rektovestibular.
30
DAFTAR PUSTAKA
Dewi, Vivian. 2014. Asuhan Neonatus dan Bayi. Jakarta: Salemba Medika.
Haryono, Rudi. 2012. Keperawatan Medikal Bedah Kelainan Bawaan Sistem Pencernaan.
Yogyakarta: Goysen Publishing
Kelly, Paula. 2010. Buku Saku Asuhan Neonatus & Bayi. Jakarta: EGC
Kementrian Kesehatan RI. 2015. Profil Kesehatan Indonesia tahun 2015. Jakarta:
Kemenkes RI.
Kementrian Kesehatan RI. 2017. Profil Kesehatan Indonesia tahun 2017. Jakarta:
Kemenkes RI.
Rizema, Setiatava P, 2012. Asuhan Neonatus Bayi dan Balita untuk Keperawatan dan
Kebidanan. Yogyakarta: D-Medika
Sudarti, 2010. Kelainan Dan Penyakit Pada Bayi dan Anak. Yogyakarta: Nuha Medika
Tando. 2016. Asuhan Kebidanan Neonatus, Bayi, dan Anak Balita. Jakarta: EGC Wong,
Wong, Donna. 2009. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC.
31
LAMPIRAN
32