Anda di halaman 1dari 11

SIADH

(Syndrome of inappropriate
antidiuretic hormone secretion)

Disusun Oleh:
Yonathan Adhitya Irawan (42160079)
Januarius Hendra K.S. (42160080)
Angon Sapiyo Tera

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM


RUMAH SAKIT BETHESDA YOGYAKARTA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN DUTA WACANA
YOGYAKARTA
2017
SIADH (Syndrome of inappropriate antidiuretic hormone secretion)

1. Definisi
SIADH merupakan kumpulan gejala akibat gangguan hormon antidiuretik atau yang
lebih dikenal dengan Inappropriate ADH syndrome, Schwartz-Bartter syndrome. SIADH
dapat didefinisikan sebagai Gangguan produksi hormon antidiuretik ini menyebabkan
retensi garam atau hiponatremia.

SIADH adalah gangguan pada hipofisis posterior akibat peningkatan pengeluaran ADH
sebagai respon terhadap peningkatan osmolaritas darah dalam tingkat yang lebih ringan.
SIADH (syndrome of inapropiate secretion of anti diuretic hormon) adalah gangguan pada
hipofisis posterior yang ditandai dengan peningkatan pelepasan ADH dari hipofisis
posterior.

2. Epidemiologi
Hampir dari dua pertiga pasien dengan SIADH mengalami neoplasma. Keganasan yang
paling sering berhubungan dengan sindrom ini adalah kanker paru, kanker duodenum dan
pankreas, limfoma, timoma, dan mesotelioma. Beberapa zat kemoterapi, sisplatin,
siklofosfamid, vinblastin, dan vinkristin telah menunjukkan pelepasan ADH yang tidak
mencukupi

Pasien usia lanjut dengan hiponatremia yang sedang direhabilitasi cenderung memiliki
gejala SIADH. Hal ini terbukti pada studi di kelompok usia lanjut dengan hiponatremi
idiopatik kronik yang mendasari hubungan antara SIADH dan usia. Hiponatremia sendiri
sering dengan korelasi medis yang kurang signifikan. Walau bagaimanapun risiko kejadian
SIADH meningkat bila pasien menderita hiponatremia. Insiden SIADH adalah 1/3 nya pada
anak yang rawat inap dengan pneunomia, yang berkorelasi dengan perburukan penyakit
dan kesembuhannya. Mungkin restriksi cairan pada pasien ini sangat diperlukan untuk
meningkatkan kesembuhannya .
3. Etiologi
SIADH sering terjadi pada pasien gagal jantung atau dengan gangguan hipotalamus
(bagian dari otak yang berkoordinasi langsung dengan kelenjar hipofise dalam
memproduksi hormone). Pada kasus lainnya, misal: beberapa keganasan (ditempat lain
dari tubuh) bisa merangsang produksi hormon anti diuretik, terutama keganasan di paru
dan kasus lainnya seperti dibawah ini:
1. Kelebihan vasopressin
2. Peningkatan tekanan intracranial baik pada proses infeksi maupun trauma pada
otak.
3. Obat yang dapat merangsang atau melepaskan vasopressin (vinuristin, cisplatin, dan
ocytocin)
4. Penyakit endokrin seperti insufislensi adrenal,dan insufisiensi pituitary anterior
5. Tumor pituitary terutama karsinoma bronkogenik/ karsinoma pancreatic yang dapat
mensekresi ADH secara ektopic(salah tempat)
6. Cidera Kepala
7. Pembedahan(dapat memunculkan SIADH sesaat)
8. Obat- obatan seperti
a. cholorpropamid(obat yang menurunkan gula darah)
b. Carbamazepine (obat anti kejang)
c. Tricilyc (antidepresan)
d. Vasopressin dan oxytocin ( hormon anti deuretik buatan ).
9. Meningitis
10. Kelebihan ADH

Faktor Pencetus :
1. Trauma Kepala
2. Meningitis.
3. Ensefalitis.
4. Neoplasma.
5. Cedera Serebrovaskuler.
6. Pembedahan.
7. Penyakit Endokrin.
4. Manifestasi Klinis

Gejala yang sering muncul adalah:

1. Hiponatremi (penurunan kadar natrium )


2. Mual, muntah, anorexia, diare
3. Nafsu makan menurun
4. Takhipnea
5. Retensi air yang berlebihan
6. Letargi
7. Kejang
8. Halusinasi
9. Penurunan kesadaran sampai koma.
10. Osmolalitas urine melebihi osmolalitas plasma , menyebabkan produksi urine yang
kurang terlarut.
11. Ekskresi natrium melalui urine yangberkelanjutan
12. Penurunan osmolalitas serum dan cairan ekstraselular

Tanda dan gejala yang dialami pasien dengan SIADH tergantung pada derajat
lamanya retensi air dan hiponatremia . perlu dilakukan pemeriksaan tingka osmolalitas
serum , kadar BUN, kreatinin, Natrium, Kalium, Cl dan tes kapasitas pengisian cairan:

1. Na serum >125 mEq/L.


1. Anoreksia.
2. Gangguan penyerapan.
3. Kram otot.
2. Na serum = 115 120 mEq/L.
1. Sakit kepala, perubahan kepribadian.
2. Kelemahan dan letargia.
3. Mual dan muntah.
4. Kram abdomen.

3. Na serum < 1115 mEq/L.


1. Kejang dan koma.
2. Reflek tidak ada atau terbatas.
3. Tanda babinski.
4. Papiledema.
5. Edema diatas sternum.

5. Patofisiologi

Pengeluaran berlanjut dari ADH menyebabkan retensi air dari tubulus ginjal dan
duktus. Volume cairan ekstra selluler meningkat dengan hiponatremi delusional. Dalam
kondisi hiponatremi dapat menekan renin dan sekresi aldosteron menyebabkan
penurunan Na+ direabsorbsi tubulus proximal. Dalam keadaan normal, ADH mengatur
osmolaritas serum. Bila osmolaritas serum menurun, mekanisme feedback akan
menyebabkan inhibisi ADH. Hal ini akan mengembalikan dan meningkatkan ekskresi cairan
oleh ginjal untuk meningkatkan osmolaritas serum menjadi normal.

Pada pelepasan ADH berlanjut tanpa kontrol umpan balik, walaupun osmolaritas
plasma darah dan volume darah meningkat. Kelainan biokimiawi pada keadaan yang
kronik, Na turun dan Kalium naik, kadang-kadang terdapat keadaan yang disertai semua
kadar elektrolit dalam serum masih normal dan satu-satunya kelainan boikimiawi hanya
hipoglikemi. Atrofi adrenal yang idiopatik menyebabkan korteks kolaps, sel-sel kolaps yang
masih hidup mengalami pembesaran dengan sitoplasma eosinofil.
6. Pathway

Output ADH yang berlebih

Kelainan Retensi Peningkatan Atrofi


biokimiawi air volume CES adrenal

Penurunan Na Intoksikasi Menekan renin Korteks


kenaikan cairan dan sekresi adrenal
hipoglekemi aldosteron kolaps

Penurunan Na di Sel korteks


tubulus proximal yang masih
Gangguan Perubahan hidup
proses pikir nutrisi kurang membesar
dari kebutuhan
tubuh
SIADH

Volume cairan berlebih

7. Diagnosis
Tanpa uji laboratorium untuk memastikan diagnosa, SIADH paling baik ditentukan oleh
kriteria Bartter-Schwartz klasik, yang dapat diringkas sebagai berikut:
Hiponatremia dengan hipo-osmolalitas yang sesuai
Ekskresi natrium dari renal yang berkelanjutan
Urin lebih sedikit dibandingkan pengenceran maksimal
Tidak adanya bukti klinis tentang penipisan volume
Tidak adanya penyebab lain dari hiponatremia
Koreksi hiponatremia dengan pembatasan cairan

Tes laboratorium berikut mungkin bisa membantu dalam diagnosis SIADH:

Natrium serum menurun <15 M Eq/L.


Natrium urin kurang dari 15 M Eq/L(menandakan konservasi ginjal terhadap Na)
Natrium urin > 20 M Eq/L menandakan SIADH.
Kalium serum,mungkin turun sesuai upaya ginjal untuk menghemat Na dan
Kalium sedikit.
Klorida/bikarbonat serum: mungkin menurun,tergantung ion mana yang hilang
dengan DNA.
Osmolalitas,umumnya rendah tetapi mungkin normal atau tinggi.
Osmolalitas urin,dapat turun/biasa < 100 m osmol/L kecuali pada SIADH dimana
kasus ini akan melebihi osmolalitas serum. Berat jenis urin:meningkat (< 1,020)
bila ada SIADH.
Hematokrit, tergantung pada keseimbangan cairan,misalnya: kelebihan cairan
melawan dehidrasi.
Osmolalitas plasma dan hiponatremia (penurunan konsentrasi natrium,natrium
serum menurun sampai 170 M Eq/L.
Prosedur khusus :tes fungsi ginjal adrenal,dan tiroid normal.
Pengawasan di tempat tidur : peningkatan tekanan darah.
Pemeriksaan laboratorium : penurunan osmolalitas, serum, hiponatremia,
hipokalemia, peningkatan natrium urin

Pemeriksaan radiologi yang dapat dipertimbangkan meliputi:

Foto torax (untuk mendeteksi penyebab paru yang mendasari SIADH)


Computed tomography atau magnetic resonance imaging kepala (untuk
mendeteksi edema serebral yang terjadi sebagai komplikasi SIADH, untuk
identifikasi gangguan SSP yang bertanggung jawab untuk SIADH, atau untuk
membantu menyingkirkan penyebab potensial lain dari perubahan status
neurologis)

8. Komplikasi
Gejala-gejala neurologis dapat berkisar dari nyeri kepala dan konfusi sampai kejang
otot, koma dan kematian akibat hipotremia dan intaksikasi air.
9. Penatalaksanaan

Pada umumnya pengobatan SIADH terdiri dari restriksi cairan (manifestasi klinis SIADH
biasanya menjadi jelas ketika mekanisme haus yang mengarah kepada peningkatan intake
cairan. Larutan hipertonis 3% tepat di gunakan pada pasien dengan gejala neurologis akibat
hiponatremi

Penatalaksanaan SIADH terbagi menjadi 3 kategori yaitu:

1. Pengobatan penyakit yang mendasari, yaitu pengobatan yang ditunjukkan untuk


mengatasi penyakit yang menyebabkan SIADH, misalnya berasal dari tumor ektopik,
maka terapi yang ditunjukkan adalah untuk mengatasi tumor tersebut.
2. Mengurangi retensi cairan yang berlebihan. Pada kasus ringan retensi cairan dapat
dikurangi dengan membatasi masukan cairan. Pedoman umum penanganan SIADH
adalah bahwa sampai konsenntrasi natrium serum dapat dinormalkan dan gejala-
gejala dapat diatasi. Pada kasus yang berat, pemberian larutan normal cairan
hipertonik dan furosemid adalah terapi pilihan.

3. Semua asuhan yang diperlukan saat pasien mengalami penurunan tingkat kesadaran
(kejang, koma, dan kematian) seperti pemantauan yang cermat masukan dan
haluaran urine. Kebutuhan nutrisi terpenuhi dan dukungan emosional.

Rencana non farmakologi


1. Pembatasan cairan (pantau kemungkinan kelebihan cairan)
2. Pembatasan sodium

Rencana farmakologi
1. Penggunaan diuretic untuk mencari plasma osmolaritas rendah
2. Pengunaan obat demeeloculine, untuk menekan vosopresin
3. Hiperosmolaritas, volume oedema menurun
4. Ketidakseimbangan system metabolic, kandungan dari hipertonik saline 3 % secara
perlahan-lahan mengatasihiponatremi dan peningkatan osmolaritas serum (dengan
peningkatan = overload) cairan dengan cara penyelesaian ini mungkin disebabkan
oleh kegagalan jantung kongestif.
Pengobatan khusus (prosedur pembedahan)
Pengangkatan jaringan yang mensekresikan ADH, apabila ADH bersal dari
produksi tumor ektopik, maka terapi ditujukan untuk menghilangkan tumor tersebut.

Edukasi
1. Pentingnya memenuhi batasan cairan untuk periode yang di programkan untuk
membantu pasien merencanakan masukan cairan yang diizinkan(menghemat cairan
untuk situasi social dan rekreasi).
2. Perkaya diet dengan garam Na dan K dengan aman. Jika perlu, gunakan diuretic
secara berkelanjutan.
3. Timbang berat badan pasien sebagai indicator dehidrasi.
4. Indikator intoksikasi air dan hiponat : sakit kepala, mual, muntah, anoreksia segera
lapor dokter.
5. Obat-obatan yang meliputi nama obat, tujuan, dosis, jadwal, potensial efek samping.
6. Pentingnya tindak lanjut medis : tanggal dan waktu.
7. Untuk kasus ringan,retreksi cairan cukup dengan mengontrol gejala sampai sindrom
secara spontan lenyap.Apabila penyakit lebih parah,maka diberikan diuretik dan
obat yang menghambat kerja ADH di tubulus pengumpul.Kadang-kadang digunakan
larutan natrium klorida hipertonik untuk meningkatkan konsentrasi natrium plasma.
Apabila ADH berasal dari produksi tumor ektopik,maka terapi untuk menghilangkan
tumor tersebut.

9. Prognosis
Kecepatan dan durasi respon sangat bergantung pada penyebabnya . SIADH
biasanya berkurang dengan regresi tumor , tetapi dapat menetap walaupun tumor
primer telah terkontrol . gangguan neurologis akibat intoksikasi air biasanya bersifat
reversibel dan tidak memerlukan rehabilitas jangka panjang.
SIADH yang disertai hiponatremia, apalagi dengan derajat yang makin berat dan
ditambah terlambatnya penanganan akan sangat berkontribusi terhadap berat
ringannya angka mortalitas dan morbiditas pasien.
Angka mortalitas pasien disertai hyponatremia 12.5% lebih tinggi dibandingkan
pasien tanpa hiponatremi. Angka mortalitas bertambah 2 x lipat (25%) bila pasien
konsentrasi serum Na < 120 mmol/L dibanding pasien degan hiponatremia ringan

Angka mortalitas pasien dewasa berkisar 5-50% bila terdapat penurunan drastis
serum Na secara akut, tergantung derajatnya. Sementara pasien anak angka
mortalitas hanya 8%. Bayi dalam kandungan akan merespon edema yang terjadi
diotak dengan lebih baik, karena lebih luasnya volum kranium. Hiponatremi
paskaoperasi bisa menyebabkan angka mortalitas dan mormeningkat pada kedua
jenis kelamin, karena tidak adekuatnya adaptasi otak dengan volum luas dan
lambatnya berobat
http://ndt.oxfordjournals.org/content/29/suppl_2/i1.full.pdf+html

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3474650/

http://www.healthline.com/health/syndrome-of-inappropriate-antidiuretic-
hormone#symptoms3

http://emedicine.medscape.com/article/246650-overview

Corwin, J.E. 2001. Buku Saku Patofisiologi. Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta: EGC.

Price, Sylvia Anderson. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses- Proses Penyakit. Ed.6.
Jakarta: EGC;2005

Anda mungkin juga menyukai