(Syndrome of inappropriate
antidiuretic hormone secretion)
Disusun Oleh:
Yonathan Adhitya Irawan (42160079)
Januarius Hendra K.S. (42160080)
Angon Sapiyo Tera
1. Definisi
SIADH merupakan kumpulan gejala akibat gangguan hormon antidiuretik atau yang
lebih dikenal dengan Inappropriate ADH syndrome, Schwartz-Bartter syndrome. SIADH
dapat didefinisikan sebagai Gangguan produksi hormon antidiuretik ini menyebabkan
retensi garam atau hiponatremia.
SIADH adalah gangguan pada hipofisis posterior akibat peningkatan pengeluaran ADH
sebagai respon terhadap peningkatan osmolaritas darah dalam tingkat yang lebih ringan.
SIADH (syndrome of inapropiate secretion of anti diuretic hormon) adalah gangguan pada
hipofisis posterior yang ditandai dengan peningkatan pelepasan ADH dari hipofisis
posterior.
2. Epidemiologi
Hampir dari dua pertiga pasien dengan SIADH mengalami neoplasma. Keganasan yang
paling sering berhubungan dengan sindrom ini adalah kanker paru, kanker duodenum dan
pankreas, limfoma, timoma, dan mesotelioma. Beberapa zat kemoterapi, sisplatin,
siklofosfamid, vinblastin, dan vinkristin telah menunjukkan pelepasan ADH yang tidak
mencukupi
Pasien usia lanjut dengan hiponatremia yang sedang direhabilitasi cenderung memiliki
gejala SIADH. Hal ini terbukti pada studi di kelompok usia lanjut dengan hiponatremi
idiopatik kronik yang mendasari hubungan antara SIADH dan usia. Hiponatremia sendiri
sering dengan korelasi medis yang kurang signifikan. Walau bagaimanapun risiko kejadian
SIADH meningkat bila pasien menderita hiponatremia. Insiden SIADH adalah 1/3 nya pada
anak yang rawat inap dengan pneunomia, yang berkorelasi dengan perburukan penyakit
dan kesembuhannya. Mungkin restriksi cairan pada pasien ini sangat diperlukan untuk
meningkatkan kesembuhannya .
3. Etiologi
SIADH sering terjadi pada pasien gagal jantung atau dengan gangguan hipotalamus
(bagian dari otak yang berkoordinasi langsung dengan kelenjar hipofise dalam
memproduksi hormone). Pada kasus lainnya, misal: beberapa keganasan (ditempat lain
dari tubuh) bisa merangsang produksi hormon anti diuretik, terutama keganasan di paru
dan kasus lainnya seperti dibawah ini:
1. Kelebihan vasopressin
2. Peningkatan tekanan intracranial baik pada proses infeksi maupun trauma pada
otak.
3. Obat yang dapat merangsang atau melepaskan vasopressin (vinuristin, cisplatin, dan
ocytocin)
4. Penyakit endokrin seperti insufislensi adrenal,dan insufisiensi pituitary anterior
5. Tumor pituitary terutama karsinoma bronkogenik/ karsinoma pancreatic yang dapat
mensekresi ADH secara ektopic(salah tempat)
6. Cidera Kepala
7. Pembedahan(dapat memunculkan SIADH sesaat)
8. Obat- obatan seperti
a. cholorpropamid(obat yang menurunkan gula darah)
b. Carbamazepine (obat anti kejang)
c. Tricilyc (antidepresan)
d. Vasopressin dan oxytocin ( hormon anti deuretik buatan ).
9. Meningitis
10. Kelebihan ADH
Faktor Pencetus :
1. Trauma Kepala
2. Meningitis.
3. Ensefalitis.
4. Neoplasma.
5. Cedera Serebrovaskuler.
6. Pembedahan.
7. Penyakit Endokrin.
4. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala yang dialami pasien dengan SIADH tergantung pada derajat
lamanya retensi air dan hiponatremia . perlu dilakukan pemeriksaan tingka osmolalitas
serum , kadar BUN, kreatinin, Natrium, Kalium, Cl dan tes kapasitas pengisian cairan:
5. Patofisiologi
Pengeluaran berlanjut dari ADH menyebabkan retensi air dari tubulus ginjal dan
duktus. Volume cairan ekstra selluler meningkat dengan hiponatremi delusional. Dalam
kondisi hiponatremi dapat menekan renin dan sekresi aldosteron menyebabkan
penurunan Na+ direabsorbsi tubulus proximal. Dalam keadaan normal, ADH mengatur
osmolaritas serum. Bila osmolaritas serum menurun, mekanisme feedback akan
menyebabkan inhibisi ADH. Hal ini akan mengembalikan dan meningkatkan ekskresi cairan
oleh ginjal untuk meningkatkan osmolaritas serum menjadi normal.
Pada pelepasan ADH berlanjut tanpa kontrol umpan balik, walaupun osmolaritas
plasma darah dan volume darah meningkat. Kelainan biokimiawi pada keadaan yang
kronik, Na turun dan Kalium naik, kadang-kadang terdapat keadaan yang disertai semua
kadar elektrolit dalam serum masih normal dan satu-satunya kelainan boikimiawi hanya
hipoglikemi. Atrofi adrenal yang idiopatik menyebabkan korteks kolaps, sel-sel kolaps yang
masih hidup mengalami pembesaran dengan sitoplasma eosinofil.
6. Pathway
7. Diagnosis
Tanpa uji laboratorium untuk memastikan diagnosa, SIADH paling baik ditentukan oleh
kriteria Bartter-Schwartz klasik, yang dapat diringkas sebagai berikut:
Hiponatremia dengan hipo-osmolalitas yang sesuai
Ekskresi natrium dari renal yang berkelanjutan
Urin lebih sedikit dibandingkan pengenceran maksimal
Tidak adanya bukti klinis tentang penipisan volume
Tidak adanya penyebab lain dari hiponatremia
Koreksi hiponatremia dengan pembatasan cairan
8. Komplikasi
Gejala-gejala neurologis dapat berkisar dari nyeri kepala dan konfusi sampai kejang
otot, koma dan kematian akibat hipotremia dan intaksikasi air.
9. Penatalaksanaan
Pada umumnya pengobatan SIADH terdiri dari restriksi cairan (manifestasi klinis SIADH
biasanya menjadi jelas ketika mekanisme haus yang mengarah kepada peningkatan intake
cairan. Larutan hipertonis 3% tepat di gunakan pada pasien dengan gejala neurologis akibat
hiponatremi
3. Semua asuhan yang diperlukan saat pasien mengalami penurunan tingkat kesadaran
(kejang, koma, dan kematian) seperti pemantauan yang cermat masukan dan
haluaran urine. Kebutuhan nutrisi terpenuhi dan dukungan emosional.
Rencana farmakologi
1. Penggunaan diuretic untuk mencari plasma osmolaritas rendah
2. Pengunaan obat demeeloculine, untuk menekan vosopresin
3. Hiperosmolaritas, volume oedema menurun
4. Ketidakseimbangan system metabolic, kandungan dari hipertonik saline 3 % secara
perlahan-lahan mengatasihiponatremi dan peningkatan osmolaritas serum (dengan
peningkatan = overload) cairan dengan cara penyelesaian ini mungkin disebabkan
oleh kegagalan jantung kongestif.
Pengobatan khusus (prosedur pembedahan)
Pengangkatan jaringan yang mensekresikan ADH, apabila ADH bersal dari
produksi tumor ektopik, maka terapi ditujukan untuk menghilangkan tumor tersebut.
Edukasi
1. Pentingnya memenuhi batasan cairan untuk periode yang di programkan untuk
membantu pasien merencanakan masukan cairan yang diizinkan(menghemat cairan
untuk situasi social dan rekreasi).
2. Perkaya diet dengan garam Na dan K dengan aman. Jika perlu, gunakan diuretic
secara berkelanjutan.
3. Timbang berat badan pasien sebagai indicator dehidrasi.
4. Indikator intoksikasi air dan hiponat : sakit kepala, mual, muntah, anoreksia segera
lapor dokter.
5. Obat-obatan yang meliputi nama obat, tujuan, dosis, jadwal, potensial efek samping.
6. Pentingnya tindak lanjut medis : tanggal dan waktu.
7. Untuk kasus ringan,retreksi cairan cukup dengan mengontrol gejala sampai sindrom
secara spontan lenyap.Apabila penyakit lebih parah,maka diberikan diuretik dan
obat yang menghambat kerja ADH di tubulus pengumpul.Kadang-kadang digunakan
larutan natrium klorida hipertonik untuk meningkatkan konsentrasi natrium plasma.
Apabila ADH berasal dari produksi tumor ektopik,maka terapi untuk menghilangkan
tumor tersebut.
9. Prognosis
Kecepatan dan durasi respon sangat bergantung pada penyebabnya . SIADH
biasanya berkurang dengan regresi tumor , tetapi dapat menetap walaupun tumor
primer telah terkontrol . gangguan neurologis akibat intoksikasi air biasanya bersifat
reversibel dan tidak memerlukan rehabilitas jangka panjang.
SIADH yang disertai hiponatremia, apalagi dengan derajat yang makin berat dan
ditambah terlambatnya penanganan akan sangat berkontribusi terhadap berat
ringannya angka mortalitas dan morbiditas pasien.
Angka mortalitas pasien disertai hyponatremia 12.5% lebih tinggi dibandingkan
pasien tanpa hiponatremi. Angka mortalitas bertambah 2 x lipat (25%) bila pasien
konsentrasi serum Na < 120 mmol/L dibanding pasien degan hiponatremia ringan
Angka mortalitas pasien dewasa berkisar 5-50% bila terdapat penurunan drastis
serum Na secara akut, tergantung derajatnya. Sementara pasien anak angka
mortalitas hanya 8%. Bayi dalam kandungan akan merespon edema yang terjadi
diotak dengan lebih baik, karena lebih luasnya volum kranium. Hiponatremi
paskaoperasi bisa menyebabkan angka mortalitas dan mormeningkat pada kedua
jenis kelamin, karena tidak adekuatnya adaptasi otak dengan volum luas dan
lambatnya berobat
http://ndt.oxfordjournals.org/content/29/suppl_2/i1.full.pdf+html
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3474650/
http://www.healthline.com/health/syndrome-of-inappropriate-antidiuretic-
hormone#symptoms3
http://emedicine.medscape.com/article/246650-overview
Corwin, J.E. 2001. Buku Saku Patofisiologi. Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta: EGC.
Price, Sylvia Anderson. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses- Proses Penyakit. Ed.6.
Jakarta: EGC;2005