Anda di halaman 1dari 39

LAPORAN TUTORIAL

BLOK REPRODUKSI SKENARIO III


SAYA SERING KEPUTIHAN

KELOMPOK VIII
YOSA ANGGA OKTAMA

G0013239

YUSAK ADITYA SETYAWAN

G0013241

MUHAMMAD RIZKI KAMIL

G0013161

JEVI IRGIYANI

G0013125

RIDHANI RAHMA V

G0013201

CICILIA VIANY EVAJELISTA

G0013065

NIKKO RIZKY AMANDA

G0013177

SANTI DWI CAHYANI

G0013213

ALIFIS SAYANDRI MEIASYIFA

G0013019

ANISA KUSUMA ASTUTI

G0013033

HEGA FITRI NURAGA

G0013109

KHARIZ FAHRURROZI

G0013131

TUTOR : ASIH ANGGRAENI, dr., Sp.OG


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
TAHUN 2014
BAB I
PENDAHULUAN

SKENARIO 3
SAYA SERING KEPUTIHAN
Seorang perempuan, 35 tahun, P2A0 akseptor KB IUD selama 9 tahun,
mengeluh keluar cairan warna putih kekuningan dan berbau disertai nyeri perut
sebelah kanan bawah sejak 6 bulan terakhir, sudah berobat ke bidan, tapi tidak ada
perubahan. Pasien juga mengeluh sering demam.
Pada pemeriksaan fisik, kondisi pasien tampak baik, namun suhu tubuh
didapatkan 38 oC. Pada pemeriksaan abdomen, teraba supel, nyeri tekan (+) di
regio iliaca dextra, teraba massa kistik dengan diameter 8 cm, mobile,
permukaan rata. Pada pemeriksaan bimanual, portio utuh, erosi (+), teraba radix
IUD, corpus uterus ukuran normal, teraba massa kistik adnexa kanan sebesar telur
bebek, nyeri tekan (+), adnexa kiri dalam batas normal, darah (-), discharge warna
putih kekuningan. Saat massa digoyangkan, portio tidak ikut gerak.
Setelah dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik, dokter menjelaskan
kondisi pasien dan menyarankan untuk melepas IUD, pemeriksaan pap smear, dan
ultrasonografi serta pemberian terapi awal.

BAB II
DISKUSI DAN TINJAUAN PUSTAKA
SEVEN JUMP
A. Langkah I : Membaca skenario dan memahami pengertian beberapa istilah
dalam skenario.
1. IUD : Intra Uterine Device / alat kontrasepsi di dalam rahim (serviks uteri).
2. Pap smear : Pemeriksaan sitologi untuk mengetahui perubahan atau
abnormalitas pada serviks uteri dengan metode usapan dan dilihat di bawah
mikroskop.
3. Adnexa : Jaringan dan organ lain di sekitar rahim, misalnya : tuba uterina,
ovarium, dan ligamentum-ligamentumnya.
4. Supel : Perabaan tumor, abses, atau benjolan yang fleksibel.
5. Keputihan : Sekret putih yang keluar dari cavum uteri dan vagina.
6. Erosi : Proses kerusakan jaringan akibat infeksi jaringan dan peradangan.
B. Langkah II : Menentukan/mendefinisikan permasalahan.
Permasalahan pada skenario ini yaitu sebagai berikut
1. Apakah jenis-jenis KB?
2. Adakah kaitan KB 9 tahun dengan keluhan pasien?
3. Apakah penyebab keputihan?
4. Bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan fisik?
5. Apakah terapi awal bagi pasien?
6. Apakah penyebab ketidaknormalan pada pemeriksaan fisik?
7. Mengapa IUD disarankan untuk dilepas?
8. Mengapa disarankan pap smear dan USG?
9. Bagaimana proses muncul massa kistik?
10. Mengapa pasien demam? Apakah ada hubungannya dengan keluhan?
11. Apakah hubungan riwayat P2A0 dengan keluhan?
12. Bagaimana diagnosis, diagnosis banding, dan terapi pada pasien?
C. Langkah III : Menganalisis permasalahan dan membuat pernyataan sementara
mengenai permasalahan.
1 Jenis-jenis KB
a
1

Kontrasepsi Sederhana
Kondom
Kondom merupakan selubung/sarung karet tipis yang dipasang pada penis
sebagai tempat penampungan sperma yang dikeluarkan pria pada saat
senggama sehingga tidak tercurah pada vagina. Cara kerja kondom yaitu

mencegah pertemuan ovum dan sperma atau mencegah spermatozoa


mencapai saluran genital wanita. Sekarang sudah ada jenis kondom untuk
wanita, angka kegagalan dari penggunaan kondom ini 5-21%.
2

Coitus Interuptus
Coitus interuptus atau senggama terputus adalah menghentikan senggama
dengan mencabut penis dari vagina pada saat suami menjelang ejakulasi.
Kelebihan dari cara ini adalah tidak memerlukan alat/obat sehingga relatif
sehat untuk digunakan wanita dibandingkan dengan metode kontrasepsi
lain, risiko kegagalan dari metode ini cukup tinggi.

KB Alami
KB alami berdasarkan pada siklus masa subur dan tidak masa subur, dasar
utamanya yaitu saat terjadinya ovulasi. Untuk menentukan saat ovulasi ada
3 cara, yaitu : metode kalender, suhu basal, dan metode lendir serviks.

Diafragma
Diafragma merupakan suatu alat yang berfungsi untuk mencegah sperma
mencapai serviks sehingga sperma tidak memperoleh akses ke saluran alat
reproduksi bagian atas (uterus dan tuba fallopi). Angka kegagalan
diafragma 4-8% kehamilan.

Spermicida
Spermicida adalah suatu zat atau bahan kimia yang dapat mematikan dan
menghentikan gerak atau melumpuhkan spermatozoa di dalam vagina,
sehingga tidak dapat membuahi sel telur. Spermicida dapat berbentuk
tablet vagina, krim dan jelly, aerosol (busa/foam), atau tisu KB. Cukup
efektif apabila dipakai dengan kontrasepsi lain seperti kondom dan
diafragma.

b
1

Kontrasepsi Hormonal
Pil KB
Suatu cara kontrasepsi untuk wanita yang berbentuk pil atau tablet yang
berisi gabungan hormon estrogen dan progesteron (Pil Kombinasi) atau
hanya terdiri dari hormon progesteron saja (Mini Pil). Cara kerja pil KB

menekan ovulasi untuk mencegah lepasnya sel telur wanita dari indung
telur, mengentalkan lendir mulut rahim sehingga sperma sukar untuk
masuk kedalam rahim, dan menipiskan lapisan endometrium. Mini pil
dapat dikonsumsi saat menyusui. Efektifitas pil sangat tinggi, angka
kegagalannya berkisar 1-8% untuk pil kombinasi, dan 3-10% untuk mini
pil.
2

Suntik KB
Suntik KB ada dua jenis yaitu, suntik KB 1 bulan (cyclofem) dan suntik
KB 3 bulan (DMPA). Cara kerjanya sama dengan pil KB. Efek
sampingnya dapat terjadi gangguan haid, depresi, keputihan, jerawat,
perubahan berat badan, pemakaian jangka panjang bisa terjadi penurunan
libido, dan densitas tulang.

Implant
Implant adalah alat kontrasepsi yang disusupkan dibawah kulit, biasanya
dilengan atas. Cara kerjanya sama dengan pil, implant mengandung
levonogestrel. Keuntungan dari metode implant ini antara lain tahan
sampai 5 tahun, kesuburan akan kembali segera setelah pengangkatan.
Efektifitasnya sangat tinggi, angka kegagalannya 1-3%.

Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) / IUD


AKDR adalah alat kontrasepsi yang dimasukkan kedalam rahim yang
bentuknya bermacam-macam, terdiri dari plastik (polyethyline), ada yang
dililit tembaga (Cu), dililit tembaga bercampur perak (Ag) dan ada pula
yang batangnya hanya berisi hormon progesteron. Cara kerjanya,
meninggikan getaran saluran telur sehingga pada waktu blastokista sampai
ke rahim endometrium belum siap menerima nidasi, menimbulkan reaksi
mikro infeksi sehingga terjadi penumpukan sel darah putih yang
melarutkan blastokista, dan lilitan logam menyebabkan reaksi anti
fertilitas. Efektifitasnya tinggi, angka kegagalannya 1%.

c
1

Metoda Kontrasepsi Mantap (Kontap)


Tubektomi

Suatu kontrasepsi permanen untuk mencegah keluarnya ovum dengan cara


mengikat atau memotong pada kedua saluran tuba fallopi (pembawa sel
telur ke rahim), efektivitasnya mencapai 99 %.
2

Vasektomi
Vasektomi merupakan operasi kecil yang dilakukan untuk menghalangi
keluarnya sperma dengan cara mengikat dan memotong saluran mani (vas
defferent) sehingga sel sperma tidak keluar pada saat senggama,
efektifitasnya 99%. (Suratun, 2008)
Dalam skenario, pasien menggunakan kontrasepsi IUD. Kontrasepsi ini
memiliki dua jenis :

IUD Hormonal
IUD jenis ini menggunakan hormon progestin (progesteron sintetik). Cara
kerjanya adalah dengan melepaskan hormon secara konstan untuk
beberapa tahun. Hormon ini akan mencegah ovulasi dan menebalakan
mukus servix sehingga sperma tidak dapat lewat. Jika ada ovulasi dan
terjadi pelepasan ovum perubahan kondisi ini tetap akan mencegah
kehamilan karena; (1) Penebalan diniding serviks akan mencegah sperma
masuk ke dalam cavum uteri dan tuba fallopi (2) Dinding uterus yang
lengket akibat sekresi mukus tidak akan menjadi tempat yang optimal
untuk implantasi zigot dan pertumbuhannya. IUD jenis ini ada yang dapat

bertahan 3 tahun dan 5 tahun.


IUD Copper/Tembaga
IUD tembaga tidak menggunakan hormon melainkan semacam kawat dari
tembaga yang dililitkan ke rangka plastik IUD. Mekanisme utamanya
adalah dengan memblokir sperma. Selain itu tembaga juga merupakan
senyawa spermicidal yang akan membunuh sel-sel sperma. Kawat
tembaga ini akan menyebabkan uterus dan tuba fallopi memproduksi
cairan yang berisi sel darah putih, ion tembaga, enzim, dan prostaglandin.
Kombinasi ini juga bersifat toksik terhadap sperma sehingga metode ini

juga sangat efektif. Biasana IUD copper dapat digunakan selama 10 tahun
(WebMD, 2013).

Efek Samping IUD


1

Perdarahan
Perdarahan sedikit sedikit ini akan cepat berhenti. Jika pemasangan

IUD dilakukan sewaktu menstruasi , maka perdarahan yang sedikit


sedikit ini tidak akan diketahui oleh akseptor. Keluhan yang tersering
adalah menoragia, spotting metroragi.
Jika terjadi perdarahan banyak yang tidak dapat diatasi, sebaiknya
IUD dikeluarkan dan diganti dengan IUD yang mempunyai ukuran kecil.
Jika perdarahannya sedikit sedikit dapat diberikan pengobatan
konservatif dan jika perdarahan yang tidak terhenti dengan tindakan
tindakan tersebut, sebaiknya IUD diangkat dan di ganti dengan cara
kontrasepsi lain.
2. Rasa nyeri dan kejang di perut
Rasa nyeri dan kejang di perut dapat terjadi segera setelah
pemasangan IUD. Biasanya rasa nyeri ini berangsur angsur hilang
dengan sendirinya. Rasa nyeri dapat dikurangi atau dihilangkan dengan
pemberian analgetik. Jika keluhan terus berlangsung, sebaiknya IUD
dikeluarkan dan diganti dengan IUD yang mempunyai ukuran yang lebih
kecil.
3. Gangguan pada suami
Kadang kadang suami dapat merasakan adanya benang IUD
sewaktu bersenggama. Disebabkan oleh benang IUD yang keluar dari
porsio uteri terlalu pendek atau terlalu panjang. Untuk menghilangkan
keluhan tersebut, sebaiknya benang IUD yang terlalu panjang dipotong
sampai kira kira 2 - 3 cm dari posio uteri, sedangkan jika benang IUD

terlalu pendek, sebaiknya IUD-nya diganti. Biasanya dengan cara tersebut,


keluhan suami akan hilang.
4. Ekspulsi
Ekspulsi IUD dapat terjadi untuk sebagian atau seluruhnya. Ekspulsi
biasanya terjadi sewaktu menstruasi dan dipengaruhi oleh :
a. Umur dan Paritas
Pada wanita muda, ekspulsi lebih sering terjadi daripada wanita yang
lebih tua begitu juga dengan paritas yang terlalu rendah, 1 atau 2,
kemungkinan ekspulsi dua kali lebih besar daripada paritas 5 atau lebih.
b. Lama Pemakaian
Terjadi paling sering pada tiga bulan pertama setelah pemasangan.
c. Ekspulsi Sebelumnya
Pada wanita yang pernah mengalami ekspulsi, maka pada
pemasangan kedua kalinya terjadi ekspulsi kira kira 50%. Jika terjadi
ekspulsi, pasangkanlah IUD dari jenis yang sama , tetapi dengan ukuran
yang lebih besar dari sebelumnya atau juga dapat diganti dengan IUD jenis
lain atau dipasang dua IUD.

d. Jenis dan Ukuran


Jenis dan ukuran IUD sangat mempengaruhi ekspulsi. Pada Lippes
Loop, makin besar ukuran IUD maka makin kecil kemungkinan terjadinya
ekspulsi.
e. Faktor Psikis
Oleh karena motilitas uterus dapat dipengaruhi oleh faktor psikis,
maka frekuensi ekspulsi lebih banyak dijumpai pada wanita wanita yang
8

emosional dan ketakutan. Maka kepada wanita wanita seperti ini penting
diberikan penerangan yang cukup sebelum dilakukan pemasangan IUD
(Hakimi, 2009).
2

Adakah kaitan KB 9 tahun dengan keluhan?


Seperti yang telah kita ketahui, penggunaan KB IUD mempunyai batas
waktu tertentu, ada yang 3 tahun, 5 tahun, dan 10 tahun. Namun kadangkadang waktunya tidak pas seperti teori karena beberapa faktor. KB IUD
yang digunakan oleh pasien selama 9 tahun kemungkinan mengalami
penurunan kualitas karena telah dipakai cukup lama dan terkadang IUD dapat
melukai jaringan sekitarnya sehingga timbul erosi.
Berdasarkan skenario, erosi yang dimaksud adalah erosi portio. Erosi
portio ialah adanya keabnormalan disekitar ostium uteri eksternum berwarna
merah menyala dan agak mudah berdarah. Erosi portio dapat disebabkan
karena cervicitis kronis. Penyakit ini dijumpai pada sebagian besar wanita
yang pernah melahirkan. Luka-luka kecil maupun besar pada serviks karena
partus atau abortus memudahkan masuknya kuman-kuman ke dalam
endoserviks dan kelenjar-kelenjarnya lalu menyebabkan infeksi menahun.
Berdasarkan derajatnya erosi portio dapat dibagi menjadi :
1

erosi ringan : meliputi 1/3 total area portio

erosi sedang : meliputi 1/3-2/3 total area portio

erosi berat : meliputi 2/3 total area portio

Etiologi Erosi Portio :


Keterpaparan suatu benda pada saat pemasangan Alat Kontrasepsi
Dalam Rahim (AKDR). Pemasangan alat kontrasepsi yang digunakan tidak
steril dapat menyebabkan terjadinya infeksi. AKDR juga mengakibatkan
bertambahnya volume dan lama haid dikarenakan darah merupakan media
subur untuk perkembangbiakan kuman penyuebab infeksi. Infeksi pada masa

reproduktif menyebabkan batas antara epitel canalis cervicalis dan epitel


portio berpindah, infeksi juga dapat menyebabkan menipisnya epitel portio
dan gampang terjadi erosi pada portio (hubungan seksual). Rangsangan luar
ini kadang menyebabkan epitel squamos complex di portio mati dan
digantikan oleh epitel silindris canalis cervicalis.
Patofisiologi Erosi Portio Pada Kasus :
Pada kasus dijelaskan bahwa pasien menggunakan kontrasepsi IUD.
Salah satu penyebab erosi portio adalah adanya rangsangan dari luar misalnya
IUD. IUD yang mengandung polyethilen yang sudah berkarat membentuk ion
Ca

yang

bereaksi

dengan

ion

sel

PO4-

sehat

menyebabkan

denaturasi/koagulasi membran sel sehingga terjadilah erosi portio. Selain itu


bisa juga disebabkan oleh gesekan benang IUD yang mengiritasi jaringan
lokal dan menyebabkan sel superfisialis terkelupas sehingga terjadi erosi
portio. Selain itu posisi IUD yang tidak tepat dapat menyebabkan reaksi
radang non spesifik sehingga menimbulkan sekresi sekret vagina yang
berlebih dan menyebabkan sel superfisialis menjadi lebih rentan dan
terjadilah erosi portio. Erosi portio dapat memicu tumbuhnya bakteri patogen.
Apabila sampai kronis dapat menyebabkan keganasan leher rahim.
Adanya infeksi dapat menyebabkan epitel portio menipis sehingga
mudah

mengalami

erosi

yang

ditandai

dengan

sekret

bercampur

darah, metrorhagia, ostium uteri eksternum tampak kemerahan, sekret juga


bercampur dengan nanah, dan ditemukan ovula naboti.

Penanganan :
Erosi

dapat

ditangani

dengan

obat

keras

seperti

AgNO3

10%

atau Albothyl yang menyebabkan nekrosis epitel silindris dengan harapan


bahwa epitel tersebut akan digantikan oleh epitel squamos comples.
3

Penyebab-penyebab keputihan
10

Fisiologis
Keputihan yang bersifat normal (fisiologis) pada perempuan normalnya
hanya ditemukan pada daerah porsio vagina. Sekret patologik biasanya
terdapat pada dinding lateral dan anterior vagina. Keputihan fisiologis terdiri
atas cairan yang kadang-kadang berupa mukus yang mengandung banyak
epitel dengan leukosit yang jarang. Sedangkan pada keputihan yang patologik
terdapat banyak leukosit. Keputihan yang fisiologis dapat ditemukan pada:

Waktu disekitar menarche karena mulai terdapat pengaruh estrogen;

keputihan ini dapat menghilang sendiri.


Wanita dewasa apabila ia dirangsang sebelum atau saat koitus. Hal ini

disebabkan oleh pengeluaran transudat dari dinding vagina.


Waktu disekitar ovulasi, sekret dari kelenjar-kelanjar serviks uteri

menjadi lebih encer.


Pengeluaran sekret dari kelenjar-kelenjar serviks uteri juga bertambah
pada wanita dengan penyakit menahun, dengan neurosis, dan pada
wanita dengan ektropion porsionis uteri

Faktor konstitusi
Keputihan juga dapat disebabkan oleh faktor konstitusi misalnya kelelahan,
stres emosional, ada masalah dalam keluarga atau pekerjaan, bisa juga karena
penyakit yang melelahkan seperti gizi yang rendah ataupun diabetes, status
imunologis yang menurun, penggunaan obat-obatan, dan diet tidak seimbang
juga dapat menyebabkan keputihan terutama diet dengan jumlah gula yang
berlebihan karena kelebihan gula merupakan faktor pemperburuk keputihan.
Selain itu, diet juga memegang peranan penting untuk mengendalikan infeksi
jamur. Dengan makanan yang cukup gizi, bisa membantu tubuh kita
memerangi infeksi dan mencegah keputihan vagina yang berlebihan. Hindari
makanan yang banyak mengandung karbohidrat dengan kadar gula tinggi
seperti tepung, sereal, dan roti. Makanan dengan jumlah gula yang berlebihan
dapat menimbulkan efek negatif pada bakteri yang bermanfaat yang tinggal di
dalam vagina. Selaput lendir dinding vagina mengeluarkan glikogen, suatu
senyawa gula. Bakteri yang hidup di vagina disebut lactobacillus (bakteri

11

baik) meragikan gula ini menjadi asam laktat. Proses ini menghambat
pertumbuhan jamur dan menahan perkembangan infeksi vagina. Gula yang
dikonsumsi berlebihan dapat menyebabkan bakteri lactobacillus tidak dapat
meragikan semua gula kedalam asam laktat dan tidak dapat menahan
pertumbuhan penyakit, maka jumlah menjadi meningkat dan jamur atau
bakteri perusak akan bertambah banyak.
Keputihan patologis akibat infeksi diakibatkan oleh infeksi alat
reproduksi bagian bawah atau pada daerah yang lebih proksimal, yang bisa
disebabkan oleh infeksi gonokokus, trikomonas, klamidia, treponema,
candida, human papiloma virus, dan herpes genitalis.(Sastrawinata, 2004)
5

Terapi awal bagi pasien


Terapi awal terkait keluhan pasien
Tujuan terapi awal pada kasus skenario bertujuan antara lain untuk

Mencegah komplikasi.
Yaitu dengan cara melepas IUD. Penggunaan IUD dadpat meningkatkan
insidensi penyakit radang panggul. Pada Vaginosis bakterial yang merupakan
salah satu penyebab infeksi radang panggul lebih sering dijumpai pada
pemakai KDR (alat kontrasepsi dalam rahim) dibanding kontrasepsi lainnya.

Mencegah syok
Peningkatan suhu (demam) yang terlalu tinggi yang diakibatkan oleh infeksi
dapat menyebabkan syokm sehingga salah satu terapi yang dapat diberikan
adalah pemberian antipiretik.

Memperbaiki keadaan umum pasien


Perbaikan keadaan umum pasien meliputi terapi cairan (yaitu dengan infus)
agar pasien tidak dehidrasi.

Mengurangi rasa sakit

12

Mengurangi rasa sakit yaitu dengan pemberian analgesik.


e

Kultur bakteri penyebab serta pemberian antibiotik


Disamping memperbaiki keadaan umum pasien, kultur bakteri dan pemberian
antibiotik yang tepat merupakan terapi definitif untuk penyakit infeksi seperti
penyakit radang panggul. Pemberian antibiotik dengan spektrum luas
sebaiknya dihindari untuk mencegah timbulnya resistensi, mengingat infeksi
mungkin disebabkan oleh lebih dari 1 macam bakteri (Hakimi, 2009).

Pelepasan KB IUD
Dalam skenario dokter menyarankan untuk melepas IUD. Pengeluaran IUD
dilakukan atas berbagai indikasi:
-

Indikasi medis (medical removal), seperti perdarahan yang hebat atau


berlangsung lama, nyeri hebat, hamil dengan IUD insitu, peradangan
panggul, berat badan berkurang banyak, dan sebagainya

Atas permintaan suami istri

IUD telah kadaluarsa

Akseptor bercerai atau suami meninggal

Tukar atau pindah cara misalnya dengan kontrasepsi mantap

Translokasi IUD

Wanita-wanita yang menjadi reseptor AKDR pada sel-sel serviks mengalami


perubahan. Perubahan sel yang terjadi ini adalah sebagai akibat dari reaksi sel
skuamosa dari ektoserviks, sel kolumner dari endoserviks, terhadap adanya
benang AKDR di serviks uteri dan AKDR pada rahim (Daulay D, 2001).
Berdasarkan pemeriksaan fisik yang dilakukan teraba massa kistik di adnexa
kiri. Hal ini kemungkinan adanya lesi prakanker serviks uteri terdiri atas
13

Neoplasia Intraepitelial Serviks (NIS) atau Cervcical Intraepitelial Neoplatia


(CIN) dari sel epitel skuamosa serviks dan sel epitel kelenjar serviks. Lesilesi yang dinyatakan dengan CIN disebut sebagai displasia. Dispalsia secara
sitologi dibagi menjadi :
a

Displasia ringan adalah sel-sel besar poligonal berukuran kurang lebih


sebesar sel intermediet normal dan sitoplasma basofilik atau orengeofilik.
Inti sedikit membesar, dengan kromatin granul halus, biasanya

bereksfoliasi sebagai sel-sel tunggal atau tersendiri.


Displasia sedang adalah sel-sel yang lebih kecil, ukuran lebih sebesar sel
intermediet kecil atau sel prabasal. Sel menunjukkan pembesaran initi,
kadang-kadang sedikit hiperkromatik dan membran inti teratur.
Sitoplasma sering basofilik, kadang-kadag barvakuolisasi menyerupai

sel-sel yang berasal dari endoserviks atau sel metaplastik.


Displasia berat terdiri atas sel-sel berukura kecil dan sering kali
bentuknya memanjang. Sel ini menunukkan pembesaran inti yang nyata,
sehingga rasio inti sitoplasma meningkat, hiperkromatik dan kromatin
menggumpal serta padat.
Namun dugaan ini belum dapat ditegakkan tanpa adanya pemeriksaan

papsmear.
Papsmear dan USG
USG
USG digunakan untuk melihat gambaran alat tubuh, bentuk, ukuran, gerakan,
hubungan dengan daerah sekitarnya.
Indikasi :
1 Menilai lokasi dari Alat Kontrasepsi Dalam Rahim
2 Apabila teraba massa dalam daerah pelvis
3 Menentukan usia kehamilan
4 Terdapat daerah perdarahan
5 Kehamilan ektopik
Pada skenario dokter menyarankan USG untuk menilai lokasi AKDR dan
melihat masa di dalam daerah pelvis.

14

PAPSMEAR
A. DEFINISI
Tes Pap Smear adalah pemeriksaan sitologi dari serviks dan porsio untuk
melihat adanya perubahan atau keganasan pada epitel serviks atau porsio
(displasia) sebagai tanda awal keganasan serviks atau prakanker.
Manfaat Pap Smear secara rinci dapat dijabarkan sebagai berikut:

Diagnosis dini keganasan


Pap Smear berguna dalam mendeteksi dini kanker serviks, kanker korpus
endometrium, keganasan tuba fallopi, dan mungkin keganasan ovarium.

Perawatan ikutan dari keganasan


Pap Smear berguna sebagai perawatan ikutan setelah operasi dan setelah
mendapat kemoterapi dan radiasai.

Interpretasi hormonal wanita


Pap Smear bertujuan untuk mengikuti siklus menstruasi dengan ovulasi
atau tanpa ovulasi, menentukan maturitas kehamilan, dan menentukan
kemungkunan keguguran pada hamil muda.

Menentukan proses peradangan


Pap Smear berguna untuk menentukan proses peradangan pada berbagai
infeksi bakteri dan jamur.

B. PROSEDUR PEMERIKSAAN PAP SMEAR


Prosedur pemeriksaan Pap Smear adalah:
1

Persiapan alat-alat yang akan digunakan, meliputi spekulum bivalve


(cocor bebek), spatula Ayre, kaca objek yang telah diberi label atau tanda,
dan alkohol 95%.

Pasien berbaring dengan posisi litotomi.

Pasang spekulum sehingga tampak jelas vagina bagian atas, forniks


posterior, serviks uterus, dan kanalis servikalis.

Periksa serviks apakah normal atau tidak.


15

Spatula dengan ujung pendek dimasukkan ke dalam endoserviks, dimulai


dari arah jam 12 dan diputar 360 searah jarum jam.

Sediaan yang telah didapat, dioleskan di atas kaca objek pada sisi yang
telah diberi tanda dengan membentuk sudut 45 satu kali usapan.

Celupkan kaca objek ke dalam larutan alkohol 95% selama 10 menit.

Kemudian sediaan dimasukkan ke dalam wadah transpor dan dikirim ke


ahli patologi anatomi.

C. INTERPRETASI HASIL PEMERIKSAAN PAP SMEAR


Terdapat banyak sistem dalam menginterpretasikan hasil pemeriksaan Pap
Smear, sistem Papanicolaou, sistem Cervical Intraepithelial Neoplasma
(CIN), dan sistem Bethesda.
Klasifikasi Papanicolaou
Hasil pemeriksaan dibagi menjadi 5 kelas yaitu:
a. Kelas I : tidak ada sel abnormal.
b. Kelas II : terdapat gambaran sitologi atipik, namun tidak ada indikasi
adanya keganasan.
c. Kelas III : gambaran sitologi yang dicurigai keganasan, displasia ringan
sampai sedang.
d. Kelas IV : gambaran sitologi dijumpai displasia berat.
e. Kelas V : keganasan.
Klasifikasi CIN
a

CIN I merupakan dysplasia ringan di mana ditemukan sel neoplasma

pada <1/3lapisan epitelium.


CIN II merupakan dysplasia sedang di mana melibatkan 1/3-2/3 lapisan

epitelium.
CIN III merupakan dysplasia berat/ karsinoma in situ di mana telah
mengenai 2/3-seluruh lapisan epitel tetapi membrane basalisnya masih
utuh

Klasifikasi Bethesda

16

Sel skuamosa
a. Atypical Squamous Cells Undeterminated Significance (Ascus)
b. Low Grade Squamous Intraepithelial Lesion (Lisl)
c. High Grade Squamous Intraepithelial Lesion (Hsil)
d. Squamous Cell Carcinoma.
Sel glandular
a. Atypical Endocervical Cells
b. Atypical Endometrial Cells
c. Atypical Glandular Cells
d. Adenocarcinoma Endocervical In Situ
e. Adenocarcinoma Endocerviks
f. Adenocarcinoma Endometrium
g. Adenocarcinoma Extrauterin
h. Adenocarcinoma yang tidak bisa ditentukan asalnya (nos)

Proses timbulnya massa kistik


Massa kistik dapat terjadi akibat beberapasebab sebagai berikut :
Tumor
Kondisi genetic
Infeksi
Defek perkembangan embryo
Defek pada sel
Kondisi inflamasi kronis
Tersumbatnya saluran duktus
Parasit (eMedicine, 2014).
Pada kasus di skenario kemungkinan pasien mengalami pembentukan kista
akibat kondisi inflamasi kronis dimana Ia telah mengeluh sakit sejak 6 bulan.
Pembentukan ini adalah akibat dari proses peradangan. Saat tubuh terinfeksi
bakteri ada bakteri-bakteri yang melepaskan toksin yang akan merusak
jaringan dan terbentuk lubang/kawah dalam jaringan. Infeksi ini akan
mengaktifkan sistim imun sehingga terjadi pelepasan sel darah putih dan
cytokine untuk memerangi bakteri. Pada proses ini beberapa jaringan mati dan
terbentuk kawah/lubang yang akan terisi oleh pus sehingga terjadi Abscess.
Discharge pus yang terkumpul pada kawah jaringan yang rusak dapat
terkumpul menjadi massa kistik atau mengalami pengerasan/pengendapan
menjadi massa yang solid (Patient UK, 2013).

10 Penyebab terjadinya demam

17

Demam merupakan manifestasi klinik dari infeksi. Berdasarkan skenario


diketahui bahwa pasien menggunakan KB IUD. Efek samping dari KB ini
adalah rusaknya mukosa akibat luka yang ditimbulkan dengan pemasangan
AKDR. Rusaknya barier mukosa mengakibatkan akses bakteri untuk masuk
ke dalam organa genitalia feminina interna lebih mudah. Kolonisasi dari
kuman mengeluarkan protein pirogen eksogen yang akan memicu terjadinya
demam pada pasien (Sherwood, 2012). Demam merupakan salah satu tanda
terjadinya infeksi dimana terjadi stimulasi Toll-like Receptor (TLR) oleh
produk mikrobial atau dikeluarkannya cytokine IL-1, TNF-, dan IL-6 yang
memicu demam dengan adanya Cyclooxygenase-2, dan aktivasi Prostaglandin
E2 di hipothalamus. (Dinarello, 2008)

11 Hubungan P2A0 dengan keluhan


Riwayat melahirkan 2x pada pasien memungkinkan terjadinya erosi portio
sehingga dapat menyebabkan cervicitis kronis pada wanita yang pernah
melahirkan. Hal ini terjadi karena saat proses melahirkan dapat terjadi luka
kecil maupun besar pada jalan lahir pasien.
Pasien belum pernah mengalami abortus, sehingga tidak ada kaitannya.
Namun, jika pasien pernah abortus akan mempengaruhi keluhan. Karena
abortus memudahkan masuknya kuman ke serviks, sehingga dapat terjadi
infeksi menahun. Jalurnya bisa ascenden (penurunan efikasi mukosa serviks
menyebabkan

peradangan)

maupun

descenden

(berasal

dari

saluran

gastrointestinal)

18

D. Langkah IV : Menginventarisasi permasalahan secara sistematis dan


pernyataan sementara mengenai permasalahan pada langkah III.

Usia

P2A0

KB IUD

Jenis-jenis KB
Indikasi
Kontraindikasi
Efek Samping

Pasien

Keluhan

Penyebab

Anamnesis Pemeriksaan Fisik


Pemeriksaan Pemeriksaan
Bimanual
Penunjang

Terapi
Awal

Papsmear

USG

Differential diagnostic dan Diagnosis

Terapi

19

E. Langkah V : Merumuskan tujuan pembelajaran.


1. Bagaimana interpretasi pemeriksaan fisik pada pasien dan apa penyebab
ketidaknormalan pada pemeriksaan fisik?
2. Apa diagnosis banding skenario ini? Jelaskan!
3. Apa maksud dari dislokasi dan translokasi IUD?
4. Jelaskan tentang vaginal swab!
F. Langkah VI : Mengumpulkan informasi baru.
G. Langkah VII : Melaporkan, membahas, dan menata kembali informasi baru
yang diperoleh.
1. Interpretasi pemeriksaan fisik pada pasien dan penyebab
ketidaknormalan pada pemeriksaan fisik
a. Discharge putih kekuningan dan berbau

menunjukan

adanya

kemungkinan akibat infeksi Trichomonas vaginalis.


b. Sudah sejak 6 bulan lalu menunjukan pasien sudah mengalami fase
kronis.
c. Demam 38 oC merupakan salah satu tanda terjadinya infeksi dimana
terjadi stimulasi Toll-like Receptor (TLR) oleh produk mikrobial atau
dikeluarkannya cytokine IL-1, TNF-, dan IL-6 yang memicu demam
dengan adanya Cyclooxygenase-2, dan aktivasi Prostaglandin E2 di
hipothalamus. (Dinarello, 2008)
d. Abdomen regio iliaca dextra terasa supel, nyeri tekan, dan ada masa
kistik 8 cm, mobile, permukaan rata. Rasa nyeri ini kemungkinan
diakibatkan karena adanya inflamasi di daerah iliaca dextra tepatnya
pada adnexa yaitu tubafallopi dan ovarium. Selain itu ditemukan masa
kistik, mobile, dengan permukaan rata. Hal ini menunjukkan bahwa
benjolan ini bukan keganasan yang biasanya mempunyai permukaan
tidak beraturan. Karena itulah dicurigai bahwa pasien ini menderita
Tuba Ovarium Abses (TOA) dengan gejala-gejala yang muncul.
e. Tidak ditemukan darah menunjukan tidak ada perdarahan maupun
trauma.
f. Saat masa digerakkan portio tidak ikut bergerak dapat disimpulkan
massa tidak berada di uterus tetapi di adnexa.
2. Diagnosis banding pada skenario

20

a. Chronic Cervicitis
Etiologi
Servisitis disebabkan oleh kuman-kuman seperti : Trichomonas
vaginalis, Candida sp dan mikoplasma ataupun mikroorganisme aerob
dan anaerob endogen vagina seperti Streptococcus sp, Enterococus sp,
E.coli,

dan

Stapilococus

sp.

Kuman-kuman

ini

menyebabkan

deskuamasi pada epitel gepeng dan perubahan inflamasi kromik dalam


jaringan serviks yang mengalami trauma.
Dapat juga disebabkan oleh robekan serviks terutama yang
menyebabkan ektropion, alat-alat atau alat kontrasepsi, tindakan
intrauterine seperti dilatasi, dan lain-lain.
Gejala Klinis
1) Flour (keputihan) hebat, biasanya kental atau purulent dan biasanya
berbau.
2) Sering menimbulkan erusio ( eritroplaki ) pada portio yang tampak
seperti daerah merah menyala.
3) Pada pemeriksaan inspekulo kadang-kadang dapat dilihat flour yang
purulen keluar dari kanalis servikalis. Kalau portio normal tidak ada
ektropion, maka harus diingat kemungkinan gonorrhoe
4) Sekunder dapat terjadi kolpitis dan vulvitis.
5) Pada servisitis kroniks kadang dapat dilihat bintik putih dalam
daerah selaput lendir yang merah karena infeksi. Bintik-bintik ini
disebabkan oleh ovulonobothi dan akibat retensi kelenjer-kelenjer
serviks karena saluran keluarnya tertutup oleh pengisutan dari luka
serviks atau karena peradangan.
6) Gejala-gejala non spesifik seperti dispareuni, nyeri punggung, dan
gangguan kemih.
7) Perdarahan saat melakukan hubungan seks.
Klasifikasi
a) Servisitis Akuta
Infeksi yang diawali di endoserviks dan ditemukan pada gonorrhoe,
infeksi postabortum, postpartum, yang disebakan oleh Streptococcus sp,
Stapilococus sp, dan lain-lain. Portio merah dan membengkak dan

21

mengeluarkan cairan mukopurulen, akan tetapi gejala-gejala pada


serviks biasanya tidak seberapa tampak ditengah-tengah gejala lain dari
infeksi yang bersangkutan.
Pengobatan diberikan dalam rangka pengobatan infeksi tersebut.
Penyakitnya dapat sembuh tanpa bekas atau dapat menjadi kronika.
b) Servisitis Kronika
Penyakit ini dijumpai pada sebagian wanita yang pernah melahirkan.
Luka-luka kecil atau besar pada servik karena partus atau abortus
memudahkan masuknya kuman-kuman ke dalam endoserviks serta
kelenjar-kelenjarnya sehingga menyebabkan infeksi menahun.
Beberapa gambaran patologis dapat ditemukan :
1) Serviks kelihatan normal, hanya pada pemeriksaan mikroskopis
ditemukan infiltrasi leukosit dalam stroma endoserviks. Servisitis ini
tidak menimbulkan gejala, kecuali pengeluaran sekret yang agak putihkuning.
2) Portio uteri disekitar ostium uteri eksternum tampak daerah kemerahmerahan yang tidak dipisahkan secara jelas dari epitel portio
disekitarnya, sekret yang dikeluarkan terdiri atas mukus bercampur
nanah.
3) Sobeknya pada serviks uteri disini lebih luas dan mukosa endoserviks
lebih kelihatan dari luar (ekstropion). Mukosa dalam keadaan demikian
mudah terkena infeksi dari vagina. Karena radang menahun, serviks bisa
menjadi hipertropis dan mengeras, secret mukopurulen bertambah
banyak.
Diagnosis Banding
Karsinoma, lesi tuberkulosis, herpes progenitali.

22

Pemeriksaan Khusus
1) Pemeriksaan dengan spekulum.
2) Sediaan hapus untuk biakan dan tes kepekaan.
3) Pap smear.
4) Biakan damedia.
5) Biopsi.
Penatalaksanaan
1) Antibiotika terutama kalau dapat ditemukan Gonococcus dalam
secret
2) Kalau cervicitis tidak spesifik dapat diobati dengan rendaman dalam
AgNO3 10 % dan irigasi.
3) Erosi dapat disembuhkan dengan obat keras seperti, AgNO3 10 %
atau Albothyl yang menyebabkan nekrosis epitel silindris dengan
harapan bahwa kemudian diganti dengan epitel gepeng berlapis
banyak
Servisitis kronika pengobatannya lebih baik dilakukan dengan jalan
kauterisasi-radial dengan termokauter atau dengan krioterapi.
Prognosis
Biasanya baik, namun dapat kambuh.

b. Pelvic Inflammatory Disease


Penyakit radang panggul (PID : Pelvic Inflammatory Disease)
adalah infeksi pada alat genital atas. Proses penyakitnya dapat meliputi
endometrium, tuba fallopii, ovarium, miometrium, parametria, dan
peritoneum panggul. PID adalah infeksi yang paling penting dan
merupakan komplikasi infeksi menular seksual yang paling biasa.

23

Secara epidemiologik di Indonesia insidennya diekstrapolasikan


sebesar lebih dari 850.000 kasus baru setiap tahun. PID merupakan
infeksi serius yang paling biasa pada perempuan umur 16 sampai 25
tahun.
Ada kenaikan insidensi PID dalam 2 sampai 3 dekade yang lalu,
disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain adat istiadat sosial yang
lebih liberal, dan insidensi patogen menular seksual seperti C.
Trichomatis, dan pemakaian metode kontrasepsi bukan rintangan yang
lebih luas seperti alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR).
Kurang lebih 15% kasus PID terjadi setelah tindakan seperti
biopsi endometrium, kuretase, histeroskopi, dan insersi AKDR. Delapan
puluh lima persen kasus terjadi infeksi spontan pada perempuan usia
reproduksi yang secara seksual aktif.
Seperti endometritis, PID disebabkan penyebaran infeksi melalui
serviks. Meskipun PID terkait dengan infeksi menular seksual alat
genital bawah tetapi prosesnya polimikrobial.
Salah satu teori patofisiologi adalah bahwa organisme menular
seksual seperti N. Gonorrhoeae atau C. Trachomatis memulai proses
inflamasi akut yang menyebabkan kerusakan jaringan sehingga
memungkinkan akses oleh organisme lain dari vagina atas serviks ke alat
genital atas.
Aliran darah menstruasi dapat mempermudah infeksi pada alat
genital atas dengan menghilangkan sumbat lendir serviks, menyebabklan
hilangnya

lapisan

endometrium,

dan

efek

protektifnya

serta

menyediakan medium yang baik untuk bakteri yaitu darah menstruasi.


Biakan endoserviks yang positif untuk patogen tertentu tidak
selalu ada kaitannya dengan biakan intraabdominal yang positif.

24

Isolat yang diperoleh langsung dari alat genital atas meliputi


berbagai macam bakteria, termasuk C. Trachomatis, N. Gonorrheae, dan
banyak bakteria aerobik dan anaerobik lainnya.
Pencegahan lebih ditekankan pada terapi agresif terhadapinfeksi
alat genital bawah dan terapi agresif dini terhadap infeksi alat genital
atas. Ini akan mengurangi insidensi akibat buruk jangka panjang. Terapi
pasangan seks dan pendidikan penting untuk mengurangi angka kejadian
kekambuhan infeksi.
Baik penelitian klinis maupun laboratoris telah menunjukkan
bahwa pemakaian kontrasepsi mengubah risiko relatif terjadinya PID.
Metode kontrasepsi mekanis memberikan obstruksi mekanis
ataupun rintangan kimiawi. Bahan kimia yang dipakai sebagai
spermisida bersifat letal baik untuk bakteria maupun virus.
Ada hubungan antara pemakaian kontrasepsi pil dengan insidensi
PID yang lebih rendah dan perjalanan infeksi yang lebih ringan kalau
terjadi infeksi. Efek protektifnya tidak jelas, tetapi mungkin terkait
dengan perubahan pada konsistensi lendir serviks, menstruasi yang lebih
pendek, atau atropi endometrium.
Faktor Risiko
1) Riwayat PID sebelumnya.
2) Banyak pasangan seks, didefinisikan sebagai lebih dari dua pasangan
dalam waktu 30 hari, sedangkan pada pasangan monogami serial
tidak didapatkan risiko yang meningkat.
3) Infeksi oleh organisme menular seksual, dan sekitar 15% pasien
dengan gonorrhea anogenital tanpa komplikasi akan berkembang
menjadi PID pada akhir atau segera sesudah menstruasi.
4) Pemakaian AKDR dapat meningkatkan risiko PID tiga sampai lima
kali. Risiko PID terbesar terjadi pada waktu pemasangan AKDR dan
dalam 3 minggu pertama setelah pemasangan.

25

Gejala dan Diagnosis


Keluhan/gejala yang paling sering dikemukakan adalah nyeri
abdominopelvik. Keluhan lain bervariasi, antara lain keluarnya cairan
vagina atau perdarahan, demam dan menggigil, serta mual dan disuria.
Demam terlihat pada 60% sampai 80% kasus.
Diagnosis PID sulit karena keluhan dan gejala-gejala yang
dikemukakan sangat bervariasi. Pada pasien dengan nyeri tekan serviks,
uterus, dan adneksa, PID didiagnosis dengan akurat hanya sekitar 65%.
Karena akibat buruk PID terutama infertilitas dan nyeri panggul kronik,
maka PID harus dicurigai pada perempuan berisiko dan diterapi secara
agresif. Kriteria diagnosis dari CDC dapat membantu akurasi diagnosis
ketepatan terapi.
Kriteria minimum untuk diagnosis klinis (ketiga-tiganya harus ada) :
o Nyeri gerak serviks.
o Nyeri tekan uterus.
o Nyeri tekan adneksa.
Kriteria tambahan :
o Suhu oral > 38,3C.
o Cairan serviks atau vagina tidak normal mukopurulen.
o Lekosit dalam jumlah banyak pada pemeriksaan mikroskop sekret
vagina dengan salin.
o Kenaikan laju endap darah.
o Protein reaktif C meningkat.
o Dokumentasi laboraturium infeksi serviks oleh N. Gonorrhoeae
atau C. Trichomatis.
Kriteria diagnosis PID paling spesifik :
o Biopsi endometrium disertai bukti histopatologis endometritis.
o USG transvaginal atau MRI memperlihatkan tuba menebal penuh
berisi cairan dengan atau tanpa cairan bebas di panggul atau
kompleks tubo-ovarial atau pemeriksaan Doppler menyarankan
infeksi panggul. Pada pemeriksaan akan tampak ketebalan
dinding tuba uterina lebih dari 5 mm, adanya septa inkomplit
dalam tuba, cairan mengisi tuba uterina, dan tanda cogwheel.
Tuba uterina normal biasanya tidak terlihat pada USG.
o Hasil pemeriksaan laparoskopi yang konsisten dengan PID.
26

(Saifudin, 2002)

c. Tubo-Ovarian Abcess (TOA)


Tubo-ovarian Abscess (TOA) merupakan salah satu jenis Pelvic
Inflammatory Disease (PID). PID merupakan istilah umum untuk
infeksi/inflamasi pada organ genital wanita bagian atas dan jaringan di
sekitarnya. TOA sering terjadi akibat infeksi polimiktobial (banyak
bakteri) dan sering didominasi bakteri anaerob. TOA pada kasus
kemungkinan disebabkan karena masuknya bakteri lewat jaringan yang
erosi melalui pembuluh darah uterus karena seperti yang kita ketahui
pembuluh darah uterus, ovarium (Rr. Ovarica A. Uterina), dan tuba
uterina (Rr. Tubarius A. Uterina) tersambung. Bakteri yang masuk akan
sampai di tuba dan ovarium kemudian merusak jaringan sekitarnya.
Infeksi ini akan mengaktifkan sistim imun sehingga terjadi pelepasan sel
darah putih dan cytokine untuk memerangi bakteri. Pada proses ini
beberapa jaringan mati dan terbentuk kawah/lubang yang akan terisi
oleh pus sehingga terbentuk abscess. Discharge pus yang terkumpul
pada kawah jaringan yang rusak dapat terkumpul menjadi massa kistik
atau mengalami pengerasan/pengendapan menjadi massa yang solid.
Gejala
Demam (kadang tidak ada).
Jumlah sel darah putih naik (kadang tidak ada).
Nyeri bagian bawah abdomen dan daerah pelvis.
Vaginal discharge.
Gambaran radiologi
Tubo-ovarian Complex (TOC) : apabila struktur tuba dan ovarium
dapat dibedakan pada massa inflamatorik.
Tubo-ovarian Abscess (TOA) : struktur tuba dan ovarium susah
dibedakan pada massa inflamatorik.

27

Gambaran USG
Terlihat gambaran multilokuler pada adnexa dengan adanya debris (sisa
jaringan), berbatas, dan berdinding tebal ireguler.
Biasanya bilateral namun dapat unilateral.
Terapi
Menggunakan antibiotik sesuai dengan organisme penyebab.
Drainase absses apabila resisten antibiotik dan ukuran abscess minimal
5 cm.
(Radiopaedia, 2014)

d. Bacterial Vaginosis
Terjadi akibat pertumbuhan bakteri yang berlebihan karena terganggunya
lingkungan normal pada daerah vagina
Gejala
Terjadi peningkatan discharge vagina.
Warna discharge putih/abu-abu.
Discharge tipis, encer, dan berbau amis.
Discharge bertambah banyak setelah koitus.
Terapi
Terapi biasanya menggunakan metronidazole. Saat mengonsumsi obat
ini sampa 48 jam setelah selesai tidak boleh minum alkohol karena akan
terjadi intoleransi berupa mual dan muntah-muntah.

e. Trichomoniasis
Disebabkan oleh infeksi Trichomonas vaginalis. Bakteri ini memiliki
flagel yang menyebabkan rasa gatal pada daerah genital. Bakteri ini
hampir selalu menyebar lewat hubungan seksual dan dapat bertahan
selama 24 jam di lingkungan lembab sehingga handuk basah bisa

28

menjadi

sarana

transmisi bakteri ini.


Gejala

Keluar

discharge

warna
kuning/kehijauan,

Gambar 1 Trichomonas Vaginalis

berbusa, bau amis.


Inflamasi
vulva/vagina.

Sering kencing.
Gatal.
Portio kemerahan.
Kadang didapatkan erosi.

Diagnosis
Pada pemeriksaan inspekulo dapat ditemukan vaginitis, dinding
dan portio nampak kemerahan pertanda terjadi peradangan. Banyaknya
fluor tergantung dari beratnya infeksi. Bisa terjadi komplikasi seperti
adneksitis, piosalphingitis, endometritis, infertilitas, serta ketuban pecah
dini yang dapat dialami oleh ibu hamil sehingga akan menyebabkan
berat bayi lahir rendah (BBLR).
Diagnosis pasti dapat ditegakkan apabila ditemukan parasit
Trichomoniasis vaginalis pada sekret vagina. Standar baku untuk
diagnosis adalah metode biakan air daging, PCR, dan PCR-ELISA (yang
paling optimal.
Terapi
Terapi biasanya menggunakan metronidazole. Saat mengonsumsi obat
ini sampa 48 jam setelah selesai tidak boleh minum alkohol karena akan
terjadi intoleransi berupa mual dan muntah-muntah.
Prognosis
Baik, asal pengobatan tepat.

29

f. Candidiasis.
Candida albicans merupakan salah satu flora normal di tubuh manusia.
Candidiasis terjadi akibat pertumbuhan jamur Candida albicans yang
banyak karena perubahan pH lingkungan atau turunnya daya tahan tubuh.
Gejala
Discharge vagina bertambah banyak berwarna putih.
Rasa gatal dan sensasi terbakar pada organ genital.
Kemerahan di kulit.
Terapi
Terapi dengan antifungal Nastatin atau Mycostatin.
g. Appendicitis
Appendicitis merupakan peradangan pada appendix, yaitu sebuah
jaringan berbentuk tubuler
yang menempel pada usus
besar. Fungsi dari appendix
sendiri

belum

diketahui

secara pasti, namun manusia


tetap

dapat

hidup

tanpa

adanya appendix.
Gambar 2 Lokasi anatomis
appendix

Appendicitis
disebabkan

oleh

obstuksi

lumen appendix. Paling sering oleh obstruksi karena hiperplasia limfoid


akibat Inflammatory Bowel Disease (IBD), infeksi, masuknya feses ke
dalam lumen appendix, masuknya benda asing, dan neoplasma.
Appendicitis merupakan kegawatdaruratan medis yang harus segera
tangani karena apabila tidak segera diangkat appendix akan pecah dan
menyebabkan perforasi, menyebarkan materi infeksius keluar ke dalam
cavitas abdominalis dan menyebabkan peritonitis.

30

Gejala
1
2
3
4

Nyeri bagian quadran kanan bawah abdomen


Nausea (pada sekitar 61-92% pasien)
Anorexia (pada sekitar 74-78%)
Muntah yang disebabkan karena rasa sakit. Apabila muntah sebelum

rasa sakit muncul menandakan obstruksi intestinum.


Diare atau konstipasi (pada sekitar 18% pasien)

Pemeriksaan fisik
1 Rebound tenderness
2 Ditemukan nyeri quadran kanan bawah pada 96% pasien tapi tidak
3
4
5

spesifik
Nyeri ketika diperkusi
Tes Rovsing sign positif menandakan iritasi peritoneal
Tes Obturator sign positif menandakan inflamasi appendix berada di

dalam hemipelvis kanan


Tes Dunphy sign positif menandakan peritonitis terlokalisasi

Treatment
1

Pasien dengan abscess kecil dapat dilakukan appendectomy setelah

pemberian antibiotik intravena setelah 4-6 minggu.


Pasien dengan abscess yang besar, dilakukan drainase dengan
pemberian antibiotik intravena. Biasanya pasien memakai kateter.

Appendectomy dapat dilakukan ketika fistula (lubang) telah tertutup.


Pasien dengan abscess multikompartemen harus segera melakukan
drainase abscess. (Medscape, 2014)

3. Dislokasi dan translokasi


Dislokasi IUD: berpindahnya posisi IUD di dalam uterus. Hal ini terjadi
ketika IUD tidak berada lagi di tempat yang seharusnya yaitu pada fundus
rongga uterus sehingga dapat tertanam pada dinding uterus. Dislokasi IUD
dapat menimbulkan komplikasi yang serius

bila tidak secepatnya

ditangani, yaitu ketika telah terjadi translokasi.


Translokasi IUD: berpindahnya IUD keluar dari uterus sehingga bisa
menyebabkan perforasi lalu masuk ke jaringan atau organ tubuh lain dan
menimbulkan komplikasi yang serius.

31

Gejala Klinis
Gejala yang timbul bila IUD mengalami dislokasi adalah
Nyeri abdomen
Nyeri ketika bersenggama.
Perdarahan diluar siklus menstruasi.
Sedangkan tanda terjadinya dislokasi IUD adalah terjadi kehamilan,
dimana perubahan posisi IUD yang bergeser ini 52% terjadi di leher rahim
sehingga mengurangi efektivitasnya.
Etiologi
Terjadinya dislokasi IUD kadang tidak diketahui secara pasti penyebabnya
atau idiopatik, tetapi diduga karena :
teknik pemasangan yang kurang hati-hati.
adanya infeksi pada uterus.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan dislokasi IUD adalah dengan dilakukannya Aff
IUD, kemudian diganti dengan IUD yang baru. Jika benang IUD tidak
dapat dilihat maka alat tersebut mungkin telah lepas atau telah menembus
uterus. Pada keadaan lain, mungkin terjadi kehamilan. Setelah
menyingkirkan kehamilan, rongga uterus diperiksa secara hati-hati
menggunakan klem atau menggunakan batang khusus dengan ujung
berkait untuk menarik kembali benang tersebut.
Jika benang tidak terlihat dan alat tersebut tidak teraba melalui
pemeriksaan rongga uterus secara hati-hati, ultrasonografi dapat digunakan
untuk memastikan bahwa alat tersebut berada di dalam uterus. Jika tidak
meyakinkan atau jika tidak ada alat yang terlihat, maka foto polos
abdomen dan pelvis dilakukan, sebelumnya masukan terlebih dahulu
sonde ke dalam rongga uterus sebagai tanda letak cavum uterus di dalam
foto polos tersebut. Computed Tomography (CT) Scan, Magnetic
Resonance Imaging (MRI), dan histeroskopi merupakan alternatif lainnya.
Pendapat Ahli
Sikap sebagian besar ahli IUD mengenai translokasi ini adalah sebagai
berikut:

32

1) Karena IUD tertutup (closed IUD) yang sudah berulang dapat


menimbulkan

obstruksi

usus

(Ileus),

maka

sebaiknya

segera

dikeluarkan dengan jalan laparoskopi, kuldoskopi atau minilaparotomi.


2) IUD yang mengandung ion-ion tembaga (Copper), karena dapat
menimbulkan perlekatan-perlekatan organ dalam perut, maka sebaiknya
segera dikeluarkan seperti di atas.
3) Sedangkan pada IUD jenis dan bentuk terbuka (open IUD), jika tidak
ada gejala dan akseptor dapat diberi pengertian, pengeluaran IUD tidak
perlu dilakukan terburu-buru. Kecuali bila oleh karena ini akseptor
menjadi tidak tenang, dan meminta dikeluarkan, maka kita wajib
mengeluarkannya.
4. Vaginal swab
Swab V atau swab vagina atau pemeriksaan apus vagina artinya
mengambil sediaan seperti lendir yang terdapat pada daerah vagina untuk
diperiksa sel-sel yang terkandung didalamnya dengan menggunakan
bantuan mikroskop.
Vagina swab ialah pemeriksaan cairan dari vagina dengan usapan.
Kemudian hasil usapan tersebut ditambahkan cairan fisiologis dan garam
lalu ditunggu selama 4-5 menit.
Indikasi
Indikasi vaginal swab untuk mengambil High Vagina Swab yaitu
contoh spesisemen jika seseorang itu mengalami discharge (keputihan)
yang banyak/ abnormal dari vagina.
Dilakukan pada pasien-pasien yang terkena infeksi berulang.
Misalnya, keputihan yang berulang atau radang panggul yang tak kunjung
sembuh.
Prosedur vagina swab
Pemeriksa menggunakan cotton swab/lidi kapas untuk mengambil sedikit
spesimen (contoh) cairan vagina untuk mengetahui jenis organisme

33

penyebab

gangguan

genital dan menentukan


diagnosa.

Lendir/getah

vagina

diambil dengan lidi kapas


dari fornix posterior. Lalu
masukkan ke dalam botol
Gambar 3 Prosedur melakukan
vaginal swab

kecil berisi NaCl 0.9%

kemudian lakukan sentrifugasi larutan. Satu tetes larutan yang sudah


disentrifuse diteteskan ke object glass ditutup kemudian diamati di bawah
mikroskop untuk melihat Trochomonas vaginalis atau benang-benang
Candida albicans.

34

BAB III
KESIMPULAN

Berdasarkan skenario 3 blok reproduksi Saya Sering Keputihan dibahas


macam-macam KB, berupa kondom, coitus interuptus, KB alami, diafragma,
spermisida, hormonal, maupun kontrasepsi mantap. Kemudian di bahas tentang
keputihan, baik fisiologis maupun patologis, beserta penyebabnya. Karena
keputihan yang diderita pasien berupa cairan berwarna putih kekuningan dan
berbau, di curigai merupakan keputihan patologis karena adanya infeksi. Dugaan
diperkuat dengan adanya keadaan demam yang di derita pasien.
Pada pemeriksaan abdomen teraba supel, terdapat nyeri tekan di regio
iliaca dextra, teraba massa kistik yang mobile dengan permukaan rata. Hal
tersebut menandakan adanya massa kistik yang dapat disebabkan oleh
peradangan. Pada pemeriksaan bimanual, portio utuh, terdapat erosi, teraba radix
IUD, corpus uterus normal, teraba massa kistik di adnexa kanan sebesar telur
bebek yang nyeri saat ditekan, tidak didapatkan darah, namun ditemukan
discharge warna putih kekuningan. Portio tidak bergerak saat massa digoyangkan
menandai massa bukan berasal dari uterus. Dari skenario, didapatkan diagnosis
banding berupa trichomoniasis, candidiasis, bacterial vaginosis, appendicitis, dan
Pelvic Inflammatory Disease (PID) khususnya Tuba Ovarium Abses (TOA) dan
salphingitis.

Berdasarkan hasil pembahasan, disimpulkan bahwa diagnosis

penyakit pasien tersebut adalah massa dari Tuba Ovarium Abses (TOA) dengan
kemungkinan adanya infeksi Trichomoniasis.
Pasien di anjurkan untuk melepas IUD dikarenakan hasil pemeriksaan
yang mengindikasikan adanya infeksi yang dapat terjadi karena peradangan oleh
IUD. Pemeriksaan pap smear di lakukan untuk deteksi lesi pra-kanker, yang bisa
dilakukan dengan 3 sistem, yaitu Papanicolaus, CIN, atau Bethesda. Pemeriksaan
ultrasonografi dapat dilakukan untuk mengetahui lokasi AKDR maupun massa
kistik. Terapi awal yang dilakukan bertujuan untuk mencegah komplikasi, berupa

35

pelepasan IUD, mencegah syok, memperbaiki keadaan umum pasien, mengurangi


rasa sakit, dan kultur bakteri penyebab serta pemberian antibiotik.

36

BAB IV
SARAN

A. Saran untuk kelompok A8


1. Diharapkan setiap mahasiswa dapat aktif dalam diskusi, sehingga dapat
saling membagi ilmu yang didapat dengan baik.
2. Untuk kedepannya diharapkan mahasiswa dapat lebih menghargai setiap
orang yang sedang berpendapat, sehingga diskusi dapat berjalan lebih
kondusif.
3. Diharapkan setiap mahasiswa mengerti learning objectives yang harus
dicapai, sehingga tujuan dari skenario tersebut dapat tercapai.
B. Saran untuk tutor
Tutor sudah baik dalam mengarahkan jalannya diskusi untuk mencapai tujuan
pembelajaran dari skenario yang ada.
C. Saran untuk KBK
Diharapkan revisi skenario dilakukan sebelum modul tutorial dicetak dan
dibagikan kepada mahasiswa, sehingga seluruh learning objectives yang ada
tercapai.
D. Saran untuk pasien
Diharapkan pasien rutin kontrol sebagai akseptor KB IUD, dimana sekalipun IUD
termasuk alat KB yang aman, namun tetap memiliki resiko.

37

DAFTAR PUSTAKA

Cunningham, et al (2001).Williams Obstetrics, 21st edition. USA : McGraw-Hill.


Dinarello CA (2008). Infection, fever, and exogenous and endogenous pyrogens:
some concepts have changed. J Endotoxin Res. 2004;10(4):201-22.
Hakimi, Mohammad. 2009. Ilmu Kandungan Edisi Ketiga. Jakarta: Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo.

McKinley (2008). Knowing the difference between normal discharge and


infections. http://www.mckinley.illinois.edu/handouts/vaginal_discharge.html

diakses 16 Maret 2015.


Medscape (2014). Appendicitis. http://emedicine.medscape.com/article/773895treatment diakses 16 Maret 2015.
NCHR (2013) Understanding The IUD. http://center4research.org/medical-carefor-adults/birth-control/understanding-the-iud/ diakses 16 Maret 2015

Radiopaedia (2014). Tubo-ovarian Abscess. http://radiopaedia.org/articles/tuboovarian-abscess-1 - diakses 16 Maret 2015.


Saifudin, Abdul Bari (2002). Ilmu Kebidanan. Jakarta : YBPSP.
Sastrawinata, Sulaiman [et al]. 2004. Ilmu Kesehatan Reproduksi: Obstetri
Patologi. Edisi 2. Jakarta: EGC.
Sherwood L (2012). Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem Edisi 6. Jakarta: EGC,
pp: 853-854
Skills Lab FK UNS (2015). Buku Ajar Skills Lab FK UNS Semester IV.
Surakarta : FK UNS.

38

Suratun et.al. (2008). Pelayanan Keluarga Berencana dan Pelayanan


Kontrasepsi. Jakarta : Trans Info Media.
WebMd

(2013).

Intrauterine

Device

(IUD)

for

Birth

Control.

http://www.webmd.com/sex/birth-control/intrauterine-device-iud-for-birth-control
diakses 16 Maret 2015

39

Anda mungkin juga menyukai