Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN TUTORIAL IN CLINIC (TIC) MASALAH PSIKOSOSIAL

PADA NY.N DI DESA CIPACING RT/RW 03/18 KECAMATAN


JATINANGOR

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Stase Keperawatan Jiwa Program
Profesi Ners XXXVI Universitas Padjadjaran

Disusun Oleh:
Ade Rosi
Rianti Kesumawati
Rt Zulfa Nurazah
Siti Halinda
Tia Hafsari
Yuyun Melinda

PROGRAM PROFESI NERS ANGKATAN XXXVI


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2019
LAPORAN TUTORIAL IN CLINIC (TIC) MASALAH PSIKOSOSIAL
PADA NY.N DI DESA CIPACING RT/RW 03/18 KECAMATAN
JATINANGOR

1. GAMBARAN UMUM KONDISI PASIEN Ny.N


Klien bernama Ny.N usia 54 tahun (Bandung, 11-03-1964). Ny.N
merupakan anak bungsu dari lima bersaudara. Klien merupakan lulusan
Sekolah Dasar (SD). Klien tidak mempunyai pekerjaan, klien hanya sebagai
ibu rumah tangga dari ke enam anaknya. Ny.N tinggal bersama suami dan
keenam anaknya, dimana anak ke lima klien menderita gangguan jiwa. Anak
kelima Ny.N yaitu Tn.R berusia 21 tahun mengalami gangguan jiwa sejak 3
bulan kebelakang. Ny.N mengatakan awal gejala anaknya sakit yaitu tiba-tiba
Tn.R sering berbicara sendiri dan melihat ada orang yang mengikutinya dari
tempat kerjanya. Ny.N bersama anggota keluarga lainnya mengatakan telah
berupaya mengobati dengan memanggil orang pintar yang bisa mengobati
anaknya. Namun, tidak ada perubahan yang terjadi pada anaknya. Ny.N
mengatakan ingin sekali anaknya sembuh dan dapat beraktivitas normal, klien
mengatakan selalu mendoakan kesembuhan klien di setiap solat tahajudnya.
Saat ini klien membawa anaknya ke pesantren di Limbangan daerah Garut
untuk dilakukan terapi, namun klien merasa khawatir terhadap kondisi
anaknya saat ini karena pada saat klien menjenguk anaknya ke pesantren,
anaknya pernah memukul pasien lain dengan tangannya. Ny.N merasa cemas
terhadap kondisi anaknya sekarang yang semakin menjadi-jadi. Klien
mengatakan terkadang suka takut anaknya dikroyok pasien lain akibat
ulahnya yang suka memukul orang. Klien juga mengatakan belum pernah
membawa anaknya ke pelayanan kesehatan medis karena takut anaknya
ketergantungan obat, klien mengatakan jika anaknya tidak minum obat maka
sakitnya malah makin parah.
Setiap ada masalah pada keluarga Ny.N, selalu bermusyawarah
terlebih dahulu dengan keluarga. Terlebih Ny.N adalah seorang istri dari
Tn.O dan dalam setiap pengambilan keputusan di keluarga biasanya atas
keputusan suaminya yaitu Tn.O tetapi didasari atas dasar musyawarah
bersama. Klien dalam kehidupan bermasyarakat mengatakan suka berbaur
namun hanya seperlunya, klien mengatakan sering ikut kerja bakti di RT nya.
Klien juga mengatakan tetap menjalin hubungan dengan tetangga sekitar dan
tidak malu dengan kondisi anaknya, meskipun terkadang sering sedih karena
tidak menyangka anaknya bisa terkena penyakit seperti ini. Istri ketua RW
menyampaikan bahwa Keluarga Ny.N merupakan salah satu sasaran utama
desa dalam masalah kesehatan jiwa.
Saat dikaji mengenai keluhan fisik, klien mengatakan sering
merasakan nyeri pada lengan sebelah kanan jika beraktivitas terlalu berat.
Klien mengatakan nyeri dapat hilang jika beristirahat. Tekanan darah klien
120/80 mmHg, nadi 86 x/menit, RR 18 x/menit, Suhu 36,7ºC. Klien
mempunyai penyakit magh kronis dari sejak masih gadis, biasanya magh
terjadi jika klien sering makan tidak teratur. Riwayat penyakit keluarga klien
mengatakan tidak ada keluarga yang mempunyai penyakit berat seperti
hipertensi, diabetes, dan penyakit infeksi lainnya.

2. DEFINISI
Menurut Freud (dalam Alwisol, 2005) mengatakan bahwa kecemasan
adalah fungsi ego untuk memperingatkan individu tentang kemungkinan
datangnya suatu bahaya sehingga dapat disiapkan reaksi adaptif yang sesuai.
Kecemasan berfungsi sebagai mekanisme yang melindungi ego karena
kecemasan memberi sinyal kepada kita bahwa ada bahaya dan kalua tidak
dilakukan tindakan yang tepat maka bahaya itu akan meningkat sampai ego
dikalahkan.
Syamsu Yusuf (2009: 43; Annisa dan Ifdil, 2016) mengemukakan
anxiety (cemas) merupakan ketidakberdayaan neurotik, rasa tidak aman, tidak
matang, dan kekurangmampuan dalam menghadapi tuntutan realitas
(lingkungan), kesulitan dan tekanan kehidupan sehari-hari. Dikuatkan oleh
Kartini Kartono (1989: 120) bahwa cemas adalah bentuk ketidakberanian
ditambah kerisauan terhadap hal-hal yang tidak jelas. Senada dengan itu,
Sarlito Wirawan Sarwono (2012: 251) menjelaskan kecemasan merupakan
takut yang tidak jelas objeknya dan tidak jelas pula alasannya.
Dari berbagai pengertian kecemasana (anxiety) yang telah dipaparkan
di atas dapat disimpulkan bahwa kecemasan adalah kondisi emosi dengan
timbulnya rasa tidak nyaman pada diri seseorang, dan merupakan pengalaman
yang samar-samar disertai dengan perasaan yang tidak berdaya serta tidak
menentu yang disebabkan oleh suatu hal yang belum jelas. Berkaitan dengan
kasus, klien menyatakan ketakutannya terhadap sang anak. Karena anak klien
pernah memukul pasien lain sehingga klien merasa takut anaknya akan
dikeroyok akibat ulahnya yang suka memukul orang. Klien juga mengatakan
belum pernah membawa anaknya ke pelayanan kesehatan medis karena takut
anaknya ketergantungan obat, klien mengatakan jika anaknya tidak minum
obat maka sakitnya malah makin parah.

3. FAKTOR PREDISPOSISI
Menurut Stuart dan Laraia (1998) terdapat beberapa teori yang dapat
menjelaskan ansietas, di antaranya sebagai berikut:
1. Faktor biologis.
Otak mengandung reseptor khusus untuk benzodiazepine. Reseptor ini
membantu mengatur ansietas. Penghambat GABA juga berperan utama
dalam mekanisme biologis berhubungan dengan ansietas sebagaimana
halnya dengan endorfin. Ansietas mungkin disertai dengan gangguan fisik
dan selanjutnya menurunkan kapasitas seseorang untuk mengatasi stresor.
2. Faktor psikologis
a. Pandangan psikoanalitik. Ansietas adalah konflik emosional yang
terjadi antara antara dua elemen kepribadian—id dan superego. Id
mewakili dorongan insting dan impuls primitif, sedangkan superego
mencerminkan hati nurani seseorang dan dikendalikan oleh norma-
norma budaya seseorang. Ego atau aku berfungsi menengahi tuntutan
dari dua elemen yang bertentangan dan fungsi ansietas adalah
mengingatkan ego bahwa ada bahaya.
b. Pandangan interpersonal. Ansietas timbul dari perasaan takut
terhadap tidak adanya penerimaan dan penolakan interpersonal.
Ansietas berhubungan dengan perkembangan trauma, seperti
perpisahan dan kehilangan, yang menimbulkan kelemahan spesifik.
Orang yang mengalami harga diri rendah terutama mudah mengalami
perkembangan ansietas yang berat.
c. Pandangan perilaku. Ansietas merupakan produk frustasi yaitu
segala sesuatu yang mengganggu kemampuan seseorang untuk
mencapai tujuan yang diinginkan. Pakar perilaku menganggap sebagai
dorongan belajar berdasarkan keinginan dari dalam untuk
menghindari kepedihan. Individu yang terbiasa dengan kehidupan dini
dihadapkan pada ketakutan berlebihan lebih sering menunjukkan
ansietas dalam kehidupan selanjutnya.
3. Sosial budaya
Ansietas merupakan hal yang biasa ditemui dalam keluarga. Ada
tumpang tindih dalam gangguan ansietas dan antara gangguan ansietas
dengan depresi. Faktor ekonomi dan latar belakang pendidikan
berpengaruh terhadap terjadinya ansietas.
Ny N memikirkan anaknya yang mengalami masalah mental,
apalagi anak klien masih muda dan sangat baik. Ny.N merasa cemas
terhadap kondisi anaknya sekarang yang semakin menjadi-jadi. Klien
mengatakan terkadang suka takut anaknya dikroyok pasien lain akibat
ulahnya yang suka memukul orang. Klien juga mengatakan belum
pernah membawa anaknya ke pelayanan kesehatan medis karena takut
anaknya ketergantungan obat, klien mengatakan jika anaknya tidak
minum obat maka sakitnya malah makin parah.

4. TANDA GEJALA
Menurut Hawari (2008) kecemasan mempunyai gelaja klinis yang
sering dikeluhkan individu yaitu:
1. Cemas, khawatir, mempunyai firasat buruk, mudah tersinggung, dan
takut terhadap pikirannya sendiri
2. Merasa tegang, gelisah, mudah terkejut
3. Takut sendirian, takut keramaian
4. Gangguan pola tidur, mimpi buruk
5. Gangguan konsentrasi dan daya ingat
6. Keluhan somatik diantaranya sakit pada otot dan tulang, berdebar-
bedar, pendengaran berdenging, sesak nafas, gangguan pencernaan,
gangguan perkemihan, dan sakit kepala.
Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa gejala
kecemasan dapat bersifat reaksi fisiologis seperti sakit pada otot dan
tulang, berdebar-debar, pendengaran berdenging, sesak nafas, gangguan
pencernaan, gangguan perkemihan, dan sakit kepala. Respon kognitif
diantaranya cemas, khawatir, mudah tersinggung, tegang, gelisah, sulit
berkonsentrasi dan susah tidur.
Temuan kasus pada klien di temukan bahwa klien merasa takut dan
khawatir akan perubahan kondisi anaknya yang memiliki masalah
kejiwaan. Semenjak kejadian tersebut klien sering menangis sendiri dan
mengalami gangguan pola tidur, bahkan klien menyatakan durasi tidur
yang paling lama sekitar 2 jam.

5. FAKTOR PRESIPITASI
Faktor presipitasi dibedakan menjadi berikut.
1. Ancaman terhadap integritas seseorang meliputi ketidakmampuan
fsiologis yang akan datang atau menurunnya kapasitas untuk
melakukan aktivitas hidup sehari-hari.
2. Ancaman terhadap sistem diri seseorang dapat membahayakan
identitas, harga diri, dan fungsi sosial yang terintegrasi seseorang.
Klien mengatakan merasa khawatir ketika anaknya melakukan
tindakan kasar kepada teman sebayanya, seperti memukul temannya.
Dimana posisi anaknya sedang melakukan pengobatan di pesantren kurang
lebih selama 3 bulan kebelakang. Klien juga mengatakan kawatir akan
masa depan anaknya, dan merasa cemas jika memikirkan kesembuhan
anaknya yang sedang menjalani pengobatan.
Klien mengatakan bahwa untuk mengobati anaknya, klien sudah
berusaha untuk membawa klien berobat seperti membawa anaknya ke
terapi alternative, hingga tabib sampai di luar kota. Namun klien
mengatakan dari semua usaha pengobatan yang dilakukan, anak klien tidak
menunjukkan perubahan kondisi yang berarti.

6. SUPPORT SYSTEM
Support system yang pertama adalah keluarga sebagai kontrol
perilaku utama bagi individu. Kebanyakan individu mendapatkan lebih
banyak bantuan dari keluarga mereka daripada sumber lainnya, bahkan
dokter mereka sekalipun. Terutama pada klien gangguan jiwa, dimana
seluruh aktivitasnya membutuhkan pengarahan dari orang lain termasuk
dalam hal pengobatan yang merupakan faktor pendukung medis dalam
upaya penyembuhannya. Penderita gangguan jiwa dalam masa rehabilitasi
yang dirawat oleh keluarga sendiri di rumah atau rawat jalan memerlukan
dukungan untuk mematuhi program pengobatan. Jadi, keluarga memegang
suatu peranan yang bersifat mendukung selama masa penyembuhan dan
pemulihan klien. Apabila dukungan semacam ini tidak ada, maka
keberhasilan penyembuhan/pemulihan (rehabilitasi) sangat berkurang
(Friedman, 2008).
Dukungan keluarga merupakan unsur terpenting dalam membantu
individu menyelesaikan suatu masalah. Apabila ada dukungan, maka rasa
percaya diri akan bertambah dan motivasi untuk menghadapi masalah
yang akan terjadi akan meningkat (Tamher dan Noorkasiani, 2009).
Menurut Friedman (2008), dukungan keluarga adalah proses yang terjadi
terus menerus disepanjang masa kehidupan manusia. Dukungan keluarga
berfokus pada interaksi yang berlangsung dalam berbagai hubungan sosial
sebagaimana yang dievaluasi oleh individu. Dukungan keluarga adalah
sikap, tindakan dan penerimaan keluarga terhadap anggotanya. Anggota
keluarga memandang bahwa orang yang bersifat mendukung selalu siap
memberikan pertolongan dan bantuan jika diperlukan.
Menurut Friedman (2008) sumber dukungan keluarga terdapat berbagai
macam bentuk seperti :
1) Dukungan informasional
Dukungan informasional adalah keluarga berfungsi sebagai pemberi
informasi, dimana keluarga menjelaskan tentang pemberian saran,
sugesti, informasi yang dapat digunakan mengungkapkan suatu
masalah.
2) Dukungan penilaian atau penghargaan
Dukungan penilaian adalah keluarga yang bertindak membimbing dan
menengahi pemecahan masalah, sebagai sumber dan validator
indentitas anggota keluarga diantaranya memberikan support,
penghargaan, perhatian.
3) Dukungan instrumental
Dukungan instrumental adalah keluarga merupakan sumber
pertolongan praktis dan konkrit, diantaranya adalah dalam hal
kebutuhan keuangan, makan, minum dan istirahat.
4) Dukungan emosional
Dukungan emosional adalah keluarga sebagai tempat yang aman dan
damai untuk istirahat serta pemulihan dan membantu penguasaan
terhadap emosi. Dukungan emosional meliputi dukungan yang
diwujudkan dalam bentuk adanya kepercayaan dan perhatian.
Sumber dukungan keluarga adalah sumber dukungan sosial keluarga
yang dapat berupa dukungan sosial keluarga secara internal seperti
dukungan dari suami atau istri serta dukungan dari saudara kandung atau
dukungan sosial keluarga secara eksternal seperti paman dan bibi
(Friedman, 2008). Berdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan
bahwa dukungan keluarga dapat meningkatkan kesehatan fisik,
manajemen, reaksi stres, produktivitas, dan kesejahteraan psikologis dan
kemampuan penyesuaian diri.
Pada kasus ini, klien berada pada lingkungan adanya support system
keluarga terutama dari suami klien dan keempat anak klien. Suami klien
mendukung klien secara psikologis dan finansial, meskipun saat ini
kondisi suami klien tidak sehat seperti dulu karena suami klien mengalami
stroke ringan sehingga mengalami sedikit hambatan dalam berjalan,
namun suami klien berusaha untuk memenuhi kebutuhan dengan bekerja
di sawah dan selalu memberikan semangat kepada klien serta selalu
mengingatkan kepada klien untuk selalu berdoa untuk kesembuhan anak
klien. Keempat anak klien memberikan dukungan secara psikologis,
dengan memberikan semangat dan terkadang menemani klien saat akan
menjenguk adiknya yang sedang pasantren di kota Garut. Klien
mengatakan merasa cemas dengan kelangsungan pengobatan anaknya
yang mengalami gangguan jiwa, karena sisa gaji anaknya telah habis
digunakan untuk pengobatan anaknya, klien hanya seorang ibu rumah
tangga,, semua kebutuhan klien hanya mengandalkan dari suami klien.
Klien tidak ingin meminta dari kedua anak perempuannya yang telah
menikah karena mengetahui bahwa mereka pun memiliki kebutuhan
rumah tangga. Sehingga klien merasa cemas dan bingung untuk kelanjutan
pengobatan anaknya.

7. MEKANISME KOPING
Ketika mengalami ansietas individu menggunakan berbagai
mekanisme koping untuk mencoba mengatasinya dan ketidakmampuan
mengatasi ansietas secara konstruktif merupakan penyebab utama
terjadinya perilaku patologis. Ansietas tingkat ringan sering ditanggulangi
tanpa yang serius. Tingkat ansietas sedang dan berat menimbulkan dua
jenis mekanisme koping:
a. Reaksi yang berorientasi pada tugas, yaitu upaya yang disadari dan
berorientasi pada tindakan untuk memenuhi secara realitis tuntutan
situasi stress.
b. Mekanisme pertahanan ego, membantu mengatasi ansietas ringan dan
sedang, tetapi jika berlangsung pada tingkat sadar dan melibatkan
penipuan diri dan distorsi realitas, maka mekanisme ini dapat
merupakan respon maladaptif terhadap stress.
Sebuah sumber menjelaskan bahwa ada dua mekanisme koping yang
dikategorikan untuk mengatasi ansietas:
a. Reaksi yang berorientasi pada tugas (Task Oriented Reaction)
merupakan pemecahan masalah secara sadar digunakan untuk
menanggulangi ancaman stressor yang ada secara realistis, yaitu:
1) Perilaku menyerah (agresif) biasanya digunakan individu untuk
mengatasi rintangan agar memenuhi kebutuhan.
2) Perilaku menarik diri digunakan untuk menghilangkan sumber
ancaman baik secara fisik maupun secara psikologis.
3) Perilaku kompromi digunakan untuk mengubah tujuan-tujuan
yang akan dilakukan atau mengorbankan kebutuhan personal
untuk mencapai tujuan.
b. Mekanisme pertahanan ego (ego oriented Reaction) mekanisme
pertahanan ego membantu mengatasi ansietas ringan maupun sedang
yang digunakan untuk melindungi diri dan dilakukan secara tidak
sadar untuk mempertahankan ketidakseimbangan.
Adapun mekanisme pertahanan Ego adalah :
1) Kompensasi adalah proses dimana seseorang memperbaiki
penurunan citra diri dengan secara tegas menonjolkan
keistimewaan atau kelebihan yang dimilikinya.
2) Penyengkalan (Denial) menyatakan ketidaksetujuan terhadap
realitas dengan mengingkari realitas tersebut. Mekanisme
pertahanan ini paling sederhana dan promitif.
3) Pemindahan (displacemen) pengelahian emosi yang semula
ditunjukan pada seseorang atau benda yang biasanya netral atau
kurang mengancam terhadap dirinya.
4) Disosiasi pemisahan dari setiap proses mental atau perilaku dari
kesadaran atau identitasnya.
5) Identifikasi (identification) proses dimana seseorang mencoba
menjadi orang yang ia kagumi dengan mengambil atau menirukan
pikiran-pikiran, perilaku dan selera orang tersebut.
6) Intelektualisasi (Intelektualization) penggunaan logika dana
alasan yang berlebihan untuk menghindari pengalaman yang
mengganggu perasannya.
7) Introjeksi (Intrijection) mengkuti norma-norma dari luar
sehingga ego tidak lagi terganggu oleh ancaman dari luar
(pembentukan superego).
8) Fikasasi adalah berhenti pada tingkat perkembangan dalah satu
aspek tertentu (emosi atautingkah laku atau pikiran) sehingga
perkembangan selanjutnya terhalang.
9) Proyeksi, pengalihan buah pikiran atau impuls pada diri sendiri
kepada orang lain terutama keinginan perasaan emosional dan
motivasi tidak dapat ditoleransi
10) Rasionalisasi memberi keterangan bahwa sikap atau tingkah
lakunya menurut alasan yang seolah-olah rasional, sehingga tidak
menjatuhkan harga diri.
11) Reaksi fomasi, bertingkah laku yang berlebihan langsung
bertentangan dengan keinginan-keinginan, perasaan yang
sebenarnya.
12) Regresi adalah kembali ketingkat perkembangan terdahulu
(tingkah laku yang primitif) contoh, bila keinginan terhambat
menjadi marah, merusak, melempar barang, dsb.
13) Represi adalah secara tidak sadar mengesampingkan pikiran,
impuls, atau ingatan yang menyakitkan atau bertentangan,
merupakan pertahanan ego yang primer yang cenderung diperkuat
oleh mekanisme ego yang lainnya.
14) Acting out adalah langsunng mencetuskan perasaan bila
keinginannya terhalang.
15) Sublimasi adalah penerimaan suatu sasaran pengganti yang mulia
artinya dimana masyarakat untuk suatu dorongan yang
mengalami halangan dalam penyalurannya secara normal.
16) Supresi adala suatu proses yang digolongkan sebagai mekanisme
pertahanan tetapi sebetulnya merupakan analog represi yang
disadari, pengesampingan yang disengaja tentang suatu bahan
dari kesadaran seseorang, kadang-
kadang dapat mengarah pada represif berikutnya.
17) Undoing adalah tindakan atau perilaku atau komunikasi yang
menghapuskan sebagaian dari tindakan atau perilaku atau
komunikasi sebelumnya merupakan mekanisme pertahanan
primitif.

8. INTERVENSI KEPERAWATAN
A. Analisa Data

Data Masalah
DS: Ansietas
 Klien mengatakan memiliki anak dengan
gangguan jiwa sejak 3 bulan yang lalu
 Klien mengatakan khawatir dengan
kondisi anaknya saat ini yang sedang
dipesantren karena mengetahui anaknya
pernah memukul pasien lain
 Klien mengatakan takut anaknya
dikeroyok oleh pasien lain
 Klien mengatakan sering sedih karena
tidak menyangka anaknya bisa terkena
penyakit seperti ini
 Klien mengatakan tidak bisa tidur dan
sering mimpi buruk
DO:
 Klien tampak berkaca-kaca saat
menceritakan kondisi anaknya
 Nada bicara klien terdengar agak
bergetar setiap kali menceritakan kondisi
anaknya
 Klien tampak gelisah
 Muka klien memerah dan menangis pada
saat ditanya tentang anaknya
DS: Defisiensi pengetahuan
 Klien mengatakan memiliki anak dengan berhubungan dengan
gangguan jiwa sejak 3 bulan yang lalu kurangnya informasi
 Klien mengatakan kondisi anaknya tidak
membaik setelah dilakukan pengobatan
alteolehrnatif dan orang pintar
 Klien mengatakan takut untuk membawa
anaknya ke pelayanan medis
DO:
 Klien bertanya tentang kesembuhan
kondisi anaknya
 Klien tampak bingung dengan
pengobatan yang harus dilakukan
 Klien tidak mengetahui tentang
pengobatan medis tentang gangguan
mental
DS: Nyeri akut berhubungan
 Klien mengatakan sering nyeri pada dengan agen cedera biologis
lengan sebelah kanan jika beraktivitas
terlalu berat
 Klien mengatakan skala nyeri: 4 (0-10)
 Klien mengatakan nyeri terasa seperti di
timpa benda berat

DO:
 TD : 120/80 mmhg
 RR: 20x/menit
 Hr: 86x/menit
 Muka tampak meringgis
 Kekuatan otot 5/5
9. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

No. Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional


1 Ansietas berhubungan SP Klien: SP 1 Klien: SP 1 Klien:
dengan kondisi anaknya, Setelah dilakukan tindakan 1) Bina hubungan saling percaya: 1) Terbinanya hubungan
ditandai dengan keperawatan selama 2 x ucapkan salam terapeutik, saling percaya, dapat
DS: pertemuan, ansietas dapat memperkenalkan diri, panggil memfasilitasi keterbukaan
 Klien mengatakan terkontrol dengan kriteria pasien sesuai nama panggilan yang dalam mengungkapkan
memiliki anak dengan hasil: disukai, jelaskan tujuan interaksi, dan penyelesaian masalah
gangguan jiwa sejak 3 1) Pasien mampu mengenal buat kontrak waktu. pada klien.
bulan yang lalu ansietas 2) Bantu pasien untuk 2) Identifikasi pasien
 Klien mengatakan 2) Pasien mampu mengatasi mengidentifikasi dan menguraikan terhadap kondisinya dapat
khawatir dengan ansietas melalui tehnik perasaannya. menjadi indikator
kondisi anaknya saat relaksasi pemenuhan kebutuhan
ini yang sedang 3) Pasien mampu pasien
dipesantren karena memperagakan dan 3) Bantu pasien mengenal penyebab 3) Ketidakefektifan
mengetahui anaknya menggunakan tehnik ansietas manajemen ansietas dapat
pernah memukul relaksasi untuk mengatasi terjadi ketika seseorang
pasien lain ansietas tidak mengetahui hal yang
 Klien mengatakan menyebabkan munculnya
takut anaknya SP Keluarga: ansietas
dikeroyok oleh pasien Setelah dilakukan tindakan 4) Bantu klien menyadari perilaku 4) Kesadaran tentang
lain keperawatan selama 2 x akibat ansietas dampak dari ansietas
 Klien mengatakan pertemuan, keluarga mampu dapat menjadi motivasi
sering sedih karena terlibat dalam mengontrol untuk mengendalikan
tidak menyangka ansietas, dengan kriteria ansietas
anaknya bisa terkena hasil: 5) Latih teknik relaksasi: 5) Relaksasi nafas dalam
penyakit seperti ini 2) Keluarga mampu mengenal a) Tarik napas dalam dapat melapangkan
masalah ansietas pada anggota b) Distraksi ekspansi paru sehingga
DO: keluarganya memberikan efek rileks.
 Klien tampak berkaca- 3) Keluarga mampu merawat Teknik distraksi mampu
kaca saat anggota keluarga yang mengalihkan perhatian
menceritakan kondisi mengalami ansietas dari ansietas.
anaknya 4) Keluarga mampu memfollow
 Nada bicara klien up anggota keluarga yang SP 2 Klien: SP 2 Klien:
terdengar agak mengalami ansietas. 1) Pertahankan rasa percaya pasien 1) Terbinanya hubungan
bergetar setiap kali saling percaya, dapat
menceritakan kondisi memfasilitasi keterbukaan
anaknya dalam mengungkapkan
dan penyelesaian masalah
pada klien.
2) Asesmen ulang ansietas dan 2) Pengkajian ulang ansietas
kemampuan melakukan teknik menjadi indikator capaian
relaksasi sesuai kebutuhan pasien.
3) Latih pengendalian ansietas: 3) Hipnotis 5 jari dan teknik
hipnotis diri sendiri (teknik lima spiritual melibatkan alam
jari) dan kegiatan spiritual bawah sadar seseorang
untuk mengendalikan
persepsi ansietas maupun
stres.

SP 1 Keluarga: SP 1 Keluarga
1) Bina hubungan saling percaya 1) Terbinanya hubungan
saling percaya, dapat
memfasilitasi keterbukaan
dalam mengungkapkan
dan penyelesaian masalah
2) Bantu keluarga mengenal ansietas: 2) Pengetahuan keluarga
Jelaskan ansietas, penyebab, proses tentang ansietas
terjadi, tanda dan gejala, serta mendorong pemahaman
akibatnya. keluarga tentang kondisi
pasien
3) Jelaskan cara merawat ansietas 3) Dorongan dan kontrol dari
pasien: tidak menambah masalah keluarga mampu
(stres) dengan sikap positif, meningkatkan kepatuhan
memotivasi cara relaksasi yg telah pasien dalam
dilatih perawat pada pasien mengandalikan ansietas
4) Sertakan keluarga saat melatih 4) Keterlibatan keluarga
teknik relaksasi pada pasien dan dalam pemahaman latihan
minta untuk memotivasi pasien dapat memudahkan
melakukannya keluarga ikut mengontrol
manajemen ansietas
pasien.

SP 2 Keluarga: SP 2 Keluarga:
1) Pertahankan rasa percaya keluarga 1) Terbinanya hubungan
dengan mengucapkan salam, saling percaya, dapat
menanyakan peran keluarga memfasilitasi keterbukaan
merawat pasien & kondisi pasien. dalam mengungkapkan
dan penyelesaian masalah.
2) Sertakan keluarga saat melatih 2) Keterlibatan keluarga
pasien hipnotis diri sendiri (lima dalam pemahaman latihan
jari) dan kegiatan spiritual dapat memudahkan
keluarga ikut mengontrol
manajemen ansietas
pasien.
3) Diskusikan dengan keluarga cara 3) Pengetahuan tentang
perawatan di rumah, follow up dan konisi keparahan dapat
kondisi pasien yang perlu dirujuk mendorong dilakukannya
(lapang persepsi menyempit, tidak tindakan dengan segera
mampu menerima informasi,
gelisah, tidak dapat tidur) dan cara
merujuk pasien
2. Defisien pengetahuan Setelah dilakukan pertemuan 1) Kaji ulang pengetahuan pasien 1) Pengakjian tentang
berhubungan dengan selama 1 x, pengetahuan tentang kondisi masalah kesehatan pengetahuan awal klien
kurangnya informasi, klien meningkat dengan anak saat ini memntukan kebutuhan
ditandai dengan: kriteria hasil: informasi
DS: 1) Klien mampu 2) Beri penjelasan tentang kondisi 2) Pemberian informasi
 Klien mengatakan menyebutkan kembali kesehatan anak saat ini. dapat meningkatkan
memiliki anak dengan bagaimana kondisi pengetahuan
gangguan jiwa sejak 3 kesehatan anaknya terkait 3) Berikan informasi tentang manfaat 3) Pengetahuan tentang
bulan yang lalu kesehatan mental pelayanan medis pada pasien manfaat farmakologi daat
 Klien mengatakan 2) Klien menyetujui dengan gangguan kesehatan mental mendorong dukungan
kondisi anaknya tidak pentingnya pelayanan keluarga untuk
membaik setelah medis bagi klien dengan memfasilitasi kebutuhan
dilakukan pengobatan masalah kesehatan mental pengobatan
4) Beri penjelasan tentang prosedur
oleh orang pintar 4) Ketidaktahuan tentang
kontrol medis
 Klien mengatakan prosedur rujukan medis
takut untuk membawa menghambat keinginan
anaknya ke pelayanan keluarga untuk
medis memfasilitasi kebutuhan
pengobatan
DO: 5) Beri informasi tentang pentingnya 5) Keluarga merupakan
 Klien bertanya dukungan keluarga bagi pasien suport sistem bagi pasien
tentang kesembuhan dengan gangguan kesehatan mental gangguan jiwa
kondisi anaknya
3. Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan asuhan Mandiri: Mandiri:
dengan agen cedera keperawatan selama 1 x 1. Monitor Tanda tanda Vital (TTV) 1. Nyeri biasanya disertai
biologis pertemuan pasien dengan peningkatan RR
Ditandai dengan: nyeri pasien berkurang 2. Bantu pasien mengenal penyebab maupun HR.
nyeri 2. Faktor penyebab nyeri
DS: dengan kriteria hasil:
3. Ajarkan teknik relaksasi nafas dapat menjadi indikator
 Klien mengatakan • Skala nyeri pasien kurang dalam kebutuhan intervensi
sering nyeri pada dari 5 4. Tingkatkan asupan nutrisi seperti 3. Nafas dalam
lengan sebelah kanan • TTV pasien dalam rentang sayur dan buah memunculkan sensasi
jika beraktivitas normal rileks
terlalu berat 4. Asupan nutrisi yang baik
meningkatkan daya tahan
 Klien mengatakan
tubuh untuk menghindari
skala nyeri: 4 (0-10) faktor penyenabab nyeri
 Klien mengatakan secara biologis.
nyeri terasa seperti di
timpa benda berat
DO:
 TD : 120/80 mmhg
 RR: 20x/menit
 Hr: 86x/menit
 Muka tampak
meringgis
 Kekuatan otot 5/5
DAFTAR PUSTAKA

Alwisol. (2005). Psikologi Kepribadian. Malang: Universitas Muhammadiyah Malang.

Syamsu Yusuf. (2009). Mental Hygine: Terapi Psikopiritual untuk Hidup Sehat Berkualitas.
Bandung: Maestro.

Gail W. Stuart. (2006). Buku Saku Keperawatan Jiwa. Alih Bahasa: Ramona P. Kapoh & Egi
Komara Yudha. Jakarta: EGC.

Jeffrey S. Nevid, dkk. (2005). Psikologi Abnormal. Edisi Kelima. Jilid 1. Jakarta: Erlangga.

Sarlito Wirawan Sarwono. (2012). Pengantar Psikologi Umum. Jakarta: Rajawali Pers.

Annisa, Dona Fitri & Ifdil. (2016). Konsep Kecemasan (Anxiety) pada Lanjut Usia (Lansia).
Jurnal Konselor. 5(2). 93-99.
Hawari, D., 2008, Manajemen Stres Cemas dan Depresi, Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
Stuart, G.W., dan Sundden, S.J., 1995, Buku Saku Keperawatan Jiwa, Edisi 3, Jakarta : EGC
Nursalimah, NS. 2016. Modul Bahan Ajar Cetak Keperawatan: Keperawatan Jiwa. Jakarta:
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
Suliswati, dkk. 2004. Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC
Yusuf. Fitriyasari, Rizky. 2015. Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: Salemba
Medika

Anda mungkin juga menyukai