Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN PENDAHULUAN

BAB I

KONSEP MEDIS

a. Defenisi

Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah kehilangan fungsi otak yang


diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak sering ini adalah
kulminasi penyakit serebrovaskuler selama beberapa tahun (Smeltzer and Bare,
2015). Menurut Doenges (2016) stroke/penyakit serebrovaskuler menunjukan
adanya beberapa kelainan otak baik secara fungsional maupun struktural yang
disebabkan oleh keadaan patologis dari pembuluh darah serebral atau dari
seluruh sistem pembuluh darah otak.
Menurut Batticaca (2013) stroke adalah suatu keadaan yang timbul karena
terjadi gangguan peredaran darah di otak yang menyebabkan terjadinya
kematian jaringan otak sehingga mengakibatkan seseorang menderita
kelumpuhan atau kematian. menurut Corwin (2015) ada dua klasifikasi umum
cedera vascular serebral (stroke) yaitu iskemik dan hemoragik. Stroke iskemik
terjadi akibat penyumbatan aliran darah arteri yang lama kebagian otak. Stroke
Hemoragik terjadi akibat perdarahan dalam otak.
Jadi stroke hemoragik adalah suatu keadaan kehilangan fungsi otak yang
diakibatkan oleh perdarahan dalam otak sehingga mengakibatkan seseorang
menderita kelumpuhan atau kematian.

b. Etiologi

Menurut Muttaqin (2016) perdarahan intracranial atau intraserebri meliputi


perdarahan di dalam ruang subarachnoid atau di dalam jaringan otak sendiri.
Perdarahan ini dapat terjadi karena aterosklerosis dan hipertensi. Pecahnya
pembuluh darah otak menyebabkan perembesan darah ke dalam parenkim otak
yang dapat mengakibatkan penekanan, pergesaran, dan pemisahan jaringan

A R N I D A AKADEMI KEPERAWATAN YPPP WONOMULYO


otak yang berdekatan, sehingga otak akan membengkak, jaringan otak tertekan
sehingga terjadi infark otak, edema, dan mungkin herniasi otak.
Penyebab perdarahan otak yang paling umum terjadi:
 Aneurisma (dilatasi pembuluh darah) berry, biasanya defek congenital
 Aneurisma fusiformis dari aterosklerosis
 Aneurisma mikotik dari vaskulitis nekrose dan emboli sepsis.
 Malformasi arteriovena, terjadi hubungan persambungan pembuluh darah
arteri, sehingga darah arteri langsung masuk vena
 Rupture arteriol serebri, akibat hipertensi yang menimbulkan penebalan dan
degenerasi pembuluh darah.
Adapun penyebab stroke hemoragik sangat beragam menurut Ropper etal
(2014), yaitu:
 Perdarahan intraserebral primer (hipertensif)
 Ruptur kantung aneurisma
 Ruptur malformasi arteri dan vena
 Trauma (termasuk apopleksi tertunda paska trauma)
 Kelainan perdarahan seperti leukemia, anemia aplastik, ITP, gangguan fungsi
hati, komplikasi obat trombolitik atau anti koagulan, hipofibrinogenemia, dan
hemofilia.
 Perdarahan primer atau sekunder dari tumor otak.
 Septik embolisme, myotik aneurisma
 Penyakit inflamasi pada arteri dan vena
 Amiloidosis arteri
 Obat vasopressor, kokain, herpes simpleks ensefalitis, diseksi arteri vertebral,
dan acute necrotizing haemorrhagic encephalitis.
Faktor- faktor yang berperan dalam meningkatkan risiko terjadinya stroke
hemoragik dijelaskan dalam tabel berikut (Sotirius, 2016):
Faktor Resiko Keterangan
Umur Umur merupakan faktor risiko yang paling kuat untuk stroke. Sekitar
30% dari stroke terjadi sebelum usia 65; 70% terjadi pada mereka
yang 65 ke atas. Risiko stroke adalah dua kali ganda untuk setiap 10
tahun di atas 55 tahun.
Hipertensi Risiko stroke berkaitan dengan tingkat sistolik hipertensi. Hal ini
berlaku untuk kedua jenis kelamin, semua umur, dan untuk resiko
perdarahan, atherothrombotik, dan stroke lakunar, menariknya,
risiko stroke pada tingkat hipertensi sistolik kurang dengan
meningkatnya umur, sehingga ia menjadi kurang kuat, meskipun
masih penting dan bisa diobati, faktor risiko ini pada orang tua.
Seks Infark otak dan stroke terjadi sekitar 30% lebih sering pada laki-laki
berbanding perempuan, perbedaan seks bahkan lebih tinggi
sebelum usia 65.
Riwayat Terdapat lima kali lipat peningkatan prevalensi stroke antara
keluarga kembar monozigotik dibandingkan dengan pasangan kembar laki-
laki dizigotik yang menunjukkan kecenderungan genetik untuk
stroke. Pada 1913 penelitian kohort kelahiran Swedia menunjukkan
tiga kali lipat peningkatan kejadian stroke pada laki-laki yang ibu
kandungnya meninggal akibat stroke, dibandingkan dengan laki-laki
tanpa riwayat ibu yang mengalami stroke. Riwayat keluarga juga
tampaknya berperan dalam kematian stroke antara populasi
Kaukasia kelas menengah atas di California.
Diabetes Setelah faktor risiko stroke yang lain telah dikendalikan, diabetes
mellitus meningkatkan risiko stroke tromboemboli sekitar dua kali lipat
hingga tiga kali lipat berbanding orang-orang tanpa diabetes.
Diabetes dapat mempengaruhi individu untuk mendapat iskemia
serebral melalui percepatan aterosklerosis pembuluh darah yang
besar, seperti arteri koronari, arteri karotid atau dengan, efek lokal
pada mikrosirkulasi serebral.
Penyakit Individu dengan penyakit jantung dari jenis apa pun memiliki lebih
jantung dari dua kali lipat risiko stroke dibandingkan dengan mereka yang

A R N I D A AKADEMI KEPERAWATAN YPPP WONOMULYO


fungsi jantungnya normal.
Penyakit Arteri koroner :
Indikator kuat kedua dari keberadaan penyakit difus vaskular
aterosklerotik dan potensi sumber emboli dari thrombi mural karena
miocard infarction.
Gagal Jantung kongestif, penyakit jantung hipertensi :
Berhubungan dengan meningkatnya kejadian stroke
Fibrilasi atrial :
Sangat terkait dengan stroke emboli dan fibrilasi atrial
karena penyakit jantung rematik; meningkatkan risiko stroke
sebesar 17 kali.
Lainnya :
Berbagai lesi jantung lainnya telah dikaitkan dengan stroke, seperti
prolaps katup mitral, patent foramen ovale, defek septum atrium,
aneurisma septum atrium, dan lesi aterosklerotik dan trombotik dari
ascending aorta.
Karotis bruits Karotis bruits menunjukkan peningkatan risiko kejadian stroke,
meskipun risiko untuk stroke secara umum, dan tidak untuk stroke
khusus dalam distribusi arteri dengan bruit.
Merokok Beberapa laporan, termasuk meta-analisis angka studi,
menunjukkan bahwa merokok jelas menyebabkan peningkatan
risiko stroke untuk segala usia dan
kedua jenis kelamin, tingkat risiko berhubungan dengan jumlah
batang rokok yang dihisap, dan penghentian merokok mengurangi
risiko, dengan resiko kembali seperti bukan perokok dalam masa
lima tahun setelah penghentian.
Peningkatan Penigkatan viskositas menyebabkan gejala stroke ketika hematokrit
hematokrit melebihi 55%. Penentu utama viskositas darah keseluruhan adalah
dari isi sel darah merah; plasma protein, terutamanya fibrinogen,
memainkan peranan penting. Ketika meningkat viskositas hasil dari
polisitemia, hyperfibrinogenemia, atau paraproteinemia, biasanya
menyebabkan gejala umum, seperti sakit kepala, kelesuan, tinnitus,
dan penglihatan kabur. Infark otak fokal dan oklusi vena retina jauh
kurang umum, dan dapat mengikuti disfungsi trombosit akibat
trombositosis. Perdarahan Intraserebral dan subarachnoid kadang-
kadang dapat terjadi.
Peningkatan Tingkat fibrinogen tinggi merupakan faktor risiko untuk stroke
tingkat trombotik. Kelainan sistem pembekuan darah juga telah dicatat,
fibrinogen seperti antitrombin III dan kekurangan protein C serta protein S dan
dan kelainan berhubungan dengan vena thrombotic.
system
pembekuan
Hemoglobino Sickle-cell disease :
pathy Dapat menyebabkan infark iskemik atau hemoragik, intraserebral
dan perdarahan subaraknoid, vena sinus dan trombosis vena
kortikal. Keseluruhan kejadian stroke dalam Sickle-cell disease
adalah 6-15%.
Paroxysmal Nocturnal Hemoglobinuria :
Dapat mengakibatkan trombosis vena serebral
Penyalahguna Obat yang telah berhubungan dengan stroke termasuk
an obat methamphetamines, norepinefrin, LSD, heroin, dan kokain.
Amfetamin menyebabkan sebuah vaskulitis nekrosis yang dapat
mengakibatkan pendarahan petechial menyebar, atau fokus bidang
iskemia dan infark. Heroin dapat timbulkan sebuah hipersensitivitas
vaskular menyebabkan alergi . Perdarahan subarachnoid dan
difarction otak telah dilaporkan setelah penggunaan kokain.
Hiperlipidemi Meskipun tingkat kolesterol tinggi telah jelas berhubungan dengan
a penyakit jantung koroner, mereka sehubungan dengan stroke
kurang jelas. Peningkatan kolesterol tidak muncul untuk menjadi

A R N I D A AKADEMI KEPERAWATAN YPPP WONOMULYO


faktor risiko untuk aterosklerosis karotis, khususnya pada laki-laki di
bawah 55 tahun. Kejadian hiperkolesterolemia menurun dengan
bertambahnya usia. Kolesterol berkaitan dengan perdarahan
intraserebral atau perdarahan subarachnoid. Tidak ada hubungan
yang jelas antara tingkat kolesterol dan infark lakunar.
Kontrasepsi Pil KB, estrogen tinggi yang dilaporkan meningkatkan risiko stroke
oral pada wanita muda. Penurunan kandungan estrogen menurunkan
masalah ini, tetapi tidak dihilangkan sama sekali. Ini adalah faktor
risiko paling kuat pada wanita yang lebih dari 35 tahun . Mekanisme
diduga meningkat koagulasi, karena stimulasi estrogen tentang
produksi protein liver, atau jarang penyebab autoimun
Diet Konsumsi alkohol :
Ada peningkatan risiko infark otak, dan perdarahan subarakhnoid
dikaitkan dengan penyalahgunaan alkohol pada orang dewasa
muda. Mekanisme dimana etanol dapat menghasilkan stroke
termasuk efek pada darah tekanan, platelet, osmolalitas plasma,
hematokrit, dan sel-sel darah merah. Selain itu, alkohol bisa
menyebabkan miokardiopati, aritmia, dan perubahan di darah aliran
otak dan autoregulasi.
Kegemukan :
Diukur dengan berat tubuh relatif atau body mass indexs, obesitas
telah secara konsisten meramalkan berikutnya
stroke. Asosiasi dengan stroke dapat dijelaskan sebagian oleh
adanya hipertensi dan diabetes. Sebuah berat relatif lebih dari 30%
di atas rata-rata kontributor independen ke-atherosklerotik infark
otak berikutnya.
Penyakit
pembuluh Karena bisa menyebabkan robeknya pembuluh darah.
darah perifer
Infeksi Infeksi meningeal dapat mengakibatkan infark serebral melalui
pengembangan perubahan inflamasi dalam dinding pembuluh
darah. Sifilis meningovaskular dan mucormycosis dapat
menyebabkan arteritis otak dan infark.
Homosistine Predisposisi trombosis arteri atau vena di otak. Estimasi risiko stroke
mia atau di usia muda adalah 10-16%.
homosistinuri
a
Migrain Sering pasien mengalami stroke sewaktu serangan migrain.
Suku bangsa Kejadian stroke di Afrika-Amerika lebih tinggi secara tidak
proporsional dari kelompok lain.
Lokasi Di Amerika Serikat dan kebanyakan negara Eropa, stroke
geografis merupakan penyebab kematian ketiga paling sering, setelah
penyakit jantung dan kanker. Paling sering, stroke disebabkan oleh
perubahan aterosklerotik bukan oleh perdarahan. Kekecualian
adalah pada setengah perempuan berkulit hitam, di puncak
pendarahan yang daftar. Di Jepang, stroke hemorragik adalah
penyebab utama kematian pada orang dewasa, dan perdarahan
lebih umum dari aterosklerosis.
Sirkadian dan Variasi sirkadian dari stroke iskemik, puncaknya antara pagi dan
faktor musim siang hari. Hal ini telah menimbulkan hipotesis bahwa perubahan
diurnal fungsi platelet dan fibrinosis mungkin relevan untuk stroke.
Hubungan antara variasi iklim musiman dan stroke iskemik telah
didalihkan. Peningkatan dalam arahan untuk infark otak diamati di
Iowa. Suhu lingkungan rata-rata menunjukkan korelasi negatif
dengan kejadian cerebral infark di Jepang. Variasi suhu musiman
telah berhubungan dengan resiko lebih tinggi cerebral infark dalam
usia 40-64 tahun pada penderita yang nonhipertensif, dan pada
orang dengan kolesterol serum bawah 160mg/dL.

A R N I D A AKADEMI KEPERAWATAN YPPP WONOMULYO


c. Patofisiologi

Penghentian total aliran darah ke otak menyebabkan hilangnya kesadaran


dalam waktu 15-20 detik dan kerusakan otak yang irreversibel terjadi setelah
tujuh hingga sepuluh menit. Penyumbatan pada satu arteri menyebabkan
gangguan di area otak yang terbatas (stroke). Mekanisme dasar kerusakan ini
adalah selalu defisiensi energi yang disebabkan oleh iskemia. Perdarahan juga
menyebabkan iskemia dengan menekan pembuluh darah di sekitarnya
(Silbernagl, 2014).
Dengan menambah Na+/K+-ATPase, defisiensi energi menyebabkan
penimbunan Na+ dan Ca2+ di dalam sel, serta meningkatkan konsentrasi K+
ekstrasel sehingga menimbulkan depolarisasi. Depolarisasi menyebabkan
penimbunan Cl- di dalam sel, pembengkakan sel, dan kematian sel. Depolarisasi
juga meningkatkan pelepasan glutamat, yang mempercepat kematian sel melalui
masuknya Na+ dan Ca2+ (Silbernagl, 2014).
Pembengkakan sel, pelepasan mediator vasokonstriktor, dan
penyumbatan lumen pembuluh darah oleh granulosit kadang-kadang mencegah
reperfusi, meskipun pada kenyataannya penyebab primernya telah dihilangkan.
Kematian sel menyebabkan inflamasi, yang juga merusak sel di tepi area iskemik
(penumbra). Gejala ditentukan oleh tempat perfusi yang terganggu, yakni daerah
yang disuplai oleh pembuluh darah tersebut (Silbernagl, 2014).
Penyumbatan pada arteri serebri media yang sering terjadi menyebabkan
kelemahan otot dan spastisitas kontralateral, serta defisit sensorik
(hemianestesia) akibat kerusakan girus lateral presentralis dan postsentralis.
Akibat selanjutnya adalah deviasi okular, hemianopsia, gangguan bicara motorik
dan sensorik, gangguan persepsi spasial, apraksia, dan hemineglect (Silbernagl,
2014).
Penyumbatan arteri serebri anterior menyebabkan hemiparesis dan defisit
sensorik kontralateral, kesulitan berbicara serta apraksia pada lengan kiri jika
korpus kalosum anterior dan hubungan dari hemisfer dominan ke korteks motorik
kanan terganggu. Penyumbatan bilateral pada arteri serebri anterior
menyebabkan apatis karena kerusakan dari sistem limbic (Silbernagl, 2014).
Penyumbatan arteri serebri posterior menyebabkan hemianopsia
kontralateral parsial dan kebutaan pada penyumbatan bilateral. Selain itu, akan
terjadi kehilangan memori (Silbernagl, 2014).
Penyumbatan arteri karotis atau basilaris dapat menyebabkan defisit di
daerah yang disuplai oleh arteri serebri media dan anterior. Jika arteri koroid
anterior tersumbat, ganglia basalis (hipokinesia), kapsula interna (hemiparesis),
dan traktus optikus (hemianopsia) akan terkena. Penyumbatan pada cabang
arteri komunikans posterior di talamus terutama akan menyebabkan defisit
sensorik (Silbernagl, 2014).
Penyumbatan total arteri basilaris menyebabkan paralisis semua
eksteremitas dan otot-otot mata serta koma. Penyumbatan pada cabang arteri
basilaris dapat menyebabkan infark pada serebelum, mesensefalon, pons, dan
medula oblongata. Efek yang ditimbulkan tergantung dari lokasi kerusakan
(Silbernagl, 2014):
 Pusing, nistagmus, hemiataksia (serebelum dan jaras aferennya, saraf
vestibular).
 Penyakit Parkinson (substansia nigra), hemiplegia kontralateral dan
tetraplegia (traktus piramidal).
 Hilangnya sensasi nyeri dan suhu (hipestesia atau anastesia) di bagian wajah
ipsilateral dan ekstremitas kontralateral (saraf trigeminus [V] dan traktus
spinotalamikus).
 Hipakusis (hipestesia auditorik; saraf koklearis), ageusis (saraf traktus
salivarus), singultus (formasio retikularis).
 Ptosis, miosis, dan anhidrosis fasial ipsilateral (sindrom Horner, pada
kehilangan persarafan simpatis).
 Paralisis palatum molle dan takikardia (saraf vagus [X]). Paralisis otot lidah
(saraf hipoglosus [XII]), mulut yang jatuh (saraf fasial [VII]), strabismus
(saraf okulomotorik [III], saraf abdusens [V]).
A R N I D A AKADEMI KEPERAWATAN YPPP WONOMULYO
 Paralisis pseudobulbar dengan paralisis otot secara menyeluruh (namun
kesadaran tetap dipertahankan).

Hipertensi/ terjadi perdarahan

aneurisma

Rupture arteri serebri

Ekstravasasi darah di otak

Vasospasme arteri

Menyebar ke hemisfer otak

Perdarahan serebri TIK Nyeri

Hipertensi/ terjadi perdarahan

Tekanan /perfusi serebral

Iskemia

anoksia Aktifitas elektrolit terhenti

Metabolisme anaerob Pompa Na+ dan Ka+ gagal

Metabolit asam Na+ dan H2O masuk ke sel

Acidosis lokal Edema intrasel

Pompa Na+ gagal Edema Ekstrasel

Nekrosis jaringan dan edema Perfusi jaringan serebral


Kematian progresif sel otak
(defisit fungsi otak)

Lesi Korteks Lesi di Kapsul Lesi batang otak Lesi di Med. Spinalis

Kerusakan Nerves I-XII Lesi upper & lower


Gangguan bicara/penglihatan,
motor neuron
Nekrosis jaringan dan edema
Gangguan eliminasi urin
Kesulitan mengunyah & menelan,
refleks batuk
Defisit perawatan diri
Gangguan persepsi sensori

Gangguan komunikasi verbal Resiko gangguan nutrisi Gangguan mobilisasi

Resiko ketidakefektifan jalan nafas

Tirah baring lama

Resiko gangguan integritas kulit

d. Manefestasi Klinis

Manifestasi klinis yang muncul pada klien SH seperti:


1. Pengaruh terhadap status mental:
a. Tidak sadar : 30% - 40%
b. Konfuse : 45% dari pasien biasanya sadar
2. Daerah arteri serebri media, arteri karotis interna akan menimbulkan:
a. Hemiplegia kontralateral yang disertai hemianesthesia (30%-80%)
b. Afasia bila mengenai hemisfer dominant (35%-50%)
c. Apraksia bila mengenai hemisfer non dominant(30%)
3. Daerah arteri serebri anterior akan menimbulkan gejala:

A R N I D A AKADEMI KEPERAWATAN YPPP WONOMULYO


a. hemiplegia dan hemianesthesia kontralateral terutama tungkai (30%-
80%)
b. inkontinensia urin, afasia, atau apraksia tergantung hemisfer mana yang
terkena.
4. Daerah arteri serebri posterior
a. Nyeri spontan pada kepala
b. Afasia bila mengenai hemisfer dominant (35-50%)
5. Daerah vertebra basiler akan menimbulkan:
a. Sering fatal karena mengenai pusat-pusat vital di batang otak
b. Hemiplegia alternans atau tetraplegia
c. Kelumpuhan pseudobulbar (kelumpuhan otot mata, kesulitan menelan,
emosi labil)
Apabila dilihat bagian hemisfer mana yang terkena, gejala dapat berupa:
1. Stroke hemisfer kanan
a. Hemiparese sebelah kiri tubuh
b. Penilaian buruk
c. Mempunyai kerentanan terhadap sisi kontralateral sebagai kemungkinan
terjatuh ke sisi yang berlawanan
2. Stroke hemisfer kiri
a. Mengalami hemiparese kanan
b. Perilaku lambat dan sangat berhati-hati
c. Kelainan bidang pandang sebelah kanan
d. Disfagia global
e. Afasia
f. Mudah frustasi

e. Komplikasi

Peningkatan tekanan intrakranial dan herniasi adalah komplikasi yang paling


ditakutkan pada perdarahan intraserebral. Perburukan edema serebri sering
mengakibatkan deteoriasi pada 24-48 jam pertama. Perdarahan awal juga
berhubungan dengan deteorisasi neurologis, dan perluasan dari hematoma
tersebut adalah penyebab paling sering deteorisasi neurologis dalam 3 jam
pertama. Pada pasien yang dalam keadaan waspada, 25% akan mengalami
penurunan kesadaran dalam 24 jam pertama. Kejang setelah stroke dapat
muncul. Selain dari hal-hal yang telah disebutkan diatas, stroke sendiri adalah
penyebab utama dari disabilitas permanen (Denise, 2010).
Prognosis bervariasi bergantung pada tingkap keparahan stroke dan lokasi
serta ukuran dari perdarahan. Skor dari Skala Koma Glasgow yang rendah
berhubungan dengan prognosis yang lebih buruk dan mortalitas yang lebih
tinggi. Apabila terdapat volume darah yang besar dan pertumbuhan dari volume
hematoma, prognosis biasanya buruk dan outcome fungsionalnya juga sangat
buruk dengan tingkat mortalitas yang tinggi. Adanya darah dalam ventrikel bisa
meningkatkan resiko kematian dua kali lipat. Pasien yang menggunakan
antikoagulasi oral yang berhubungan dengan perdarahan intraserebral juga
memiliki outcome fungsional yang buruk dan tingkat mortilitas yang tinggi
(Denise, 2010).

f. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang disgnostik yang dapat dilakukan adalah :


1. laboratorium: mengarah pada pemeriksaan darah lengkap, elektrolit,
kolesterol, dan bila perlu analisa gas darah, gula darah dsb.
2. CT scan kepala untuk mengetahui lokasi dan luasnya perdarahan atau infark
3. MRI untuk mengetahui adanya edema, infark, hematom dan bergesernya
struktur otak
4. Angiografi untuk mengetahui penyebab dan gambaran yang jelas mengenai
pembuluh darah yang terganggu.
5. Fungsi Lumbal : Menunjukan adanya tekanan normal dan biasanya ada
trombosis, emboli serabral dan TIA, sedangkan tekanan meningkat dan
cairan yang mengandung darah menujukan adanya hemoragi suaraknoid

A R N I D A AKADEMI KEPERAWATAN YPPP WONOMULYO


intrakranial. Kadar protein meningkat pada kasus trombosis sehubungan
dengan adanya proses imflamasi.
6. Mengidentifikasi maslah didasarkan pada gelombang otak dan mungkin
adanya daerah lesi yang spesifik.
7. Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah yang
berlawanan dari masa yang meluas; klasifikasi karptis interna terdapat pada
trombosis serebral.
8. Ultrasonografi Doppler : Mengidentifikasi penyakit arteriovena (masalah
system arteri karotis), aliran darah / muncul plak (arteriosklerotik).

(Dewanto, 2014)

g. Penatalaksanaan

a. Secepatnya pada terapeutik window (waktu dari serangan hingga


mendapatkan pengobatan maksimal). Therapeutik window ini ada 3
konsensus:
a) Konsensus amerika : 6 jam
b) Konsensus eropa: 1,5 jam
c) Konsensus asia: 12 jam
Prinsip pengobatan pada therapeutic window:
a) Jaringan penubra ada aliran lagi sehingga jaringan penubra tidak menjadi
iskhemik.
b) Meminimalisir jaringan iskhemik yang terjadi.
b. Terapi umum
Untuk merawat keadaan akut perlu diperhatikan faktor – faktor kritis
sebagai berikut :
a) Menstabilkan tanda – tanda vital
(1) Mempertahankan saluran nafas (sering melakukan penghisapan yang
dalam , O2, trakeotomi, pasang alat bantu pernafasan bila batang otak
terkena)
(2) Kendalikan tekanan darah sesuai dengan keadaan masing – masing
individu ; termasuk usaha untuk memperbaiki hipotensi maupun
hipertensi.
b) Deteksi dan memperbaiki aritmia jantung
c) Merawat kandung kemih. Sedapat mungkin jangan memasang kateter
tinggal; cara ini telah diganti dengan kateterisasi “keluar – masuk” setiap
4 sampai 6 jam.
d) Menempatkan posisi penderita dengan baik secepat mungkin :
(1) penderita harus dibalik setiap jam dan latihangerakan pasif setiap 2
jam
(2) dalam beberapa hari dianjurkan untuk dilakukan gerakan pasif penuh
sebanyak 50 kali per hari; tindakan ini perlu untuk mencegah tekanan
pada daerah tertentu dan untuk mencegah kontraktur (terutama pada
bahu, siku dan mata kaki).

A R N I D A AKADEMI KEPERAWATAN YPPP WONOMULYO


c. Terapi khusus
Ditujukan untuk stroke pada therapeutic window dengan obat anti agregasi
dan neuroprotektan. Obat anti agregasi: golongan pentoxifilin, tielopidin, low
heparin, tPA.
a) Pentoxifilin
Mempunyai 3 cara kerja:
Sebagai anti agregasi → menghancurkan thrombus
Meningkatkan deformalitas eritrosit
Memperbaiki sirkulasi intraselebral
b) Neuroprotektan
(1) Piracetam: menstabilkan membrane sel neuron, ex: notropil
Cara kerja dengan menaikkan cAMP ATP dan meningkatkan sintesis
glikogen
(2) Nimodipin: gol. Ca blocker yang merintangi masuknya Ca2+ ke dalam
sel, ex.nimotup
Cara kerja dengan merintangi masuknya Ca2+ ke dalam sel dan
memperbaiki perfusi jaringan otak
(3) Citicholin: mencegah kerusakan sel otak, ex. Nicholin
Cara kerja dengan menurunkan free faty acid, menurunkan generasi
radikal bebas dan biosintesa lesitin
Ekstrax gingkobiloba, ex ginkan
d. Pengobatan konservatif
Pada percobaan vasodilator mampu meningkatkan aliran darah otak (ADO),
tetapi belum terbukti demikian pada tubuh manusia. Dilator yang efektif
untuk pembuluh di tempat lain ternyata sedikit sekali efeknya bahkan tidak
ada efek sama sekali pada pembuluh darah serebral, terutama bila diberikan
secara oral (asam nikotinat, tolazolin, papaverin dan sebagainya),
berdasarkan uji klinis ternyata pengobatan berikut ini masih berguna :
histamin, aminofilin, asetazolamid, papaverin intraarteri.
e. Pembedahan
Endarterektomi karotis dilakukan untuk memeperbaiki peredaran darah otak.
Penderita yang menjalani tindakan ini seringkali juga menderita beberapa
penyulit seperti hipertensi, diabetes dan penyakit kardiovaskular yang luas.
Tindakan ini dilakukan dengan anestesi umum sehingga saluran pernafasan
dan kontrol ventilasi yang baik dapat dipertahankan.

h. Pencegahan

Risiko terkena stroke hemoragik bisa dicegah dengan cara menghindari


faktor-faktor yang dapat memicunya. Misalnya apabila Anda memiliki penyakit
darah tinggi atau hipertensi, maka tangani dengan menggunakan obat-obatan
yang diresepkan oleh dokter dan menjalani gaya hidup sehat yang dianjurkan
(mengonsumsi makanan sehat, rutin berolahraga, tidak merokok, dan
menghindari narkoba).

Selain itu, karena stroke hemoragik juga bisa disebabkan oleh cedera di
kepala, maka berhati-hatilah saat melakukan berbagai aktivitas, baik di dalam
maupun di luar rumah. Misalnya ketika Anda mengendarai sepeda motor,
selalu gunakan helm dengan standar yang dianjurkan (SNI) dan selalu taati
peraturan berlalu lintas. Begitu pula jika Anda mengendarai mobil, selalu
gunakan sabuk pengaman dan berhati-hati dalam berkendara. Terkait dengan
risiko stroke hemoragik bagi pengguna obat warfarin, selalu taati dosis yang
telah ditetapkan oleh dokter. Jangan coba-coba menggunakan warfarin di luar
resep dokter.

A R N I D A AKADEMI KEPERAWATAN YPPP WONOMULYO


BAB II

KONSEP ASKEP

a. Pengkajian Keperawata
a) Identitas Klien
Mengcakup nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, agama, No Mr,
pendidikan, status pekawinan, diangnosa medis dll.
b) Riwayat Kesehatan
(1) Riwayat Kesehatan Dahulu
Biasanya pada klien ini mempunyai riwayat hipertensi, diabetes
melitus, penyakit jantung, anemi, riwayat trauma kepala,
kontrasepsi oral yang lama, pengunaan obat-obat antikoagulan,
aspirin dan kegemukan/obesitas.
(2) Riwayat Kesehatan Sekarang
Biasanya klien sakit kepala, mual muntah bahkan kejang sampai tak
sadarkan diri, kleumpuhan separoh badan dan gangguan fungsi
otak.
(3) Riwayat Kesehatan Keluarga
Biasanya ada anggota keluarga yang menderita atau mengalami
penyakit seperti : hipertensi, Diabetes Melitus, penyakit jantung.
(4) Riwayat Psikososial
Biasanya masalah perawatan dan biaya pengobatan dapat membuat
emosi dan pikiran klein dan juga keluarga sehingga baik klien
maupun keluarga sering merasakan sterss dan cemas.
c) Pemeriksaan Fisik
(1) Rambut dan hygiene kepala
(2) Mata:buta,kehilangan daya lihat
(3) Hidung,simetris ki-ka adanya gangguan
(4) Leher,
(5) Dada
I: simetris ki-ka
P: premitus
P: sonor
A: ronchi
(6) Abdomen
I: perut acites
P :hepart dan lien tidak teraba
P :Thympani
A :Bising usus (+)
(7) Genito urinaria :dekontaminasi,anuria
(8) Ekstramitas :kelemahan,kelumpuhan.
d) Pemeriksaan Fisik Sistem Neurologis
(1) Tingkat Kesadaran
i. Kualitatif
Adalah fungsi mental keseluruhan dan derajat kewasapadaan.
 CMC → dasar akan diri dan punya orientasi penuh
 APATIS → tingkat kesadaran yang tampak lesu dan
mengantuk
 LATARGIE → tingkat kesadaran yang tampak lesu dan
mengantuk
 DELIRIUM → penurunan kesadaran disertai pe ↑ abnormal
aktifitas psikomotor → gaduh gelisah
 SAMNOLEN → keadaan pasien yang selalu mw tidur →
diransang bangun lalu tidur kembali
 KOMA → kesadaran yang hilang sama sekali
ii. Kuantitatif
Dengan Menggunakan Glasgow Coma Scale (GCS)

A R N I D A AKADEMI KEPERAWATAN YPPP WONOMULYO


 Respon membuka mata ( E = Eye )
o Spontan (4)
o Dengan perintah (3)
o Dengan nyeri (2)
o Tidak berespon (1)
 Respon Verbal ( V= Verbal )
o Berorientasi (5)
o Bicara membingungkan (4)
o Kata-kata tidak tepat (3)
o Suara tidak dapat dimengerti (2)
o Tidak ada respons (1)
 Respon Motorik (M= Motorik )
o Dengan perintah (6)
o Melokalisasi nyeri (5)
o Menarik area yang nyeri (4)
o Fleksi abnormal/postur dekortikasi (3)
o Ekstensi abnormal/postur deserebrasi (2)
o Tidak berespon (1)
(2) Pemeriksaaan Nervus Cranialis
i. Test nervus I (Olfactory)
Fungsi penciuman Test pemeriksaan, klien tutup mata dan minta
klien mencium benda yang baunya mudah dikenal seperti sabun,
tembakau, kopi dan sebagainya. Bandingkan dengan hidung
bagian kiri dan kanan.
ii. Test nervus II ( Optikus)
Fungsi aktifitas visual dan lapang pandang Test aktifitas visual,
tutup satu mata klien kemudian suruh baca dua baris di koran,
ulangi untuk satunya. Test lapang pandang, klien tutup mata kiri,
pemeriksa di kanan, klien memandang hidung pemeriksa yang
memegang pena warna cerah, gerakkan perlahan obyek
tersebut, informasikan agar klien langsung memberitahu klien
melihat benda tersebut.
iii. Test nervus III, IV, VI (Oculomotorius, Trochlear dan Abducens)
Fungsi koordinasi gerakan mata dan kontriksi pupil mata (N III).
 Test N III Oculomotorius (respon pupil terhadap cahaya),
menyorotkan senter kedalam tiap pupil mulai menyinari dari
arah belakang dari sisi klien dan sinari satu mata (jangan
keduanya), perhatikan kontriksi pupil kena sinar.
 Test N IV Trochlear, kepala tegak lurus, letakkan obyek
kurang lebih 60 cm sejajar mid line mata, gerakkan obyek
kearah kanan. Observasi adanya deviasi bola mata, diplopia,
nistagmus.
 Test N VI Abducens, minta klien untuk melihat kearah kiri
dan kanan tanpa menengok.
iv. Test nervus V (Trigeminus)
Fungsi sensasi, caranya : dengan mengusap pilihan kapas pada
kelopak mata atas dan bawah.
 Refleks kornea langsung maka gerakan mengedip ipsilateral.
 Refleks kornea consensual maka gerakan mengedip
kontralateral.
Usap pula dengan pilihan kapas pada maxilla dan mandibula
dengan mata klien tertutup. Perhatikan apakah klien
merasakan adanya sentuhan
 Fungsi motorik, caranya : klien disuruh mengunyah,
pemeriksa melakukan palpasi pada otot temporal dan
masseter.
v. Test nervus VII (Facialis)
 Fungsi sensasi, kaji sensasi rasa bagian anterior lidah,
terhadap asam, manis, asin pahit. Klien tutup mata, usapkan
larutan berasa dengan kapas/teteskan, klien tidak boleh
A R N I D A AKADEMI KEPERAWATAN YPPP WONOMULYO
menarik masuk lidahnya karena akan merangsang pula sisi
yang sehat.
 Otonom, lakrimasi dan salvias
 Fungsi motorik, kontrol ekspresi muka dengancara meminta
klien untuk: tersenyum, mengerutkan dahi, menutup mata
sementara pemeriksa berusaha membukanya.
vi. Test nervus VIII (Acustikus)
Fungsi sensoris :
 Cochlear (mengkaji pendengaran), tutup satu telinga klien,
pemeriksa berbisik di satu telinga lain, atau menggesekkan
jari bergantian kanan-kiri.
 Vestibulator (mengkaji keseimbangan), klien diminta berjalan
lurus, apakah dapat melakukan atau tidak.
vii. Test nervus IX (Glossopharingeal) dan nervus X (Vagus)
N IX, mempersarafi perasaan mengecap pada 1/3 posterior lidah,
tapi bagian ini sulit di test demikian pula dengan
M.Stylopharingeus. Bagian parasimpatik N IX mempersarafi M.
Salivarius inferior. N X, mempersarafi organ viseral dan thoracal,
pergerakan ovula, palatum lunak, sensasi pharynx, tonsil dan
palatum lunak.
viii. Test nervus XI (Accessorius)
Klien disuruh menoleh kesamping melawan tahanan. Apakah
Sternocledomastodeus dapat terlihat ? apakah atropi ? kemudian
palpasi kekuatannya. Minta klien mengangkat bahu dan
pemeriksa berusaha menahan test otot trapezius.
ix. Nervus XII (Hypoglosus)
 Mengkaji gerakan lidah saat bicara dan menelan
 Inspeksi posisi lidah (mormal, asimetris / deviasi)
Keluarkan lidah klien (oleh sendiri) dan memasukkan dengan
cepat dan minta untuk menggerakkan ke kiri dan ke kanan.
(3) Menilai Kekuatan Otot
Kaji cara berjalan dan keseimbangan
Observasi cara berjalan, kemudahan berjalan dan koordinasi
gerakan tangan, tubuh – kaki
i. Periksa tonus otot dan kekuatan
Kekualan otot dinyatakan dengan menggunakan angka dari 0-5
0 = tidak didapatkan sedikitpun kontraksi otot ; Iumpuh total
1 = terlihat kontraksi tetap ; tidak ada gerakan pada sendi.
2 = ada gerakan pada sendi tetapi tidak dapat melawan gravitasi
3 = bisa mel awan gravitasi tetapi tidak dapat menahan tahanan
pemeriksa
4 = bisa bergerak melawan tahanan pemeriksa tetapi
kekuatannya berkurang
5 = dapat melawan tahanan pemeriksa dengan kekuatan
maksimal
(4) Pemeriksaan reflek
Pemeriksaan refleks biasanya dilakukan paling akhir. Klien biasanya
dalam posisi duduk atau tidur jika kondisi klien tidak memungkinkan.
Evaluasi respon klien dengan menggunakan skala 0 – 4
0 = tidak ada respon
1 = Berkurang (+)
2 = Normal (++)
3 = Lebih dari normal (+++ )
4 = Hiperaktif (++++)
i. Reflek Fisiologis
 Reflek Tendon
o Reflek patella
Pasien bebaring terlentang lutut diangkat keatas fleksi
kurang lebih dari 300. tendon patella (ditengah-tengah
patela dan Tuberositas tibiae) dipukul dengan reflek hamer.
A R N I D A AKADEMI KEPERAWATAN YPPP WONOMULYO
respon berupa kontraksi otot guardrisep femoris yaitu
ekstensi dari lutut.
o Reflek Bisep
Lengan difleksikan terhadap siku dengan sudut 900 supinasi
dan lengan bawah ditopang ada atas (meja periksa) jari
periksa ditempat kan pada tendon m.bisep (diatas lipatan
siku) kemudian dipukul dengan reflek hamer.normal jika ada
kontraksi otot biceps, sedikit meningkat bila ada fleksi
sebagian ada pronasi, hiperaktif maka akan tejadi
penyebaran gerakan-gerakan pada jari atau sendi.
o Reflek trisep
Lengan bawah disemifleksikan, tendon bisep dipukul dengan
dengan reflek hamer (tendon bisep berada pada jarak 1-2
cm diatas olekronon) respon yang normal adalah kontraksi
otot trisep, sedikit meningkat bila ada ekstensi ringan dan
hiperaktif bila ekstensi bila ekstensi siku tersebut menyebar
keatas sampai ke otot – otot bahu.
o Reflek Achiles
Posisi kaki adalah dorso fleksi untuk memudah kan
pemeriksaan reflek ini kaki yang di[eriksa
diletakan/disilangkan diatas tungkai bawah kontral
lateral.tendon achiles dipukul dengan reflek hamer, respon
normal berupa gerakan plantar fleksi kaki.
o Reflek Superfisial
 Reflek kulit perut
 Reflek kremeaster
 Reflek kornea
 Reflek bulbokavernosus
 Reflek plantar
 Reflek Patologis
o Babinski
Merupakan reflek yang paling penting ia hanya dijumpai
pada penyakit traktus kortikospital.untuk melakukan tes ini,
goreslah kuat-kuat bagian lateral telapak kaki bagian
lateraltelapak kaki dari tumit ke arah jari kelingking dan
kemudian melintasi bagian jantung kaki. Respon babinski
timbul jika ibu jari kaki melakukan dorsofleksi dan jari-jari
lain menyebar,klau normalnya adalah fleksi plantar pada
semua jari kaki.
Cara lain untuk membangkitkan rangsangan babinski:
 Cara chaddock
Rangsang diberikan dengan jalan menggores bagian
lateral maleolus hasil positif bila gerakan dorsoekstensi
dari ibu jari dan gerakan abduksi dari jarijari lainnya.
 Cara Gordon
Memencet ( mencubit) otot betis
 Cara Oppenheim
Mengurut dengan kuat tibia dan otot tibialis anterior arah
mengurut kebawah (distal)
 Cara Gonda
Memencet (menekan) satu jari kaki dan kemudian
melepaskannya sekonyong koyong.
e) Rangsangan Meningeal
Untuk mengetahui rangsangan selaput otak (misalnya pada meningitis)
dilakukan pemeriksaan :
(1) Kaku kuduk
Bila leher di tekuk secara pasif terdapat tahanan, sehingga dagu tidak
dapat menempel pada dada --- Kaku kuduk positif (+)
(2) Tanda Brudzunsky I

A R N I D A AKADEMI KEPERAWATAN YPPP WONOMULYO


Letakkan satu tangan pemeriksa di bawah kepala klien dan tangan lain
di dada klien untuk mencegah badan tidak terangkat.Kemudian kepala
klien di fleksikan kedada secara pasif.Brudzinsky I positif (+)
(3) Tanda Brudzinsky II
Tanda brudzinsky II positif (+) bila fleksi klien pada sendi panggul
secara pasif akan diikuti oleh fleksi tungkai lainnya pada sendi panggul
dan lutut.
(4) Tanda kerniq
Fleksi tungkai atas tegak lurus,lalu dicoba meluruskan tungkai bawah
pada sendi lutut normal-,bila tungkai membentuk sudut 1350 terhadap
tungkai atas. Kerniq + bila ekstensi lutut pasif akan menyebabkan
rasa sakit tebila ekstensi lutut pasif akan menyebabkan rasa sakit
terhadap hambatan.
(5) Test lasegue
Fleksi sendi paha dengan sendi lutut yang lurus akan menimbulkan
nyeri sepanjang Mischiadicus.
f) Data Penunjang
(1) Laboratorium
 Hematologi
 Kimia klinik
(2) Radiologi
 CT Scan: Memperlihatkan adanya edema , hematoma, iskemia dan
adanya infark
 MRI: Menunjukan daerah yang mengalami infark, hemoragik.
 Sinar X Tengkorak: Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng
pineal
b. Diagnosa Keperawatan

1. Kerusakan mobilitas fisik b.d penurunan kekuatan otot, kontrol


2. perfusi jaringanm tidak efektif berhubungan dengan perdarahan otak.
Oedem otak
3. Kurang perawatan diri b.d kelemahan fisik
4. Kerusakan komunikasi verbal b.d kerusakan otak
5. Resiko kerusakan integritas kulit b.d faktor mekanik
6. Resiko infeksi b.d penurunan pertahanan primer

c. Rencana / Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Tujuan/KH Intervensi Rasional


1. Kerusakan NOC : NIC :
mobilitas Ambulasi/ROM 1.Terapi latihan Pergerakan aktif/pasif
fisik b.d normal Mobilitas sendi bertujuan untuk
penurunan dipertahankan. o Jelaskan pada mempertahankan
kekuatan Setelah klien&kelg tujuan fleksibilitas sendi
otot dilakukan latihan pergerakan
tindakan sendi.
keperawatan o Monitor lokasi dan
5x24 jam ketidaknyamanan
KH: selama latihan
o Sendi tidak o Gunakan pakaian
kaku yang longgar
o Tidak o Kaji kemampuan
terjadi klien terhadap
atropi otot pergerakan
o Encourage ROM
aktif
o Ajarkan ROM

A R N I D A AKADEMI KEPERAWATAN YPPP WONOMULYO


aktif/pasif pada
klien/keluarga.
o Ubah posisi klien Ketidakmampuan fisik
tiap 2 jam. dan psikologis klien
o Kaji dapat menurunkan
perkembangan/ke perawatan diri sehari-
majuan latihan hari dan dapat
2. Self care Assistance terpenuhi dengan
o Monitor bantuan agar
kemandirian klien kebersihan diri klien
o bantu perawatan dapat terjaga
diri klien dalam
hal: makan,mandi,
toileting.
o Ajarkan keluarga
dalam pemenuhan
perawatan diri
klien.
2. Perfusi o NOC: perfusi NIC : Perawatan 1. mengeta
jaringan jaringan sirkulasi hui kecenderungan
cerebral cerebral. Peningkatan perfusi tk kesadaran dan
tidak Setelah jaringan otak potensial
efektif b.d dilakukan peningkatan TIK
perdaraha tindakan Aktifitas : dan mengetahui
n otak, keperawatan 1. Monitor status lokasi. Luas dan
oedem selama 5 x 24 neurologik kemajuan
jam perfusi 2. monitor status kerusakan SSP
jaringan respitasi 2. Ketidakt
adekuat 3. monitor bunyi eraturan
dengan jantung pernapasan dapat
indikator : 4. letakkan kepala memberikan
o Perfusi dengan posisi agak gambaran lokasi
jaringan yang ditinggikan dan kerusakan/peningk
adekuat dalam posisi netral atan TIK
didasarkan 5. kelola obat sesuai 3. Bradikar
pada tekanan order di dapat terjadi
nadi perifer, 6. berikan Oksigen sebagai akibat
kehangatan sesuai indikasi adanya kerusakan
kulit, urine otak.
output yang 4. Menurun
adekuat dan kan tekanan arteri
tidak ada dengan
gangguan meningkatkan
pada respirasi drainase &
meningkatkan
sirkulasi
5. Pencega

A R N I D A AKADEMI KEPERAWATAN YPPP WONOMULYO


han/pengobatan
penurunan TIK
6. Menurun
kan hipoksia

3. Resiko NOC : Risk NIC : Cegah infeksi


infeksi b.d Control Setelah 1. Mengobservasi & 1. O
penurunan dilakukan melaporkan tanda & nset infeksi dengan
pertahan tindakan gejala infeksi, seperti system imun
primer keperawatan kemerahan, hangat, diaktivasi & tanda
selama 3 x 24 rabas dan infeksi muncul
jam klien tidak peningkatan suhu 2. K
mengalami badan lien dengan
infeksi 2. mengkaji suhu klien netropeni tidak
KH: netropeni setiap 4 memproduksi
o Klien bebas jam, melaporkan jika cukup respon
dari tanda- temperature lebih inflamasi karena itu
tanda infeksi dari 380C panas biasanya
o Klien mampu 3. Menggunakan tanda & sering
menjelaskan thermometer merupakan satu-
tanda&gejala elektronik atau satunya tanda
infeksi merkuri untuk 3. N
mengkaji suhu ilai suhu memiliki
4. Catat dan laporkan konsekuensi yang
nilai laboratorium penting terhadap
5. Kaji warna kulit, pengobatan yang
kelembaban kulit, tepat
tekstur dan turgor 4. N
lakukan dokumentasi ilai lab berkorelasi
yang tepat pada dgn riwayat klien &
setiap perubahan pemeriksaan fisik
6. Dukung untuk utk memberikan
konsumsi diet pandangan
seimbang, menyeluruh
penekanan pada 5. D
protein untuk apat mencegah
pembentukan kerusakan kulit,
system imun kulit yang utuh
merupakan
pertahanan
pertama terhadap
mikroorganisme
6. F
ungsi imun
dipengaruhi oleh
intake protein

A R N I D A AKADEMI KEPERAWATAN YPPP WONOMULYO


4. Defisit NOC : Self Care NIC : Self Care
perawatan Assistance( 1. Observasi 1. Dengan
diri b.d mandi, kemampuan klien menggunakan
kelemahan berpakaian, untuk mandi, intervensi
fisik makan, berpakaian dan langsung dapat
toileting. makan. menentukan
Setelah 2. Bantu klien dalam intervensi yang
dilakukan posisi duduk, tepat untuk klien
tindakan yakinkan kepala dan 2. Posisi duduk
keperawatan bahu tegak selama membantu proses
selama 5 x 24 makan dan 1 jam menelan dan
jam Klien dapat setelah makan mencegah aspirasi
memenuhi 3. Hindari kelelahan
kebutuhan sebelum makan, 3. Konservasi energi
perawatan diri mandi dan meningkatkan
KH: berpakaian toleransi aktivitas
-Klien terbebas 4. Dorong klien untuk dan peningkatan
dari bau, dapat tetap makan sedikit kemampuan
makan sendiri, tapi sering perawatan diri
dan berpakaian 4. Untuk
sendiri meningkatkan
nafsu makan
5. Resiko NOC: NIC: Berikan
kerusakan mempertahanka manajemen tekanan 1. Meningkatkan
intagritas n integritas kulit 1. Lakukan kenyamanan dan
kulit b.d Setelah penggantian alat mengurangi resiko
faktor dilakukan tenun setiap hari gatal-gatal
mekanik perawatan 5 x dan tempatkan 2. Menandakan
24 jam kasur yang sesuai gejala awal 
integritas kulit 2. Monitor kulit adanya lajutan kerusakan
tetap adekuat area integritas kulit
dengan kemerahan/pecah2 3. Area yang tertekan
indikator : 3. monitor area yang biasanya
Tidak terjadi tertekan sirkulasinya kurang
kerusakan kulit 4. berikan masage optimal shg
ditandai dengan pada menjadi pencetus
tidak adanya punggung/daerah lecet
kemerahan, luka yang tertekan serta 4. Memperlancar
dekubitus berikan pelembab sirkulasi
pad area yang 5. Status nutrisi baik
pecah2 dapat membantu
5. monitor status mencegah
nutrisi keruakan integritas
kulit.
6 Kurang NOC : NIC : Pendidikan
pengetahu Pengetahuan kesehatan Proses belajar
an b.d klien meningkat 1. Mengkaji kesiapan tergantung pada
kurang KH: dan kemampuan situasi tertentu,
mengakses -Klien dan klien untuk belajar interaksi social, nilai
informasi keluarga 2. Mengkaji budaya dan
kesehatan memahami pengetahuan dan lingkungan
tentang ketrampilan klien Informasi baru
penyakit Stroke, sebelumnya tentang diserap meallui
perawatan dan penyakit dan asumsi dan fakta
pengobatan pengaruhnya sebelumnya dan bias
terhadap keinginan mempengaruhi proses
belajar transformasi
3. Berikan materi yang Informasi akan lebih
paling penting pada mengena apabila

A R N I D A AKADEMI KEPERAWATAN YPPP WONOMULYO


klien dijelaskan dari konsep
4. Mengidentifikasi yang sederhana ke
sumber dukungan yang komplek
utama dan Dukungan keluarga
perhatikan diperlukan untuk
kemampuan klien mendukung
untuk belajar dan perubahan perilaku
mendukung
perubahan perilaku
yang diperlukan
5. Mengkaji keinginan
keluarga untuk
mendukung
perubahan perilaku
klien
6. Evaluasi hasi
pembelajarn klie
lewat demonstrasi
dan menyebutkan
kembali materi yang
diajarkan
DAFTAR PUSTAKA

 Batticaca, Fransisca B. (2013). Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan


Gangguan Sistem Persyarafan. Jakarta: Salemba Medika.

 Carpenito, Lynda Juall. 2015. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 10.
Jakarta: EGC.

 Corwin, Elizabeth J. (2015).Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC

 Dewanto, et al. (2014). Panduan Praktis Diagnosis & Tata Laksana Penyakit
Saraf. Jakarta:EGC

 Doenges, Marilynn E. dkk. (2016). Penerapan Proses Keperawatan dan
Diagnosa Keperawatan, EGC; Jakarta

 Muttaqin, Arif. (2016). BukuAjar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Persarafan. Jakarta: Penerbit Salemba Medika.

 Nasissi, Denise. 2015. Hemorrhagic Stroke Emedicine. Medscape,. [diunduh
dari: http://emedicine.medscape.com/article/793821-overview

 Silbernagl, S., Florian Lang. Teks & Atlas Berwarna Patofisiologi. EGC: Jakarta,
2014.

 Smeltzer and Bare. (2015). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Volume 3.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

 Sotirios AT,. 2016. Differential Diagnosis in Neurology and Neurosurgery. New
York. Thieme Stuttgart.

 Wlkinson, Judith M .2015. Diagnosa Keperawatan dengan NIC dan NOC. Alih
bahasa: Widyawati dkk. Jakarta:EGC

A R N I D A AKADEMI KEPERAWATAN YPPP WONOMULYO

Anda mungkin juga menyukai